BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKUNTANSI SYARI’AH
2.1.
Pengertian Akuntansi Syari’ah Sebelum membahas Akuntansi Syari’ah di sini perlu disajikan pengertian akuntansi konvensional untuk lebih memudahkan dalam memahami dan mengkomparasikan. Diantaranya dalam buku A.O. Simangunson didalamnya disebutkan bahwa akuntansi adalah pengetahuan tentang pencatatan, pengelompokan, peringkasan dan penyajian dalam bentuk laporan atas transaksi-transaksi keuangan serta manafsirkan akibatakibatnya terhadap perusahaan.1 Menurut N. Lapolima dan Daniel S. Kuswandi dalam bukunya yang berjudul Akuntansi Perbankan: untuk Transaksi dalam Valuta Asing, membedakan secara tehnis dan non tehnis. Secara non tehnis akuntansi adalah suatu sistem informasi, berdasarkan mana pihak-pihak yang berkepentingan dalam usaha mengambil keputusan.2 Pihak-pihak yang berkepentingan tersebut adalah; pihak manajemen (pengurus, badan pemeriksa, dan manager) pemilik (anggota, pemerintah dan instansi pajak) dan pihak kreditur.3 Secara tehnis akuntansi adalah kumpulan prosedur-
1
A.O Simangunson, Dasar-Dasar Akuntansi Keuangan, Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2003, Hlm. 3. 2 N. Lapolima, Daniel S. Kuswandi, Akuntansi Perbankan: Untuk Tramsaksi Dalam Valuta , Jakarta: LPPI, Cet. Ke-3, 1993, Hlm. 3. 3
Kartiko A. Wibowo, Makalah; Sistem Komputerisasi dan Akuntansi Sederhana Pada Lembaga Keuangan Syari’ah (BMT), disampaikan pada diktat BMT oleh LP2EI Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo 15 Juni 2002
15
16
prosedur untuk mencatat, mengklasifikasikan, mengikhtisarkan dan melaporkan dalam bentuk laporan keuangan transaksi-transaksi yang telah dilaksanakan perusahaan dan akhirnya menginterprestasikan laporan tersebut.4 Sedang syari’ah adalah berasal dari kata syara’a yang berarti memperkenalkan, mengedepankan, menetapkan. Syara’a sering disebut syara’ atau syir’ah5 Dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia, yang dimaksud dengan akuntansi adalah suatu prinsip atau pencatatan, penggolongan, pembuatan ikhtisar, analisis serta interprestasi atas seluruh transaksi yang terjadi dalam suatu perusahaan.6 Akuntansi Syari’ah dalam Islam disebut dengan Muhasabah ()ﳏﺎﺳﺒﺔ berasal dari fiil madli ﺣﺎﺳﺐ, secara bahasa muhasabah berarti menimbang, dalam al-Qur’an bisa berarti memperhatikan amal-amal manusia yang telah diperbuatnya. Seperti pada firman Allah:
ﺎﺎﻫﺑﻨﻋ ﱠﺬ ﻭ ﺷﺪِﻳﺪﹰﺍ ﺎﺑﹰﺎﺎ ِﺣﺴﺎﻫﺒﻨ ﺳ ﺎ ِﻠ ِﻪ ﹶﻓﺤﺳﻭﺭ ﺎﺑﻬﺭ ﻣ ِﺮ ﻦ ﹶﺃ ﻋ ﺖ ﺘﻋ ﻳ ٍﺔﺮ ﻦ ﹶﻗ ﻦ ِﻣ ﻳﻭ ﹶﻛﹶﺄ (8:ﻧﻜﹾﺮﹰﺍ )ﺍﻟﻄﻼﻕ ﻋﺬﹶﺍﺑﹰﺎ Artinya: “Dan berapakah banyaknya (penduduk) negeri yang mendurhakai perintah Tuhan mereka dan rasul-rasul-Nya, maka kami Hisab penduduk negeri itu dengan hisab yang keras dan kami azab mereka dengan azab yang mengerikan”.7
4
N. Lapolima, Daniel S. Kuswandi, op.cit., Hlm. 4. Cyril; Glasse, The Concise Encyclopaedia of Islam, Penerj.: Gufron A. Mas’adi, Ensikloped Islam (Ringkas), Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, Hlm. 382. 6 Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, Jilid 1, 1990, Hlm. 232. 7 Mahmud Junus, Tarjamah Al-Qur’an Al-Karim, Bandung: PT. Al-Ma’arif, cet., Ke-6, 1997, hlm. 504. 5
17
Uraian diatas adalah menurut perspektif Bahasa Arab, Muhasabah dalam al-Qur’an tidak pernah ada dalam bentuk “masdar” ()ﳏﺎﺳﺒﺔ, tapi hanya ada kata kerja ()ﺣﺎﺳﺐ.8 Dalam sunah nabawiyah muhasabah mempunyai dua arti yaitu: a. Perhitungan dan pembalasan b. Catatan dan data hitungan Sedang menurut ahli fiqh istilah muhasabah sering disebut ﻛﺘﺎﺑﺔ ( ﺍﻷﻣﻮﺍﻝmenulis/mencatat keungan)9 Dari beberapa uraian dari masing-masing istilah (Al-Qur’an, sunah dan ulama fiqh) maka kata Muhasabah mengandung dua pokok pengertian yakni: a) Musa-alah (perhitungan) dan munaqasyah (perdebatan) b) Pembukuan/pencatatan keuangan seperti yang diterapkan pada masa awal munculnya Islam. Yakni pendataan, pembukuan, perhitungan, perdebatan, serta penekanan imbalan seperti lembaga keuangan.10 Akuntansi Syari’ah ada dua versi Akuntansi Syari’ah yang secara nyata telah diterapkan pada era dimana masyarakat menggunakan sistem nilai Islam khususnya masyarakat menggunakan sistem nilai Islami khususnya pada era Nabi SAW, Khulafaurrasyidin, dan pemerintahan
8
Husein Syahatah, Ushul al Fikri al Muhasabi al Islami, Terj. Khusnul Fatarib, “PokokPokok Pikiran Akuntansi Islam”, Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, Cet. ke-3, 2001, Hlm. 32. 9 Ibid, Hlm. 40. 10
Ibid, Hlm. 44.
18
Islam lainnya. Kedua Akuntansi Syari’ah yang saat ini muncul dalam era dimana kegiatan ekonomi dan sosial dikuasai oleh sistem nilai kapitalis yang berbeda dari sistem nilai Islam.11 Kedua sistem tersebut tentunya berbeda-beda dalam meresponnya, karena berbeda dengan setting socialnya. Akuntansi Syari’ah menurut Muhammad dan Nur Ghofar Isma’il adalah suatu proses yang dilakukan dengan beberapa tahap, yakni pengumpulan, penganalisa, pencatatan, dan lain sebagainya, yang berupa transaksi-transaksi muamalah yang didasarkan pada ketentuan islam yang bersumber pada al-Qur’an dan Hadits.12 Dalam karya Sofyan Syafri Harahap yang berjudul Akuntansi Islam disebutkan
bahwa
yang
dimaksud
Akuntansi
Syari’ah
adalah
Comprehensive Accounting yang hakikatnya adalah sistem informasi, penentuan laba, pencatatan transaksi yang sekaligus pertanggungjawaban (accountability) yang sesuai dengan sifat-sifat yang harus ditegakkan dalam Islam yang mana hal ini merupakan ketentuan Ilahi.13 Akuntansi Islam atau Akuntansi Syari’ah pada hakekatnya adalah penggunaan akuntansi dalam menjalankan syari’ah Islam.14
11
Sofyan Syafri Harahap, Bunga Rampai Akuntansi Islam, Jakarta: PT. Pustaka Quantum, 2003, Hlm. 156. 12 Muhammad al-Musahamah, Nur Ghofar Isma’il, Akuntansi Syari’ah; Analisis Pendapat Muhammad al-Musahamah Tentang Ayat-Ayat Akuntansi Dalam al-Qur’an, Yogyakarta: Pesantren ekonomi islam al-Musahamah, Cet. Ke-1, 2005, hlm. 51 13 Sofyan Syafri Harahap, Akuntansi Islam, Jakarta: Bumi Aksara, Cet. Ke-4, 2004, Hlm. 124-125. 14 Sofyan Syafri Harahap, Bunga Rampai…loc.cit.
19
2.2.
Dasar Hukum Setiap Muslim diatur oleh ketentuan syari’ah (hukum Islam) yang bersumber pada al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW, tujuannya adalah untuk menegakkan keadilan dan kesejahteraan sosial sesuai dengan perintah Allah swt.15 Islam memang sudah mengatur segala tatacara hidup manusia, tidak terkecuali muamalah. Bahkan dalam al-Qur’an Allah berfirman dalam surah al-Baqarah
sebagai
lambang
komoditi
ekonomi,
ayat
282
yang
menggambarkan angka keseimbangan atau neraca, serta dalam al-Qur’an surat al-Baqarah merupakan surat ke-2 yang dapat dianalogikan dengan “double entry”.16 Ayat tersebut adalah sebagai berikut:
ﻢ ﻨ ﹸﻜﻴ ﺑ ﺐ ﺘﻴ ﹾﻜﻭﹾﻟ ﻩ ﻮﺘﺒﻰ ﻓﹶﺎ ﹾﻛ ﻤ ﺴ ﺟ ٍﻞ ﻣ ﻳ ٍﻦ ِﺇﻟﹶﻰ ﹶﺃﺪ ﻢ ِﺑ ﺘﻨ ﻳﺍﺗﺪ ﻮﺍ ِﺇﺫﹶﺍﻣﻨ ﻦ ﺁ ﺎ ﺍﱠﻟﺬِﻳﻳﻬﺎ ﹶﺃﻳ
ﻤ ِﻠ ِﻞ ﻭﹾﻟﻴ ﺐ ﺘﻴ ﹾﻜﻪ ﹶﻓ ﹾﻠ ﺍﻟ ﱠﻠﻤﻪ ﻋ ﱠﻠ ﺎﺐ ﹶﻛﻤ ﻳ ﹾﻜﺘ ﹶﺃ ﹾﻥﺏ ﻛﹶﺎِﺗﺐ ﻳ ﹾﺄ ﻻﺪ ِﻝ ﻭ ﻌ ﺑِﺎﹾﻟﻛﹶﺎِﺗﺐ ﻴ ِﻪ ﻋ ﹶﻠ ﺌﹰﺎ ﹶﻓِﺈ ﹾﻥ ﻛﹶﺎ ﹶﻥ ﺍﱠﻟﺬِﻱﺷﻴ ﻨﻪ ﺲ ِﻣ ﺨ ﺒ ﻳ ﻻ ﻭﺑﻪﺭ ﻪ ﺘ ِﻖ ﺍﻟ ﱠﻠﻴﻭﹾﻟ ﻖ ﺤ ﻴ ِﻪ ﺍﹾﻟ ﻋ ﹶﻠ ﺍﱠﻟﺬِﻱ ﺪ ِﻝ ﻌ ﺑِﺎﹾﻟﻴﻪﻭِﻟ ﻤ ِﻠ ﹾﻞ ﻴﻮ ﹶﻓ ﹾﻠ ﻳ ِﻤ ﱠﻞ ﻫ ﻊ ﹶﺃ ﹾﻥ ﺘﻄِﻴﺴ ﻳ ﻭ ﻻ ﺿﻌِﻴﻔﹰﺎ ﹶﺃ ﻭ ﺳﻔِﻴﻬﹰﺎ ﹶﺃ ﻖ ﺤ ﺍﹾﻟ ﻦ ﻤ ﺎ ِﻥ ِﻣﺮﹶﺃﺗ ﻣ ﺍﻞﹲ ﻭﺮﺟ ﻴ ِﻦ ﹶﻓ ﹶﻠﺭﺟ ﺎﻳﻜﹸﻮﻧ ﻢ ﻢ ﹶﻓِﺈ ﹾﻥ ﹶﻟ ﺎِﻟ ﹸﻜﻦ ِﺭﺟ ﻳ ِﻦ ِﻣﺪ ﺷﻬِﻴ ﻭﺍﺸ ِﻬﺪ ﺘﺳ ﺍﻭ
ﺏ ﻳ ﹾﺄ ﻻﻯ ﻭﺧﺮ ﺎ ﺍﹾﻟﹸﺄﻫﻤ ﺍﺣﺪ ﺮ ِﺇ ﹶﺬ ﱢﻛﺎ ﹶﻓﺘﻫﻤ ﺍﺣﺪ ﻀ ﱠﻞ ِﺇ ِ ﺗ ﺍ ِﺀ ﹶﺃ ﹾﻥﻬﺪ ﺸ ﻦ ﺍﻟ ﻮ ﹶﻥ ِﻣ ﺿ ﺮ ﺗ ﻢ ﺟ ِﻠ ِﻪ ﹶﺫِﻟﻜﹸ ﻭ ﹶﻛﺒِﲑﹰﺍ ِﺇﻟﹶﻰ ﹶﺃ ﺻﻐِﲑﹰﺍ ﹶﺃ ﻩ ﻮﺘﺒﺗ ﹾﻜ ﻮﺍ ﹶﺃ ﹾﻥﺴﹶﺄﻣ ﺗ ﻻﻮﺍ ﻭﺩﻋ ﺎﺍ ُﺀ ِﺇﺫﹶﺍ ﻣﻬﺪ ﺸ ﺍﻟ ﺮ ﹶﺓ ﺿ ِ ﺎﺭ ﹰﺓ ﺣ ﺎﺗﻜﹸﻮ ﹶﻥ ِﺗﺠ ﻮﺍ ِﺇﻟﱠﺎ ﹶﺃ ﹾﻥﺎﺑﺮﺗ ﺗ ﻰ ﹶﺃﻟﱠﺎﺩﻧ ﻭﹶﺃ ﺩ ِﺓ ﺎﺸﻬ ﻟِﻠﻮﻡ ﻭﹶﺃ ﹾﻗ ﺪ ﺍﻟ ﱠﻠ ِﻪ ﻨ ﻂ ِﻋ ﹶﺃ ﹾﻗ ﺴﹸ ﻻﻢ ﻭ ﺘﻌ ﻳﺎﺗﺒ ﻭﺍ ِﺇﺫﹶﺍﺷ ِﻬﺪ ﻭﹶﺃ ﺎﻮﻫﺒﺗ ﹾﻜﺘ ﹶﺃﻟﱠﺎﺎﺡﺟﻨ ﻢ ﻴ ﹸﻜ ﻋ ﹶﻠ ﺲ ﻴ ﻢ ﹶﻓ ﹶﻠ ﻨ ﹸﻜﻴ ﺑ ﺎﻧﻬﻭﺗﺪِﻳﺮ
15 16
Muhammad al-Musahamah, Nur Ghofar Isma’il,op.cit., hlm. 43 Sofyan Syafri Harahap, Akuntansi… op.cit., Hlm. 141.
20
ﻪ ﺍﻟ ﱠﻠﻜﹸﻢﻌ ﱢﻠﻤ ﻭﻳ ﻪ ﺗﻘﹸﻮﺍ ﺍﻟ ﱠﻠﺍﻢ ﻭ ِﺑ ﹸﻜﻮﻕ ﹸﻓﺴﻧﻪﻌﻠﹸﻮﺍ ﹶﻓِﺈ ﺗ ﹾﻔ ﻭِﺇ ﹾﻥ ﺷﻬِﻴﺪ ﻻ ﻭﺭ ﻛﹶﺎِﺗﺐ ﺎﻳﻀ (282: )ﺍﻟﺒﻘﺮﺓﻋﻠِﻴﻢ ﻲ ٍﺀ ﺷ ﻪ ِﺑ ﹸﻜ ﱢﻞ ﺍﻟ ﱠﻠﻭ Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu berhutang-hutang dengan janji yang ditetapkan waktunya, hendaklah kamu menuliskannya dengan adil, dan janganlah seseorang penulis enggan menuliskannya sebaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah dia menulis dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (mencatat hutangnya), dan hendaklah dia bertaqwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi sedikit pun daripada hutangnya. Maka jika yang berhutang itu lemah akalnya atau lemah keadaannya atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya membacakan dengan adil. Dan hendaklah di saksikan dua saksi laki-laki diantara kamu. Maka jika tidak ada dua (saksi) laki-laki, maka (boleh) seorang laki-laki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu setujui supaya (jika) seorang lupa, maka seorang lagi mengingatkan kepada yang lain. dan janganlah saksi-saksi enggan apabila mereka di panggil, dan janganlah saksi-saksi enggan apabila mereka dipanggil, dan janganlah kamu enggan menuliskannya, baik kecil maupun besar, sampai batas waktunya. Yang demikian itu lebih adil disisi Allah dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu, kecuali perdagangan tunai yang kamu jalankan diantara kamu, maka tidak mengapa bagi kamu bahwa tidak menuliskannya. Dan hendaklah kamu berjual beli, dan janganlah penulis dan saksi itu mempersulit. Jika kamu memperbuat (larangan itu) maka sesungguhnya adalah suatu kefasikan kepadamu. Dan mengajarmu, dan Allah maha mengetahui segala sesuatu.”17 Banyak ulama berpendapat bahwa lafadz ﻛﺘﺐhanya sebagai anjuran bukan kewajiban, karena kepandaian tulis menulis ketika itu sangat langka. Namun begitu dalam ayat tersebut mengisyaratkan perlunya belajar tulis menulis karena itu sudah merupakan suatu kebutuhan.18
17
Mahmud Junus, op. cit., hlm.44-45. M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati, Cet., ke-1, hlm. 563-564. 18
21
Dalam Tafsir Al-Qur’an Al Adzim Karya Imam Abi Al Fida’ al Hafidz Ibn Katsir al Damasky disebutkan bahwa lafadz ﻓﺎﻛﺘﺒﻮﻩadalah perintah mencatat itu untuk ( ﺗﻮﺛﻘﺔkekuatan) dan menjaga. Dalam sebuah hadist diceritakan bahwa orang didholimi doanya tidak dikabulkan karena tidak memberikan saksi dan mencatat (dalam transaksi).19 Selain itu juga disebutkan hadits dalam Kitab al-Jami’ ash-Shahih karya Sunan at-Turmudzi: 20
....ﺍﻥ ﺍﻭﻝ ﻣﺎ ﳛﺎﺳﺐ ﺑﻪ ﺍﻟﻌﺒﺪ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ ﻣﻦ ﻋﻤﻠﻪ ﺻﻼﺗﻪ...
Artinya: “…Sesungguhnya pertama kali sesuatu yang dihisab dari amal seorang hamba di hari kiamat adalah sholat…. Dalam hadits tersebut menurut Husein Syahatah lafadz hasaba ()ﺣﺎﺳﺐ yang berarti menulis, menyusun, dan menghitung.21 Perbankan Syari’ah sejak tahun 2002 telah mempunyai landasan hukum nasional yang berupa Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) no. 59 tahun 2002 tentang Akuntansi Perbankan Syari’ah, yang mana didalamnya menjelaskan tentang aturan-aturan bagaimana pengakuan dan pengukuran dari masing-masing akad, bagaimana membuat laporan neraca, laporan rugi/laba dan lain-lain. Hal ini tentunya sangat mendukung
19
Imam Abu Alfida’ al Hafidz Ibn Katsir al Damasky, Tafsir Al-Qur’an Al Adzim, Beirut: Maktabah al Muru al Ilmiah, Juz ke-1, 1991 Hlm. 316., lihat juga Abu Abdullah bin Ahmad al Ansori al Kurtubi, Al Jami’ li ahkami al Qur’an, Libanon, Beirut: Daru Al Kitab al Ilmiyah, jilid ke-2, 1993, hlm. 247. 20 Abi ‘Isa Muhammad bin Surah, Jami’ Ash-Shahih wa Huwa Sunanu al Turmudzi, Beirut, Libanon: Dar al-Kutub al-Ilmiah, Juz 2, tth., hlm. 269-270. 21 Husein Syahatah, op. cit., hlm. 40. Lihat juga Muhammad al-Musahamah, Nur Ghofar Isma’il, op.cit., hlm. 45-46.
22
pada kinerja operasional perbankan syari’ah karena sudah ada panduan yang jelas mengenai akuntansi (pencatatan) sekaligus sebagai penguat landasan hukum nasional di Indonesia. Selain itu PSAK lainnya juga tetap digunakan selagi tidak bertentang dengan ketentuan Syari’at Islam.
2.3.
Prinsip Umum Akuntansi Syari’ah Prinsip akuntansi adalah doktrin untuk menguasai suatu aktivitas tertentu yang sudah lazim. Prinsip akuntansi bukan merupakan kebenaran yang mutlak, karena ilmu akuntansi seperti ilmu lainnya yang bisa berkembang.22 Prinsip atau sifat dasar akuntansi adalah sifat-sifat yang mendasari akuntansi dan seluruh outputnya termasuk laporan keuangan yang dijabarkan dari tujuan laporan keuangan, postulat akuntansi, dan konsep teoritis akuntansi yang menjadi dasar dalam pengembangan teknik atau prosedur akuntansi yang dipakai dalam menyusun laporan keuangan.23 Dalam beberapa literatur yang ada, prinsip-prinsip Akuntansi Syari’ah secara garis besar berpegangan pada surat al-Baqarah ayat 282, namun ada juga yang menggunakan teori “pendekatan rekontruksi” sebagaimana yang digunakan Sofyan Syafri Harahab, yaitu membedah kembali prinsip akuntansi konvensional dengan cara memakai prinsip-
22 23
N. Lapoliwa, Daniel S. Kuswandi, op. cit., Hlm. 3. Sofyan Syafri Harahap, Bunga Rampai…op.cit., Hlm. 172.
23
prinsip akuntansi konvensional yang tidak bertentangan dengan asas-asas Islam.24 Sedangkan menurut Muhammad, prinsip umum Akuntansi Syari’ah adalah yang terkandung di dalam al-Qur’an Surah al-Baqarah ayat 282, yang secara garis besar ada tiga prinsip yaitu: 1. Prinsip Pertanggungjawaban Prinsip pertanggungjawaban (accountability) merupakan konsep yang
tidak
asing
lagi
di
kalangan
masyarakat
muslim.
Pertanggungjawaban selalu berkaitan dengan konsep amanah. Bagi kaum muslim, persoalan amanah merupakan hasil transaksi manusia dengan Allah dari alam kandungan. Manusia diciptakan oleh Allah untuk menjalankan fungsi-fungsi ke-khilafahannya. Inti ke-khalifahan adalah menjalankan atau menunaikan amanah. Banyak ayat al-Qur’an yang menjelaskan tentang proses pertanggungjawaban manusia sebagai pelaku amanah Allah di muka bumi. Implikasi dalam bisnis dan akuntansi adalah bahwa individu yang terlibat
dalam
praktik
bisnis
harus
selalu
melakukan
pertanggungjawaban apa yang telah diamanatkan dan diperbuat kepada pihgak-pihak yang terkait. Wujud pertanggungjawabannya biasanya dalam bentuk laporan akuntansi.
24
Ibid, Hlm. 84.
24
2. Prinsip Keadilan Jika ditafsirkan lebih lanjut maka dalam surah al-Baqarah ayat 282 mengandung prinsip keadilan. Prinsip keadilan ini tidak saja merupakan nilai yang sangat penting dalam etika kehidupan sosial dan bisnis, tetapi juga merupakan nilai yang secara inheren melekat dalam fitrah manusia. Dalam konteks akuntansi, kata adil dalam ayat tersebut secara sederhana dapat berarti bahwa setiap transaksi yang dilakukan oleh perusahaan dicatat dengan benar. Dengan demikian kata keadilan dalam konteks aplikasi akuntansi mengandung dua macam pengertian, yaitu: Pertama, berkaitan dengan praktik moral, yaitu kejujuran, karena tanpa kejujuran informasi disajikan akan menyesatkan dan sanat merugikan masyarakat. Kedua, kata adil bersifat lebih fundamental, karena adil ini sebagai pendorong untuk melakukan upaya-upaya dekonstruksi terhadap bangun akuntansi modern menuju pada bangun akuntansi yang lebih baik. 3. Prinsip Kebenaran Prinsip kebenaran ini sebenarnya tidak dapat dilepaskan dengan prinsiop keadilan. Kebenaran dalam al-Qur’an tidak boleh dicampur adukkan dengan kebathilan.25
25
Muhammad, Pengantar Akuntansi Syari’ah, Jakarta: PT. Salemba Empat, Cet. Ke-1, 2002, Hlm. 11-12.
25
2.4.
Tujuan Akuntansi Syari’ah Dalam Akuntansi Syari’ah ini mempunyai beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam pencatatan tersebut, yaitu26: 1. Hifzul Amwal (memelihara uang) Perintah menulis dalam surah al-Baqarah merupakan suatu keharusan untuk menjaga harta itu dan menghilangkan keragu-raguan. 2. Eksistensi pencatatan ketika ada perselisihan Dalam tafsir al Qurtubi dijelaskan bahwa lafadz faktubu ini adalah mengisyaratkan agar menulis (keuangan) dengan semua sifatsifat yang bisa membedakan dari yang lain, karena hal tersebut berguna kalau terjadi ikhtilaf yang meragukan dianatar kedua belah pihak (sanabah dan bank) yang bertransaksi dan bisa digunakan sebagai hujjah di depan hakim.27 3. Dapat membantu dalam mengambil keputusan Sebagaimana tujuan akuntasi konvensional yakni memberikan informasi yang bermanfaat untuk pengambilan keputusn bagi para pemakainya maka Akuntansi Syari’ah juga bertujuan untuk bisa membantu dalam mengambil keputusan.28 4. Menentukan hasil-hasil usaha yang akan dizakatkan Diantara tujuan Akuntansi Syari’ah yang utama adalah untuk mengetahui hasil-hasil perdagangan (transaksi) diakhir tahun.29
26
Husein Syahatah, op. cit., hlm. 45-48. Abu Abdullah bin Ahmad al Ansori al Kurtubi, op. cit., hlm. 247. 28 Husein Syahatah, op. cit., hlm. 46. 29 Ibid., hlm. 47. 27
26
5. Menentukan dan menghitung hak-hak mitra yang berserikat Dengan adanya akuntansi tersebut juga bertujuan agar bisa menentukan hak-hak mitra bisnis agar tidak terjadi kedhaliman. sebagaimana firman Allah:
ﻮﺍﻣﻨ ﻦ ﺁ ﺾ ِﺇﻟﱠﺎ ﺍﱠﻟﺬِﻳ ٍ ﻌ ﺑ ﻋﻠﹶﻰ ﻢ ﻬﻌﻀ ﺑ ﺒﻐِﻲ ﻴﺨ ﹶﻠﻄﹶﺎ ِﺀ ﹶﻟ ﻦ ﺍﹾﻟ ﻭِﺇ ﱠﻥ ﹶﻛﺜِﲑﹰﺍ ِﻣ ... (24:ﺹ ) ... ﻢ ﻫ ﺎﻭ ﹶﻗﻠِﻴﻞﹲ ﻣ ﺕ ِ ﺎﺎِﻟﺤﻋ ِﻤﻠﹸﻮﺍ ﺍﻟﺼ ﻭ Artinya: “…Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang
yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini...".30
6. Menentukan imbalan balasan atau sanksi Akuntansi Syari’ah ini bertujuan juga supaya bisa menentukan berapa imbalan (bagi hasil) yang diberikan atau bahkan dimungkinkan menentukan sanksi.31
2.5. Perbedaan
Antara
Akuntansi
Syari’ah
Dengan
Akuntansi
Konvensional Menurut Toto Rusmanto bahwa perbedaan Akuntansi Syari’ah dari akuntansi konvensional adalah terletak pada akuntabilitas, yakni akuntansi konvensional hanya menyampaikan akuntabilitas kepada manusia saja sedang Akuntansi Syari’ah dituntut juga akuntabilitas kepada Allah.32
30
Mahmud Junus, op. cit., hlm. 410. Husein Syahatah, op. cit., hlm. 48 32 Toto Rusmanto, “Akuntansi Syari’ah: Karakteristik dan Prospek Penerapannya”, Jurnal Ekonomi (Kajian Ekonomi, Manajemen dan Akuntansi)¸ Jakarta: STEI, Edisi; JanuariMaret, 2004, Hlm. 90. 31
27
Akuntansi konvensional yang berasaskan kapitalisme, matrialistis tentunya berbeda dengan Akuntansi Syari’ah yang berasaskan syari’ah Islam. Perbedaan-perbedaan itu bisa dilihat pada sisi prinsip-prinsipnya. Untuk lebih memudahkannya maka dibuatlah kolom seperti dibawah ini. Akuntansi konvensional Postulat Pemisahan antara bisnis entitas dan pemilik Postulat Kelangsungan bisnis going menungu sampaai akhir concern kehidupan perusahaan dengan mengukur keberhasilan Postulat Tidak dapat menunggu periode sampai akhir kehidupan akuntansi perusaaan dengan mengukur keberhasilan aktivitas perusahaan Postulat unit Nilai uang pengukuran
Prinsip operasional
Prinsip konsistensi
Prinsip konservatisme Prinsip obyektifitas
Akuntansi Syari’ah Entitas didasarkan pada bagi hasil Kelangsungan usaha tergantung pada persetujuan kontrak antara kelompok yang terlibat dalam aktivitas bagi hasil Setiap tahun dokenai zakat, kecuali untuk produk pertanian yang dihitung setiap panen
Kuantitas nilai pasar digunakan untuk menentukan zakat binatang hasil pertanian dan emas Pencatatan hanya dilakukan jika nisbah awal sudah benar-benar dierima ada
Pencatatan keuntungan/bunga dilakukan di walaupun belum rielnya Dicatat dan dilaporkan Dicatat dan dilaporkan menurut pola GAAP secara konsisten sesuai dengan prinsip yang dijabarkan oleh syari’ah (PSAK no. 59/2002 dan PSAK lainnya) Pemilihan teknik akuntansi Pemilihan teknik akuntansi yang sedikit pengaruhnya dengan memperhatikan terhadap pemilik dampak baiknya terhadap masyarakat Reliabilitas pengukuran Berhubungan erat dengan digunakan dengan dasar konsep ketaqwaan, yaitu bias personal pengeluaran materi maupun non-materi untuk memnuhi kewajiban
28
Sumber dari Pengantar Akuntansi Syari’ah33 Perbedaan antara Akuntansi Syari’ah dengan akuntansi konvensional ini juga bisa dilihat dari beberapa segi, yaitu: 1. Perbedaan dari Segi Pengertiannya Pengertian
akuntansi
syari’ah
lebih
mengarah
pada
pembukuan, pendataan, kerja dan usaha yang kemudian perhitungan dan imbalannya berdasarkan syarat-syarat yang telah disepakati. Sehingga dalam konteks ini Akuntansi Syari’ah lebih umum dan luas jangkauannya yang meliputi segi moral dan akhirat. Sementara akuntansi
konvensional
hanya
sekedar
mengumpulkan
dan
pembukuan, penelitian tentang keterangan-keterangan dari berbagai macam aktivitas.34 2. Perbedaan dari Segi Tujuannya Tujuan Akuntansi Syari’ah sebagaimana tersirat dalam Surat Al-Baqarah ayat 282 adalah sebagai bukti ketika nanti terjadi perselisihan, mengarahkan kebijakan, merinci hasil usaha untuk penghitungan zakat, penentuan hak mitra bisnis juga membantu dalam menetapkan margin serta penilaian avaluasi kerja. Sedang tujuan akuntansi konvensional diantaranya adalah untuk menjelaskan utang dan piutang, untung rugi, moneter serta untuk membantu dalam mengambil keputusan.35
33
Muhammad, op.cit., hlm 116. Husein Syahatah, op. cit., hlm. 58. 35 Ibid, hlm. 58-59. 34
29
Penulis juga menemukan beberapa perbedaan diantara PSAK No. 59 tentang Akuntasi Perbankan Syariah dengan PSAK No. 31 tentang Akuntansi Perbankan (konvensional) diantaranya adalah: a. Tujuan adanya PSAK PSAK No. 31 tentang Akuntansi Umum (konvensional) “bertujuan untuk mengatur pengakuan penyajian dan pengungkapan laporan keuangan bank,”36 dan lembaga keuangan lainnya seperti bank Perkreditan Rakyat. Sedang PSAK No. 59 bertujuan untuk “mengatur perlakuan
akuntansi
(pengakuan,
pengukuran,
penyajian
dan
pengungkapan) tansaksi khusus yng berkaitan dengan aktivitas bank syari’ah”.37 b. Ruang lingkup PSAK No. 31 diterapkan untuk bank yang beroperasi di Indonesia, begitu juga BPR dan lembaga keuangan lainnya. (tidak berlaku untuk lembaga keuangan syari’ah). Sedangkan PSAK No. 59 diterapkan untuk “bank umum syari’ah, Perkreditan Rakyat Syari’ah yang
beroperasi
di
Indonesia”
(tidak
berlaku
untuk
bank
konvensional). c. Pengakuan pendapatan Dalam perbankan syari’ah pengakuan laba diakui pada saat terjadinya hak bagi hasil sesuai dengan nisbah yang telah disepakati di
36
IAI, Standar Akuntansi Keuangan, per 1April 2000, Jakarta: Salemba Empat, 2002,
hlm. 31.2. 37
Ibid, hlm. 59.1.
30
antara keduanya38 sedang bank konvensional pada dasarnya pengakuan labanya di akui secara accrual.39 d. Dasar pendapatan/ keuntungan Pendapatan bank syari’ah diperoleh dari bagi hasil dan margin, sedang bank konvensional diperoleh dari tingkat suku bunga.40
2.5. Gambaran Umum PSAK No. 59 Akuntansi Perbankan Syari’ah Kemunculan standar Akuntansi Syari’ah disambut dengan gembira. Hal ini dikarenakan standar tersebut menjadi salah satu instrumen pendukung eksistensi bank dan perkembangan perbankan syari’ah. Diterbitkannya Akuntansi Syari’ah tersebut didukung sepenuhnya oleh Bank Indonesia yang merupakan Bank Sentral di Indonesia.41 Standar Akuntansi Syari’ah dalam tingkat internasional telah ada sebelum adanya PSAK No. 59, yakni The Accounting and Auditing for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) yang sebelumnya bernama Financial Accounting Organization for Islamic Financial Accounting organization for Islamic Financial Institution yang didirikan pada tanggal 26 Februari 1990 di Al Jairia.42 Menurut Sofyan isi PSAK No. 59 ini mengacu pada AAOIFI.43 Sedangkan isi PSAK no. 59 secara garis besar adalah sebagai berikut:
38
Ibid, hlm. 59.4. Ibid, hlm. 31.7. 40 Disarikan dari PSAK No. 59 dan PSAK No. 31. 41 Sofyan Syafri Harahap, Bunga Rampai…op.cit., Hlm. 254-255. 42 Ibid, hlm. 233. 43 Ibid. 39
31
a. Tujuan PSAK No. 59 yang bertujuan untuk mengatur perlakuan transaksi khusus berkaitan dengan aktivitas khusus bank syari’ah. b. Ruang lingkup kegunaan PSAK No. 59 yang diantaranya adalah ditujukan untuk bank umum syari’ah, BPRS, dan lembaga keuangan Syari’ah. c. Penjabaran detail tentang standar penyusunan laporan keuangan, yakni diperluas tentang standar pengakuan dan pengukuran berbagai item dan transaksi masing-masing produk seperti Mudharabah, musayarakah, murabahah dan lain-lain. d. Penyajian laporan keuangan yang meliputi neraca, laporan laba rufi, laporan arus kas dan lain-lain.44
44
Syari’ah.
Untuk lebih lengkapnya lihat PSAK No. 59 tahun 2002 tentang Akuntansi Perbankan