1 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TATA KEPEMERINTAHAN YANG BAIK, IZIN USAHA INDUSTRI, DAN PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP
2.1 Pengertian Tata Pemerintahan Yang Baik Pemerintah atau government dalam bahasa Inggris diartikan sebagai “the authoritative direction and administration of the affairs of men or women in nation, state, city, etc”. Dalam bahasa Indonesia berarti “pengarahan dan administrasi yang berwenang atas kegiatan orang-orang dalam sebuah negara, negara bagian, atau kota, dan sebagainya”. Istilah kepemerintahan atau dalam bahasa Inggris governance, yaitu “the act, fact, manner of governing” berarti “tindakan, fakta, pola, dan kegiatan atau penyelenggaraan pemerintahan”.1 Dengan demikian, governance adalah suatu kegiatan (proses), sebagaimana dikemukakan oleh Kooiman bahwa governance lebih
merupakan
”...serangkaian
proses
interaksi
sosial
politik
antara
pemerintahan dengan masyarakat dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan intervensi pemerintah atas kepentingan-kepentingan tersebut”. Governance secara umum dapat diartikan sebagai kualitas hubungan antara pemerintah dan masyarakat yang dilayani dan dilindunginya. Governance dapat diartikan sebagai cara mengelola urusan-urusan publik.2
1 2
Jawade Hafidz Arsyad, op.cit, h.279 Jawade Hafidz Arsyad, op.cit, h280
1
2 Governance diterjemahkan menjadi tata pemerintahan yaitu penggunaan wewenang ekonomi, politik dan administrasi guna mengelola urusan-urusan negara pada semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan diantara mereka.3 Istilah governance tidak hanya berarti kepemerintahan sebagai suatu kegiatan, juga mengandung arti pengurusan, pengelolaan, pengarahan, pembinaan, juga diartikan pemerintah. Governance sebagai terjemahan dari pemerintahan, kemudian berkembang dan menjadi popular dengan sebutan kepemerintahan, sedangkan praktik terbaiknya disebut kepemerintahan yang baik (good governance). Menurut Kooiman, bahwa governance lebih merupakan serangkaian proses interaksi sosial politik antara pemerintah dengan masyarakat dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan intervensi pemerintah atas kepentingan tersebut. Penyelenggaraan pemerintah ditujukan kepada terciptanya fungsi pelayanan publik.4 Pemerintahan yang baik cenderung menciptakan terselenggaranya fungsi pelayanan publik dengan baik pula. Pemerintahan yang buruk mengakibatkan fungsi pelayanan publik tidak dapat terselenggara dengan baik. Dalam penyelenggaraannya pemerintah telah terjadi pergeseran paradigma dari paradigma rule governance menjadi good governance. Dalam paradigma rule 3
Lalolo Krina, 2003, Indikator Dan Tolok Ukur Akuntabilitas,Traansparansi dan Partisipasi, Sekretariat Good Public Governance, BAPPENAS, Jakarta, h.6 4 Jawade Hafidz Arsyad, op.cit, h.281
3 governance penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan publik senantiasa menyandarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme diatas telah disebutkan asas-asas umum pemerintahan yang baik sebagai norma-norma hukum tertulis tetapi menurut Philipus M. Hadjon, AUUPB harus dipandang sebagai norma-norma hukum tidak tertulis, yang senantiasa harus ditaati oleh pemerintah, meskipun arti yang tepat dari AAUPB bagi tiap keadaan tersendiri tidak selalu dapat dijabarkan dengan teliti. Dapat pula dikatakan bahwa AAUPB adalah asasasas hukum tidak tertulis, dari mana untuk keadaan tertentu dapat ditarik aturanaturan hukum yang dapat diterapkan.5 Bertolak dari uraian tersebut, bahwa pada dasarnya AAUPB merupakan suatu asas yang tidak tertulis yang dipakai sebagai pedoman atau etika bagi pejabat administrasi dalam menjalankan praktik pemerintahan. Dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan, AAUPB meliputi antara lain : (1) larangan penyalahgunaan wewenang, dan (2) larangan sewenang-wenang.
2.2. Tata Kepemerintahan Pemerintahan Daerah
Yang
Baik
dalam
Penyelenggaraan
Tata kepemerintahan yang baik merupakan isu sentral yang paling mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Sadu Wasistiono mengemukakan bahwa tuntutan akan good governance timbul karena adanya penyimpangan dalam penyelenggaraan Negara dari nilai demokratis sehingga
5
Jawade Hafidz Arsyad, op.cit, h.56
4 mendorong kesadaran warga negara untuk menciptakan sistem atau paradigma baru untuk mengawasi jalannya pemerintahan agar tidak melenceng dari tujuan semula.6 Tuntutan untuk mewujudkan administrasi Negara yang mampu mendukung kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan dapat diwujudkan dengan mempraktekkan good governance. Ganie-Rochman sebagaimana dikutip Joko Widodo menyebutkan bahwa “governance”
konsep
lebih
inklusif
daripada
“government”.7
Konsep
“government” menunjuk pada suatu organisasi pengelolaan berdasarkan kewenangan tertinggi (negara dan pemerintah). Konsep governance melibatkan tidak sekedar pemerintah dan negara tapi juga peran berbagai aktor di luar pemerintah dan negara, sehingga pihak-pihak yang terlibat juga sangat luas. Lebih lanjut dikemukakan bahwa governance adalah mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang melibatkan pengaruh sektor negara dan sektor non pemerintah dalam suatu kegiatan kolektif. UNDP dalam Lalolo Krina menjelaskan bahwa governance diterjemahkan menjadi tata pemerintahan yaitu penggunaan wewenang ekonomi, politik dan administrasi guna mengelola urusan-urusan negara pada semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan
6
Sadu Wasistiono, 2003, Kapita Selekta Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Fokus Media, Bandung, h. 23 7 Joko Widodo, 2001, Good Governance (Telaah dan Dimensi Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi Pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah), Insan Cendekia, Surabaya, h.18
5 mereka, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan diantara mereka.8 Pengertian governance yang dikemukakan UNDP ini didukung tiga pilar yakni politik, ekonomi dan administrasi. Pilar pertama yaitu tata pemerintahan di bidang politik dimaksudkan sebagai proses-proses pembuatan keputusan untuk formulasi kebijakan publik, baik dilakukan oleh birokrasi sendiri maupun oleh birokrasi-birokrasi bersama politisi. Pilar kedua, yaitu tata pemerintahan di bidang ekonomi meliputi proses-proses pembuatan keputusan untuk memfasilitasi aktivitas ekonomi di dalam negeri dan interaksi di antara penyelenggara ekonomi. Sedangkan pilar ketiga yaitu tata pemerintahan di bidang administrasi, adalah berisi implementasi proses, kebijakan yang telah diputuskan oleh institusi politik.9 Dalam workshop “Best Practise Reformasi Birokrasi”, di Surakarta, dalam konsep good governance pada hakikatnya didukung tiga kaki yakni:10 1) Tata pemerintahan dibidang politik dimaksudkan sebagai proses pembuatan keputusan untuk formulasi kebijakan publik. Penyusunannya baik yang dilakukan oleh birokrasi maupun birokrasi bersama politisi. Partisipasi masyarakat dalam proses ini tidak hanya pada tataran implementasi, melainkan mulai dari formulasi, implementasi, sampai evaluasi; 2) Tata pemerintahan dibidang ekonomi, meliputi proses pembuatan keputusan untuk memfasilitasi aktivitas ekonomi di dalam negeri dan 8
Lalolo Krina, op.cit, h.6 Lembaga Administrasi Negara dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, 2000, Akuntabilitas Dan Good Goverenance ” Lembaga Admnistrasi Negara dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, Jakarta, h.5 10 H. Muh. Jufri Dewa, op.cit, h.63-64 9
6 interaksi di antara para penyelenggaraan ekonomi. Sektor pemerintahan diharapkan tidak terlampau banyak campur dan terjun langsung pada sektor ekonomi karena bisa menimbulkan ditorsi mekanisme pasar; 3) Tata pemerintahan di bidang administrasi adalah berisi implementasi kebijakan yang telah diputuskan oleh instansi politik. Governance mengasumsikan banyak aktor yang terlibat dimana tidak ada yang sangat dominan yang menentukan gerak faktor lain. Pesan pertama dari terminologi governance membantah pemahaman formal tentang bekerjanya institusi-institusi negara. Governance mengakui dalam masyarakat terdapat banyak pusat pengambilan keputusan yang bekerja pada tingkat yang berbeda. Menurut UNDP, governance atau tata pemerintahan memiliki tiga domain yaitu : 1. Negara atau tata pemerintahan (state); 2. Sektor swasta atau dunia usaha dan (private sector); 3. Masyarakat (society). Ketiga domain saling berinteraksi dan menjalankan fungsinya masingmasing. State berfungsi menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif, private sector menciptakan pekerjaan dan pendapatan, sedangkan society berperan positif dalam interaksi sosial, ekonomi dan politik, termasuk mengajak kelompok masyarakat untuk berpartisipasi dalam aktifitas ekonomi, sosial dan politik.11 Meskipun mengakui ada banyak faktor yang terlibat dalam proses sosial, governance bukanlah sesuatu yang terjadi secara random atau tidak terduga. Ada 11
Sedarmayanti, 2012, Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Dalam Rangka Otonomi Daerah, Mandar Maju, Bandung, h.38
7 aturan-aturan main yang diikuti oleh berbagai aktor yang berbeda. Salah satu aturan main yang penting adalah adanya wewenang yang dijalankan oleh negara. Dalam konsep governance wewenang diasumsikan tidak diterapkan secara sepihak, melainkan melalui semacam konsensus dari pelaku-pelaku yang berbeda. Oleh sebab itu, karena melibatkan banyak pihak dan tidak bekerja berdasarkan dominasi pemerintah, maka pelaku-pelaku diluar pemerintah harus memiliki kompetensi untuk ikut membentuk, mengontrol, dan mematuhi wewenang yang dibentuk secara kolektif. Makna dari governance dan good governance pada dasarnya tidak diatur dalam sebuah Undang-Undang secara jelas. Tetapi dapat dimaknai bahwa governance adalah tata pemerintahan, penyelenggaraan negara, atau pengelolaan yang artinya kekuasaan tidak lagi semata-mata dimiliki atau menjadi urusan pemerintah. Tetapi istilah penyelenggaraan negara dijelaskan padal Pasal 58 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 58 menjelaskan mengenai asas penyelenggaraan pemerintahan daerah yang terdiri atas kepastian hukum, tertib penyelenggara negara, kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, akuntabilitas, efisiensi, efektivitas, dan keadilan. Dasar hukum good governance dalam penyelenggaran pemerintah diatur pada TAP MPR No. VII/MPR/2001 tentang Penyelenggaraan Negara yang Baik dan Bersih, yang mencakup: (1) terwujudnya penyelenggaraan negara yang profesional, transparan, akuntabel, memiliki kredibilitas dan bebas KKN; (2) terbentuknya penyelenggara negara yang peka dan tanggap terhadap kepentingan
8 dan aspirasi rakyat diseluruh wilayah negara, termasuk daerah terpencil dan perbatasan; (3) berkembangnya transparansi dalam budaya dan perilaku serta aktivitas politik dan pemerintahan. Disamping itu, juga dijumpai pula PP Nomor 101 Tahun 2000 tentang prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik, berisi antara lain: (1) kepemerintahan yang mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip profesionalisme, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima; (2) demokrasi, efektivitas, efisiensi, supremasi hukum dan diterima oleh seluruh masyarakat. Untuk menegakan Good Governance
pada institusi pemerintah tentunya
diperlukan action plan atau agenda pemerintahan dalam rangka mewujudkan kepemerintahan yang baik.
2.3. Pengertian Izin Usaha Industri Undang-Undang
Dasar
Negara
Republik
Indonesia
Tahun
1945
merupakan induk dari semua peraturan perundang-undangan, oleh sebab itu setiap langkah
pembangunan
harus
didasarkan
kepadanya
untuk
mewujudkan
kesejahteraan masyarakat. Peraturan harus mampu menghadapi perubahan dan kemajuan pembangunan dan pemerintah yang baik merupakan prasyarat untuk menegakkan supremasi hukum secara efektif. Kehadiran hukum sangat diperlukan untuk difungsikan secara taat asas dalam rangka menjamin stabilitas dan mengendalikan
masyarakat
agar
tercipta
kondisi
yang
obyektif
dan
memungkinkan berlangsungnya pembangunan yang berkesinambungan. Karakteristik perizinan yang meliputi rasio dan teknis izin, jenisnya, bersifat individual abstrak, dan pembagian wewenang antara pemerintah pusat,
9 propinsi, dan kabupaten/kota. Pada prinsipnya izin merupakan pembatasan dalam bertindak termasuk kegiatan usaha. Seorang tidak dapat atau dilarang melakukan sesuatu usaha tanpa mendapatkan izin terlebih dahulu dan pejabat yang berwenang, agar setiap kegiatan warganya tidak menyimpang dari ketentuan yang ada. Karakter izin merupakan ketentuan konstitutif yaitu menetapkan suatu hukum baru, sehingga instrumen campur tangan pemerintah untuk membatasi suatu tindakan atau untuk membatasi kegiatan seseorang dalam berusaha. Intervensi pemerintah dengan diterbitkan suatu izin usaha, lahirlah hak untuk berusaha atau bisa dikatakan hak berusaha lahir dari suatu izin, bila ditafsirkan bahwa tidak ada hak tanpa keputusan izin.12 Izin diperlukan tidak untuk melahirkan usaha, akan tetapi diperlukan dalam rangka untuk melindungi masyarakat dari gangguan yang akan muncul, sehingga fungsi izin disini untuk mencegah bahaya. Orang boleh berusaha, tetapi ada peraturan perundang-undangan yang dipakai untuk melakukan suatu kontrol terhadap masyarakat. Dalam hal pemberian izin juga tidak boleh bertentangan dengan prinsip Pasal 27 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 yang menetapkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan perlindungan yang layak bagi kemanusiaan. Keputusan tentang izin usaha industri, apabila dilihat dari kategori keputusan-keputusan pemerintah menurut Van Wijk, izin usaha industri termasuk dalam kategori individual abstrak, artinya izin usaha industri diberikan oleh 12
Titiek Sri Djatmiati, Prinsip Izin Usaha Industri Di Indonesia, Program Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya, h.151
10 pemerintah, masih harus terkait dengan izin-izin lainnya seperti izin prinsip, izin lingkungan, dan izin hinder ordonnantie.13 Keputusan didefinisikan sebagai suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Berdasarkan definisi ini tampak bahwa KTUN memiliki unsur sebagai berikut :14 1. Penetapan tertulis; 2. Dikeluarkan oleh pejabat atau badan tata usaha negara baik pemerintahan pusat maupun daerah yang bersifat eksekutif; 3. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 4. Bersifat konkret, individual, dan final; 5. Menimbulkan akibat hukum; 6. Seseorang atau badan hukum perdata. Keputusan tentang izin usaha industri yang dikeluarkan oleh pejabat tata usaha negara, apabila dilihat dari katagori keputusan-keputusan oleh pejabat pemerintah menurut Van Wijk15 yaitu keputusan pemerintah, merupakan tindakan hukum publik ekstrem, bersifat sepihak yang individual abstrak. Mengapa demikian, karena keputusan izin usaha industri itu baru bisa dikeluarkan setelah memenuhi izin-izin yang lainnya, seperti izin hinder ordonantie, izin lokasi,
13
Ridwan HR, op.cit, h.141 Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara 15 Indroharto, 1992, Perbuatan Pemerintah Menurut Hukum Publik Dan Hukum Perdata, Mahkamah Agung, Jakarta, h.30-31 14
11 Amdal, dan lainnya. Dalam hal izin usaha industri, dikenal izin usaha industri dibidang jasa dan izin usaha industri dibidang non jasa. Undang-Undang Perindustrian ini sebagai upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri diberi arah kemana dan bagaimana pembangunan industri harus dilakukan. Fungsi izin usaha industri sebagai alat bagi pemerintah dalam melakukan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan dunia usaha. Ketentuan itu oleh pemerintah dijadikan dasar pengaturan sesuai dengan rencana pengembangan industri serta pembinaannya, bagi pengusaha sebagai landasan hukum bagi usaha dan sebagai jaminan kepastian berusaha. Adapun pengaturannya, sebagai berikut : 1. Persetujuan prinsip yang diberikan kepada perusahaan industri untuk melakukan persiapan dan usaha pembangunan, termasuk kegiatan; 2. Izin tetap, diberikan secara definitif kepada perusahaan industri yang telah siap berproduksi secara komersial; 3. Izin perluasan, diberikan kepada perusahaan industri yang melakukan penambahan kapasitas produksi dan/atau penambahan jenis industri atau komoditi yang telah diizinkan, izin perluasan tidak lepas dari izin tetap; 4. Surat tanda pendaftaran industri kecil, diberikan kepada perusahaan atau perorangan yang akan melakukan kegiatan industri dan jenis industri tertentu dalam kelompok industri kecil. Izin menurut N.M Spelt dan J.B.J.M. Ten Berge, adalah salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi, digunakan
12 sebagai sarana yuridis untuk mengendalikan tingkah laku para warganya.16 Izin merupakan suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan yang berlaku, untuk dalam keadaan tertentu menyimpangan dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang-undangan.17 Fungsi izin sebagai pengendalian kehidupan masyarakat
harus
dipertimbangkan
secara
secermat
mungkin,
sehingga
kepentingan dunia usaha juga terlindungi, sehingga izin berkaitan dengan kontrol tertentu yang memang memerlukan persetujuan, dimana syarat-syarat yang digunakan harus didukung oleh perangkat dan peraturan yang memudahkan pemerintah dan dunia usaha. Perizinan usaha industri merupakan salah satu bentuk pelaksanaan pengaturan dan pengendalian yang dilakukan pemerintah terhadap kegiatankegiatan yang dilakukan oleh masyarakat. Perizinan dapat berbentuk pendaftaran, rekomendasi, sertifikasi, penentuan quota, dan izin untuk melakukan sesuatu yang biasanya diperoleh suatu organisasi perusahaan atau perorangan sebelum melakukan kegiatan usaha. Dalam kenyataanya banyak sekali ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur tentang perizinan industri, sesuai dengan sifat izin usaha industri adalah yang berbentuk individual abstrak, artinya izin usaha industri tersebut masih membutuhkan perizinan-perizinan lain untuk bisa dikeluarkan keputusan izinnya. Kelemahan pada struktur, karena dikelola oleh instansi dari berbagai departemen dan sekaligus juga melahirkan aturan-aturan dari masing-masing instansi yang dalam pelaksanaannya tidak selalu sejalan. Prosedur perizinan juga sering terjadi 16 17
Ridwan HR, op.cit, h.199 Titiek Sri Djatmiati, op.cit, h.5
13 berbelit-belit dengan adanya beberapa instansi yang menangani perizinan yang berkaitan dengan izin usaha industri dan sulitnya mensinkronisasikan kewenangan atas dasar kepentingan yang berbeda.
2.4 Pengertian Pencemaran Lingkungan Hidup Pengertian Pencemaran lingkungan hidup pada Pasal 1 angka 14 UUPPLH adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Pengertian pencemaran lingkungan hidup menurut UUPPLH yaitu bilamana terjadi penurunan kualitas atau turun dari standar yang semestinya, sedangkan dalam UUPPLH, dikatakan pencemaran lingkungan bilamana “melampaui baku mutu lingkungan hidup” atau dapat dikatakan pencemaran lingkungan terjadi bila ada overlimit dari baku mutu yang sudah ditetapkan. Menurut ketentuan Pasal 67 UUPPLH ditentukan bahwa setiap orang berkewajiban
memelihara
kelestarian
fungsi
lingkungan
hidup
serta
mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Pada Pasal 68 disebutkan bahwa setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban : a. Memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu; b. Menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup;
14 c. Menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan/atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Sebagai salah satu pelaksanaan ketentuan UUPPLH tersebut adalah Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 (LN RI Tahun 2012 No. 48, TLN RI No 5285) tentang izin lingkungan, menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 menyebutkan “Izin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin usaha dan/atau Kegiatan. Hukum lingkungan merupakan suatu kompleks totalitas kumpulan aturan dengan sifat begitu beragam yang dapat dilaksanakan dengan berbagai macam cara, karena hukum lingkungan sebagai hukum fungsional. Bagian terbesar dari hukum lingkungan terdiri dari ketentuan-ketentuan hukum administrasi negara. Ketentuan tersebut pada suatu pihak merupakan norma-norma materiil yang mengikat warga negara. Dilain pihak, ketentuan tersebut juga mengatur batas kewenangan dari organisasi penguasa dalam hal pelaksanaan norma-norma materiil. Apabila suatu ketentuan hukum lingkungan berkenaan dengan cara pemberian perizinan, maka ketentuan hukum ini memuat suatu norma materiil, suatu tindakan merupakan tindakan yang dilarang sepanjang izin belum diperoleh, disamping itu juga memberikan kewenangan pada petugas untuk memberikan izin. Ketentuan hukum administrasi dalam hukum lingkungan berkaitan langsung dengan sifat dan ruang lingkup problematik lingkungan. Problematik
15 lingkungan yang sedemikian rupa, sehingga tidak mungkin dapat diselesaikan secara efektif melalui hak-hak dan kewenangan yang didasarkan pada hukum privat. Dominasi hukum administrasi dalam hukum lingkungan diredam oleh kesadaran akan keterbatasan, kemungkinan diwujudkannya pengarahan yang efektif oleh penguasa. Perkembangan kearah deregulasi, privatisasi dan pembatasan tugas-tugas penguasa juga turut mempengaruhi hukum lingkungan. Oleh karena itu, banyak institusi pemerintah yang memiliki kewenangan penuh dan bersifat individual dalam menerbitkan izin pengendalian pencemaran lingkungan.
Izin
sebagai
instrumen
pengendalian
pencemaran,
belum
mencerminkan keterpaduan dan bahkan masih merupakan pengaturan yang bersifat sektoral, juga koordinasinya kurang jalan antara instansi satu dengan yang lainnya. Prosedur perizinan yang terkait dengan pengelolaan lingkungan, belum ada keterpaduan, baik prosedur penyelesaian administrasi perizinan maupun prosedur keterlibatan masyarakat dalam proses analisis dampak lingkungan. Kewenangan memberi dan menolak menerbitkan izin masih ditangani oleh instansi sektoral yang berbeda, tetapi memiliki fungsi yang sama sebagai instrumen perlindungan lingkungan.