BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK CIPTA, LAGU, COMPACT DISC (CD), DAN PERLINDUNGAN HUKUM
2.1
Hak Cipta
2.1.1 Pengertian Hak Cipta Istilah hak cipta (copyright) pertama kali dikemukakan dalam Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works (Konvensi Berne) yang diadakan tahun 1886. Konvensi Berne merupakan ketentuan hukum internasional yang pertama mengatur masalah copyright antara negara-negara berdaulat. Dalam konvensi ini, copyright diberikan secara otomatis kepada si pembuat karya cipta, dan pengarang atau pembuat tidak harus mendaftarkan karyanya untuk mendapatkan copyright. Setelah sebuah karya dicetak atau disimpan dalam satu media, si pengarang otomatis mendapatkan hak eksklusif copyright terhadap karya tersebut dan juga terhadap karya derivatif atau turunannya (karya- karya lain yang dibuat berdasarkan karya pertama), hingga si pengarang secara eksplisit menyatakan sebaliknya atau hingga masa berlaku copyright tersebut sudah habis.17 Dalam Konvensi Berne, pengertian hak cipta tidak dirumuskannya dalam pasal tersendiri namun tersirat dalam Article 2, Article 3, Article 11,
17
Haris Munandar dan Sally Sitanggang, 2008, Mengenal HAKI (Hak Kekayaan Intelektual: Hak Cipta, Paten, Merek dan Seluk Beluknya), Esensi Erlangga Group, Jakarta, hlm. 21.
25
26
dan Article 13 yang isinya diserap dalam Pasal 2 jo. Pasal 10 Auteurswet 1912.18 Sedangkan di Indonesia, istilah hak cipta pertama kali diusulkan oleh Prof. Sultan Mohammad Syah, SH. pada Kongres Kebudayaan di Bandung tahun 1951 (yang kemudian diterima oleh Kongres tersebut) sebagai pengganti istilah hak pengarang yang dianggap kurang luas cakupan pengertiannya. Istilah hak pengarang merupakan terjemahan dari istilah bahasa Belanda yaitu Auteurs Recht. Istilah hak pengarang dinyatakan kurang luas karena istilah tersebut memberikan kesan penyempitan arti, seolah-olah cakupan dari hak pengarang hanya hak dari pengarang yang ada sangkut pautnya dengan mengarang. Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dijelaskan bahwa: “Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Hak cipta secara harfiah berasal dari dua kata, yaitu hak dan cipta. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia19, kata “hak” berarti suatu kewenangan yang diberikan kepada pihak tertentu yang sifatnya bebas untuk digunakan atau tidak. Sedangkan kata “cipta” atau “ciptaan” tertuju pada hasil karya manusia dengan menggunakan akal pikiran, perasaan, pengetahuan,
18
H. OK. Saidin, op.cit., hlm. 61. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi 4, Balai Pustaka, Jakarta, hlm. 261. 19
27
imajinasi dan pengalaman. Sehingga dapat diartikan bahwa hak cipta berkaitan erat dengan intelektual manusia. Menurut WIPO (World Intellectual Property Organization), copyright is legal from describing right given to creator for their literary and artistic works, yang berarti “hak cipta adalah terminologi hukum yang menggambarkan hak-hak yang diberikan kepada pencipta untuk karya-karya mereka dalam bidang seni dan sastra”. Imam Trijono berpendapat bahwa hak cipta mempunyai arti tidak saja si pencipta dan hasil ciptaannya yang mendapat perlindungan hukum, akan tetapi juga perluasan ini memberikan perlindungan kepada yang diberi kuasa dan kepada pihak yang menerbitkan terjemah daripada karya yang dilindungi oleh perjanjian ini. Hak cipta itu mengatur salinan (copy), bukan mengatur karya asli dan menyangkut uang dalam jumlah kecil, biasanya berupa kutipan yang dikenakan untuk membuat salinan bagi keperluan orang lain yang ingin turut menikmati karya cipta bersangkutan, bukan menyangkut uang dalam jumlah besar yang harus dibayar seseorang untuk memiliki suatu karya cipta yang tidak ada duanya.20 Pada dasarnya, hak cipta adalah sejenis kepemilikan pribadi atas suatu ciptaan yang berupa perwujudan dari suatu ide pencipta di bidang seni, sastra dan ilmu pengetahuan. 2.1.2 Dasar Hukum Hak Cipta
20
Paul Goldstein, 1996, Hak Cipta: Dahulu, Kini Dan Esok (Terjemahan Masri Maris), Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, hlm. 8.
28
Pengaturan hak cipta di Indonesia sejak kemerdekaan Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982, kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987, dan diubah lagi dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 1997. Di tahun 2002, Undang-Undang Hak Cipta kembali mengalami perubahan dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002. Namun di tahun 2014, Undang-Undang tersebut diubah lagi dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 yang merupakan revisi terbaru saat ini. Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 ini dapat melindungi hak moral dan hak ekonomi pencipta dan pihak terkait lainnya, sehingga dapat mendorong semangat seluruh pencipta serta para pelaku usaha untuk mengembangkan kreativitas dalam menghasilkan suatu karya intelektual. Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 dimasukkan beberapa ketentuan baru, antara lain: 1. Perlindungan hak cipta dilakukan dengan waktu lebih panjang sejalan dengan penerapan aturan di berbagai negara sehingga jangka waktu perlindungan hak cipta di bidang tertentu diberlakukan selama hidup pencipta ditambah 70 (tujuh puluh) tahun setelah pencipta meninggal dunia. 2. Perlindungan yang lebih baik terhadap hak ekonomi para pencipta dan/atau pemilik hak terkait, termasuk membatasi pengalihan hak ekonomi dalam bentuk jual putus (sold flat).
29
3. Penyelesaian sengketa secara efektif melalui proses mediasi, arbitrase atau pengadilan, serta penerapan delik aduan untuk tuntutan pidana. 4. Pengelola tempat perdagangan bertanggung jawab atas tempat penjualan dan/atau pelanggaran hak cipta dan/atau hak terkait di pusat tempat perbelanjaan yang dikelolanya. 5. Hak cipta sebagai benda bergerak tidak berwujud dapat dijadikan objek jaminan fidusia. 6. Menteri diberi kewenangan untuk menghapus ciptaan yang sudah dicatatkan, apabila ciptaan tersebut melanggar norma agama, norma susila, ketertiban umum, pertahanan dan keamanan negara, serta ketentuan peraturan perundang-undangan. 7. Pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait menjadi anggota Lembaga Manajemen Kolektif agar dapat menarik imbalan atau royalti. 8. Pencipta dan/atau pemilik hak terkait mendapat imbalan royalti untuk ciptaan atau produk hak terkait yang dibuat dalam hubungan dinas dan digunakan secara komersial. 9. Lembaga Manajemen Kolektif yang berfungsi menghimpun dan mengelola hak ekonomi pencipta dan pemilik hak terkait wajib mengajukan permohonan izin operasional kepada Menteri. 10. Penggunaan hak cipta dan hak terkait dalam sarana multimedia untuk merespon perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Dalam lingkup internasional terdapat beberapa konvensi yang membahas dan mengatur tentang hak cipta, yaitu:
30
1. Berne Convention Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works (Konvensi Berne tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra atau Konvensi Berne) adalah konvensi multilateral terpenting dalam hak cipta. Konvensi ini pertama kali berlaku pada 9 September 1886 dan kemudian mengalami beberapa kali revisi yang kemudian diamandemen pada tanggal 28 September 1979. Indonesia pernah menjadi anggota Konvensi Berne tahun 1959, tetapi kemudian keluar dan kembali menjadi anggota melalui Keppres Nomor 18 Tahun 1997. Konvensi Berne berpegang pada tiga prinsip dasar yaitu perlakuan nasional (national treatment), perlindungan otomatis (automatic protection) dan kebebasan perlindungan (independence of protection).21 2. Universal Copyright Convention Universal Copyright Convention (UCC) adalah suatu konvensi hak cipta yang lahir karena adanya gagasan dari peserta Konvensi Berne dan Amerika Serikat yang disponsori oleh PBB khususnya UNESCO, yaitu untuk menyatukan satu sistem hukum hak cipta secara universal. UCC dicetuskan dan ditandatangani di Jenewa pada bulan September 1952, dan telah mengalami revisi di Paris pada tahun 1971. Ketentuan yang monumental dari UCC adalah adanya ketentuan formalitas hak cipta berupa kewajiban setiap karya yang ingin dilindungi harus mencantumkan tanda C dalam lingkaran (©), disertai nama penciptanya dan tahun karya
21
Sanusi Bintang, 1998, Hukum Hak Cipta, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 67.
31
tersebut mulai dipublikasikan. Simbol tersebut menunjukkan bahwa karya tersebut telah dilindungi dengan hak cipta negara asalnya dan telah terdaftar di bawah perlindungan hak cipta.22 3. TRIPs Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs) adalah salah satu perjanjian multilateral terpenting berkaitan dengan hak kekayaan intelektual yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 1995. Indonesia meratifikasi TRIPs melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 dan sebagai konsekuensi keikutsertaannya, maka Indonesia berkewajiban mengharmonisasi sistem hukum HKI-nya sesuai dengan standar-standar yang ditetapkan TRIPs. Tujuan umum dari perjanjian TRIPs adalah mengurangi penyimpangan dan hambatan-hambatan dalam perdagangan internasional, promosi lebih efektif tentang perlindungan hak kekayaan intelektual, mempromosikan dan mendorong inovasi teknologi, dan menyediakan keseimbangan antara hak dan kewajiban antara produsen dengan pemakai. 2.1.3 Subyek dan Obyek Perlindungan Hak Cipta Berkenaan dengan subyek dari hak cipta, tidak dapat dilepaskan dari pengertian subyek itu sendiri. Subyek dalam ilmu hukum khususnya hukum perdata diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat menjadi pendukung hak
22
Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, op. cit., hlm. 43.
32
dan kewajiban. Segala sesuatu disini menunjuk pada manusia dan badan hukum.23 Subyek hak cipta menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014, yaitu: 1. Pasal 1 angka 2 UUHC: Pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi. 2. Pasal 1 angka 4 UUHC: Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai pemilik Hak Cipta, pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut secara sah. Selanjutnya pengaturan lebih lanjut mengenai pencipta terdapat dalam Bab IV tentang Pencipta, dari Pasal 31 sampai dengan Pasal 37 UUHC, yaitu: 1. Pasal 31: Kecuali terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai Pencipta, yaitu Orang yang namanya: a. disebut dalam Ciptaan; b. dinyatakan sebagai Pencipta pada suatu Ciptaan; c. disebutkan dalam surat pencatatan Ciptaan; dan/atau d. tercantum dalam daftar umum Ciptaan sebagai Pencipta. 2. Pasal 32: Kecuali terbukti sebaliknya, Orang yang melakukan ceramah yang tidak menggunakan bahan tertulis dan tidak ada pemberitahuan siapa Pencipta ceramah tersebut dianggap sebagai Pencipta. 3. Pasal 33: (1) Dalam hal Ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang diciptakan oleh 2 (dua) Orang atau lebih, yang dianggap sebagai Pencipta yaitu Orang yang memimpin dan mengawasi penyelesaian seluruh Ciptaan.
23
41.
Suhardana F.X., 1996, Hukum Perdata I, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm.
33
4.
5.
6.
7.
(2) Dalam hal Orang yang memimpin dan mengawasi penyelesaian seluruh Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ada, yang dianggap sebagai Pencipta yaitu Orang yang menghimpun Ciptaan dengan tidak mengurangi Hak Cipta masing-masing atas bagian Ciptaannya. Pasal 34: Dalam hal Ciptaan dirancang oleh seseorang dan diwujudkan serta dikerjakan oleh Orang lain di bawah pimpinan dan pengawasan Orang yang merancang, yang dianggap Pencipta yaitu Orang yang merancang Ciptaan. Pasal 35: (1) Kecuali diperjanjikan lain Pemegang Hak Cipta atas Ciptaan yang dibuat oleh Pencipta dalam hubungan dinar, yang dianggap sebagai Pencipta yaitu instansi pemerintah. (2) Dalam hal Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan secara komersial, Pencipta dan/atau Pemegang Hak Terkait mendapatkan imbalan dalam bentuk Royalti. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian Royalti untuk penggunaan secara komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 36: Kecuali diperjanjikan lain, Pencipta dan Pemegang Hak Cipta atas Ciptaan yang dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan yaitu pihak yang membuat Ciptaan. Pasal 37: Kecuali terbukti sebaliknya, dalam hal badan hukum melakukan Pengumuman, Pendistribusian, atau Komunikasi atas Ciptaan yang berasal dari badan hukum tersebut, dengan tanpa menyebut seseorang sebagai Pencipta, yang dianggap sebagai Pencipta yaitu badan hukum. Sedangkan mengenai obyek hukum adalah segala sesuatu yang berguna
bagi subyek hukum (manusia dan badan hukum) dan yang dapat menjadi pokok (obyek) suatu hubungan hukum (hak), karena sesuatu itu dapat dikuasai oleh subyek hukum. 24 Ciptaan merupakan obyek dari hak cipta, ditentukan dalam UUHC dalam Pasal 1 angka 3 yaitu Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan
24
Komariah, 2002, Hukum Perdata, Universitas Muhammadiyah Malang Press, Malang, hlm. 21-23.
34
atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata. Berkenaan dengan obyek hak cipta maka ciptaan yang dikategorikan sebagai obyek dari hak cipta tercantum dalam Pasal 40 ayat (1) UUHC, yaitu: a. buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya; b. ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya; c. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan; d. lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks; e. drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim; f. karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase; g. karya seni terapan; h. karya arsitektur; i. peta; j. karya seni batik atau seni motif lain; k. karya fotografi; l. Potret; m. karya sinematografi; n. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi; o. terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi budaya tradisional; p. kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan Program Komputer maupun media lainnya; q. kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli; r. permainan video; dan s. Program Komputer.
2.2
Lagu
2.2.1 Pengertian Lagu Lagu adalah suatu kesatuan musik yang terdiri atas susunan pelbagai nada yang berurutan. Setiap lagu ditentukan oleh panjang-pendek dan tinggi-
35
rendahnya nada-nada tersebut. Di samping itu irama juga memberi corak tertentu kepada suatu lagu.25 Sebuah lagu terdiri dari beberapa unsur, yaitu: 1. Melodi adalah suatu deretan nada yang karena kekhususan dalam penyusunan menurut jarak dan tinggi nada, memperoleh suatu watak tersendiri dan menurut kaidah musik yang berlaku membulat jadi suatu kesatuan organik. 2. Lirik adalah syair atau kata-kata yang disuarakan mengiringi melodi. 3. Aransemen adalah penataan terhadap melodi. 4. Notasi adalah penulisan melodi dalam bentuk not balok atau not angka. Di dalam kepustakaan hukum internasional, istilah yang lazim digunakan untuk menyebutkan lagu atau musik adalah musical work. Konvensi Berne menyebutkan salah satu work yang dilindungi adalah komposisi musik (music competitions) dengan atau tanpa kata-kata (with or without words). Tidak ada uraian yang tegas dalam Konvensi Berne tentang apa sesungguhnya musical work tersebut. Namun dari ketentuan yang ada dapat disimpulkan bahwa ada dua jenis ciptaan musik yang dilindungi hak cipta, yaitu musik dengan kata-kata dan musik tanpa kata-kata. Musik dengan kata-kata adalah lagu yang unsurnya terdiri dari melodi, lirik, aransemen, dan notasi, sedangkan musik tanpa kata-kata adalah musik yang hanya terdiri dari unsur melodi, aransemen, dan notasi.
25
Departemen Pendidikan Nasional, 2004, Ensiklopedi Nasional Indonesia, PT. Delta Pamungkas, Jakarta, hlm. 354.
36
Sedangkan berdasarkan Penjelasan Pasal 40 ayat (1) huruf d UUHC, yang dimaksud dengan “lagu atau musik dengan atau tanpa teks” diartikan sebagai satu kesatuan karya cipta yang bersifat utuh. Sekalipun terdiri atas unsur lagu atau melodi, syair atau lirik, dan aransemennya termasuk notasi. Yang dimaksud dengan utuh adalah bahwa lagu atau musik tersebut merupakan satu kesatuan karya cipta. Dari penjelasan di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa:26 1. Lagu dan musik dianggap sama pengertiannya; 2. Lagu atau musik bisa dengan teks, bisa juga tanpa teks; dan 3. Lagu atau musik merupakan satu karya cipta yang utuh, jadi unsur melodi, lirik, aransemen, dan notasi, bukan merupakan ciptaan yang berdiri sendiri. 2.2.2 Lagu Bagian dari Hak Cipta Hak cipta melindungi karya-karya dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang telah diwujudkan dalam suatu bentuk atau ekspresi yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dan sebagainya. Dalam ketentuan Pasal 40 ayat (1) huruf d UUHC, salah satu ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang meliputi: lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks. Lagu merupakan karya cipta yang telah diwujudkan dalam bentuk yang dapat didengar dari alunan nada dan lirik yang dapat dibaca. Sehingga lagu
26
Otto Hasibuan, 2007, Hak Cipta di Indonesia Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu, Neighbouring Rights, dan Collecting Society, PT. Alumni, Bandung, hlm. 141.
37
merupakan bagian dari hak cipta, dan lagu termasuk ciptaan yang dilindungi oleh hak cipta berdasarkan ketentuan Pasal 40 ayat (1) huruf d UUHC.
2.3
Compact Disc (CD)
2.3.1 Pengertian Compact Disc (CD) Cakram padat (dalam bahasa Inggris compact disc atau laser optical disk) merupakan jenis piringan optik yang pertama kali muncul. CD adalah cakram optik digital yang digunakan untuk menyimpan data. 27 CD adalah sebuah piringan bundar yang terbuat dari logam atau plastik berlapis bahan yang dapat dialiri listrik, sehingga bersifat magnet. Pembacaan dan penulisan data pada piringan ditangani melalui sinar laser. Oleh karena itu, kecepatan akses piringan optik jauh lebih tinggi daripada disket. Sejak diperkenalkan secara resmi pada tahun 1982, CD memperoleh puncak penjualan pada tahun 2000 yang mencapai 2.445 juta keping yang kemudian menggeser keberadaan kaset di masa sebelumnya. Masuknya CD ke Indonesia menyediakan alternatif baru dan canggih bagi para penikmat lagu dan musik. Kualitas suaranya yang lebih jernih dan pemilihan pemutaran lagu yang lebih mudah dan cepat menjadi beberapa kelebihan CD dibandingkan kaset. Perusahaan-perusahaan rekaman di Indonesia telah menjadikan CD sebagai sarana rekaman lagu dan musik.
27
Abdul Kadir & Terra Ch. Triwahyuni, 2013, Pengantar Teknologi Informasi Edisi Revisi, Penerbit Andi, Yogyakarta, hlm. 127.
38
Kelemahan dari CD adalah kualitas suara yang dihasilkan tidak sebagus yang ada di pita kaset yang merupakan suara standar sinus murni, akan tetapi merupakan trap atau tangga yang berbentuk sinus dari hasil perubahan sinyal digital ke sinyal analog. Sedangkan kelebihan dari CD adalah minimnya desah seperti yang ditimbulkan kaset. Selain itu, bentuk CD sangat ringan dan mudah dibawa serta merupakan media yang tahan lama. CD menawarkan kapasitas penyimpanan data yang besar yaitu dapat merekam hingga lebih dari 700 mega byte, kapabilitas produksi yang lebih efisien, serta hanya memerlukan perawatan yang mudah. Prinsip dasar perawatannya sama seperti piringan hitam, selama tidak baret-baret CD itu akan baik-baik saja. 2.3.2 Sejarah Compact Disc (CD) James T. Russell adalah orang yang pertama kali menemukan CD. Pada tahun 1937, James sangat tidak puas dengan kualitas musik yang dihasilkan keping piringan hitam gramafon (phonograph). Karena penasaran James bereksperimen menggunakan duri kaktus sebagai jarum pembaca piringan hitam. James sudah menduga kalau hasil eksperimennya sia-sia. James menginginkan sistem yang akan merekam dan memutar kembali lagi sebuah lagu tanpa harus kontak langsung antarbagiannya. James melihat bahwa cara terbaik untuk itu adalah dengan menggunakan cahaya. Selama beberapa tahun akhirnya James menemukan cara menyimpan data dalam piringan sensitif cahaya. Data ini dimodelkan dalam bit cahaya yang sangat kecil. Sebuah sinar laser akan membaca struktur bit cahaya ini,
39
kemudian komputer akan mengubah data ini ke dalam sinyal elektronik. Dan untuk pertama kalinya lahirlah compact disc. Pada tahun 1972, Klass Compaan seorang ahli fisika di Phillips Research bersama temannya Piet Kramer berhasil menampilkan model video disc berwarna pertama. Pada waktu itu belum dipublikasikan secara luas karena masih banyak kelemahannya. Dalam waktu yang hampir bersamaan, Phillips meluncurkan audio CD pertama ke pasaran, namun mengalami masalah pada saat proses menerjemahkan data, sehingga gagal putar. Kemudian pada tahun 1978, Phillips bekerja sama dengan Sony dan mengembangkan standar baku untuk memproduksi CD. Dua tahun kemudian, Phillips dan Sony berhasil meluncurkan audio digital compact disc dengan standar baku dan mulai dipasarkan secara resmi di Eropa dan Jepang pada tahun 1982. Sedangkan di Indonesia, CD mulai masuk ke pasaran pada era tahun 1990-an, di mana telah menggeser keberadaan kaset sebagai media penyimpanan lagu dan musik di industri rekaman Indonesia. Masuknya CD ke Indonesia menyediakan alternatif baru dan canggih bagi para penikmat musik. Di mana kemudian perusahaan-perusahaan rekaman di tanah air menjadikan CD sebagai sarana rekaman lagu dan musik.
2.4
Perlindungan Hukum 2.4.1 Pengertian Perlindungan Hukum
40
Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum atau dengan kata lain perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun.28 Perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan atau sebagai kumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu hal dari hal lainnya.29 Perlindungan hukum adalah penyempitan arti dari perlindungan, dalam hal ini hanya perlindungan oleh hukum saja. Perlindungan yang diberikan oleh hukum, terkait pula dengan adanya hak dan kewajiban, dalam hal ini yang dimiliki oleh manusia sebagai subyek hukum dalam interaksinya dengan sesama manusia serta lingkungannya. Sebagai subyek hukum manusia memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan suatu tindakan hukum. 2.4.2 Jenis-Jenis Perlindungan Hukum Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:30
28
Satjipto Rahardjo, loc. cit. Philipus M. Hadjon, 2007, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, hlm. 25. 30 Muchsin, 2003, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia, Universitas Sebelas Maret Press, Surakarta, hlm. 20. 29
41
a. Perlindungan hukum preventif Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan suatu kewajiban. b. Perlindungan hukum represif Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi suatu pelanggaran. Sedangkan menurut Philipus M. Hadjon, bahwa sarana perlindungan hukum ada dua macam, yaitu:31 a. Sarana perlindungan hukum preventif Pada perlindungan hukum preventif, subyek hukum diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Tujuannya adalah mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan hukum preventif sangat besar artinya bagi tindak pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena dengan adanya perlindungan hukum preventif, pemerintah terdorong untuk bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi. b. Sarana perlindungan hukum represif
31
Philipus M. Hadjon, op. cit., hlm. 30.
42
Perlindungan hukum represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hakhak asasi manusia. Prinsip kedua yang mendasari perlindungan hukum terhadap tindak pemerintahan adalah prinsip negara hukum. Dikaitkan dengan pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia mendapat tempat utama dan dapat dikaitkan dengan tujuan dari negara hukum.