BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DAN ORGANISASI
2.1 Kebijakan Menurut Hoogerwerf pada hakekatnya pengertian kebijakan adalah semacam jawaban terhadap suatu masalah, merupakan upaya untuk memecahkan, mengurangi, mencegah suatu masalah dengan cara tertentu, yaitu dengan tindakan yang terarah12. Istilah kebijakan dalam bahasa Inggris policy yang dibedakan dari kata wisdom yang berarti kebijaksanaan atau kearifan. Kebijakan merupakan pernyataan umum perilaku daripada organisasi. Kebijakan membatasi ruang lingkup yang dalam dengan menetapkan pedoman untuk pemikiran pengambilan keputusan dan menjamin bahwa keputusan yang diperlukan akan memberikan sumbangan pemikiran terhadap penyelesaian tujuan yang menyeluruh. menurut Hasibuan kebijakan merupakan pernyataan-pernyataan atau pengertian-pengertian umum yang memberikan bimbingan berfikir dalam menentukan keputusan yang fungsinya adalah menandai lingkungan sekitar yang dibuat sehingga memberikan jaminan bahwa keputusan-keputusan itu akan sesuai dengan tercapainya tujuan13
12
13
A. Hoogerwerf, 1983,ilmu pemerintahan, jakarta. Erlangga. hal 66
Hasibuan, Melayu. 2008. Manajemen (Dasar, Pengertian, dan Masalah). Bandung.
Bumi Aksara. hal 99
17
Berdasarkan uraian di atas, bahwa kebijaksanaan merupakan suatu pedoman yang menyeluruh guna mencegah terjadinya penyimpangan dari ketentuan-ketentuan yang ditetapkan. Kebijaksanaan juga merupakan suatu rencana yang mengarah pada daya pikir dari pengambilan keputusankearah tujuan yang diinginkan. Kebijakan mungkin terjadi dan berasal dari seperangkat keputusan yang tampaknya tetap untuk hal-hal yang sama.
2.2. Peraturan Kebijakan Beleidsregel atau peraturan kebijakan ini sebenarnya adalah jenis Tindak Administrasi Negara dalam bidang hukum publik yang bersegi satu (eenzijdige publiek rechtelijke handelingen). Ia merupakan hukum bayangan (spiegelrecht) yang membayangi undang-undang atau hukum yang terkait pelaksanaan kebijakan (policy). Beleidsregel berasal dari kewenangan diskresi yang pada umumnya digunakan untuk menetapkan kebijakan pelaksanaan ketentuan undang-undang. Bagir Manan menambahkan bahwa beleidsregel ini adalah jenis peraturan yang tidak termasuk dalam peraturan perundang-undangan, akibatnya karena bukan jenis peraturan perundang-undangan maka tidak dapat diberlakukan pada peraturan kebijakan. Suatu peraturan kebijakan tidak dapat diuji secara hukum (wetmatigheid), karena memang tidak akan ada dasar peraturan perundangundangan untuk keputusan membuat peraturan kebijakan. Peraturan kebijakan dibuat berdasarkan freies ermessen dan ketiadaan wewenang administrasi Negara yang bersangkutan untuk membuat peraturan perundang-undangan (baik karena secara umum tidak berwenang maupun untuk obyek yang bersangkutan tidak berwenang mengatur). Selanjutnya dikatakannya bahwa pengujian terhadap peraturan kebijakan lebih diarahkan pada doelmatigheid dan karena itu batu ujiannya adalah asas-asas umum penyelenggaraan pemerintah yang layak. 14 Safri Nugraha dkk mengatakan bahwa walau didasarkan pada azas freies ermessen, beleidsregel ini harus memenuhi syarat-syarat tertentu untuk kemudian dapat berlaku. Syarat-syarat tersebut antara lain: 14
Bagir Manan, 2008. Peraturan Kebijakan, Varia Peradilan. hal 15
18
1. Tidak dapat bertentangan dengan peraturan dasar yang mengandung wewenang diskresioner yang dijabarkannya; 2. Tidak dapat bertentang dengan nalar sehat; 3. Harus dipersiapkan dengan cermat, kalau perlu meminta advis teknis dari instansi yang berwenang, rembukan dengan para pihak yang terkait dan mempertimbangkan alternatif yang ada; 4. Isi kebijakan harus jelas memuat hak dan kewajiban warga masyarakat yang terkena dan ada kepastian tindakan yang akan dilakukan oleh instansi yang bersangkutan (kepastian hukum formal); 5. Pertimbangan tidak harus rinci, asalkan jelas tujuan dan dasar pertimbangannya; dan 6. Harus memenuhi syarat kepastian hukum materiil, artinya hak yang telah diperoleh dari warga yang terkena harus dihormati, kemudian harapan yang telah ditimbulkan jangan sampai diingkari15 Sehingga jelas kemudian jika kita melihat beleidsregel ini adalah jenis peraturan yang tidak termasuk peraturan perundang-undangan, didasarkan atas asaz freies ermessen, dan berlaku secara umum. Beleidsregel ini tidak mengikat hukum secara langsung namun mempunyai relevansi hukum. Hal ini dapatlah dipahami karena karakteristik dari beleidsregel yang memang berbeda dengan norma hukum publik yang lain Beleidsregel ini dapat kita katakan bukan hukum tetapi ketentuan. Ketentuan bukanlah hukum, ia tidak mempunyai dampak seperti norma hukum yang lain. Tentunya ini adalah hal yang adil mengingat kedudukan beleidsregel yang tidak termasuk dalam jenis peraturan perundang-undangan. Karena sifatnya yang tidak legal formal tersebut, dampak daya ikat beleidsregel juga tidaklah sekuat norma hukum pada biasanya. Ia dibentuk memang untuk tujuan ‘menyimpangi hukum positif’ yang berlaku. Tentunya seorang pejabat administrasi negara kadangkala mengalami suatu kondisi dimana 15
Safri Nugraha dkk. 2005 Hukum Administrasi Negara. Depok: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, hal .93
19
ia harus mengambil suatu keputusan dengan cepat dan tepat karena menyangkut masyrakat banyak. Namun disisi lain ia juga terikat oleh peraturan-peraturan administrasi negara yang mengikat jabatannya sebagai seorang pejabat administrasi negara. Dalam kondisi yang serba cepat seperti ini maka pejabat administrasi negara dituntut untuk memiliki kecerdasan dan sikap tindak yang tepat lagi bertanggung jawab untuk mengakomodir kepentingan masyarakat tersebut dengan cara mengeluarkan beleidsregel. Seperti itulah kondisi yang melatar belakangi suatu beleidsregel biasanya lahir. Karena tidak termasuk dalam peraturan perundang-undangan maka otomatis suatu beleidsregel tidaklah dapat diuji secara hukum (wermatigheid). Namun walaupun begitu beleidsregel bukan berarti ‘bebas murni’,
2.3. Implementasi Kebijakan. Implementasi kebijakan sesungguhnya bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik kedalam prosedurprosedur rutin lewat saluran-saluran birokrasi, malainkan lebih dari itu, ia menyangkut masalah konflik, keputusan dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijakan. Oleh sebab itu, tidak terlalu salah jika dikatakan implementasi kebijakan merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijakan. Wahab menjelaskan bahwa “the execution of policies is as important if not more important than policy-making. Policies will remain dreams or blue prints file jackets unless they are implemented” (Pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting, bahkan mungkin jauh lebih penting dari pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan”. 16 20
Luankali memberikan ciri-ciri penting tentang masalah kebijakan yakni sebagai berikut: 1. Saling ketergantungan, artinya suatu masalah kebijakan mempunyai keterikatan dengan masalah kebijakan dibidang lainnya. Jadi masalah kebijakan bersifat causality. 2. Subyektifitas, artinya masalah kebijakan timbul dalam suatu lingkungan tertentu yang berupa situasi masalah. 3. Sifat buatan dari masalah, artinya masalah kebijakan merupakan produk dari penilaian subjektif manusia, dari definisi yang sah dari kondisi sosial yang obyektif, dan karenanya harus diubah secara sosial melalui suatu policy (kebijakan) 4. Dinamika, artinya masalah kebijakan senantiasa berubah, sejalan dengan perubahan situasi dan kondisi. Masalah kebijakan tidak bersifat konstan. 17
Pelaksanaan siklus kebijakan terdiri dari tiga kegiatan utama atau pokok, yaitu : 1. perumusan kebijakan. 2. implementasi kebijakan. 3. pengawasan dan penilaian (hasil) pelaksanaan kebijakan. Menurut Widodo, makna implementasi dengan mengatakan bahwa : To understand what actually happens after a program is enacted or formulated is the subject of policy implementation. Those events and activities that occur after the issuing of authoritative public policy directives, which included both the effort to administer and the substantive impacts on people and events”. Hakikat utama implementasi kebijakan adalah memahami apa yang seharusnya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan. 18 Menurut Wahab menjelaskan bahwa mempelajari masalah implementasi kebijakan berarti berusaha untuk memahami, apa yang senyatanya terjadi sesudah 16
Wahab, Solichin Abdul, 2008, Analisis Kebijaksanaan Dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara, Jakarta, PT Bumi Aksara, hal, 59 17
Luankali, Bernadus, 2007, Analisis Kebijakan Publik Dalam Proses Pengambilan Keputusan, Jakarta, Amelia, hal, 8 18
.Widodo, Joko, 2008, Analisis Kebijakan Publik. Malang. Bayumedia Publishing.
hal, 87
21
suatu program diberlakukan atau dirumuskan, yakni peristiwa-peristiwa dan kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan/legislagi kebijaka publik, baik itu menyangkut usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun usaha-usaha untuk memberi dampak tertentu pada masyarakat ataupun peristiwaperistiwa. 19 Secara garis besar bahwa fungsi implementasi itu ialah untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran kebijakan publik diwujudkan sebagai “outcome” (hasil akhir) kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah. Pembedaan
antara
kebijakan
dan
Program
dimaksudkan
untuk
menunjukkan bahwa proses implementasi kebijakan itu adalah merupakan fungsi dari implementasi program dan tergantung pada hasil akhirnya. Dengan demikian maka, studi atau telaah mengenai proses implementasi kebijakan hampir selalu mencakup penelitian dan analisis mengenai program aksi yang kongkret yang telah dirancang sebagai cara yang efektif untuk mencapai tujuan-tujuan kebijakan yang masih bersifat umum tersebut di atas. Studi implementasi merupakan suatu kajian mengenai studi kebijakan yang mengarah pada proses pelaksanaan dari suatu kebijakan. Dalam praktiknya, implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang begitu kompleks bahkan tidak jarang bermuatan politis dengan adanya intervensi berbagai kepentingan. Untuk melukiskan kerumitan dalam proses implementasi tersebut dapat dilihat pada pernyataan yang dikemukakan oleh seorang ahli studi kebijakan, Agustino yaitu:“Adalah cukup untuk membuat sebuah program dan kebijakan umum yang kelihatannya bagus diatas kertas. Lebih sulit lagi merumuskannya dalam kata-kata dan slogan-slogan yang kedengarannya mengenakan bagi telinga para pemimpin dan para pemilih yang mendengarkannya. Dan lebih sulit lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk cara yang memuaskan semua orang termasuk yang mereka anggap klien20” 19
. Wahab, Solichin Abdul op.cit, hal, 184
20
Agustino, Leo. 2006. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung. Alfabeta. hal, 138
22
Menurut Agustino, mendefenisikan implementasi kebijakan sebagai: “Pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk undangundang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang akan diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya. 21 Menurut Wahab, merumuskan proses implementasi ini sebagai: “Those actions by publik or private individuals (or groups) that are directed at the achievement of objectives set forth in prior policy decisins” (tindakan–tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan).22 Implementasi kebijakan menurut Wahab “dipandang sebagai suatu proses tindakan administrasi dan politik”. yang secara tegas menyebutkan bahwa implementasi itu mencakup “a process of moving toward a policy objective by means of administrative and political steps”.23 Wahab menyatakan bahwa semakin tersebar posisi implementasi, baik secara geografis maupun secara organisatoris-administratif, maka semakin sulit pula tugas-tugas implementasi suatu program. 24 Sedangkan menurut Luankali, implementasi kebijaksanaan yaitu: 1. To Provide the means for carrying out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu).
21
Ibid, hal, 139
22
Wahab, Solichin Abdul, op.cit, hal, 65
23
Wahab, Solichin Abdul, op.cit, hal, 187
24
Wahab, Solichin Abdul, op.cit, hal, 192
23
2. To give practical effect to (meninbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu). 3. Suatu proses melaksanakan keputusan kebijakan.25 Lebih jauh lagi Luankali menambahkan setiap kebijakan mengandung resiko kegagalan yang terbagi dalam dua kategori yaitu: 1. Non implemetation (tidak terimplementasikan), suatu kebijaksanaan tidak dilaksanakan sesuai dengan rencana misalnya : tidak ada kerja sama, tidak efesien, tidak menguasai permasalah, di luar jangkauan dll 2. Unsuccessul implementation (implementasi yang tidak berhasil), suatu kebijaksanaan dilaksanakan sesudah sesuai rencana namun ada kendala kondisi eksternal yang tidak menguntungkan seperti : pergantian kepemimpinan, perubahan iklim dan lain-lain. 26
Wahab menjelaskan bahwa biasanya kebijakan yang memiliki resiko untuk gagal itu disebabkan oleh faktor-faktor berikut : 1. Bad Execution (pelaksanaannya jelek) 2. Bad Policy (kebijaksanaanya memang jelek) 3. Bad Luck (kebijaksanaanya bernasib jelek) 27 Menurut Wahab, menjelaskan “suatu keadaan dimana dalam proses kebijaksanaan selalu akan terbuka kemungkinan terjadinya perbedaan antara apa yang diharapkan (direncanakan) oleh pembuat kebijaksanaan dengan apa yang senyatanya dicapai (sebagai hasil atau prestasi dari pelaksanaan kebijaksanaan) hal ini disebut dengan istilah Implementation Gap”.28
25
Luankali, Bemadus, op.cit, hal, 221
26
Luankali, Bernadus, op.cit, hal, 219
27
Wahab, Solichin Abdul, op.cit, hal, 62.
28
Wahab, Solichin Abdul, op.cit, hal, 61.
24
Menurut Tachjan mengidentifikasikan tiga level kebijakan yakni; “policy level, organizational level, dan operational level”. Pada masing-masing level ini kebijakan publik diwujudkan dalam bentuk “institutional arrangement” (peraturan perundang-undangan) yang sesuai dengan tingkat hierarkinya. Dalam suatu negara demokrasi “policy level” diperankan oleh cabang legislatif dan yudikatif, sedangkan “organizational level” diperankan oleh eksekutif. Selanjutnya mengenai “operational level” akan didapati pada satuan pelaksana (operating unit) dalam masyarakat, perusahan-perusahan dan rumah tangga yang dari tindakan kesehariannya menghasilkan dampak yang dapat diamati.29 Level-level kebijakan tersebut diatas akan mempengaruhi terhadap efektivitas implementasi kebijakan, yang pada gilirannya akan mempengaruhi pola-pola interaksi (pattern of interactions) kelompok masyarakat yang menjadi sasaran kebijakan. Pola interaksi ini selanjutnya mempengaruhi “outcome”, yakni hasil yang diinginkan oleh kebijakan tersebut.30 Tachjan, menyatakan bahwa : “A policy system, or the overall institutional pattern within which policy made, involves interrelationships among three elements : public policy, policy stakeholders, and policy environment”. Maksudnya “sistem kebijakan atau pola institusional melalui mana kebijakan dibuat, mengandung tiga elemen yang memiliki hubungan timbal balik : kebijakan publik, pelaku kebijakan, dan lingkungan kebijakan”.31 Implementasi kebijakan sesungguhnya tidak hanya menyangkut perilaku badan-badan administrasi yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, melainkan pula menyangkut jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi dan sosial yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku dari semua pihak yang terlibat, dan yang pada akhirnya berpengaruh terhadap dampak, baik yang
29
Tachjan, 2006, Implementasi Kebijakan Publi, Bandung, AIPI Bandung-Pusat KP@W Lemlit Unpad, .hal 17 30
Ibid
31
Ibid, hal, 18
25
diharapkan (intended) maupun yang tidak diharapkan (spil over or negative effects). Fungsi dan tujuan implementasi yang dikemukakan oleh Tachjan, ialah untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran kebijakan publik (politik) dapat diwujudkan sebagai “outcome” (hasil akhir) dari kegiatan yang akan dilakukan oleh pemerintah. Implementasi dapat disebut sebagai “policy delivery system”. Maksudnya, sebagai suatu sistem penyampaian/penerusan kebijakan. Sebagai suatu sistem, implementasi terdiri dari suatu unsur-unsur dan kegiatan-kegiatan yang terarah menuju tercapaianya tujuantujuan dan sasaran-sasaran yang dikehendaki. 32
2.4. Unsur-Unsur Implementasi Kebijakan. Unsur-unsur implementasi kebijakan yang mutlak harus ada seperti yang disampaikan oleh Tachjan yaitu: “ (1) unsur pelaksana (implementor), (2) adanya program yang akan dilaksanakan, (3) target groups”. 33 Komponen-komponen model sistem implementasi kebijakan publik yang dikemukakan oleh Tachjan, terdiri atas : (1) program (kebijakan) yang dilaksanakan; (2) target groups, yaitu kelompok masyarakat yang menjadi sasaran, dan diharapkan akan menerima manfaat dari program tersebut, perubahan atau peningkatan; (3) unsur pelaksana (implementor), baik organisasi atau perorangan, yang bertanggung jawab dalam pengelolaan, pelaksanaan dan pengawasan dari proses implementasi tersebut; dan (4) faktor lingkungan (fisik, sosial, budaya, dan politik).34
32
Ibid, hal, 26
33
Ibid.
34
Ibid, hal ,36
26
Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka penulis dapat menyimpulkan makna implementasi kebijakan yaitu penerapan atau pelaksanaan dari keputusan yang telah diambil oleh pemerintah baik itu tindakan administrasi atau tindakan politik dalam mencapai tujuan tertentu. Kegiatan ini terletak diantara perumusan kebijakan dan evaluasi kebijakan. Implementasi kebijakan mengandung logika yang top-down, maksudnya menurunkan/menafsirkan alternatif-alternatif yang masih abstrak atau makro menjadi alternatif yang bersifat konkrit atau mikro. Formulasi kebijakan mengandung logika bottom-up, dalam arti proses ini diawali dengan pemetaan kebutuhan publik atau pengakomodasian tuntutan lingkungan lalu diikuti dengan pencarian dan pemilihan alternatif cara pemecahannya, kemudian diusulkan untuk ditetapkan. Tachjan menyatakan proses administrasi yang dilakukan oleh unit-unit administrasi pada setiap level pemerintahan disejalankan dengan tipe-tipe kebijakan yang telah ditetapkan. Tipe-tipe kebijakan tersebut dapat bersifat: “distributive, regulatory, self-regulatory, re-distributive”.35 Kegiatan implementasi kebijakan akan menghasilkan suatu perubahan baik berupa perubahan fisik maupun nonfisik yang akan mempengaruhi hidup dan kehidupan masyarakat. Perubahan yang dihadapi masyarakat tidak semuanya berdampak positif sesuai dengan keinginan masyarakat, tetapi dapat juga berdampak negatif yakni merugikan masyarakat. Perubahan yang terjadi pada masyarakat sebagai akibat implementasi kebijakan dapat dilakukan melalui
35
ibid, hal. 25.
27
berbagai evaluasi kinerja kebijakan tersebut. Kegiatan tersebut dimaksudkan untuk melihat seberapa jauh kinerja suatu kebijakan publik. Kinerja sebuah kebijakan tidak hanya dilihat dari tingkat ketercapaian tujuan belaka, tetapi perlu juga dilihat segi permasalahan apakah proses pelaksanaan kebijakan tersebut dapat dipertanggungjawabkan kepada publik dilihat dari prinsip demokrasi, desentralisasi, trasparansi, dan partisaipasi masyarakat. Tahap-tahap dalam proses implementasi yaitu meliputi: 1. Output kebijaksanaan badan-badan pelaksana; 2. Kesediaan kelompok sasaran mematuhi output kebijaksanaan; 3. Dampak nyata output kebijaksanaan; 4. Dampak output kebijaksanaan sebagai persepsi; 5. Kebaikan mendasar dalam undang-undang. Menurut Luankali bahwa teknik-teknik implementasi kebijakan ditinjau dari segi pendekatan struktural yaitu ada tiga: 1. Desain atau struktur organisasi yang cocok; 2. Perencanaan tentang perubahan; 3. Kesiapan melakukan perubahan.36
2.5. Pengertian Organisasi. Organisasi adalah wadah untuk berkumpulnya orang-orang yang harus melakukan kerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Hal itu sejalan dengan
36
Luankali, op.cit, hal. 3
28
pendapat Djatmiko dalam bukunya mengemukakan bahwa : “organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk pencapaian suatu tujuan bersama” 37 Menurut Djatmiko, juga mempunyai rumusan tertentu tentang organisasi sesuai dengan perspektifnya. Ia merumuskan organisasi sebagai berikut: “An organization is a system of consciously coordinated personal activities or forces of two or more persons”. (Suatu organisasi adalah suatu sistem dari aktivitas-aktivitas yang terkoordinasikan secara sadar atau kekuatan-kekuatan yang terdiri dari dua orang atau lebih).38
Menurut Djatmiko. menyatakan bahwa: “organisasi adalah sistem hubungan antara sumber daya (among resources) yang memungkinkan pencapaian sasaran”. 39 Djatmiko, menyatakan bahwa: “Organisasi adalah sekumpulan orang-orang yang disusun dalam kelompok, yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama”. (organization is a collection of people, arranged into groups working together to achieve some common objectives). (Organization are system of relating resources that will make possible the accomplishment of specified edds or goals).40 Menurut Sedarmayanti,“Organisasi sebagai suatu kesatuan sosial dari kelompok manusia, yang saling berinteraksi menurut suatu pola tertentu sehingga setiap anggota organisasi memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing, yang sebagai
37
Djatmiko, Yayat Hayati. 2005. Perilaku Organisasi. Bandung. Alfabeta. hal 1
38
Ibid.
39
Ibid
40
Ibid
29
suatu kesatuan mempunyai tujuan tertentu dan mempunyai batas-batas yang jelas, sehinga bisa dipisahkan secara tegas dari lingkungannya”. 41 Sedarmayanti juga menyimpulkan pengertian organisasi bahwa : “Organisasi merupakan suatu alat untuk pencapaian tujuan dari berbagai pihak yang berada diluar organisasi tersebut, dan sebagai alat untuk pencapaian tujuan. Untuk itu organisasi harus dibuat secara rasioanal, dalam arti harus dibentuk dan beroperasi berdasarkan ketentuan formal dan perhitungan efesiensi”.
42
Sedarmayanti, menyatakan bahwa organisasi perlu ditata atau distruktur kembali agar menjadi organisasi yang “open system” yang nantinya organisasi diharapkan akan lebih: 1. Responsif dan adaptif terhadap berbagai perubahan lingkungan internal maupun eksternal. 2. Mampu menunjang kelancaran operasional, dalam mencapai tujuan organisasi. 3. Mampu memiliki fleksibelitas tinggi, dapat menunjang keputusan manajemen. 4. Mampu melaksanakan pengendalian. 5. Mampu meningkatkan akuntabilitas dari organisasi, baik individu, kelompok, maupun seluruh organisasi. 43 Menurut Hasibuan, “organisasi adalah suatu sistem perserikatan formal, berstruktur, dan terkoordinasi dari sekelompok orang yang bekerja sama dalam mencapai tujuan tertentu, organisasi hanya sebagai alat dan wadah saja”. 44 Hasibuan menjelaskan bahwa “organisasi adalah sistem yang kompleks yang 41
Sedarmayanti. 2000. Restrukturisasi dan Pemberdayaan Organisasi. Bandung: CV Mandar Maju. hal, 20 42
ibid
43
Ibid, hal. 4.
44
Hasibuan, Melayu. Op.cit. hal 118
30
terdiri dari unsur psikologis, sosiologis dan teknologis, dan ekonomis yang dalam dirinya sendiri membutuhkan penyelidikan yang intensif”. 45 Menurut Inu Kencana dalam Birokrasi Pemerintahan Indonesia menyimpulkan organisasi antara lain adalah sebagai berikut : 1. Wadah atau tempat terselenggaranya administrasi 2. Di dalamnya terjadi hubungan antar individu maupun kelompok, baik dalam organisasi itu sendiri maupun keluar organisasi 3. Terjadi kerja sama dan pembagian tugas dalam organisasi tersebut 4. Berlangsung proses aktifitas berdasarkan kinerja masing-masing.46 Lebih lanjut Inu Kencana menjelaskan bahwa ada dua jenis organisasi secara global di semua negara yaitu organisasi pemerintahan dan organisasi non pemerintah (baik swasta yang bernuansa dagang maupun yang non dagang). Khusus untuk organisasi pemerintahan merupakan syarat utama suatu negara disamping wilayah, penduduk dan pengakuan. Organisasi pemerintahan dapat berubah tetapi perubahan negara berarti pembubaran negara itu sendiri. 47 Menurut Sutarto membedakan adanya 4 macam organisasi berdasarkan atas kebutuhan sosial yaitu sebagai berikut : 1. Organisasi Ekonomi (economic organization) Organisasi ini melakukan aktivitas memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa. 2. Organisasi politik (political organization) Organisasi politik melakukan aktivitas utama untuk mencapai pembagian kekuasaan dalam masyarakat. 3. Organisasi integratif (integrative organization) Organisasi integratif melakukan aktifitas guna memberikan pelayanan sosial kepada masyarakat. 4. Organisasi pemeliharaan (pattern-maintenance organization) Organisasi yang melakukan aktivitas memelihara kebudayaan, pendidikan, kesenian. 48 45
ibid, hal 121.
46
Inu Kencana. 2004. Birokrasi Pemerintahan Indonesia. Bandung. Bandar Maju. hal 96
47
Ibid
48
Sutarto. 2006. Dasar-dasar organisasi. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press, hal
, 15
31
Dari pendapat di atas nampaknya organisasi dapat dirumuskan sebagai kolektivitas orang-orang yang bekerja sama secara sadar dan sengaja untuk mencapai tujuan tertentu dalam suatu ikatan formal dimana ada yang memerintah (atasan) dan ada yang diperintah (bawahan) yang masing-masing mempunyai tugas dan wewenang tertentu. Salah satu aspek yang menarik dalam mempelajari organisasi adalah melihat bagaimana organisasi sebagai suatu sistem menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan penting baik didalam maupun diluar organisasi. Kemampuan untuk membangun organisasi yang memiliki daya menyesuaikan diri merupakan salah satu kecakapan utama yang diperlukan oleh pimpinan utama organisasi agar organisasi yang dipimpinnya dapat berhasil dan bertahan hidup. Oleh karena itu perubahan di dalam tubuh organisasi memang mutlak diperlukan.
32