AKUNTANSI SYARI’AH; SOLUSI KRISIS AKUNTANSI KAPITALIS Wiwin Koni ABSTRAK Akuntansi konvensional didominasi oleh kaum kapitalis, sehingga tujuan dari informasi akuntansi orientasinya pada kepentingan kapitalis. Sebagaimana diketahui idiologi kapitalis ini adalah idiologi sekuler yang tidak mengenal Tuhan, tidak mempercayai yang ghaib, tidak mempercayai adanya pertanggungjawaban di akhirat. Akibatkan terjadi berbagai skandal besar dalam korporasi yang mempengaruhi industri keuangan, pasar modal investor, profesi dan karyawan. Akuntansi syari’ah menutupi kelemahan-kelemahan yang terdapat pada akuntansi kapitalis, yaitu memasukkan unsur-unsur metafisik atau nilai-nilai syari’ah. Kata Kunci:
Krisis akuntansi kapitalis, permasalahan epistemologi akuntansi syari’ah.
PENDAHULUAN Ekonomi kapitalis telah terbukti dapat memberikan kontribusi terhadap kemajuan dan kesejahteraan ekonomi, peningkatan kemajuan tehnologi dan juga ilmu pengetahuan. Namun kemajuan ekonomi ini juga terbukti memberikan kontribusi menciptakan konflik antara si kaya dan si miskin. Akuntansi sebagai bagian dari sistem ekonomi kapitalis memilik peranan dalam menciptakan munculnya konflik sosial tersebut. Akuntansi secara normatif memiliki peranan yang sangat penting untuk membantu kelancaran kegiatan ekonomi dan menciptkanan kesejahteraan sosial. Akuntansi membantu pihak yang tidak terlibat langsung pada kegiatan operasional perusahaan untuk mengetahui informasi mengenai aspek ekonomi yang dijadikan dasar untuk pengambilan keputusan. Salah satu permasalahan yang terkandung di dalam ilmu akuntansi adalah distorsi pemahaman terhadap konsep-konsepnya. Menurut Sudibyo, (Harahap, 2007) dalam pemahaman terhadap istilah ”evidential matters” misalnya sudah terjadi salah kaprah dan mendistorsi pengertian bukti menjadi sempit hanya pada bukti material yang menyebabkan laporan keuangan kehilangan moral judgemnet. Akuntansi mengikuti epistemologi sekuler dimana etika, moral dan peranan Tuhan diabaikan. Dengan mengabaikan peran etika, moral dan Tuhan tersebut terjadi berbagai skandal besar dalam korporasi yang mempengaruhi industri keuangan, pasar modal investor, profesi dan karyawan, seperti misalnya: kasus
107
Akuntansi Syari’ah; Solusi Krisis Akuntansi Kapitalis
WorldCom dan Enron-Gates. Kejadian ini menurut Bazerman et.al (Harahap 2007) tidak lepas dari tindakan korupsi, kriminalitas dari akuntan yang tidak memilki etika yang memalsukan angka-angka, melakukan penyelewengan untuk kepentingan pribadi maupun untuk melindungi klien. Karl marx dan pengikutnya telah lebih dahulu mengkritik akuntansi sebagai bagian dari idiologi kapitalis yang dijadikan alat untuk melegitimasi keadaan dan struktur sosial ekonomi dan politik kapitalis. Akuntansi kapitalis dinilai hanya sebagai bentuk kesadaran palsu yang memistikkan. Akuntansi dituduh bukan memberikan informasi yang benar tentang hubungan sosial yang harmonis, ia hanya membungkus kepentingan ekonominya dalam simbol efesiensi, laba rugi, produktifitas dan sebagainya (Harahap, 2007). Akuntansi kontemporer (akuntansi non mainstrem) merupakan wujud kritik para pemikir akuntansi terhadap akuntansi saat ini (akuntansi konvensional) yang memiliki banyak kelemahan, terutama pengaruh kuat akan kepentingan kapitalisme. Mereka mencoba memberikan wacana untuk merespon perubahan dan kebutuhan akan internalisasi lingkungan dan juga untuk memasukkan unsur humanisme dan metafisik dengan tujuan kesejahteraan umat manusia dan alam (holistic welfare) dalam pengembangan teori dan paktek akuntansi. Tulisan ini akan membahas solusi dari krisis akuntansi kapitalis dengan menganalisa berbagai kelemahan dan mengkonstruksi suatu alternatif akuntansi yang lain dengan memasukan unsur-unsur metafisik atau nilai-nilai syaria’ah. Tulisan ini menggunakan istilah akuntansi konvensional dan akuntansi kapitalis secara bergantian tetapi memiliki makna yang sama, demikian juga untuk akuntansi syari’ah dan akuntansi Islam. Tulisan ini diawali dengan permasalahan epistemologi dan diakhiri dengan ulasan beberapa macam teori dan pemikiran akuntansi syari’ah.
AKUNTANSI KAPITALIS Permasalahan Epistemologi Epistemologi barat yang kita anut saat ini mengabaikan faktor ghaib dan hal-hal yang bersifat metafisika seperti eksistensi Tuhan. Proses kelahiran ilmu pengetahuan tereduksi hanya pada kapabilitas yang dihasilkan oleh kemampuan indera. Hal-hal yang tidak mampu dijamah dan dipikirkan indera manusia menjadi sesuatu yang bersifat imajinasi dan tidak dapat dijadikan sebagai produk ilmu pengetahuan. Epistemologi yang kita anut selama ini secara garis besar terdiri dari dua aliran pokok dalam epistemologi yaitu rasionalisme dan empirisme (Zainuddin 2006:29). Rasionalisme adalah suatu aliran pemikiran yang menekankan pentingnya peran akal atau ide, sementara peran indra dinomorduakan, seperti yang dikatakan oleh George Fredrich Hegel (Ramly 2007:54) bahwa ”Semuanya yang real bersifat rasional dan semuanya yang
108
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/am
Wiwin Koni
rasional bersifat real. Sedangkan empirisme bersifat korespondensi, hasil hubungan antara subjek dan objek melalui pengalaman, sehingga mudah dibuktikan dan diuji (Zainuddin 2006:31). Seperti yang dikatakan oleh August Comte (Hardiman, 2004:153) bahwa Pengetahuan kita tidak boleh melebihi fakta. Empiris memahami apa yang terjadi memotret dengan asumsi: 1. Objek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain. 2. Tidak ada perubahan dalam jangka waktu tertentu 3. kejadian ini memiliki pola tertentu yang bersifat tetap Akuntansi kapitalis yang kita anut selama ini dibangun dari proses epistemologi berdasarkan rasionalisme dan empiris. Dari dasar tersebut sangat jelas bahwa akuntansi kapitalis tidak mempertimbangkan adanya unsur metafisik atau peranan Tuhan dalam membangun ilmu akuntansi. Sehingga tidak dapat dipungkiri lagi, akuntansi kapitalis membantu terjadinya berbagai krisi ekonomi seperti yang telah dijelaskan di atas. Seperti yang dikatakan Triyuwono (2001) bahwa akuntansi itu tidak benar netral seperti yang diklaim banyak orang. Beliau membuktikan dan menekankan bahwa akuntansi kapitalis memiliki nilai-nilai yang inheren di dalamnya sesuai dengan nilai dari pencetus, desainer dan asal idiologinya. Akuntansi kapitalis adalah sistem atau instrumen yang diredusir atau diperas dari sistem ekonomi kapitalis, sistem sosial dan idiologi kapitalis. Sebagaimana diketahui idiologi kapitalis ini adalah idiologi sekuler yang tidak mengenal Tuhan, tidak mempercayai yang ghaib, tidak mempercayai agenda pertanggungjawaban diakhirat. Kritik Atas Akuntansi Kapitalis Lingkungan akuntansi konvensional didominasi oleh kaum kapitalis menjadikan akuntansi berideologi kapitalis. Sehingga tujuan dari informasi akuntansi orentasinya pada kepentingan kapitalis. Berikut ini penulis akan menyoroti peranan profesi akuntan dan ilmu akuntansi dalam krisis ekonomi seperti yang dijelaskan di atas. Seperti yang dikatakan Bazerman (Harahap 2007) bahwa akuntan memiliki unconsensus bias, sesuatu yang terjadi tanpa disadarinya disebabkan adanya ”self serving bias”. Self serving bias ini muncul disebabkan 6 faktor psikis: 1. Ambiguity dari ilmu akuntansi karena banyaknya persoalan yang memerlukan pertimbangan dan kebijakan subyektif 2. Attachement, terhadap kepentingan nasabah karena akuntan ditunjuk dan dibayar oleh perusahaan 3. Approval, dimana akuntan selalu cenderung menerima dan menyetujui judgment perusahaan 4. Familiarity merupakan sifat dimana kita lebih mengutamakan membela kenalan daripada orang asing yang belum dikenal.
Jurnal Al‐Mizan, Volume. 10 Nomor 1, Juni 2014
109
Akuntansi Syari’ah; Solusi Krisis Akuntansi Kapitalis
5. discounting dimana orang cenderung merespon akibat yang akan muncul segera dan menunda resiko yang masih lama 6. Escalation merupakan kecenderungan untuk menyembunyikan atau mengabaikan hal-hal yang bersifat minor. Auditor pada akhirnya ikut menerima laporan keuangan yang disusun oleh manajemen. Selanjutnya Hamid (Dahlan, 2007) menjelaskan beberapa keterbatasan akuntansi konvensional sebagai berikut: 1. Tidak benar klaim beberapa pihak bahwa akuntansi konvensional dapat menciptakan kesejahteraan sosial. 2. Akuntansi konvensional harus ikut bertanggung jawab terhadap keburukan sosial yang kita terima selama ini seperti menyebarnya kemiskinan, ketimpangan pendapatan dan kekayaan, kerusakan, biosphere, lingkungan, moral, korupsi, kebangkrutan dan sebagainya. 3. Akuntansi konvensional juga harus bertanggungjawab terhadap penciptaan konflik dan tension yang ditimbulkannya karena prinsip individualis, rasionalis, dan ekonomis. Karena banyak faktor informasi yang dihasilkan tidak sejalan dengan kepentingan sosial. 4. Akuntansi konvensional juga memiliki konstribusi terhadap terjadinya konflik sosial dalam masyarakat antara pemilik modal dan buruh. 5. Akuntansi konvensional menimbulkan konflik batin khususnya dikalangan umat Islam (yang merupakan penduduk mayoritas dunia) yang menerimanya, karena perbedaan filosofinya. 6. Munculnya dominasi perusahaan multi nasional dan negara kapitalis yang mernimbulkan perilaku yang a-sosial, a-moral, dan tidak etis yang merugikan masyarakuhbat khususnya masyarakat di luar mainstrem kapitalis./ 7. Akuntansi konvensional didasarkan pada falsafah barat dengan dasar kedaulatan manusia, demokrasi, liberalisme, individualisme, social contact, materialisme, sekularisme, rasionalisme dan skeptisme yang tidak dimasukkan unsur kedaulatan Tuhan yang merupakan pencegah asosial, a-moral dan tidak etis. A. Kelemahan Akuntansi Kapitalis Dari sumber Muhammad ( 2002: bab 3) dan Triyuwono (2006; bab 5 dan bab 6), dan sumber lainnya, kami dapat menguraikan beberapa kelemahan akuntansi modern: 1. Pendefinisian dari akuntansi Para akuntan dan mahasiswa selama ini telah diberikan definisi akuntansi yang sifatnya kaku dan dapat merusak dari makna akuntansi itu sendiri, diantaranya adalah kalo kita menanyakan definisi akuntansi kepada para akuntan dan mahasiswa, setidak-tidaknya mereka akan menjelaskan definisi seperti apa yang telah pelajari sebelumnya,), yaitu:
110
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/am
Wiwin Koni
1. Akuntansi adalah seni pencatatan, pengelompokkan, penguraian, dengan cara yang sistematis dan dalam ukuran moneter, transaksi dan kejadian yang berunsur, paling tidak bersifat keuangan dan menjelaskan hasil laporannya, (AICPA, 1961). 2. Akuntansi adalah proses menemukan, mengukur, dan menyampaikan informasi ekonomis sebagai dasar pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan oleh para pemakainya, (AAA, 1996) dalam (Harahap, 1997:168) Dari kedua definisi menjadi acuan referensi untuk mendefinisikan akuntansi lebih lanjut, Harahap, 1997: 169 menjelaskan bahwa definisi tersebut dianggap bersifat tradisional dan menganngap bahwa akuntansi adalah keahlian yang memfokuskan perhatian pada prosedur untuk menyusun laporan keuangan bukan sebagai ilmu. Walaupun pandangan ini dianggap benar, namun pandangan ini mengandung beberapa kelemahan. • Membatasi akuntansi yang hanya mempelajari prosedur bukan mendalami prosedur akuntansi dalam hubungannya dengan masalah-masalah bagaimana prosedur ini diselesaikan. • Gagal mengikuti perubahan-perubahan ekonomi dan sosial yang mempengaruhi langsung kepada masyarakat • Mengembangkan dalil ini diantara praktisi akuntan dan mahasiswa yang talah dianggap sebagai sifat dari suatu kebenaran akhir dari suatu kumpulan kebenaran. 2. Material Manusia sebagai makhluk ekonomi (Homoeconomicus), menjadikan manusia selalu berpikir material untuk memenuhi kepuasan hidup. Kenyataannya selama ini Akuntansi modern sangat identik dengan angka-angka atau nominal. Nominal merupakan pusat perhatian manusia, sehingga kita dapat menemukan pada laporan keuangan sebagai hasil akhir dari proses akuntansi dapat dibayangkan jika laporan keuangan hanya berisi nama-nama rekening saja tanpa memiliki nilai nominal atau tanpa angka pada tiap rekening. Dan akuntansi modern menyimpulkan laporan akuntansi tanpa angka maka tidak bermanfaat dalam pengambilan keputusan. 3. Kapitalisme Masyarakat modern menunjukkan dan menilai keberadaan diri dan kelompokkan berdasarkan realitas kepemilikan material, dengan prinsip orang akan dihormati jika memiliki materi lebih banyak dari orang lain. Realitas inilah mempengaruh manusia untuk untuk selalu berusaha dan bekerja dengan motif untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, dengan keuntungan tersebut manusia dapat berbuat apa saja baik untuk kepentingan investasi atau kepentingan lainnya. Keuntungan berupa laba dapat diketahui melalui proses Jurnal Al‐Mizan, Volume. 10 Nomor 1, Juni 2014
111
Akuntansi Syari’ah; Solusi Krisis Akuntansi Kapitalis
akuntansi, dan pengaruh dari hasil laporan akuntansi berupa laporan laba/rugi merupakan indikator utama untuk melihat perkembangan dari usaha individu. Dari nilai laba yang diperoleh akan mempengaruhi nilai perusahaan, dan dapat kita temui untuk mempercantik laporan keuangan dengan meningkatkan nilai laba yang diperoleh terkadang manajemen melakukan tindakan yang sifatnya kecurangan laporan. 4. Mengakui Private cost/benefits Implikasi yang dimiliki oleh akuntansi modern adalah terletak pada konsepnya yang hanya mengakui biaya-biaya pribadi (private costs) yang hanya mengenal istilah internalisties atas biaya-biaya. Akibatnya biaya-biaya yang ditimbulkan atas aktivitas perusahaan seperti kerusakan lingkungan ditanggung oleh masyarakat dan pemerintah. 5. Bebas Nilai (Tanpa Nilai Etika dan Religi) Kapitalisme sebagai hasil dari akuntansi modern dapat mempengaruhi pembentukan realitas sosial yang bercirikan perlaku yang indivialistik dan egois mengakibantkan realitas sosial yang terbentuk jauh dari nilai-nilai etika. Dan hal ini meruapakn ajaran akuntansi posistif yang mengklaim ilmu pengetahuan terpisah dari kepentingan dalam hal ini harus bebas dari nilai.
AKUNTANSI SYARI’AH Epistemologi Islam Akibat epistemology barat yang mengistimewakan peranan manusia dalam memecahkan “segala sesuatu” dan dalam waktu yang bersamaan menentang dimensi spiritual yang kemudian menjadi sumber utama krisis epistemology yang berimplikasi pada krisis ilmu pengetahuan, maka ada upaya untuk mencari pemecahan dengan mempertimbangkan epistemologi yang lain. Di kalangan pemikir muslim menawarkan pemecahan dengan epistemologi Islam. Epistemologi Islam menawarkan sesuatu yang tidak dimiliki oleh epistemologi Barat. Menurut Ziauddin Sardar (Qomar 2005: 171) epistemologi Islam menekankan totalitas pengalaman dan kenyataan serta menganjurkan banyak cara untuk mempelajari alam, sehingga ilmu bisa diperoleh dari wahyu maupun akal, dari observasi maupun intuisi, dari tradisi maupun spekulasi teoritis. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa epistemologi Islam menempuh langkah ganda: disatu sisi tetap memanfaatkan realitas atau datadata empirik (lahiriah) sebagai pijakan dalam menarik kesimpulan mengenai sesuatu pengetahuan, sebagimana yang terjadi dalam tradisi keilmuan barat, sedangkan pada sisi lain juga mencoba ”menterjemahkan” realitas atau data-
112
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/am
Wiwin Koni
data non empirik (batiniah) untuk memperkaya dan melengkapi capaian ilmu pengetahuan. Jadi, epistemologi Islam memiliki dua jalur yang menghubungkan dengan pengetahuan, yaitu jalur luar (lahiriah) dan jalur dalam (batiniah). Melalui dua jalur penghubung pengetahuan tersebut, yaitu jalur luar dan jalur dalam, maka epistemologi Islam membawa ciri tersendiri yang sangat berbeda dengan ciri epistemologi lainnya. Ziauddin Sardar (Qomar 2006:181) menyebutkan bahwa ada sembilan ciri dasar epistemologi Islam yaitu: 1. Yang didasarkan atas suatu kerangka pedoman mutlak 2. Dalam kerangka pedoman ini, epistemologi Islam bersifat aktif dan bukan pasif 3. Dia memandang objektivitas sebagai masalah umum dan bukan masalah pribadi. 4. Sebagian besar bersifat deduktif 5. Dia memadukan pengetahuan dengan nilai-nilai Islam 6. Dia memandang pengetahuan sebagai yang inklusif dan bukan eksklusif, yaitu menganggap pengalaman manusia yang subjektif sama sahnya dengan evaluasi yang objektif. 7. Dia berusaha menyusun pengalaman subjektif dan mendorong pencarian akan pengalaman-pengalaman ini, yang dari sini umut Muslim memperoleh komitmen-komitmen nilai dasar mereka. 8. Dia memadukan konsep-konsep dari tingkat kesadaran, atau tingkat pengalaman subjektif, sedemikian rupa sehingga konsep-konsep dan kiasankiasan yang sesuai yang dengan satu tingkat tidak harus sesuai` dengan tingkat lainnya. (ini sama dengan perluasan dari jangkuan proses ’kesadaran’ yang dikenal dan termasuk dalam bidang imajinasi kretif dan pengalaman mistis serta spritual) 9. Dia tidak bertentangan dengan pandangan holistik, menyatu dan manusiawi dari pemahaman dan pengalaman manusia. Dengan begitu dia sesuai dengan pandangan yang lebih menyatu dari perkembangan pribadi dan pertumbuhan intelektual. Ciri-ciri tersebut sesungguhnya menggambarkan betapa epistemologi Islam berusaha tampil membawa nuansa yang berbeda dengan epistomologi Barat yang mempengaruhi hampir semua ilmuwan di dunia ini. Perbedaan yang paling menyolok adalah bahwa epistemologi Islam memiliki sandara teologis berupa Kerangka Pedoman Mutlak, sehingga para ilmuan muslim dalam proses kegiatan menggali pengetahuan senantias menyandarkan diri pada Allah sebagai pemilik Kerangka Pedoman Mutlak tersebut. Lantaran epistemologi Islam didasarkan pada kerangka tersebut secara relevasional, menyebabkan para ilmuwan Muslim bertolak dari kepercayaan atau keimanan lebih dahulu baru mencari bukti-bukti kebenaran dari kepercayaan atau keimanan itu, sehingga bersifat deduktif yaitu proses berpikir yang berangkat dari kaidah umummisalnya keyakinan terhadap kebenaran ayat Al-Quran-kemudian ditarik
Jurnal Al‐Mizan, Volume. 10 Nomor 1, Juni 2014
113
Akuntansi Syari’ah; Solusi Krisis Akuntansi Kapitalis
menjadi kesimpulan berdasarkan bukti-bukti kebenaran ayat tersebut. Di samping itu, yang cukup unik adalah kemampuan epistemologi Islam dalam memadukan antara pengetahuan dan nilai-nilai Islam, sehingga menjadi jaminan bagi keselamatan para ilmuwan yang menggunakannya dari ketersesatan dan keterjurumusan. Nilai-nilai tersebut senantiasa mengontrol gerak perkembangan dan orentasi dari pengetahuan. Konsep Akuntansi Islam Dari uraian epistemologi Islam tersebut, dapat dikatakan bahwa akuntansi seharusnya harus memadukan unsur lahiriah dan unsur batiniah, dan ini memunculkan peluang akuntansi syaria’ah yang menggunakan epistemologi Islam. Akuntansi sebenarnya merupakan domain ”muamalah” dalam kajian Islam, artinya diserahkan kepada kemampuan akal pikiran manusia untuk mengembangkannya. Namun karena pentingnya permasalahan ini maka Allah SWT. Bahkan memberikannya tempat dalam kitab suci Al-Quran, Al-Baqarah ayat 282. Penempatan ayat ini juga unik dan relevan dengan sifat akuntansi itu. Ia ditempatkan dalam Surat Sapi Betina sebagai lambang komoditi ekonomi. Ia ditempatkan dalam surat ke-2 yang dapat dianalogikan dengan double entry yang ditempatkan di ayat 282 yang menggambarkan angka keseimbangan atau neraca. Bahkan bisa juga dikaji relevansi ayat berikut dalam konteks double entry atau sifat berpasangan: ”Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingatkan kebesaran Allah” (Adz Dzariyaat:49) dan juga Surat Yasin ayat 36: ”Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui” Inilah beberapa kemungkinan yang kebenarannya hanya Allah yang mengetahui wallahu ’alam bisawab. Jika dikaji sistem jagad dan manajemen alam ini ternyata peran atau fungsi akuntansi sangat besar. Allah memiliki akuntan malaikat yang sangat canggih yaitu Rakib dan Atib, malaikat yang menuliskan/menjurnal transaksi yang dilakukan manusia, yang menghasilkan buku/neraca yang nanti akan dilaporkan kepada kita (owner) di akhirat. Simaklah Surat Al Infitrah (82) ayat 10-12 berikut ini: ”Padahal sesungguhnya pada kamu ada malaikat yang memonitor pekerjaanmu (10). Yang mulia disisi Allah dan yang mencatat pekerjaanmu itu (11). Mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan (12).” Hal ini didukung bukti (evidence) dimana satupun tidak akan ada transaksi yang dilupakan kendatipun sebesar zarrah seperti dilihat dalam surat Al Zalzalah ayat 7-8: ”Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun niscaya dia akan melihatnya (7). Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarrah
114
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/am
Wiwin Koni
pun dia akan melihatnya (8)”. Karena akuntansi ini sifatnya urusan muamalah maka pengembangannya diserahkan pada kebijaksanaan manusia. Al-Quran dan Sunnah hanya membekalinya dengan beberapa sistem nilai seperti landasan etika, moral, kebenaran, keadilan, kejujuran, terpercaya, bertanggungjawab dan sebagainya. Dalam Al-Quran suart Al Baqarah kita melihat bahwa tekanan Islam dalam kewajiban melakukan pencatatan adalah (1) menjadi bukti dilakukannya transaksi (muamalah) yang menjadi dasar nantinya dalam menyelesaikan persoalan selanjutnya; (2) menjaga agar tidak terjadi manipulasi, atau penipuan baik dalam transaksi maupun hasil dari transaksi itu (laba). Nilai-nilai Islam yang fitrah dan mengutamakan keadilan serta dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan lingkungannya merupakan alternatif untuk menutup kelemahan-kelemahan yang ada dalam akuntansi konvensional. Hal senada dinyatakan oleh Harahap (2001) tentang beberapa faktor yang mendorang munculnya akuntansi syari’ah; 1) meningkatnya religiousity masyarakat; 2) meningkatnya tuntutan kepada etika dan tanggungjawab sosial yang se1ama ini diabaikan oleh akuntansi konvensional; 3) semakin lambatnya akuntansi konvensional mengantisipasi tuntutan masyarakat khususnya mengenai penekanan pada keadilan, kebenaran dan kejujuran; 4) Kebutuhan akan instrumen bisnis termasuk akuntansi yang tidak bertentangan dengan nilai syari’ah, hal ini terkait dengan kesadaran beragama dan kebangkitan ummat Islam. Beberapa Pemikiran Teori dan Konsep Akuntansi Islam Gambling dan Karim (Harahap, 1997:143) menarik hipotesis karena Islam memiliki syariah yang dipatuhi semua umatnya maka wajarlah bahwa masyarakatnya memiliki lembaga keuangan dan akuntansinya yang disahkan melalui pembuktian sendiri sesuai landasan agama. Mereka merumuskan tiga hipotesis antara lain “Colonial Model” yang menyebutkan bahwa jika masyarakatnya Islam maka mestinya pemerintahnya akan menerapkan syariat Islam dan mestinya Teori Akuntansinya pun akan bersifat Teori Akuntansi Islami. Mereka juga menekankan pada aspek sosial dan perlunya penerapan sistem zakat dan baitul maal. Dr. Scott (Harahap, 1995) merupakan penulis yang banyak memperhatikan masalah etika dan moral dalam melahirkan teori akuntansi. Ia selalu menggunakan kriteria keadilan dan kebenaran dalam merumuskan setiap teori akuntansi., model ini disebut Ethical Theory of Accounting. Menurut beliau dalam penyajian laporan keuangan, akuntan harus memperhatikan semua pihak (user) dan memperlakukannya secara adil dan benar. Dan memberikan data yang akurat jangan menimbulkan salah tafsir dan jangan pula bias.
Jurnal Al‐Mizan, Volume. 10 Nomor 1, Juni 2014
115
Akuntansi Syari’ah; Solusi Krisis Akuntansi Kapitalis
Triyuwono (2006) memberikan prinsip filosofis teori akuntansi syari’ah dalam konteks keimanan (faith) yaitu: Humanis, Emansipatoris, Transendental dan Teleologikal. Humanis dalam artian teori akuntansi syari'ah bersifat manusia dan sesuai dengan fitrah manusia, serta dapat dipraktikkan sesuai dengan kapasitas yang dimiliki manusia sebagai makhluk yang berinteraksi dengan orang lain dan alam secara dinamis da1am kehidupan sehari-hari. Emansipatoris, mempunyai pengertian akuntansi syari'ah mampu melakukan perubahan yang signifikan terhadap teori dan praktik akuntansi saat ini, perubahan yang membebaskan dari ikatan semu atau ideologi semu serta mampu melakukan perubahan pemikiran manusia yang sempit dan parsial menuju pemikiran yang luas, holistic dan tercerahkan. Transendental mempunyai makna bahwa teori akuntansi syari’ah melintas batas disiplin ilmu akuntansi itu sendiri, bahkan melintas batas dunia materi (ekonomi), di sini akuntansi syari'ah mampu melaksanakan kombinasi dari berbagai ilmu dan pendekatan. Teleologikal, memberikan suatu dasar pemikiran bahwa akuntansi tidak hanya sekadar memberikan informasi untuk pengambilan keputusan ekonomi, tetapi juga memiliki tujuan transendental sebagai bentuk pertanggungjawaban manusia kepada Tuhannya, kepada sesama manusia dan kepada alam semesta. Dari prinsip filosofis tadi diturunkan konsep dasar yang digunakan untuk membentuk teori dan sebagai dasar praktik akuntansi prinsip filosofis Humanis menurunkan kosep Instrumental dan social economic dan dari Emansipatoris diturunkan Critical dan Justise, dan dari transendental diturunkan Konsep All-inclusive dan Rational intuitive dan dari Teleogikal diturunkan konsep dasar Ethical dan Holistic Welfare. Selanjutnya Harahap (1991) mengemukakan bahwa akuntansi Islam itu pasti ada. Ia menggunakan metode perbandingan antara konsep syariat Islam yang relevan dengan akuntansi dengan konsep dan cirri akuntansi kontemporer (dalam nuansa komprehensif) itu sendiri. Sehingga ia menyimpulkan bahwa nilai-nilai Islam ada dalam akuntansi dan akuntansi ada dalam struktur hukum dan muamalat Islam. Menurutnya keduanya mengacu pada kebenaran kendati pun kadar kualitas dan dimensi dan bobot pertanggungjawaban bias berbeda. Dan juga penekanan pada aspek tanggung jawab dan aspek pengambilan keputusan berbeda. Shaari Hamid, Russel Craig, dan Frank Clarke (1993) dalam artikel mereka yang berjudul: “Religion: A Confounding Cultural Element in the International Harmonization of Accounting” mengemukakan dua hal: (1) bahwa Islam sebagai agama yang memiliki aturan-aturan khusus dalam sistem ekonomi keuangan (misalnya free interest banking system) pasti memerlukan teori akuntansi yang khusus pula yang dapat mengakomodasi ketentuan syariah itu; (2) kalau dalam berbagai studi disimpulkan bahwa aspek budaya yang bersifat local (national boundaries) sangat banyak mempengaruhi
116
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/am
Wiwin Koni
perkembangan akuntansi, maka Islam sebagai agama yang melampaui batas negara tidak boleh diabaikan. Islam dapat mendorong internasionalisasi dan harmonaisasi akuntansi. Toshikabu Hayashi (Harahap, 2004:144), dalam tesisnya yang berjudul: “On Islamic Accounting” membahas dan mengakui keberadaan akuntansi Islam. Dalam tulisannya yang berasal dariu tesis S2 beliau mengisahkan Akuntansi Barat yang dinilainya memiliki sifat yang dibuat sendiri dengan berpedoman pada filsafat kapitalisme. Sifat-sifat akuntansi barat ini menurutnya kehilangan arah bila dihubungkan dengan aspek etika dan social dan bebas nilai. Sedangkan ternyata justru harus bernuansa sosial sebagaimana yang dimiliki akuntansi Islam dan diakui oleh Gambling dan Karim. Dalam akuntansi Islam dia mengatakan bahwa ada ”metarole” yang berada diluar konsep akuntansi yang harus dipatuhinya yaitu hukum syariah yang berasal dari Tuhan yang bukan ciptaan manusia. Menurut beliau akuntansi Islam selalui dengan kecenderungan manusia yang menuntut agar perusahaan juga memiliki etika dan tanggung jawab sosial. Dalam tulisannya Hayasih menjelaskan bahwa konsep akuntansi sudah ada dalam sejarah Islam yang sangat berbeda dari konsep konvensional yang ada sekarang ini. Dia meunjukkan istilah ”muh’tasib” sebagai seseorang yang diberikan kekuasaan besar dalam masyarakat untuk memastikan setiap tindakan ekonomi berjalan sesuai syari’ah. Ia menerjemahkan akuntansi sebagai muasabah. Bahkan beliau menjelaskan bahwa dalam konsep Islam ada pertanggungjawaban di akhirat, dimana setiap orang akan mempertanggungjawabkan tindakannya dihadapan Tuhan. Dan Tuhan memiliki akuntan (Rakib dan Atib) yang mencatat semua tindakan manusia bukan saja bidang ekonomi tetapi sosial dan pelaksanaan hukum syariah lainnya. PERTANGGUNGJAWABAN DAN PENILAIAN KINERJA DALAM KONTEKS SYARIAH Triyuwono (2002) menyebutkan bahwa embentukan akuntansi syariah didasrkan pada perintah Allah SWT dalam QS. Al-baqarah: 282, yang menyatakan bahwa praktik pencatatan harus dilakukan dengan benar atas transaksi yang dilakukan seseorang dan pihak lain. Tinjauan laporan keuangan ssuai dengan konsep syariah tersebut berdasarkan sebuah anggapan bahwa manusia sebagai khalifatullah fil ardh membawa wajah akuntansi yang lebih humanis, emansipatoris, transendental, dan teologikal yang kemudian terlihat pada tujuan dasarnya yaitu akuntabilitas dan pemberian informasi. Selain itu Harahap (1997) menyebutkan bahwa akuntansi dengan nilai syariah dimana laporan keuangan memiliki beberapa hal yang menjadi informasi bagi pemakainya sebagai dasar pengambilan keputusan atau sebagai laporan pertanggungjawaban manajemen atas pengelolaan sumber daya perusahaan.
Jurnal Al‐Mizan, Volume. 10 Nomor 1, Juni 2014
117
Akuntansi Syari’ah; Solusi Krisis Akuntansi Kapitalis
Dengan tujuan dasar semacam ini, bentuk dan informasi akuntansi syariah diharapkan dapat mempengaruhi realitas kehidupan bisnis yang sarat dengan nilai etika syariah dan dapat menghantarkan manusia pada ”kesadaran ketuhanan” (God Consciousness). Karakteristik pertanggungjawaban organisasi menurut (Triyuwono, 2000c), yang memahami organisasi sebagai hasil interaksi sosial yang mengemban konsep amanah. Konsep amanah merupakan perilaku ketundukan atas tugas yang diemban manusia. Hal ini memberi pengertian bahwa manajer sebagai penerima amanah, dalam melakukan segala sesuatu harus didasarkan pada kesadaran diri (self-consciousness) sebagai khalifah di bumi mempunyai konsekuensi bahwa semua aktivitas harus sesuai dengan kekuatan Tuhan (the will of God) dan dapat bermanfaat bagi sesama mahluk Tuhan (rahmatan lil alamin). Pemahaman konsep organisasi dalam konteks amanah akan membawa manusia pada pemahaman bahwa setiap aktivitas adalah untuk mencari ridla Allah. Ini merupakan bentuk pencapaian paling tingi, lebih tinggi dari ukuran materialisme. Dalam tataran tersebut, tujuan organisasi tidak bisa dibatasi hanya untuk memperoleh laba yang maksimal guna meningkatkan kekayaan pemilik, tetapi perlu juga diarahkan pada pemenuhan tuntutan sosial masyarakat yang selama ini selalu terabaikan (stakeholder oriented) disamping menjaga kelestarian alam lingkungan (environment oriented). Dalam konteks metafora amanah, tujuan entitas bisnis yang memaksimalkan laba tidak lagi relevan. Metafora amanah ini dapat dijelaskan pada hal yang lebih operasional lagi yaitu zakat. Triyuwono (1997) menyebutkan bahwa metafora amanah dapat diturunkan menjadi metafora zakat. Artinya organisasi tidak lagi berorientasi pada laba (profit oriented) atau (stakeholder oriented), tetapi zakat oriented. Dengan mengubah tujuan perusahaan, maka ukuran kinerja perusahaan akan bergeser dari orientasi ”laba” ke ”zakat”. Dalam konteks pertanggungjawaban (accountability) zakat oriented memberikan dimensi yang lebih bersifat teologikal, artinya sesuai dengan pertanggungjawaban perusahaan dituntut bukan semata-mata pada stakeholders namun juga pada Tuhan sebagai pemberi amanah. KESIMPULAN Kelemahan yang ditimbulkan dari akuntansi kapitalis menuai beberapa kritik dan menimbulkan krisis, yang seharusnya perlu pembenahan segera untuk menjadikan akuntansi tetap berperan sebagai informasi yang relevan dan ikut serta berperan dalam pembangunan masyarakat yang sejahtera lahir maupun batin sesuai dengan fungsi manusia sebagai pengemban amanah Tuhan. Tidak dapat dipungkiri, jika pertimbangan nilai angka-angka (nominal) yang menjadi tujuan hidup, perilaku individu akan lebih nampak dibandingkan
118
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/am
Wiwin Koni
perilaku kebersamaan (sepenanggungan). Dan dengan perilaku indivialistik ini, manusia akan berbuat apa saja (Seenak Gue) selama itu dapat menguntungkan dirinya sendiri tanpa melihat pihak lain. Pola pikir kapitalisme dapat mempengaruhi pembentukan realitas sosial yang bercirikan individualistik. Hasil dari proses akuntansi dijadikan sebagai alat dalam pengambilan keputusan baik oleh individu dan kolektif, menjadikan akuntansi dapat mendikte keputusan-keputusan manusia. Dengan tujuan untuk peningkatan laba terkadang manajemen mengambil alternatif yang terburuk bagi pihak lain, misalnya untuk mengefisiensi cost langkah yang ditempuh adalah dengan melakukan Pemutusan Hubungan kerja (PHK) tanpa melihat aspek yang dapat terjadi dengan adanya keputusan PHK tersebut. Setiap keputusan yang diambil lebih banyak pertimbangan untuk para pemegang saham (pemilik modal). Masyarakat secara tidak sadar telah meninggalkan kepatuhan terhadap norma-norma kehidupana, norma agama, dan norma soaial yang telah disepakati. Perilaku efisiensi terhadap biaya menjadi pertimbangan utama di atas pertimbangan yang lainnya. Dari uraian di atas terlihat bahwa filosofi dan konsep dasar akuntansi syari’ah dapat menutupi kelemahan-kelemahan yang terdapat pada akuntansi kapitalis, yaitu memasukkan unsur-unsur metafisik dan mengakui adanya Tuhan dalam ilmu akuntansi dan prakteknya.
Daftar Pustaka Al-Qur’an, Terjemahan Departemen Agama (1986) Departemen Agama: YPPA, PT. Bumi Restu Chapra, Umer, 1992, Islam and The Economic Challenge, The Islamic Foundation, London Dahlan Ahmad, 2007, Akuntansi syariah: Suatu Alternatif Akuntansi Masa Depan, Jurnal Ekonomi dan Manajemen, Vol 6 N0. 3 Oktober pp 483-487 Hardiman, Budi Fransisco, 2004, Kritik Idiologi, Menyingkap Kepentingan Pengetahuan Bersama Jurgen Habermas, Buku Baik Yogyakarta. Harahap, Sofyan S, 2007, Krisis Akuntansi Kapitalis, dan Peluang Akuntansi Syari’ah. Pustaka Quantum.
Jurnal Al‐Mizan, Volume. 10 Nomor 1, Juni 2014
119
Akuntansi Syari’ah; Solusi Krisis Akuntansi Kapitalis
Harahap, Sofyan S, 2001, Akuntansi Islam: Munculnya Era Baru Epistemologi Islam, Media Riset Akuntansi, Auditing dan Informasi, Vol 1 No 2 Agustus pp 93-102 Harahap, Sofyan S, 2005, Akuntansi Islam, Jakarta Bumi Aksara. Harahap, Sofyan S, 1991, Akuntansi, Pengawasan, Manajemen Dalam Perspektif Islam, FE Trisakti, Jakarta. Hamid Shaari, Russel Craig, dan Frank Clarke,1993, Religion: Aconfounding Cultural Element in the International Harimonization of Accounting, ABACUS. Muhammad. 2002. Pengantar Akuntansi Syariah. Jakarta: Salemba Empat Qomar, Mujamil, 2005, Epistemologi Pendidikan Islam: dari Metode Rasional Hingga Metode Kritik, Erlangga Ramly, Muawiyah Andi, 2007, Peta Pemikiran Karl Marx, Materilisme Dialektis dan Materialisme Historis, LkiS. Triyuwono, Iwan, 2000, Organisasi dan Akuntansi Syari’ah, LKiS Yogyakarta. Triyuwono, Iwan, 2006, Akuntansi Syari’ah,: Perspektif, Metodologi, dan Teori, RajaGrafindo Jakarta Triyuwono, Iwan. 2006. Perspektif, Metodologi, dan Teori Akuntansi Syariah. Jakarta: Rajawali Press Zainuddin, 2006, Filsafat Ilmu: Perspektif Pemikiran Islam, Lintas Pustaka
120
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/am