26
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI 2.1. Pengertian dan Unsur – unsur Asuransi 2.1.1. Pengertian Asuransi. Asuransi atau dalam bahasa Belanda “Verzekering” yang berarti pertanggungan. Dalam pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek Van Koophandle, bahwa asuransi atau pertanggungan adalah: Suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri dengan seseorang tertanggung dengan menerima uang premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa tak tentu (onzeker voorval). Perjanjian ini merupakan perjanjian timbal balik, dimana tertanggung dan penanggung sama – sama memiliki hak dan kewajibannya masing – masing. Tertanggung wajib membayar premi kepada penanggung yang merupakan haknya, sedangkan tertanngung akan mendapatkan haknya yaitu pergantian kerugian berupa santunan. Menurut pasal 1774 KUHPerdata, perjanjian asuransi merupakan perjanjian yang memiliki unsur kemungkinan (kansovereenkomst), karena kewajiban penanggung untuk menggantikan kerugian yang diderita oleh tertanggung tergantung kepada suatu peristiwa yang tidak tentu (onzeker voorval). Jika peristiwa tidak tentu itu timbul, maka tertanggung menderita rugi, yang akibatnya ialah penanggung harus mengganti kerugian tertanggung. Jika
27
peristiwa tidak tentu itu tidak terjadi, maka penanngung tidak perlu mengganti apa – apa. Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang – undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
2.1.2. Syarat – Syarat Sahnya Suatu Perjanjian Pasal 1320 KUHPerdata menyatakan bahwa terdapat empat syarat sahnya suatu perjanjian yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu dan sebab – sebab yang halal. Ketentuan tersebut dapat dibandingkan dengan elemen – elemen perjanjian asuransi pada umunya yaitu ; offer and acceptance, consideration, legal object, competent parties dan legal form sebagaimana yang tercantum dibawah ini ;22 1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri dimulai dengan terjadinya proses offer ( penawaran) dan acceptance (penerimaan) antara penanggung dan tertanggung dalam elemen perjanjian yang menjadi dasar bagi para pihak yang bersepakat intuk mengikatkan diri. Berbeda dengan perjanjian lainnya,
22
Ganie,Junaedy.A.,Op.cit, h. 54
28
penawaran datang dari tertanggung, sedangkan penerimaan resiko berasal dari penanggung. Suatu penawaran adalah pernyataan dari sebuah kehendak untuk mengikatkan diri berdasarkan syarat – syarat tertentu yang dilakukan dengan tujuan bahwa sebuah perjanjian yang mengikat akan timbul setelah sebuah penawaran
diterima.
Pasal
1320
KUHPerdata
tidak
secara
tegas
menggolongkan offer dan acceptance sebagai bagian dari kesepakatan karena dalam perjanjian pada umumnyaoffer dan acceptance adalah proses untuk mencapai kesepakatan semata. Dalam bisnis asuransi, acceptance timbul pada saat pertanggungan dimulai atau polis diterbitkan, mana saja yang terlebih dahulu tetapi proses offer dan acceptance akan tetap menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari polis asuransi yang diterbitkan kemudian. Dengan demikian, tertanggung terikat dengan semua semua informasi yang diberikan yang menjadi dasar bagi penanggung untuk melakukan penutupan asuransi. 2. Suatu hal tertentu yang dimaksudkan dalam pasal 1320 KUHPerdata adalah objek yang menjadi dasarnya suatu perjanjian, dalam hal ini janji dari penanggung untuk memberikan jaminan kepada tertanggung atas imbalan sejumlah premi yang dianggap seimbang atas resiko yang dijamin. Consideration dalam hal ini adalah premi yang merupakan suatu elemen sahnya suatu perjanjian asuransi dan meberikan kekuatan hukum lahirnya perjanjian asuransi. 1314 KUHPerdata mengatur tentang perjanjian atas beban yang bersifat timbal balik. 3. Suatu sebab yang halal, disebut legal object. Perjanjian asuransi yang bertujuan untuk memberikan asuransi kepada suatu sebab yang dilarang oleh
29
ketentuan perundang – undangan, melanggar kesusilaan, atau bertentangan dengan kepentingan umum, sebagai mana tercantum dalam pasal 1337 KUHPerdata, akan batal demi hukum.
2.1.3. Asas Hukum Sahnya Sebuah Perjanjian Asuransi 1.
Asas Kebebasan Berkontrak Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata menyatakan bahwa; semua perjanjian
yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang – undang bagi mereka yang membuatnya. Tetapi, kebebasan tersebut bukan merupakan suatu kebebasan yang tanpa batas sesuai dengan ketentuan mengenai batasan kebabasan dalam membuat suatu perjanjian yang tercantum dalam pasal 1337 KUHPerdata yang berbunyi, suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang – undang atau berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum. Para pihak dalam perjanjian asuransi dapat menutup asuransi sesuai dengan kebutuhan dan kesanggupan masing – masing pihak walaupun bukan merupakan kebebasan tanpa batas. Oleh karena itu, cakupan suatu perjanjian asuransi dengan perjanjian lainnya dapat mengandung perbedaan yang besar, walaupun perjanjian tersebut adalah untuk jenis dan objek yang sama. 2.
Asas Konsensualisme Asas Konsensualisme diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata ayat (2), yaitu
sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya adalah asas yang esensial dalam Hukum Perjanjian. Asas ini juga dikenal
30
sebagai asas otonomi konsensualisme, yang menentukan “ada”nya perjanjian dan sesuatu yang tidak hanya milik KUHPerdata tetapi bersifat universal. 3.
Asas Pacta Sunt Servanda Ketentuan pasal 1338 KUHPerdata ayat (1), menyatakan bahwa semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagau undang – undang bagi mereka yang membuatnya. Pasal ini mengandung dua asas hukum bagi sahnya sebuah perjanjian yaitu asas kebebasan berkontrak dan asas pacta sunt servanda. Menurut asas ini, suatu perjanjian mengakibatkan suatu kewajiaban hukum dan para pihak terikat untuk melaksanakan kesepakatan kontraktual, serta bahwa suatu kesepakatan harus dipenuhi oleh para pihak yang berlaku sebagai undang – undang. Asas pacta sunt servanda oleh sebagian pakar diartikan sebagai asas kepastian hukum. 23 Pemenuhan kewajiban yang telah disepakati walaupun polis asuransi belum diterbitkan sewaktu klaim timbul mencerminkan asas pacta sunt servanda dalam pasal 1338 KUHPerdata ayat (1) dalam praktik perasuransian. 4.
Asas Itikad Baik Dalam pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata dimuat ketentuan bahwa, suatu
perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Faktor penentuan bagi keabsaan atau keadilan pertukaran pada perjanjian adalah kesetaraan para pihak.
23
Ganie,Junaedy.A, Op.cit, h. 60
31
Mariam Darus Badrulzaman 24 melihat ayat (3) KUHPerdata tersebut sebagai penyeimbang dari ketentuan ayat (1) untuk memberikan perlindungan kepada pihak yang lebih lemah sehingga kedudukan para pihak menjadi seimbang. Hal ini merupakan realisasi dari keseimbangan. Polis asuransi disiapkan oleh penanggung untuk tertanggung yang pada umumnya memiliki pengetahuan asuransi yang terbatas sehingga dapat membuat tertanggung menjadi pihak yang lemah. 5.
Asas Keperibadian Pasal 1315 KUHPerdata menyatakan, pada umumnya tak seorang dapat
mengikat diri atas nama diri sendiri atau meminta ditetapkan suatu janji dari pada untuk dirinya sendiri. Pasal ini jelas mengatur bahwa perjanjian oleh para pihak yang mengikatkan diri hanya berlaku bagi mereka saja. Selanjutnya dalam pasal 1340 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian hanya berlaku bagi para pihak – pihak yang membuatnya. Ketentuan – ketentuan ini berarti para pihak yang mengikatkan diri hanya mengikat kedua pihak dan tidak dapat mengikatkan pihak lain dalam perjanjian antara mereka tanpa seizin pihak lainnya.
2.1.4. Sifat Perjanjian Asuransi 1. Asuransi adalah Perjanjian Pribadi (Personal Contract) Hanya pihak yang mengikatkan diri yang berhak atas ganti kerugian. Polis asuransi tidak dapat dipindahtangankan kepada pihak lain tanpa seizin penanggung terutama jika akan meningkatkan resiko bagi penanggung. Sebagai
24
Ganie,Junaedy.A, Op.cit, h. 61
32
contoh, bila sebuah rumah yang diaasuransikan berganti pemilik, perjanjian asuransi tidak secara otomatis menjadi tetap berlaku atas rumah tersebut bila nama tertanggung yang tertera dalam polis tidak diganti ataupun apabila perubahan kepemilikan tersebut tidak mendapat persetujuan terlebih dahulu dari penanggung. Ketentuan ini terdapat dalam pasal 1340 KUHPerdata. 2. Perjanjian Sepihak (Unilateral Contract) Pada perjanjian asuransi, seolah – olah hanya penanggung yang membuat perikatan untuk melakukan suatu prestasi walaupun polis bersifat kondisional, yaitu perjanjian asuransi menjadi batal apabila tertanggung melanggar kondisi – kondisi tertentu dari polis. Ketentuan ini tidak tercantum dalam KUHPerdata tetapi dapat ditemukan dalam pasal 257 KUHDagang.
3. Perjanjian Bersyarat (Conditional Contract) Penanggung hanya akan memenuhi kewajibannya apabila peristiwa yang diasuransikan benar – benar terjadi dan tertanggung sudah memenuhi kewajibannya dalam membayar premi kepada penanggung. Sifat perjanjian asuransi sebagai perjanjian bersyarat tampak pada pasal 1253 KUHPerdata tentang perikatan – perikatan bersyarat. Pada pasal tersebuit dinyatakan bahwa suatu perikatan adalah bersyarat manakala perikatan digantungkan pada peristiwa yang masih akan datang belum tentu akan terjadi, baik menangguhkan perikatan hingga terjadinya peristiwa yang menjadi dasar perikatan, maupun secara membatalkan perikatan menurut terjadi atau tidak terjadinya peristiwa tersebut.
33
4. Perjanjian yang Dipersiapkan Sepihak (Contract of Adhesion) Pada umumnya penanggung telah mempersiapkan perjanjian asuransi untuk diterima atau ditolak oleh tertangung sehingga isi perjanjian asuransi jarang melalui proses negosiasi. Tertanggung sering berada dalam posisi tidak menerima berarti tidak membeli atau menerima apa adanya. Sifat ini tidak ditemukan dalam KUHPerdata. 5. Aleatory Contract (Pertukaran yang Tidak Seimbang) Prestasi dipengarihi oleh kemungkinan yang dapat timbul sehingga beban keuangan yang diperikatkan oleh para pihak tidak berimbang. Tertanggung membayar premi, tetapi jika tidak terjadi apa – apa, maka penanggung tidak membayar apapun. Sebaliknya jika timbul sesuatu yang dipertanggungkan, premi yang dibayarkan oleh tertanggung tidak sebanding dengan beban klaim yang harus dibayar oleh penanngung. Sifat ini tidak tercantum dalam KUHPerdata tetapi merupakan gambaran dari prinsip dasar asuransi yaitu pengalihan resiko yang dilakukan tertanggung melalui prinsip penyebaran resiko (risk distribution) dan pengumpulan premi (premium pooling) yang dilakukan oleh penanggung.
2.1.5.
Pengaturan
Asuransi
Sebagai
Sebuah
Perjanjian
di
bawah
KUHPerdata Perjanjian asuransi tidak termasuk perjanjian yang secara khusus diatur dalam KUHPerdata, tetapi pengaturannya terdapat dalam KUHD. Walaupun demikian berdasarkan pasal 1 KUHD, ketentuan umum tentang perjanjian dalam KUHPerdata dapat berlaku pula bagi perjanjian asuransi dengan kepentingan
34
pemegang polis terdapat beberapa ketentuan dalam KUHPedata yang perlu diperhatikan. Ketentuan itu antara lain ; a. Pasal 1320 KUHPerdata yang mengatur mengenai syarat sahnya perjanjian yaitu ; kesepakatan mereka yang mengikatkan diri; kecakapan untuk membuat suatu perjanjian; suatu hal tertentu; sesuatu sebab yang halal. Ketentuan pasal 1320 KUHPerdata ini berlaku bagi perjanjian asuransi sebagai syarat umum disamping syarat khusus yang terdapat dalam buku I Bab IX KUHD, antara lain ; asas kepentingan yang dapat diasuransikan (insurable interest principle); asas kejujuran yang sempurna ( utmost good faith principle); asas indemnitas ( indemnity principle);
asas suborgasi
( suborgation principle). b. Pasal 1266 KUHPerdata mengatur bahwa syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam perjanjian timbal balik apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Namun demikian disebutkan pula bahwa perjanjian tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada hakim. Permintaan tersebut juga dilakukan meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban dinyatakan didalam perjanjian. c. Apabila ternyata penanggung wajib memberikan ganti rugi atau sejumlah uang dalam perjanjian asuransi dan ternyata melakukan ingkar janji, maka pemegang polis dapat menuntut penggantian biaya rugi dan bunga dengan memperhatikan pasal 1267 KUHPerdata yang menyatakan bahwa pihak terhadap siapa perikatan tidak terpenuhi, dapat memilih apaka ia akan menuntut pembatalan perjanjian, disertai pergantian biaya, kerugian dan
35
biaya. Selanjutnya perlu diperhatikan mengenai ketentuan dalam pasal 1234 sampai dengan pasal 1251 KUHPerdata. d. Dilihat dari prestasi penanggung dalam perjanjian asuransi digantungkan pada peristiwa yang belum pasti terjadimaka perjanjian asuransi juga termasuk perikatan bersyarat. Untuk mencegah penanngung menambah syarat – syarat lainnya dalam memberikan ganti kerugian atau sejumlah uang, maka sebaiknya pemegang polis memperhatikan pasal 1253 sampai dengan pasal 1262 KUHPerdata. e. Bahwa ahli waris dari pemegang polis / tertanggung dalam perjanjian asuransi juga mempunyai hak untuk dilaksanakan prestasi dari perjanjian tersebut dapat disimpulkan dari ketentuan pasal 1318 KUHPerdata. Disebutkan dalam pasal tersebut
bahwa
jika seseorang
meminta
diperjanjikan suatu hal, maka itu dianggap untuk ahli waris – ahli warisnya dan orang – orang yang memperoleh hak dari padanya, kecuali jika dengan tegas ditetapkan atau disimpulkan dari perjanjian bahwa tidak demikian maksudnya. f. Passal 1338 ayat (1) KUHPerdata menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang – undang bagi mereka yang membuatnya. Dengan adanya kata semua dalam pasal tersebut berarti juga berlaku bagi perjanjian asuransi. Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata melahirkan beberapa asas yaitu asas kebebasan berkontrak, asas kekuatan mengikat dan asas kepercayaan.
36
Selain itu pasal 1338 ayat (2) KUHPerdata berbunyi bahwa perjanjian – perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena dengan alasan – alasan yang oleh undang – undang dinyatakan cukup untuk itu.dengan demikian apabila pemegang polis terlambat membayar premi maka penanggung tidak bisa secara sepihak membatalkan perjanjian asuransi tersebut. Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata menegaskan bahwa perjanjian – perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Asas ini berlaku untuk semua perjanjian, termasuk perjanjian asuransi. g. Pasal 1339 KUHPerdata berbunyi bahwa perjanjian – perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal – hal yang dengan tegas sinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang – undang. Ketentuan ini yang melahirkan asas kepatutan berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian. h. Pasal
1342
KUHPerdata
mengenai
menafsirkan
perjanjian
harus
diperhatikan pula oleh para pihakyang mengadakan perjanjian asuransi. Demikian pula ketentuan yang terdapat dalam pasal 1343 sampai dengan pasal 1351 KUHPerdata. i.
Pasal 1365 KUHPerdata tentang perbuatan melanggar hukum dapat juga dipergunakanoleh pemegang polis apabila dapat membuktikan penanggung telah melakukan perbuatan yang merugikan. Untuk hal itu harus dipenuhi unsur – unsur ; perbuatan melanggar hukum, harus ada kesalahan, harus timbul kerugian, terdapat hubungan sebab akibat antara perbuata dan akibat
37
yang ditimbulkan. Berdasarkan arrest 31 Januari 1919, berbuat atau tidak berbuat tersebut merupakan perbuatan melanggar hukum apabila ; melanggar hak orang lain, bertentangan dengan kewajiban hukun dari yang berbuat, bertentangan dengan kesusilaan, bertentangan dengan kepatutan yang berlaku dalam lalu lintas masyarakat terhadap diri atau barang orang lain.
2.1.6. Subyek dan Obyek Asuransi Subyek dalam perjanjian asuransi adalah pihak-pihak yang bertindak aktif yang mengamalkan perjanjian itu, yaitu pihak tertanggung, pihak penanggung dan pihak-pihak yang berperan sebagai penunjang perusahaan asuransi.
a. Penanggung Pengertian penanggung secara umum, adalah pihak yang menerima pengalihan risiko dimana dengan mendapat premi, berjanji akan mengganti kerugian atau membayar sejumlah uang yang telah disetujui, jika terjadi peristiwa yang tidak dapat diduga sebelumnya, yang mengakibatkan kerugian bagi tertanggung. Dari pengertian penanggung tersebut di atas, terdapat hak dan kewajiban yang mengikat penanggung. Hak-hak dari penanggung adalah : 1. menerima premi 2. mendapatkan keterangan dari tertanggung berdasar prinsip itikad terbaik. (Pasal 251 KUHD)
38
Sedangkan kewajiban dari penanggung adalah : a. memberikan polis kepada tertanggung b. membayar ganti rugi atas kerugian yang diderita tertanggung dalam hal asuransi kerugian dan membayar santunan pada asuransi jiwa sesuai dengan kondisi polis. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian menyebutkan bahwa penyelenggara usaha perasuransian atau pihak yang bertindak sebagai pihak penanggung hanya boleh dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk Perusahaan Perseroan (persero), Koperasi, Perseroan Terbatas dan Usaha Bersama (mutual). Badan hukum penyelenggara perasuransian dalam Undang - Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, disebut perusahaan perasuransian. Perusahaan Perasuransian tersebut adalah : a. Perusahaan asuransi kerugian, yaitu perusahaan atau usaha asuransi yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti. b. Perusahaan asuransi jiwa, yaitu perusahaan atau usaha asuransi yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan. c. Perusahaan reasuransi, yaitu perusahaan atau usaha asuransi yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap risiko yang
39
dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian dan atau perusahaan asuransi jiwa.
b. Tertanggung Pengertian tertanggung secara umum adalah pihak yangmengalihkan risiko kepada pihak lain dengan membayarkan sejumlah premi. Berdasar Pasal 250 KUHD yang dapat bertindak sebagai tertanggung adalah sebagai berikut : Bilamana seseorang yang mempertanggungkan untuk diri sendiri, atau seseorang, untuk tanggungan siapa diadakan pertanggungan oleh seorang yang lain, pada waktu pertanggungan tidak mempunyai kepentingan atas benda tidakber kewajiban mengganti kerugian. Berdasarkan Pasal 250 KUHD tersebut yang berhak bertindak sebagai tertanggung adalah pihak yang mempunyai interest (kepentingan) terhadap obyek yang dipertanggungkan. Apabila kepentingan tersebut tidak ada, maka pihak penanggung tidak berkewajiban memberikan ganti kerugian yang diderita pihak tertanggung. Pasal 264 KUHD menentukan, selain mengadakan perjanjian asuransi untuk kepentingan diri sendiri, juga diperbolehkan mengadakan perjanjian asuransi untuk kepentingan pihak ketiga, baik berdasarkan pemberian kuasa dari pihak ketiga itu sendiri ataupun di luar pengetahuan pihak ketiga yang berkepentingan. Tertanggung dalam pelaksanaan perjanjian asuransi mempunyai hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan, sehingga apabila terjadi peristiwa yang tidak
40
diharapkan yang terjamin kondisi polis maka penanggung dapat melaksanakan kewajibannya. Hak-hak tertanggung adalah : a. menerima polis b. mendapatkan ganti rugi bila terjadi peristiwa yang tidak diharapkan yang terjamin kondisi polis Sedangkan kewajiban dari tertanggung adalah : a. membayar premi b. memberikan keterangan kepada penanggung berdasar prinsip utmost good faith c. mencegah agar kerugian dapat dibatasi d. kewajiban khusus yang tercantum dalam polis
c. Obyek Pertanggungan Pasal 268 KUHD mengatakan, Pertanggungan dapat berpokok semua kepentingan, yang dapat dinilai dengan uang, diancam oleh suatu bahaya, dan oleh undang-undang tidak terkecualikan. Kepentingan sebagaimana diatur dalam Pasal 268 KUHD tersebut tidak berlaku bagi asuransi sejumlah uang (jiwa), di mana terdapat hal-hal tertentu yang tidak dapat dinilai dengan uang atau bersifat hubungan material, yang bersifat hubungan kekeluargaan dan hubungan cinta kasih antar keluarga. Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 menyatakan obyek asuransi adalah benda dan jasa, jiwa dan raga, kesehatan manusia, tanggung jawab
41
hukum, serta semua kepentingan lainnya yang dapat hilang rusak, rugi, dan atau berkurang nilainya.
2.2. Tujuan dan Manfaat Asuransi 2.2.1. Tujuan dan Prinsip – Prinsip Pokok Asuransi Tujuan dan landasan Asuransi dapat dilihat dari konsideran Undang – undang No. 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian yang mengatakan bahwa usaha perasuransian yang sehat merupakan salah satu upaya untuk menanggulagi resiko yang dihadapi masyarakat dan sekaligus sebagai lembaga penghimpunan dana masyarakat, sehingga memiliki kedudukan strategis dalam pembangunan dan kehidupan perekonomian, dalam upaya memajukan kesejahteraan umum. Dalam konsideran juga mengandung tujuan pembuatan Undang – undang tersebut yaitu untuk memberikan kesempatan yang lebih luas bagi pihak - pihak yang ingin berusaha di bidang perasuransian, dengan tidak mengabaikan prinsip usaha yang sehat dan bertanggung jawab, yang sekaligus dapat mendorong kegiatan perekonomian pada umumnya. Tujuan Asuransi pada umumnya adalah untuk mengalihkan resiko tertanggung kepada penanggung yang berarti bahwa penanggung berkewajiban untuk mengganti kerugian tertanggung bila terjadi evenemen atau suatu peristiwa. 25 Dalam perjanjian asuransi dterdapat tiga prinsip pokok yang terdiri dari prinsip kepentingan yang dapat dipertanggungkan (insurable interest), prinsip
25
Purwosutjipto, H.M.N.,Op.cit, h. 25
42
itikad baik (utmost good faith), dan prinsip ganti kerugian (principle of indemnity). 26 1. Prinsip Kepentingan yang dapat Dipertanggungkan (Insurable Interest) Prinsip
kepentingan
yang
diasuransikan
mempersyaratkan
bahwa
tertanggung adalah pihak yang memiliki kepentingan yang membuatnya berhak untuk melakukan perjanjian asuransi atas objek asuransi yang diperjanjiakan. Prinsip ini terdapat dalam pasal 250 KUHDagang, yang menyatakan bahwa penanggung tidaklah wajib
mengganti kerugian terhadap barang
yang
dipertanggungkan apabila tertanggung tidak mempunyai kepentingan atas barang yang dipertanggungkan. Pasal 250 KUHDagang jelas mengatakan bahwa kepentingan harus ada pada saat diadakan perjanjian asuransi. Akan tetapi, menurut pendapat dari Volmar. Dorhout Mees, Emmy Pangaribuan Simandjuntak, pengertian keberadaan kepentingan yang diasuransikan pada pasal 250 KUHDagang harus diartikan bukan waktu perjanjian asuransi dilakukan, tetapi pada saat kerugian terjadi. Sehingga walaupun polis tidak mempunyai arti secara finansial sampai timbulnya klaim yang merupakan saat tertanggung harus membuktikan kepemilikannya, tertanggung harus membuktikan kepada penanggung perubahan – perubahan yang timbul termasuk pergantian kepemilikan sesuai dengan prinsip keterbukaan dan memberikan hak kepada penanngung untuk menilai bagaimana perubahan tersebut dapat mempengaruhi resikonya.
26
Ganie,Junaedy.A. Op.cit, h. 92.
43
Prinsip kepentingan yang diasuransikan merupakan syarat mutlak bagi perjanjian asuransi. Diharuskan keberadaan kepentingan dalam perjanjian asuransi dimaksudkan untuk mencegah agar perjanjian asuransi tidak menjadi permainan dan perjudian. Apabila tidak terdapat peraturan demikianseseorang yang tidak mempunyai kepentingan terhadap objek asuransi, akan dapat manutup asuransi terhadap objek tersebut. Akibatnya, tanpa menderita kerugian, orang tersebut akan mendapat ganti kerugian apabila terjadi peristiwa yang menimpa objek tersebut. 2. Prinsip Itikad Sangat Baik (Utmost Good Faith) Kedua belah pihak dalam suatu perjanjian asuransi mengikatkan diri atas dasar itikad baik. Katentuan pasal 251 KUHDagang yang meletakan tanggung jawab pada tertanggung untuk memberikan keterangan yang benar merupakan bentuk dari prinsip itikad baik. Ketentuan pasal 251 KUHDagang tersebut hanya menekankan tanggung jawab hanya kepada tertanggung, seharusnya prinsip tersebut diberlakukan juga kepada penanggung. Ketentuan pasal 251 KUHDagang tersebut mengandung ketentuan mengenai misrepresentation, yaitu pembatasan atas tanggung jawab penanggung apabila tertanggung tidak memberitahukan keadaan yang sebenarnya kepada penanggung segala sesuatu mengenai resiko yang akan diasuransikan. 3. Prinsip Ganti Kerugian (Principle of Indemnity) Perjanjian asuransi mengandung prinsip bahwa tertanggung akan menerima pembayaran klaim dari penagnggung maksimum sebesar kerugian yang diderita, tanggung jawab yang secara hukum harus dibayar ataupun kehilangan pendapatan yang harus diharapkan. Pada asuransi umum atau kerugian, pertanggungan
44
asuransi dimaksudkan untuk memberikan ganti kerugian yang akan mendudukkan tertanggung secara finansial tidak labih diuntungkan karena timbulknya suatu kejadian yang diajmin dalam perjanjian asuransi yang dimilikinya. Prinsip ganti kerugian tercermin dalam pasal 246 KUHDagang , yaitu pada kalimat ; untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu. Untuk dapan mengadakan keseimbangan antara kerugaian yang diderita oleh tertanggung dan ganti kerugian yang akan diberikan oleh penanggung harus diketahui berapa harga atau nilai dari objek tersebut. Sehubungan dengan itu, prinsip ganti kerugian atau indemnitas hanya baerlaku bagi asuransi yang kepentingannya dapat dinilai dengan uang, yaitu asuransi kerugian. Esensi dari prinsip ganti kerugian adalah bahwa tertanggung berhak atas pergantian kerugian sebesar akerugian yang dideritanya, tidak lebih dan tidak kurang, dan oleh Robert Bradge dianggap telah menjadi bagian dari tiga kelompok prinsip penting yang meliputi jumlah kerugian, hak subrogasi penanggung dan prinsip asuransi ganda atau apabila terdapat lebih dari satu polis yang menjamin objek asuransi yang sama. 27
2.2.2. Manfaat Asuransi
27
Ganie,Junaedy.A, Op.cit. h 102.
45
Kegunaan dari pertanggungan atau asuransi ini dapat diuraikan sebagai berikut:28 1. Pertanggungan
memberikan
keamanan,
perlindungan
atau jaminan
bagi masyarakat, baik dalam perbuatan atau kegiatannya sehari - hari maupun dalam menjalankan usaha. 2. Pertanggungan merupakan dasar pertimbangan dan pemberian suatu kredit. Sudah umum diketahui bahwa Bank yang akan meralisir suatu kredit kepada seseorang atas jaminan suatu benda tetap, dapat mengajukan persyaratan kepada orang itu supaya benda tetap itu dipertanggungkan. Sebab kalau terjadi bahaya mengenai benda tetap yang menjadi jaminan itu, sudah ada suatu perusahaan pertanggungan yang akan mengganti kerugian terutama ini penting dalam hal kredit mengalami kemacetan atau kegagalan dalam pengembaliannya. 3. Pertanggungan itu kemungkinan penabungan/merupakan alat membentuk modal pendapatan (nafkah) untuk masa depan. Banyak orang memutuskan untuk memperoleh
perlindungan dengan
jalan
menabung,
tanpa
memperhitungkan fakta bahwa kematian mungkin tidak memberinya waktu untuk mencapai tujuannya itu. 4. Pertanggungan cenderung ke arah perkiraan atau penilaian biaya yang layak. Dengan adanya perkiraan akan suatu resiko yang jumlahnya dapat
28
Sastrawidjaja, H. Man Suparman,Op.cit, h. 70.
46
dikira - kira sebelumnya maka seseorang atau perusahaan akan memperhitungkan adanya ganti rugi
dari pertanggungan di dalam ia
menilai biaya yang harus dikeluarkan oleh seseorang atau perusahaan. 5. Pertanggungan itu mengurangi timbulnya kerugian - kerugian kalau dilihat dari segi pihak yang mempertanggungkan barangnya, maka orang akan dapat mengatakan bahwa dengan mempertanggungkan barang atau usahanya seseorang sudah dapat berbuat apa saja tanpa berbuat apa - apa untuk mencegah kerugian/kerusakan bahkan mungkin dengan sengaja akan menimbulkan kerugian. Tetapi ini tidak demikian halnya, sebab dari segi pihak penanggung (perusahaan pertanggungan), dengan menerima penutupan pertanggungan atas suatu benda atau usaha ia akan semakin menggiatkan usahanya supaya bahaya yang dihadapi tidak akan terjadi. Usaha mencegah timbulnya kerusakan, kehilangan dan lain-lain akan menjadi salah satu tugas utama dari perusahaan pertanggungan disamping tugas dari tertanggung. 6. Pertanggungan menaikkan efisiensi dari kegiatan perusahaan. Lazimnya kalau suatu resiko atau suatu ketidakpastian dapat diatasi maka akibatnya akan terasa pada kegiatan - kegiatan dari suatu usaha, artinya bahwa kegiatan usaha itu akan lebih meningkat. 7. Pertanggungan itu akan menguntungkan bagi masyarakat umum. Apabila melalui pertanggungan, resiko - resiko berat atau ringan dapat diperalihkan kepada penanggung sehingga usaha - usaha seseorang atau perusahaan - perusahaan di dalam masyarakat memperoleh ganti rugi pada
47
saat - saat dibutuhkan., maka faedah - faedah yang dinikmati individu itu dengan sendirinya menunjang ke arah perbaikan yang meluas dalam masyarakat umum.
2.3. Sahnya dan Terjadinya Perjanjian Asuransi Pasal 1233 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perikatan dapat dilahirkan persetujuan maupun karena undang – undang. Asuransi komersial adalah suatu perjanjian yang lahir karena persetujuan, sedangkan asuransi sosial lahir karena undang – undang. Namun dipihak lain, ada beberapa perjanjian yang lahir karena yurisprudensi dan kebiasaan umum. Sesuai dengan pasal 1321 KUHPerdata, perjanjian asuransi adalah perjanjian yang berdasarkan kehendak para pihak untuk saling mengikatkan diri yang tidak dengan keterpaksaan atau dilakukan dalam keadaan khilaf ataupun karena penipuan. Esensi dari suatu perjanjian adalah adanya hak dan kewajibannya. Lahirnya perjanjian asuransi melalui proses tawar menawar diantara penanggung dan tertanggung atau yang mewakilinya sampai timbulnya kesepakatan diantara para pihak untuk saling mengikatkan diri. Perjanjian asuransi lahir sejak diterimanya oleh penanggung penawaran dari tertanggung atau yang mewakilinya dan adanya kesepakatan saat berlakunya perjanjian asuransi sehingga timbullah hak dan kewajiban diantara para pihak. Kejanggalan umum dalam usaha perasuransian bahwa penawaran berasal dari tertanggung yang mengajukan permohonan kepada penanggung untuk menutup asuransi merupakan keadaan khas dari perjanjian asuransi. Dalam praktik,
48
penawaran justru datang dari penanggung yang menawarkan penutupan asuransi atau jasa pengambilan resiko kepada tertanggung layaknya penjual yang menawarkan barang dan jasa yang dimilikinya. Pasal 255 KUHDagang menentukan bahwa semua asuransi harus dibentuk secara tertulis dengan suatu akta yang dinamakan polis. Pasal ini menunjukkan seolah – olah suatu perjanjian asuransi ada syarat mutlaknya berupa suatu tulisan yang dinamakan polis tadi, dalam arti bila tidak ada polis, maka tidak ada perjanjian asuransi. Beberapa perjanjian dalam KUHPerdata mempunyai suatu syarat bahwa suatu perjanjian harus dimuat dalam suatu tulisan, seperti dalam pasal 147 KUHPerdata menyatakan bahwa perjanjian perkawinan harus diadakan dengan akta notaris; pasal 613 KUHPerdata bahwa persetujuan untuk mengalihkan suatu piutang (cessie) harus diadakan dengan akta notaris atau akta dibawah tangan; pasal 1171 KUHPerdata, hipotik harus dibentuk dengan akta notaris; pasal 1682 KUHPerdata, menyatakan bahwa penghibaan harus dilakukan dengan akta notaris; pasal 1851 KUHPerdata, menyatakan bahwa perjanjian perdamaian harus dinyatakan dalam perjanjian tertulis. Bagi beberapa perjanjian seperti diatas adalah syarat mutlak adanya suatu tulisan yang berbentuk tertentu. Kalau tulisan tersebut tidak ada, maka persetujuan – persetujuan tersebut tidak ada. Walaupun ada persetujuan, tetapi bukan persetujuan yang diatur dalam pasal – pasal tersebut, melainkan persetujuan untuk melakukan persetujuan tertentu tersebut.
49
Bagi perjanjian asuransi, tulisan yang memuat klausula – klausula tertentu mengenai perjanjian tersebut tidak menjadi syarat mutlak lahirnya suatu perjanjian asuransi. Dalam pasal 257 KUHDagang, Perjanjian pertanggungan ada seketika setelah hal itu diadakan; hak mulai saat itu, malahan sebelum Polis ditandatangani. dan kewajiban kedua belah pihak dari penanggung dan dari tertanggung
berjalan.
Pengadaan
perjanjian
itu
membawa
kewajiban
penanggung untuk menandatangani Polis itu dalam waktu yang ditentukan dan menyerahkannya kepada tertanggung. Pasal 158 KUHDagang menyatakan;
Untuk membuktikan adanya
perjanjian itu, harus ada bukti tertulis; akan tetapi semua alat bukti lain akan diizinkan juga, bila ada permulaan bukti tertulis. Namun demikian janji dan syarat khusus, bila timbul perselisihan tentang hal itu dalam waktu antara pengadaan perjanjian dan penyerahan polisnya, dapat dibuktikan dengan semua alat bukti; akan tetapi dengan pengertian bahwa harus ternyata secara tertulis syarat yang pernyataannya secara tegas diharus dalam polis, dengan ancaman hukuman menjadi batal, dalam berbagai pertanggungan oleh ketentuan undangundang. Seperti yang termuat dalam pasal – pasal diatas, menjelaskan bahwa perjanjian asuransi merupakan perjanjian yang bersifat konsensuil, yang artinya setelah ada kata sepakat antara kedua belah pihak untuk mengadakan perjanjian asuransi maka terbentuklah perjanjian asuransi tersebut; tetapi tulisan atau polis mempunyai sifat khusus yang berlainan dangan tulisan – tulisan lain sebagai alat