BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DEPOSITO DAN MUDLARABAH
A. Deposito Salah satu cara agar nasabah merasa aman mempunyai uang dalam jumlah yang cukup besar, tanpa khawatir akan diincar para penjarah, maka sekarang ini telah muncul banyak lembaga keuangan, dalam hal ini bank yang memberikan fasilitas penyimpanan uang dengan bentuk deposito. Deposito banyak diminati oleh para pengusaha dan pemilik uang karena mempunyai beberapa kelebihan daripada cara penyimpanan uang yang lain, seperti tabungan, giro, kliring dan lain sebagainya.1 Tidak seperti jenis simpanan lainnya, deposito penyimpanan dan pengambilannya ditentukan oleh waktu yang telah disepakati, baik 1, 3, 6, 12 dan 24 bulan, sehingga menguntungkan bagi pihak bank untuk mengelola simpanan nasabah tersebut dalam jangka panjang, sedangkan bagi nasabah, deposito menawarkan pembagian keuntungan dengan suku bunga yang cukup tinggi dibandingkan dengan simpanan lainnya dalam sistem perbankan. Untuk mengetahui deposito secara rinci, maka akan diuraikan pengertian deposito, macam-macam deposito dan Ketentuan Umum menjadi Nasabah Deposito.
1
Sigit Trihartono, Tanya Jawab Masalah Perbankan; Menjawab Tuntas Selaga Problem Permasalahan Bank, (Solo: Aneka, 1995), hlm. 92.
14
15 1. Pengertian Deposito Secara etimologis, kata “deposito” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti “1. uang yang disimpan dalam rekening; 2. tindakan menyimpan uang di bank; 3. kredit yang diberikan bank kepada seseorang; 4. hak atas saldo uang di bank bagi mereka yang telah menyimpannya di bank”.2 Dari pengertian ini, maka yang dimaksudkan deposito berjangka adalah “simpanan di bank yang penarikannya dapat dilakukan setelah masa
tertentu
yang
diperjanjikan
atau
setelah
pemberitahuan
sebelumnya”.3 Sementara itu, dalam Kamus Lengkap Ekonomi, deposito diartikan sebagai berikut: “Rekening perorangan atau perusahaan dalam Bank Komersil (Commercial Bank) di mana nasabah dapat mendepositokan uang atau cek yang dapat diambil dengan membuat pemberitahuan lebih dahulu kepada bank. Deposito berbeda dengan rekening Koran (Current Account) yang dipakai untuk membayar transaksi sehari-hari, biasanya berbentuk simpanan (saving) seseorang atau perusahaan dan dipergunakan untuk membiayai keperluan-keperluan khusus. Bunga (interest) dibayarkan atas deposito yang biasanya lebih tinggi dari tingkat bunga rekening koran, untuk merangsang nasabah mendepositokan uangnya dalam jangka waktu tertentu yang lebih lama. Berbeda dengan rekening koran, cek biasanya tidak dapat dikeluarkan dengan memakai rekening deposito”.4 Secara terminologis, banyak pakar yang memberikan pengertian dan definisi deposito beragam. Di antaranya adalah sebagai berikut:
2
Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Bahasa dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), hlm. 224. 3 Ibid. 4 C. Pass, B. Lowes dan L. Davies, Kamus Lengkap Ekonomi, terj. Tumpal Rumapea dan Posman Haloho, (t.kpt: Erlangga, 1994), hlm. 146.
16 a. Achmad Anwari, Deposito adalah nama yang diberikan pada simpanan deposan di bank yang lazim dilekatkan pada persyaratan jangka waktu penyimpanan. Deposan adalah orang atau badan yang ada di dalam masyarakat yang mempunyai kelebihan uang yang tidak dikonsumir atau tidak dipergunakan, yang kemudian menyimpan di bank. Penyimpanan di bank dibatasi oleh jangka waktu yang diinginkan, yaitu dapat dilakukan untuk periode setengah tahun, setahun atau dua tahun lamanya. Oleh karena itu, pada prinsipnya, deposito diberi bunga oleh bank yang paling tinggi, jika dibandingkan dengan simpanan lainnya di bank. Makin lama jangka waktu yang diinginkan, maka semakin tinggi bunganya, mengingat bahwa manfaat dari modal yang terkumpul ini bagi bank adalah sangat menguntungkan.5 b. Rimsky K Judisseno “Deposito adalah jenis simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan setelah jangka waktu tertentu sesuai dengan perjanjian antara nasabah peyimpan (deposan) dan bank. Karena penarikan dana oleh nasabah sifatnya berjangka, maka tingkat bunga deposito cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan jasa perbankan lainnya. Hal ini karena bank mempunyai waktu yang cukup untuk mengoptimalkan dana tersebut dalam bentuk investasi dana seperti untuk kegiatan kredit, penanaman dalam bentuk surat-surat berharga dan lain-lain”.6
c. Undang-undang No. 10 tahun 1988 “Simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank”.7
5
Achmad Anwari, Praktrek Perbankan di Indonesia: Deposito Berjangka 2, (t.kp.: Balai Aksara, 1979), hlm. 12. 6 Rimsky K. Judisseno, Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002), hlm. 155. 7 Kasmir, Manajemen Perbankan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 63.
17
d. Deposito menurut definisi perbankan adalah: “Suatu simpanan uang pada bank dengan jangka waktu tertentu oleh Badan Hukum atau perorangan yang mendapat bunga tiap-tiap bulan dalam jumlah yang tetap”.8 Dari definisi di atas, deposito adalah suatu simpanan yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha yang penarikannya dilakukan dalam jangka waktu tertentu (jatuh tempo). Sedangkan unsur-unsur yang ada pada deposito, antara lain sebagai berikut: a. Deposan 1) Perusahaan 2) Perusahaan swasta nasional 3) Perseroan (sebagai pribadi) 4) Perorangan sebagai Firma 5) Siapapun dapat menyimpan uangnya dengan deposito b. Jangka Waktu c. Nominal simpanan
2. Macam-Macam Deposito Sebagai gambaran jangka waktu deposito beserta bunga yang berlaku pada beberapa bank, dapat dikelompokkan sebagai berikut: a. Simpanan deposito kurang dari 3 bulan bunga
= 3,0 %
b. Simpanan deposito jangka waktu 3 bulan bunga
= 4,5 %
8
Sigit Trihartono, op. cit., hlm. 92.
18 c. Simpanan deposito jangka waktu 6 bulan bunga
= 6,0 %
d. Simpanan deposito jangka waktu 12 bulan bunga
= 9,0 %
e. Simpanan deposito jangka waktu 24 bulan bunga
= 15,0 %9
Penentuan suku bunga di atas pada dasarnya bukan patokan baku yang diberikan bank. Karena penetapan suku bunga tergantung pada kurs mata uang yang bersangkutan (misalnya kurs rupiah terhadap dolar) dan juga penetapan bunga antara bank satu dengan bank lainnya juga berbeda sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada bank yang bersangkutan. Penentuan bunga sebagaimana di atas pada dasarnya disesuaikan dengan keadaan dan kondisi yang berlaku pada saat yang sudah ditentukan sebelumnya. Artinya, dapat saja bunga tersebut tiba-tiba naik ataupun mengalami penurunan. Kebijakan tersebut berlaku menurut perundangan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah melalui Departemen Keuangan Republik Indonesia. Biasanya setiap bank akan mengumumkan kondisi keuangan perbankan melalui laporan harian maupun bulanan yang dimuat pada mass media maupun neraca laba-rugi dari bank yang bersangkutan. Para penabung dapat menanyakan langsung pada bank tentang kondisi dan keadaan keuangan yang sedang berlaku pada saat itu. Simpanan deposito pada saat ini digemari oleh para pengusaha karena mempunyai kekuatan untuk dijadikan jaminan kredit. Tentu saja dengan batas nominal yang telah ditentukan dan disesuaikan jumlah kredit
9
Ibid., hlm. 94.
19 yang diajukan. Untuk pembayaran bunga deposito, dilakukan pada setiap bulan pada tanggal yang sudah ditentukan (tanggal jatuh tempo). Adapun aturan main setiap bank berbeda-beda di dalam pembayaran tersebut. Yang perlu dijadikan perhatian adalah di dalam pembayaran tersebut disertai neraca laporan dan disertai pula dengan kuitansi bermeterai.10 Beberapa macam deposito yang dikenal adalah sebagai berikut: a. Time deposit Time deposit atau lebih dikenal dengan istilah “deposito berjangka”, yaitu deposito yang terikat oleh waktu yang telah di tentukan. Apabila waktu yang di tentukan itu habis, maka deposan dapat menarik simpanan deposito berjangka itu dari bank atau sebaliknya memperpanjang simpanan deposito berjangka itu dengan suatu periode tertentu yang diinginkan11 Simpanan uang pada bank yang berupa deposito berjangka pada umumnya deposan akan menerima bilyet deposito (asli). Isi dari bilyet deposito itu antara lain sebagai berikut: 1) Nama dan alamat jelas dari deposan 2) Jumlah nominal setoran (yang dinyatakan dengan jumlah nilai uang) 3) Jangka waktu simpanan dan kapan deposito berjangka itu jatuh tempo atau habis waktu dari periode yang diinginkan
10
Ibid., hlm. 94. Muhammad Jumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993), hlm. 171. 11
20 4) Besarnya prosentase bunga yang telah ditetapkan oleh pihak bank12 Sementara itu dari sisi isi dan bentuk formulir deposito, maka pada awalnya ditetapkan dan dicetak oleh Bank Indonesia (BI). Namun sekarang, Bank Indonesia memberikan kewenangan kepada bank pemerintah lainnya untuk mencetaknya sendiri sesuai dengan bentuk standar yang telah ditentukan. Pada deposito berjangka, maka setelah jatuh tempo atau habis waktu, maka dana deposan akan ditarik dari bank dengan cara menukar bilyet deposito yang asli dengan uang tunai, atau dapat pula dengan memindahbukukan ke dalam Rekening Koran Giro yang bersangkutan, sehingga bilyet deposito asli yang dipegang oleh deposan harus diserahkan kembali kepada pihak bank.13 b. Deposit on call Deposit on call adalah uang simpanan tetap berada di bank selama belum dibutuhkan oleh pemiliknya (penyimpan). Apabila penyimpan uang itu akan menarik simpanannya, maka terlebih dahulu harus memberitahukan kepada pihak bank. Masa pemberitahuan kepada bank itu dilakukan adalah tergantung kepada perjanjian yang diadakan antara penyimpan (deposan) dengan pihak bank (ada yang setahun, dua bulan dan sebagainya).
12 13
Achmad Anwari, op. cit., hlm. 12-13. Muhammad Jumhana, loc. cit.
21 Doposit on call biasa dikenal dengan sebutan deposito harian. Dalam prakteknya, deposito jenis doposit on call ini pengambilannya berdasarkan pemberitahuan terlebih dahulu oleh nasabah yang bersangkutan dengan kesepakatan perjanjian tenggang pengambilan yang telah disepakati bersama, misalnya 1 (satu) hari sebelum pengambilan harus sudah memberitahukan terlebih dahulu ke pihak bank.14 c. Demand deposit Demand deposit (rekening koran giro) adalah penyimpan dapat menyimpan atau menarik dananya pada/dari bank setiap saat yang dikehendaki.15
3. Ketentuan Umum menjadi Nasabah Deposito Seperti halnya dengan tabungan, maka deposan yang akan mendepositokan uangnya harus memenuhi beberapa persyaratan. Adapun ketentuan-ketentuan umum untuk menjadi nasabah deposito adalah sebagai berikut: a. Nasabah cukup datang ke bank yang dipercaya agar dapat menjamin uang deposan agar tidak akan hilang. Oleh karena itu, karena banyaknya persaingan dunia perbankan saat ini, maka membuka peluang bagi nasabah untuk dapat memilih bank yang cukup bonafit
14 15
Rimsky K. Judisseno, op. cit., hlm. 156. Achmad Anwari, op. cit., hlm. 12-13.
22 (sehat secara ekonomi finansial) dan mempunyai suku bunga yang cukup tinggi. b. Nasabah diharapkan mengisi beberapa formulir aplikasi yang memuat tentang: 1) Jumlah nominal simpanan 2) Jangka waktu yang nasabah pilih Dalam pelaksanaannya, simpanan deposan ditulis dalam bentuk surat pernyataan yang dibubuhi meterai, sehingga mempunyai kekuatan hukum yang sah. c. Menyerahkan fotokopi KTP atau identitas nasabah untuk dicatat, baik yang nama, alamat dan pekerjaan. Hal ini sangat perlu dilakukan, sebab pemegang deposito tidak dapat diwakilkan sehingga pencatatan identitas tersebut untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Dari pencatatan identitas ini, nanti akan dibubuhkan pada bank bersangkutan untuk dilaporkan kepada Bank Indonesia untuk mendapatkan Kartu yang berfungsi untuk mengambil bunga deposito pada jatuh tempo setiap bulannya. d. Proses terakhir adalah penyetoran. Proses ini merupakan akhir dari proses menjadi deposan suatu bank. Dengan menyetor nominal tersebut, nasabah resmi menjadi deposan bank tersebut.16 Setelah menjadi deposan (yang memegang simpanan deposito) maka bank menerbitkan bilyet deposito yang terdiri atas:
16
Sigit Tri Hartono, op. cit., hlm. 94
23 a. 1 (satu) lembar asli untuk deposan, bermeterai dan ditandatangani oleh pejabat bank yang bersangkutan. b. 1 (satu) lembar untuk Bank Indonesia sebagai penagih premi (subsidi bunga) dari Bank Indonesia. c. 1 (satu) lembar untuk bukti pembukuan (bersama formulir) d. 1 (satu) lembar untuk pelunasan. e. 1 (satu) lembar untuk Desk Pasar Modal Bank Indonesia.17
B. Mudlarabah Salah satu bentuk kerja sama antara pemilik modal dan seseorang adalah bagi hasil, yang dilandasi oleh rasa tolong menolong, sebab ada orang yang mempunyai modal, tetapi tidak mempunyai keahlian dalam menjalankan roda perusahaan. Ada juga orang yang mempunyai keahlian dalam menjalankan roda perusahaan, tetapi tidak mempunyai waktu. Sebaliknya ada orang yang mempuyai keahlian dan waktu, tetapi tidak mempunyai modal. Dengan demikian, apabila ada kerja sama dalam menggerakkan roda perekonomian, maka kedua belah pihak akan mendapatkan keuntungan modal dan skill (ketrampilan dipadukan menjadi satu). Kerja sama dalam bentuk ini disebut mudlarabah ( )اﻟﻤﻀﺎرﺑﺔoleh ulama Irak, dan disebut qiradl ()اﻟﻘﺮاض oleh ulama Hijaz.18
17
Ibid., hlm. 96. M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, (Jakarta: Raja Grafindo, 2003), hlm. 169. 18
24 Mudlarabah adalah akad yang telah dikenal oleh umat Islam sejak zaman Nabi, bahkan telah dipraktekkan oleh bangsa Arab sebelum turunnya Islam. Ketika nabi Muhammad saw. berprofesi sebagai pedagang, ia melakukan akad mudlarabah dengan Khadijah. Dengan demikian, ditinjau dari segi hukum Islam, maka praktek mudlarabah ini dibolehkan, baik menurut al-Qur’an, sunnah, maupun ijma’.19 Dalam prakteknya, mudlarabah antara Khadijah dengan Nabi, saat itu Khadijah mempercayakan barang dagangannya untuk dijual oleh Nabi saw. ke luar negeri. Dalam kasus ini, Khadijah berperan sebagai pemilik modal (shahib al-maal), sedangkan Nabi saw. berperan sebagai pelaksana usaha (mudlarib). Bentuk kontrak antara dua pihak di mana satu pihak berperan sebagai pemilik modal dan mempercayakan sejumlah modalnya untuk dikelola oleh pihak kedua, yakni si pelaksana usaha, dengan tujuan untuk mendapatkan untung disebut akad Mudlarabah. Atau singkatnya, akad Mudlarabah adalah persetujuan kongsi antara harta dari salah satu pihak dengan kerja dari pihak lain.20 Dengan demikian, dapat dipahami bahwa praktek mudlarabah pada dasarnya sudah berlaku di masa Rasulullah saw. 1. Pengertian Mudlarabah Salah satu bentuk kerja sama yang dikenal dalam Islam adalah mudlarabah. Istilah mudlarabah berasal dari kata ِب ﻓِﻰ ْا َﻷرْض ُ ﻀ ْﺮ َ ( اْﻟberjalan di
19 Adiwarman Azwar Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: IIIT Indonesia, 2003), hlm. 180. 20 Ibid.
25 muka bumi), yaitu perjalanan untuk berdagang.21 Dalam istilah fiqih, “mudlarabah” diartikan “suatu bentuk kerja sama (kesepakatan) antara orang yang memberi modal dan orang lain yang menjalankannya. Dengan kata lain, seseorang memberikan harta kepada orang lain untuk diperdagangkan dengan perjanjian, pelaksana (mudlarib) mendapatkan sebagian jumlah tertentu dari labanya. Yakni bagian yang sudah disepakati keduanya, baik sepertiganya, seperempat ataupun setengah.22 Dengan demikian Mudlarabah adalah suatu akad yang dilakukan antara pemilik modal dengan mudlarib (pengelola), di mana keuntungan disepakati di awal untuk dibagi bersama dan kerugian ditanggung oleh pemilik modal.23 Ulama fikih mendefinisikan “mudlarabah” dengan pemilik modal menyerahkan modalnya kepada pekerja (pedagang) untuk diperdagangkan, sedangkan keuntungan dagang ini dibagi menurut kesepakatan bersama”.24 Secara terminologis, mudlarabah memiliki banyak pengertian. Menurut Sayyid Sabiq mudlarabah adalah akad antara kedua belah pihak untuk salah seorangnnya (salah satu pihak) mengeluarkan sejumlah uang kepada pihak lain untuk diperdagangkan dan keuntungannya dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan.25
21
Hamzah Ya’kub, Kode Etik Dagang Menurut Islam, (Bandung: Diponegoro, 1992),
hlm. 264. 22 M. Abdul Mujib, Mabruri Tholhah dan Syafi’ah A.M., Kamus Istilah Fiqih, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), hlm. 214. 23 Zainul Arifin, Memahami Bank Syari’ah; Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prospek, (Jakarta: Alvabet, 2000), hlm. 202. 24 M. Abdul Mujib, loc. cit. 25 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Juz 3, Beirut: (Dar al-Falah al-Arabiyah, t.th)., hlm. 297.
26 Abdurrahman al-Jaziri bahwa mudlarabah adalah akad antara dua orang yang berisi kesepakatan bahwa salah seorang dari mereka akan memberikan modal usaha produktif dan keuntungan usaha itu diberikan sebagian kepada pemilik modal dalam jumlah tertentu dengan kesepakatan yang sudah disetujui bersama.26 Dengan demikian, mudlarabah adalah kesepakatan antara dua orang, yang satu memberikan modal (shahib al-mal) dan yang satu menjalankan modal itu (mudlarib) untuk melakukan suatu usaha dengan pembagian keuntungan yang telah disepakati oleh keduanya.
2. Landasan Hukum Mudlarabah dalam Fiqih Akad mudlarabah dibenarkan dalam Islam, karena bertujuan untuk membantu antara pemilik modal dan orang yang memutarkan uang. Dasar hukum Mudlarabah adalah sebagai berikut: a. Al-Qur’an Pada dasarnya mudlarabah dapat dikategorikan dalam salah satu bentuk musyarakah, namun para cendekiawan fiqh Islam meletakkan mudlarabah dalam posisi yang khusus dan memberikan landasan hukum tersendiri yaitu al-Qur’an surat al-Muzammil ayat 20:
ﻘﹶﺎِﺗﻠﹸﻮ ﹶﻥﻭ ﹶﻥ ﻳﺧﺮ ﻭﺀَﺍ ﻀ ِﻞ ﺍﻟ ﱠﻠ ِﻪ ﻦ ﹶﻓ ﻮ ﹶﻥ ِﻣﺘﻐﺒ ﻳ ﺽ ِ ﺭ ﻮ ﹶﻥ ﻓِﻲ ﺍﹾﻟﹶﺄﻀ ِﺮﺑ ﻳ ﻭ ﹶﻥﺧﺮ ﻭﺀَﺍ (20 : )ﺍﳌﺰﻣﻞ.ﺳﺒِﻴ ِﻞ ﺍﻟ ﱠﻠ ِﻪ ﻓِﻲ 26
Abd. Al-Rahman al-Jaziri, Fiqh ala Madzahib al-Arba’ah, Juz III, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th), hlm. 34.
27 Artinya: Dan sebagian dari mereka orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT. (QS. AlMuzammil: 20)27 Mudlarib sebagai enterpreneur adalah sebagian dari orangorang yang melakukan dlarb (perjalanan) untuk mencari karunia Allah SWT. dari keuntungan investasinya.28 Ayat al-Qur’an lain yang senada misalnya:
.... ﷲ ِ ﻀ ِﻞ ﺍ ﻦ ﹶﻓ ﻮﺍ ِﻣﺘﻐﺑﺍﺽ ﻭ ِ ﺭ ﻭﺍ ﻓِﻲ ﺍ َْﻷﺸﺮ ِ ﺘﻧﻼﺓﹸ ﻓﹶﺎ ﺼﹶ ﺖ ﺍﻟ ِ ﻴﻀ ِ ﹶﻓِﺈﺫﹶﺍ ﻗﹸ (10 :)ﺍﳉﻤﻌﺔ Artinya: Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah SWT. (QS. al-Jum’ah: 10)29
(198 : )ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ.... ﻢ ﺑ ﹸﻜﺭ ﻦ ﻀﻠﹰﺎ ِﻣ ﻮﺍ ﹶﻓﺘﻐﺒ ﺗ ﹶﺃ ﹾﻥﺎﺡﺟﻨ ﻢ ﻴ ﹸﻜ ﻋ ﹶﻠ ﺲ ﻴ ﹶﻟ Artinya: Tidak ada dosa (halangan) bagimu untuk mencari karunia dari Tuhanmu. (QS. Al-Baqarah: 198)30
Dari ayat di atas dapat disimpulkan, bahwa Allah SWT. memperbolehkan mudlarabah. Namun demikian, mudlarabah itu sebagai upaya untuk membantu sesama bagi yang membutuhkan modal dan juga diniatkan hanya untuk mencari karunia Allah.
27
Soenarjo dkk, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: Toha Putra, 1989), hlm. 990. Karnaen A. Perwataatmadja dan Muhammad Syafi’i Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam, (Yogyakarta: Dana Bhakti Primayasa, 1992), hlm. 19. 29 Soenarjo dkk, op. cit., hlm. 933. 30 Ibid., hlm. 48. 28
28 b. Al-Hadits Salah satu hadis yang menjadi dasar mudlarabah adalah yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah:
ﻴ ِﻪ ﻋ ﹶﻠ ﷲ ُ ﺻﻠﱠﻰ ﺍ ﷲ ِ ﻮﻝﹸ ﺍ ﺭﺳ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ:ﻴ ِﻪ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﻦ ﹶﺍِﺑ ﻋ ﺐ ٍ ﻴ ﻬ ﺑ ِﻦ ﺻﺢ ﺍ ٍ ﺎِﻟﻦ ﺻ ﻋ ﺮ ﺒﻼﻁﹸ ﺍﹾﻟ ﺧ ﹶ ﻭﹶﺃ ﺿﺔﹸ ﺭ ﻭﹾﺍ ﹸﳌﻘﹶﺎ ﺟ ِﻞ ِﺍﻟﹶﻰ ﹶﺃﻴﻊ ﺒﺮ ﹶﻛﺔﹸ ﺍﹾﻟ ﺒﻦ ﺍﹾﻟ ﻴ ِﻬ ﻼﺙﹲ ِﻓ ﹶﺛ ﹶ:ﻢ ﺳ ﱠﻠ ﻭ 31
( )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ.ﻴ ِﻊ ﺒﺖ ﹶﻻ ِﻟ ﹾﻠ ِ ﻴ ﺒﻴ ِﺮ ِﻟ ﹾﻠ ﺸ ِﻌ ﺑِﺎﻟ
Artinya: Dari Suhaib ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda: “tiga perkara di dalamnya terdapat keberkatan: 1) menjual dengan pembayaran secara kredit 2) muqaradlah (nama lain dari mudlarabah) 3) mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah dan bukan untuk dijual. (HR. Ibnu Majah). Sementara itu, dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, Rasulullah saw. Bersabda:
ﺒ ِﺪ ﻋ ﻦ ﺑ ﺱ ﺎﻌﺒ ﺎ ﺍﹾﻟﺪﻧ ﻴﺳ ﻛﹶﺎ ﹶﻥ: ﻗﹶﺎ ﹶﻝﻧﻪﺎ ﹶﺃﻬﻤ ﻨ ﻋ ﷲ ُ ﻰ ﺍ ﺿ ِ ﺭ ﺱ ِ ﺎﻋﺒ ﻦ ﺑﻯ ﺍ ِﻭﺭ ﺍﺤﺮ ﺑ ﻚ ِﺑ ِﻪ ﺴﻠﹸ ﻳﺎ ِﺣِﺒ ِﻪ ﹶﺃ ﹾﻥ ﹶﻻﻋﻠﹶﻰ ﺻ ﻁ ﺮ ﹶ ﺘﺷ ﺑ ﹶﺔ ِﺍﺭ ﺎﻣﻀ ﻊ ﺍﹾﳌﹶﺎ ﹶﻝ ﺩ ﹶﻓ ﺐ ِﺍﺫﹶﺍ ِ ﹾﺍﳌﹸ ﹶﻄ ﱢﻠ ﻚ ﻌ ﹶﻞ ﹶﺫِﻟ ﺒ ٍﺔ ﹶﻓِﺎ ﹾﻥ ﹶﻓﺭ ﹾﻃ ﺒ ِﺪﺕ ﹶﻛ ﺑ ﹰﺔ ﺫﹶﺍﺩﺍ ﻯ ِﺑ ِﻪ ﺘ ِﺮﺸ ﻳﻭ ﹶﻻ ﺎﺍ ِﺩﻳﻨ ِﺰﻝﹸ ِﺑ ِﻪ ﻭ ﻳﻭ ﹶﻻ
)ﺭﻭﺍﻩ.ﻩ ﺯ ﺎﻢ ﹶﻓﹶﺄﺟ ﺳ ﱠﻠ ﻭ ﻴ ِﻪ ﻋ ﹶﻠ ﷲ ِ ﺻﻠﱠﻰ ﺍ ﷲ ِ ﻮ ﹶﻝ ﺍ ﺭﺳ ﺮﻃﹸﻪ ﺷ ﺒ ﹶﻠ ﹶﻎﻦ ﹶﻓ ﻤ ﺿ (ﺍﻟﻄﱪﺍﻥ
Artinya: Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra. bahwasanya Sayyidina Abbas ibn Abd al-Muthalib jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudlarabah, ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya atau membeli ternak yang berparu-paru basah, jika menyalahi peraturan, maka yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikannyalah syarat-syarat tersebut ke Rasulullah saw. Dan dia pun memperkenankannya. (HR. Thabrani) 32 31
Ibnu Majah, Sunan Ibn Majah, Juz 3, (Beirut: Dar al-Fikr, 1992), hlm. 768. Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Suatu Pengenalan Umum, (Jakarta: Tazkia Institute, 1999), hlm. 136. 32
29 Dari kedua hadis di atas dapat dipahami, bahwa mudlarabah diperbolehkan dalam Islam.
3. Prinsip-prinsip Mudlarabah Dalam mengaplikasikan prinsip mudlarabah, penyimpan atau deposan bertindak sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan sebagai mudlarib (pengelola). Hal tersebut digunakan bank untuk melakukan murabahah atau ijarah seperti yang telah dijelaskan terdahulu. Dapat pula dana tersebut digunakan bank untuk melakukan mudlarabah kedua. Hasil usaha ini akan dibagi hasilkan berdasarkan nisbah yang disepakati. Dalam hal bank menggunakannya untuk melakukan mudlarabah kedua, maka bank bertanggung jawab penuh atas kerugian yang terjadi.33 Ulama fikih membagi mudlarabah menjadi dua bagian, yaitu mudlarabah mutlaqah dan mudlarabah muqayyad. Mudlarabah mutlaqah adalah akad yang didasarkan pada waktu dan tempat dan sifat dari orang yang melakukan akad tersebut dari mudlarib.34 Menurut Muhammad Syafi’i Antonio, mudlarabah mutlaqah adalah bentuk kerja sama antara shahib al-mal dengan mudlarib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis. Dalam pembahasan fikih, ulama salaf al-saleh seringkali mencontohkan dengan
33 Heri Sudarsono, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta: Ekonisia, 2003), hlm. 65-66. 34 Kamil Musa, Ahkam al-Mu’amalat, (Tkpt: Mu’asasah al-Risalah, 1994), hlm. 345.
30 ungkapan if’al ma syi’ta (lakukan sesukamu) dari shahib al-mal ke mudlarib yang memberi kekuatan sangat besar.35 Mudlarabah muqayyad adalah akad yang dilakukan antara pemilik modal dengan mudlarib (pengelola) untuk usaha yang ditentukan oleh pemilik modal, di mana keuntungan disepakati di awal untuk dibagi bersama dan kerugian ditanggung oleh pemilik modal.36 Menurut Muhammad Syafi’i Antonio, bahwa mudlarabah muqayyad adalah kebalikan mudlarabah mutlaqah. Si mudlarib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu atau tempat usaha, sehingga memberikan kemungkinan kepada si shahib al-mal memilih kecenderungan umum dalam memasuki berbagai jenis dunia usaha.37 Sementara itu, prinsip mudlarabah yang dipergunakan dalam sistem perbankan syari’ah adalah sebagai berikut: a. Mudlarabah mutlaqah atau URIA (Unrestricted Investment Account) Dalam Mudlarabah mutlaqah (URIA = Unrestricted Investment Account), tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana yang dihimpun. Nasabah tidak memberikan persyaratan apapun kepada bank, ke bisnis apa dana yang disimpannya itu hendak disalurkan, atau menetapkan penggunaan akad-akad tertentu, ataupun mensyaratkan dananya diperuntukkan bagi nasabah tertentu. Jadi, bank memiliki
35
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah: Dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 97. 36 Zainul Arifin, op. cit., hlm. 203. 37 Muhammad Syafi’i Antonio, loc. cit.
31 kebebasan penuh untuk menyalurkan dana URIA ini ke bisnis manapun yang diperkirakan menguntungkan.38 Dari penerapan mudlarabah mutlaqah ini dikembangkan produk tabungan dan deposito, sehingga terdapat dua jenis penghimpunan dana, yaitu: tabungan mudlarabah dan deposito mudlarabah. Ketentuan umum yang berlaku dalam mudlarabah mutlaqah adalah sebagai berikut: 1) Pihak bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana (modal) mengenai nisbah (keuntungan) dan tata cara pemberitahuan keuntungan dan atau pembagian keuntungan secara resiko yang dapat ditimbulkan dari penyimpanan dana. Apabila telah tercapai kesepakatan maka hal tersebut harus dicantumkan dalam akad. 2) Untuk tabungan mudlarabah, bank dapat memberikan buku tabungan sebagai bukti penyimpanan, serta kartu ATM dan atau alat penarikan lainnya kepada penabung. Untuk deposito mudlarabah, bank wajib memberikan sertifikat atau tanda penyimpanan (bilyet) deposito kepada deposan. 3) Tabungan dengan perjanjian diambil setiap saat oleh penabung sesuai
dengan
perjanjian
yang
disepakati,
namun
tidak
diperkenankan mengalami saldo negatifnya. 4) Deposito mudlarabah hanya dapat dicairkan sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati. Deposito yang diperpanjang, setelah
38
Adiwarman Azwar Karim, op. cit., hlm. 188.
32 jatuh tempo akan diperlakukan sama seperti deposito baru, tetapi bila pada akad sudah dicantumkan perpanjangan otomatis maka tidak perlu dibuat akad baru. 5) Ketentuan-ketentuan yang lain yang berkaitan dengan tabungan dan deposito tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah.39 b. Mudlarabah muqayyadah atau RIA (Restricted Investment Account). Mudlarabah muqayyadah adalah akad yang dilakukan antara pemilik modal dengan mudlarib (pengelola) untuk menjalankan suatu usaha yang ditentukan oleh pemilik modal, di mana keuntungan disepakati di awal untuk dibagi bersama dan kerugian ditanggung oleh pemilik modal. Dalam lembaga keuangan, akad ini diterapkan untuk suatu proyek yang dibiayai langsung oleh dana nasabah, sedangkan lembaga keuangan (mudlarib) hanya bertindak sebagai wakil yang mengadministrasikan proyek itu. Dalam terminologi perbankan syari’ah ini lazim disebut special investment.40 Mudlarabah sistem Restricted Investment Account (RIA) ini ada dua jenis, yaitu: 1) Mudlarabah Muqayyadah on Balance Sheet Jenis
mudlarabah
ini
merupakan
simpanan
khusus
(restricted investment), di mana pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank. Misalnya 39 40
Ibid., hlm. 189. Zainul Arifin, loc. cit.
33 disyaratkan digunakan untuk bisnis tertentu, atau disyaratkan digunakan dengan akad tertentu, atau disyaratkan digunakan untuk nasabah tertentu.41 Karakteristik jenis simpanan Restricted Investment Account ini adalah sebagai berikut: a) Pemilik dana wajib menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus diikuti oleh bank dan wajib membuat akad yang mengatur persyaratan penyaluran dana simpanan khusus. b) Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara pemberitahuan keuntungan dan atau pembagian keuntungan secara risiko yang dapat ditimbulkan dari penyimpanan dana. Apabila telah tercapai kesepakatan, maka hal tersebut harus dicantumkan dalam akad. c) Sebagai tanda bukti simpanan bank menerbitkan bukti simpanan khusus. Bank wajib memisahkan dana ini dari rekening lainnya. d) Untuk deposito mudlarbah, bank wajib memberikan sertifikat atau tanda penyimpanan (bilyet) deposito kepada deposan.42 2) Mudlarabah Muqayyadah of Balance Sheet Jenis
Mudlarabah
ini
merupakan
penyaluran
dana
mudlarabah langsung kepada pelaksana usahanya, di mana bank bertindak sebagai perantara (arranger) yang mempertemukan 41 42
Adiwarman Azwar Karim, loc. cit. Ibid.
34 antara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank dalam mencari bisnis (pelaksana usaha).43 Karakteristik jenis simpanan Mudlarabah Muqayyadah of Balance Sheet adalah sebagai berikut: a) Sebagai tanda bukti simpanan, bahwa bank menerbitkan buku simpanan khusus, sehingga bank wajib memisahkan dana dari rekening lainnya. Simpanan khusus harus disalurkan secara langsung kepada pihak yang diamanatkan oleh pemilik dana. b) Bank menerima komisi atas jasa mempertemukan kedua pihak, sedangkan antara pemilik dana dan pelaksana usaha berlaku nisbah bagi hasil.44
4. Rukun dan Syarat Mudlarabah Rukun mudlarabah terpenuhi sempurna, apabila ada mudlarib (ada pemilik dana), ada usaha yang akan dibagihasilkan, ada nisbah dan ada ijab kabul. Menurut ulama Hanafi, bahwa rukun mudlarabah hanya ijab (dari pemilik modal) dan kabul (dari pedagang/pelaksana). Sedangkan menurut jumhur ulama, bahwa rukun mudlarabah adalah orang yang berakal, modal, keuntungan, kerja dan akad.45
43
Ibid. Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah; Deskripsi dan Illustrasi, (Yogyakarta: Adipura, 2003), hlm. 65-67. 45 M. Ali Hasan, op. cit., hlm. 170-171. 44
35 Faktor-faktor yang harus ada (rukun) dalam akad mudlarabah adalah sebagai berikut: a. Pelaku (pemilik modal maupun pelaksana usaha) Rukun dalam akad mudlarabah sama dengan rukun dalam akad jual beli ditambah satu faktor tambahan, yakni nisbah keuntungan. Faktor pertama (pelaku) kiranya sudah cukup jelas. Dalam akad mudlarabah, harus ada minimal dua pelaku. Pihak pertama bertindak sebagai pemilik modal (shahib al-mal), sedangkan pihak kedua bertindak sebagai pelaksana usaha (mudlarib atau ‘amil). Tanpa dua pelaku ini, maka akad mudlarabah tidak ada. b. Objek mudlarabah (modal dan kerja) Faktor kedua (objek mudlarabah) merupakan konsekuensi logis dari tindakan yang dilakukan oleh para pelaku. Pemilik modal menyerahkan modalnya sebagai objek Mudlarabah, sedangkan pelaksana usaha menyerahkan kerjanya sebagai objek Mudlarabah. Modal yang diserahkan bisa berbentuk uang atau barang yang dirinci berapa nilai uangnya. Sedangkan kerja yang diserahkan bisa berbentuk keahlian, ketrampilan, selling skill, management skill, dan lain-lain. Tanpa dua objek ini, akad mudlarabah pun tidak akan ada. Para fuqaha sebenarnya tidak membolehkan modal mudlarabah berbentuk barang. Ia harus uang tunai karena barang tidak dapat dipastikan taksiran harganya dan mengakibatkan ketidakpastian (gharar) besarnya modal mudlarabah. Namun para ulama madzhab
36 Hanafi membolehkannya dan nilai barang yang dijadikan setoran modal harus disepakati pada saat akad oleh mudlarib dan shahibul maal. Dengan demikian, jelas bahwa tidak boleh adalah mudlarabah yang belum disetor, karena para fuqaha telah sepakat tidak bolehnya mudlarabah dengan hutang. Tanpa adanya setoran modal, berarti shahibul maal tidak memberikan kontribusi apapun padahal mudlarib telah bekerja. Para ulama Syafi’i dan Maliki melarang hal itu karena merusak sahnya akad. c. Persetujuan kedua belah pihak (ijab-qabul) Persetujuan kedua belah pihak merupakan konsekuensi dari prinsip an-taraddin minkum (sama-sama rela). Di sini kedua belah pihak harus secara rela bersepakat untuk mengikatkan diri dalam akad mudlarabah. Si pemilik dana setuju dengan perannya untuk mengkontribusikan dana, sementara si pelaksana usaha pun setuju dengan perannya untuk mengkontribusikan kerja. d. Nisbah keuntungan Nisbah keuntungan adalah rukun yang khas dalam akad mudlarabah, yang tidak ada dalam akad jual beli. Nisbah ini mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua pihak yang bermudlarabah. Mudlarib mendapatkan imbalan atas kerjanya, sedangkan shahib al-mal mendapat imbalan atas penyerahan modalnya. Nisbah keuntungan inilah yang akan mencegah terjadinya
37 perselisihan antara kedua belah pihak mengenai cara pembagian keuntungan.46 Sedangkan syarat-syarat mudlarabah adalah sebagai berikut: 1. Modal a. Modal harus dinyatakan dengan jelas jumlahnya, seandainya modal berbentuk barang maka barang tersebut harus dihargakan dengan harga semasa dalam uang yang beredar. b. Modal harus dalam bentuk tunai dan bukan piutang. c. Modal
harus
diserahkan
kepada
mudlarib,
untuk
memungkinkannya melakukan usaha. 2. Keuntungan a. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam perosentase dari keuntungan yang mungkin dihasilkan nanti. b. Kesepakatan rasio perosentase harus dicapai melalui negosiasi dan dituangkan dalam kontrak. c. Pembagian keuntungan baru dapat dilakukan setelah mudlarib mengembalikan seluruh (atau sebagian) modal kepada rab al-mal. 3. al-Musyarakah Al-Musyarakah adalah kerjasama antara dua pihak atau lebih pemilik modal (uang atau barang) untuk membiayai suatu usaha. Keuntungan dari usaha tersebut dibagi sesuai dengan persetujuan antara pihak-pihak tersebut, yang tidak harus sama dengan pangsa
46
Adiwarman Azwar Karim, op. cit., hlm. 181-182.
38 modal masing-masing pihak. Dalam hal terjadi kerugian, maka pembagian kerugian dilakukan sesuai pangsa modal masing-masing.47
4. Batalnya Akad Mudlarabah Akad mudlarabah dinyatakan batal (berakhir) apabila terjadi hal-hal sebagai berikut: a. Masing-masing pihak menyatakan, bahwa akad itu batal atau pekerja dilarang bertindak untuk menjalankan modal yang diberikan, atau pemilik modal menarik kembali modalnya. b. Salah seorang yang berakad meninggal dunia. Menurut jumhur ulama, jika pemilik modal meninggal dunia, maka akad tersebut batal, karena akad mudlarabah sama dengan akad wakalah (perwakilan) yang dapat gugur disebabkan wafat orang yang mewakilkan. Di samping itu, menurut
jumhur ulama, bahwa
akad mudlarabah tidak dapat
diwariskan. Namun demikian, menurut ulama madzhab Maliki, bahwa jika salah seorang yang berakad meninggal dunia, maka akadnya tidak batal dan dilanjutkan oleh ahli warisnya, karena menurut mereka akad mudlarabah dapat diwariskan. Pada umumnya dalam masyarakat pada saat ini, pendapat madzhab Maliki dipergunakan orang. c. Salah seorang yang berakad gila, sehingga orang gila tidak dapat bertindak atas nama hukum.
47
Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait (BAMUI dan Takaful) di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 32-33.
39 d. Pemilik modal murtad (keluar dari agama Islam). Menurut Abu Hanifah, akad mudlarabah menjadi batal, karena kemurtadan itu. Berdasarkan pendapat ini, maka tidak dibenarkan melakukan akad mudlarabah dengan orang non muslim e. Modal telah habis terlebih dahulu, sebelum dikelola oleh pekerja (pelaksana). Umpamanya setelah dibuat perjanjian akad, modal tidak diserahkan, apakah karena dibelanjakan, dicuri orang atau disebabkan hal-hal lain.48
48
M. Ali Hasan, op. cit., hlm. 176-177.