Mulawarman, Triyuwono, Ludigdo, Rekonstruksi Teknologi Integralistik.
1
Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia Juni 2 0 0 7 , Vol.4, N o. 1, hal. 1-24
REKONSTRUKSI TEKNOLOGI INTEGRALISTIK AKUNTANSI SYARI’AH: SHARFATE VALUE ADDED STATEMENT Aji Dedi Mulawarman Mahasiswa Program Doktor Ilmu Ekonomi Pasca Sarjana Universitas Brawijaya aj idedim@y ahoo .co.id Iwan Triyuwono Unti Ludigdo S ta f Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya
[email protected] [email protected] Abstract The objective o f the research is to formulate Shari’ate Value Added Statement. Formulation is conducted by utilizing Integrated Islamic Hyperstructuralism Methodology. In that methodology, conventional concept o f value added and Baydoun and Willett’s (1994) concept o f value added are refined by Shari’ate Accounting. The result is then refined by Islamic Technosystem to generate Shari ’ate Value Added Statement. The major result shows that zakat becomes a substance o f Shari’ate Value Added. This means that Shari’ate Value Added is actually economic (physical) value added (zak%) which is always purificated spiritually (tazkiyah). The purificated economic value added (zaka) is called as zakka (or it is the same as Shari ’ate Value Added). Both zakka and tazkiyah is extracted from the values and concepts o f Abd’ Allah and Khalifatullah fil ardh. The consequence o f the major result are : (1) that the sources o f value added in the Shari’ate Value Added Statement should be acquired based on God’s commands (halal, thoyib and eliminating riba,), and (2) the distributions o f the value added should be based on mashlaha and ‘Adalah (God ’s Justice). Keywords:
Integrated Islamic Hyperstructuralism Methodology, Shari’ate Value Added, Shari’ate Value Added Statement, Tazkiyah, Abd’ Allah, Khalifatullah fil Ardh.
2
Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2007, Vol.4, No. I, hal. 1-24
PENDAHULUAN Berdasar review beberapa penelitian empiris Ratmono (2004), Syafei et al. (2004), Hameed dan Yaya (2003b), Triyuwono (2000a), Sulaiman (1998, 2001), terlihat bahwa praktik dan teknologi akuntansi di lembaga bisnis berbasis syari’ah masih mengadopsi filosofi, teori, dan konsep Barat yang kapitalistik, sekuler, antroposentris dan mementingkan laba. Dirasakan mendesak menurunkan konsep filosofis-teoretis akuntansi syari’ah (selanjutnya disingkat AS) sampai aspek teknologinya. Melakukan konstruksi bentuk laporan keuangan AS berdasar konsep filosofis-teoretis sebenarnya sudah lama dilakukan para akademisi. Di antaranya Gambling dan Karim (1991, 130-135) yang menjadikan Chamber’s Continuously Contemporary Accounting sebagai dasar pembentukan neraca. Baydoun dan Willet (1994) mendesain Islamic Corporate Reports (ICR’s) yang terdiri dari cashflow statement, current value balance sheet dan value added statement (disebut VAS1). Khusus berkaitan laporan laba rugi yang lebih cocok adalah VAS (Baydoun dan Willet 1994, 2000; Sulaiman 2001; Triyuwono 2000b; Triyuwono 2001; Sulaiman dan Willet 2003; Triyuwono 2004), karena artikel tersebut cenderung pada prinsipprinsip akuntabilitas sosial dan lingkungan. Dalam VAS informasi laba bersih diperoleh perusahaan sebagai value added (VA) untuk kemudian didistribusikan secara adil kepada kelompok yang terlibat pembentukan VA dengan perusahaan. Tabel 1 Value Added Statement versi Baydoun dan Willet (1994,2000) Sources: Revenues Bought in items Revaluations
II *
x (x) x x
Distributions Beneficiaries (e.g.Zakat, Khurns) G overnment (e.g.Taxes) Employees (e.g. Wages) Owners (e.g.Dividends) Charities, M oques (e.g.Gifts) Reinvested Funds: Profit Retained (Note) Revaluations
x x x x x x x x
x
Tetapi VAS menurut Hameed dan Yaya (2003a) belum cukup memadai sebagai informasi akuntansi yang Islami. VAS belum memberi ruang pertimbangan Halal kecuali hanya mementingkan aspek distribusi dari sumber daya ekonomi. Lebih 1Bentuk VAS versi Baydoun dan Willet (1994,2000) lihat Tabel 1
Mulawarman, Triyuwono, Ludigdo, Rekonstruksi Teknologi Integralistik.
3
fundamental lagi berkaitan akuntabilitas VAS belum berdasar pada konsep s hari ’ate enterprise theory (Triyuwono 2002b). Di samping itu dalam proses investasi perusahaan untuk memenuhi kecukupan modalnya muncul bentuk penambahan biaya modal yang berhubungan dengan konsep time value o f money {interest). Hal ini jelas tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam2 dan tujuan syari’ah. Berdasarkan isuisu tersebut di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: “Bagaimana bentuk VAS yang memenuhi nilai-nilai Islam dan tujuan syari’ah?” Tujuan penelitian ini adalah merumuskan shari ’ate value added statement (SVAS). Dengan terumuskannya SVAS diharapkan AS yang sampai saat ini masih berada pada tataran filosofis-teoretis dapat diimplementasikan di lapangan. Kedua, memberikan kontribusi praktis bagi para akuntan melakukan praktik akuntansinya sesuai nilainilai Islam (.Islamic values) dan tujuan syari’ah (maqasid al-syari ’ah). PENELITIAN TERDAHULU Tinjauan pustaka merupakan dasar (teoretis) dari proses rekonstruksi yang akan dilakukan dalam penelitian ini. Mulai dari konsep filosofis-teoretis AS sebagai kerangka utama dan konsep penunjang yaitu Teknologi Islami serta konsep yang akan direkonstruksi yaitu VA dan VAS. Filosofis-Teoretis AS Nilai-nilai Islam berdasarkan Tawhid merupakan nilai yang dianut setiap Muslim dalam keimanan dan penegasan atas Keesaan Allah. Keimanan dilanjutkan pada kepatuhan menjalankan syari’at sebagai penyerahan diri sebagai hamba Allah ( ‘abdAllah) (QS: 51:56; 36:61; 6:162). Setelah itu manusia harus terjun dalam hiruk pikuknya dunia sebagai Khalifatullah fil ardh (QS. 35:39). Untuk melaksanakan koeksistensi tujuan manusia tersebut Allah memberikan perangkat-perangkat hukum (syari’at) yang bersumber pada Al Qur'an dan As Sunnah. Manusia diberi kebebasan memilih bentuk-bentuk muamalah sesuai potensi dan kesempatan yang dimilikinya (Ibad 2003). Dengan itu pula manusia menurut Mas’udi (1995) tidak memiliki maqashid asy-syari’ah (tujuan syari’ah) lain kecuali kemaslahatan manusia dalam bentuk keadilan sosial. Organisasi Islam dengan begitu harus pula dijalankan berdasarkan nilai-nilai Islam dan tujuan syari’ah. Triyuwono (1997,2000a) kemudian mengajukan metafora amanah untuk mendesain dan mengoperasikan organisasi syari’ah, sedangkan bentuk akuntansinya (sesuai konsep amanah) dimetaforakan dengan zakat (Triyuwono 2 Nilai-nilai Islam dan tujuan syari’ah {maqashid asy-syari’ah). Penjelasan mengenai hal ini dapat dilihat dalam bagian dua artikel ini.
4
Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2007, Vol. 4, No. 1, hal. 1-24
2000b). Menurut Triyuwono (2006b) zakat bukan hanya simbol “kewajiban” perusahaan dalam membayar zakat, tetapi merupakan bentuk simbol “optimalisasi” pembayaran zakat oleh perusahaan. Konseptualisasi simbol optimalisasi zakat dalam perusahaan mewujud dalam simbol-simbol bernilai humanis, emansipatoris, transendental dan teleologikah Simbol-simbol zakat tersebut berdampak pada bangunan teoretis akuntansi syari’ah pula. Konsep dasar bangunan teoretis AS dijelaskan Triyuwono (2004) meliputi instrumental dan socio-economic', critical dan justice', all-inclusive dan rational-intuitive', serta ethical dan holistic-welfare. Dari penjelasan filosofis-teoretis diturunkan apa yang disebut Triyuwono (2002b) ‘sinergi oposisi biner’, perpaduan materi dan spirit. Dengan epistemologi ini AS dapat memformulasikan tujuan dasar laporan keuangannya yang mengarah ke akuntabilitas instrumental spiritual (vertikal, stakeholders dan horizontal) serta pemberian informasi bernilai materi (dalam bentuk akuntansi dan informasi akuntansi). Tujuan laporan keuangan kemudian membentuk karakter EgoistisAltruistis, Materialistis-Spiritualistis, dan Kuantitatif-Kualitatif (Triyuwono 2004) untuk mendesain teknologi akuntansi syari’ah, yaitu laporan keuangan. Teknologi dalam Kerangka Islam Menurut Mahzar (2004, 163-183; lihat juga Lubis 1982; Shah 1986) pandangan sempit dan parsial mengenai teknologi selama ini telah menghilangkan hakekat teknologi3 sehingga kita terkejut ketika dihadapkan paradoks teknologi dan tidak terlepas juga teknologi dalam akuntansi (lihat misalnya Crombie 1997). Itulah sebabnya diperlukan pandangan integral tentang teknologi yang mempelajari makna-makna teknologi secara komprehensif dan utuh. Sebagai bagian dari peradaban dan bersifat integral teknologi yang disebut teknosistem meliputi subsistem-subsistem teknosfera yang bersifat material, teknostruktur yang bersifat sosial energetik, teknologi yang bersifat informatik dan teknosofi yang bersifat normatif. Prinsip-prinsip itu sendiri merupakan manifestasi dari fungsionalitas pragmatis atau instrumentalitas teknis manusia sebagai organisme yang secara singkat disebut sebagai “teknik”. Dapat dikatakan teknik merupakan ruh teknologi. Ruh teknologi berupa adaptasi alam terhadap manusia mengarahkan gerakan atau dinamika teknologi. Berdasarkan perspektif integralitas seperti ini proses tazkiyah al-nafs diperlukan manusia sebagai perjuangan menaklukkan tubuh oleh lingkungan materialnya. Berfungsi sebagai penakluk singularitas teknologi yang terjadi akibat koevolusi teknologi yaitu dialektika perkembangan teknologi dan peradaban yang terjadi selama sejarah. Tazkiyah adalah puncak kesadaran transendental seperti dilakukan para Nabi dan Rasul. Tazkiyah inilah yang menjadi inti Teknologi 3 Lebih jauh mengenai hakekat teknologi lihat Quintanilla (1998); Gorokhov (1998); Capra (2004)
Mulawarman, Triyuwono, Ludigdo, Rekonstruksi Teknologi Integralistik.
5
Islami dan menjadi inti dari teknologi akuntansi syari’ah, yaitu laporan keuangan syari’ah. Konsep Value Added dan Value Added Statement Salah satu bentuk teknologi akuntansi syari’ah yang disepakati para akademisi adalah pengganti laporan laba rugi, yaitu VAS. VAS secara teoretis berbasis pada konsep VA (Staden 2000). VA menurut Haller dan Stolowy (1995) merupakan konsep tradisional yang berakar pada ekonomi makro, terutama dalam perhitungan pendapatan nasional dengan pengukuran produktif dari ekonomi nasional, biasanya disebut Produk Nasional atau Produk Domestik. Produk Nasional merepresentasikan nilai tambah perekonomian nasional dalam periode spesifik. Pengukuran VA menurut Staller dan Holowy (1995) dilakukan dua cara (lihat juga Mathews dan Perera 1996, 234-235; Firrer 2003; Diefenbach 2003; Meek dan Gray 1998). Cara pertama, disebut SubtractxvelIndirect Method, menunjukkan Performance Aspect, yaitu VA dipandang sebagai hasil bersih yang mengekspresikan perorangan, perusahaan, industri atau ekonomi nasional keseluruhan dan ditambahkan pada penerimaan barang dan jasa dari entitas lain. Kedua, AdditivelDirect Method, menunjukkan aspek sosial dan direpresentasikan sebagai penjumlahan bagian penciptaan kekayaan. VAS dalam wacana akuntansi sosial dan lingkungan teoretis dapat dilihat misalnya dari pemikiran Gray et al. (1995, 1996). Meskipun sebenarnya perkembangan akuntansi sosial dan lingkungan dengan representasinya berbentuk Corporate Social Reporting (CSR) mayoritas masih didominasi aliran Middle Ground, yaitu pemikiran yang mempertahankan status quo akuntansi tradisional. Aplikasi CSR Middle Ground adalah VAS sebagai supplement (laporan tambahan). Pemikiran demikian dilihat Mook (2003) dan Mook et al. (2005) bukanlah bentuk sebenarnya dari laporan akuntansi. Mengantisipasi hal tersebut mereka memberikan alternatif 3 model statement baru, salah satunya Expanded Value Added Statement (EVAS) sebagai pengganti (supplant) laporan laba rugi. EVAS sebagai perluasan VAS menekankan peran organisasi berkaitan dengan manfaat masyarakat yang secara umum diabaikan dalam laporan keuangan, karena merupakan transaksi yang tidak dapat dimoneterisasi. EVAS lebih dari VAS dalam hal integrasi informasi finansial dan non-finansial dengan sintesis data finansial input dan output sosial. Kombinasi data finansial dan sosial serta input dan output sosial (baik langsung maupun tidak langsung) memberikan gambaran utuh dampak sosial ekonomi perusahaan. EVAS4 dengan demikian merupakan perluasan stakeholders yang tidak pernah terpotret dalam VAS (Mook 2003). 4 EVAS versi Mook (2003) dapat dilihat dalam Tabel 2.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2007, Vol. 4, No. I, hal. 1-24
6
Tabel 2 Value Added Statement versi Mook (2003,13) VA Created Outputs
Primary
Financial
Social
Combined
$3.964.031
$246.13
$4.210.159
$65.19
$424.81
$490.00
$2.50
$2.50
$ 4.029.223
$673.44
$ 4.702.659
Purchases o f External goods & services
$ 1.538.561
$673.44
$ 1.538.561
VA Created
$ 2.490.662
$673.44
$3.164.098
$ 1,62
$0,44
$2,06
Secondary Tertiary Sub Total
Ratios o fV A to Purchases
Distribution o f VA Employees
Wages and benefits
Residents
Value from social labour Skills development
Financial $838.22 $65.19
Society
Gov: municipal property taxes
$65.19
$244.13
$424.81
$490.00
$141.80
$141.80
$810.74
$875.93
$216.59
Gov: property tax credit
Combined $838.33
$244.13
Property tax credit Sub Total
Social
$216.59 ($141.80)
($141.80)
Gov: housing o f ware refugees
$2.00
$2.00
Cooperative sector: consultations
$2.50
$2.50
($137.30)
$79.29
Sub Total
$216.59
Capital
Loan Interest
$519.96
$519.96
Organization
Amortization o f capital assets
$433.45
$433.45
Operating surplus
$417.25
$417.25
Sub Total
$850.70
$805.70
VA Distributed
$ 2.490.662
$673.44
$3.164.098
Mulawarman, Triyuwono, Ludigdo, Rekonstruksi Teknologi Integralistik
7
METODOLOGI PENELITIAN: HIPER-STRUKTURALISME ISLAM TERINTEGRASI Bagian ini akan menjelaskan penggunaan metodologi dalam penelitian, yaitu Metodologi Hiper-Struktralisme Islam Terintegrasi (HSIT). Berdasar metodologi tersebut akan disusun metode penelitian, yaitu alat analisis dan unit analisis. Konsep Value Added d m Value Added Statement Rekonstruksi VAS-EVAS menjadi SVAS dilakukan dengan Metodologi HSIT. HSIT merupakan metodologi yang menyatukan strukturalisme dan poststrukturalisme sekaligus menyatukan dan melampauinya dengan nilai-nilai Islam. Strukturalisme sebagaimana diketahui merupakan proses metodologis pendalaman konseptual unsur-unsur melalui inter-connection antar unsur, pencarian struktur di balik realitas empiris (innate structuring capacity). Pada tingkat empiris keterkaitan antar unsur dapat berupa binary opposition, serta memperhatikan unsur-unsur sinkronis, dan bukan diakronis (yaitu unsur-unsur dalam satu waktu, bukan perkembangan antar waktu, diakronis atau historis) (Kuntowijoyo 2004, 35). Poststrukturalisme melihat bahwa selalu ada suatu realitas tersembunyi di belakang tanda, mulai dari writing, trace, differance5 dan arche-writing (pergerakan differance) (Ritzer 2003, 204). HSITtidakmenolakStrukturalismedanPoststrukturalisme,meskipunkeduanya masih terjebak dalam konteks materi. HSIT melakukan proses integrasi dan bahkan melampauinya (hyper) dengan payung nilai-nilai Ilahiah. Integrasi dilakukan dengan penyusunan kerangka filosofis-teoretis AS sebagai struktur utama penyusun SVAS. Agar struktur utama memiliki keterkaitan langsung serta technological, diperlukan struktur pendukung yaitu konsep teknologi Islam yang disebut Teknosistem Islam. Teknosistem Islam diperlukan untuk memberikan keterkaitan dan interaksi antar unsur SVAS (proses strukturalisme). Teknosistem Islam tidak dapat berjalan tanpa memiliki keterkaitan dan memiliki nilai substansial yang mendasarinya, dalam hal ini AS (proses poststrukturalisme). Begitu pula sebaliknya kerangka filosofis teoretis AS tidak dapat diimplementasikan di lapangan praktik ketika tidak dijalankan oleh teknosistem (proses /y/per-strukturalisme). Penjelasan bentuk bagan sebagai berikut.
5 Differance (membedakan sekaligus menunda) merupakan istilah khas Postmodernisme dari Der rida. yang tidak dapat disamakan dengan konsep difference (membedakan saja). Penjelasan definisional differance dapat dilihat misalnya dalam buku Post-modernism and the Social Science: Insight, Inroads and Intrusions, karangan Pualine Marie Rosenau hal xi.
8
Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2007, Vol. 4, No. 1, hal. 1-24
Gambar 1 Rerangka Rekonstruksi VAS menjadi SVAS
Operasionalisasi rekonstruksi VAS dan EVAS menjadi SVAS agar unsur SVAS memenuhi unsur filosofis-teoretis AS perlu pendalaman unsur-unsur tersebut melalui subsistem-subsistemteknosistem. Subsistem dasar yaitu teknosfera struktural (Mahzar 2004) dalam konteks rekonstruksi VAS adalah melakukan rekonstruksi unsur-unsur material pembentuk VAS versi Baydoun dan Willet (1994,2000) seperti sources yang terdiri dari pendapatan, HPP dan revaluations. Terpenuhinya unsurunsur material harus sesuai karakteristik AS yang memiliki sifat halal (Hameed dan Yaya 2003a) dan merupakan implementasi nilai keadilan dalam Profit Loss Sharing System. Subsistem kedua, melakukan rekonstruksi teknostruktur dinamis/sosial energetik (Mahzar 2004). Konteks dinamis energetik berupa aspek pendistribusian VA dalam VAS versi Baydoun dan Willet (1994, 2000) dan EVAS (Mook et al. 2003,2005) yang bersifat dinamis pendistribusiannya serta harus memenuhi prinsip akuntabilitas shari’ate enterprise theory (Triyuwono 2002b). Subsistem ketiga, rekonstruksi teknologi informatik yaitu hasil subsistem pertama dan kedua (Mahzar 2004). Berdasarkan tiga nilai utama SVAS harus memenuhi karakter laporan keuangan AS seperti diusulkan Triyuwono (2004) dan menerjemah dalam konteks teknologi berbentuk unsur-unsur SVAS untuk dapat diaplikasikan di lapangan. Sebagai subsistem puncak teknosistem Islam sebagai landasan seiuruh subsistemsubsistem adalah Tawhid. Subsistem ini merupakan prinsip teknologi teknosofi, yaitu manifestasi fungsionalitas pragmatis/instrumentalitas (Mahzar 2004) berbentuk ruh teknologi teknodinamis. Sehingga VAS syari ’ah akan berpedoman pada Koeksistensi Vestigia Dei, yaitu khalifatullahfil Ardh - abd’Allah (Islamic values), serta bertujuan syari’ah (maqashid asy-shari’ah) yang mengarah kemaslahatan-keadilan.
Mulawarman, Triyuwono, Ludigdo, Rekonstruksi Teknologi Integralistik
9
Metode Penelitian Aplikasi metodologi HSIT dioperasionalkan dalam bentuk analisis teoretis dan analisis empiris. Analisis teoretis dilakukan dalam tiga tahap utama. Tahap pertama, melakukan perumusan masalah dan metodologi. Tahap kedua, melakukan peneiusuran kerangka filosofis teoretis AS, dilanjutkan dengan teknologi dalam kerangka Islam, serta konsep VA dan VAS. Tahap Ketiga, melakukan rekonstruksi filosofis-teoretis VAS, rekonstruksi teknologi pembentukan VA dan rekonstruksi teknologi distribusi VA. Dari tiga tahapan utama di atas akan dilakukan integrasi akhir bentuk VAS yang disyari’atkan. Analisis empiris dilakukan melalui 3 bentuk. Bentuk pertama pendalaman masalah berkaitan dengan aktivitas pembuatan laporan keuangan perusahaan secara empiris. Bentuk kedua melakukan pendalaman makna bahasa zakat, riba, tazkiyah, halal, haram dan akuntabilitas melalui informan. Bentuk ketiga melakukan penelusuran proses sertifikasi Halal LPPOM MUI baik langsung dan tidak langsung. Unit analisis penelitian dilakukan dengan teknik koleksi data teoretis dan empiris. Koleksi data teoretis dengan menelusuri buku, artikel dan bahan lainnya berkaitan dengan pembuatan kerangka teoretis pendukung dalam penelitian ini. Sedangkan koleksi data empiris dilakukan dengan melihat karakter yang komprehensif dalam penentuan informan. Informan dalam penelitian ini meliputi akuntan praktisi, praktisi bisnis, staf kantor dan auditor Halal LPPOM MUI, serta ahli bahasa arab. Wawancara dengan informan dilakukan selama Maret-Juli 2005 di 5 kota di sela-sela waktu informan melakukan aktivitasnya. HASIL PENELITIAN Bagian ini akan menjelaskan mengenai hasil rekonstruksi. Rekonstruksi pertama adalah rekonstruksi filosofis teoretis konsep VAS yang sesuai konsep AS. Kedua melakukan rekonstruksi bagian penciptaan VAS dan ketiga melakukan rekonstruksi bagian distribusi VAS. Hasil akhirnya adalah bentuk SVAS. Rekonstruksi Filosofis-Teoretis VAS Baydoun dan Willet (1994) menawarkan alternatif VAS sebagai pengganti laporan laba rugi untuk mengimplementasi AS agar sesuai prinsip social disclosure dan fu ll disclosure. Argumentasinya adalah, pertama, karena VAS menempatkan sifat dasar kerja sama aktivitas ekonomi di atas aspek kompetisi yang konsisten dengan prinsip religius perdagangan yang adil dan bermoral sesuai tujuan syari’ah.
10
Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2007, Vol.4, No. 1, hal. 1-24
Kedua, Islam berbeda dengan Barat dalam melihat aspek disclosure aspek sosial dan lingkungan. Akuntansi konvensional (Barat) menempatkan disclosure sosial dan lingkungan sebatas supplement dari disclosure aspek ekonomi. Sedangkan Islam melihat kebutuhan utama akuntabilitas lingkungan, sosial dan lainnya sebagai disclosure yang bersifat mandatory. Baydoun dan Willet (2000) di akhir artikelnya mengatakan pengembangan ICR’s memang belum final, tetapi masih menyisakan masalah perlakuan zakat. Di samping belum final, zakat versi Baydoun dan Willet (1994,2000) baru ditempatkan sebagai salah satu bagian distribusi VA. Zakat hanya dimaknai sebagai bentuk distribusi materi pada yang berhak. Tidak terdapat makna spiritual mendalam kecuali sebagai kewajiban perusahaan. Pandangan zakat seperti itu menurut Sulaiman (2004) mirip konsep El-Ashkar (1987) mengenai religious tax. Sebenarnya zakat jelas tidak sama dengan pajak umum (Kahf 1989, 78; Sulaiman 2004; Mannan 1986). Baydoun dan Willet (2000) juga hanya melihat perlakukan zakat pada alternatif bentuk neraca yang disebutnya Current Value Balance Sheet (pendekatan sama dilakukan Gambling dan Karim 1991, 99). Perlakukan zakat di dalam neraca seperti ini menurut mereka adalah untuk memenuhi tuntutan praktis dan teknis penggunaan nilai sekarang dalam pembayaran zakat. Dalam Islam penilaian aset disebut nisab zakat beragam aset perusahaan (dalam neraca) yang dikenai zakat. Aliran pragmatis AS secara teoretis bahkan lebih fleksibel melakukan legitimasi zakat dalam laporan keuangannya (misalnya Syahatah 2001; Zulkifli dan Sulastiningsih 1998; Kusumawati 2005). Penelitian Harahap dan Yusuf (2002) melihat perusahaan Islami Indonesia banyak menjalankan metode perhitungan zakat berdasar laba bersih, di mana laba masih melekat kuat sebagai hak mutlak pemilik saham/perusahaan. Tidak ada makna lain. Lebih jauh bila dilakukan pemaknaan /jyper-strukturalisme makna zakat melalui akar kata zaka dan zakka memiliki dua makna utama. Pertama dari akar kata zaka, zakat memiliki makna setiap sesuatu secara lahiriah tumbuh dan dipengaruhi nilai, lingkungan atau pengaruh subjektivitas, yang material, fisik dan mental. Inilah yang disebut Allah bahwa setiap ciptaan-Nya yang tumbuh dan berkembang selalu mengandung nilai-nilai kebaikan dalam dirinya. Bila dihubungkan dengan makna VA hal ini masih bersifat lahiriah. Kedua dari akar kata zakka, zakat memiliki makna setiap sesuatu yang tumbuh dan berkembang karena lain dan satu hal dipengaruhi sesuatu di luar nilai, lingkungan atau pengaruh subjektivitas. Ada ‘nilai lain’ yang berkembang bahkan mempengaruhi sehingga sesuatu berubah. Sesuatu yang tumbuh dan berkembang tersebut harus selalu sengaja disucikan kembali dengan nilai-nilai Ilahiah sesuai substansi penciptaannya. Berdasarkan penjelasan di atas VA belum memiliki substansi makna lahiriahmaterial terutama dalam konteks ekonomi makro maupun akuntansi (VAS).
Mulawarman, Triyuwono, Ludigdo, Rekonstruksi Teknologi Integralistik.
11
Hitungan akhii VA seperti ini belum dapat dilakukan proses distribusi kepada yang berhak sesuai ketentuan syari’ah. Ketika VA perusahaan dihasilkan dari usaha yang disengaja dan mendapatkan perlakuan tertentu, maka pasti terdapat nilai tambah yang belum tersucikan karena terjadi intervensi subjektivitas, lingkungan dan nilai. Zakat dalam makna zakka-lah yang menjadi peran penyucian VA. Artinya, perolehan VA harus dijalankan secara material dan mental, dan akan bermakna penyucian hakiki (VA bernilai materi-mental-spiritual) ketika terdapat mekanisme pertumbuhan nilai perusahaan yang selalu berorientasi pada Tazkiyah. Tazkiyah menurut Sardar (1987, 283) adalah pertumbuhan sekaligus penyucian dan bukanlah proses statis tetapi dinamis (QS. 87: 14-15; 91: 9-10). Pertumbuhan dan perubahan serta peningkatan manfaat materi dalam Tazkiyah bersifat menyeluruh dan mencakup aspek moral, rohani dan material yang terikat satu sama lain. Semuanya berorientasi optimalisasi kesejahteraan manusia seluruh dimensi bukan hanya dunia juga akhirat. Mencakup seluruh perubahan dan keseimbangan kuantitatif maupun kualitatif. Tergambar jelas bahwa zakat sebagai bagian utama tidak dapat dilakukan hanya sebatas distribusi VA seperti diusulkan Baydoun dan Willet (1994, 2000). Zakat (mengikuti konsep hiper-strukturalisme) adalah langue sekaligus parole serta writing sekaligus trace yang terbentuk dalam rentang diakronis sekaligus sinkronis. Zakat, secara materi (berbentuk zaka) bukan hanya sebagai alat legitimasi laporan AS saja {difference/membedakan saja), tetapi lebih pada differance (membedakan dan menunda). Zakat, dengan penundaan (secara bagian dari differance) secara mental kemudian mengarahkan zakat menjadi bermakna lebih spiritual menjadi poros AS sebagai alat penyucian VA (sign sekaligus trace) menjadi zakka yang bersifat materi sekaligus spiritual (realitas yang ditegaskan dalam God Sign sebagai bentuk ‘realitas’ yang melampaui realitas). Ketika zakat sebagai pengurang VA secara keseluruhan dan bukan bagian yang didistribusikan dalam kolom distribusi VA, maka VA telah halal didistribusikan kepada stakeholders. Bagian yang diperoleh masing-masing penerima bagian VA telah suci dan halal. Hal ini sesuai ‘je ja k ’Allah berbentuk GodSign dan ditulis dalam language Al Qur’an (QS. 9:103). Kalimat ambillah zakat untuk membersihkan dan menyucikan setiap harta, dalam konteks strukturalisme merupakan aspek penandaan. Berdoa untukmenentramkanjiwa (mental) adalah aspekpetanda. Sedangkan kalimat Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui adalah bentuk Metafisika Kehadiran yang melampaui Realitas dan Mental. Hal ini sesuai dengan karakter laporan keuangan Triyuwono (2004) yaitu Materialistis-Spiritualistis. Dengan demikian zakat sebagai aspek pesan menandai harus diletakkan sebagai aspek utama VAS. Rekonstruksi VAS lingkaran pertama adalah melakukan penetapan yang bersifat mental, material, sekaligus spiritual dengan meletakkan zakat pada posisi tersendiri. Hasil Rekonstruksi VAS secara lengkap dapat dilihat dalam Tabel 3.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2007, Vol.4, No. I, hal. 1-24
12
Tabel 3 Tabel Rekonstruksi Value Added Statement Lingkaran Pertama Sources: Revenues Bought in items Revaluations Gross VA Zakat Tazkiyah to 8 A snaf Net VA
M
m V
Distributions o f Net VA: Government (e.g. Taxes) Employees (e.g. Wages) Owners (e.g.Dividends) Shadaqah Reinvested Funds Profit Retained (Note) Revaluations
x x
is ! x
(x)6 x
x x x
x7 ____ x x x
Rekonstruksi Teknologi Pem bentukan Value Added Rekonstruksi pembentukan VA sebenarnya sulit dilakukan dengan pendekatan pendapatan dan biaya, karena dalam konteks akuntansi konvensional (Belkaoui 2001; Kam 1990; Suwardjono 2005; Chariri dan Ghozali 2000) keduanya berhubungan dengan laba. Pengakuan maupun pengukuran laba hanya sebatas keterukuran dan keterandalan, serta konsep penandingan untuk mempertegas laba akuntansi ‘material’. Laba seperti ini tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam dan tujuan syari’ah. Pertama, pengakuan pendapatan sebenarnya harus berkaitan realisasi pendapatan yang berimplikasi pada sifat dasar halal. Kedua, pengakuan pendapatan dalam proses pembentukan pendapatan berbasis akrual dan ditetapkannya time value o f money akan berujung riba. Ketiga, prinsip penandingan pendapatan dan biaya masih belum sesuai tujuan syari’ah. Dalam penandingan tidak nampak aspek keadilan sosial, tetapi hanya muncul sifat egoistik akuntansi. Pengakuan hanya berkaitan biaya dan 6Zakat yang terpisah dari bentuk distribusi, berbeda maknanya dengan hanya sebagai bentuk kewa jiban perusahaan (religious tax) yang sekularistik. Zakat di sini merupakan simbol tazkiyah (penyu cian) dari source (sumber) dan sekaligus simbol ke-halal-an (permitted) dari source (sumber) untuk dapat didistribusikan. 7 Irtfaq dan Shadaqah di sini merupakan bentuk perubahan dari akun charities dan moques yang hanya bersifat kedermawanan. Infaq dan Shadaqah di sini lebih bersifat spiritual, yaitu kewajiban yang mirip zakat tetapi tidak memiliki nilai tazkiyah dan nisab.
Mulawarman, Triyuwono, Ludigdo, Rekonstruksi Teknologi Integralistik.
13
manfaat bersifat privat. Menurut Triyuwono (2004) privat di sini diartikan sebagai pencatatan biaya dan pendapatan dari sudut pandang kepentingan perusahaan, sedangkan yang bersifat publik sama sekali tidak disajikan. Pendekatan pendapatan dan biaya dalam VAS dapat dijadikan alternatif menentukan pembentukan, pengakuan dan penandingannya sesuai nilai Islam dan tujuan syari’ah. Sebenarnya mengapa aliran akuntansi Non-Middle Ground memilih VAS sebagai pengganti Laporan Laba Rugi, pertama karena masalah keadilan. Keadilan lebih nampak pada VAS karena terdapat keseimbangan kepentingan antara investor, manajer, karyawan, masyarakat dan lingkungan. Kedua, masalah akuntabilitas. Dua alasan ini telah mengembangkan VAS menjadi EVAS (Mook 2003; Mook et al. 2005) Tetapi Non-Middle Ground sebenarnya masih tetap pada konsepsi materi. Perluasannya hanya pada konsepsi pengukuran finansial dan nonfinansial. Sedangkan nilai-nilai non materi tidak pernah terdeteksi. Zakat sebagai poros VAS merupakan alat penyucian VA berbentuk zaka (materi) menjadi zakka (materi-mental-spiritual). Prinsip ini disebut konsistensi dalam teknologi. Bentuk EVAS yang disesuaikan prinsip tazkiyah harus sesuai tujuan laporan keuangan AS, yaitu bersifat materi, mental, sekaligus spiritual. Penyesuaian di sini adalah perluasan pembentukan VA. Perluasan EVAS menyetujui perluasan penciptaan VA finansial dan penciptaan VA sosial. Bagaimana kemudian bentuk riil penciptaan VA mental dan spiritual? Pendekatan penciptaan VA bersifat spiritual, pertama, dapat merujuk bentuk akuntabilitas dari shari’ate enterprise theory (Triyuwono 2002b), yaitu penyajian informasi harus memenuhi akuntabilitas pada direct participants dan indirect participants (Triyuwono 2002b). Maka bentuk informasi akuntabilitas EVAS yang dalam konteks shari ’ate enterprise theory baru bersifat direct participants finansialsosial perlu diperluas menjadi finansial-sosial-lingkungan. Kedua, spiritualitas dari konsep shari’ate enterprise theory bila merujuk pada Islamic Values, sebenarnya masih berkaitan dengan sifat manusia sebagai khalifaiullah fil ardh (berbentuk kreativitas manusia). Spiritualitas shari’ate enterprise theory masih perlu disesuaikan dengan koeksistensi nilai diri manusia yaitu ketundukan {Abdullah). Perluasan pertama spiritualitas EVAS dalam tataran khalifatullahfil ardh memang baru merupakan akuntabilitas yang sifatnya horizontal. Untuk mencapai kesatuan nilai-suprakosmos dan sumber nilai-metakosmos (Mahzar 2004) diperlukan sinergi oposisi biner spiritualitas Khalifatullah fil ardh dan Abdullah. Kesepaduan antara kreativitas dan ketundukan dijalankan oleh realitas psikis/batin manusia untuk kepuasan dan ketenangan hidup dalam bentuk keimanan yang selalu dicatat God Spot (implementasi dari kesepaduan jenjang nilaisuprakosmos) untuk mewujudkan ketakwaan menuju puncak penciptaan, Allah (implementasi kesepaduan jenjang sumber nilai-metakosmos). Bentuk pencatatan
Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2007, Vol. 4, No. 1, hal. 1-24
14
sinergi ketundukan dan kreativitas dapat dicatat secara kuantitatif maupun kualitatif. Artinya, khusus pencatatan laporan kualitatif VAS dapat terdiri dari penjelasan spiritualitas khalifatullah fil ardh dan juga spiritualitas abdullah. Inilah yang disebut dalam AS sebagai ketakwaan. Berkaitan ketundukan kuantitatif, sebelum didistribusikan harus jelas kedudukan ke-halal-an dan pencatatannya. Terjaminnya aktivitas ekonomi yang sesuai tujuan syari’ah (halal dan bebas riba serta memenuhi prinsip keadilan) sangat dianjurkan pencatatan atas aktivitas halal. Pencatatan bentuk output ketundukan primer finansial {halal zaty) dan sosial/lingkungan {halal hukmy) dari pencapaian halal atas aktivitas ekonomi. Di samping itu, juga terdapat pencatatan bentuk input ketundukan sekunder finansial {halal zamany) dan sosial/lingkungan {halal makany) dari pencapaian halal atas aktivitas ekonomi. Berkaitan kreativitas terjaminnya aktivitas ekonomi yang halal dan bebas riba serta memenuhi prinsip keadilan, sangat dianjurkan pencatatan aktivitas halal dan riba. Pencatatan bentuk output kreativitas primer secara finansial yaitu reduksi riba ekonomi berbentuk bai ’, dan sosial/lingkungan yaitu reduksi riba sosial berbentuk Syirkah baik Musyarakah maupun Mudharabah. Di samping output kreativitas primer terdapat pencatatan bentuk input kreativitas sekunder finansial yaitu reduksi riba sosial /lingkungan dalam bentuk shadaqah (Tabel 4). Tabel 4 Bentuk Rekonstruksi EVAS Mook (2003) khusus Source dari Value Added sesuai konsep Tazkiyah Penciptaan VA „ , , Output
Sosial & Lingkungan
Finansial
Combined
Ketundukan _ . Primer
Produk Halal
-
Produk Halal
Ketundukan Primer
Skill, Training Karyawan
-
Karyawan
Kreativitas Primer
-
Pendidikan, Skill, Training Masyarakat
Masyarakat
Kreativitas Sekunder
-
Dampak Pengo lahan Limbah
Lingkungan
Halal Zaty + Halal Hukmy
Reduksi Riba
Halal + Reduksi Riba
Sub Total
Mulawarman, Triyuwono, Ludigdo, Rekonstruksi Teknologi Integralistik.
15
lanjutan Tabel 4 Input
Ketundukan Sekunder
Revaluation
Kreativitas Primer
SOP
Proses Produksi
Bai ’ + PLS
Current Value
Halal Zamany, Makany + Reduksi Riba
Halal + Reduksi Riba
Rekonstruksi Teknologi Distribusi Value Added Rekonstruksi distribusi VA berhubungan dengan konsep halal dan lhoyyib serta reduksi riba dalam mekanisme transaksi keuangan perusahaan. Halal memunculkan akuntabilitas ketundukan sedangkan reduksi riba memunculkan akuntabilitas kreativitas. Dua konsep ini muncul dari nilai ‘Adalah8dalam transaksi dan pencatatan perusahaan bukan hanya pada konteks pendapatan, biaya dan penilaian aplikasi penetapan nilai halal/thoyyib dan reduksi riba seluruh aktivitas perusahaan. Dalam konteks teknologi keadilan Ilahi adalah tujuan akhir ruh teknologi (Mahzar 2004, 164). Turunannya dalam konteks teknologi adalah aktivitas dan pencatatan akuntansi untuk kepentingan kemaslahatan dan keadilan. Pencapaiannya dalam bentuk distribusi hasil usaha manusia pada yang berhak secara langsung (VA) maupun tidak langsung (zakat dan shadaqah). Keduanya melalui proses penyucian aktivitas usaha ekonomi yang sesuai prinsip akuntabilitas ketundukan dan kreativitas. Bentuk distribusi VAS materi dan perluasan pembentukan VA juga dapat berbentuk ketundukan primer berupa gaji/bonus karyawan, auditor eksternal halal dan biaya sertifikasi halal. Ketundukan sekunder berupa biaya audit internal sampai pelatihan auditor internal. Sedangkan ketundukan primer non-materi yaitu aktivitas perusahaan yang sebenarnya non-materi tetapi dapat dilakukan materialisasi maupun moneterisasi. Misal penetapan Sistem Jaminan Halal proses produksi, sertifikasi dan labelisasi halal, dan aktivitas turunan ketentuan syari’ah. Bentuk kreativitas primer dapat berupa pembayaran bagi hasil perusahaan dengan Syirkah. Kreativitas Sekunder berupa pajak pemerintah dan shadaqah wajib maupun sukarela. Shadaqah wajib berupa denda dan ganti rugi kepada masyarakat sekitar (misal atas perampasan tanah ataupun hak milik) biaya rehabilitasi lingkungan dan lain-lain. Sedangkan Shadaqah sukarela berupa keinginan perusahaan untuk keseimbangan perusahaan-masyarakat dan lingkungan. Bentuk Rekonstruksi Distribusi VA dapat dilihat dalam tabel 5. 8 Keadilan Ilahiah
Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2007, Vol. 4, No. 1, hal. 1-24
16
Tabel 5 Rekonstruksi EVAS versi Mook (2003) khusus Distribusi dari Value Added sesuai Konsep Tazkiyah Finansial
Sosial & Lingkungan
Combined
Ketundukan Sekunder
Auditor Internal
-
Halal
Ketundukan Primer
Gaji, Bonus
Owners
Kreativitas Primer
PLS
-
Reduksi Riba
Reinvestment Funds
Kreativitas Sekunder
Operating Surplus
-
Reduksi Riba
-
-
Distribusi VA Internal Karyawan
Eksternal Pemerintah
Halal
Ketundukan Primer
Sertifikasi dan Label Halal
Halal
Kreativitas Sekunder
Pajak
Reduksi Riba
Residents
Ketundukan Primer
-
Auditor Eksternal
Halal
Masyarakat
Kreativitas Sekunder
-
Biaya Lingkungan
Reduksi Riba
Bentuk Akhir SharVate Value Added Statement Berdasarkan proses rekonstruksi di atas dapat didefinisikan SVA sebagai pertambahan nilai (:zakka) material (zaka) dan telah disucikan (tazkiyah) secara spiritual (non material) untuk memberikan ketenangan batin (mental). Implikasinya, pertama, proses pembentukan VA dilakukan secara konsisten dengan cara melaksanakan aktivitas ekonomi dalam batas-batas yang diperbolehkan syara’, yaitu (halal) dan bermanfaat (thoyib). Sebaliknya aktivitas ekonomi yang melanggar ketentuan adalah Haram. Kedua, pertumbuhan harta dan mekanisme usaha yang sehat harus dilakukan untuk menghilangkan sifat berlebihan dalam perolehan harta dan menjalankan aktivitas usaha dengan mereduksi riba dalam segala bentuknya. Dari sisi finansial, reduksi riba adalah proses kerja sama berdasar prinsip b a i’ ataupun bagi hasil. Dari sisi kepentingan sosial dan lingkungan, reduksi riba dengan melakukan relasi sosial dan lingkungan alam secara pro-aktif berlandaskan prinsip shadaqah. Ketiga, implikasi bentuk distribusi VA, tazkiyah harus dilakukan secara
17
Mulawarman, Triyuwono, Ludigdo, Rekonstruksi Teknologi Integralistik.
optimal pada kebaikan sesama, merata dan tidak saling menegasikan. Seberapapun keikutsertaan harus dicatat dan diakui sebagai potensi yang berhak mendapatkan bagian dalam pembagian VA. Artinya, bukan meletakkan prinsip keadilan berdasarkan etika Barat (berdasar utilitas, konsensus dan disahkan melalui hukum positif). Tetapi keseimbangan dan keadilan berdasar akhlak Ketuhanan (Keadilan Ilahi) berwujud kesejahteraan sosial untuk semua dan harus selalu melalui proses tazkiyah. Implementasi SVA adalah dalam bentuk laporan kuantitatif dan kualitatif SVAS. Bentuk SVAS memiliki karakteristik materi dan non-materi yang berbeda dengan bentuk laporan keuangan di luar AS (lihat Tabel 6). Tabel 6 Bentuk Rekonstruksi Akhir yaitu Laporan KuantitatifShari’ate Value Added Statement Penciptaan VA Output
Input Revaluation
Ketundukan Primer Ketundukan Primer Kreativitas Primer Kreativitas Sekunder Jumlah Output Ketundukan Sekunder Kreativitas Primer VA Kotor
Sosial & Lingkungan
Finansial Xa Xb -
Xc Xd Xe Xf
-
Ya Yb Yc -
Yd
TAZKIYAH (Zc) Pembayaran Zakat kepada 8 Asnaf (Zd) VA HALAL DAN THOYYIB (Ze) Finansial Sosial & Lingkungan Internal Karyawan
Ketundukan Sekundei Ketundukan Primer Owners Kreativitas Primer Reinvestment Funds Kreativitas Sekunder Eksternal Pemerintah Ketundukan Primer Kreativitas Sekunder Residents Ketundukan Sekunder Masyarakat Kreativitas Sekunder
Xg Xh Xi Xj
-
-
-
-
Ye Yf Yg Yh
Combined Xa Xb Ya Yb Za Xd Xe Zb
Combined
Xg Xh Xi Xj Ye Yf Yg Yh
18
Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2007, Vol. 4, No. I, hal. 1-24
lanjutan Tabel 6 Keterangan: Xa=Produk Halal (Misal Produk yang telah mendapat Sertifikasi Halal); Xb=Peningkatan Internal Perusahaan (Misal kemampuan, keahlian dan pengetahuan karyawan); Xc=Output Finansial yang memenuhi kriteria Halal Zaty + Halal Hukmy (Hasil Penjumlahan Xa dan Xb); Xd=Input Finansial yang berupa Proses Produksi (Misal Sistem Jaminan Halal Produk Perusahaan); Xe=Revaluasi dengan mekanisme Current Value dari aktivitas B ai’atau PLS System yang dilakukan Perusahaan; Xf=Hasil perhitungan dari Output, Input dan Revaluasi Finansial (perhitungan Xc, Xd dan Xe); Ya=Bantuan perusahaan kepada masyarakat (misal pendidikan, peningkatan keahlian, kursus); Yb= Dampak Pengelolaan Lingkungan (misal pengelolaan limbah); Yc=Jumlah Output Sosial/Lingkungan; Yd=Hasil Perhitungan dari Output, Input dan Revaluasi Sosial/Lingkungan (perhitungan Yc dan lainnya bila ada komponen tambahan); Za=Penjumlahan Output Finansial dan Output Sosial/Lingkungan; Zb=Hasil Akhir dari Pembentukan VA (Perhitungan Output, Input dan Revaluation dari VA Finansial dan Sosial/ Lingkungan; Zc=Penyucian VA melalui Zakaf, Z i= Pembayaran Zakat sesuai Nisab kepada 8 Asnaf (Kelompok). Dapat diberikan sebagai bagian dari manajemen yang memakai model organisasi berbasis manajemen ‘amil, mendapatkan bagian dari zakat nisab, sebagai hak atas pengelolaan organisasinya. Sedangkan manajemen yang memakai model organisasi berbasis manajemen khalifah, tidak mendapatkan haknya dalam zakat nisab, tetapi mendapatkan haknya dari zakat non nisab. dalam bentuk account karyawan. Dapat juga berbentuk lain, seperti saham, atau kepemilikan, yang ditentukan berdasarkan kontraknya dengan pemilik saham mayoritas; Ze=VA yang telah tersucikan dan Halal didistribusikan; Xg=Distribusi Internal kepada Auditor Internal (bentuk ketundukan sekunder); Xh=Distribusi Internal kepada Karyawan (bentuk ketundukan primer); Xi=Distribusi Internal kepada Pemilik dan Pemegang Saham (berdasar konsep B a i’ dan atau PLS System (bentuk kreativitas primer); Xj =Distribusi Internal berdasarkan untuk reinvestasi (Operating Surplus) dan disesuaikan dengan metode Current Value (bentuk kreativitas sekunder); Ye=Distribusi Eksternal kepada pemerintah yang berbentuk ketundukan primer (seperti Sertifikasi dan Labelisasi Halal)-, Yf=Distribusi Eksternal kepada pemerintah yang berbentuk ketundukan sekunder (seperti Pajak); Yg=Distribusi Eksternal kepada residents yang berbentuk ketundukan sekunder (seperti Auditor//a/a/Eksternal maupun Akuntan Publik atau Dewan Pengawas Syari’ah); Yh=Distribusi Eksternal kepada masyarakat yang berbentuk kreativitas sekunder (seperti biaya lingkungan).
Laporan kualitatif SVAS terdiri dari laporan spiritualitas ketundukan dan juga spiritualitas kreativitas. Laporan informasi kualitatif menjadi penting karena menurut Triyuwono (2004) hal itu akan mengarahkan penggunanya tidak berpikir tentang materi saja. Laporan Kualitatif berkaitan dengan tiga hal. Pertama, pencatatan laporan pembentukan SVA yang tidak dapat dimasukkan dalam bentuk laporan kuantitatif. Misalnya bila terjadi kesalahan dalam perusahaan berkaitan dengan ketentuan-ketentuan syara Berupa penerapan perusahaan dalam melakukan proses produksi suatu produk tertentu terkait dengan halal-haram, etika usaha dan manajemen keseluruhan, prosedur dan mekanisme perencanaan, implementasi dan
Mulawarman, Triyuwono, Ludigdo, Rekonstruksi Teknologi Integralistik.
19
evaluasinya pada suatu rangkaian produksi/olahan bahan yang akan dikonsumsi umat Islam. Kedua, pencatatan nisab zakat yang merupakan batas dari SVA yang wajib dikenakan zakat dan distribusi zakat pada yang berhak. Penyaluran zakat dapat dilakukan perusahaan dengan membentuk 'Amil Zakat atau diserahkan pada lembaga pengelola zakat baik swasta maupun yang dibentuk pemerintah. Ketiga, pencatatan laporan distribusi SVA yang tidak dapat dimasukkan dalam bentuk laporan kuantitatif. Kekurangan informasi kuantitatif dari akuntabilitas yang berbentuk finansial dan sosial/lingkungan baik material maupun non material (psikis dan spiritual), harus dijelaskan dalam laporan kualitatif. SIMPULAN DAN KETERBATASAN Rekonstruksi dalam penelitian ini merupakan proses perubahan materialitas VAS dan EVAS menjadi SVAS yang bersifat finansial-sosial-lingkungan dan materialmental-spiritual). SVAS merupakan bentuk teknologi (laporan) kinerja keuangan berdasarkan nilai Islam dan tujuan syari’ah dengan zakat sebagai pusatnya. SVAS juga memiliki laporan koeksistensi kuantitatif-kualitatif tak terpisahkan. Penelitian ini memiliki keterbatasan dengan munculnya konsep akuntansi baru sesuai syara’. Diperlukan penelitian lanjutan mengenai akun-akun SVAS seperti output (pengganti pendapatan), input (pengganti biaya) dan distribusi (sebagai konsep keadilan akuntansi). Ditemukan bentuk akuntansi biaya syari’ah dalam mekanisme Sistem Jaminan Halal (SJH). Proses dan mekanisme SJH yang dilakukan perusahaan ternyata merupakan proses produksi perusahaan dengan kriteria halal. Mulai deteksi kehalal-an perencanaan, uji laboratorium, pembelian bahan, uji coba produk, proses produksi, penggudangan, pengepakan sampai distribusi penjualannya. Penelitian ini diharapkan pula menjadi masukan perubahan standar laporan keuangan perbankan syari’ah serta penambahan standar akuntansi non perbankan.
DAFTAR PUSTAKA AAOIFI. Accounting and Auditing Standards fo r Islamic Financial Institutions. B ahrain: AAOIFI, 1998. Baydoun, N., and Roger Willett. “Islamic Accounting Theory.” Paper presented at the AAANZ Annual Conference, 1994. Baydoun, N., and Roger Willett. “Islamic Corporate Report.” ABACUS. 36 (1): 71-90. Belkaoui, Ahi.ied Riahi., trans. Teori Akuntansi Jilid 1. Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2000.
20
Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2007, Vol. 4, No. 1, hal. 1-24
Chapra, M. Umer., trans. Islam dan Tantangan Ekonomi. Jakarta: GIP-Tazkia Institute, 2000. Crombie, James. “Mumford on How Mining and War Corrupted Our Values: on the Social Origins of Some Unsustainable Technologies and Accounting Practices.” Techne: Journal o f the Society for Philosophy and Technology 2 no.2 (1997): 27-39. Diefenbach, Thomas. “Internal Value Added and Profit Distribution.” 2003. http:// www.econ.cam.ac.uk. FASB. Statement o f Financial Accounting Concepts No. I: Objectives o f Financial Reporting by Business Enterprises. 1978. Firrer, Steven. Does Value Added Beat Earnings? Empirical Evidence from South Africa. 2004. www.wits.ac.za. Gambling, Trevor and Rifaat AA Karim. Business and Accounting Ethics in Islam. London: Mansell, 1991. Gorokhov, Vitali. “A New Interpretation of Technological Progress.” Techne: Journal o f the Society fo r Philosophy and Technology 4, no.l (1998): 26-34. Gray, Rob., Dave Owen, and Keith Maunders. “Corporate Social Reporting: Emerging Trends in Accountability and the Social Contract.” Accounting, Auditing and Accountability Journal l,no.l (1988): 6-20. Gray, Rob., D. Owen, C. Adams. Accounting and Accountability: Changes and Challenges in corporate social and environmental reporting. Prentice Hall, 1996. Gray, Rob., R. Kouhy, and S. Lavers. “Corporate social and environmental reporting: a review of the literature and a longitudinal study of UK disclosure.”Accounting, Auditing and Accountability Journal 8, no.2 (1995): 47-77. Haller, Axel. Herve Stolowy. “Value Added Accounting in Germany and France: A Conceptual and Empirical Comparison.” Annual Congress o f the European Accounting Association. Birmingham, United Kingdom, May 10-2. campus. hec.fr. Hameed, Shahul. “Constructing an Islamic Accounting Theory.” Paper presented at Seminar Internasional Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti, Jakarta, 2002. Hameed, Shahul., and Rizal Yaya. “The Emerging Issues on the Objectives and Characteristics of Islamic Accounting for Islamic Business Organizations.” 2003a. http://www.iiu.edu.my Hameed, Shahul., and Rizal Yaya. “The Future of Islamic Corporate Reporting: Lessons from Alternative Western Accounting Report.” In Papers from International Conference on Quality Financial Reporting and Corporate Governance. Kuala Lumpur. 2003b. http://www.iiu.edu.my
Mulawarman, Triyuwono, Ludigdo, Rekonstruksi Teknologi Integralistik.
21
Haniffa, Ros., and Mohammad Hudaib. “A Conceptual Framework for Islamic Accounting: The Shari’a Paradigm.” Accounting, Commerce & Finance: The Islamic Perspective International Conference IV. New Zealand, 2001. Harahap, Sofyan S. Akuntansi Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1997. Harahap, Sofyan S. Menuju Perumusan Teori Akuntansi Islam. Jakarta: Pustaka Quantum, 2001. Harahap, Sofyan S., M. Yusuf. “Menghitung Zakat Perusahaan: Studi Kasus pada PT. Asuransi Takaful, BSM, BPRS, Dompet Dhuafa, BMT dan Pos Keadilan Ummat.” Laporan Penelitian. Jakarta : Fakultas Ekonomi, Universitas Trisakti, 2002. Ibad, Saiful. “Fiqih Progresif Menjawab Dinamika Masyarakat Modem. Kumpulan Karangan.” In Fiqh Proeresif: Menjawab Tantane Modernitas. edited by Thobib Al Asyhar. Jakarta: FECKU Press, 2003. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK No. 59). Tentang Akuntansi Perbankan Syari’ah. Jakarta: IAI, 2002. Kahf, Monzer. “Islamic Economics and Its Methodology.” In Readim in The Concept and Methodology o f Islamic Economics, edited by Aidit Ghazali & Syed Omar, 69-81. Malaysia: Pelanduk Publications. Kuntowijoyo. Islam sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi dan Etika. Bandung: Teraju, 2004. Kusumawati, Zaidah. Menghitung Laba Perusahaan: Aplikasi AS. Yogjakarta: Magistra Insania Press. Lubis, Mochtar. “Dampak Teknolologi pada Kebudayaan.” In Bunea Rampai Teknologi dan Dampak Kebudavaannva. edited by YB. Mangunwijaya, 1-9. Yayasan Obor Indonesia. Mahzar, Armahedi. Integralisme: Sebuah Rekonstruksi Filsafat Islam. Bandung: Penerbit Pustaka, 1983. Mahzar, Armahedi. Revolusi Integralisme Islam: Merumuskan Paradigma Sains dan Teknologi Islami. Bandung: Penerbit Mizan, 2004. Mannan, MA., trans. Ekonomi Islam: Teori dan Praktek. Jakarta: PT. Ontemusa, 1992. Mas’udi, Masdar F. “Meletakkan Kembali Maslahat sebagai Acuan Syari’ah.” Jurnal Ilmu dan Kebudayaan Ulumul Qur 'an VI, no. 3 (1995): 94-99. Matthews, MR., and MHB Perera. Accounting Theory and Development. 3rd.ed. Australia: Thomas Nelson, 1996. Meek Gary K., Sydney J. Gray. “The Value Added Statement: An Innovation for U.S. Companies?” Accounting Horizon. June (1988): 73-81. Mook, Laurie. “A Sociai Accounting Framework for Cooperatives: the Expanded Value Added Statement.” ACE Institute, Madison, Wisconsin. 2003. www.
22
Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2007, Vol. 4, No. J, hal. 1-24
wisc.edu Mook, Laurie., BJ Richmond and J. Quarter. “Social Accounting for Nonprofits: Two Models.” Nonprofit Management & Leadership 13, no.4 (2003): 30824. Mook, Laurie., BJ Richmond and J. Quarter. “Social Accounting for Social Economy Organizations.” Research Bulletin No. 27. Centre for Urban and Community Studies. University of Toronto. 2005. www.urbancentre.utoronto.ca Morgan, Gareth. “Accounting as Reality Construction: Towards ANew Epistemology for Accounting Practice.” Accounting, Organizations and Society 13, no.5 (1988): 477-85. Quintanilla, Miguel A. “Technical Systems and Technical Progress: A Conceptual Framework.” Techne: Journal o f the Society for Philosophy and Technology 4, no.l (1998): 26-34. Ratmono, Dwi. “Pengungkapan Islamic Values dalam Pelaporan Keuangan Bank Syari’ah menurut Paradigma AS Filosofis-Teoretis dan PSAK 59.” In Papers from Simposium Nasional Sistem Ekonomi Islami II, 395-409. Malang: PPBEI, Universitas Brawijaya, 2004. Ritzer, George., trans. Teori Sosial Postmodern. Yogyakarta: Kreasi WacanaJuxtapose, 2003. Sardar, Ziauddin., trans. Masa Depan Islam. Bandung : Penerbit Pustaka, 1987. Shah, AB., trans. Metodologi Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1986. Shihab, Quraish. Wawasan Al-Qur ’an : Tafsir Maudhu ’i atas Pelbagai Persoalan Umat. Bandung: Penerbit Mizan, 2000. Shihab, Quraish. Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al Qur ’an. Vol. 1. Jakarta: Lentera Hati, 2005. Siddiqi, M. Nejatullah. “Tawhid : the Concept and the Process.” Readings in the Concept and Methodology o f Islamic Economics, edited by Aidit Ghazali and Syed Omar, 1-20. Malaysia: Pelanduk Publication,Selangor, 1989. Subiyantoro, Eko B. Iwan Triyuwono. Laba Humanis: Tafsir Sosial atas Konsep Laba dengan Pendekatan Hermeneutika. Malang: Bayumedia, 2004. Sulaiman, Maliah. “Testing a Model of Islamic Corporate Financial Reports: Some Experimental Evidence.” HUM Journal o f Economics and Management 9, no.2 (2001): 115-39. Sulaiman, Maliah., and Roger Willett. “Using the Hofstede-Gray Framework to Argue Normatively for an Extension of Islamic Corporate Reports.” Malaysian Accounting Review. Vol.2, no.l , 2003. Sulaiman, Maliah. “The Influence of Riba and Zakat on Islamic Accounting.” Indonesian Management and Accounting Research, 2004.
Mulawarman, Triyuwono, Ludigdo, Rekonstruksi Teknologi Integralistik .
23
Suwardjono. Teori Akuntansi: Perekayasaan Pelaporan Keuangan, 3rd ed. Yogyakarta: BPFE, 2005. Syafei, Ade Wirman., M.I. Sigit Pramono., and Sartini Wardiwiyono. “The Level of Islamic Banks Annual Reports Shari’ah Comformance: A Comparative Study of Islamic Bank in Indonesia and Malaysia.” In Papers from Simposium Nasional Sistem Ekonomi Islami II, 203-220. Malang: PPBEI, Universitas Brawijaya, 2004. Syahatah, Husein., trans. Pokok-pokok Pikiran Akuntansi Islam. Jakarta: Penerbit Akbar, 2001. Syahatah, Husein., trans. Akuntansi Zakat: Panduan Penghitungan Zakat Kontemporer. Jakarta: Pustaka Progressif, 2004. Triyuwono, Iwan. “Akuntan dan Akuntansi : Kajian Kritis Perspektif Postmodemisme.” In Akuntansi dan Agama, edited by Iwan Triyuwono. Malang: Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Brawijaya, 1998. Triyuwono, Iwan. Organisasi dan AS. Yogyakarta: LkiS, 2000a. Triyuwono, Iwan. “AS: Implementasi Nilai Keadilan dalam Format Metafora Amanah.”Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia, Vol. 4, no. 1. Juni (2000b): 1-34. Triyuwono, Iwan. “Metafora Zakat dan Shari’ah Enterprise Theory sebagai Konsep Dasar dalam Membentuk AS.” Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia, Vol. 5, no.2. Desember (2001): 131-145. Triyuwono, Iwan. “Kritik atas Konsep Teori yang Digunakan dalam Standar Akuntansi Perbankan Syari’ah.” Paper presented at the Seminar dan Munas FSSEI. Malang: FE-Universitas Brawijaya, 2002a. Triyuwono, Iwan. “Sinergi Oposisi Biner: Formulasi Tujuan Dasar Laporan Keuangan AS.” Paper presented at the Prosiding. Simposium Nasional Sistem Ekonomi Islami I. Yogyakarta: PPPEI, FE-Universitas Islam Indonesia, 2002b. Triyuwono, Iwan. “Konsep dasar teori AS.” Paper presented at Seminar “Shari’ah Accounting Event 2002”. Depok: KiAMI-FSI Senat Mahasiswa FEUI, 29 Oktober 2002c. Triyuwono, Iwan. “Formulasi Karakter Laporan AS dengan Pendekatan Filsafat Manunggaling Kawulo Gusti (Syekh Siti Jenar).” In Papers from Simposium Nasional Sistem Ekonomi Islami II, 79-94. Malang: PPBEI, Universitas Brawijaya, 2004. Van Staden, Chris. “The Value Added Statement: Bastion of Social Reporting or Dinosaur of Financial Reporting?” Massey University, New Zealand, 2000. www.accountancv.massev.ac.nz Van Staden, Chris. “Revisiting Thj Value Added Statement: Social Responsibility or Social Manipulation?” Massey University, New Zealand, 2002. www.
24
Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2007, Vol. 4, No. I, hal. 1-24
accountancv.massev.ac.nz Zulkifli dan Sulistianingsih. “Kerangka Konseptual Pelaporan Keuangan dalam Perspektif Islam.” Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia 2, no.2 (1998): 165-187.