BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DEMOKRASI
A. Demokrasi: Sejarah dan Teori Demokrasi Kata demokrasi terkesan sangat akrab dan seakan sudah dimengerti begitu saja. Dalam banyak perbincangan --mulai dari yang serius sampai yang santai di meja makan-- kata demokrasi sering terlontar. Namun apa dan bagaimana sebenarnya makna substansi dari demokrasi itu sendiri mungkin belum sepenuhnya dimengerti dan dihayati, sehingga perbincangan tentang demokrasi bisa saja tidak menyentuh makna substansi. Untuk itu bagian ini akan menyinggung tentang apa sebenarnya makna dari pada istilah demokrasi disamping itu juga akan memaparkan mengenai sejarah dan juga teori demokrasi itu sendiri. Demokrasi sebagai suatu sistem telah dijadikan alternatif dalam berbagai tatanan aktifitas bermasyarakat dan bernegara di beberapa negara. Seperti oleh Moh. Nahfudz MD, ada dua alasan dipilihnya demokrasi sebagai sistem bermasyarakat dan bernegara.1 Pertama, hampir semua negara di dunia ini telah menjadikan demokrasi sebagai asas yang fundamental; kedua, demokrasi sebagai asas kenegaraan secara esensial telah memberikan arah bagi peranan masyarakat untuk menyelenggarakan negara sebagai organisasi
1
Dede Rosyada dkk. demokrasi, hak asasi manusia dan masyarakat madani, (Jakarta: Prenada media, 2005), hlm.110
16
17
tertingginya. Karena itu diperlukan pengetahuan dan pemahaman yang benar pada masyarakat tentang demokrasi. Pengertian tentang demokrasi dapat dilihat dari tinjauan bahasa dan istilah. Secara bahasa “demokrasi” terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa Yunani yaitu: “demos” yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat dan “cratein” atau “cratos” yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Jadi “demos-cratos” (demokrasi) adalah kekuasaan atau kedaulatan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan rakyat. Sedangkan secara istilah arti demokrasi menurut Joseth A. Schmeter, demokrasi merupakan suatu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik dimana individuindividu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan dengan cara kompetetif atas suara rakyat.2 Sedangkan demokrasi menurut Sidney Hook dalam Encyclopedia Americana mendefinisikan bahwa demokrasi sebagai bentuk pemerintahan dimana keputusan-keputusan pemerintahan yang penting atau arah kebijakan yang penting secara langsung maupun tidak langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa.3 Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara memberi pengertian bahwa pada tingkat terakhir memberikan ketentuan dalam masalah-masalah pokok mengenai kehidupanya, termasuk dalam menilai kebijaksanaan negara, oleh
2
A.ubaidillah dkk, Pendidikan kewargaan; demokrasi, ham dan masyarakat madani (jakarta: IAIN jakarta press,2000), hal. 162 3 Sidney Hook, Democracy dalam The encyclopedia Americana (new york: Americana Coorporation, 1975),Vii,hal. 685
18
karena kebijaksanaan tersebut menentukan kehidupan rakyat. 4 Jadi negara demokrasi adalah negara yang
diselenggarakan berdasarkan kehendak dan
kemauan rakyat, atau jika ditinjau dari sudut organisasi ia berarti suatu pengorganisasian negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atas persetujuan rakyat karena kedaulatan rakyat berada di tangan rakyat.5 Konsep demokrasi semula lahir dari pemikiran mengenai hubungan negara dan hukum di Yunani Kuno dan dipraktekkan dalam kehidupan bernegara antara abad ke-6 SM samapai abad ke-4 M. Demokrasi yang dipraktekkan pada masa itu berbentuk demokrasi langsung (direct democracy) artinya hak rakyat untuk membuat keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara berdasarkan prosedur mayoritas. Sifat langsung itu berjalan secara efektif karena Negara Kota (City state) Yunani Kuno berlangsung dalam kondisi sederhana dengan wilayah negara hanya terbatas pada sebuah kota kecildengan jumlah penduduk sekitar 300.000 orang. Selain itu ketentuan-ketentuan menikmati hak demokrasi hanya berlaku untuk warga negara yang resmi, sedangkan bagi warga negara yang berstatus budak belian, pedagang asing, perempuan dan anak-anak tidak dapat menikmati hak demokrasi.6 Gagasan demokrasi Yunani boleh dikatakan lenyap dari muka Dunia Barat ketika bangsa Romawi dikalahkan oleh suku bangsa Eropa Barat dan Benua Eropa memasuki abad pertengahan (600-1400). Masyarakat pada 4
Diller noer, Pengantar ke pemikiran politik (jakarta: CV. Rajawali, cet. 1,1983),hal.207 Amirmachmud, Demokrasi, Undang-undang dan Peran Rakyat. Dalam Prisma No.8 (Jakarta: LP3ES, 1984) 6 Miriam Budiardjo, dasar-dasar ilmu politik ( jakarta : PT. Gramedia, 1982) hal. 54-55 5
19
pertengahan ini dicirikan oleh struktur sosial yang feodal; kehidupan sosial dan spiritualnya dikuasai oleh Paus dan pejabat-pejabat agama, sedangkan kehidupan politiknya ditandai oleh perebutan kekuasaan di antara para bangsawan.7 Dengan demikian masyarakat abad pertengahan terbelenggu oleh kekuasaan feodal dan kekuasaan pemimpin-pemimpin agama, sehingga tenggelam dalam apa yang disebut sebagai masa kegelapan. Kendati begitu ada sesuatu yang penting berkenaan dengan demokrasi pada abad pertengahan itu, yakni lahirnya dokumen Magna Charta (Piagam Besar), yaitu suatu piagam yang berisikan semacam perjanjian antara beberapa bangsawan dan raja John di Inggris bahwa Raja mengakui dan menjamin hak dan priveleges bawahanya sebagai imbalan untuk penyerahan dana bagi keperluan perang dan lain-lain. Lahirnya piagam ini, kendati tidak berlaku bagi rakyat jelata, dapat dikatakan sebagai lahirnya tonggak baru bagi perkembangan demokrasi, sebab dari piagam tersebut terlihat adanya dua prinsip dasar; pertama, kekuasaan raja harus dibatasi; kedua, hak asasi manusia lebih penting daripada kedaulatan raja.8 Sedangkan perkembangan demokrasi di Indonesia mengalami pasang surut (fluktuasi) dari masa kemerdekaan sampai saat ini. Dalam perjalanan bangsa dan negara Indonesia, masalah pokok yang dihadapi ialah bagaimana demokrasi mewujudkan dirinya dalam berbagai sisi kehidupan berbangsa dan bernegara. Perkembangan demokrasi di Indonesia dapat dibagi dari segi waktu
7
Miriam Budiardjo, dasar-dasar ilmu politik ( jakarta : PT. Gramedia, 1982) hal. 55 Ramdlonnaning, Cita dan Citra hak Asasi Manusia di Indnesia (Jakarta : Lembaga kriminologi UI, 1983),hlm. 9 8
20
menjadi empat periode yaitu pertama, periode 1945-1959; kedua, periode 1965-1965; ketiga, periode 1965-1998; keempat. Periode 1998-sekarang.9 Demokrasi periode 1945-1959, pada masa ini dikenal dengan sebutan demokrasi parlementer. Sistem parlementer yang mulai berlaku sebulan sesudah kemerdekaan diproklamirkan dan kemudian diperkuat dalam UUD 1945 dan 1950, ternyata kurang cocok untuk Indonesia. Persatuan yang dapat digalang selama menghadapi musuh bersama dan tidak dapat dibina menjadi kekuatan-kekuatan
konstuktif
sesudah
kemerdekaan
tercapai.
Karena
lemahnya benih-benih demokrasi sistem parlementer memberi peluang untuk dominasi partai-partai politik dan Dewan Perwakilan Rakyat. Demokrasi periode 1959-1965, ciri-ciri periode ini adalah dominasi dari Presiden, terbatasnya peranan partai politik, berkembangnya pengaruh komunis dan meluasnya peranan ABRI sebagai suatu usaha untuk mencari jalan keluar dari kemacetan politik melalui pembentukan kepemimpinan yang kuat. UUD 1945 membuka kesempatan bagi seorang Presiden untuk bertahan selam sekurang-kurangnya lima tahun. Akan tetapi ketetapan MPRS No. III/1963 yang mengangkat Ir. Soekarno sebagai Presiden seumur hidup telah “membatalkan” pembatasan waktu lima tahun ini (UUD memungkinkan seorang Presiden untuk dipilih kembali) yang ditentukkan oleh UUD. Demokrasi pada periode 1965-1998, landasan formil periode ini adalah Pancasila, UUD 1945 serta ketetapan-ketetapan MPRS. Dalam usaha untuk
9
Dede Rosyada dkk. demokrasi, hak asasi manusia dan masyarakat madani, (Jakarta: Prenada media, 2005), hlm.130
21
meluruskan kembali penyelewengan terhadap UUD yang telah terjadi dalam masa demokrasi terpimpin, kita telah mengadakan tindakan korektif Demokrasi pada periode 1998-sekarang, runtuhnya rezim otoriter Orde Baru telah membawa harapan baru bagi tumbuhnya demokrasi di Indonesia. Bergulirnya
reformasi
yang
mengiringi
keruntuhan
rezim
tersebut
menandakan tahap awal bagi transisi demokrasi Indonesia. Transisi demokrasi merupakan fase krusial yang kritis, karena dalam fase ini akan ditentukkan ke mana arah demokrasi yang akan dibangun. Selain itu dalam fase ini pula bisa saja terjadi pembalikan arah perjalanan bangsa dan negara yang akan menghantar Indonesia kembali memasuki masa otoriter sebagaimana yang terjadi pada periode orde lama dan orde baru. Secara umum, ada dua konsep yang dominan dalam diskursus demokrasi modern, yaitu konsep demokrasi Barat dan konsep demokrasi Komunis. Konsep barat lebih menekankan pada elemen-elemen substansif. Perbedaan ini oleh William Ebestein10 diiliustrasikan pada kasus pemaknaan “demokratisasi” untuk Jerman pasca Perang Dunia II, Amerika Serikat, Inggris, Perancis dan Uni Soviet yang tergabung dalam kekuatan Sekutu menguasai negeri itu. Negara-negara Sekutu itu sepakat mendemokratisasi Jerman. Namun antara ketiga negara Barat dan Uni Soviet tidak sepakat tentang apa makna dan impelemntasi dari gagasan demokratisasi itu. Bagi Barat, demokratisasi berarti prinsip atau metode-metode dasar serta proses dalam kehidupan publik Jerman, seperti pemilihan umum yang bebas, 10
William Ebestein, “Democracy” dalam William D. Halsey & Bernard Johnston (Eds), Collier’s Encyclopedia (New York: Macmillan Education Company, 1988),VIII, hlm.75
22
kebebasan pers, persamaan di muka hukum, kebebasan berbicara dan berserikat, serta kebebasan beroposisi. Sedang menurut konsep komunis, demokratisasi Jerman berarti menguatkan pemerintahan yang akan mewujudkan apa yang mereka klaim sebagai ‘kepentingan terbaik’ bagi masyarakat Jerman. Dalam kacamata komunis, kepentingan terbaik itu tidak lain adalah komunisme. Karena itu, menurut Uni Soviet, demokratisasi Jerman berarti mengakhiri kapitalisme dan menggantinya dengan komunisme. Menurut konsep Barat, rakyat adalah hakim terbaik bagi kepentingan mereka sendiri. Karena itu, rakyat harus diberi kebebasan penuh untuk mengeksperikan pandangan dan aspirasinya. Sedangkan dalam teori komunis, yang mempunyai hak untuk mengambil keputusan adalah mereka yang mengetahui kebenaran, yaitu minoritas kecil yang berkuasa dalam partai komunis.11 B. Demokrasi: Tujuan, Cita-cita dan Keuntungan Demokrasi Demokrasi tidak akan datang, tumbuh dan berkembang dengan sendirinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Karena itu demokrasi memerlukan usaha nyata setiap warga dan perangkat pendukungnya yaitu budaya yang kondusif sebagai manifestasi dari suatu kerangka berpikir dan rancangan masyarakat. Dalam menghadapi sejarah yang demikian panjang, mengapa kita harus percaya bahwa demokrasi adalah suatu cara yang lebih baik untuk 11
William Ebestein, “Democracy” dalam William D. Halsey & Bernard Johnston (Eds), Collier’s Encyclopedia (New York: Macmillan Education Company, 1988),VIII ,hlm.76
23
memerintah negara dibandingkan alternatif lain yang bukan demokratis?, menurut Robert A. Dahl bahwa demokrasi paling tidak mempunyai keunggulan dalam sepuluh hal, yaitu sebagai berikut: 12 1. Demokrasi menolong mencegah tumbuhnya pemerintahan oleh kaum otokrat yang kejam dan licik. 2. Demokrasi menjamin bagi warga negaranya sejumlah hak asasi yang tidak diberikan oleh sistem-sistem yang tidak demokratis. 3. Demokrasi menjamin kebebasan pribadi yang lebih luas bagi warga negaranya daripada alternatif lain yang memungkinkan. 4. Demokrasi membantu orang-orang untuk melindungi kepentingan pokok mereka. 5. Hanya pemerintahan yang demokratis yang dapat memberikan kesempatan sebesar-besarnya bagi orang-orang untuk menggunakan kebebasan menentukan nasibnya sendiri, yaitu untuk hidup di bawah hukum yang mereka pilih. 6. Hanya pemerintahan yang demokratis yang dapat memberikan kesempatan sebesar-besarnya untuk menjalankan tanggung jawab moral. 7. Demokrasi membantu perkembangan manusia lebih total daripada alternatif lain yang memungkinkan. 8. Hanya
pemerintahan
yang
demokratis
yang
dapat
membantu
perkembangan kadar persamaan politik yang relatif tinggi.
12
Robert A. Dahl, Perihal demokrasi; judul asli: On Democracy diterjemahkan oleh : A. Rahman Zaenudin(Jakarta: yayasan obor Indonesia, 2001), hal.84-85
24
9. Negara-negara demokrasi perwakilan modern tidak berperang satu sama lain. 10. Negara-negara dengan pemerintahan yang demokratis cenderung lebih makmur daripada negara-negara dengan pemerintahan yang tidak demokratis. Pemerintahan-pemerintahan
yang
demokratis
menyediakan
kemungkinan terbaik bagi akuntabilitas, bersikap responsif terhadap tuntutan rakyat, mendorong perdamaian, mudah diprediksi (sikap dan perilakunya) dan menciptakan tata pemerintahan yang baik (good governence). Tegasnya, menurut Robert Dahl, Demokrasi memberikan “jaminan kebebasan yang tak tertandingi oleh sistem politik apapun”.13 Secara instrumental, demokrasi mendorong kebebasan melalui tiga cara. Pertama, pemilu yang bebas dan adil yang
secara
inheren
mensyaratkan
hak-hak
politik
tertentu
untuk
mengeskpresikan pendapat, berorganisasi, oposisi, serta ‘hak-hak politik mendasar semacam ini tak mungkin hadir” tanpa pengakuan terhadap kebebasan sipil yang lebih luas. Kedua, demokrasi memaksimalkan peluang bagi penentuan nasib sendiri ( self-determination), “setiap individu hidup di bawah aturan hukum yang dibuat oleh dirinya sendiri”. Ketiga, demokrasi mendorong otonomi moral, yakni kemampuan setiap warga negara membuat pilihan-pilihan normatif, dan karenanya pada tingkat yang paling mendalam, demokrasi mendorong kemampuan
untuk memerintah sendiri (self-
governing). 13
Robert A. Dahl, Democracy and Its Critics, (New Haven: yale University Press, 1989), Viii; pada kutipan hal. 88-89