4
BAB II TINJAUANPUSTAKA
A. TINJAUAN TEORI 1. Sindroma Terowongan Karpal a.Definisi Sindroma Terowongan Karpal (STK) merupakan neuropati tekanan atau cerutan terhadap nervus medianus di dalam terowongan karpal pada pergelangan tangan, tepatnya di bawah fleksor retinakulum (cit.Samuel 1979, Dejong 1979, Mumenthaler 1984). Dahulu sindroma ini juga disebut dengan nama acroparesthesia (Jagga.,et al., 2011), median thenar neuritis atau partial thenar atrophy (Kurniawan.,et al.,2008) STK pertama kali dikenali sebagai suatu sindroma klinik oleh Sir James Paget pada kasus stadium lanjut fraktur radius bagian distal (1854) .STK spontan pertama kali dilaporkan oleh Pierre Marie dan C.Foix pada taboo 1913. Istilah STK diperkenalkan oleh Moersch pada tabun 1938. Terowongan karpal terdapat di bagian sentral dari pergelangan tangan di mana tulang dan ligamentum membentuk suatu terowongan sempit yang dilalui oleh beberapa tendon dan nervus medianus. Tulang-tulang karpalia membentuk dasar dan sisi-sisi terowongan yang keras dan kaku sedangkan atapnya dibentuk oleh fleksor retinakulum (transverse carpal ligament dan palmar carpal ligament) yang kuat dan melengkung di atas tulang-tulang karpalia tersebut (AAOS.,2008) . Setiap perubahan yang mempersempit
5
terowongan ini akan menyebabkan tekanan pada struktur yang paling rentan di dalamnya yaitu nervus medianus (Gorsché.,2001) b. Epidemiologi STK adalah entrapment neuropathy yang paling sering dijumpai (Jangga., et al., 2011; Tana.,2004; Marjono M dan Sidharta P.,2009). Nervus medianus mengalami tekanan pada saat berjalan melalui terowongan karpal di pergelangan tangan menuju ke tangan. Penyakit ini biasanya timbul pada usia pertengahan (Jangga., et al., 2011; Tana.,2004; AAOS.,2007). Wanita lebih banyak menderita penyakit ini daripada pria (Jangga., et al., 2011; Kurniawan.,2008;Tana.,2004; AAOS.,2007). Umumnya pada keadaan awal bersifat unila~ral tetapi kemudian bisa juga bilateral. Biasanya lebih berat pada
tangan
yang
dominan
2011;Kurniawan.,2008;Tana.,2004). misalnya
pada
kehamilan,
Pada
(Jangga., beberapa
prevalensinya
et
keadaan sedikit
al., tertentu,
bertambah
(Latov,2007;Salter,1993). Prevalensi STK bervariasi. Di Mayo Clinic, pada tahun 1976-1980 insidensnya 173 per 100.000 pasien wanita/tahun dan 68 per 100.000 pasien pria/tahun. Di Maastricht, Belanda, 16% wanita dan 8 % pria dilaporkan terbangun dari tidurnya akibat parestesi jari-jari. 45% wanita dan 8% pria yang mengalami gejala ini terbukti menderita STK setelah dikonfirmasi dengan pemeriksaan elektrodiagnostik (Jagga,et al 2011). Pada populasi Rochester, Minnesota, ditemukan rata-rata 99 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Sedangkan Hudson dkk menemukan bahwa 62% entrapment neuropathy adalah STK (Jagga.,et al 2011) .
6
c. Anatomi terowongan karpal Secara anatomis, canalis carpi (carpal tunnel) berada di dalam dasar pergelangan tangan.Sembilan ruas tendon fleksor dan N. Medianus berjalan di dalam canalis carpi yang dikelilingi dan dibentuk oleh tiga sisi dari tulang – tulang carpal.Nervus dan tendon memberikan fungsi, sensibilitas dan pergerakan pada jari – jari tangan.Jari tangan dan otot – otot fleksor pada pergelangan tangan beserta tendon – tendonnya berorigo pada epicondilus medial pada regio cubiti dan berinsersi pada tulang – tulang metaphalangeal, interphalangeal proksimal dan interphalangeal distal yang membentuk jari tangan dan jempol.Canalis carpi berukuran hampir sebesar ruas jari jempol dan terletak di bagian distal lekukan dalam pergelangan tangan dan berlanjut ke bagian lengan bawah di regio cubiti sekitar 3 cm (Pecina, 2001).Pada terowongan carpal, N. Medianus mungkin bercabang menjadi komponen radial dan ulnar. Komponen radial dari N. Medianus akan menjadi cabang sensorik pada permukaan palmar jari-jari pertama dan kedua dan cabang motorik m. abductor pollicis brevis, m. opponens pollicis, dan bagian atas dari m. flexor pollicis brevis. Pada 33 % dari individu, seluruh fleksor polisis brevis menerima persarafan dari N. Medianus. Sebanyak 2 % dari penduduk, m. policis adduktor juga menerima persarafan N. Medianus .Komponen ulnaris dari N. Medianus memberikan cabang sensorik ke permukaan jari kedua, ketiga, dan sisiradial jari keempat.Selain itu, saraf median dapat mempersarafi permukaan dorsal jari kedua, ketiga, dan keempat bagian distal sendi interphalangeal proksimal(Pecina, 2001).
7
Tertekannya N. Medianus dapat disebabkan oleh berkurangnya ukuran canalis carpi, membesarnya ukuran alat yang masuk di dalamnya (pembengkakan jaringan lubrikasi pada tendon – tendon fleksor) atau keduanya.Gerakan fleksi dengan sudut 90 derajat dapat mengecilkan ukuran canalis. Penekanan terhadap N. Medianus yang menyebabkannya semakin masuk di dalam ligamentum carpi transversum dapat menyebabkan atrofi eminensia thenar, kelemahan pada otot fleksor pollicis brevis, otot opponens pollicis dan otot abductor pollicis brevis yang diikuti dengan hilangnya kemampuan sensorik ligametum carpi transversum yang dipersarafi oleh bagian distal N. Medianus. Cabang sensorik superfisial dari N. Medianus yang mempercabangkan persarafan proksimal ligamentum carpi transversum yang berlanjut mempersarafi bagian telapak tangan dan jari jempol (Pecina,2001). N. Medianus terdiri dari serat sensorik 94% dan hanya 6% serat motorik pada terowongan karpal. Namun, cabang motorik menyajikan banyak variasi anatomi, yang menciptakan variabilitas yang besar patologi dalam kasus Capal Tunnel Syndrome (AAOS, 2008).
8
Gambar 2.1.struktur anatomi nervus medianus d. Etiologi Kawasan sensorik N. Medianus bervariasi terutama pada permukaan volar.Dan pola itu sesuai dengan variasi antara jari ketiga sampai jari keempat sisi radial telapak tangan.Pada permukaan dorsum manus, kawasan sensorik N. Medianus bervariasi antara dua sampai tiga palang distal jari kedua, ketiga dan keempat.Di terowongan karpal N. Medianus sering terjepit. N. Medianus adalah saraf yang paling sering mengalami cedera oleh trauma langsung, sering disertai dengan luka di pergelangan tangan. Tekanan dari n median sehingga menghasilkan rasa kesemutan yang menyakiti juga.Itulah parestesia atau hipestesia dari “Carpal Tunnel Sydrome” (Mardjono M dan Sidharta P, 2009). Terdapat beberapa kunci co-
9
morbiditas atau human factor yang berpotensi meningkatkan risiko STK. Pertimbangan utama meliputi usia lanjut, jenis kelamin perempuan, dan adanya diabetes dan obesitas. Faktor risiko lain termasuk kehamilan, pekerjaan yang spesifik, cedera karena gerakan berulang dan kumulatif, sejarah keluarga yang kuat, gangguan medis tertentu seperti hipotiroidisme, penyakit autoimun, penyakit rematologi, arthritis, penyakit ginjal, trauma, predisposisi anatomi di pergelangan tangan dan tangan, penyakit menular, dan penyalahgunaan zat. Orang yang terlibat dalam kerja manual di beberapa pekerjaan memiliki insiden dan tingkat keparahan yang lebih besar (AAOS,2008). Beberapa penyebab dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian STK antara lain (Pecina,2001; Latov,2007): 1. Herediter:
neuropati
herediter
yang
cenderung
menjadi
pressurepalsy, misalnya HMSN (hereditary motor and sensory neuropathies) tipe III. 2. Trauma: dislokasi, fraktur atau hematom pada lengan bawah, pergelangan tangan dan tangan.Sprain pergelangan tangan. Trauma langsung terhadap pergelangan tangan. 3. Pekerjaan : gerakan mengetuk atau fleksi dan ekstensi pergelangan tangan yang berulang-ulang. Seorang sekretaris yang sering mengetik, pekerja kasar yang sering mengangkat beban berat dan pemain musik terutama pemain piano dan pemain gitar yang banyak menggunakan tangannya juga merupakan etiologi dari carpal turner syndrome.
10
4. Infeksi: tenosinovitis, tuberkulosis, sarkoidosis. 5. Metabolik: amiloidosis, gout, hipotiroid - Neuropati fokal tekan, khususnya sindrom carpal tunnel juga terjadi karena penebalan ligamen,
dan
tendon
dari
simpanan
zat
yang
disebut
mukopolisakarida. 6. Endokrin : akromegali, terapi estrogen atau androgen, diabetes mellitus, hipotiroidi, kehamilan. 7. Neoplasma: kista ganglion, lipoma, infiltrasi metastase, mieloma. 8. Penyakit kolagen vaskular : artritis reumatoid, polimialgia reumatika, skleroderma, lupus eritematosus sistemik. 9. Degeneratif: osteoartritis. 10. Iatrogenik : punksi arteri radialis, pemasangan shunt vaskular untuk dialisis, hematoma, komplikasi dari terapi anti koagulan. 11. Faktor stress 12. Inflamasi : Inflamasi dari membrane mukosa yang mengelilingi tendon menyebabkan nervus medianus tertekan dan menyebabkan carpal tunnel syndrome. e. Patogenesis dan Patofisiologi Sindrom Terowongan Karpal Patogenesis STK masih belum jelas.Beberapa teori telah diajukan untuk menjelaskan gejala dan gangguan studi konduksi saraf.Yang paling populer adalah
kompresi
mekanik,
insufisiensi
mikrovaskular,
dan
teori
getaran.Menurut teori kompresi mekanik, gejala STK adalah karena kompresi nervus medianus di terowongan karpal. Kelemahan utama dari teori ini
11
adalah bahwa ia menjelaskan konsekuensi dari kompresi saraf tetapi tidak menjelaskan etiologi yang mendasari kompresi mekanik. Kompresi diyakini dimediasi oleh beberapa faktor seperti ketegangan, tenaga berlebihan, hyperfunction, ekstensi pergelangan tangan berkepanjangan atau berulang (Tana, 2004). Teori insufisiensi mikro - vaskular mennyatakan bahwa kurangnya pasokan darah menyebabkan penipisan nutrisi dan oksigen ke saraf yang menyebabkan ia perlahan-lahan kehilangan kemampuan untuk mengirimkan impuls saraf. Skar dan jaringan fibrotik akhirnya berkembang dalam saraf.Tergantung pada keparahan cedera, perubahan saraf dan otot mungkin permanen.Karakteristik gejala STK, terutama kesemutan, mati rasa dan nyeri akut, bersama dengan kehilangan konduksi saraf akut dan reversibel dianggap gejala untuk iskemia. Seiler et al menunjukkan (dengan Doppler laser flowmetry ) bahwa normalnya aliran darah berdenyut di dalam saraf median dipulihkan dalam 1 menit dari saat ligamentum karpal transversal dilepaskan. Sejumlah penelitian eksperimental mendukung teori iskemia akibat kompresi diterapkan secara eksternal dan karena peningkatan tekanan di karpal tunnel. Gejala akan bervariasi sesuai dengan integritas suplai darah dari saraf dan tekanan darah sistolik .Kiernan dkk menemukan bahwa konduksi melambat pada median saraf dapat dijelaskan oleh kompresi iskemik saja dan mungkin tidak selalu disebabkan myelinisasi yang terganggu (Tana, 2004).Menurut teori getaran gejala STK bisa disebabkan oleh efek dari penggunaan jangka panjang alat yang bergetar pada saraf median di karpal tunnel.Lundborg et al mencatat edema epineural pada saraf
12
median dalam beberapa hari berikut paparan alat getar genggam.Selanjutnya, terjadi perubahan serupa mengikuti mekanik, iskemik, dan trauma kimia (Tana, 2004). Hipotesis lain dari STK berpendapat bahwa faktor mekanik dan vaskular memegang peranan penting dalam terjadinya STK. Umumnya STK terjadi secara kronis dimana terjadi penebalan fleksor retinakulum yang menyebabkan tekanan terhadap nervus medianus. Tekanan yang berulangulang dan lama akan mengakibatkan peninggian tekanan intrafasikuler. Akibatnya aliran darah vena intrafasikuler melambat. Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi intrafasikuler lalu diikuti oleh anoksia yang akan merusak endotel. Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein sehingga terjadi edema epineural. Hipotesa ini menerangkan bagaimana keluhan nyeri dan sembab yang timbul terutama pada malam atau pagi hari akan berkurang setelah tangan yang terlibat digerakgerakkan atau diurut, mungkin akibat terjadinya perbaikan sementara pada aliran darah. Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi fibrosis epineural yang merusak serabut saraf. Lama-kelamaan saraf menjadi atrofi dan digantikan oleh jaringan ikat yang mengakibatkan fungsi nervus medianus terganggu secara menyeluruh (Bachrodin, Moch.,2011). Selain akibat adanya penekanan yang melebihi tekanan perfusi kapiler akan menyebabkan gangguan mikrosirkulasi dan timbul iskemik saraf. Keadaan iskemik ini diperberat lagi oleh peninggian tekanan intrafasikuler yang menyebabkan berlanjutnya gangguan aliran darah. Selanjutnya terjadi vasodilatasi yang menyebabkan edema sehingga sawar darah-saraf terganggu yang berkibat
13
terjadi kerusakan pada saraf tersebut (Bachrodin, Moch.,2011). Penelitian yang telah dilakukan Kouyoumdjian yang menyatakan STK terjadi karena kompresi saraf median di bawah ligamentum karpal transversal berhubungan dengan naiknya berat badan dan IMT.IMT yang rendah merupakan kondisi kesehatan yang baik untuk proteksi fungsi nervus medianus.Pekerja dengan IMT minimal ≥25 lebih mungkin untuk terkena STK dibandingkan dengan pekerjaan yang mempunyai berat badan ramping.American Obesity Association menemukan bahwa 70% dari penderita STK memiliki kelebihan berat badan. Setiap peningkatan nilai IMT 8% resiko STK meningkat (Bachrodin, Moch.,2011) f. Gambaran Klinis Sindrom Terowongan Karpal Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik saja.Gangguan motorik hanya terjadi pada keadaan yang berat. Gejala awal biasanya berupa parestesia, kurang merasa (numbness) atau rasa seperti terkena aliran listrik (tingling) pada jari 1-3 dan setengah sisi radial jari 4 sesuai dengan distribusi sensorik nervus medianus walaupun kadang-kadang dirasakan mengenai seluruh jari-jari (Salter, 1993). Komar dan Ford membahas dua bentuk carpal tunnel syndrome: akut dan kronis. Bentuk akut mempunyai gejala dengan nyeri parah, bengkak pergelangan tangan atau tangan, tangan dingin, atau gerak jari menurun.Kehilangan gerak jari disebabkan oleh kombinasi dari rasa sakit dan paresis.Bentuk kronis mempunyai gejala baik disfungsi sensorik yang mendominasi atau kehilangan motorik dengan perubahan trofik.Nyeri proksimal mungkin ada
14
dalam carpal tunnel syndrome (Pecina, 2001).Keluhan parestesia biasanya lebih menonjol di malam hari.Gejala lainnya adalah nyeri di tangan yang juga dirasakan lebih berat pada malam hari sehingga sering membangunkan penderita dari tidurnya.Rasa nyeri ini umumnya agak berkurang bila penderita memijat atau menggerak-gerakkan tangannya atau dengan meletakkan tangannya pada posisi yang lebih tinggi. Nyeri juga akan berkurang bila penderita lebih banyak mengistirahatkan tangannya (Rambe, 2004). Apabila tidak segera ditagani dengan baik maka jari-jari menjadi kurang terampil misalnya saat memungut benda-benda kecil.Kelemahan pada tangan juga sering dinyatakan dengan keluhan adanya kesulitan yang penderita sewaktu menggenggam. Pada tahap lanjut dapat dijumpai atrofi otot-otot thenar (oppones pollicis dan abductor pollicis brevis).dan otot-otot lainya yang diinervasi oleh nervus medianus (Mumenthaler, 2006).
Table. 2.1. Gejala dan tanda sindrom terowongan karpal
15
g. Diagnosis Sindrom Terowongan Karpal Diagnosa STK ditegakkan selain berdasarkan gejala-klinis seperti di atas dan perkuat dengan pemeriksaan yaitu : 1) Pemeriksaan fisik Pemeriksaan harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada penderita dengan perhatian khusus pada fungsi, motorik, sensorik dan otonom tangan. Beberapa pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat membantu menegakkan diagnosa STK adalah (Jefferey, 2002): a) Phalen's test : Penderita diminta melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam waktu 60 detik timbul gejala seperti STK, tes ini menyokong diagnosa.Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif untuk menegakkan diagnosa STK.
Gambar 2.2.Phalen’s Test
b) Torniquet test : Pada pemeriksaan ini dilakukan pemasangan tomiquet dengan menggunakan tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di
16
atas tekanan sistolik. Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti STK, tes ini menyokong diagnosa. c) Tinel's sign : Tes ini mendukung diagnosa bila timbul parestesia ataunyeri pada daerah distribusi nervus medianus jika dilakukan perkusi padaterowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.
Gambar 2.3. Tinel’s Test d) Flick's sign : Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerakgerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akanmenyokong diagnosa STK. Harus diingat bahwa tanda ini juga dapatdijumpai pada penyakit Raynaud. e) Thenar wasting : Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otot-otot thenar. f) Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara manualmaupun dengan alat dynamometer g) Wrist extension test : Penderita diminta melakukan ekstensi tangan secara maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan sehinggadapat dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul gejala gejala seperti STK, maka tes ini menyokong diagnosa STK.
17
h) Pressure test : Nervus medianus ditekan di terowongan karpal denganmenggunakan ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbulgejala seperti STK, tes ini menyokong diagnosa. i) Luthy's sign (bottle's sign) : Penderita diminta melingkarkan ibu jari danjari telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita tidakdapat menyentuh dindingnya dengan rapat, tes dinyatakan positif danmendukung diagnose j) Pemeriksaan sensibilitas : Bila penderita tidak dapat membedakan duatitik (twopoint discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerahnervus medianus, tes dianggap positif dan menyokong diagnose k) Pemeriksaan fungsi otonom : Pada penderita diperhatikan apakah adaperbedaan keringat, kulit yang kering atau licin yang terbatas pada daerahinnervasi nervus medianus. Bila ada akan mendukung diagnose STK. Dari pemeriksaan provokasi diatas Phalen test dan Tinel test adalah test yang patognomonis untuk STK (Tana, 2004).
Tabel 2.2. Pemeriksaan fisik STK
2) Pemeriksaan neurofisiologi (elektrodiagnostik) Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik, gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot-otot thenar.Pada beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otot-otot lumbrikal.EMG bisanormal
18
pada 31% kasus STK. Kecepatan Hantar Saraf (KHS).Pada 15-25%kasus, KHS bisa normal. Pada yang lainnya KHS akan menurun dan masa latendistal (distal latency) memanjang,menunjukkan adanya gangguan pada konduksi saraf di pergelangan tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari masa latenmotorik (Latov, 2007). 3) Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan sinar-X terhadap pergelangan tangan dapat membantumelihat apakah ada penyebab lain seperti fraktur atau artritis. Foto polos leherberguna untuk menyingkirkan adanya penyakit lain pada vertebra. USG, CT-scandan MRI dilakukan pada kasus yang selektif terutama yang akan dioperasi. USGdilakukan untuk mengukur luas penampang dari saraf median di carpal tunnelproksimal yang sensitif dan spesifik untuk carpal tunnelsyndrome. (Rambe,2004; Wilkinson, Mauren.,2001; Cartwright,2012). 4) Pemeriksaan Laboratorium Bila etiologi STK belum jelas, misalnya pada penderita usia muda tanpaadanya
gerakan
tangan
yang
repetitif,
dapat
dilakukan
beberapa
pemeriksaanseperti kadar gula darah , kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap (15).
19
Tabel 2.3. alogaritma Diagnosis carpal tunnel Syndrom h. Diagnosis Banding Diagnosis dari STK antara lain (15): 1. Cervical radiculopathy. Biasanya keluhannya berkurang bila leher diistirahatkan dan bertambah hila leher bergerak. Distribusi gangguan sensorik sesuai dermatomnya. 2. Thoracic outlet syndrome. Dijumpai atrofi otot-otot tangan lainnya selain otot-otot thenar. Gangguan sensorik dijumpai pada sisi ulnaris dari tangan dan lengan bawah. 3. Pronator teres syndrome. Keluhannya lebih menonjol pada rasa nyeri di telapak tangan daripada STK karena cabang nervus medianus ke kulit telapak tangan tidak melalui terowongan karpal. 4. de Quervain's syndrome. Tenosinovitis dari tendon muskulus abductor
20
pollicis longus dan ekstensor pollicis brevis, biasanya akibat gerakan tangan yang repetitif. Gejalanya adalah rasa nyeri dan nyeri tekan pada pergelangan tangan di dekat ibu jari. KHS normal. Finkelstein's test : palpasi otot abduktor ibu jari pada saat abduksi pasif ibu jari, positif bila nyeri bertambah. i. Penatalaksanaan Sindrom Terowongan Karpal Penatalaksanaan STK tergantung pada etiologi,ndurasi gejala, dan intensitas kompresi saraf. Jika sindrom adalah suatu penyakitsekunder untuk penyakit endokrin, hematologi, atau penyakit sistemik lain,penyakit primer harus diobati. Kasus ringan bisa diobati dengan obat antiinflamasi non steroid (OAINS) dan menggunakan penjepit pergelangan tanganyang mempertahankan tangan dalam posisi netral selama minimal 2 bulan,terutama pada malam hari atau selama gerakan berulang. Kasus lebih lanjut dapatditerapi dengan injeksi steroid lokal yang mengurangi peradangan.Jika tidakefektif, dan gejala yang cukup mengganggu, operasi sering dianjurkan untukmeringankan kompresi. (Pecina, 2001;Latov, 2007). Oleh karena itu sebaiknya terapi STK dibagi atas 2 kelompok, yaitu (Jeffery n.,Katz, 2002): 1) Terapi langsung terhadap STK a) Terapi konservatif 1. Istirahatkan pergelangan tangan. 2. Obat anti inflamasi non steroid. 3. Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan. Bidai dapatdipasang terus-menerus atau hanya pada malam hari selama 2-3 minggu. 4. Nerve Gliding, yaitu latihan terdiri dari berbagai gerakan (ROM) latihandari ekstremitas atas dan leher yang menghasilkan ketegangan dangerakan membujur sepanjang saraf median dan lain dari ekstremitas atas.Latihan-latihan ini didasarkan pada prinsip bahwa jaringan dari sistemsaraf perifer dirancang
21
untuk gerakan, dan bahwa ketegangan danmeluncur saraf mungkin memiliki efek pada neurofisiologi melaluiperubahan dalam aliran pembuluh darah dan axoplasmic.Latihan dilakukan sederhana dan dapat dilakukan oleh pasien setelah instruksisingkat.
Gambar 2.4. Nerve Gliding 5. Injeksi steroid. Deksametason 1-4 mg 1 atau hidrokortison 10-25 mg ataumetilprednisolon
20
mg
atau
40
mg
diinjeksikan
ke
dalam
terowongankarpal dengan menggunakan jarum no.23 atau 25 pada lokasi 1 cm kearah proksimal lipat pergelangan tangan di sebelah medial tendonmusculus palmaris longus. Sementara suntikan dapat diulang dalam 7sampai 10 hari untuk total tiga atau empat suntikan,.Tindakan operasidapat dipertimbangkan bila hasil terapi belum memuaskan setelah diberi 3kali suntikan. Suntikan harus digunakan dengan hati-hati untuk pasien dibawah usia 30 tahun. 6. Vitamin B6 (piridoksin). Beberapa penulis berpendapat bahwa salah satupenyebab STK adalah defisiensi piridoksin sehingga merekamenganjurkan pemberian piridoksin 100-300 mg/hari selama 3 bulan.Tetapi beberapa penulis lainnya berpendapat bahwa pemberian piridoksintidak bermanfaat bahkan
22
dapat menimbulkan neuropati bila diberikandalam dosis besar.Namun pemberian dapat berfungsi untuk mengurangirasa nyeri. 7. Fisioterapi. Ditujukan pada perbaikan vaskularisasi pergelangan tangan. b) Terapi operatif Operasi hanya dilakukan pada kasus yang tidak mengalami perbaikan dengan terapi konservatif atau bila terjadi gangguan sensorik yang beratatauadanya atrofi otot-otot thenar. PadaSTK bilateral biasanya operasi pertamadilakukan pada tangan yang paling nyeri walaupun dapat sekaligus dilakukanoperasi bilateral. Penulis lain menyatakan bahwa tindakan operasi mutlakdilakukan bila terapi konservatif gagal atau bila ada atrofi otot-otot thenar, sedangkan indikasi relatif tindakan operasi adalah hilangnya sensibilitas yangpersisten (15).Biasanya tindakan operasi STK dilakukan secara terbuka dengan anestesilokal, tetapi sekarang telah dikembangkan teknik operasi secara endoskopik.Operasi endoskopik memungkinkan mobilisasi penderita secara dini denganjaringan parut yang minimal, tetapi karena terbatasnya lapangan operasi tindakan ini lebih sering menimbulkan komplikasi operasi seperti cedera pada saraf. Beberapa penyebab STKseperti adanya massa atau anomaly maupuntenosinovitis pada terowongan karpal lebih baik dioperasi secara terbuka (15) 2) Terapi terhadap keadaan atau penyakit yang mendasari STK Keadaan atau penyakit yang mendasari terjadinya STK harusditanggulangi, sebab bila tidak dapat menimbulkan kekambuhan STKkembali.Pada keadaan di mana STK terjadi akibat gerakan tangan yang repetitif harusdilakukan penyesuaian ataupun pencegahan. Beberapa upaya yang dapatdilakukan untuk mencegah terjadinya STK atau mencegah kekambuhannya antaralain (13): a. Mengurangi posisi kaku pada pergelangan tangan, gerakan repetitif,getaran peralatan tangan pada saat bekerja. b. Desain peralatan kerja supaya tangan dalam posisi natural saat kerja.
23
c. Modifikasi tata ruang kerja untuk memudahkan variasi gerakan. d. Mengubah metode kerja untuk sesekali istirahat pendek sertamengupayakan rotasi kerja. e. Meningkatkan pengetahuan pekerja tentang gejala-gejala dini STK sehingga pekerja dapat mengenali gejala-gejala STK lebih dini. Di
samping
itu
perlu
pula
diperhatikan
beberapa
penyakit
yang
seringmendasari terjadinya STKseperti : trauma akut maupun kronik pada pergelangantangan dan daerah sekitarnya, gagal ginjal, penderita yang sering dihemodialisa,myxedema akibat hipotiroidi, akromegali akibat tumor hipofise, kehamilan ataupenggunaan pil kontrasepsi, penyakit kolagen vaskular, artritis, tenosinovitis,infeksi pergelangan tangan, obesitas dan penyakit lain yang dapat menyebabkan retensi cairan atau menyebabkan bertambahnya isi terowongan karpal (Bachrodin, Moch.,2013).
j. Prognosis Sindrom Terowongan Karpal Pada kasus STK ringan, dengan terapi konservatif umumnya prognosabaik.Bila keadaan tidak membaik dengan terapi konservatif maka tindakanoperasi harus dilakukan. Secara umum prognosa operasi juga baik, tetapi karenaoperasi hanya dilakukan pada penderita yang sudah lama menderita STKpenyembuhan post operatifnya bertahap (Bachrodin, Moch.,2013). Bila setelah dilakukan tindakan operasi, tidak juga diperoleh perbaikan maka dipertimbangkan kembali kemungkinan berikut ini (Bachrodin, Moch.,2013): 1. Kesalahan menegakkan diagnosa, mungkin jebakan/tekanan terhadap nervus medianus terletak di tempat yang lebih proksimal. 2. Telah terjadi kerusakan total pada nervus medianus. 3. Terjadi STK yang baru sebagai akibat komplikasi operasi seperti akibat edema, perlengketan, infeksi, hematoma atau jaringan parut hipertrofik.
24
Sekalipun prognosa STK dengan terapi konservatif maupun operatif cukup baik, tetapi resiko untuk kambuh kembali masih tetap ada. Bila terjadi kekambuhan, prosedur terapi baik konservatif atau operatif dapat diulangi kembali. 2.
IBUPROFEN Ibuprofen seperti juga naproxen dan diclofenac merupakan turunan asam propionat
dengan
efek
analgesik,
antipiretik,
dan
anti-inflamasi
yang
menonjol,mencerminkan suatu penghambatan dari sintesis prostaglandin. Turunan asam propionat sama bergunanya dengan salisilat dalam mengobati berbagai bentuk dari arthritis termasuk osteoarthritis, rheumatoid arthritis, arthritis gout akut (Stoelting.R.K.,2006). Ibuprofen sering diresepkan dalam dosis rendah yang bersifat analgesik tetapi mempunyai efek anti-inflamasi rendah(Katzung.B.G.,1995).Perubahan struktur minor pada nucleus ibuprofen menghasilkan fenoprofen, ketoprofen, dan flurbiprofen. a. Farmakokinetik Secara umum ibuprofen beserta turunannya sangat cepat dan sangat efektif diserap setelah pemberian peroral, dengan bioavailabilitas lebih besar dari 85%.Puncak konsentrasi plasma terjadi antara 0,5 dan 3 jam tergantung jenis obat yang dipilih. Seluruh jenis obat tersebut mengalir ke dalam cairan sinovial secara perlahan dan masih terdapat dalam konsentrasi yang cukup tinggi di synovial walaupun konsentrasinya dalam plasma telah menurun. Distribusi flurbiprofen relatif cepat ke dalam cairan sinovial dan konsentrasinya sebanding dengan konsentrasi plasma setelah 6 jam pemberian peroral.3Ibuprofen dieliminasi terutama melalui metabolisme secara luas di hati menjadi hidroksil atau konjugasi karboksil dengan kurang dari 1% obat ditemukan dalam urin dalam keadaan tidak dimetabolisme. Ibuprofen memiliki volume distribusi yang relatif rendah (0,1 sampai 0,12 L/kg). Waktu paruh eliminasinya berkisar antara 2 hingga 4 jam.1-3
25
b. Farmakodinamik Mekanisme kerja ibuprofen melalui inhibisi sintesis prostaglandin dengan menghambat Cyclooxygenase I (COX I) dan Cyclooxygenase II (COX II).Namun tidak seperti aspirin, hambatan yang diakibatkan olehnya bersifat reversibel. Dalam pengobatan dengan ibuprofen, terjadi penurunan pelepasan mediator dari granulosit, basofil, dan sel mast, terjadi penurunan kepekaan terhadap bradikinin dan histamin, mempengaruhi produksi limfokin dari limfosit T, melawan vasodilatasi, dan menghambat agregasi platelet (Stoelting.R.K.,2006) c. Penggunaan Klinis Ibuprofen dapat digunakan untuk mengurangi nyeri yang ringan hingga sedang, khususnya nyeri oleh karena inflamasi seperti yang terdapat pada arthritis dan gout (Trevor A.J.,2005) Beberapa pasien dengan rheumatoid arthritis dapat ditangani dengan baik menggunakan ibuprofen, namun secara umum ibuprofen lebih berguna untuk pasien dengan peradangan yang ringan dan arthritis degeneratif. Flurbiprofen lebih potensial sebagai anti-inflamasi dibandingkan dengan ibuprofen dan biasanya dapat ditoleransi dengan baik. Ketoprofen dan fenoprofen sering digunakan sebagai terapi pengganti naproxen (Sinatra R.S.,1992). d. Dosis Untuk mengurangi nyeri ringan hingga sedang dosis dewasa penggunaan ibuprofen peroral adalah 400 mg untuk nyeri haid 400 mg peroral kalau perlu.Untuk arthritis rheumatoid 400-800 mg. Untuk demam pada anak-anak 5mg/kgbb, untuk nyeri pada anak-anak 10mg/kgbb, untuk arthritis juvenil 30- 40mg/kgbb/hari (Anderson P.O.,2002)
e. Efek Samping Secara umum semua turunan asam propionat memiliki efek iritasi gastrointestinal dan ulserasi yang lebih kecil dibandingkan dengan pemberian
26
salisilat.Fungsi platelet mungkin dipengaruhi dan bervariasi dari masing-masing turunannya.Inhibisi dari sintesis prostaglandin dapat memperburuk disfungsi ginjal pada pasien dengan kelainan ginjal yang mana prostaglandin diperlukan untuk mempertahankan aliran darah ginjal.Dapat juga menimbulkan suatu reaksi alergi pada pasien yang hipersensitif. Efek terhadap ginjal dapat berupa gagal ginjal akut, nefritis interstisialis, dan sindrom nefrotik1 Efek samping dari ibuprofen dapat berupa kemerahan, pruritus, tinitus, pusing, nyeri kepala, cemas, meningitis aseptik, dan retensi cairan di samping efek gastrointestinal (dapat diubah dengan penelanan bersama makanan).Pemberian ibuprofen dalam jangka waktu yang lama berhubungan dengan agranulositosis dan aplasia sumsum tulang granulositik2 f. Interaksi Obat Pemberian dengan aspirin meningkatkan pembersihan obat bebas (free drug clearance). Dapat juga terjadi interaksi dengan koagulan namun jarangterjadi.3 g. Perbandingan dengan NSAID Lainnya Efek anti-inflamasi dari ibuprofen lebih besar daripada aspirin.Pada dosis sekitar 2400mg per hari, efek anti inflamasi ibuprofen setara dengan 4g aspirin. 3.
Vitamin B6 (Piridoksin) Vitamin B6 atau dikenal juga dengan istilah piridoksin, merupakan vitamin yang
esensial bagi pertumbuhan tubuh. Vitamin ini berperan sebagai salah satu senyawa koenzim A yang digunakan tubuh untuk menghasilkan energi melalui jalur sintesis asam lemak, seperti spingolipid dan fosfolipid. Selain itu, vitamin ini juga berperan dalam metabolisme nutrisi dan memproduksi antibodi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap antigen atau senyawa asing yang berbahaya bagi tubuh. Vitamin ini merupakan salah satu jenis vitamin yang mudah didapatkan karena vitamin ini banyak terdapat di dalam beras, jagung, kacang-kacangan, daging, dan
27
ikan.Kekurangan vitamin dalam jumlah banyak dapat menyebabkan kulit pecah-pecah, keram otot, dan insomnia. Vitamin B6 atau sering pula disebut dengan pyridoxine merupakan golongan vitamin yang paling beken diantara keluarga besar vitamin B. Vitamin B6 bersama sama dengan niasin, asam folat dan kobalamin berperanan dalam membantu menggerakan beberapa fungsi vital dari tubuh manusia. Meskipun kebutuhan terhadap vitamin ini sangat kecil namun manfaat yang diperoleh sangatlah besar. Dalam makanan, vitamin B6 biasanya terikat dengan protein, pyridoxol menjadi bentuk menonjol pada tanaman, dan pyridoxal dan pyridoxamine dalam produk hewani.Makanan sumber termasuk pyridoxine yaitu ayam, hati, ekstrak ragi, ikan (ikan tongkol, ikan fores, ikan haring, semacam ikan pecak, dan ikan salmon), kacang – kacangan, biji – bijian, sangat sedikit buah dan sayuran, kacang, bunga kol, pisang, dan kismis. Vitamin B6berperan dalam metabolism asam amino dan asam lemak.Vitamin B6 membantu tubuh untuk bersintetis asam amino nonesensial. Selain itu juga berperan dalam produksi sel dalam darah merah. Vitamin B6 terdiri dari tiga senyawa yang berhubungan erat, yaitu peridoksin, piridoksal dan piridoksamin. Ketiganya tersebar luas di alam baik pada hewan maupun tumbuhan. Padi-padian termasuk sumber yang sangat kaya vitamin B6. Bentuk aktif vitamin B6 :
28
Bentuk koenzim B6 : 1. Piridoksal Fosfat, bentuk penerima gugus amino 2. Piridoksamin Fosfat, bentuk pemberi gugus amina a.
Metabolisme Vitamin B6 1.
Metabolisme Asam Amino da Protein Piridoksal fosfat sebagai koenzim dekarboksilasi
Transaminasi
Perubahan triptofan menjadi niasin Pembentukan dan pertumbuhan eritrosit Pembentukan porfirin 2.
Metabolisme Lemak dan Karbohidrat Biosintesa asam lemak tidak jenuh. Pembentukan asam arakidonat dari asam linoleat Koenzim : fosforilasi Vitamin B6 adalah vitamin yang larut dalam air dan merupakan bagian dari kelompok
vitamin B kompleks . Fosfat piridoksal ( PLP ) adalah bentuk aktif dari vitamin B6 dan merupakan kofaktor dalam banyak reaksi metabolisme asam amino , termasuk transaminasi , deaminasi , dan dekarboksilasi . Tujuh bentuk vitamin ini dikenal : piridoksin ( PN ) , piridoksin 5' - fosfat ( PNP ) . piridoksal ( PL ) , piridoksal 5' - fosfat ( PLP ) , pyridoxamine ( PM ) , pyridoxamine 5' - fosfat ( PMP ) dan asam 4 - pyridoxic ( PA ) . PA adalah katabolit yang diekskresikan dalam urin (Tjay, T.H. dan Rahardja, K., 2002). Penyerapan piridoksal fosfat dan fosfat pyridoxamine melibatkan defosforilasi mereka dikatalisis oleh alkali fosfatase yang terikat membran . Produk-produk dan bentuk non - terfosforilasi vitamin B6 dalam saluran pencernaan yang diserap oleh difusi , yang didorong oleh perangkap vitamin sebagai 5' - fosfat melalui aksi fosforilasi ( oleh kinase piridoksal ) pada mukosa jejunum . Pyridoxine dan pyridoxamine yang terjebak dioksidasi menjadi fosfat piridoksal dalam
29
jaringan . Beberapa produk metabolisme vitamin B6 diekskresikan dalam urin termasuk asam 4 - pyridoxic . Telah diperkirakan bahwa 40-60 % dari tertelan vitamin B6 dioksidasi menjadi asam 4 - pyridoxic . Produk lain dari metabolisme vitamin B6 yang diekskresikan dalam urin ketika dosistinggi vitamin telah diberikan meliputi piridoksal , pyridoxamine , dan piridoksin dan fosfat mereka (Tjay, T.H. dan Rahardja, K., 2002) . b. Peranan Vitamin B6 Banyak kimia tubuh tergantung pada enzim. Enzim adalah protein yang membantu reaksi kimia yang terjadi. Karena vitamin B6 yang terlibat dengan lebih dari 100 reaksi enzimatik, peranannya dalam tubuh adalah beragam dan luas(Ivanovic D.,1999). 1. Sintesis molekul penting. Sulit untuk menemukan kategori kimia dari molekul-molekul dalam tubuh yang tidak bergantung dalam beberapa cara pada vitamin B6 untuk produksi mereka. Banyak blok bangunan protein, yang disebut asam amino, memerlukan pasokan yang cukup B6 untuk sintesis.. asam nukleat yang digunakan dalam pembuatan DNA dalam gen kita juga membutuhkan vitamin ini.Karena asam amino dan asam nukleat adalah bagian penting seperti pembentukan sel baru, vitamin B6 dapat dianggap sebagai bagian penting dari pembentukan hampir semua sel-sel baru di dalam tubuh. Heme (pusat protein sel darah merah kami) dan fosfolipid (komponen sel membran kami yang memungkinkan pesan antara sel-sel) juga tergantung pada vitamin B6 untuk penciptaan mereka. 2. Dukungan aktivitas sistem saraf Peran vitamin B6 dalam sistem saraf kita sangat luas, dan melibatkan banyak aspek kegiatan neurologis.. Salah satu aspek berfokus pada penciptaan kelompok penting pesan molekul yang disebut amina.. Sistem saraf bergantung pada pembentukan molekul-molekul untuk transmisi pesan dari satu syaraf ke yang berikutnya. (Molekul-molekul dapat digolongkan sebagai "neurotransmitter" untuk alasan ini.) Amines adalah salah satu jenis neurotransmitter di sistem saraf. Mereka sering dibuat dari bagian-bagian protein yang disebut asam amino, dan nutrisi penting untuk membuat proses ini terjadi adalah vitamin B6.
30
Beberapa neurotransmiter amina yang diturunkan yang memerlukan vitamin B6 untuk produksi mereka termasuk serotonin, melatonin, epinefrin, norepinefrin, dan GABA. 3. Pencegahan Radang yang Diinginkan Para peneliti belum jelas tentang mekanisme yang terlibat, namun penelitian ulang menunjukkan bahwa vitamin B6 diperlukan untuk meminimalkan risiko peradangan yang tidak diinginkan dalam tubuh.
Ini bukan hanya kasus yang cukup asupan vitamin B6
dikaitkan dengan penurunan risiko peradangan berlebihan, itu juga fakta bahwa individu dengan kronis, peradangan perlu berlebihan meningkatkan jumlah vitamin B6 dalam makanan mereka. Kecuali asupan makanan kita cukup untuk menjaga darah kita tingkat B6 aktif (pyridoxal 5'-fosfat) optimal, kita meninggalkan diri kita beresiko untuk masalah kesehatan kronis seperti diabetes tipe 2, penyakit jantung, dan obesitas, yang semuanya berbagi komponen peradangan kronis, yang tidak diinginkan. c.
Defisiensi Vitamin B6 Sindrom klinis klasik untuk defisiensi B6 adalah dermatitis seboroik, atrofi glositis
dengan ulserasi, angular cheilitis, konjungtivitis, intertrigo, dan gejala neurologis seperti mengantuk, kebingungan, dan neuropati.Sementara defisiensi berat dari B6 berdampak pada perubahan dermatologi dan neurologis, kasus defisiensi ringan hadir dengan lesi metabolik yang berhubungan dengan kegiatan yang kurang cukup dari koenzim piridoksal fosfat.Yang paling menonjol dari lesi ini adalah karena gangguan konversi triptofan-niacin.Hal ini dapat dideteksi berdasarkan ekskresi asam Xanthurenic setelah mengkonsumsi triptofan. Kekurangan vitamin B6 juga dapat menyebabkan gangguan transsulfuration dari metionin menjadi sistein.Pyridoxal phosphate-dependent transaminase dan glikogen fosforilase berperan dalam glukoneogenesis, sehingga kekurangan vitamin B6 menghasilkan toleransi glukosa yang terganggu. Kekurangan vitamin B6 sendiri relatif jarang dan sering terjadi dalam kaitannya dengan vitamin lain dari B kompleks. Ketersediaan vitamin B6 untuk tubuh dapat terpengaruh oleh obat-obatan tertentu seperti antikonvulsan dan kortikosteroid. Obat isoniazid (digunakan dalam pengobatan
31
TBC), dan cycloserine, penisilamin, dan hidrokortison semua mengganggu metabolisme vitamin B6. Obat ini dapat membentuk kompleks dengan vitamin B6 yang menghambat kinase pyridoxal. d. Toksistas Vitamin B6 Efek samping hanya telah didokumentasikan dari suplemen vitamin B6 dan tidak pernah dari sumber makanan.Studi hewan toksikologi mengidentifikasi kerusakan spesifik dari ganglia akar dorsal yang didokumentasikan dalam kasus manusia, yaitu overdosis dari pyridoxine. Meskipun B6 adalah vitamin yang larut dalam air dan diekskresikan dalam urin, dosis pyridoxine yang melebihi RDA (Recommended Dietary Allowance) selama jangka waktu panjang berdampak dalam masalah neurologis yang menyakitkan dan dapat ireversibel. Gejala utamanya adalah nyeri dan mati rasa pada kaki, dan dalam kasus yang parah, kesulitan berjalan. Neuropati sensorik biasanya terjadi pada dosis pyridoxine lebih dari 1.000 mg per hari.Namun, beberapa individu yang menderita neuropati sensori pada dosis kurang dari 500 mg per hari selama bulan telah dilaporkan.Ditemukan bukti kerusakan saraf sensorik di intake di bawah 200 mg / hari.Kondisi ini biasanya reversibel bila suplemen dihentikan. Sebuah studi prospektif besar meneliti hubungan antara asupan vitamin B6 dan terjadinya batu ginjal gejala pada wanita. Sekelompok orang yang terdiri lebih dari 85.000 wanita tanpa riwayat batu ginjal yang diikuti lebih dari 14 tahun dan mereka yang mengkonsumsi 40 mg atau lebih vitamin B6 harian hanya memiliki dua pertiga risiko batu ginjal berkembang dibandingkan dengan mereka yang mengkonsumsi 3 mg atau kurang. Namun, dalam kelompok lebih dari 45.000 pria diikuti lebih dari enam tahun, tidak ada hubungan ditemukan antara asupan vitamin B6 dan terjadinya batu ginjal. Data yang terbatas telah menunjukkan bahwa suplemen vitamin B6 pada tingkat yang lebih tinggi daripada tingkat asupan ditoleransi atas (100 mg / hari) menurunkan kadar oksalat urin cukup tinggi, ini merupakan faktor penentu penting dari pembentukan kalsium oksalat batu ginjal pada beberapa individu. Saat ini, hubungan antara asupan
32
vitamin B6 dan risiko batu ginjal memerlukan studi lebih lanjut sebelum rekomendasi dapat dibuat.
B. KERANGKA PIKIR STK
Peningkatan tekanan Terowongan karpal
Isufisiensi mikrovaskular
Iskemia
Inflamasi saraf
Inflamasi Seluler Hormonal Sitokin pro-inflamasi: - IL-6 - TNF-α - MDA - PGE
Pirydoxin
Ibuprofen
Nyeri Keterangan : 1.
:
menghambat
Keterangan alur kerangka teori :
2.
:
mempengaruhi
33
Padasindrom terowongan karpal, terdapat berbagai faktor risiko yang berkontribusi terhadap terjadinya
peningkatan tekanan dalam terowongan
karpal.Tingginya tekanan di terowongan karpal mengakibatkan berkurangnya pasokan nutrisi dan oksigen ke saraf, sehingga secara perlahan saraf tersebut kehilangan kemampuan untuk mengirimkan impuls saraf.Hal ini merupakan dasar dari teori insufisiensi mikrovaskular. Berkurangnya aliran darah pada saraf, akan mengarah pada proses inflamasi, dimana mediator-mediator proinflamasi akan aktif . Antara lain interleukin-6 (IL-6), tumor necrosis factor(TNF-α), malondialdehyde (MDA) dan prostaglandin E2( PGE2)(Freeland A.E.,2007). Interleukin -6menstimulasi produksi protein fase akut dan telah di ketahuisebagai komponen dari proses inflamasi(Castell, et al,1987;Nijsten N.W.M.,et al, 1987). Kerusakan dan iskemia seluler menginisiasi metabolism asam arcidonat menjadi produk siklooksigenase seperti prostaglandin E2(PGE2). Prostaglandin E2merupakan vasodilator kuat yang diketahui meningkatkan sensitifitas ujung saraf terhadap stimulus mekanik dan kimiawi, serta akhirnya memunculkan keluhan nyeri pada pasien STK ( Poli G.,1997). PGE2juga berperan dalam pembentukan udem, yang akhirnya menyebabkan kerusakan fungsi jaringan (Berg A.,1998). Tumor necrosis factor (TNF-α) dianggap sebagai prototypesitokin proinflamasi, karena kemampuannya mengaktivasi sitokin proinflamasi lainnya secara langsung (Durval C.K.,et al, 2009). Ibuprofen menimbulkan efek analgesik dengan menghambat secaralangsung dan selektif enzim-enzim pada system saraf pusat yang mengkatalisbiosintesis prostaglandin seperti siklooksigenase sehingga mencegah sensitasireseptor rasa sakit oleh mediatormediator rasa sakit seperti bradikinin, histamin,serotonin, prostasiklin, prostaglandin, ion
34
hidrogen dan kalium yang dapatmerangsang rasa sakit secara mekanis atau kimiawi (Siswandono dan Soekardjo,B., 2000). Huang et al menyatakan bahwa suplementasi pyridoxine dalam dosis besar (100 mg/hari) dapat mensupresi sitokin proinflamasi IL-6 dan TNF-α, yang berperan dalam proses proliferasi sel sinofial dan inflamasi. (Huang S.C., et al, 2010)
C.HIPOTESIS Terdapat perbaikan gejala klinis pada pemberian pyridoxine oral pada pasien sindrom terowongan karpal derajat ringan sampai sedang.