BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WAKAF
A. Pengertian Wakaf Pranata wakaf merupakan sebuah pranata yang berasal dari hukum Islam. Oleh karena itu, apabila berbicara tentang masalah perwakafan, tidak mungkin melepaskan pembicaraan tentang konsepsi wakaf menurut hukum Islam. Akan tetapi, dalam Islam tidak ada konsep yang tunggal tentang wakaf, karena apabila mendalami tentang wakaf, akan dihadapkan pada pendapat yang beragam.1 Untuk itu sebagian pendapat akan coba penulis angkat dalam skripsi ini, dengan mengawali pada pengertian wakaf. 1. Pengertian Secara Bahasa Secara bahasa, wakaf berasal dari bahasa Arab al-waqf bentuk masdar dari waqafa–yaqifu-waqfān.2 Kata al-waqf semakna dengan kata al-habs bentuk masdar dari habasa–yahbisu-habsān artinya, menahan.3 Sebagai kata benda, kata wakaf semakna dengan kata al-habs. Kalimat: habistu–ahbisu-habsān dan kalimat : ahbistu–ahbisū-ahbasān maksudnya adalah waqaftu (menahan).4 Dari berbagai pengertian wakaf menurut bahasa di atas, dapat disimpulkan, bahwa al-habs maupun al-waqf sama-sama mengandung 1 Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Kedudukan Tanah Wakaf di Negara Kita, Bandung: PT Aditya Bakti, Cet. ke-4, 1994, hlm, 15. 2 A.W. Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, Surabaya: Pustaka Progressif, Cet. ke-14, 1997, hlm, 1576. 3 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid 3, Beirut: Daar Al-Fikr, t.th, hlm, 515. 4 Abdul Ghofur Anshori, Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia, Yogyakarta: Pilar Media, 2005, hlm, 7.
15
16
makna menahan, mencegah atau melarang dan diam. Dikatakan menahan karena wakaf ditahan dari kerusakan, penjualan dan semua tindakan yang tidak sesuai dengan tujuan wakaf. 2. Pengertian Secara Istilah a. Muhammad
Khatib
Asy-Syarbini
dalam
Mughni
al-Muhtaj
mengartikan, wakaf adalah :
ﺣﺒﺲ ﻣﺎﻝ ﳝﻜﻦ ﺍﻻﻧﺘﻔﺎﻉ ﺑﻪ ﻣﻊ ﺑﻘﺎﺀ ﻋﻴﻨﻪ ﺑﻘﻄﻊ ﺍﻟﺘﺼﺮﻑ ﰱ ﺭﻗﺒﺘـﻪ ﻋﻠﻰ 5 .ﻣﺼﺮﻑ ﻣﺒﺎﺡ ﻣﻮﺟﻮﺩ ﻭﳚﻤﻊ ﻋﻠﻰ ﻭﻗﻮﻑ ﻭﺃﻭﻗﺎﻑ Artinya :”Menahan harta yang dapat diambil manfaatnya dengan tetap utuhnya barang dan barang itu lepas dari penguasaan wakif serta dimanfaatkan pada sesuatu yang diperbolehkan oleh agama.” b. Ibnu Qudamah dalam al-Mughny menjelaskan bahwa wakaf adalah : 6
ﺗﺤﺒﺲ ﺍﻷﺻﻞ ﻮﺗﺴﺒﻴﻞ ﺍﳌﻨﻔﻌﺔ
Artinya : “Menahan yang asal dan memberikan hasilnya”. c. Imam Taqiy al-Din Abi Bakr bin Muhammad al-Husaeni dalam Kifayah al-Akhyar mendefinisikan wakaf lebih menekankan pada tujuannya, yaitu :
ﺣﺒﺲ ﻣﺎﻝ ﳝﻜﻦ ﺍﻻﻧﺘﻔﺎﻉ ﺑﻪ ﻣﻊ ﺑﻘﺎﺀ ﻋﻴﻨﻪ ﳑﻨﻮﻉ ﻣـﻦ ﺍﻟﺗﺼﺮﻑ ﻓﻰ ﻋﻴﻨـﻪ 7 ﻭﺗﺼﺮﻑ ﻣﻨﺎﻓﻌﻪ ﻓﻰ ﺍﻟﺒﺭ ﺗﻘﺮﺑﺎ ﺇﱃ ﺍﷲ ﺗﻌﺎﻟﻰ Artinya : “Penahanan harta yang memungkinkan untuk dimanfaatkan dengan kekalnya benda (zatnya), dilarang untuk digolongkan zatnya dan dikelola manfaatnya dalam kebaikan untuk mendekatkan diri pada Allah SWT”.
5
Muhammad Khatib Asy-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, Juz II, Beirut: Daar al-Fikr, t.th,
hlm, 376. 6 7
319.
Ibn Qudamah, Al-Mughny, Beirut: Daar al-Kitab al-Ilmiah, t.th, hlm, 185. Abi Bakr Ibn Muhammad Taqiy al-Din, Kifayah al-Akhyar, Serikat an-Nur Asia, hlm.
17
d. Dalam Ensiklopedi Islam, waqf adalah memberikan harta kekayaan dengan sukarela atau suatu pemberian yang berlaku abadi untuk kepentingan pemerintah Islam untuk kepentingan keagamaan atau untuk kepentingan umum.8 e. Rumusan yang termuat dalam UU Nomor 41/2004 tentang wakaf dinyatakan, bahwa wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan /atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/ atau kesejahteraan umum menurut syariah.9 Bertolak dari berbagai pengertian wakaf di atas dapat diartikan, wakaf adalah pelepasan /pemindahan hak kepemilikan atas suatu harta benda (baik bergerak maupun tidak bergerak) tertentu dari seseorang kepada orang lain atau organisasi Islam, guna diambil manfaatnya dalam rangka ibadah untuk mendekatkan diri pada Allah SWT.
B. Dasar Hukum Wakaf Sebagaimana telah dikatakan dalam bab sebelumnya, bahwa wakaf bukan hanya merupakan suatu bentuk ibadat (hablum min Allah) semata, akan tetapi juga merupakan suatu bentuk amal kebajikan kepada sesama (hablum min al-annas), dalam ilmu fiqh disebut juga dengan mu’ammalat dunyawiyah. Oleh karena itu, al-Qur’an maupun al-Hadits tidak pernah berbicara secara 8
Cyril Glasse, Ensiklopedi Islam (Ringkas), Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet. ke2, 1999, hlm, 432. 9 Hadi Setya Tunggal, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, Jakarta: Harvarindo, 2005, hlm, 2.
18
spesifik dan tegas mengenai wakaf. Namun karena dilihat dari segi kemu’ammalatan wakaf juga merupakan salah satu bentuk kebajikan melalui harta benda. Maka, para ulama memahami ayat-ayat al-Qur’an maupun alHadits yang memerintahkan pemanfaatan harta untuk kebajikan juga mencakup kebajikan melalui wakaf. Dimana dalam kitab-kitab fiqh ditemukan pendapat yang mengatakan bahwa dasar hukum wakaf disimpulkan dari beberapa ayat,10 seperti : QS. Ali Imran, ayat 92 :
ﻢ ﻋﻠِـﻴ ﻪ ِﺑ ِﻪ ﻲ ٍﺀ ﹶﻓِﺈﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠ ﺷ ﻦ ﻨ ِﻔﻘﹸﻮﺍ ِﻣﺎ ﺗﻭﻣ ﻮ ﹶﻥﺤﺒ ِ ﺗ ﺎﻨ ِﻔﻘﹸﻮﺍ ِﻣﻤﻰ ﺗﺣﺘ ﺮ ﺎﻟﹸﻮﺍ ﺍﹾﻟِﺒﺗﻨ ﻦ ﹶﻟ (92 :)ﺍﻝ ﻋﻤﺮﺍﻥ Artinya : “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaikan (yang sempurna), sebelum kamu nafkahkan sebagian harta yang kamu cintai, dan apa saja yang kamu nafkahkan sesungguhnya Allah mengetahuinya”. 11 Pada surat lain, Allah memerintahkan kepada manusia untuk membelanjakan (menyedekahkan) hartanya yang baik, sebagaimana dalam firman-Nya QS. al-Baqarah ayat 267 :
ﻦ ﻢ ﻣِـ ﺎ ﹶﻟﻜﹸـﺟﻨ ﺮ ﺧ ﺎ ﹶﺃﻭ ِﻣﻤ ﻢ ﺘﺒﺴ ﺎ ﹶﻛﺕ ﻣ ِ ﺎﻴﺒﻦ ﹶﻃ ﻧ ِﻔﻘﹸﻮﺍ ِﻣﻮﺍ ﹶﺃﻣﻨ ﻦ ﺀَﺍ ﺎ ﺍﱠﻟﺬِﻳﻳﻬﺎﹶﺃﻳ ـﻮﺍ ﻓِﻴـ ِﻪﻐ ِﻤﻀ ﺗ ﻢ ﺑِﺂ ِﺧﺬِﻳ ِﻪ ِﺇﻟﱠﺎ ﹶﺃ ﹾﻥ ﺘﺴ ﻭﹶﻟ ﻨ ِﻔﻘﹸﻮ ﹶﻥﺗ ﻨﻪﺚ ِﻣ ﺨﺒِﻴ ﹶ ﻮﺍ ﺍﹾﻟﻤﻤ ﻴﺗ ﻭﻟﹶﺎ ﺽ ِ ﺭ ﺍﹾﻟﹶﺄ (267 : ﺪ )ﺍﻟﺒﻘﺮﺍﺓ ﺣﻤِﻴ ﻪ ﹶﻏِﻨﻲ ﻮﺍ ﹶﺃﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻋﹶﻠﻤ ﺍﻭ Artinya: “Hai orang-orang yang beriman nafkahkanlah dijalan Allah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu 10
Helmi Karim, Fiqh Muammalah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997, hlm, 103. Yayasan Penyelenggaraan Penterjemeh al-Qur’an, Al-Qur’an Al-Karim, Terjemah, Semarang: PT Tanjung Mas Inti, 1992, hlm, 91. 11
19
nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. 12
Senada dengan ayat di atas, dalam QS. al-Hajj ayat 77 Allah berfirman :
ـﻮ ﹶﻥ ﹾﻔِﻠﺤﻢ ﺗ ﻌﱠﻠﻜﹸـ ﺮ ﹶﻟ ﻴﺨ ﻌﻠﹸﻮﺍ ﺍﹾﻟ ﺍ ﹾﻓﻢ ﻭ ﺑ ﹸﻜﺭ ﻭﺍﺒﺪﻋ ﺍﻭﺍ ﻭﺠﺪ ﺳ ﺍﻮﺍ ﻭﺭ ﹶﻛﻌ ﻮﺍ ﺍﻣﻨ ﻦ ﺀَﺍ ﺎ ﺍﱠﻟﺬِﻳﻳﻬﺎﹶﺃﻳ (77 : )ﺍﳊﺞ Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan berbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapatkan kemenangan”.13 Jika menelaah berbagai ketentuan firman Allah di atas, maka dapat dimengerti penyampaian perintah pelaksanaan adalah bersifat umum, berupa suatu perintah untuk berbuat kebaikan. Kebaikan dimaksud adalah mengandung dan mencakup pengertian zakat, infak, shadaqah dan tidak ketinggalan pengertian wakaf. Wakaf dikatakan sebagai suatu kebaikan, karena wakaf merupakan penyerahan harta benda untuk kepentingan sosial yang tujuannya semata-mata untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT dalam rangka mendapatkan pahala dari pada-Nya.14 Derma wakaf ini bernilai jariyah (kontinyu). Artinya, pahala akan senantiasa diterima secara berkesinambungan selama harta wakaf tersebut dimanfaatkan untuk kepentingan umum.15 Dengan demikian, dapat disimpulkan, bahwa ketentuan-
12
Ibid., hlm, 67. Ibid, hlm, 523. 14 Taufik Hammami, Perwakafan Tanah dalam Politik Hukum Agrarian Nasional, Jakarta: PT Tatanusa, 2003, hlm, 41-42. 15 Ahmad Rofiq, op. cit., Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet. ke-6, 2003, hlm, 482. 13
20
ketentuan di atas dapat dijadikan sebagai dasar umum dari perintah amalan wakaf. Akan tetapi, dasar disyari’atkannya wakaf adalah perintah Nabi kepada Umar bin Khattab untuk mewakafkan tanah di Khaibar, yaitu :
ﻬﺎ ﻴﻩ ِﻓ ﺮ ﺘ ﹾﺄ ِﻣﺴ ﻳ . ﻡ.ﻨِﺒﻲ ﺹﺗﻰ ﺍﻟ ﹶﻓﹶﺄ.ﺮ ﺒﻴﺨ ﺿﺎ ِﺑ ﺭ ﺮ ﹶﺃ ﻤ ﻋ ﺏ ﺻﺎ ﹶﺃ:ﺮ ﹶﻗﺎ ﹶﻝ ﻤ ﻋ ﺑ ِﻦﻋ ِﻦ ﺍ ﻧ ﹶﻔﺲﻮ ﹶﺃ ﻫ ﻣﺎﻻ ﹶﻗﻂ ﺐ ﺻ ِ ﻢ ﹸﺃ ﺮ ﹶﻟ ﺒﻴﺨ ﺿﺎ ِﺑ ﺭ ﺖ ﹶﺃ ﺒﺻ ﷲ ِﺇِﻧﻰ ﹶﺃ ِ ﻮ ﹶﻝ ﺍ ﺳ ﺭ ﻳﺎ : ﹶﻓ ﹶﻘﺎ ﹶﻝ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ.ﺎﺖ ِﺑﻬ ﺪ ﹾﻗ ﺼ ﺗﻭ ﻬﺎ ﺻﹶﻠ ﺖﺃ ﺴ ﺒﺣ ﺖ ﺇ ﹾﻥ ِﺷﹾﺌ:ﺮِﻧﻰ ِﺑ ِﻪ؟ ﹶﻗﺎ ﹶﻝ ﻣ ﺗ ﹾﺄﻤﺎ ﹶﻓ.ﻪ ﻨﻨ ِﺪﻯ ِﻣِﻋ .ﺐ ﻫ ﻮ ﻳ ﻭﻻ ﺙ ﺭ ﹸ ﻳﻮ ﻭﻻ ﻉ ﺘﺎﺒﻳ ﻭﻻ .ﺎﺻﹸﻠﻬ ﻉﺃ ﺎﻳﺒﻪ ﻻ ﻧ؛ ﺃﻤﺮ ﻋ ﺎﻕ ِﺑﻬﺼﺪ ﺘ ﹶﻓ: ﺑ ِﻦﻭﺍ ﷲ ِ ﻴ ِﻞ ﺍﺳِﺒ ﻭِﻓﻰ ﺏ ِ ﻭِﻓﻰ ﺍﻟ ِﺮﹶﻗﺎ ﺮﰉ ﻭِﻓﻰ ﺍﹾﻟ ﹸﻘ ﺮﺍ ِﺀ ﺮ ِﻓﻰ ﺍﻟ ﹸﻔ ﹶﻘ ﻤ ﻋ ﻕ ﺼﺪ ﺘ ﹶﻓ:ﹶﻗﺎ ﹶﻝ ِ ﻭ ﺮ ﻌ ﻤ ﻬﺎ ِﺑﺎﹾﻟ ﻨﻳﺄ ﹸﻛﻞ ِﻣ ﻬﺎ ﺃ ﹾﻥ ﻴﻭِﻟ ﻦ ﻣ ﻋﻠﻰ ﺡ ﻨﺎﺟ ﻒ ﻻ ِ ﻴﻭﺍﻟﻀ ﻴ ِﻞﺍﻟﺴِﺒ ﻢ ﻳ ﹾﻄ ِﻌﻭ ﻑ ﺃ 16 ( ﻴ ِﻪ )ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢﻤﻮ ِﻝ ِﻓ ﺘﻣ ﺮ ﻴﻳ ﹰﻘﺎ ﹶﻏﺻ ِﺪ Artinya : Dari Ibnu Umar ra. berkata: “Umar telah menguasai tanah di Khaibar, kemudian ia datang kepada Nabi SAW. guna meminta intruksi sehubungan dengan tanah tersebut”. Ia berkata: ”Ya Rasulullah, aku telah memperoleh sebidang tanah di Khaibar, yang aku tidak menyenanginya seperti padanya, apa yang engkau perintahkan kepada-ku dengannya? “Beliau bersabda: ”Jika kamu menginginkannya, tahanlah asalnya, dan shadaqahkan hasilnya”. Maka bershaqahlah Umar, tanah tersebut tidak bisa dijual, dihibahkan dan diwariskan. Ia menshadaqahkannya kepada orang-orang fakir, budakbudak, pejuang dijalan Allah, Ibnu Sabil, dan tamu-tamu. Tidak berdosa orang yang mengelolanya, memakan dari hasil tanah tersebut dengan cara yang ma’ruf dan memakannya tanpa maksud memperkaya diri. Selain hadits di atas, ditegaskan pula dalam hadits Nabi yang menyinggung tentang wakaf, yaitu :
Imam Abi Husaini Muslim Ibn al-Hajj, Shahih Muslim, Bairut: Daar al-Ihya' alThirosul Araby, t.th, hlm, 125. 16
21
ﺍﺫﺍ ﻣﺎﺕ ﺍﻻﻧﺴﺎﻥ ﺍﻧﻘﻄﻊ ﻋﻨﻪ ﻋﻤﻠﻪ: ﻗﺎﻝ.ﻡ.ﻋﻦ ﺃﰉ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﺃﻥ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺹ ﺃﻭ ﻭﻟﺪ ﺻﺎﱀ ﻳﺪﻋﻮﻟﻪ. ﺃﻭ ﻋﻠﻢ ﻳﻨﺘﻔﻊ ﺑﻪ. ﺍﻻ ﻣﻦ ﺻﺪﻗﺔ ﺟﺎﺭﻳﺔ: ﺍﻻ ﻣﻦ ﺛﻼﺛﺔ 17 ()ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ Artinya : Dari Abu Hurairah ra. berkata: Sesunguhnya Nabi SAW. bersabda: “Apabila manusia meninggal maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang berdoa untuk orang tuanya”. Menurut Sayyid Abi Bakr dalam I’ānah al-Tālibin, menjelaskan :
18
....ﻭﺍﻟﺼﺪﻕ ﺍﳉﺎﺭﻳﺔ ﳏﻤﻮﻟﺔ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻮﻗﻒ
Artinya :”Menurut para ulama shadaqah jariyah ini dikategorikan wakaf”. Bahkan dalam lanjutan kalimat di atas, disebutkan: 19
ﻓﺎﻥ ﻏﲑﻩ ﻣﻦ ﺍﻟﺼﺪﻗﺎﺕ ﻟﻴﺴﺖ ﺟﺎﺭﻳﺔ ﺑﻞ ﲟﻠﻚ ﺍﳌﺘﺼﺪﻕ ﻋﻠﻴﻪ
Artinya :”Maka sesungguhnya shadaqah yang lainnya (selain wakaf) bukan merupakan jariyah, bahkan orang yang diberi shadaqah menguasai bendanya dan segala manfaatnya”. Jelas, maksud dari shadaqah jariyah adalah wakaf. Karena pahala wakaf akan terus-menerus mengalir selama harta benda wakaf masih dimanfaatkan.
17
Ibid., Sayyid Abi Bakr bin Sayyid Muhammad, I’ānah al-Tālibin, Juz III, Mesir : Musthofa al-Babi al-Khalbi wa Auladuhu bi Musri, 1342, hlm, 157. 19 Ibid. 18
22
Sebagaimana keutamaan shadaqah jariyah yang manfaat dan pengaruhnya kekal setelah pemberi sedekah meninggal dunia.20 Hadits-hadits di atas adalah yang mendasari disyari’atkanya wakaf sebagai tindakan hukum, dengan mendermakan sebagian harta kekayaan untuk kepentingan umum, baik kepentingan sosial maupun kepentingan keagamaan dengan maksud memperoleh pahala dari Allah SWT. Sedikit sekali memang, ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits, yang menyinggung tentang wakaf. Tak hayal, apabila sedikit pula hukum-hukum wakaf yang ditetapkan berdasarkan kedua sumber tersebut. Meski demikian, ayat al-Qur’an dan Hadits di atas mampu menjadi pedoman para ahli fiqh Islam. Dimana sejak masa Khulafa’ur Rasyidin sampai sekarang, dalam membahas dan mengembangkan hukum-hukum wakaf melalui ijtihad mereka. Sebab itu, sebagian besar hukum-hukum wakaf dalam Islam ditetapkan sebagai hasil ijtihad, dengan menggunakan metode ijtihad yang bermacammacam seperti, qiyas, maslahah mursalah dan lain-lain.21 Oleh karenanya, ketika suatu hukum (ajaran) Islam yang masuk dalam masalah ijtihadi, maka hal tersebut menjadi sangat fleksibel, terbuka terhadap penafsiran-penafsiran baru, dinamis dan futuristik (berorientasi pada masa depan).22
20 Yusuf Qardhawi, Fii Fiqh al-Aulawiyyaati Diraasah Jadiidah fii Dhau’ al-Qur’ani wa as-Sunnati, Terj. Muhammad Nurhakim “Urutan Amal yang Terpenting dari yang Penting, Jakarta: Gema Insani Press, 1996, hlm, 123. 21 Depag, Fikih Wakaf, Jakarta: Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf, 2005, hlm, 14. 22 Depag, Perkembangan Pengelolaan Wakaf di Indonesia, Jakarta: Proyek Peningkatan Pemberdayaan Wakaf Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji, 2004, hlm, 59.
23
C. Rukun dan Syarat-syarat wakaf Meskipun para mujtahid berbeda dalam merumuskan definisi wakaf. Namun, mereka sepakat bahwa dalam pembentukan wakaf diperlukan berbagai syarat dan rukun. Secara etimologi syarat berarti, tanda.23 Namun, menurut terminolog-nya syarat adalah : 24
ﻣﺎ ﻳﺘﻮﻓﻖ ﻭﺟﻮﺩ ﺍﳊﻜﻢ ﻋﻠﻰ ﻭﺟﻮﺩﻩ ﻭﻳﻠﺰﻡ ﻣﻦ ﻋﺪﻣﻪ ﻋﺪﻡ ﺍﳊﻜﻢ
Artinya : “Sesuatu yang tergantung pada hukum syar’i yang keberadaannya di luar hukum itu sendiri dan ketiadannya menyebabkan keberadaan hukum-hukum itu hilang”. Dengan kata lain, sesuatu yang karenanya baru ada hukum dan dengan ketiadaannya tidak akan ada hukum.25 Sedangkan, rukun adalah sesuatu yang merupakan sendi utama dan unsur pokok dalam pembentukan sesuatu hal. Perkataan rukun berasal dari bahasa arab ”ruknun” yang berarti tiang, penopang atau sandaran.26 Menurut istilah rukun adalah sifat yang tergantung keberadaan hukum padanya dan sifat itu yang termasuk ke dalam hukum itu sendiri.27 Atau dengan kata lain rukun adalah sesuatu yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu perbuatan. Dengan demikian, sempurna tidaknya wakaf sangat dipengaruhi oleh rukun-rukun yang ada dalam perbuatan wakaf tersebut. Masing-masing rukun
23
A.W. Munawwir, op. cit, hlm, 760. Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, Daar Al-Kutub, 1968, hlm, 118. 25 Muhammad Rifa’i, Ushul Fikih, Semarang: Wicaksana, 1991, hlm, 15. 26 Anton M. Moelyono, et al., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. ke-2, Jakarta: Balai Pustaka, 1989, hlm, 757. 27 Nasrun Harun, Ushul Fiqh I, Jakarta: 1996, hlm, 264. 24
24
tersebut harus saling menopang satu dengan lainnya. Karena keberadaan yang satu sangat menentukan keberadaan yang lainnya. Wakaf dinyatakan sah apabila telah terpenuhi rukun dan syaratnya. Adapun rukun wakaf ada empat,28 yaitu : 1. Wakif (orang yang berwakaf); 2. Mauquf bih (harta wakaf); 3. Mauquf ‘alaih (tujuan wakaf); 4. Shighat (pernyataan atau ikrar wakif sebagai suatu kehendak
untuk
mewakafkan sebagian harta benda miliknya. Namun, UU Nomor 41/2004 pada Pasal 6 menambahai rukun wakaf dengan :29 5. Nadzir (pengelola wakaf); dan 6. Jangka waktu wakaf. Dari tiap rukun wakaf diatas, harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1. Syarat Wakif Orang yang mewakafkan (wakif) disyaratkan memiliki kecakapan hukum atau kamalul ahliyah (legal competent) dalam membelanjakan hartanya. Kecakapan bertindak disini meliputi empat kriteria,30 yaitu :
28
Farida Prihatini, et al., Hukum Islam Zakat dan Wakaf, Jakarta: Papas Sinar Kinanti dan Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), 2005, hlm, 110-111. 29 Hadi Setya Tunggal, op. cit., hlm, 10. 30 Depag, Fikih Wakaf, op. cit., hlm, 21-22.
25
a. Merdeka;31 b. Berakal sehat;32 c. Dewasa (baligh);33 dan d. Tidak berada di bawah pengampunan (boros/lalai).34 2. Syarat Mauquf bih (harta wakaf) Syarat yang harus dipenuhi harta benda wakaf adalah sebagai berikut: a. Benda wakaf dapat dimanfaatkan untuk jangka panjang, tidak habis sekali pakai; Mayoritas ulama berpendapat, benda yang diwakafkan itu sifat zatnya kekal atau tahan lama, tidak cepat habis seperti benda makanan. Jika diperhatikan, barangkali itu sebabnya contoh-contoh yang terjadi pada masa rasul umumnya benda yang tahan lama dan kekal zatnya.35 Jadi semua barang yang dapat diperjualbelikan dapat diwakafkan tanpa menghabiskan barangnya. Artinya, tidak sah wakaf jika benda itu tidak dapat diambil manfaatnya melainkan dengan merusaknya, seperti emas, perak dan makanan.
Oleh sebab itu, benda yang dilarang untuk
diperjualbelikan seperti barang haram dan barang yang cepat habis kalau dimanfaatkan atau cepat rusak tidak sah dijadikan wakaf.36 :
31 Ibrahim Al-Bajuri, Hasyiah al-Bajuri ‘Ala Ibni Qosim al-Ghuzy, Juz II, Semarang: Toha Putra, t.th, hlm. 44. 32 Muhammad Khatib Asy-Syarbini, op. cit., hlm, 376. 33 Muhammad Khpatib Asy-Syarbini, loc. cit. 34 Ibrahim al-Bajuri, loc. cit. 35 Abdul Hakim, Hukum Perwakafan di Indonesia, Ciputat : Ciputat Press, 2005, hlm. 20 36 Ibid.,
26
b. Benda wakaf dapat berupa milik kelompok atau badan hukum; Dalam kitab Raad al-Mukhtar, disebutkan : 37
ﻛﻤﺎ ﺻﺢ ﻭﻗﻒ ﻣﺸﺎﻉ ﻗﻀﻰ ﲜﻮﺍﺯﻩ
Artinya: ”Begitu juga sah wakaf musya’ (badan hukum) ia memutuskan kebolehannya”. c. Benda wakaf merupakan benda milik yang sempurna. Ia terbebas dari segala pembebanan, ikatan, sitaan dan sengketa; Sebagaimana dikatakan Wahbah Zuhaili : 38
Artinya
ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﺍﳌﻮﻗﻮﻑ ﳑﻠﻮﻛﺎ ﻟﻠﻮﺍﻗﻒ ﺣﲔ ﻭﻗﻔﻪ ﻣﻠﻜﺎ ﺗﺎﻣﺎ
:”Hendaknya benda wakaf itu milik sempurna(tanpa ada pembebanan mewakafkannya)”.
wakif secara pada saat
d. Benda itu tidak dapat diperjual belikan, dihibahkan atau dipergunakan selain wakaf. Seperti dinyatakan oleh Sayyid Sabiq :
ﻭﺍﺫﺍ ﻟﺰﻡ ﺍﻟﻮﻗﻒ ﻓﺎﻧﻪ ﻻﳚﻮﺯ ﺑﻴﻌﻪ ﻭﻻﻫﺒﺘﻪ ﻭﻻﺍﻟﺘﺼﺮﻑ ﻓﻴﻪ ﺑﺄﻱ ﺷﻴﺊ ﻳﺰﻳـﻞ 39 ﻭﻗﻔﻴﺘﻪ Artinya: ”Apabila wakaf telah tetap (mempunyai kekuatan hukum) maka, tidak boleh menjualnya, menghibah-kannya dan tindakan-tindakan lain yang menghilangkan sifat wakafnya”. Benda wakaf sebagaimana dalam fiqh Islam meliputi berbagai benda (benda tetap dan benda bergerak), meski berbagai riwayat/ Hadits yang
37 38
Ibid. Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatu, Juz VIII, Beirut: Daar al-Fikr, t. th.,
hlm, 185. 39
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Juz III, Beirut: Daar al-Kitab al-Araby, 1971, hlm, 552.
27
menceritakan masalah wakaf adalah mengenai tanah, tetapi berbagai ulama memahami wakaf selain tanah boleh saja,40 asal saja zat benda itu an sich tetap atau tahan lama. Maksudnya, bukan barang cepat habis bila dipakai atau diambil manfaatnya.41 Hal ini sejalan dengan fiqh Islam yang berkembang dalam Ahlussunah, dikatakan: “Sah kita mewakafkan binatang”. Demikian juga pendapat Ahmad dan menurut satu riwayat, serta Imam Malik.42 Kesimpulannya, harta benda wakaf yakni semua harta benda baik tetap (tidak bergerak) maupun benda bergerak, yang tidak cepat habis apabila diambil manfaatnya. 3. Syarat Mauquf ‘Alaih (tujuan wakaf) Wakaf harus dimanfaatkan dalam batas-batas yang sesuai dan diperbolehkan menurut syari’at Islam. Karena pada dasarnya wakaf merupakan ibadah untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tujuan wakaf (mauquf ‘alaih) merupakan wewenang wakif. Apakah harta yang diwakafkan itu untuk menolong keluarganya sendiri sebagai wakaf keluarga (Wakaf Ahli), atau untuk fakir miskin dan lain-lain, atau untuk kepentingan umum (Wakaf Khairi).43 Tentu saja dalam hal ini
40 Adijani al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia dalam Teori dan Praktek, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet. ke-3, 1997, hlm, 24. 41 Raihan Rasid, Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet. ke-10, 2003, hlm, 38. 42 Hasbi asy-Syidiqy, Fiqh Islam, Jakarta: Bulan Bintang, Cet. ke-5, 1978, hlm, 179. 43 Ahmad Rofiq, Fikih Kontekstual: Dari Normative ke Pemahaman Sosial, Semarang: Pustaka Pelajar, 2004, hlm, 323.
28
semata-mata untuk menghindari penyalahgunaan harta benda wakaf. Jelasnya, syarat dari tujuan wakaf adalah untuk : a. Kebaikan; dan b. Mencari keridhaan Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya;44 Oleh itu, tujuan wakaf tidak bisa digunakan untuk kepentingan maksiat atau membantu mendukung dan atau untuk tujuan maksiat. 4. Syarat Shighat (ikrar) Ikrar wakaf ialah pernyataan kehendak wakif yang diucapankan secara lisan dan /atau tulisan kepada Nazhir untuk mewakafkan harta benda miliknya.45 Ikrar wakaf cukup dengan ijab saja dari wakif tanpa memerlukan qobul dari mauquf ‘alaih, sebagaimana dikatakan Zakariyya al-Anshori dalam Fath al-Wahab : 46
)ﻻﻗﺒﻮﻝ( ﻓﻼﻳﺸﺘﺮﻁ )ﻭﻟﻮ ﻣﻦ ﻣﻌﲔ( ﻧﻈﺮ ﺍﱃ ﺍﻧﻪ ﻗﺮﺑﺔ
Artinya:”Maka tidak disyaratkan adanya qobul, walaupun dari sesuatu yang nyata jelasnya, karena sesungguhnya wakaf adalah ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah”. Pernyataan tersebut menunjukkan, bahwa ikrar wakaf merupakan tindakan hukum yang bersifat deklaraitif (sepihak). Untuk itu, tidak diperlukan adanya qobul dari orang yang menikmati manfaat wakaf.
Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam, Zakat dan Wakaf, Jakarta: UI Press, 1988, hlm, 86-87. 45 Hadi Setya Tunggal, loc. cit. 46 Abu Yahya Zakariya al-Anshori, Fath al-Wahab, Juz I, Semarang: Toha Putra, t.th., hlm, 257. 44
29
Karena fungsi dari ibadah wakaf adalah pendekatan diri kepada Allah SWT. Para fuqaha’ telah menetapkan syarat-syarat shighat (ikrar), sebagai berikut : a. Shighat harus mengandung pernyataan bahwa wakaf itu bersifat kekal (ta’bid). Untuk itu wakaf yang dibatasi waktunya tidak sah. Lain halnya mazhab Maliki yang tidak mensyaratkan ta’bid sebagai syarat sah wakaf;47 b. Shighat harus mengandung arti yang tegas dan tunai;48 c. Shighat harus mengandung kepastian, dalam arti suatu wakaf tidak boleh diikuti oleh syarat kebebasan memilih; dan d. Shighat tidak boleh dibarengi dengan syarat yang membatalkan, seperti mensyaratkan barang tersebut untuk keperluan maksiat. Adapun dalam hal Pengucapan dan/ atau tulisannya, ikrar wakaf sebagaimana Pasal 17 ayat (1) dan (2) UU Nomor 41/2004 harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. Shighat wakaf dilaksanakan oleh Wakif kepada Nadzir dihadapan PPAIW dengan disaksikan oleh dua orang saksi; dan b. Ikrar/ atau shighat wakaf menyatakan secara lisan dan/ atau tulisan serta dituangkan dalam akta ikrar wakaf oleh PPAIW.
47 48
Wahbah Zuhaili, op. cit., hlm, 196. Ibid.
30
5. Syarat Nadzir Pada umumnya, Nazhir wakaf tidak disebutkan sebagai salah satu rukun wakaf dalam kitab-kitab fiqh ulama. Namun demikian, setelah memperhatikan tujuan wakaf yang ingin melestarikan manfaat dari hasil harta wakaf. Maka keberadaan Nazhir sangat dibutuhkan, bahkan menempati peran sentral. Sebab tanggung jawab dan kewajiban memelihara, menjaga dan mengembangkan wakaf serta menyalurkan hasil atau manfaat dari harta wakaf kepada sasaran wakaf ada pada pundak Nazhir. Tak pelak, apabila pada Pasal 6 ayat (1) dalam UU Nomor 41/ 2004 dicantumkan Nadzir sebagai salah satu unsur atau rukun wakaf. Nadzir dapat berupa perorangan, organisasi atau badan hukum.49 Adapun, syarat yang harus dipenuhi bagi Nazhir perorangan, yakni; WNI, beragama Islam, dewasa, amanah, mampu secara jasmani dan rohani serta tidak terhalang melakukan perbuatan hukum. Apabila Nazhir berbentuk organisasi maka syarat yang harus dipenuhi selain pengurus organisasi memenuhi persyaratan Nazhir perorangan, organisasi itu harus bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan dan /atau keagamaan Islam. Jika berbentuk badan hukum, maka badan hukum tersebut merupakan badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Serta badan hukum tersebut bergerak dibidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan /atau
49
Hadi Setya Tunggal, op. cit., hlm, 4.
31
keagamaan Islam. Tentunya pengurus badan hukum yang bersangkutan tetap memenuhi persyaratan Nazhir perorangan.50 6. Syarat Jangka Waktu Para ulama mazhab berbeda pendapat dalam syarat keabadian waktu dalam wakaf. Pada satu sisi mencantumkan sebagai syarat, dan disisi lain tidak mencantumkan. Konsekwensinya diantara ulama mazhab ada yang tidak memperbolehkan wakaf muaqqat (wakaf untuk jangka waktu) dan ada juga yang membolehkan wakaf muaqqat. Satu sisi para ulama mazhab kecuali Maliki berpendapat, bahwa wakaf tidak terwujud kecuali bila orang yang mewakafkan bermaksud mewakafkan barangnya untuk selama-lamanya dan terus-menerus. Itu pula sebabnya maka wakaf disebut sebagai shadaqah jariyah.51 Pada sisi lain mazhab Maliki mengatakan, wakaf tidak disyaratkan berlaku untuk selamanya, tetapi sah bisa berlaku untuk waktu satu tahun misalnya sesudah itu harta wakaf kembali kepada wakif.52 Di Indonesia, syarat permanent sempat dicantumkan dalam KHI Pasal 215, bahwa wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakan untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.53
50
Ibid., hlm, 6. Muhammad Jawad Mughniyyah, al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Khamsah, Terj. Masykur, et al., “Fiqih Lima Mazhab”, Jakarta: Lentera, Cet. ke-5, 2000, hlm, 635-636. 52 Ibid., hlm, 636. 53 Depag, Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Dirjen Bimbaga Islam, 1999, hlm, 99. 51
32
Namun syarat itu kemudian berubah seiring dengan ditetapkannya UU Nomor 41/2004 pada Pasal 1 ayat (1) menyatakan, bahwa wakaf adalah perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/ atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/ atau kesejahteraan umum menurut syariah.54
D. Macam Wakaf Bila ditinjau dari segi peruntukan wakaf, maka lembaga wakaf doktrin hukum Islam, ada dua macam (bentuk) wakaf yang dikenal dengan istilah; 1. Wakaf Ahli Wakaf ahli disebut juga wakaf keluarga atau wakaf khusus, yang dimaksud dengan wakaf ahli ialah wakaf yang ditujukan kepada orangorang tertentu, seseorang atau terbilang, baik keluarga wakif maupun orang lain.55 Bentuk daripada wakaf ini di dalam prakteknya mirip dengan lembaga Adat yang berbentuk pusaka, hanya saja bedanya kalau wakaf Ahli pemberiannya tidak terkait harus ditunjukkan hanya untuk keluarga wakaf atau keturunan, melainkan dapat diberikan kepada siapa saja sesuai dengan keinginan si wakif, baik kepada orang-orang yang masih terkait hubungan kekeluargaan dengan si wakif ataupun tidak.56 Wakaf semacam
54
Hadi Setya Tunggal, loc. cit. Hendi Suhendi, Fiqh Muammalah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002, hlm, 244. 56 Taufik Hammami, op. cit., hlm, 66. 55
33
ini dipandang sah dan yang berhak menikmati harta wakaf itu adalah orang-orang yang ditunjuk dalam pernyataan wakaf,57 2. Wakaf Khairi Praktek wakaf khairi dalam kehidupan masyarakat dikenal dengan istilah wakaf sosial. Dikatakan demikian, karena wakaf ini diberikan oleh si wakif agar manfaatnya dapat dinikmati oleh kalangan masyarakat secara umum, tidak oleh orang-orang tertentu saja.58 Seperti, mewakafkan tanah untuk mendirikan masjid, mewakafkan sebidang kebun yang hasilnya dapat dimanfaatkan untuk membina suatu pengajian dan sebagainya.59 Berdasar pada Hadits Umar bin Khattab tentang wakaf tanah di Khaibar, bahwa wakaf tersebut untuk kepentingan umum, meskipun disebutkan juga tujuan untuk sanak kerabatnya. Oleh karena itu, titik tekan agar sanak keluarga Umar jangan sampai tidak turut serta menikmati hasil harta wakaf. Dipandang sudah mencakup oleh kata “kepentingan umum.” Hal ini, karena makna “untuk kepentingan umum” itu sebenarnya sudah mencakup siapa saja yang termasuk dalam golongan fakir miskin, baik itu keluarga Umar ataupun bukan sanak kerabatnya.60 Wakaf khairi inilah yang manfaatnya betul-betul akan dapat dinikmati hasilnya oleh masyarakat luas, serta dapat dijadikan sebagai salah satu sarana dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial, baik dalam bidang sosial ekonomi, kebudayaan maupun keagamaan sendiri.
57
Hendi Suhendi, op. cit. Taufiq Hammami, op. cit., hlm, 67-68. 59 Depag, Fikih Wakaf, op. cit., hlm, 221-222. 60 Abdul Ghofur Anshori, op. cit., hlm, 31-32. 58