BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Tinjauan Umum tentang Anak 2.1.1 Definisi Anak Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, anak diartikan sebagai manusia yang masih kecil.1 Sementara itu Menurut Suryana seorang anak merupakan sebuah rahmat serta anugerah yang diberikan Allah sebagai penguji keimanan, sebuah media beramal yang menjadi bekal di akhirat, tempat bergantung ketika usia senja, dan makhluk yang wajib dididik.2 Selanjutnya Nurhayati Puji Astuti menyebutkan bahwa seorang anak merupakan suatu titipan yang harus dijaga dan dididik sebagai buah hati dimana kelak orang tua menaruh harapan terhadapnya kelak.3 Definisi anak telah tercantum dalam Convention on the Right of the Child. Di dalam Pasal 1 konvensi hak-hak anak merumuskan bahwa anak merupakan setiap orang yang berusia di bawah 18 tahun, kecuali berdasarkan undang-undang yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal. Dalam instrumen hukum nasional Indonesia, Pasal 1 Angka 5 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pengertian anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan
1
Ebta Setiawan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), URL: http://kbbi.web.id/anak diakses pada tanggal 11 November 2015. 2 Joel, Pengertian Anak Menurut Para Ahli, URL : http://www.idjoel.com/pengertiananak-menurut-para-ahli/ diakses pada tanggal 24 September 2015. 3 Ibid.
22
belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya. Begitu pula pada Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mendefinisikan bahwa anak merupakan seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 2.2.2 Hak-Hak Anak Pada tanggal 20 November 1959 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengesahkan Deklarasi tentang hak-hak anak.4 Dalam Mukadimah Deklarasi ini, tersirat bahwa umat manusia berkewajiban memberikan yang terbaik bagi anak-anak. deklarasi ini memuat 10 (sepuluh) asas tentang hak-hak anak yaitu5 : 1. Anak
berhak
menikmati
hak-haknya
sesuai
ketentuan
yang
terkandung dalam deklarasi ini. Setiap anak tanpa pengecualian harus dijamin hak-haknya tanpa membedakan suku bangsa, warna kulit, jenis kelamin, bahsa, agama, pandangan politik, kebangsaan, tingkatan sosial, kaya miskin, kelahiran atau status lain, baik yang ada pada dirinya maupun pada keluarganya. (Pasal 2 Konvensi Hak Anak) 2. Anak berhak memperoleh perlindungan khusus dan harus memperoleh kesempatan yang dijamin oleh hukum dan sarana lain, agar menjadikannya mampu untuk mengembangkan diri secara fisik, kejiwaan, moral, spritual, dan kemasyarakatan dalam situasi yang 4
Maidin Gultom, 2006, Perlindungan Hukum Terhadap Anak: Dalam Sistem Peradilan Anak di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, h. 45. 5 Ibid, h. 45-47.
23
sehat, normal sesuai dengan kebebasan dan harkatnya. Penuangan tujuan itu ke dalam hukum, kepentingan terbaik atas diri anak harus merupakan pertimbangan utama. (Pasal 27 Konvensi Hak Anak) 3. Anak sejak dilahirkan berhak akan nama dan kebangsaan. (Pasal 7 Konvensi Hak Anak) 4. Anak berhak dan harus dijamin secara kemasyarakatan untuk tumbuh kembang secara sehat. Untuk ini baik sebelum maupun setelah kelahirannya harus ada perawatan dan perlindungan khusus bagi anak dan ibunya. Anak berhak mendapat gizi yang cukup, perumahan, rekreasi, dan pelayanan kesehatan. (Pasal 24 Konvensi Hak Anak) 5. Anak yang cacat fisik, mental dan lemah kedudukan sosialnya akibat keadaan tertentu harus memperoleh pendidikan, perawatan, dan perlakuan khusus. (Pasal 23 Konvensi Hak Anak) 6. Agar kepribadian anak tumbuh secara maksimal dan harmonis, ia memerlukan kasih sayang dan pengertian. Sedapat mungkin dia harus dibesarkan di bawah asuhan dan tanggung jawab orang tuanya sendiri, dan bagaimanapun harus diusahakan agar tetap berada dalam suasana yang penuh kasih sayang, sehat jasmani dan rohani. Anak dibawah usia lima tahun tidak dibenarkan terpisah dari ibunya. Masyarakat dan pemerintah yang berwenang berkewajiban memberikan perawatan khusus kepada anak yang tidak memiliki keluarga dan kepada anak yang tidak mampu. Diharapkan agar pemerintah atau pihak lain
24
memberikan bantuan pembiayaan bagi anak-anak yang berasal dari keluarga besar. (Pasal 18 Konvensi Hak Anak) 7. Anak berhak mendapat pendidikan wajib secara cuma-cuma sekurangkurangnya di tingkat sekolah dasar. Mereka harus mendapat perlindungan yang dapat meningkatkan pengetahuan umumnya, dan yang memungkinkan, atas dasar kesempatan yang sama untuk mengembangkan kemampuannya, pendapat pribadinya, dan perasaan tanggung jawab moral dan sosialnya, sehingga mereka dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Kepentingan anak haruslah dijadikan pedoman oleh mereka yang bertanggung jawab terhadap pendidikan dan bimbingan anak yang bersangkutan : pertama-pertama pertanggungjawaban tersebut terletak pada orang tua mereka. Anak harus mempunyai kesempatan yang leluasa untuk bermain dan berekreasi yang diharapkan untuk tujuan pendidikan, masyarakat dan pemerintah
yang
berwenang
harus
berusaha
meningkatkan
pelaksanaan hak ini. (Pasal 28 Konvensi Hak Anak) 8. Dalam keadaan apapun anak harus didahulukan dalam menerima perlindungan dan pertolongan. (Pasal 3 Konvensi Hak Anak) 9. Anak harus dilindungi dari segala bentuk kealpaan dan kekerasan. Ia tidak boleh dijadikan subjek perdagangan. Anak tidak boleh bekerja sebelum usia tertentu, ia tidak boleh dilibatkan dalam pekerjaan yang dapat merugikan kesehatan atau pendidikannya, maupun yang dapat
25
mempengaruhi perkembangan tubuh, jiwa, dan akhlaknya. (Pasal 35 Konvensi Hak Anak) 10. Anak harus dilindungi dari perbuatan yang mengarah ke dalam bentuk diskriminasi sosial, agama maupun bentuk-bentuk diskriminasi lainnya. Mereka harus dibesarkan dalam semangat penuh pengertian, toleransi
dan
persahabatan
antar
bangsa,
perdamaian
serta
persaudaraan semesta dengan penuh kesadaran bahwa tenaga dan bakatnya harus diabdikan kepada sesama manusia. (Pasal 2 Konvensi Hak Anak) 2.2 Tinjauan Umum tentang Pornografi Anak di Dunia Maya Disamping mengkaji beberapa pengertian dari beberapa ahli terkait pornografi anak di dunia maya, perlu ditinjau unsur-unsur yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian, sub bahasan berikut akan menjabarkan terkait istilah “pornografi” serta istilah “internet” sebagai kata yang mewakili istilah “dunia maya (cyberspace)”. Hal ini bertujuan untuk memberikan pengertian mengenai pornografi anak di dunia maya sehingga nantinya cukup relevan untuk digunakan. 2.2.1 Definisi dan Ruang Lingkup Pornografi Porno dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai cabul, cabul diartikan sebagai keji dan kotor; tidak senonoh (melanggar
26
kesopanan, kesusilaan).6 Sedangkan pornografi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai7 : 1.
Penggambaran tingkah laku secara erotis; dengan lukisan atau tulisan untuk membangkitkan bafsu birahi,
2.
Bahan bacaan yang diangkap sengaja dan semata-mata dirancang untuk membangkitkan bafsu birahi di seks. Dalam konteks diskursus mengenai citra pornografi dan media
massa, Atmakusumah Astraatmadja dalam sebuah tulisannya “Mitos dan Hiruk Pikuk di Balik Pornografi” menawarkan definisi pornografi8 : a)
Pornografi adalah publikasi atau penampilan materi seksual secara eksplisit yang tidak berhubungan dengan tujuan sastra, artistik, dan seni, ilmu pengetahuan, atau politik.
b)
Pornografi adalah citra atau gambaran gamblang yang memperlihatkan alat kelamin atau kegiatan seksual yang semata-mata bertujuan untuk membangkitkan birahi serta tidak berkaitan dengan tujuan sastra, artistik dan seni, ilmu pengetahuan, atau politik.
Kedua rumusan dapat ditafsirkan bahwa pornografi merupakan suatu hal yang dapat disebarkan melului media. Seiring dengan perkembangan teknologi media, pengertiannya kemudian berkembang tidak hanya di media massa dua dimensi, namun juga mencakup media
6
Syahrial Wiryawan dan Wahyu Wagiman, 2007, Tindak Pidana Pornografi dan Pornoaksi dalam RUU KUHP, ELSAM, Jakarta, h. 11-12 7 Ibid. 8 Ibid.
27
lain, seperti lagu dalam kaset atau CD, program televisi, acara radio, film, komik, iklan, situs internet, bilboard, dan sebagainya.9 Dalam hukum Indonesia, definisi pornografi dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Dalam Pasal 1 angka 1 undang-undang tersebut mendefinisikan pornografi sebagai gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi, dan/atau pertunjukkan dimuka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Suatu perbandingan dapat diambil dari Amerika Serikat yakni ketika pada tahun 1986, Komisi Meese yang dibentuk untuk mengetahui ragam pornografi yang berkembang pada masa kepemimpinan Presiden Amerika,
Lyndon
Johnson.
berhasil
mengidentifikasi
lima
jenis
pornografi, yaitu10: 1. Sexually violent material, yaitu materi pornografi dengan menyertakan kekerasan. Jenis pornografi ini tidak saja menggambarkan adegan seksual secara eksplisit tetapi juga melibatkan tindakan kekerasan. 2. Nonviolent
material
depicting
degradation,
domination,
subordination, or humiliation. Meskipun jenis ini tidak menggunakan kekerasan dalam materi seks yang disajikannya, 9
Azimah Soebagijo, 2008, Pornografi: Dilarang Tapi Dicari, Gema Insani, Jakarta,
10
Ibid, h. 36-37.
h.25-27.
28
di dalamnya terdapat unsur yang melecehkan perempuan, misalnya dengan melakukan seks oral, atau “dipakai” oleh beberapa pria, atau melakukan hubungan seks dengan binatang. 3. Nonviolent and nondegradation materials adalah produk media yang memuat adegan berhubungan seksual tanpa unsur kekerasan atau pelecehan terhadap perempuan. 4. Nudity, yaitu materi seksual yang menampilkan model telanjang. Majalah Playboy masuk dalam kategori ini. 5. Child Pornography adalah produk media yang menampilkan anak atau remaja sebagai modelnya. 2.2.2 Definisi dan Perkembangan Dunia Maya (Cyberspace) Terminologi yang muncul seiring dengan pertumbuhan dan penggunaan internet dalam berbagai aktivitas kehidupan manusia adalah cyberspace. Istilah cyberspace pertama kali digunakan oleh John Perry Barlow untuk interaksi online
ke internet pada tahun 1990 dengan
mengartikannya sebagai ruang yang muncul ketika anda sedang menelpon, ruang interaksi interaktif yang diciptakan oleh media sehingga ada kesadaran tentang kehadiran orang lain.11 Sejalan dengan pengertian cyberspace tersebut, Bruce Sterling mengemukakan pendapatnya sebagai berikut: “Cyberspace is the “place” where a telephone conversation appears to occur. Not inside your actual phone, the plastic device on desk. Not inside the other person’s phone, in some other city. THE PLACE BETWEEN the phones. The indefine place OUT 11
Sigid Suseno, 2012, Yurisdiksi Tindak Pidana Siber, Refika Aditama, Bandung, h.83.
29
THERE, where the two of you, two human beings, actually meet and communicate.” 12 Bila diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia memiliki pengertian bahwa dunia maya adalah “ruang” tempat berlangsungnya percakapan jarak jauh. Bukan di dalam benda plastik (telepon) yang berada di atas meja. Bukan di dalam telepon milik orang lain, di kota lainnya. Ruang yang berada di antara kedua telepon tersebut. Ruang yang tidak berwujud di luar sana, tempat dimana dua orang secara aktual bertemu dan berkomunikasi. Pengertian cyberspace dalam konteks penggunaan internet dan yurisdiksi dikemukakan oleh Georgios I. Zekos yang mengartikan cyberspace sebagai suatu bentuk ruang yang tidak terdiri dari unsur fisik maupun lokasi geografi (an amorphous space that does not occupy a set physical or geographic location).13 Lebih lanjut cyberspace sebagai medium komunikasi global diartikan Zekos sebagai: 14 “An electronic place and sovereignty and never before have we seen a space in wich individuals, corporation, communities, goverments, and other entities can exist within and beyond the borders of the nation state in such an instanneous, contemporaneous, or ubiquitous manner.” Dalam Bahasa Indonesia dapat diterjemahkan bahwa dunia maya merupakan ruang elektronik yang mandiri dan kita tidak pernah sebelumnya mengetahui ruang dimana individu, korporasi, masyarakat, pemerintah dan entitas lainnya dapat muncul di dalam dan di luar batasbatas negara dengan seketika dan serta merta. Hal ini tentunya merupakan 12
Ibid. Ibid. 14 Ibid, h.84 13
30
kenyataan besar yang telah dimiliki masyarakat dunia yang terhubung dengan jaringan dunia maya. Definisi yang dikemukan Zekos tersebut menggambarkan bahwa cyberspace merupakan tempat kedudukan tersendiri, yaitu tempat dan kedaulatan secara elektronik di mana para pengguna internet berada di luar batas
yurisdiksi
negara.
Kedaulatan
suatu
negara
tidak
dapat
mengendalikan aktivitas para pengguna internet di cyberspace karena hakekat internet sebagai jaringan elektronik yang tidak dibatasi oleh tempat.15 Sejarah perkembangan dunia maya (cyberspace) tidak dapat dipisahkan dari terjadinya Perang Dingin antara Uni Sovyet dengan Amerika Serikat seusai Perang Dunia II. Perang Dingin tersebut berimplikasi dengan semakin giatnya kedua negara mengembangkan teknologi, baik Amerika Serikat maupun Uni Sovyet kemudian mengembangkan teknologinya dengan peruntukan militer. Dalam hal ini, dibentuklah Advanced Research Project Agency (ARPA). Tugas pertama yang diemban oleh ARPA adalah mengamankan dan melindungi data-data dan sistem komunikasi yang telah dibangun dan tidak dapat dihancurkan.16 Upaya pengamanan informasi dan sistem komunikasi telah menghantarkan terjalinnya kerja sama antara kalangan militer dengan berbagai universitas di Amerika Serikat. Licklider dan W. Clark adalah orang-orang pertama yang membuat paper dengan judul paper online man 15
Ibid Maskun, 2013, Kejahatan Siber (Cyber Crime): Suatu Pengantar, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h.88. 16
31
communication. Melalui paper tersebut, Licklider kemudian menjadi orang pertama yang memimpin Computer Research Program pada Departemen Pertahanan Amerika Serikat.17 Dalam upaya untuk membuat jaringan komputer yang bisa saling berhubungan antara yang satu dan lainnya, Departemen Pertahanan Amerika Serikat
telah melakukan suatu
eksperimen yang disebut ARPAnet yang diharapkan dapat tetap berfungsi, meskipun terjadi gangguan pada sebagian jaringan tersebut.18 Pada saat hampir bersamaan Local Area Network (LAN) berbasis Ethernet
mulai
dikembangkan.
Pada
umumnya,
LAN
tersebut
menggunakan UNIX yang dilengkapi perangkat lunak jaringan IP. Pada saat itu, banyak organisasi yang membangun jaringan-nya sendiri menggunakan protokol komunikasi seperti yang disebut oleh ARPAnet sebagai IP. Hal tersebut memungkinkan komputer pada suatu LAN dapat mengakses fasilitas ARPAnet. Jaringan tersebut makin banyak dan disempurnakan, sehingga terbentuk internet seperti yang ada sekarang ini.19 2.2.3 Ruang lingkup Pornografi Anak di Dunia Maya (Cyber Child Pornography) Pornografi anak atau child pornography atau child porn adalah bahan-bahan porno yang menampilkan anak-anak, kebanyakan negara menyebutkan hal itu sebagai bentuk dari child sexual abuse yang
17
Ibid. Ibid, h.88-89. 19 Ibid. 18
32
merupakan hal yang melanggar hukum.20 Child pornography tersebut berupa foto-foto yang menampilkan anak-anak yang terlibat dalam perilaku seksual dan memproduksi bahan-bahan tersebut dengan sendirinya dilarang oleh hukum sebagai child sexual abuse di kebanyakan negara.21 Menurut undang-undang federal Amerika Serikat (18 U.S Code § 1466A), child pornography didefinisikan sebagai berikut22 : “A visual depiction of any kind, including a drawing, cartoon, sculpture, or painting, photograph, film, video, or computer- generated image or picture, whether made or produced by electronic, mechanical, or other means, of sexually explicit conduct, where it
depicts a minor engaged in sexually explicit conduct and is obscene, or depict an image that is, or appears to be, of a minor engaging in graphic bestiality, sadistic or masochistic abuse, or sexual intercourse, including genital-genital, oral-genital, anal-genital, or oral-anal, whether between persons of the same or opposite sex, and such depiction lacks serious literary, artistic, political, or scientific value.”
Dalam Bahasa Indonesia dapat diartikan bahwa pornografi anak merupakan segala bentuk pengambaran yang dapat dilihat yang memuat gambar, kartun, patung, atau lukisan, fotografi, film, video, atau gambar yang dihasilkan oleh komputer, baik itu dibuat atau diproduksi secara elektronik, mekanik, atau dalam bidang lain, yang menunjukkan secara jelas mengandung tindakan seksual, sebagai berikut:
20
Sutan Remy Syahdeini, 2009, Kejahatan dan Tindak Pidana Komputer, Grafiti, Jakarta, h. 176. 21 Ibid. 22 Ibid, h.177.
33
Menggambarkan tindakan seksual dan cabul yang dilakukan dengan anak di bawah umur, atau
Menggambarkan hubungan seksual yang menyangkut anak di bawah umur dengan binatang, perbuatan sadis atau penyalahgunaan tindakan seksual atau hubungan kelamin, seperti antar kelamin, oral-kelamin, dubur-kelamin, atau oral-dubur, baik melalui sesama atau berbeda jenis kelamin, dimana hal tersebut tidak mengandung nilai sastra, artistik, politik atau sain. Menurut Pasal 163.1 Kitab Undang-Undang Pidana Kanada, istilah
child pornography diartikan sebagai23 : “Any written material or visual representation, whether photographic, film or video, made by any mechanical or electronic means, that: shows or depicts a person who is, or appears to be, under the age of eighteen engaging in (or depicted as engaging in) explicit sexual activities has as its dominant characteristic the depiction, for sexual purpose, of a sexual organ or the anal region of a person under the age of eighteen years advocates or counsels sexual activity with a person under the age of eighteen years.” Dalam bahasa Indonesia dapat pornografi anak dapat dimaknai sebagai berbagai materi tertulis atau wujud visual, baik dalam bentuk foto, film, video yang dbuat dari alat mekanik atau elektronik, yang :
menunjukkan atau menggambarkan seseorang di bawah umur 18 tahun melakukan hubungan seksual secara langsung
23
Ibid.
34
mempunyai penggambaran ciri-ciri yng berpengaruh untuk tujuan seksual berupa organ seksual atau daerah dubur anak di bawah 18 tahun
Menganjurkan suatu aktivitas seksual kepada anak di bawah 18 tahun.
2.3 Tinjauan Umum tentang Hak Asasi Manusia 2.3.1 Pengertian Hak Asasi Manusia Istilah hak asasi manusia adalah terjemahan dari istilah droit de l’ homme dalam bahasa Perancis yang berarti “hak manusia”.24 Hak asasi manusia dalam bahasa Inggrisnya adalah human rights, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan menselijke rechten. Di Indonesia pada umumnya dipergunakan istilah “hak-hak asasi” atau “hak-hak dasar” yang merupakan terjemahan dari basic rights (bahasa Inggris) dan grodrechten (bahasa
Belanda).25
Kemudian,
di
beberapa
literatur
sebagian
pengarangnya menggunakan istilah hak-hak asasi menjadi istilah hak-hak fundamental, sebagai terjemahan dari istilah fundamental rights dari bahasa Inggris dan fundamentele rechten dalam bahasa Belanda.26 Di Amerika Serikat disamping dipergunakan istilah human rights juga digunakan istilah civil rights. Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak-hak yang melekat pada manusia yang mencerminkan martabatnya, yang harus memperoleh 24
Theresia Rifeni Widiartati, 2010, Keberadaan Organisasi Kemasyarakatan Berdasarkan Asas Pancasila Ditinjau Dari Perspektif Hak Asasi Manusia, Tesis Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, h. 103-104. 25 Ibid. 26 Ibid.
35
jaminan hukum, sebab hak-hak hanya dapat efektif apabila hak-hak itu dapat dilindungi hukum. Melindungi hak-hak dapat terjamin, apabila hakhak itu merupakan bagian dari hukum, yang memuat prosedur hukum untuk melindungi hak-hak tersebut. Hukum pada dasarnya merupakan pencerminan dari HAM, sehingga hukum itu mengandung keadilan atau tidak, ditentukan oleh HAM yang dikandung dan diatur atau dijamin oleh hukum itu. HAM merupakan alat untuk memungkinkan warga masyarakat dengan bebas mengembangkan bakatnya untuk penunaian tugasnya dengan baik. Kemungkinan ini diselenggarakan oleh negara dengan jalan membentuk
kaidah-kaidah
atau
peraturan-peraturan
hukum,
yang
merupakan tugas penting negara. Kebebasan dijamin oleh negara demi kepentingan masyarakat. Kaidah hukum ini memungkinkan anggota masyarakat mengembangkan bakatnya bermanfaat bagi perkembangan hukum dan tercapainya tertib hukum.27 Mengenai
pengertian
HAM,
A
Gunawan
Setiardja
mengemukakan28 : 1. Definisi yuridis HAM menunjuk pada HAM yang dikodifikasikan dalam naskah atau dokumen secara hukum mengikat baik dalam konstitusi nasional maupun dalam perjanjian internasional. 2. Definisi politis HAM, yang menunjuk pada pengertian politik, yaitu proses dinamis dalam arti luas berkembangnya suatu 27 28
Maidin Gultom, Op.cit, h.7-8. Ibid.
36
masyarakat tertentu. Termasuk di dalamnya keputusan-keputusan yang diambil dalam rangka kebijaksaan pemerintah dalam upayaupaya mengorganisir sarana-sarana atau sumber-sumber untuk mencapai tujuan tersebut. hukum merupakan suatu hasil terpenting dari proses politik, hukum berakar dalam keadaan politik kongrit masyarakat. 3. Definisi moral HAM yang menunjuk pada dimensi normatif HAM. Makna etis HAM menyangkut justru problem esensial, klaim individul harus diakui sebagai hak-hak yuridis atau hak-hak politik. Pengertian klaim etis, tuntutan etis mengandung di dalamnya suatu pandangan teoritis mengenai landasan normanorma etis. Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. 2.3.2 Konsep Dasar Hak Asasi Manusia Sistem nilai yang menjelma dalam konsep hak asasi manusia (HAM) tidaklah semata-mata sebagai produk Barat, melainkan memiliki dasar
37
pijakan yang kokoh dari seluruh budaya dan agama.29 Pandangan dunia tentang HAM adalah pandangan kesemestaan bagi eksistensi dan proteksi kehidupan dan kemartabaan manusia.30 Wacana HAM terus berkembang seiring dengan intensitas kesadaran manusia atas hak dan kewajiban yang dimilikinya. Namun demikian, wacana HAM menjadi aktual karena sering dilecehkan dengan sejarah manusia sejak awal hingga kurun waktu kini. Gerakan dan diseminasi HAM terus berlangsung bahkan dengan menembus batas-batas teritorial sebuah negara. Manfred Nowak menegaskan human right must be considered one of the major achievements of modern day philosophy. Ruth Gavison juga menegaskan, the twentieth century is often described as “the age of right.”31 Begitu derasnya kemauan dan daya desak HAM, maka jika ada sebuah negara yang diidentifikasi mengabaikan HAM, dengan sekejap mata nation-state di belahan bumi ini memberikan respon, terlebih beberapa negara yang dijuluki sebagai adi kuasa memberikan kritik, tudingan, bahkan kecaman keras seperti embargo dan sebagainya.32 Terdapat tiga generasi HAM, dimana ciri yang terpenting dalam generasi HAM pertama adalah bahwa pengertian HAM hanya terbatas pada bidang hukum dan politik.33 Elemen dasar dari konsepsi generasi
29
Majda El Muhtaj, 2009, Dimensi-Dimensi HAM: Mengurai Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Rajawali Pers, Jakarta, h. 1. 30 Ibid. 31 Ibid, h.1-2. 32 Ibid, h.2. 33 Ibid, h.22.
38
HAM pertama mencakup soal prinsip intergritas manusia, kebutuhan dasar manusia, dan kebebasan sipil, dan politik.34 Generasi HAM kedua menyusul pada keinginan yang kuat masyarakat global untuk memberikan kepastian terhadap masa depan HAM yang melebar pada aspek sosial, ekonomi, politik dan budaya.35 HAM generasi kedua lebih dalam konteks tuntutan
untuk
persamaan
sosial
(claims
to
social
equality).36
perkembangan pemikiran HAM juga mengalami peningkatan ke arah kesatupaduan antara hak-hak ekonomi, sosial, budaya, dan hukum dalam “satu keranjang” yang disebut dengan hak untuk pembangunan (the right to development).37 Inilah generasi HAM ketiga, hak atas atau untuk pembangunan mencakup persamaan hak atau kesempatan untuk maju yang berlaku bagi segala bangsa, dan termasuk hak setiap orang yang hidup sebagai bagian dari kehidupan bangsa tersebut.38 2.3.3 Instrumen-Instrumen Hukum Hak Asasi Manusia Perlindungan
yang
diperoleh
masyarakat
internasional
dalam
kerangka universal saat ini tidak lepas dari upaya yang telah dilakukan oleh negara-negara yang tergabung dalam perserikatan bangsa-bangsa (PBB). Tiga tahun setelah berdiri, Majelis Umum mencanangkan
34
Ibid. Ibid, h.23. 36 Ibid, h.25. 37 Ibid. 38 Ibid. 35
39
Pernyataan
Umum
tentang
Hak-Hak
Asasi
Manusia
(Universal
Declaration of Human Right) pada tanggal 10 Desember 1948.39 Setelah diterimanya Deklarasi Universal tahun 1948, timbullah pemikiran untuk mengukuhkan pemajuan perlindungan terhadap hak-hak asasi dalam dokumen-dokumen yuridik yang mengikat negara-negara yang menjadi pihak.40 Bila Deklarasi Universal hanya bersifat himbauan betapapun nilai politis dan historisnya, dokumen-dokumen yuridik hakhak asasi mengingat sifatnya yang mengikat akan dapat mengawasi pelaksanaan yang efektif hak-hak tersebut.41 Instrumen-instrumen hukum hak asasi manusia yang telah disepakati yakni42 : 1.
Perjanjian internasional mengenai Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Internasional Covenant on Economic, Social and Cultural Rights), Perjanjian internasional ini berupaya meningkatkan dan melindungi 3 kategori hak yakni hak untuk bekerja dalam kondisi yang adil dan menguntungkan; hak atas perlindungan sosial, standar hidup yang pantas, standar kesejahteraan fisik dan mental tertinggi yang bisa dicapai; hak atas pendidikan dan hak untuk menikmati manfaat kebebasan kebudayaan dan kemajuan ilmu pengetahuan.
2.
Perjanjian internasional mengenai Hak-Hak Sipil dan Politik (Internasional Covenant on Civil and Political Rights) berikut
39
Boer Mauna, 2005, Hukum Internasional: Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, Alumni, Bandung, h. 679. 40 Ibid. 41 Ibid. 42 Ibid, h. 681-684
40
Protokol Opsionalnya, sebagaimana instrumen ini memberikan hak petisi kepada individu-individu yang memenuhi semua persyaratan untuk melakukannya. Selanjutnya terdapat pula pengapusan terhadap hukuman mati, tercakup pula hak-hak seperti kebebasan bergerak, persamaan di depan hukum, praduga tidak bersalah, kebebasan berpikir, berkesadaran dan kebebasan berserikat, berpartisipasi dalam kegiatan pemerintahan dan pemilihan umum serta perlindungan terhadap kaum minoritas. Perjanjian ini juga melarang perampasan secara sewenang-wenang atas kehidupan; penyiksaan, perlakuan, atau hukuman yang kejam atau merendahkan martabat; perbudakan, kerja paksa; penangkapan atau penahanan secara sewenang-wenang dan lain-lainya. 3.
Konvensi tentang Pencegahan dari Pencegahan dari Penghukuman terhadap Kejahatan Pemusnahan Ras (Convention on the Protection and Punishment of the Crime of Genocide), konvensi ini merupakan jawaban terhadap kekejaman-kekejaman yang terjadi selama Perang Dunia II dan mengkategorikan kejahatan pemusnahan ras sebagai perbuatan untuk menghancuhkan kelompok-kelompok nasional etnis atau agama serta meminta negara untuk mengadili para pelaku kejahatan tersebut.
4.
Kovensi tentang status para Pengungsi (Convention Relating to the Status of Refugees), konvensi ini menjelaskan hak-hak dan kewajiban pengungsi, terutama hak mereka untuk tidak dipaksa kembali ke
41
negeri mereka dan membuat ketentuan-ketentuan untuk mengatur berbagai aspek kehidupan mereka sehari-hari termasuk hak untuk bekerja, pendidikan, bantuan publik dan jaminan sosial. 5.
Konvensi Internasional mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial (International Convention on the Elemination of All Forms of Racial Discrimination), Konvensi ini mengutuk segala macam bentuk diskriminasi rasial dan meminta negara-negara mengambil tindakan untuk menghapuskan diskriminasi tersebut baik dari segi hukum maupun dalam praktiknya.
6.
Konvensi tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita
(Convention
on
the
Elemination
of
All
Forms
of
Discrimination againts Women), konvensi ini memberikan jaminan hak yang sama di depan hukum antara wanita dan pria dan menjelaskan tindakan-tindakan untuk menghapuskan diskriminasi terhadap wanita sehubungan dengan kehidupan politik dan publik, kewarganegaraan, pendidikan, lapangan kerja, kesehatan, perkawinan, dan keluarga. 7.
Konvensi tentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam dan tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat (Convention againts Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment of Punishment), konvensi ini mengkategorikan penyiksaan sebagai kejahatan internasional dan meminta negara bertanggungjawab untuk mencegah penyiksaan dan menghukum para pelakunya.
42
8.
Konvensi mengenai Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child), konvensi ini menegaskan hak-hak anak untuk memperoleh perlindungan dan kesempatan serta fasilitas khusus bagi kesehatan dan pertumbuhan secara normal.
43