BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL, SETTING SOSIAL, SOSIOLOGI SASTRA DAN BIOGRAFI PENGARANG
2.1 Pengertian Novel Menurut Abrams dalam Nurgiantoro (1995:9) sebutan novel berasal dari bahasa Italia, yakni novella yang secara harafiah berarti “sebuah barang baru yang kecil” dan kemudian diartikan sebagai “cerita pendek dalam bentuk prosa”. Dalam bahasa Jerman novel disebut novella dan dalam bahasa Inggris disebut dengan novel, istilah inilah yang kemudian masuk ke dalam bahasa Indonesia. Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling populer di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak beredar, karena daya komunikasinya yang luas pada masyarakat. Novel dapat mengemukakan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu secara lebih banyak, lebih rinci, dan melibatkan berbagai permasalahan yang lebih kompleks. Novel juga lebih menitikberatkan kepada tokoh manusia dalam karangannya dari pada kejadiannya dan secara keseluruhannya mengambil bentuk yang dikatakan dengan ciptaan dunia berdasarkan perbedaan individu. Selain itu novel mampu menghadirkan perkembangan suatu karakter, situasi sosial yang rumit, hubungan yang melibatkan banyak atau sedikit karakter dan berbagai peristiwa rumit yang terjadi beberapa tahun silam secara lebih mendetail (Amalia, 2010:15-16). Di antara genre utama karya sastra, yaitu puisi, prosa dan drama, genre prosalah, khususnya novel yang dianggap paling dominan dalam menampilkan unsurunsur sosial. Alasan yang dapat ditemukan, di antaranya:
Universitas Sumatera Utara
a) Novel menampilkan unsur-unsur cerita yang paling lengkap, memliki media yang paling luas, menyajikan masalah-masalah kemasyarakatan yang paling luas b) Bahasa novel cenderung merupakan bahasa sehari-hari, bahasa yang paling umum digunakan dalam masyarakat. Oleh karena itulah, dikatakan bahwa novel merupakan sosiologis dan bersifat menanggapi karena peka terhadap ketidaktetapan sosiohistoris (Hannum, 2010:16).
2.2 Unsur-Unsur Dalam Novel Novel mempunyai unsur-unsur yang berkaitan satu dengan yang lain secara erat dan saling menggantungkan, sehingga dengan unsur-unsur tersebut keterpaduan sebuah novel akan terwujud. Ada dua unsur pokok yang membantu sebuah karya sastra, yaitu unsur intrinsik atau unsur dalam yang ikut mempengaruhi terciptanya karya sastra, sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur luar yang ikut mempengaruhi terciptanya karya sastra.
2.2.1 Unsur Intrinsik Unsur intrinsik merupakan unsur-unsur yang berada dalam karya sastra itu sendiri. Nurgiantoro (1995:23) berpendapat unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai ketika orang-orang membaca sebuah karya sastra.
Universitas Sumatera Utara
Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita. Keterpaduan antar berbagai unssur inilah yang membuat sebuah novel berwujud. Unsur-unsur yang dimaksud adalah tema, plot, tokoh, setting, dan lain-lain. a. Tema Menurut Stanton (2007:88) Tema (theme) merupakan makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Namun, ada banyak makna yang dikandung dan ditawarkan oleh cerita (novel) itu. Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan makna dalam pengalaman manusia, sesuatu yang dijadikan pengalaman begitu diingat. Jadi, dengan kata lain tema merupakan ide pokok atau permasalahan utama yang mendasari jalan cerita novel atau karya sastra. Brooks dalam Aminuddin (2000:02) mengungkapkan bahwa dalam mengapresiasikan tema suatu cerita apresiatur harus memahami ilmu-ilmu humanitas karena tema sebenarnya merupakan pendalaman dan hasil kontemplasi pengarang yang berkaitan dengan masalah kemanusiaan serta masalah lain yang bersifat universal. Tema dalam hal ini tidaklah berada di alur cerita,tetapi inklusif di dalamnya. Akan tetapi, keberadaan tema meskipun inklusif di dalam cerita tidaklah terumus dalam satu dua kalimat secara tersurat, tetapi terbesar di balik keseluruhan unsur-unsur signifikan atau media pemapar prosa fiksi. Karena itu, tema yang baik pada hakikatnya adalah tema yang tidak diungkapkan secara langsung dan jelas, sehingga pembaca bisa mangambil kesimpulan tentang tema yang diungkapkan oleh pengarang harus dirumuskan sendiri oleh pembaca (Fananie, 2001:84).
Universitas Sumatera Utara
Sesuai dengan cerita yang ada dalam novel Catatan Ichiyo yang digambarkan dengan tokoh Ichiyo Higuchi yang menjadi tokoh utama dalam novel ini menceritakan kehidupan seorang wanita Jepang di zaman Meiji yang kurang mendapat penghargaan dan perjuangannya dalam berkarya sehingga mendapat pengakuan dari masyarakat. Karena kondisi kehidupan yang ada dalam novel disesuaikan dengan zaman Meiji yang ada di Jepang, maka banyak terjadi masalah sosial yang dialami oleh tokoh dalam cerita yang ada dalam novel Catatan Ichiyo.
b. Plot Plot atau alur merupakan urutan kejadian dalam sebuah cerita, tiap kejadian tersebut dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa lainnya (Stanton, 2007:89). Sebagaimana diungkapkan oleh Petronius dalam Fananie (2001:93) struktur plot mencakup tiga bagian: 1. Exposition (setting forth of the beginning) 2. Conflict (a complication that moves to climax) 3. Denouement (literally,”unknotting” the outcome of the conflict; the resolution) Dalam pengertiannya, elemen plot hanyalah didasarkan pada paparan mulainya peristiwa, berkembangnya peristiwa yang mengarah pada konflik yang memuncak, dan penyelesaian terhadap konflik.
Universitas Sumatera Utara
Plot atau alur juga dapat dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu alur maju (progresif) yaitu apabila peristiwa bergerak secara bertahap berdasarkan urutan kronologis menuju alur cerita. Sedangkan alur mundur (flash back progresif) yaitu terjadi ada kaitannya dengan peristiwa yang sedang berlangsung. Berdasarkan definisi plot di atas, maka plot dalam novel Catatan Ichiyo termasuk dalam bagian alur mundur (flash back progresif) dimana awal cerita dimulai dengan peristiwa detik-detik terakhir kematian tokoh utama, Ichiyo Higuchi. Setelah itu, baru diceritakan dari awal yaitu peristiwa pertemuan orang tua Ichiyo yang masih remaja sampai kelahiran Ichiyo dan perjuangan keras Ichiyo dalam menghadapi masalah sosial yang dialaminya
c. Tokoh Istilah “tokoh” menunjukkan pada orangnya, pelaku cerita. Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Tokoh cerita (character) adalah orang-orang yang ditampilkan dalam karya naratif atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan yang dilakukan dengan tindakan (Fananie, 2001:86). Boultoun dalam Aminuddin (2000:79) mengungkapkan bahwa cara pengarang menggambarkan atau memunculkan tokoh sebagai pelaku yang hidup di
alam
mimpi,
pelaku
yang
memiliki
semangat
perjuangan
dalam
mempertahankan hidupnya. Pelaku yang memiliki cara sesuai dengan kehidupan manusia yang sebenarnya maupun pelaku egois, kacau, dan mementingkan diri
Universitas Sumatera Utara
sendiri. Dalam cerita fiksi, pelaku itu dapat berupa manusia atau tokoh makhluk lain yang diberi sifat seperti manusia. Dalam menentukan tokoh utama dan tokoh pembantu, yang pada umumnya merupakan tokoh yang sering dibicarakan oleh pengarang, sedangkan tokoh tambahan hanya dibicarakan alakadarnya. Dalam novel Catatan Ichiyo yang digunakan dalam analisis ini adalah tokoh Ichiyo Higuchi yang merupakan tokoh utama, dimana Ichiyo adalah seorang wanita Jepang pada zaman Meiji yang mempunyai bakat dalam sastra, sedangkan pada zaman itu statusnya yang sebagai kaum wanita kurang dihargai dan direndahkan oleh kaum laki-laki. Juga terdapat paham yang berlaku dalam masyarakat bahwa tugas wanita adalah menikah dan tinggal di rumah sebagai istri yang baik dan ibu yang bijaksana, sehingga keinginan Ichiyo untuk menjadi seorang penulis merupakan hal yang hampir mustahil pada zaman itu.
d. Setting Setting merupakan lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung. Setting dapat berwujud dekor (tempat), dan juga berwujud waktu-waktu tertentu. Biasanya setting diketengahkan melalui baris-baris deksriptif (Stanton, 2007:91). Setting memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh ada dan terjadi. Pembaca dengan demikian merasa dipermudah untuk menggunakan daya imajinasinya, di samping itu dimungkinkan
Universitas Sumatera Utara
untuk berperan serta secara kritis sehubungan dengan pengetahuannya tentang setting. Begitu juga dengan setting novel Catatan Ichiyo akan lebih jelas diuraikan pada sub bab 2.3 yang menjelaskan tentang zaman, tempat, dan setting sosial.
2.2.2 Unsur Ekstrinsik Wellek dan Warren (1995: 290) mengatakan bahwa unsur ekstrinsik sebuah novel haruslah tetap dipandang sebagai sesuatu yang penting. Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu sendiri yang ikut mempengaruhi penciptaan karya sastra. Sebagaimana halnya unsur intrinsik, unsur ekstrinsik juga memiliki beberapa unsur di antaranya keadaan subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang kesemuanya itu akan mempengaruhi karya yang ditulisnya. Unsur ekstrinsik merupakan segala faktor yang melatarbelakangi penciptaan karya sastra. Yang merupakan milik subjektif pengarang yang berupa kondisi
sosial,
motivasi,
tendensi
yang
mendorong
dan
mempengaruhi
kepengarangan seseorang. Unsur-unsur ekstrinsik meliputi latar belakang pengarang, adat-istiadat yang berlaku, situasi politik, keyakinan dan pandangan hidup pengarang, agama, ekonomi dan sebagainya. Unsur ini mencakup berbagai aspek kehidupan sosial yang tampaknya menjadi latar belakang penyampaian amanat cerita dan tema. Unsur ekstrinsik karya sastra cukup berpengaruh terhadap totalitas keterpaduan cerita yang dihasilkan.
Universitas Sumatera Utara
Unsur ekstrinsik yang akan dilihat dalam novel Catatan Ichiyo adalah latar belakang sosial pengarang sebagai warga negara asing atau luar Jepang yang sangat tertarik akan Jepang yang telah dipaparkan dalam sub bab berikutnya.
2.3 Setting Novel Catatan Ichiyo Setiap karya sastra disusun atas unsur-unsur yang menjadikannya sebuah kesatuan. Salah satu unsur yang sangat mempengaruhi keberadaan karya sastra adalah unsur insrinsik. Setting merupakan salah satu unsur intrinsik yang terdapat dalam karya sastra yang dalam hal ini adalah novel. Menurut Abrams dalam Nurgiantoro (1995:216) Setting dan latar yang disebut juga sebagai landasan tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Setting dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok yaitu: waktu, tempat, dan sosial. Ketiga unsur itu masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.
2.3.1 Zaman Zaman merupakan latar waktu yang berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah kapan tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah. Oleh sebab itu dalam
Universitas Sumatera Utara
kaitannya sebagai latar waktu maka dalam novel “Catatan Ichiyo” karya Rei Kimura mengambil setting pada zaman Meiji sekitar tahun 1857-1896. Zaman meiji merupakan salah satu periode yang paling istimewa dalam sejarah Jepang. Di bawah pimpinan kaisar Meiji, Jepang bergerak maju sehingga hanya dalam beberapa dasawarsa mencapai pembentukan suatu bangsa modern yang memiliki perindustrian modern dan lembaga-lembaga politik modern.Pada tahuntahun pertama pemerintahannya, kaisar Meiji memindahkan ibukota kekaisaran dari Kyoto ke Edo. Edo pun berganti nama baru menjadi Tokyo. Diumumkanlah undangundang dasar yang menetapkan sebuah kabinet dan badan-badan legistlatif. Golongan-golongan masyarakat selama zaman Edo yang membuat masyarakat menjadi terbagi berdasarkan kasta pun dihapuskan. Kaisar Meiji membawa pencerahan dalam membimbing bangsanya melewati peralihan yang sangat mencuat. Lalu berakhir pada saat wafatnya kaisar Meiji pada tahun 1912. Seperti halnya tokoh Ichiyo Higuchi dalam novel Catatan Ichiyo yang hidup di zaman Meiji yaitu zaman dimana perempuan susah untuk berkarya. Hal tersebut karena ada paham masyarakat paham yang menganggap bahwa wanita harus tinggal di rumah dan tugas wanita yaitu urusan rumah tangga dan merawat anak. Sehingga Ichiyo harus berjuang dalam mendapatkan pengakuan dari masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
2.3.2 Tempat Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang digunakan mungkin berupa tempattempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Dekripsi tempat secara teliti dan realistis penting untuk mengesani pembaca seolah-olah hal yang diceritakan itu sungguh ada dan terjadi yaitu tempat dan waktu yang diceritakan. Dalam novel “Catatan Ichiyo” mengambil latar tempat di beberapa tempat di Jepang, seperti di kota Edo, Jimbocho, Awajicho, Hongo, Ryusenji, dan sebagainya. Tempat-tempat tersebut merupakan tempat dimana perjuangan Ichiyo dalam mendapatkan pengakuan dari masyarakat yaitu ketika Ichiyo berpindah-pindah untuk mencari nafkah karena keadaan ekonomi
yang buruk dan tempat-tempat
tersebut juga memberikan inspirasi bagi Ichiyo dalam berkarya.
2.3.3 Setting Sosial Setting sosial atau latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang kompleks, dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap. Di samping itu, latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan. Sama halnya juga dalam novel “Catatan Ichiyo” ini terdapat ruang lingkup tempat dan waktu sebagai wahana para tokohnya mengalami berbagai pengalaman
Universitas Sumatera Utara
dalam hidupnya. Peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam novel ini seluruhnya terjadi di Jepang dan berlangsung pada tahun 1857-1896. Pada zaman ini masih dipengaruhi oleh ajaran Konfusianisme yaitu konsep ryousai kenbou yang mengatakan "bahwa seorang perempuan harus menjadi istri yang baik dan ibu yang bijaksana". Oleh karena itu, bagi perempuan pada zaman Meiji seperti Ichiyo Higuchi dalam novel ini untuk berkarya dan menjadi sastrawan merupakan hal yang hampir mustahil. Setelah keagungan zaman Heian, perempuan berangsur-angsur kehilangan banyak dari hak-hak mereka ketika zaman feodal Jepang yang panjang. Secara resmi memakai ajaran Konfusianisme pada masa Tokugawa menegaskan posisi kepatuhan mereka. Status mereka tidak meningkat dengan politik dan perubahan undang-undang zaman Meiji. Penyusun UUD Meiji mengabaikan hak wanita untuk bergabung dalam partai politik atau mengambil peran aktif apapun dalam kegiatan politik, bahkan untuk menghadiri pertemuan politik. Peranan mereka dalam masyarakat disimpulkan dalam ungkapan Ryousai Kenbou, “Istri yang baik dan ibu yang bijaksana”. Meskipun demikian, ada wanita-wanita yang terang-terangan tidak puas dengan keadaan ini, dan lembaga pendidikan yang lebih tinggi untuk wanita mulai dibentuk. Perguruan tinggi perempuan Tsuda yang terkenal didirikan pada tahun 1900 dan segera diikuti oleh yang lainnya. Dapat dikatakan bahwa murid-muridnya hampir semuanya berasal dari keluarga yang mapan, tapi mereka menganjurkan penyebaran pendidikan wanita ke segala tingkat. Demikian dibuat jumlah pembaca yang potensial untuk majalah perempuan dan beberapa diterbitkan antara tahun 1905 dan 1910.
Universitas Sumatera Utara
Tidak peduli bagaimanapun terdidiknya perempuan kelas menengah tapi mereka tidak ada peluang di dalam masyarakat untuk menggunakan pendidikan mereka dalam berbagai cara yang efektif. Kesusasteraan tampaknya menawarkan kesempatan satu-satunya untuk wanita dalam memenuhi diri mereka dalam cara yang kelihatannya lebih berarti. Setelah akhir dasawarsa pertama dari abad ke -20 dua penulis wanita membuat diri mereka terkenal dalam dunia sastra - Higuchi Ichiyou dan Yosano Akiko (Beasley,1988:141). Jadi dengan adanya setting sosial seperti ini, Rei Kimura mengekspresikan dalam karyanya yaitu Catatan Ichiyo.
2.4 Sosiologi Sastra Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal dari akar kata sosio/socius (Yunani) yang berarti masyarakat, logi/logos berarti ilmu. Jadi, sosiologi berarti ilmu mengenai asal-usul dan pertumbuhan (evolusi) masyarakat, ilmu pengetahuan yang mempelajari keseluruhan jaringan hubungan antar manusia dalam masyarakat, sifatnya umum, rasional, dan empiris. Sastra dari akar kata sas (Sansekerta) berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk, dan instruksi. Akhiran tra berarti alat, sarana. Jadi, sastra berarti kumpulan alat untuk mengajar, buku petunjuk atau buku pengajaran yang baik. Makna kata sastra bersifat lebih spesifik sesudah terbentuk menjadi kata jadian, yaitu kesusastraan, artinya kumpulan hasil karya yang baik (Ratna, 2003:1). Menurut Laurenson dalam Fananie (2001:133) terdapat tiga perspektif berkaitan dengan sosiologi sastra.
Universitas Sumatera Utara
a. Perspektif yang memandang sastra sebagai dokumen sosial yang di dalamnya merupakan refleksi situasi pada masa sastra tersebut diciptakan; b. Perspektif yang mencerminkan situasi sosial penulisnya; dan c. Model yang dipakai karya tersebut sebagai manifestasi dari kondisi sosial budaya atau peristiwa sejarah. Sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang bersifat reflektif. Penelitian ini banyak diminati oleh peneliti yang ingin melihat sastra sebagai cermin kehidupan masyarakat. Asumsi dasar penelitian sosiologi sastra adalah kelahiran sastra tidak dalam kekosongan moral. Kehidupan sosial akan menjadi picu lahirnya karya sastra. Karya sastra yang sukses yaitu karya sastra yang dapat merefleksikan zamannya. Hal penting dalam sosiologi sastra adalah konsep cermin (mirror). Dalam kaitan ini, sastra dianggap sebagai mimesis (tiruan) masyarakat. Kendati demikian, sastra tetap diakui sebagai sebuah ilusi atau khayalan dari kenyataan. Dari sini, tentu sastra tidak semata-mata menyodorkan fakta secara mentah. Sastra bukan sekadar copy kenyataan, melainkan kenyataan yang telah ditafsirkan. Kenyataan tersebut bukan jiplakan yang kasar, melainkan sebuah refleksi halus dan estetis. Perspektif sosiologi sastra yang patut diperhatikan menurut Elizabeth dan Burns dalam Endraswara (2008:79) “literature is not only the effect of social causes but also the cause of social effect”. Sugesti ini memberikan arah bahwa penelitian sosiologi sastra dapat ke arah hubungan pengaruh timbal balik antara sosiologi dan sastra. Keduanya saling mempengaruhi dalam hal-hal tertentu yang pada gilirannya menarik perhatian peneliti.
Universitas Sumatera Utara
Sosiologi sastra adalah penelitian yang terfokus pada masalah manusia. Karena sastra sering mengungkapkan perjuangan umat manusia dalam menentukan masa depannya, berdasarkan imajinasi, perasaan, dan intuisi. Dari pendapat ini, tampak bahwa perjuangan sepanjang hidup manusia akan selalu mewarnai teks sastra. Hubungan karya sastra dengan masyarakat, baik sebagai negasi dan inovasi, maupun afirmasi, jelas merupakan hubungan yang hakiki. Karya sastra mempunyai tugas penting, baik dalam usahanya menjadi pelopor pembaharuan, maupun memberikan pengakuan terhadap gejala kemasyarkatan. Kebebasan sekaligus kemampuan karya sastra untuk memasukkan hampir seluruh aspek kehidupan manusia menjadikan karya sastra sangat dekat dengan aspirasi masyarakat. Ada beberapa alasan mengapa sastra memiliki kaitan erat dengan masyarakat. Ratna (2004: 332-333), mengemukakan sebagai berikut. 1. Karya sastra ditulis oleh pengarang, diceritakan oleh tukang cerita, disalin oleh penyalin, sedangkan ketiga subjek tersebut adalah anggota masyarakat. 2. Karya sastra hidup dalam masyarakat, menyerap aspek-aspek kehidupan yang terjadi dalam masyarakat,
yang pada gilirannya juga difungsikan oleh
masyarakat. 3. Medium karya sastra, baik lisan maupun tulisan, dipinjam melalui kompetensi masyarakat, yang dengan sendirinya telah mengandung masalah-masalah kemasyarakatn.
Universitas Sumatera Utara
4. Berbeda dengan ilmu pengetahuan, agama, adat-istiadat, dan tradisi yang lain, dalam karya sastra terkandung estetika, etika, bahkan juga logika. Masyarakat jelas sangat berkepentingan terhadap ketiga aspek tersebut. 5. Sama dengan masyarakat, karya sastra adalah hakikat intersubjektivitas, masyarakat menemukan citra dirinya dalam suatu karya. Sebagai multidisiplin, maka ilmu-ilmu yang terlibat dalam sosiologi sastra adalah sastra dan sosiologi. Dengan pertimbangan bahwa karya sastra juga memasukkan aspek-aspek kebudayaan yang lain, maka ilmu-ilmu yang juga terlibat adalah sejarah, filsafat, agama, ekonomi, dan politik. Yang perlu diperhatikan dalam penelitian sosiologi sastra adalah dominasi karya sastra, sedangkan ilmu-ilmu yang lain berfungsi sebagai pembantu. Pada prinsipnya menurut Laurenson dan Swingewood dalam Endraswara (2008:79) terdapat tiga perspektif berkaitan dengan sosiologi sastra, yaitu: 1. Penelitan yang memandang karya sastra sebagai dokumen sosial yang di dalamnya merupakan refleksi situasi pada masa sastra tersebut diciptakan. 2. Penelitian yang mengungkap sastra sebagai cermin situasi sosial penulisannya 3. Penelitian yang menangkap sastra sebagai manifestasi peristiwa sejarah dan keadaan sosial budaya. Dengan pertimbangan bahwa sosiologi sastra adalah analisis karya sastra dalam kaitannya dengan masyarakat, maka model analisis yang dapat dilakukan menurut Ratna (2004: 339-340) meliputi tiga macam, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Menganalisis masalah-masalah sosial yang terkandung di dalam karya sastra itu sendiri, kemudian menghubungkannya dengan kenyataan yang pernah terjadi. Pada umumnya disebut sebagai aspek intrinsik, model hubungan yang terjadi disebut refleksi. 2. Sama dengan di atas, tetapi dengan cara menemukan hubungan antar struktur, bukan aspek-aspek tertentu, dengan model hubungan yang bersifat dialektika. 3. Menganalisis karya sastra dengan tujuan untuk memperoleh informasi tertentu, dilakukan oleh disiplin tertentu. Model analisis inilah yang pada umumnya menghasilkan karya sastra sebagai gejala kedua. Di dalam menganalisis dengan menggunakan sosiologi sastra, masyarakatlah yang harus lebih berperan. Masyarakatlah yang mengkondisikan karya sastra, bukan sebaliknya.
2.4.1 Kondisi Sosial sKondisi sosial dalam masyarakat dapat menyebabkan perubahan yang terjadi dalam masyarakat, dan adapun kondisi-kondisi sosial yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan adalah kondisi-kondisi ekonomi, teknologis, geografis, atau biologis yang menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan dalam aspek kehidupan sosial lainnya. Kondisi sosial sebagai setting dalam novel ini diwujudkan pada zaman Meiji dimana perempuan Jepang pada zaman ini kurang mendapat penghargaan dari
Universitas Sumatera Utara
masyarakat. Sehingga bagi perempuan untuk berkarya dan menjadi sastrawan merupakan hal yang tidak memungkinkan. Dalam struktur sosial masyarakat, setiap masyarakat mendapat perbedaan kelas dan golongan, dan kondisi seperti ini dijadikan Rei Kimura sebagai latar atau setting dalam novel “Catatan Ichiyo” yang menceritakan perjuangan perempuan pada zaman tersebut.
2.4.2 Masalah Sosial Soekanto (1990:395) mengatakan bahwa sosiologi menelaah gejala-gejala yang wajar seperti norma-norma, kelompok sosial lapisan masyarakat, lembaga kemasyarakatn, proses sosial, perubahan sosial dan kebudayaan serta perwujudannya. Tidak semua gejala-gejala tersebut berlangsung secara normal sebagaimana masyarakat bersangkutan. Gejala-gejala yang tidak dikehendaki merupakan abnormal atau patologis. Gejala abnormal dinamakan masalah sosial. Masalah sosial tersebut erat kaitannya dengan nilai-nilai sosial dan lembaga sosial yang mencakup pola segi moral, karena untuk dapat mengklasifikasikan suatu persoalan sebagaimana sosial harus digunakan pemikiran sebagai pengukurannya. Jadi pada dasarnya, masalah sosial menyangkut nilai-nilai sosial dan moral. Masalah tersebut merupakan persoalan, karena menyangkut tata kelakuan yang immoral, berlawanan dengan hukum dan bersifat merusak. Sebab itulah masalah-masalah tidak mungkin ditelaah tanpa memperhitungkan ukuran-ukuran masyarakat mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk.
Universitas Sumatera Utara
Masalah sosial yang dialami oleh tokoh dalam novel “Catatan Ichiyo” seperti yang dialami oleh Ichiyo Higuchi merupakan gambaran bagaimana pengaruh kondisi sosial, status, dan gender menjadikan novel tersebut hidup dan memiliki jalan cerita yang mengesankan.
2.4.3 Perbedaan Status Gender Gender adalah pembedaan peran, perilaku, perangai laki-laki dan perempuan oleh budaya atau masyarakat melalui interpretasi terhadap perbedaan biologis lakilaki dan perempuan. Jadi gender tidak diperoleh sejak lahir tapi dikenal melalui proses belajar (sosialisasi) dari masa anak-anak hingga dewasa. Setiap masyarakat mengembangkan identitas gender, tetapi kebanyakan masyarakat membedakan lakilaki dan perempuan dengan maskulin dan feminim. Di dalam kehidupan, terdapat stereotip tertentu laki-laki dan perempuan. Padahal gender itu sifatnya netral dan tidak memihak. Peran laki-laki dan perempuan ditentukan dari suku, tempat, umur, pendidikan serta perkembangan zaman. Selama ini yang terjadi adalah kondisi sosial yang sangat menonjolkan peran laki-laki. Perempuan menjadi marjinal, yang selalu terpinggir dan tergusur. Emansipasi wanita yang selama ini terkondisi sedikit banyak membantu perempuan untuk tetap eksis, akan tetapi perempuan masih saja terikat kepada norma-norma patriarkhi yang sangat mengikat dan membuat wanita harus berusaha ekstra keras untuk mendapat posisi dan menjadikan tugas dan perannya yang begitu banyak. Permasalahan sosial tentang gender sebenarnya bertumpu pada ketidakadilan peran dan beban antara laki-laki dan perempuan.
Universitas Sumatera Utara
2.5 Biografi Pengarang Novel Catatan Ichiyo Rei Kimura adalah seorang pengacara yang memiliki passion dalam bidang menulis. Keunggulan karya-karyanya terletak pada penggambaran peristiwa dan karakter tokoh yang unik. Ia menampilkan kisah yang digali dari kejadian nyata dan hidup orang-orang yang sebenarnya di dalam beberapa bukunya. Ia meyakini bahwa ini sebuah cara yang paling baik untuk menjadikan sejarah yang tersembunyi menjadi “ hidup” dan dapat diterima oleh pembaca di abad 21. Dengan cara itu, Kimura menyentuh beberapa sejarah tragis seperti tenggelamnya Kapal Awa Maru dan kisah pilot Kamikaze perempuan di masa Perang Dunia II lalu merangkainya menjadi sebuah cerita yang menyentuh bagi orang-orang yang hidup dan meninggal pada masa kejadian itu. Kimura memandang karya-karyanya sebagai pencarian atas kebenaran, tantangan, dan kepuasan. Buku-bukunya diterjemahkan ke berbagai bahasa di Asia dan Eropa dan telah terbit di seluruh dunia. Selain menjadi pengacara, Kimura juga seorang jurnalis freelance yang andal dan tergabung dalam Australian News Syndicate. Tujuan dibuatnya biografi pengarang agar dapat diketahui bagaimana keadaan subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang kesemuanya itu akan mempengaruhi karya yang ditulisnya. Aspek kehidupan sosial pengarang yang berpengaruh terhadap latar belakang penyampaian amanat cerita dalam novel Catatan Ichiyo.
Universitas Sumatera Utara