Akuntansi Syari’ah
Mengungkap Identitas Diri yang Hilang Gatot Suhirman Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Mataram Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) 45 Mataram Email: Abstrak Tulisan ini memfokuskan diri pada analisis perbandingan historis antara akuntansi modern (konvensional) dan akuntansi syari’ah. Dari hasil penelitian yang didapat ternyata latar belakang munculnya sejarah akuntansi tidaklah sebagaimana yang diklaim banyak orang selama ini, yang meyakini bahwa Luca Pacioli, seorang tokoh dari Italia sebagai bapak akuntansi. Akan tetapi, jauh sebelum Pacioli lahir, tepatnya pada masa kejayaan Islam sekitar abad 10 telah ada sistem pembukuan berpasangan. Namun demikian, tujuan tulisan ini tidak hanya hendak menyatakan bahwa akuntansi sebenarnya menjadi milik atau berawal dari Islam, akan tetapi akuntansi syari’ah juga tidak boleh hanya dijadikan sebagai alternatif melainkan sangat mungkin diterapkan sebagai pengganti sistem akuntansi konvensional. Hal ini tidaklah berlebihan, sebab akuntansi syari’ahlah yang sebenarnya mampu memenuhi tujuan awal akuntansi yang tidak bebas nilai (non value-free). Dengan kata lain, saat ini usaha untuk mencari format akuntansi yang berwajah humanis, emansipatoris, transendental dan teologikal merupakan sebuah keniscayaan dan akuntansi syari’ah adalah jawabannya. Keywords: Akuntansi konvensional, akuntansi syari’ah, dasar dan tujuan.
60 |
Iqtishaduna
Jurnal Ekonomi Islam
A.
Pendahuluan
Islam adalah suatu sistem dan jalan hidup yang utuh, lengkap, mencakup semua dan terpadu (a comprehensive way of life). Ia memberikan panduan yang hidup dan dinamis terhadap semua aspek kehidupan, termasuk sektor bisnis dan transaksi keuangan, include pula di dalamnya akuntansi keuangan Islam (syari’ah). Lebih tegasnya Islam tidak hanya berbicara tentang hal-hal yang bersifat ritual ibadah (hubungan vertikal) semata, tetapi juga menetapkan aturan main bagi kemaslahatan hidup manusia (hubungan horizontal) dalam bermu’amalah dengan manusia yang lainnya. Dengan demikian, jika penerapan syari’at Islam hanya dalam satu atau sebagian sisi saja dari kehidupan ini, misalnya hanya menekankan aspek riual ibadah saja, sementara aspek lain ketika berurusan dengan sektor riil pembiayaan ekspor-impor, perbankan, pasar modal, asuransi, dan segala perhitungannya terabaikan, maka makna keber-Islam-an dengan sendirinya akan terdistorsi. Islam as comprehensive way of life hanya akan menjadi teori yang kosong dari praktek keseharian manusia. Dalam kerangka dasar tentang hubungan antar manusia ini kemudian dalam Islam dikenal istilah mu’amalah (dalam arti sempit), yang dalam bahasa konvensional dikenal dengan ekonomi. Terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara teori dan praktek mu’amalah dalam Islam dan teori serta praktek ekonomi konvensional. Hal itu bisa diteliti dari berbagai aspeknya, termasuk dari sisi akuntansi. Oleh karena itu, dalam tulisan ini penulis menguraikan salah satu aspek ekonomi (mu’amalah), yaitu bidang akuntansi dari sudut pandang Islam. Penulis memulai dari menjelaskan bagaimana sejarah akuntansi syari’ah
Iqtishaduna
(sebenarnya) lahir, hal ini penulis sebut sebagai penemuan kembali identitas yang hilang kemudian dilanjutkan dengan menguraikan alasan pentingnya akuntansi berbasis Islam (syari’ah) bila dilakukan perbandingan sekilas dengan dasar, arah dan tujuan akuntansi pada umumnya. B.
Akuntansi Syari’ah dalam Lintasan Sejarah: Menemukan Identitas Diri yang Hilang
Persolan akuntansi ternyata bukan persoalan yang baru muncul sekarang, kemarin sore, atau beberapa tahun kemarin. Tetapi ternyata sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Para ahli sejarah meyakini bahwa akuntansi bahkan sudah ada setidaknya sejak zaman Babilonia dan Mesir kuno, sekitar 5000 tahun sebelum Masehi, walaupun juga ada yang mengatakan 3500-4000 tahun sebelum masehi, atau bahkan ada pula yang mengatakan 8000-10.000 tahun sebelum masehi.1 Sejarawan akuntansi mencatat bahwa ternyata akuntansi telah berkem bang sedemikian rupa, seiring dengan perkembangan zaman dan peradaban manusia itu sendiri. Oleh karena itu, akuntansi telah mengalami transformasi sedemikian rupa dari satu periode ke periode yang lain. Karena akuntansi merupakan instrumen paling penting dalam sebuah kegiatan bisnis, tidak bisa tidak, perkembangan pola dan praktek bisnis akan sangat mewarnai proses transformasi tersebut. Bersamaan dengan munculnya kem bali gairah dan upaya mengimplemen tasikan praktek ekonomi dan bisnis secara M. Akhyar Adnan, Akuntansi Syari’ah: Arah, Prospek dan Tantangannya,ed. Muhammad, (Yogyakarta; UII Press, 2005), h. xiii. Lihat juga, Muhammad, Pengantar Akuntansi Syari’ah, (Jakarta: Salemba Empat, 2002), h. 8. 1
Volume III Nomor 1 Juni 2012
| 61
Islami dewasa ini, maka terangkat pula wacana akuntansi yang berbasiskan nilainilai islami. Sudah banyak pihak yang terlibat dalam wacana ini, termasuk sudah muncul ratusan paper dan semacamnya serta beberapa buku yang membahas persoalan akuntansi dari perspektif Islam. Beberapa catatan penting tentang data-data sejarah lahirnya akuntansi Islam pun berusaha diungkap. Dari hasil penelitian yang didapat ternyata latar belakang munculnya sejarah akuntansi tidaklah sebagaimana yang diakui orang selama ini. Perkembangan selama ini menunjukkan hampir semua orang meyakini bahwa Luca Pacioli disebut sebagai bapak akuntansi. Dialah yang pertama kali menerbitkan buku terkenal berjudul ”Summa de Arithmetica Geometrica Proportionalia”. Pacioli (1494) adalah seorang ahli matematika besar yang sekaligus juga seorang pastur. Dia pernah berfatwa “… [merchants] should commence their affairs with the name of God at the beginning of every book, always bearing His holy name in mind”.2
yang disebut Bait al-Mal yang membentuk sistem pembukuan yang sangat canggih dan jaringan informasi akuntansi (Kitabat al-Amwal).3 Dengan demikian, lanjut Akhyar Adnan sebagaimana ia kutip hasil penelitian Hamid (1995) dan kawan-kawan berkesimpulan, bahwa “sumber akuntansi bukan berasal dari Italia melainkan dari zaman kejayaan Islam. Praktik pembukuan berpasangan sesungguhnya telah diterap kan oleh pemerintah Islam pada abad kesepuluh”.4 Berdasarkan penegasan di atas, jelas bahwa sistem akuntansi Islam telah lebih dulu ada sejak zaman Islam. Terlebih lagi, jauh sebelum ada Bait al-Mal sebagaimana di sampaikan di atas, dalam Al-Qur’an yang turun ketika Nabi Muhammad SAW. masih hidup, terdapat ayat Al-Qur’an, yaitu Surat al-Baqarah (2): 282, yang diyakini sebagian ekonom Muslim sebagai ayat yang berkaitan dengan akuntansi. Allah Berfirman: 5
ِين آ َمنُوا إِذَا تَ َداَ�ينْتُ ْم بِ َديْ ٍن إ ىَِل أَ َج ٍل َ يَا أَُّ�ي َها الَّذ ْ ُم َس ًّمى ف ِب بِالْ َع ْد ِل ٌ َاكتُبُوُه َولْيَ ْكتُ ْب َ�بْ�ينَ ُك ْم َكات ِب أَ ْن يَ ْكتُ َب َك َما َعلَّ َم ُه اللَّ ُه ٌ َواَل يَْأ َب َكات َِْل الَّذِي َعلَيْ ِه ح َّق اللَّ َه ِ ال ُّق َولْيَت ِ َ�فلْيَ ْكتُ ْب َولْيُ ْمل َربَُّه َواَل َ�يبْ َخ ْس ِمنْ ُه َشيْئًا فَإ ِْن َكا َن الَّذِي َعلَيْ ِه َّ ال ُّق َسفِي ًها أَ ْو َضعِي ًفا أَ ْو اَل يَ ْستَ ِطي ُع أَ ْن مُي َْح ِل ْ ُه َو َ�فلْيُ ْمل ِل َولِيُُّه بِالْ َع ْد ِل َو ْاستَ ْش ِه ُدوا َشهِي َديْ ِن ُ ِن رَِجال ِ ِْك ْم فَإ ِْن مَْل يَ ُكونَا َرُجل ن َي َ�ف َرُج ٌل ْم
Fatwa ini menunjukkan bahwa sebagai seorang non-muslim, dalam artian ia percaya kepada Tuhan, maka dari setiap usahanya dimulai dengan nama Tuhan dan laba. Dari sini, tampak jelas betapa lingkup sosial tempat akuntansi dikembangkan menyusupi praktek akuntansi itu sendiri. Nilai-nilai agamis secara jelas mem pengaruhi kegiatan akuntansi. Akan tetapi, jauh sebelum Pacioli lahir, sebelumnya pada masa kejayaan Islam telah ada sistem pembukuan berpasangan. Shehata (1985), sebagaimana dikutip Akhyar Adnan, menegaskan bahwa “… di dunia Islam juga dikenal akuntansi di sektor publik yang dikembangkan di bawah pengawasan Bagian Keuangan Pemerintah 2
Iqtishaduna
Ibid.
4
Ibid.
Q.S. al-Baqarah (2): 282. Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, edisi Revisi, (Semarang: PT. Tanjung Mas Inti, 1992), h. 36.
Ibid., h. ix.
62 |
3
Jurnal Ekonomi Islam
5
ُّ ِن الش َه َدا ِء أَ ْن تَ ِض َّل َ َوا ْم َرأَتَا ِن مِمَّ ْن َ�ت ْر َض ْو َن م اها الأُْ ْخ َرى َواَل يَْأ َب َُِح َد م َُِح َد م ْ اها َ�فتُذَِّك َر إ ْإ ُّ الش َه َد ُاء إِذَا َما ُد ُعوا َواَل تَ ْسأَ ُموا أَ ْن تَ ْكتُبُوُه ُ َصغِريًا أَ ْو َكبِريًا إ ىَِل أَ َجلِ ِه َذل ْس ُط ِعنْ َد اللَّ ِه َ ِك ْم أَق َّ َوأَْ�ق َوُم ل ِلش َها َد ِة َوأَ ْد ىَن أَاَّل َ�ت ْرتَابُوا إاَِّل أَ ْن تَ ُكو َن ِ جِتَ َارًة َح ِيروَ�ن َها َ�بْ�ينَ ُك ْم َ�فلَيْ َس َعلَيْ ُك ْم ُ اض َرًة تُد اح أَاَّل تَ ْكتُبُوَها َوأَ ْش ِه ُدوا إِذَا َ�تبَاَ�ي ْعتُ ْم َواَل ٌ َُجن
وق ٌ ُس ٌ يُ َض َّار َكات ُ ِب َواَل َشهِي ٌد َوإ ِْن َ�ت ْف َعلُوا فَإِنَُّه ف ُ ِك ْم َوَّا�ت ُقوا اللَّ َه َوُ�ي َعلِّ ُم ُك ُم اللَّ ُه َواللَّ ُه ب ُب ِك ِّل َش ْي ٍء )282 :ِيم (البقرة ٌ َعل “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah, tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksisaksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil;
Iqtishaduna
dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” Dari ayat tersebut menunjukkan kewajiban bagi umat beriman, bukan hanya kaum muslimin, untuk menulis setiap transaksi yang dilakukan dan masih belum tuntas. Tujuan perintah ayat tersebut adalah demi menjaga keadilan dan kebenaran. Artinya perintah tersebut ditekankan pada kepentingan pertanggungjawaban agar pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi itu tidak dirugikan atau merugikan, sehingga tidak menimbulkan konflik, dan untuk menciptakan transaksi yang adil maka diperlukan saksi. Dari ayat ini kemudian diderivasikan menjadi konsepsi akuntansi syari’ah yang sarat dengan nuilai dan etika.
C. Dasar dan Tujuan: Urgensi Akuntansi Syari’ah Versus Akuntansi Konvensional Tak dapat dipungkiri, bahwa dengan munculnya berbagai instrumen ekonomi yang bernafaskan Islam (syari’ah), se perti lembaga-lembaga bisnis dan
Volume III Nomor 1 Juni 2012
| 63
keuangan yang berbasiskan syari’ah-bank maupun non bank-menandai adanya pergeseran kecenderungan masyarakat dalam bidang ekonomi. Hal ini timbul karena adanya ketidakpuasan terhadap apa yang sesungguhnya diberikan oleh praktik ekonomi yang selama ini dijalankan berbagai instrumen ekonomi konvensional. Termasuk juga di dalamnya kelesuan masyarakat dalam melihat dan mempraktikkan teori akuntansi konvensional. Berangkat dari titik tolak ini kemudian masyarakat mencari alternatif lain yang relatif baru, baik dalam tataran teori (kajian ilmiah) maupun praktik (implementasi) ekonomi yang dirasa bisa lebih mampu memberi keadilan dalam berekonomi. Alternatif baru itu kemudian disebut dengan ekonomi yang berbasis Islam (syari’ah). Kecenderungan dan pergeseran masyarakat yang berlangsung dalam dua fokus kajian tersebut adalah dalam rangka membumikan ayat-ayat AlQur’an dan hadis-hadis Nabi SAW dalam seluruh ranah bidang kehidupan manusia. Dengan bahasa yang sedikit berbeda, seluruh kajian syari’ah dalam bidang kehidupan dan ilmu pengetahuan mulai berlangsung, tidak kecuali dalam bidang akuntansi. Karena itu, dalam berbagai tulisan mengenai tanggapan dan kritik terhadap akuntansi sekarang, sekali lagi, tampak adanya semacam ketidakpuasan terhadap apa yang diberikan akuntansi konvensional pada masyarakat. Berbagai kasus terjadi dalam masyarakat bisnis selama ini, misalnya ditemukan masih adanya manipulasi laporan akuntansi yang seharusnya dilaporkan. Kasuskasus seperti yang terjadi ini adalah sebuah penyimpangan terhadap data dan keputusan yang seharusnya dilaporkan atau dibuat.
Akuntansi merupakan hal penting dalam dunia bisnis. Sebab seluruh pengambilan keputusan bisnis didasarkan pada informasi yang diperoleh dari akuntansi.6 Pada setiap tahapan pengambilan keputusan keberadaan informasi mempunyai peranan yang sangat-sangat penting, baik mulai dari proses pengidentifikasian persoalan, mencari alternatif pemecahan persoalan, maupun memonitor keputusan yang diterapkan. Apabila proses tersebut dikaitkan dengan operasionalisasi suatu perusahaan, maka informasi akuntansi inilah yang akan sangat dibutuhkan. Lebih luas lagi adalah, bahwa informasi akuntansi buka saja berguna bagi pemilik perusahaan,. Akan tetapi, informasi akuntansi tersebut menjadi sumber informasi utama bagi manajemen dalam mengelola perusahaan, bagi investor dalam memilih investasi, dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya.7 Mengingat demikian pentingnya peranan informasi akuntansi bagi kehidupan dunia usaha sebagaimana dijelaskan di atas, maka dibutuhkan prinsip akuntansi yang bertanggung jawab, berkeadilan serta memegang teguh prinsip kebenaran yang valid. Dalam hal ini, Islam kemudian menawarkan konsep etika dan moral bagi para akuntan yang akan melaporkan suatu informasi. Faktor etika subyektif dari akuntan inilah, menurut penulis, yang akan mengantarkan pada dunia ekonomi yang berkelanjutan tanpa lepas dari nafas serta kerangka nilai moral ajaran agama Islam yang memang sejak awal telah inheren di dalamnya. Islam meyakini bahwa harta atau laba tidaklah menjadi tujuan final, apalagi Winwin Yadiati dan Ilham Wahyudi, Pengantar Akuntansi, (Jakarta: Kencana, 2006), h.7. 6
7
64 |
Iqtishaduna
Jurnal Ekonomi Islam
Ibid., h. 7-8.
diraih dengan jalan mengabaikan faktor etika dan moral. Lebih dari itu ia adalah alat untuk mencapai tujuan. Karena itu, bidikan utama pembangunan ekonomi yang sesungguhnya haruslah dimulai dari subyektif perorangan dari para akuntan. Hal ini pula yang dalam asumsi penulis menjadi dasar pijakan akuntansi syari’ah.
ketundukan seseorang kepada kuasa Ilahi yang selalu memantau setiap aktifitas manusia. Selanjutnya, muatan nilai Ilahiyah ini dengan sendirinya akan mengkonstruk jaringan realitas sosial dalam hubungannya dengan perintah untuk berbagi dan bertanggung jawab atas sesama.9
Selain itu, arah pengimplementasian akuntansi syari’ah sendiri mengharuskan terciptanya sebuah peradaban bisnis dengan wawasan humanis, emansipatoris, transendental dan teologikal.8 Atas dasar alasan ini, keuntungan aktivitas bisnis tidak lantas hanya mutlak diperoleh para pemilik dan pemegang saham saja seperti terlihat pada arah praktek akuntansi konvensional selama ini dalam mengejar laba sebesar-besarnya sebagai tujuan akhir tanpa mempertimbangkan peranan (sosial) lainnya. Akan tetapi, pertimbangan keseimbangan kesejahteraan sosial antara pemilik, perusaahaan, pegawai, langganan, supplier, dan masyarakat umum pun menjadi konsen utama akuntansi syari’ah dalam memberikan informasi yang secara potensial berguna untuk membuat keputusan ekonomi.
Asumsinya adalah bahwa manusia (milik pribadi) berada dalam konsep khalifah di muka bumi. Sebab itu, manusia hanyalah memiliki kebebasan yang terbatas dalam hal pendapatan, pembelanjaan, menyimpan dan meng investasikan sumber-sumber daya mereka. Dari sudut pandang ini jelas nampak bahwa pelaksanaan bisnis berkaitan erat dengan masyarakat (sosial). Masyarakat memiliki kebebasan untuk menggunakan sumber daya fisik bumi, tetapi dengan batas-batas yang ditentukan sesuai dengan nilai moral dan sosial. Mereka dapat mengkoordinasikan satu dengan yang lainnya untuk menjalankan dana dan kerjasama bisnis, tetapi tetap harus mengikuti tuntunan syari’ah yang berasaskan keadilan dan tanpa merugikan siapa pun.
Akuntansi syari’ah kemudian secara ontologis merupakan salah satu upaya mendekonstruksi akuntansi modern (kon vensional)) ke dalam bentuk yang humanis dan sarat nilai. Artinya, akuntan syari’ah secara kritis harus mampu membebaskan manusia dari ikatan realitas peradaban dengan semua jaringan kuasanya, untuk kemudian menciptakan realitas alternatif dengan seperangkat nilai-nilai Ilahi (tauhid). Realitas alternatif ini diharapkan mampu membangkitkan kesadaran diri secara penuh akan kepatuhan dan
Dengan demikian, munculnya realitas alternatif itu, akuntansi syari’ah, adalah sebagai jawaban untuk merespon anggapan bahwa akuntansi sebagai ilmu pengetahuan dan praktek yang bebas dari nilai (value free). Anggapan tersebut sejak lama mendominasi sebagian besar akuntan dan para peneliti di bidang akuntansi. Keadaan semacam ini semakin kuat karena adanya kecenderungan perilaku masyarakat yang terbawa oleh arus era informasi dan globalisasi.10 Ciri utama dari era informasi dan globalisasi
Iwan Triyuwono dan Moh. Asyudi, Akuntansi Syari’ah: Mermformulasikan Konsep Laba dalam Konteks Metafora Zakat, (Jakarta: Salemba Empat, 2001), h.25-29.
Lihat Muhammad dalam Akhyar Adnan, Akuntansi Syari’ah., h. xi-xii.
8
Iqtishaduna
9
Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah, (Yogyakarta; UPP AMPYKPN, 2002), h. 273-274. 10
Volume III Nomor 1 Juni 2012
| 65
adalah kecenderungan untuk melakukan harmonisasi sesuatu. Misalnya dalam hal pengetahuan dan praktek akuntansi, maka upaya harmonisasi praktekpraktek akuntansi pun dijalankan pula. Hal ini berarti adanya kehendak untuk memberlakukan praktek-praktek akun tansi tertentu, termasuk praktek akuntansi secara seragam di seluruh dunia tanpa melihat konteks sosial dan organisasi yang berbeda. Padahal, terdapat nilainilai lokal praktik akuntansi yang mungkin sangat berbeda dengan praktek akuntansi internasional. Hal seperti itulah yang terlupakan, sehingga untuk beberapa lama, akuntansi secara tradisional telah dipahami dan diajarkan sebagai seperangkat prosedur rasional yang digunakan untuk menyediakan informasi yang bermanfaat untuk pengambilan keputusan dan pengendalian. Pengertian ini, tentu saja menunjukkan bahwa akuntansi tampak seperti teknologi yang kelihatan konkrit, tangible dan bebas dari nilai masyarakat di mana ia dipraktikkan. Namun pada akhirnya terjadi perubahan terhadap keberadaan akuntansi. Akuntansi yang dulu dianggap sebagai suatu perangkat prosedur, akhirnya dipandang sebagai suatu entitas yang selalu berubah sesuai dengan perubahan lingkungan masyarakat.11 Dengan kata lain, akuntansi akhirnya tidak lagi dipandang sebagai produk jadi yang statis dari suatu masyarakat, tetapi lebih sebagai produk yang selalu mengalami perubahan setiap waktu tergantung pada lingkungan di mana ia hidup dan dipraktikkan. Bahkan ada yang mengatakan akuntansi adalah “anak kandung” yang lahir dari rahim nilainilai yang hidup dalam budaya (lokal) 11
setempat.12 Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa akuntansi tidaklah bebas nilai (non value-free). Ia senantiasa berkait berkelindan dengan perubahan realitas masyarakatnya, karena itu pula ia menjadi produk lokal dan tak dapat diseragamkan secara global dengan satu bentuk saja. Pandangan di atas secara tegas menolak pendapat yang mengatakan bahwa akuntansi adalah bebas nilai, bersifat fungsional dan positivistik. Pemi kiran ini, menurut Triwuyono, memiliki sifat reduksionis, yaitu menghilangkan kandungan nilai yang seharusnya ter kandung dalam ilmu pengetahuan dan praktek akuntansi. Keringnya nilai ini menyebabkan ketidakseimbangan dan kerusakan lingkungan masyarakat bisnis. Berpijak dari uraian di atas, usaha untuk mencari format akuntansi yang berwajah humanis, emansipatoris, transendental dan teologikal merupakan sebuah keniscayaan. Upaya itu, dalam pandangan Muhammad, secara filosofis dan metodologis dapat dilakukan dengan menggunakan meta-perspektif, yaitu suatu pandangan yang berusaha berada di atas perspektif-perspektif yang ada. Karena dengan cara ini pandanganpandangan filosofis, seperti pandangan tentang hakikat manusia dan masyarakat, ontologi, epistemologi dan metodologi, menjadi lebih luas dan utuh, sehingga formulasi pengetahuan dan praktik akuntansi menjadi lebih humanis dan sarat dengan nilai etika.13 Lebih lanjut, dalam mencari bentuk nya, akuntansi syari’ah berangkat dari suatu asumsi dasar bahwa akuntansi adalah sebuah entitas yang mempunyai dua arah kekuatan sekaligus. Artinya, akuntansi tidak saja dibentuk oleh lingkungannya,
Muhammad, Pengantar..., h. 9.
66 |
Iqtishaduna
Jurnal Ekonomi Islam
12
Ibid., hlm. 10.
13
Muhammad, Manajemen..., h. 273.
tetapi juga mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi lingkungannya, termasuk perilaku manusia yang menggunakan informasi akuntansi.
dalam biang ekonomi. Hal ini sebagai perwujudan dari konsep Islam sebagai rahmatan lil’alamin.
Seorang akuntan syari’ah dapat menciptakan sebuah bentuk akuntansi yang dapat mengarahkan perilaku manu sia kea arah perilaku yang etis dan ke arah terbentuknya peradaban bisnis yang ideal, yaitu peradaban bisnis dengan nilai humanis, emansipatoris, transendental, dan teologikal. Tujuan dari akuntansi syari’ah adalah menciptakan informasi akuntansi yang sarat nilai etika dan dapat mempengaruhi perilaku pengguna (user) informasi akuntansi ke arah terbentuknya peradaban ideal seperti dimaksud di atas. Dengan demikian, nilai yang terkandung dalam akuntansi syari’ah adalah nilai yang sama dengan tujuan yang ingin dicapainya, yaitu nilai humanis, emansipatoris, transendental dan teologikal.
D.
Dari paparan-paparan di atas, rasanya tidak berlebihan jika akuntansi syari’ah dapat dijadikan rujukan pengganti dan bukan hanya alternatif dari teori dan praktek konvensional yang ada. Banyak hal yang tidak sesuai dalam akuntansi kon vensional, bahkan bertentangan dengan tujuan dan arah akuntansi itu sendiri. Terutama sekali, tingkah perilaku para akuntan yang seolah telah “diprogram” khusus untuk mengejar keuntungan laba semata tanpa memperhatikan aspek ke-Tuhanan yang menjadi pijakan dasar pelaksanaannya serta aspek sosial yang menjadi tujuan utamanya.
Prinsip-prinsip syari’ah berupaya untuk melakukan harmonisasi terhadap kepentingan-kepentingan individu mau pun kepentingan kelompok tertentu. Kegiatan investasi menjadi salah satu wujud kepentingan dan aktualisasi diri dari kepentingan individu atau kelompok tertentu. Investasi merupakan landasan kegiatan-kegiatan ekonomi suatu ma syarakat. Meskipun demikian, tidak semua orang atau kelompok memiliki kemampuan untuk berinvestasi dengan dananya sendiri. Berdasarkan kenyataan tersebut, Bank Syari’ah berperan untuk menarik dana individu dalam bentuk tabungan atau deposito untuk selanjutnya menyalurkannya pada kegiatan yang lebih produktif dan menguntungkan dalam bentuk penyaluran pembiayaan.
Karenanya, pilihan untuk berekonomi secara syari’ah, termasuk di dalamnya akuntansi syari’ah adalah sebuah keniscayaan. Atas dasar alasan inilah yang menginspirasi para ekonom muslim untuk menunjukkan jati diri keluhuran nilai-nilai ajaran agamanya dalam segala aspek kehidupan, termasuk Iqtishaduna
Perumusan Akuntansi Syari’ah
Perkembangan Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah dalam basis ekonomi Islam, sebagai sebuah entitas yang baru dan memiliki tantangan yang besar dalam kegiatannya, khususnya dalam melayani masyarakat yang cukup beragam, telah mendorong para pakar Ekonomi Islam dan Akuntansi Syari’ah untuk merumuskan alat untuk menghasilkan informasi keuangan melalui penyusunan standarstandar akuntansi yang disusun dan dapat diimplementasikan untuk menghasilkan informasi yang lengkap, dapat dipercaya, berkeadilan, sesuai dengan kebutuhan pengguna laporan keuangan dan tentu tidak boleh lepas dari kerangka prinsip syari’ah.
Oleh karena itu, untuk mendorong seseorang menginvestasikan dananya di bank syari’ah, sangat penting membangun
Volume III Nomor 1 Juni 2012
| 67
kepercayaan calon nasabah terhadap bank syari’ah bahwa bank syari’ah mampu mewujudkan tujuan investasi yang dilakukan para nasabah tersebut. Selama belum ada kepercayaan bahwa bank syari’ah mampu menginvestasikan dana mereka secara lebih efektif dan efisien, juga sesuai dengan ketentuan syariah, maka mereka cenderung enggan untuk menginvestasikan dana melalui bank syari’ah. Salah satu prasyarat untuk mengembangkan kepercayaan terhadap bank syari’ah adalah ketersediaan informasi yang mampu meyakinkan calon nasabah bahwa bank syari’ah mampu mewujudkan tujuan investasi yang dilakukan oleh calon investor atau calon nasabah. Diantara sumbersumber informasi yang penting, laporan keuangan bank syari’ah yang disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan yang sesuai dengan karakter bank syari’ah menjadi sumber informasi yang berguna untuk memberikan gambaran tentang perkembangan dan kemampuan bank syari’ah dalam mengelola dana nasabah dan investor. Pengembangan Standar Akuntansi Keuangan Bank Syari’ah telah dimulai sejak tahun 1987.14 Dalam hal ini, beberapa penelitian berkaitan dengan upaya pengembangan Standar Akuntansi Keuangan tersebut telah diselesaikan dan dikompilasikan dalam lima jilid dan disimpan di Perpustakaan IRTI-IDB (Islamic Research and Training Institute of The Islamic Development Bank).15 Hasil dari penelitian-penelitian mengenai
hal tersebut adalah pembentukan The Financial Accounting Organization for Islamic Bank and Financial Intitutions (The Oraganization) pada tanggal 1 Safar 1410 H/ 26 Februari 1990. Organisasi ini terdaftar sebagai organisasi nirlaba yang berdomisili di Manama, Ibu Kota Negara Bahrain pada tanggal 11 Ramadhan 1411 H/ 27 Maret 1991. Sejak pendirian organisasi tersebut kemudian berlanjut dengan upaya penyusunan standarstandar Akuntansi Keuangan Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah. Pertemuan rutin Panitia Perencanaan dan Follow Up telah diselenggarakan dengan tujuan untuk merealisasikan rencana yang telah disetujui oleh Dewan Pengawas dan Dewan Standar Akuntansi Keuangan Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah. Berkaitan dengan hal ini, organisasi ini juga mengakomodasi peran serta beberapa Konsultan Syari’ah, pakar-pakar dan praktisi Akuntansi, serta para Bankir Syari’ah. Pada akhirnya, The Financial Accounting Organization for Islamic Bank and Financial Intitutions berganti nama menjadi The Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Instiutions (AAOIFI).16 The Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Instiutions (AAOIFI) menjadi organisasi nirlaba Internasional yang memiliki kompetensi untuk menyusun standarstandar akuntansi keuangan dan auditing untuk Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah di dunia. Organisasi ini memiliki tujuan antara
Lihat “Sejarah Perumusan Akuntansi Syariah”, dalam Rifqi Muhammad, Akuntansi Keuangan Syariah: Konsep dan Implementasi PSAK Syariah, (Yogyakarta: P3EI Press, 2008), h. 3.
lain:
Ibid., Lihat juga Christopher Napier, ”Histories of Islamic accounting”, dalam, Defining Islamic Accounting: Current Issues, Past Roots, Paper disampaikan dalam The 5th Accounting
History International Conference, Banff, Canada, 10 August 2007., h. 13.
14
15
68 |
Iqtishaduna
Rifqi Muhammad, Akuntansi Keuangan Syariah.., h. 4.
Jurnal Ekonomi Islam
16
1. Mengembangkan pemikiran akun tansi.
tujuan AAOIFI. Pasal 4 amandemen tahun 1419 H mengharuskan:19
2. Menyamakan pemikiran di bidang akuntansi dan auditing yang rele van bagi lembaga keuangan dan penerapannya melalui pelatihan, seminar, publikasi jurnal merupakan hasil riset.
1. Membangun pemikiran praktik akuntansi dan auditing yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan Lembaga-lembaga Keuangan Syari’ah.
3. Menyajikan, megumumkan, dan menginterpretasikan standarstandar akuntansi dan auditing bagi lembaga-lembaga keuangan syari’ah. 4. Me-review dan mengamandemen standar-standar akuntansi dan auditing bagi lembaga-lembaga keuangan syari’ah.17 Sejak pendirian AAOIFI pada tahun 1411 H (1991) sampai dengan 1415 (1995), struktur organisasi AAOIFI terdiri atas Komite Pengawas (Supervisory Committe) yang terdiri atas 17 anggota, Dewan Standar Akuntansi Keuangan (Financial Accounting Standards Boards) yang terdiri dari 21 anggota, dan seorang Executive Committee yang dipilih dari salah satu anggota Dewan Standar, serta sebuah Komite Syari’ah (Shari’a Committee) terdiri atas 4 orang anggota.18 Pada tahun 1419 H/1998 M, beberapa amandemen juga dibuat oleh AAOIFI. Amandemen meliputi perluasan
Ibid.
17
Christopher Napier, “Histories of Islamic accounting”, dalam, Defining Islamic Accounting: Current Issues, Past Roots, Paper disampaikan dalam The 5th Accounting History International Conference, Banff, Canada, 10 August 2007., h. 17. Lihat juga: http://search.msn.com/results.aspx?sr ch=106&FORM=AS6&q=other+cultures%2c+othe r+accounting%3f+islamic+accounting+from+past +to+present, tanggal 14 Januari 2009. 18
Iqtishaduna
2. Menjabarkan pemikiran tentang akuntansi dan auditing yang berkaitan dengan kegiatan Lembaga-lembaga Keuangan Syariah serta praktiknya melalui kegiatan pelatihan, seminarseminar, publikasi ilmiah berkala, penelitian-penelitian dan saranasarana lainnya. 3. Mempersiapkan, mengumumkan, dan menginterpretasikan standarstandar akuntansi dan auditing bagi Lembaga-lemaga KeuanganSyari’ah untuk melakukan penyelarasan praktik-praktik akuntansi yang diadopsi oleh lembaga keuangan ini dalam mempersiapkan laporan keuangan, sebagaimana juga penyelarasan prosedur audit yang diadopsi dalam pelaksanaan audit laporan keuangan yang dipersiapkan Lembaga-lembaga Keuangan Syari’ah. 4. Me-review dan mengamandemen standar-standar akuntansi dan auditing bagi Lembaga-lembaga Keuangan Syariah untuk merespon dan menyelaraskan dengan perkembangan praktik dan pemikiran di bidang akuntansi dan auditing. 5. Memersiapkan, mengeluarkan, me-review dan menyesuaikan pernyataan-pernyataan dan panduan-panduan dalam praktik Rifqi Muhammad, Akuntansi Keuangan Syariah.., hlm. 5-6. 19
Volume III Nomor 1 Juni 2012
| 69
praktik perbankan, investasi, dan asuransi pada Lembaga-lembaga Keuangan Syari’ah. 6. Melakukan pendekatan terhadap penentu kebijakan, lembagalembaga keuangan syari’ah, dan lembaga keuangan lain yang memberikan jasa keuangan syari’ah, dan firma-firma penyedia jasa akuntansi dan auditing untuk mengiimplementasikan standarstandar akuntansi dan auditing, serta pernyataan-pernyataan dan panduan-panduan praktik-praktik perbankan, investasi, dan asuransi pada Lembaga-lembaga Keuangan Syari’ah. Di Indonesia sendiri akhirnya pada tanggal 1 Mei 2002 telah disahkan PSAK 59 Akuntansi Perbankan dan Kerangka Dasar Penyusunan Laporan Keuangan Bank Syari’ah yang resmi berlaku sejak 1 Januari 2003.20 Adapun kronologis penyusunan PSAK perbankan syari’ah dijelaskan oleh Yanto (2003), sebagaimana disadur Rifqi Muhammad, sebagai berikut:21 1. Januari-Juni 1999, masyarakat mulai memberi usulan mengenai standar akuntansi untuk bank syari’ah. 2. Juli 1999, usulan mauk agenda dewan konsultatif SAK. 3. Agustus 1999, dibentuk tim penyusun pernyataan SAK bank syari’ah. 4. Desember 2000, Tim Penyusun menyelesaikan konsep exposure draft. 5. Juni 2001, exposuredraft disahkan mengenai Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Ibid., h. 25.
20
Keuangan Bank Syari’ah dan PSAK Akuntansi Perbankan Syari’ah. 6. Mei 2002, pengesahan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Bank yari’ah dan PSAK Akuntansi Perbankan Syari’ah. 7. Januari 2003, mulai berlaku Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Bank Syariah dan PSAK Akuntansi Perbankan Syari’ah. Setelah 3 tahun digunakan, banyak kalangan yang merasa bahwa PSAK 59 hanya bisa diaplikasikan pada tiga jenis entitas saja seperti yang tertuang dalam ruang lingkup Akuntansi Perbankan Syari’ah yaitu bahwa PSAK 59 hanya digunakan untuk Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syari’ah (UUS), dan Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah (BPRS). Akhirnya, pada tanggal 18 Oktober 2005 Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) merespon dengan membentuk Komite Akuntansi Syari’ah (KAS) yang bertugas untuk merumuskanStandarAkuntansi Keuangan Syari’ah. Dalam waktu 1 tahun setelah berdirinya KAS berupaya memberikan sumbangan dengan membangun konsep Prinsip Akuntansi Syari’ah yang Berlaku Umum (House of Generally Accepted Syariah Accounting Principles), Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah, serta enam konsep ED PSAK Syari’ah.22 Produk-produk yang dihasilkan KAS ditargetkan untuk memenuhi tiga karakter kualitas. Pertama, merupakan aturan-aturan yang mencerminkan penjabaran dari prinsip-prinsip syari’ah yang berlandaskan pada Al-Qur’an, asSunnah, dan Fatwa Jumhur Ulama. Kedua, mengacu pada pengaturan akuntansi
Ibid., h. 25-26.
Ibid.
21
70 |
Iqtishaduna
22
Jurnal Ekonomi Islam
dan transaksi syari’ah yang seharusnya dan b ukan memfasilitasi kondisi pragmatis (praktik) atau kebiasaan yang belum tentu atau tidak jelas landasan syariahnya. Ketiga, dirumuskan dengan mempertimbangkan asas kehatihatian dan jika perlu dirinci lebih detail untuk menghindari penafsiran dan atau penerapan aturan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syari’ah. Pada tanggal 19 September 2006 Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) menyetujui untuk menyebarluaskan Exposure Draft Syariah yang terdiri dari: 1. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah (KDPPLKS) 2. PSAK 101: Penyajian Keuangan Syariah
Laporan
3. PSAK 102: Akuntansi Murabahah 4. PSAK 103: Akuntansi Salam 5. PSAK 104: Akuntansi Istishna 6. PSAK 105; Akuntansi Mudharabah 7. PSAK 106: Akuntansi Musyarakah Selanjutnya pada tanggal 26 Februari 2008 IAI juga mengeluarkan 3 Explosure Draft PSAK Syari’ah tambahan, yaitu; ED PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah, ED PSAK tentang Akuntansi Penyelesaian Utang Piutang Murabahah, dan ED PSAK 109 tentang Akuntansi Zakat dan Infak/Shadaqah. Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) bahkan telah menyetujui tentang kelompok nomor (block number) untuk PSAK Syariah nomor 101 sampai dengan nomor 200. Hal ini menunjukkan kesungguhan IAI dalam merespon perkembangan praktik Akuntansi di lembaga-lembaga keuangan syari’ah di Indonesia.23 23
Ibid., h. 27.
Iqtishaduna
E.
Penutup
Pemaparan uraian seperti telah ditampilkan di muka telah menjadi dorongan kekuatan tersendiri bagi perkembangan akuntansi syari’ah sebagai bagian dari kerangka umum ekonomi syari’ah. Karena itu, dalam bagian penutup ini penulis menggunakan analisa terbalik. Maksudnya, dengan kegairahan dan rasa optimistis yang tinggi terhadap akuntansi syari’ah yang penuh dengan muatan nilai etika serta moral akan mengarahkan pada kesadaran penuh akan tanggung jawab terhadap sesama, berlaku adil dan menyampaikan informasi apa adanya dengan penuh kebenaran/ kejujuran berdasarkan perintah dan ajaran agama. Pijakan dasar ini kemudian dengan sendirinya akan mengarah kepada kepedulian yang tinggi kepada nilai-nilai tauhid dan perhatian sosial. Akhirnya, tujuan utama dari pentingnya akuntansi berbasiskan nilai-nilai syari’ah adalah sama dengan arah yang dipakai dalam implementasi akuntansi di lapangan, yaitu terciptanya sebuah peradaban ekonomi bisnis dengan wawasan humanis, emansipatoris, transendental dan teologikal. Dengan demikian, kesimpulan yang bisa ditangkap adalah bahwa akuntansi dalam pandangan Islam (syari’ah) tidaklah bebas nilai (value-free). Ia senantiasa berubah sesuai dengan lingkungan tempat ia hidup dan dipraktekkan. Karena, nilainilai yang hidup dalam masyarakat turut serta menciptakan dan mempengaruhi segala aspek yang ada dalam masyarakat itu. Termasuk dalam kehidupan berekonomi, khususnya dalam bidang akuntansi. Sebab itu juga, kehadiran akuntansi syari’ah adalah dalam rangka mendekonstruksi “kezhaliman” teori akuntansi konvensional yang dianggap bebas nilai atau netral dan dirasa kurang
Volume III Nomor 1 Juni 2012
| 71
memiliki nilai etika sehingga melupakan arah dan tujuan sosialnya untuk memenuhi kebutuhan (ekonomi) manusia. Keyakinan ini kemudian berimbas untuk membuka dan mempertanyakan kembali sejarah lahirnya akuntansi. Pada akhirnya, ditemukanlah bahwa akuntansi dalam Islam telah dikenal dan dipraktekkan jauh sebelum lahirnya akuntansi di Italia seperti yang diakui selama ini dalam sejarah lahirnya akuntansi. Sementara itu, perumusan dan pengembangan Standar Akuntansi Keuangan Bank Syari’ah telah dimulai sejak tahun 1987. Dalam hal ini, beberapa penelitian berkaitan dengan upaya pengembangan Standar Akuntansi Keuangan tersebut telah diselesaikan dan di kompilasikan dalam lima jilid dan disimpan di Perpustakaan IRTI-IDB (Islamic Research and Training Institute of The Islamic Development Bank). Hasil dari penelitian-penelitian mengenai hal tersebut adalah pembentukan The Financial Accounting Organization for Islamic Bank and Financial Intitutions (The Oraganization) pada tanggal 1 Safar 1410 H/ 26 Februari 1990. Organisasi ini terdaftar sebagai organisasi nirlaba yang berdomisili di Manama, Ibu Kota Negara Bahrain pada tanggal 11 Ramadhan 1411 H/ 27 Maret 1991. Sejak pendirian organisasi tersebut kemudian berlanjut dengan upaya penyusunan standarstandar Akuntansi Keuangan Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah. Pertemuan rutin Panitia Perencanaan dan Follow Up telah diselenggarakan dengan tujuan untuk merealisasikan rencana yang telah disetujui oleh Dewan Pengawas dan Dewan Standar Akuntansi Keuangan Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah. Berkaitan dengan hal ini, organisasi ini juga mengakomodasi peran serta beberapa Konsultan Syari’ah, pakar-pakar
72 |
Iqtishaduna
dan praktisi Akuntansi, serta para Bankir Syari’ah. Pada akhirnya The Financial Accounting Organization for Islamic Bank and Financial Intitutions berganti nama menjadi The Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Instiutions (AAOIFI). Di Indonesia sendiri akhirnya pada tanggal 1 Mei 2002 telah disahkan PSAK 59 Akuntansi Perbankan dan Kerangka Dasar Penyusunan Laporan Keuangan Bank Syari’ah yang resmi berlaku sejak 1 Januari 2003. DAFTAR PUSTAKA Adnan, M. Akhyar, Akuntansi Syari’ah: Arah, Prospek dan Tantangannya,ed. Muhammad, Yogyakarta; UII Press, 2005. Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, edisi Revisi, Semarang: PT. Tanjung Mas Inti, 1992. http://search.msn.com/results.aspx?src h=106&FORM=AS6&q=other+cult ures%2c+other+accounting%3f+is lamic+accounting+from+past+to+ present, diakses tanggal 14 Januari 2009. Muhammad, Pengantar Akuntansi Syari’ah, Jakarta: Salemba Empat, 2002. Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah, Yogyakarta; UPP AMPYKPN, 2002. Muhammad, Rifqi, Akuntansi Keuangan Syariah: Konsep dan Implementasi PSAK Syariah, Yogyakarta: P3EI Press, 2008. Napier, Christopher, “Histories of Islamic accounting”, dalam, Defining Islamic Accounting: Current Issues, Past Roots, paper disampaikan dalam The
Jurnal Ekonomi Islam
5th Accounting History International Conference, Banff, Canada, 10 August 2007. Triyuwono, As’udi,
Iwan dan Moh. Akuntansi Syari’ah:
Iqtishaduna
Mermformulasikan Konsep Laba dalam Konteks Metafora Zakat, Jakarta: Salemba Empat, 2001. Yadiati, Winwin, dan Ilham Wahyudi, Pengantar Akuntansi, Jakarta: Kencana, 2006.
Volume III Nomor 1 Juni 2012
| 73