BAB II TINJAUANPUSTAKA 2.1
Usahatani Usahatani adalah kegiatan usaha manusia untuk mengusahakan tanahnya
dengan
maksud
untuk memperoleh hasil
tanaman atau
hewan
tanpa
mengakibatkan berkurangnya kemampuan tanah yang bersangkutan untuk memperoleh hasil selanjutnya (Adiwilaga, 1992). Menurut Mubyarto (1986) dan Soekartawi (1987), biaya usaha tani dibedakan menjadi: Biaya tetap (fixed cost): biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Yang termasuk biaya tetap adalah sewa tanah, pajak, alat pertanian, dan iuran irigasi; Biaya tidak tetap (variable cost): biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh, seperti biaya saprodi (tenaga kerja, pupuk, pestisida, dan bibit). Pendapatan kotor usahatani atau penerimaan usahatani sebagai nilai produksi total usahatani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Untuk menaksir komoditi atau produk yang tidak dijual, digunakan nilai berdasarkan harga pasar yaitu dengan cara mengalikan produksi dengan harga pasar (Soekartawi, dkk, 1986). Soeharjo dan Patong (1973) dan Hernanto (1989) menyatakan penerimaan usahatani dapat berupa:
(1) hasil
penjualan tanaman, ternak, ikan, atau produk yang akan dijual; (2) produk yang
11
12
dikonsumsi pengusaha dan keluarganya selama melakukan kegiatan; dan 3) kenaikan nilai investasi. Soeharjo dan Patong (1973) dan Mubyarto (1986) mengatakan bahwa berusahatani sebagai suatu kegiatan untuk memperoleh produksi di lapangan akan dinilai dari penerimaan yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan. Selisih antara penerimaan yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan merupakan pendapatan usahatani. Dinas
Pertanian
(http://www.deptan.go.id/pusdatin/statistik/metodo-
logi/bab2_final.pdf) menyatakan perkebunan rakyat merupakan usaha tanaman perkebunan yang dimiliki dan/atau diselenggarakan atau dikelola oleh perorangan atau tidak berbadan hukum. Luasan maksimal adalah 25 hektar, atau pengelola tanaman perkebunan yang mempunyai jumlah pohon yang dipelihara lebih dari batas minimum asaha (BMU). Berdasarkan besar kecilnya, usaha perkebunan rakyat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu pengelola tanaman perkebunan dan pemelihara tanaman perkebunan. Pengelola Tanaman Perkebunan adalah perkebunan rakyat yang diselenggarakan secara komersial dan mempunyai jumlah pohon yang dipelihara lebih besar dari BMU. Sedangkan, pemelihara tanaman perkebunan adalah perkebunan rakyat yang diselenggarakan atas dasar hobi atau belum diusahakan secara komersial dan mempunyai jumlah pohon lebih kecil dari BMU. Petani Pekebun adalah petani yang membudidayakan/mengusahakan tanaman perkebunan dengan tujuan sebagian/seluruh hasilnya untuk dijual atau memperoleh pendapatan/keuntungan atas resiko sendiri, dan mempunyai jumlah
13
pohon lebih besar dari BMU. Jumlah Petani Pekebun adalah banyaknya rumah tangga petani pekebun di desa tersebut yang membudidayakan/mengusahakan tanaman perkebunan 2.2
Sistem Informasi Geografis (SIG) Sistem informasi geografis (SIG) atau geografhic informations system (GIS)
merupakan suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi. Dengan kata lain suatu sistem informasi geografis adalah suatu sistem basis data yang memiliki kemampuan khusus untuk menangani data yang bereferensi keruangan (spasial) bersamaan dengan seperangkat operasi kerja (Barus dan Wiradisastra, 2000 dalam As-syakur, 2006). Hal senada juga diungkapkan Nuarsa (2005: 13) SIG merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk mengelola (input, manajemen, proses, dan output) data spasial atau data yang bereferensi georafis. Reddy (2008: 222) mengungkapkan SIG dipromosikan sebagai salah satu isu yang mendasar dalam pemanfaatan teknologi informasi dalam menganalisis permasalahan bumi atau relasi suatu sistem. Prasetyo (2003) mendefinisikan SIG sebagai suatu sistem yang mencapture,
mengecek,
mengintegrasikan,
memanipulasi,
menganalisa,
dan
menampilkan data secara spasial (keruangan) yang mereferensikan kondisi bumi. Teknologi SIG mengintegrasikan operasi-operasi umum database, seperti query dan analisis statistik, dengan kemampuan visualisasi dan analisa yang unik yang dimiliki oleh pemetaan.
14
Hal yang sama juga diungkapkan Prakash (2001 dikutif dalam As-syakur, 2009). SIG merupakan suatu sistem berbasis komputer yang memungkinkan pengguna untuk mengumpulkan, menyimpan, mengolah, menganalisis dan menyajikan data spasial. SIG merupakan suatu disiplin ilmu yang sedang mencoba beberapa jenis operasi untuk mengembangkan satu set alat yang kuat untuk mengumpulkan, menyimpan, mengambil, mengubah, dan menampilkan data spasial dari dunia nyata untuk satu set tujuan tertentu (Burrough, 1986). Hal yang senada juga diungkapkan oleh Star dan Estes (1990), SIG adalah sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang direferensikan oleh spasial atau koordinat geografis. Dalam kata lain, SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk data spasial-referenced, serta seperangkat operasi untuk bekerja dengan data. SIG dapat dioperasikan secara manual atau sering disebut analog atau otomatis, yaitu berdasarkan pada komputer digital. Manual SIG biasanya terdiri dari beberapa elemen data termasuk peta, lembaran bahan transparan menggunakan overlay, foto udara dan tanah, laporan statistik, dan laporan surve lapangan (Star dan Estes, 1990). SIG adalah suatu sistem otomatis berbasis komputer yang mampu menyediakan empat set kemampuan untuk menangani data geo-referensi. Kemampuan SIG dalam mengolah geo-referensi yaitu: input, manajemen data (penyimpanan dan pengambilan data), manipulasi dan analisis, dan output. Deby et al. (2004 dikutif dalam As-syakur, 2009) mengklasifikasikan tiga tahap penting dalam bekerja dengan data geografis, yaitu (1) penyusunan dan memasukkan data, pada tahap awal yaitu dilakukan penyusunan fenomena
15
penelitian, serta siap untuk dimasukkan ke sistem, (2) analisis data: tahap ini dilakukan pengkajian terhadap data yang telah dikumpulkan dengan hati-hati, misalnya untuk menemukan pola, dan (3) penyajian data: tahap akhir di mana hasil analisis awal disajikan dalam cara yang tepat. Beberapa kelebihan ini merupakan ciri SIG dengan Sistem Informasi lainnya sehingga berguna untuk berbagai kalangan untuk menjelaskan kejadian, merencanakan strategi, dan memprediksi apa yang akan terjadi. Prasetyo (2003) mengungkapkan SIG memiliki sedikitnya lima kegunaan sebagai berikut: 1.
Memetakan letak Data realita di permukaan bumi akan dipetakan ke dalam beberapa layer
dengan setiap layernya merupakan representasi kumpulan benda (feature) yang mempunyai kesamaan, contohnya layer jalan, layer bangunan, dan layer customer. Layer-layer ini kemudian disatukan dengan disesuaikan urutannya. Setiap data pada setiap layer dapat dicari, seperti halnya melakukan query terhadap data base, untuk kemudian dilihat letaknya dalam keseluruhan peta. Kemampuan ini memungkinkan seseorang untuk mencari dimana letak suatu daerah, benda, atau lainnya di permukaan bumi. Fungsi ini dapat digunakan seperti untuk mencari lokasi rumah, mencari rute jalan, mencari tempat-tempat penting dan lainnya yang ada di peta. Orang dapat pula melihat pola-pola yang mungkin akan muncul dengan melihat penyebaran letak-letak feature, misalnya sekolah, pelanggan, daerah miskin dan sebagainya.
16
2.
Memetakan kuantitas Orang sering memetakan kuantitas, yaitu sesuatu yang berhubungan
dengan jumlah, seperti dimana yang paling banyak atau dimana yang paling sedikit. Dengan melihat penyebaran kuantitas tersebut dapat mencari tempattempat yang sesuai dengan kriteria yang diinginkan dan digunakan untuk pengambilan keputusan, ataupun juga untuk mencari hubungan dari masingmasing tempat tersebut. Pemetaan ini akan lebih memudahkan pengamatan terhadap data statistik dibanding database biasa. 3.
Memetakan kerapatan (densities) Sewaktu orang melihat konsentrasi dari penyebaran lokasi dari suatu obyek
material (feature) di wilayah yang mengandung banyak feature mungkin akan mendapat kesulitan untuk melihat wilayah mana yang mempunyai konsentrasi lebih tinggi dibandingkan wilayah lainnya. Peta kerapatan dapat mengubah bentuk konsentrasi ke dalam unit-unit yang lebih mudah untuk dipahami dan seragam, misalnya membagi dalam kotak-kotak selebar 10 km2, dengan menggunakan perbedaan warna (gradasi warna) untuk menandai tiap-tiap tingkat kerapatan suatu obyek material. 4.
Memetakan perubahan Dengan memasukkan variabel waktu, SIG dapat dibuat untuk peta
historikal. Histori ini dapat digunakan untuk memprediksi keadaan yang akan datang dan dapat pula digunakan untuk evaluasi kebijaksanaan. Seorang manajer
17
pemasaran dapat melihat perbandingan peta penjualan sebelum dan sesudah dilakukannya promosi untuk melihat efektivitas dari promosinya. 5.
Memetakan apa yang ada di dalam dan di luar suatu area SIG dapat juga digunakan untuk memonitor apa yang terjadi dan
mengambil keputusan apa yang akan diambil dengan memetakan apa yang ada pada suatu area, dan apa yang ada diluar area. Suatu areal perkebunan misalnya di dalamnya telah terdapat beberapa fasilitas seperti pabrik, rumah makan, jalan dan sebagainya. Dengan SIG juga dapat digunakan untuk memonitor di luar area perkebunan. Misalnya pada radius 10 km, terdapat vasilitas sekolah dasar, rumah sakit, jalur transportasi dan sebagainya. tujuan dari memonitor apa yang ada di dalam dan di luar bertujuan untuk mengintegrasikan fasilitas di dalam perusahaan (perkebunan) dengan fasilita sumum lainnya yang ada di luar lokasi perkebunan. Nuarsa (2005:13) mengunkapkan dalam SIG, data dapat dibebdakan menjadi dua macam, yaitu data grafis dan data atribut (tabular). Data grafis adalah data yang menggambarkan bentuk atau kenampakan objek di permukaan bumi. Sedangkan data tabular merupakan data deskriptif yang menyatakan nilai dari data grafis tersebut. (1)
Data grafis Data grafis secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu
data titik (point), garis (line/poline), dan area (region/polygon). Data grafis titik biasanya digunakan untuk mewakili objek kota, stasiun curah hujan, alamat pelanggan, dalam hal penelitian ini digunakan untuk mewakili lokasi pabrik, dan sumber mata air. Data grafis dapat digunakan untuk menggambarkan jalan, sungai
18
jaringan listrik dan sebagainya, sedangkan data area digunakan untuk mewakili batas administrasi, penggunaan lahan, kemiringan lereng, dalam hal penelitian ini juga digunakan untuk mewakili areal perkebunan kopi (Nuarsa, 2005). (2)
Data atribut Data atribut (tabular) menyimapan informasi tentang nilai atau besaran
dari data grafis. Untuk struktur data vektor, data atribut tersimpan secara terpisah dalam bentuk tabel, sedangkan data raster nilai data grafisnya tersimpan langsung pada nilai grid/piksel tersebut. Beberapa output hasil pengolahan Sistem Informasi Geografis (SIG) disajikan pada Gambar 2.1.
a.
Representasi SIG terhadap dunia nyata
b.
Peta penentuan di dalam dan diluar arial suatu pembangkit listrik (PLTN)
c.
Peta jalur yang akan dilalui badai (historikal)
d.
Peta Kuantitas
Sumber: Prasetyo (2003)
Gambar 2.1 Beberapa Output Analisis SIG
19
2.3
ArcView ArcView merupakan salah satu perangkat lunak SIG yang paling popular
dan paling banyak digunakan untuk mengelola data spasial. Sofe ware ini dibuat oleh Environmental System Research Institute (ESRI). ArcVew dapat membatu dengan mudah dalam melakukan input data, menampilkan data, mengolah data, menganalisis data, dan memuat peta serta laporan yang berkaitan dengan data spasial bereferensi geografis (Nuarasa, 2005: 17). Nuarsa (2005: 18 s.d. 23) mengungkapkan setiap projek dalam ArcView terdiri atas lima komponen yaitu Views, Tabels, Charts, layouts, dan Scrips. Masing-masing komponen memiliki fungsi masing-masing sebagai berikut. 1.
Views pada projek ArcView digunakan untuk mengelola data grafis, baik vector maupun grid atau raster. Seluruh pekerjaan yang berkaitan dengan manajemen data grafis dapat dilakukan pada View, mulai dari input data, manipulasi tampilan data grafis, hingga analisis data.
2.
Fasilitas tables (tabel) dapat digunakan untuk memanajemen data atribut atau tabular. Membuat tabel baru, menambah field dan record, joint antar tabel merupakan beberapa aktivitas yang dapat dilakukan pada tables. Pada struktur data vektor. Data yang tersimpan dalam tabel akan terkoneksi dengan data grafis pada view.
3.
Charts, yaitu digunakan untuk mengelola grafik. Data yang digunakan untuk membuat grafik bersumber dari data pada tabel. Beberapa jenis grafik yang dapat dibuat pada fasilitas charts ini diantaranya grafik batang, kolom, garis, area, lingkaran, dan scatter XY.
20
4.
Layouts, yaitu dapat digunakan untuk membuat layout atau komposisi peta sebelum peta dicetak. Fasilitas ini meliputi penggunaan view untuk layout, pembuatan legenda, skala, arah utara, judul peta, serta asesoris lainnya.
5.
Scripts, yaitu kumpulan dari perintah ArcView yang ditulis dalam bahasa Avenue. Falisitas ini sangat membatu bagi pengguna ArcView yang sudah Advance, karena pengguna dapat melakukan customize dan kreasi sendiri analisis sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, proses yang sifatnya berulang-ulang dapat dibuatkan script sehingga pekerjaan menjadi lebih efektif dan efisien.
2.4
Kopi
2.4.1 Sejarah kopi Kopi (Copea spp.) dikenal sebagai bahan minuman yang memiliki aroma harum, rasa nikmat yang khas, serta dipercaya memiliki khasiat menyegarkan badan. Karena beberapa kelebihan yang dimilikinya, kopi sangat akrab di lidah dan banyak digemari tidak saja di Indonesia, tapi di mancanegara. Hingga saat ini belum diketahui sejak kapan kopi dikenal masuk ke peradaban manusia. Menurut catatan sejarah, kopi pertama kalinya dikenal di Benua Afrika, tepatnya Etiopia. Karena kopi sangat digemari oleh Bangsa Etiopia, tanaman ini selalu dibawa ketika mereka mengembara ke wilayah-wilayah lain seperti Arab, Persia (Irak), hingga Yaman (Najiyati dan Danarti, 2007: 1,2). Penyebaran kopi pada awalnya cukup lambat. Hal ini dikarenakan kopi hanya dikenal sebagai minuman untuk menyegarkan badan. Kopi mulai terkenal
21
ke berbagai negara di Eropa, Asia, dan Amerika setelah ditemukan cara pengolahan sehingga menghasilkan aroma harum yang khas, rasanya nikmat, serta memiliki khasiat menyegarkan badan. Biji Kopi mengandung kafein yang dapat merangsang kerja jantung dan otak sehingga sebagian orang tidak tahan minum kopi. Untuk mengatasi hal tersebut, serta dalam rangka meningkatkan konsumsi kopi dunia, telah ditemukan cara pengolahan biji kopi yang dapat menghilangkan kandungan kafein tanpa mengurangi aroma dan rasa khas kopi. Di Indonesia kopi diperkenalkan pertama kalinya oleh perusahaan Belanda (VOC) pada masa penjajahan antara tahun 1696 s.d. tahun 1699. Pada mulanya kopi ditanam untuk percobaan, karena hasilnya memuaskan, maka VOC menyebarkan ke berbagai daerah untuk ditanam penduduk, perusahaan perkebunan kopi didirikan, sehingga kopi tersebar ke daerah lampung, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, serta daerah-daerah lain di Indonesia. Perkembangan kopi di Indonesia mengalami fluktuasi. Kopi pernah terserang penyakit berbahaya hemelia vastatrix (HV) yang menyerang daun pada tahun 1876. Karena serangan penyakit HV ini, kembali didatangkan kopi jenis robusta ke Indonesia dengan harapan akan penyakit HV. Namun ternyata juga rentan terhadap penyakit. Seiring dengan perjalanan waktu, muncul beberapa hasil persilangan varietas kopi arabika, liberika, dan robusta. Hasil persilangan ini menghasilkan varietas dengan sifat yang berbeda dengan induknya. Varietas baru ini dinamakan varietas lokal sesuai dengan tempat varietas tersebut ditemukan.
22
2.4.2 Perkembangan kopi di Indonesia Kopi saat ini tidak hanya nimuman segar dengan khasiatnya, namun kopi telah menjadi salah satu komoditas dengan nilai ekonomi cukup penting. Petani kopi telah menggantungkan hidupnya pada perkebunan kopinya. Kopi juga memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia. Najiyati dan Danarti (2007: 3) mengungkapkan pada tahun 1981 ekspor kopi Indonesia telah menghasilkan devisa sebesar US$ 347,8 Juta. Kontribusi kopi terus meningkat dalam pembentukan devisa negara. Pada tahun 2001 mampu menyumbang US$ 595,7 juta devisa, dan menduduki peringkat pertama diantara komoditas ekspor pada sub sektor perkebunan. Perkebunan mempunyai kedudukan strategis dalam pengembangan sektor pertanian dalam arti luas di Bali. Peningkatan kualitas dan produksi hasil-hasil perkebunan adalah salah satu tujuan pembangunan sub sektor perkebunan. Komoditas hasil perkebunan yang potensial dikembangkan dan memiliki peluang ekspor yang tinggi di Bali adalah kelapa, kopi, cengkeh, vanili dan jambu mete (BPS Bali, 2009: 208). Kopi merupakan salah satu tanaman perkebunan potensial di Bali. Berdasarkan data BPS Provinsi Bali (2009: 209), Untuk kopi arabika, luas areal tahun 2007 seluas 7.888 hektar, dan mengalami peningkatan sebesar 4,03% pada tahun 2008 yaitu seluas 8.206 hektar. Namun jumlah produksi justru mengalami penurunan sebesar 4,87 persen, yaitu dari 3.135,75 ton menjadi 3.296,13 ton. Sedangkan untuk kopi robusta, dilihat dari luas arealnya relatif tetap yakni dari 23.848 hektar di tahun 2007 menjadi 23.847 hektar di tahun 2008. Sedangkan, jumlah
23
produksinya mengalami penurunan sebesar 10,97%, dari 12.351,27 ton di tahun 2007 menjadi 10.996,61 ton di tahun 2008 (BPS Provinsi Bali, 2009: 209). Perkembangan Kopi di Bali dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi. Data BPS menunjukkan dari tahun 2002 s.d. tahun 2008 terjadi penurunan produksi. Produksi kopi hanya mengalami peningkatan pada tahun 2003, dan setelah itu terus mengalami penurunan. Perkembangan produksi kopi di Bali rentang waktu 2002 s.d. 2008 disajikan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Luas Areal dan Produksi Kopi Arabika di Provinsi Bali Tahun 2002 s.d. Tahun 2008 No
Keterangan
1 2 3
2008 2007 2006
4 5 6 7
2005 2004 2003 2002
TBM (Ha) 1.758 1.447 1.292
1.280 1.750 2.074 2.104 Sumber: BPS Provinsi Bali (2009)
Luas areal TM/ TT/R (Ha) (Ha) 5.949 498 5.984 457 5.701 518 5.732 6.762 6.656 6.670
544 1.172 887 686
Jumlah (Ha) 8.206 7.888 7.511 7.556 9.684 9.617 9.460
Produksi (Ton) 3.135,75 3.296,13 2.679,06 3.279,46 3.696,21 4.412,62 3.788,42
Keterangan: TBM : Tanaman belum menghasilkan TM : Tanaman menghasilkan TT/R : Tanaman tua/rusak
Kabupaten Bangli memiliki produksi kopi tertinggi dibandingkan kabupaten lainnya di Bali. Berdasarkan Data Statistik Perkebunan Provinsi Bali, pada tahun 2008 dari total produksi kopi di Provinsi Bali sebesar 3.135,75 ton, sebesar 56,94% atau 1.785,37 ton dihasilkan di Kabupaten Bangli. Diikuti Kabupaten Buleleng sebesar 770,53 ton (24,57%). Sedangkan, sisanya tersebar di Kabupaten karangasem, Badung, Tabanan, dan Gianyar (Tabel 2.2).
24
Tabel 2.2 Luas Areal dan Produksi Kopi Arabika di Provinsi Bali Tahun 2008 No Kabupaten
TBM (Ha)
I. Perkebunan rakyat 1 Jembrana 2 Tabanan 340 3 Badung 430 4 Gianyar 33 5 Bangli 669 6 Klungkung 7 Karangasem 57 8 Buleleng 221 9 Kota Denpasar Jumlah 1.750 II. Perkebunan besar 1 Tajun 8 Jumlah 8 Sumber: BPS Provinsi Bali (2009).
Luas areal TM TT/R (Ha) (Ha)
Produksi Jumlah (Ha)
157 457 131 3,156 471 1.577
27 88 10 100 55 218
-
(Ton) -
534 975 174 3.925 583 2.016 -
73,15 177,90 70,90 1.785,37 257,90 770,53
-
-
5.949
498
8.198
3.135,75
-
-
8 8
-
Keterangan: TBM : Tanaman belum menghasilkan TM : Tanaman menghasilkan TT/R : Tanaman tua/rusak
Perkebuan Kopi di Kabupaten Bangli terkonsentrasi di Kecamatan Kintamani. Dari 1.661,328 ton produksi pada tahun 2007, sebanyak 1.537,110 ton dihasilkan oleh Kecamatan Kintamani, sedangkan sisanya diproduksi oleh Kecamatan Bangli dan Tembuku (Tabel 2.3). Terkonsentrasinya perkebuanan kopi di Kecamatan Kintamani karena secara agroklimat kawasan ini sangat sesuai untuk perkebunan kopi arabika (coffea arabica) dimana tumbuhan ini menghendaki daerah dengan ketinggian antara 700-1.700 m dpl dengan suhu sekitar 160 s.d. 200C (Najiyati dan Danarti, 2007:17) Kopi Arabika Kintamani telah mampu menembus pasar mancanegara, seperti Jepang, Eropa, Arab, dan Australia. Pada tahun 2008, ekspor terbesar adalah ke Jepang yang mencapai 125 ton (www.antaranews.com).
25
Tabel 2.3 Produksi dan Produktivitas Perkebunan Kopi di Kabupaten Bangli Tahun 2007
Kecamatan Kec.Bangli
TBM (Ha) 32
Luas areal TM TT/R Jumlah (Ha) (Ha) (Ha) 173 205
Produktivitas (Kg/Ha/Th) 120,86 699
Produksi (Ton)
Kec.Susut
-
-
-
-
-
-
Kec.Tembuku
-
10
1
11
3,36
336
Kec.Kintamani
679
2.932
108
3.719
1.537,11
524
Jumlah
711
3.115
109
3.935
1.661,33
533
Sumber: Statistik Perkebunan Provinsi Bali (2007) Keterangan: TBM TM TT/R Kec.
: Tanaman belum menghasilkan : Tanaman menghasilkan : Tanaman tua/rusak : Kecamatan
2.4.3 Penanganan pascapanen kopi Arabika Kopi arabika di kawasan Kintamani telah terdaftar dan mendapat perlindungan sebagai produk asli Kintamani (perlindungan indikasi geografis). Dengan perlindungan indikasi geografis tersebut, kopi arabika Kintamani memiliki posisi tawar dalam pasar kopi Internasional. Terkait dengan hal tersebut, maka beberapa tahapan produksi dan penanganan pascapanen harus dilakukan didalam kawasan indikasi geografis. Produksi gelondong merah, pengolahan sampai kopi HS basah, serta penyimpanan harus dilakukan di dalam kawasan, sedangkan penjemuran, penggrebusan, sortasi, pengepakan kopi OSE boleh dilakukan di luar kawasan, namun masih di Pulau Bali. Sedangkan proses penyangraian dan pembubukan dapat dilakukan di mana saja. Etapa produksi selengkapnya diajikan pada Tabel 2.4.
26
Tabel 2.4 Tahapan Produksi dan Proses Pengolahan Pascapanen Kopi Arabika Kintamani Berdasarkan Persyaratan Perlindungan Indikasi Geografis No
Tahapan produksi dan proses kopi
Tempat
1
Produksi gelondong merah
Kawasan dibatas
2
Pengolahan sampai kopi HS basah
Kawasan dibatas
3
Penjemuran
Pulau Bali
4
Penyimpanan (2 bulan)
5
Penggerebusan
Kawasan dibatas (tempat pengolahan) Pulau Bali
6
Sortasi
Pulau Bali
7
Pengepakan (packaging) kopi Ose
Pulau Bali
8
Penyangraian/Pembubukan
Di mana saja
Sumber: MPIG (2007)
Berdasarkan perlindungan indikasi geografis ini, pemakaian nama “Kopi Kintamani Bali” hanya dapat digunakan untuk kopi asli/murni. Kopi yang dijual dengan nama ini harus memiliki komposisi 100 % kopi Arabika Kintamani Bali. Kopi campuran tidak bisa dijual dengan menggunakan nama ini. Nama Kopi Kintamani Bali dapat muncul dalam daftar bahan untuk campuran, apabila kopi kintamani digunakan campuran pada jenis produk yang lain. Namun, persentase kandungan kopi Kintamani Bali yang digunakan harus secara jelas dicantumkan. Perlindungan diajukan atas nama “Kintamani”, atau “Kintamani Bali”. Sedangkan kata “Bali” atau “Kopi Bali”, tidak dianggap sebagai penyalah gunaan atau tiruan, dan dengan demikian bisa digunakan oleh produsen bukan kopi Kintamani Bali IG (MPIG, 2007;34). Logo pemasaran kopi IG Kintamani Bali seperti terlihat pada Gambar 2.2.
27
Sumber: MPIG (2007; 35) Gambar 2.2 Logo IG Kopi Kintamani Bali 2.4.4 Jenis-jenis kopi Kopi memiliki beragam spesies, namun yang paling sering dibudidayakan yaitu kopi arabika, kopi robusta,dan kopi liberika. Pada umunya penggolongan kopi dilakukan berdasarkan spesiesnya, kecuali pada kopi robusta bukan merupakan nama spesies karena merupakan keturunan bari beberapa unsur kopi terutama Coffea cannephora (Najiyati dan Danarti, 2007: 15). 1.
Kopi Liberika Kopi Liberika berasal dari Anggola. Kopi ini masuk ke Indonesia sejak tahun
1965. Beberapa vareitas yang pernah didatangkan ke Indonesia antara lain Ardoniana
28
dan Durvei. Namun hingga saat ini, jumlahnya masih sangat terbatas. Hal ini disebabkan karena kualitas dan rendemennya rendah (Najiyati dan Danarti, 2007: 15). Kopi Liberika memiliki karakteristik ukuran daun, cabang, bunga,buah, dan pohon yang lebih besar dibandingkan kopi arabika dan robusta. Cabang primer lebih tahan lama, dan dalam satu buku dapat menghasilkan bunga/buah lebih dari satu kali. Kopi Liberika peka terhadap penyakit HV, kualitas buah relatif rendah dengan produksi 4,5 ku/haa/tahun s.d. 5 ku/haa/tahun, dengan rendemen 12%. Liberika tumbuh baik di dataran rendah, dan mampu berbuah sepanjang tahun tetapi buah yang dihasilkan tidak merata. 2.
Kopi Arabika Kopi arabika berasal dari Etiopia dan Abessinia. Kopi jenis ini merupakan
kopi pertama yang dikenal dan dibudidayakan, dan merupakan kopi yang paling banyak dibudidayakan hingga akhir abad 19. Namun dominansi kopi arabika menurun karena sangat peka terhadap penyakit HV, terutama jika ditanam di dataran rendah. Kopi arabika dapat dibudidayakan pada daerah 700 m dpl s.d. 1700 m dpl dengan suhu 160-200 C. Kopi arabika menghendaki mendapat 3 bulan kering tiap tahun secara berturut-turut, tetapi sesekali mendapat hujan kiriman (hujan yang turun di musim kemarau). Rata-rata produksi sedang yaitu 4,5 s.d. 5 ku kopi beras/ha/th. Tetapi kopi arabika memiliki kualitas, cita rasa, dan harga relatif lebih tinggi dibandingkan kopi lainnya. Produksinya dapat ditingkatkan hingga 15 s.d. 20 ku/ha/th dengan rendemen 18%, dengan budidaya yang intensif. Kopi arabika berbuah sekali dalam satu tahunnya (Najiyati dan Danarti, 2007; 17, 18). Kopi arabika memiliki beberapa varietas seperti disajikan pada Tabel 2.5.
29
Tabel 2.5 Beberapa Vareitas Kopi Arabika No 1
Vareitas Abesinia
Sifat Bentuk pohon lebih kekar, bisa ditanam di dataran rendah, dan lebih resisten terhadap penyakit HV
2
Pasumah
Bentuk pohon lebih kekar, dan agak resisten terhadap penyakit HV
3
Marago type
Ukuran buah lebih baik, dan kualitas lebih baik
4
Congensis
Biji berukuran sangat kecil, kurang produktif, tetapi resisten terhadap penyakit HV
Sumber: Najiyati dan Danarti (2007). 3.
Kopi Robusta Kopi robusta berasal dari kongo, dan masuk ke Indonesia tahun 1900.
Kopi robusta memiliki sifat unggul. Oleh karenanya perkembangannya sangat pesat, bahkan mendominasi perkebunan kopi di Indonesia. Beberapa jenis kopi robusta antara lain Quillou, Uganda, dan Chanephora. Kopi robusta resisten terhadap penyakit HV, baik tumbuh pada ketinggian 400 s.d. 700 m dpl, tapi masih toleran pada ketinggian kurang dari 400 m dpl. Suhu ideal pada kisaran 210 s.d. 240 C. Kopi jenis ini menghendaki tiga hingga empat bulan kering dalam setiap tahunnya dengan tiga sampai empat kali mendapat hujan kiriman. Kopi robusta memiliki produksi lebih tinggi dibandingkan arabika maupun liberika. Produksi rata-rata mencapai 9-13 kuintal kopi beras/ha/th. Namun jika diusahakan secara intensif, jumlah produksinya dapat meningkat hingga 20 ku/ha/th. Meskipun memiliki produksi lebih tinggi, namun kualitas biji kopi robusta lebih rendah dari robusta, tetapi masih lebih tinggi dari liberika, dengan redimen 22%
30
(Najiyati dan Danarti, 2007: 19-20). Secara lebih spesifik, jenis-jenis kopi robusta berikut sifat-sifatnya disajikan pada Tabel 2.6. Tabel 2.6 Bebrapa Jenis Kopi Robusta Beserta Sifat-sifatnya. No 1
Vareitas Quillou
Sifat Pohon tegap, cabang primer panjang dengan arah pertumbuhan mendatar, dan ujung agak melengkung kebawah. Daun agak sempit dan panjang dengan permukaan berombak. Buah matang berwarna merah jernih dan bergaris. Produksi tinggi pada tahun pertama, tapi setelah itu menurun cepat. Contoh klon Quill 121.
2
Uganda
Cabang primer lemah dengan bagian ujung agak melengkung ke atas seperti membentuk huruf S dan tahan lama. Daun kecil dan sempit, helainya agak menutup, dan permukaan daun berombak Buah mudah rontok dan mudah terserang hama bubuk. Sesuai untuk dataran tinggi (diatas 500 m dpl) Contohnya adalah klon Ugn 1, Ugn 2, Ugn 3-02. Dan ugn 2-08.
3
Canephora
Pohon banyak mengeluarkan cabang reproduksi. Daun sempit dengan permukaan berombak. Daun muda berwarna cokelat-kemerahan. Buah muda berwana cokelat-kemerahan. Mudah terserang penyakit HV. Bersifat self steril sehingga harus ditanam bersama klion lain. Contohnya adalah kloin BP39, BP 42, SA 13, SA 34, SA 56, BGN 300, BGN 471.
Sumber: Najiyati dan Danarti (2007) 2.4.5 Syarat tumbuh tanaman kopi Setiap tanaman memiliki lingkungan ideal untuk hidup, begitu juga dengan tanaman kopi. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman kopi sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Bahkan seperti yang telah digambarkan sebelumnya, kopi memiliki spesifikasi agroklimat yang berbeda bagi masing-masing jenis. Faktor lingkungan
31
yang sangat berpengaruh pada tanaman kopi antara lain ketinggian tempat, curah hujan, sinar matahari, angin, dan kondisi tanah. Ketinggian tempat tidak berpengaruh secara langsung kepada pertumbuhan kopi. Namun faktor suhu berpengaruh langsung terhadap petumbuhan tanaman kopi, terutama pada pembentukan bunga dan resistensi terhadap penyakit. Namun tinggi rendahnya suhu sangat ditentukan oleh ketinggian daerah tersebut. Setiap jenis kopi menghendaki ketinggian dan suhu yang berbeda. Kopi Robusta dapat tumbuh optimal pada ketinggian 400 s.d.700 m dpl. Namun beberapa diantaranya masih tumbuh baik dan ekonomis pada ketinggian 1000 m dpl. Kopi Arabika menghendaki ketinggian yang lebih tinggi dari pada kopi Robusta. Jenis kopi ini akan mampu tumbuh pada ketinggian 500 m s.d. 1.700 m dpl. Apabila ditanam di bawah ketinggiann 500 m dpl, maka biasanya produksi dan mutunya akan rendah. Selain itu, akan mudah terserang penyakit HV (Najiyati dan Danarti, 2007: 23). Faktor lingkungan penting lainnya yang berpengaruh adalah hujan. Curah hujan dan waktu turunnya hujan sangat berpengaruh pada produktivitas tanaman kopi. Hujan sangat berpengaruh pada ketersediaan air yang dibutuhkan tanaman, sedangkan waktu turunnya hujan sangat berpengaruh pada proses terbentuknya bunga dan buah. Kopi tumbuh optimum pada daerah dengan curah hujan 2.000 mm/th s.d. 3.000 mm/th. Namun, kopi masih tumbuh baik pada daerah dengan curah hujan lebih rendah (1.000 mm/th s.d. 1.300 mm/th), tetapi harus dengan mulsa dan irigasi yang intensif.
32
Proses terjadinya bunga dan buah kopi (terutama kopi robusta dan arabika) sangat dipengaruhi hujan. Saat musim hujan berakhir, cabang-cabang primer sudah mulai menghasilkan kuncup bunga. 2.4.6 Pengolahan kopi Najiyati dan Danarti (2007: 125 s.d. 158) mengungkapkan buah kopi biasanya dipasarkan dalam bentuk kipo beras, yaitu kopi kering yang telah terlepas dari daging buah dan kulit arinya. Pengolahan kopi bertujuan untuk memisahkan biji kopi dengan kulit serta mengeringkan hingga diperoleh kopi beras dengan kadar air tertentu sehingga siap dipasarkan. Pengolahan kopi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu olah basah (WP = wet process), dan olah kering. Pengolahan secara basah membutuhkan modal besar, namun prosesnya lebih cepat dan mutu yang dihasilkan lebih baik. 1.
Pengolahan basah Cara ini disebut pengolahan basah, karena dalam prosesnya banyak
menggunakan air. Pengolahan basah hanya digunakan untuk mengolah kopi sehat yang berwarna sehat. Pengolahan basah dilakukan melalui tujuh tahapan yaitu sortasi gelondong, pulping, fermentasi, pencucian, pengeringan, hulling, dan sortasi biji. Tahapan sistem pengolahan basah adalah sebagai berikut. (1)
Sortasi gelondong Sortasi gelondong dimaksudkan untuk memisahkan kopi merah yang
berbiji dan sehat dengan kopi hampa dan terserang bubuk, kopi yang dipetik terlalu muda (warna kehijauan). Caranya kopi dimasukkan kedalam bak sortasi
33
yang berisi air. Kopi yang terserang bubuk dan hampa akan mengapung, sedangkan yang sehat akan mengendap/tenggelam. Kopi yang tenggelam selanjutnya dimasukkan kedalam mesin pulper. (2)
Pulping (penguapan kulit buah) Pulping bertujuan untuk memisahkan biji dari kulit buah sehingga
diperoleh biji kopi yang masih terbungkus kulit tanduk. Pemisahan kulit menggunakan mesin pulper. (3)
Fermentasi Fermentasi bertujuan untuk membantu melepaskan lapisan lendir yang
menyelimuti kopi yang keluar dari mesin pulper. (4)
Pencucian Pencucian bertujuan untuk menghilangkan seluruh lapisan lendir dan
kotoran yang masih tertinggal setelah fermentasi. (5)
Pengeringan Kopi yang telah dicuci mengandung air sekitar 53% s.d. 55%. Pengeringan
bertujuan untuk menurunkan kadar air hingga 8% s.d. 10%. Dengan kadar air 8% s.d. 10% kopi tidak mudah terserang cendawan dan tidak mudah pecah ketika di huling. (6)
Huling (pemecahan kulit tanduk) Huling bertujuan untuk memisahkan biji kopi yang sudah kering dari kulit
tanduk dan kulit ari. Pemisahan dilakukan dengan mesin huler.
34
(7)
Sortasi biji Setelah dilakukan pemisahan kulit tanduk dan kulit ari, maka dilanjutkan
dengan sortasi biji. Sortasi biji bertujuan untuk memilih biji kopi sesuai dengan grade yang diinginkan. Secara lebih ringkar, alur pengolahan basah (WP = wet process) disajikan pada Gambar 2.3.
Sumber: Najiati dan Danarti (2007, 135)
Gambar 2.3 Bagan Tahapan Proses Sistem Olah Basah Kopi Arabika 2.
Pengolahan kering Metode pengolahan kering merupakan metode pengolahan yang sangat
sederhana. Proses ini sangat lazim dilakukan oleh petani-petani kopi. Olah kering
35
masih dapat digunakan untuk kopi gelondong yang masih berwarna hijau, kopi rambang, dan kopi yang terserang bubuk. Proses olah kering dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu: (1)
Sortasi gelondong Sortasi gelondong mulai dilakukan sejak pemetikan, tetapi biasanya
diulang kembali pada fase pengolahan. Sortasi dilakukan pada kopi yang baru datang dari kebun untuk memisahkan kopi yang berwarna hijau, hampa, dan yang terserang bubuk. Pemisahan ini dilakukan karena kopi biji merah akan menghasilkan kopi yang bermutu tinggi, sedangkan kopi yang disortir kualitasnya akan lebih rendah. (2)
Pengeringan Kopi yang dipetik dan telah disortasi segera di keringkan, agar tidak
mengalami proses kimia yang dapat menurunkan mutu. Proses pengeringan sama halnya
pada
pengolahan
basah
yaitu
dijemur
(alami),
buatan,
atau
mengkombinasikan kedua metode tersebut. (3)
Huling (pengupasan kulit) Huling pada pengolahan kering agak berbeda dengan pada olah basah.
Huling pada pengolahan kering bertujuan untuk memisahkan biji dari kulit buah, kulit tanduk, dan kulit ari. Kadar ari kopi yang optimum untuk di-huling adalah sekitar 15%. Jika kadar air masih diats 15%, maka kulit kopi masih sulit dikupas, sehingga banyak biji kopi yang belum terkupas. Namun jika kadar air kurang dari
36
15% biji kopi akan banyak yang pecah. Secara lebih ringkas, alur pengolahan kering disajikan pada Gambar 2.4.
Sumber: Najiati dan Danarti (2007;141)
Gambar 2.4 Bagan Tahapan Proses Sistem Olah Kering Kopi Arabika
2.5
Penataan Kawasan Agroindustri Agroindustri adalah kegiatan industri yang memanfaatkan hasil pertanian
sebagai bahan baku, merancang dan menyediakan peralatan serta jasa untuk kegiatan tersebut, sehingga menjadi produk jadi dan siap untuk dikonsumsi, atau produk antara dan siap untuk proses lebih lanjut (Anonim, 2011a)
37
Suyana (2005: 6,7) mengungkapkan nilai tambah yang diperoleh dari pengembangan produk olahan (hilir) jauh lebih tinggi dari produk primer, maka pendekatan pembangunan pertanian ke depan diarahkan pada pengembangan produk (product development), dan tidak lagi difokuskan pada pengembangan komoditas. Pengembangan nilai tambah produk dilakukan melalui pengembangan industri yang mengolah hasil pertanian primer menjadi produk olahan, baik produk antara (intermediate product), produk semi akhir (semi finished product) dan yang utama produk akhir (final product) yang berdaya saing. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, pengembangan agroindustri perdesaan diarahkan untuk: (1) mengembangkan kluster industri, yakni industri pengolahan yang terintegrasi dengan sentra-sentra produksi bahan baku serta sarana penunjangnya, (2) mengembangkan industri pengolahan skala rumah tangga dan kecil yang didukung oleh industri pengolahan skala menengah dan besar, dan (3) mengembangkan industri pengolahan yang punya daya saing tinggi untuk meningkatkan ekspor dan memenuhi kebutuhan dalam negeri. Agenda utama pengembangan agroindustri pedesaan adalah penumbuhan agroindustri untuk membuka lapangan kerja di perdesaan, dengan kegiatan utama: (1) Fasilitasi penerapan teknologi dan sarana pengolahan hasil pertanian di sentrasentra produksi, (2) Pengembangan infrastruktur penunjang di pedesaan, seperti listrik, jalan, dan komunikasi, (3) Pengembangan akses terhadap permodalan, dan (4) Peningkatan mutu, efisiensi produksi dan pemasaran. Dengan demikian masa depan produk dan bisnis pertanian adalah berupa produk berbasis agroindustri yang memiliki daya saing dan agroservice dengan kandungan teknologi tinggi.
38
Anonim (2011a: 142 s.d. 144) mengungkapkan untuk mencapai sasaran pembangunan dan pengembangan agroindustri, maka pemerintah melaksanakan beberapa program sebagai berikut. 1.
Program peningkatan kemampuan kelembagaan Program ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kelembagaan
sehingga mampu mengembangkan permodalan dan menjalin kemitraan yang saling ketergantungan. Kegiatan yang akan dilaksanakan adalah (1) pengembangan kapasitas kelembagaan dan kemitraan, (2) penumbuhan kelembagaan pendukung perkembangan agroindustri, dan (3) Pelatihan, studi banding, pendampingan dan magang. 2.
Program peningkatan produksi dan daya saing Program ini untuk bertujuan untuk memfasilitasi peningkatan produksi dan
daya saing produk agroindustri. Kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini adalah: (1) Penyediaan prasarana dan sarana pengolahan/pemasaran hasil, dan jaringan distribusi, (2) Pengembangan akses masyarakat terhadap pasar melalui kegiatan kemitraan dan penyediaan informasi, (3) Pengembangan kluster industri melalui pengembangan pusat industri dan perdagangan di agropolitan distrik dan agropolitan center, dan (4) Perlindungan usaha agroindustri dari praktik monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat melalui sosialisasi Undang-undang No. 5 Tahun 1999, tentang larangan praktik monopoli dan persaingan tidak sehat.
39
3.
Program peningkatan pendapatan dan nilai tambah Program bertujuan untuk meningkatkan pendapatan, nilai tambah dan
penyerapan lapangan kerja di sektor agroindustri. Kegiatan program adalah (1) Pengembangan industri yang memadukan kegiatan pertanian dan non pertanian di perdesaan, (2) Pengembangan turunan produk industri pertanian dan pengembangan teknologi daur ulang, (3) Pengembangan industri crumrubber dan kelapa sawit yang sesuai dengan kondisi perkebunan setempat, dan (4) Pengembangan agroindustri berbahan baku lokal. 4.
Program peningkatan investasi dan promosi agroindustri daerah Program ini bertujuan untuk meningkatkan investasi daerah dan volume
penjualan produk agroindustri. Kegiatan yang akan dilakukan adalah (1) Penyediaan informasi hasil studi kelayakan pengembangan agroindustri daerah melalui berbagai media dan kegiatan produk ekspo/pameran, (2) Promosi produk agroindustri di berbagai media dan produk ekspor/pameran; dan (3) Penyediaan outlet-outlet produk agroindustri. 2.6
Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu terkait pemanfaatan sistem informasi geografis (SIG)
antara lain penelitian Model Prencanaan pengembangan Wilayah Agro industry Berdasarkan analisis pengindraan jauh dan SIG oleh Arifin (2004). Penelitian dilakukan di Kabupaten Lampung Tengah. Hasil penelitian menunjukkan terdapat tiga zonasi agro industri di daerah penelitian yaitu zonasi agroindustri Padi yang terdapat di Kecamatan Padang Ratu, agroindustri Jagung di Kecamatan Gunung Sugih, dan agroindustri Singkong di Kecamatan Rumba.
40
As-syakur (2005) Menggunakan SIG dalam penelitian agroklimat di Pulau Lombok dengan judul “aplikasi sistem informasi geografi (SIG) untuk pemutakhiran peta agroklimat pulau lombok berdasarkan klasifikasi oldeman dan schmidt-ferguson”. Hasil penelitiannya menunjukkan aplikasi sistem informasi geografi (SIG) dapat mempermudah dalam penginterpolasian titik dalam membuat garis isohyet curah hujan dimana hasilnya akan lebih akurat dan user error bisa diminimalisir. Akan tetapi kelemahan peta isohyet yang dihasilkan oleh SIG tidak memperhitungkan faktor-faktor lain penyebab hujan selain faktor yang dimasukkan sebagai input data.
Jayanti (2010) melakukan penelitian tentang mapping of rice field distribution in bali province using multitemporal modis data. Hasil penelitian menunjukkan hasil perhitungannya dalam pemetaan distribusi sawah di Provinsi Bali pada tahun 2009 sebanding dengan distribusi peta penggunaan lahan tahun 2008 dengan tingkat akurasi 88,21%. Pada analisis tingkat kecamatan dan kabupaten distribusi sawah tersebar hamper di seluruh kabupaten di Bali. Kabupaten yang terletak di wilayah selatan memiliki luasan sawah tertinggi. Sedangkan, Dramaputra (2008) meneliti the application of remote sensing in tourism at nusa dua tourist resort of Bali Island. Hasil penelitiannya menunjukkan kombinasi remote sensing dan SIG dapat secara jelas menunjukkan informasi produk pariwisata seperti lokasi akomodasi pariwisata, fasilitas penginapan, obyek pariwisata di kawasan pariwisata Nusa Dua. Hasil-hasil penelitian ini dapat menjadi referensi untuk memperkaya dan memperluas wawasan penelitian, maupun memberikan sumbangan pemikiran kepada peneliti dalam penyusunan tesis ini.