BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TUGAS, FUNGSI DAN WEWENANG KPK, KEPOLISIAN DAN KEJAKSAAN
A. Tugas, Fungsi dan Wewenang KPK berdasarkan UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Didasari ketidakpercayaan terhadap instansi penegak hukum yang telah ada dalam pemberantasan korupsi, maka eksekutif dan legislatif membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi atau disingkat menjadi KPK. Keberadaan komisi ini mengacu pada The Independent Comission Against Corruption (ICAC) yang didirikan oleh pemerintah Hongkong pada tahun 1974. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah salah satu lembaga negara baru yang dibentuk dengan semangat reformasi hukum dalam penegakan tindak pidana korupsi, yang dibentuk melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi atau disingkat menjadi KPK, merupakan suatu komisi khusus yang dasar pendiriannya diatur dalam Pasal 43 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan secara lebih dalam diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. KPK adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Tujuan dibentuknya KPK tidak lain adalah meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK berwenang menindak siapa pun yang
Universitas Sumatera Utara
dipersangkakan melakukan tindak Pidana Korupsi. Secara tegas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK menyatakan, KPK dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tunduk kepada hukum acara yang berlaku. KPK dapat dikategorikan sebagai badan khusus (ad hoc) yang berwenang untuk melakukan penanganan kasus-kasus korupsi tertentu seperti yang diisyaratkan oleh Pasal 11 dan 12 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang KPK, yaitu: 1. Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara Negara; 2. Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; 3. Menyangkut kerugian Negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah). Berdasarkan UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, maka KPK : 1. Dapat menyusun jaringan kerja (networking) yang kuat dan memperlakukan konstitusi yang telah ada sebagai ”counterpartner” yang kondusif sehingga pemberantasan korupsi dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif. 2. Tidak memonopoli tugas dan wewenang penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. 3. Berfugsi sebagai pemicu dan pemberdayaan institusi yang telah ada dalam pemberantasan korupsi (trigger mechanism).
Universitas Sumatera Utara
4. Berfungsi untuk melakukan supervisi dan memantau institusi yang telah ada, dan dalam keadaan tertentu dapat mengambil alih tugas dan wewenang penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan yang dilaksanakan oleh kepolisian dan/atau kejaksaan. KPK sebagai lembaga baru yang notabene aparaturnya pun mengambil dari instansi penegak hukum yang telah ada tentu akan mengalami ketidaksempurnaan dalam pelaksanaan tugasnya, dikarenakan kesempurnaan sebuah lembaga dapat tercipta
ketika
lembaga
tersebut
melakukan
pembenahan
didasari
dari
pengalamannya, dengan kata lain segala kelemahan lembaga tersebut dapat diketahui setelah mengalami perjalanan di dalam pelaksanaan tugasnya. Disisi lain dengan aparaturnya yang terbatas dan pertimbangan biaya yang sangat besar, keberadaan KPK pun tidak sampai ke daerah-daerah. Hal ini juga dapat menghambat tugas pemberantasan korupsi secara menyeluruh oleh KPK apabila tidak dilakukan pembenahan juga terhadap instansi penegak hukum yang telah ada. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah lembaga negara yang dalam melaksakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun (Pasal 3). 42 Tujuan dibentuknnya KPK tidak lain adalah meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK dibentuk karena institusi (Kepolisian, Kejaksaan, Peradilan, Partai Politik dan Parlemen) yang seharusnya mencegah korupsi tidak berjalan bahkan larut dan terbuai dalam korupsi. Pemberantasan tindak pidana korupsi yang terjadi sampai 42
Pasal 3 UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Universitas Sumatera Utara
sekarang belum dapat dilaksanakan secara optimal. Oleh karena itu pemberantasan korupsi perlu ditingkatkan secara professional, intensif, dan berkesinambungan. Karena korupsi telah merugikan keuangan negara, perekonomian negara, dan menghambat pembangunan nasional. Begitu parahnya maka korupsi di Indonesia sudah dikategorikan sebagai tindak pidana luar biasa (extra ordinary crime). Cara penanganan korupsi harus dengan cara yang luar biasa. Untuk itulah dibentuk KPK yang mempunyai wewenang luar biasa, sehingga kalangan hukum menyebutnya sebagai suatu lembaga super (super body). Pada dasarnya pembentukan KPK ditujukan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya berasaskan pada : 43 1. Kepastian hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijakan menjalankan tugas dan wewenang KPK. 2. Keterbukaan, yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskrimnatif tentang kinerja KPK dalam menjalankan tugas dan fungsinya. 3. Akuntabilitas, adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir kegiatan KPK harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat
43
Adib Bahari dan Khotibul Umam, Komisi Pemberantasan Korupsi dari A sampai Z, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2009, hal. 30-31.
Universitas Sumatera Utara
sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 4. Kepentingan umum, adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan selektif. 5. Proporsionalitas, adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara tugas, wewenang, tanggung jawab dan kewajiban KPK. Dalam tahun pertama menjalankan peranannya sebagai ujung tombak memerangi korupsi, KPK menghadapi beberapa kendala yang klasik antara lain keterlambatan pencairan dana dari pemerintah. Hal ini mengundang kritik miring dari berbagai pihak seperti Munarman, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) bahwa KPK hanya mencari-cari alasan apabila ditagih tentang kinerja pimpinan KPK. Dia juga menambahkan bahwa sulitnya memberantas korupsi karena pemerintah khususnya pejabat-pejabat yang berwenang dalam memberantas korupsi sama sekali tidak memiliki kemauan politik (political will). Selanjutnya Satya Arinanto, dosen Hukum Tata Negara Universitas Indonesia mengatakan tidak ada upaya KPK dalam menjalankan peranannya memberantas korupsi bukan karena faktor keterlambatan dana, karena KPK juga dapat dana dari luar negeri maupun bantuan asistensi dari partnership. Tidak ada kinerja KPK karena semata-mata pemimpin KPK bukan orang yang terbaik. 44 Faktor lain yang menghambat adalah kosongnya posisi Sekretaris Jenderal KPK hampir delapan bulan setelah dibentuk,
44
Harian Kompas, edisi tanggal 24 Mei 2004, http://www.kompas.com
Universitas Sumatera Utara
sehingga mengganggu jalannya roda administrasi. Sebenarnya hal ini bisa ditanggulangi dengan mengangkat Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal. Setelah hampir setengah setahun setelah berdirinya, KPK tidak menunjukkan kinerjanya, maka KPK menuai keritik tajam dari pakar hukum Achmad Ali, yang juga anggota Komisi Nasional HAM dan praktisi hukum Bambang Widjayanto mengatakan bahwa KPK lebih menempatkan diri seperti akademisi, dan menjadi institusi wacana yang terlalu mengada-ada. 45 Andi Hamzah menekankan bahwa dalam enam bulan pertama KPK baru mau mencari apa yang harus dikerjakan. 46 Sebenarnya untuk melakukan peranannya KPK diberikan kewenangan yang luar biasa seperti yang diatur dalam Pasal 6 butir b, c, d dan e UU. No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bahwa lembaga ini dapat bertindak mulai dari : 1. mensupervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan tindak pidana korupsi; 2. melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi; 3. melakukan tindakan pencegahan korupsi; 4. memonitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara. 47 Dalam menangani kasus KPK diberi kewenangan memperpendek jalur birokrasi dan proses dalam penuntutan. Jadi KPK mengambil sekaligus dua peranan 45
Harian Kompas, edisi tanggal 29 April, 2005, http://www.kompas.com Harian Kompas, edisi tanggal 7 Mei. 2004, http://www.kompas.com 47 Undang-undang No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. 46
Universitas Sumatera Utara
yaitu tugas Kepolisian dan Kejaksaan yang selama ini tidak berdaya dalam memerangi korupsi. Disamping itu KPK diberi kewenangan untuk melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenang yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi dan instansi yang dalam melaksanakan pelayanan publik Pasal 8 Ayat (1). 48 Selanjutnya dalam rangka melaksanakan tugas supervisi, KPK berwenang melakukan pengawasan, penelitian atau penelaahan terhadap instansi yang menjalan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan isntansi yang melaksanakan pelayanan publik. Hal ini menunjukkan bahwa KPK merupakan lembaga super body, terlebih karena KPK juga memiliki kewenangan untuk mengambilalih penyidikan atau penuntutan yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan. Lebih lanjut ditegaskan bahwa kepolisian atau kejaksaan wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lainnya yang diperlukan dalam waktu paling lama 14 (empat belas hari) kerja, terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan dari KPK. Sebagai bukti autentik peralihan wewenang penyidikan atau penuntutan, maka dilakukan dengan membuat dan menandatangani berita acara penyerahan sehingga segala tugas dan kewenangan kepolisian atau kejaksaan pada saat penyerahan tersebut beralih kepada KPK. Sebagai sebuah tindakan hukum, pengambilalihan
48
Undang-undang No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Universitas Sumatera Utara
penyidikan dan penuntutan tidak boleh dilakukan dengan semena-mena, melainkan harus berdasarkan alasan-alasan tertentu, yaitu : 49 1. laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditinjaklanjuti; 2. proses penanganan tindak pidana korupsi tidak ada kemajuan/berlarut-larut/ tetunda tanpa alasan yang bisa dipertanggung jawabkan; 3. penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku korupsi yang sesungguhnya; 4. penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi; 5. adanya hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena campur tangan dari eksekutif, yudikatif atau legislatif; atau 6. keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak
pidana
korupsi
sulit
dilaksanakan
secara
baik
dan
dapat
dipertanggung jawabkan. KPK juga diberi kerwenangan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang (Pasal 11 ) : 50 1. melibatkan aparat pengak hukum, penyelengara negara dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat pengak hukum dan penyelengara negara; 2. mendapat perhatian dan meresahkan masyarakat; dan/atau 3. menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
49
Adib Bahari dan Khotibul Umam, Op.cit, hal. 33. Undang-undang No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
50
Universitas Sumatera Utara
Untuk memerangi tindak pidana korupsi yang dikategorikan sebagai tindak pidana luara biasa (extra ordinary crime), maka KPK diberi tambahan kewenangan yang tidak dimiliki instititusi lain yaitu: 1. melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan; 2. memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang berpergian keluar negeri; 3. meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa; 4. memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening
yang
diduga
hasil
dari
korupsi
milik
tersangka,
terdakwa,
atau pihak lain yang terkait; 5. meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi terkait; 6. menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan perjanjian
lainnya
atau
pencabutan
sementara
perizinan,
lisensi
serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa; 7. meminta bantuan interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti diluar negeri;
Universitas Sumatera Utara
8. meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani. Melihat kewenangan KPK, maka tidak heran kalau kalangan hukum menyebutnya sebagai lembaga super (superbody). Disamping itu, peranan KPK melebihi dari Kepolisian dan Kejaksaan dimana Kepolisian dan Kejaksaan dapat mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan dan Penuntutan (SPPP) dalam perkara tindak pidana korupsi, sebaliknya berdasarkan Pasal 40 UU No 30 Tahun 2002, KPK tidak berwenang mengeluarkan SP3 untuk menghindari adanya main mata antara tersangka dan aparat KPK. Dengan kewenangan yang super tersebut KPK diharapkan mampu mengeliminasi korupsi secara konseptual dan sistematis. Masyarakat tidak mau tahu akan keluh kesah KPK bekait dengan kurangya personil maupun kesendirian KPK dalam menangani tindak pidana korupsi.
B. Tugas, Fungsi dan Wewenang Kejaksaan berdasarkan UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia Sejak diberlakukannya UU No. 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, penggantian undang-undang membawa pengaruh tersendiri terhadap kedudukan dari kejaksaan. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1991 disebutkan bahwa kejaksaan RI adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan. Sejak itulah dapat dikatakan kedudukan kejaksaan beralih menjadi di bawah kekuasaan eksekutif.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan perkembangan pengaturan tentang keberadaan kejaksaan tersebut dapat dilihat bahwa kedudukan kejaksaan pada dasarnya belum pernah diatur secara tegas dalam UUD 1945. 51 Kedudukan kejaksaan yang sebelumnya berada pada kekuasaan kehakiman telah berubah menjadi mandiri sejak tanggal 22 Juli 1960, akan tetapi kekuasaan tersebut berubah menjadi di bawah kekuasaan eksekutif sampai dengan sekarang. Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, secara nyata dapat dilihat bahwa kedudukan kejaksaan telah mengalami pergeseran. Dimulai dari menempatkan kedudukan kejaksaan di bawah kekuasaan legislatif, menjadi mandiri dan berubah menjadi di bawah kekuasaan eksekutif. Kedudukan kejaksaan akan sangat berpengaruh dalam mengimplementasikan fungsi, peran dan wewenangnya. Hal ini tentu sangat berkaitan dengan kinerja dari kejaksaan itu sendiri, 52 yang mengimplementasikan tugas dan wewenangnya diharapkan diamati pada saat ini dan prediksi tantangan ke depan antara lain harus memperhatikan perkembangan globalisasi, opini yang berkembang di masyarakat dan 51
Sampai dengan Amandemen IV UUD 1945 kedudukan kejaksaan tidak diatur dalam UUD 1945. Sebenarnya Rancangan Perubahan UUD 1945 hasil Badan Pekerja MPR RI Tahun 1999-2000 telah mengatur masalah kekuasaan kehakiman dan melakukan perubahan terhadap Bab IX tentang Kekuasaan Kehakiman menjadi kekuasaan Kehakiman dan Penegakan Hukum. Adapun pasal yang mengatur masalah kejaksaan adalah Pasal 25c, yaitu : (1) Kejaksaan merupakan lembaga negara yang mandiri dalam melaksanakan kekuasaan penuntutan dalma perkara pidana. (2) Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (dengan mempertimbangkan pendapat Dewan Perwakilan Rakyat). (3) Susunan, kedudukan dan kewenangan lain kejaksaan diatur dengan undang-undang. Namun dalam kenyataannya, rancangan perubahan tersebut tidak satu pasal pun yang direalisir dalam UUD 1945 setelah Amandemen II tahun 2000. 52 Suhadibroto, Reprofesionalisasi Kinerja Kejaksaan, http://www.khn.or.id, terakhir diakses pada tanggal 25 Februari 2008. Suhadibroto menyatakan bahwa kinerja kejaksaan ditentukan atau dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu Jaksa Agung, Jaksa Agung sebagai pejabat fungsional dan organisasi.
Universitas Sumatera Utara
reformasi yang melahirkan paradigma baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, serta terjadinya perubahan kepemimpinan yang akan melahirkan perubahan kebijakan dalam bidang pemerintahan termasuk kebijakan dalam penegakan hukum. 53 Seperti yang dicatat seorang pengamat, sistem peradilan masih dipandang luas sebagai mafia yang dijalankan pemerintah, hukum Indonesia perlu ditinjau kembali secara luas dan diperbaharui, mengingat fungsi hukum untuk menertibkan dan mengatur pergaulan dalam masyarakat serta menyelesaikan masalah-masalah yang timbul. 54 Hal tersebut pada saat ini cukup memadai untuk keperluan masa peralihan bila kejaksaan dan sistem peradilan dapat diandalkan dan difungsikan sebagaimaan seharusnya. Seperti yang tertera dalam UU No. 16 Tahun 2004 tersebut. Tentu saja kesungguhan dan rasa tanggung jawab oleh para penegak hukum secara keseluruhan sangat diperlukan, khususnya dalam menata struktur hukum negara Indonesia. Peran jaksa selaku penuntut umum yang mewakili kepentingan umum, bertindak untuk dan atas nama negara dalam perkara pidana, merupakan salah satu wujud penegakan ketertiban dan perlindungan terhadap semua kepentingan hukum yang dimiliki oleh setiap orang berlaku subjek hukum seperti yang tertera pada UU
53
Notulen Presentasi Makalah Diskusi Panel berjudul : “Strategi Peningkatan Kinerja Kejaksaan dalam Rangka Mewujudkan Supremasi Hukum”, (Jakarta : Kejati DKI Jakarta, Agustus 2001), hal. 2. 54 R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jayakarta : Sinar Grafika, 1992), hal. 53. Bahwa dalam perkembangan masyarakat fungsi hukum dapat terdiri dari : 1). Sebagai alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat. 2). Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin, 3). Sebagai sarana penggerak pembangunan. 4). Sebagai fungsi kritis.
Universitas Sumatera Utara
No. 5 Tahun 1991, UU No. 16 Tahun 2004, jo Keppres No. 55 Tahun 1991 dan peraturan perundang-undangan kejaksaan lainnya. Tugas dan wewenang kejaksaan sangat luas menjangkau area hukum pidana, perdata maupun tata usaha negara. Tugas dan wewenang ini pelaksanaannya dipimpin, dikendalikan dan dipertanggungjawabkan oleh Jaksa Agung. Peranan Jaksa Agung dalam kehidupan bernegara dan pemerintahan menjadi sangat krusial, lebihlebih pada saat ini dimana negara sedang dalam proses reformasi yang salah satu agendanya adalah terwujudnya supremasi hukum. 55 Di sisi lain, Jaksa Agung adalah “a man of law”yang dalam sistem kita dapat digambarkan sebagai abdi hukum, abdi negara dan abdi masyarakat yang tidak mengabdi pada presiden dengan kepentingan politiknya. Dalam mewujudkan agenda reformasi yaitu supremasi hukum, rasanya kita memerlukan seorang Jaksa Agung dengan kualifikasi sebagai abdi hukum, yang memiliki tingkat profesionalisme yang tinggi dan tepat disertai sifat yang jujur. 56
55
Frans E. Likadja, Daniel Bessie, Desain Instruksional Dasar Hukum Internasional, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1988), hal. 9, lihat juga UU No. 15 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional Tahun 2000-2004, pada dasarnya telah ditetapkan berbagai kebijakan yang mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional dalam mewujudkan supremasi hukum dan pemerintahan yang baik. Program-program tersebut adalah : (1). Program pembentukan peraturan perundang-undangna; (2). Program pemberdayaan lembaga peradilan dan penegak hukum lainnya; (3) Program penuntasan kasus korupsi, kolusi dan nepotisme serta pelanggaran hak asasi manusia; (4). Program peningkatan kesadaran hukum dan pengembangan budaya hukum. 56 Moh. Mahfud M.D, Politik Hukum di Indonesia, (Jakarta : Pustaka LP3ES Indonesia, 1998), hal. 22. Ciri menonjol hukum otonom adalah terikatnya masyarakat secara kuat pada prosedur. Elit penguasa tidak lagi leluasa menggunakan kekuasaan karena ada komitmen masyarakat untuk menjalankan kekuasaan sesuai dengan tata cara yang diatur. Dengan mengacu pada Marryman, Abdul Hakim Garuda Nusantara mengemukakan 3 (tiga) macam tradisi hukum yang kemudian dikaitkan dengan strategi pembangunan hukum. Ada 2 (dua) macam strategi pembangunan hukum yang akhirnya sekaligus berimplikasi pada karakter produk hukumnya yaitu pembangunan hukum “ortodoks” dan pembangunan hukum “responsif”, lihat juga Abdul Hakim Garuda Nusantara, Politik Hukum Indonesia, (Jakarta : Yayasan LBHI, 1988), hal. 26-34.
Universitas Sumatera Utara
Dalam UU No. 16 Tahun 2004 Pasal 8 ayat 1 dinyatakan bahwa Jaksa adalah pejabat fungsional yang diangkat dan diberhentikan oleh Jaksa Agung. Sedangkan pengertian jabatan fungsional jaksa dirumuskan dalam UU No. 16 Tahun 2004 Pasal 1 ayat 4 sebagai jabatan yang bersifat keahlian teknis dalam organisasi kejaksaan yang karena fungsinya memungkinkan kelancaran pelaksanaan tugas kejaksaan. Lembaga kejaksaan pada dasarnya merupakan suatu institusi. Pada umumnya di dalam sebuah institusi terdapat : (a). Norma, budaya dan etika, yang merupakan suatu ketentuan yang tak tertulis tetapi dipraktekkan; (b). Rules, yaitu peraturan-peraturan formal yang tertulis; dan (c). Structure, yaitu organisasi. Keberadaan kejaksaan di Indonesia, sepenuhnya didasarkan pada paradigma atau visi tentang jati diri dan lingkungannya sebagai aparatur negara yang menempati posisi sentral, upaya dan proses penegakan hukum dalam rangka mewujudkan fungsi hukum dan supremasi hukum dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat). 57 Oleh karena itu, basis pengabdian institusi kejaksaan dan profesi jaksa adalah sebagai penyelenggara dan pengendali penuntutan atau selaku dominus litis dalam batas jurisdiksi negara. 58
57
J.C.T. Simorangkir, Rudy T. Erwin, J.T. Prasetyo, Kamus Hukum, Cet. Keenam, (Jakarta : Sinar Grafika, 2000), hal. 142. Recht secara objektif berarti undang-undang, peraturan hukum, hukum secara subjektif berarti hak, kuasa. 58 Kejaksaan Agung Republik Indonesia Pusat Pendidikan dan Pelatihan, Pokok-Pokok Rumusan Hasil Sarasehan Terbatas Plattform Upaya Optimalisasi Pengabdian Institusi Kejaksaan, (Jakarta : Kejaksaan Agung RI, 1999), hal. 2.
Universitas Sumatera Utara
Akuntabilitas kejaksaan RI adalah perwujudan kewajiban kejaksaan RI untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan dalam melaksanakan misi organisasi dalam upaya mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan secara periodik. Perlu diketahui bahwa pengertian
akuntabilitas ini berbeda dengan
pengertian akuntabilitas yang dimaksud dalam Pasal 3 angka (7) UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Dalam undang-undang ini, akuntabilitas tidak dilakukan secara periodik tetapi hanya pada saat penyelenggara negara tersebut berakhir jabatannya. Meskipun jangkauan pengawasannya lebih menyeluruh, termasuk kinerja institusi yang menyangkut fungsi yudisial, tetapi terbatas pada aparatur eselon struktural atau fungsional tertentu. Perlu tidaknya proses atau tindak lanjut berkaitan dengan pengawasan tersebut sangat tergantung pada kebijaksanaan Jaksa Agung. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat untuk mengawasi kinerja kejaksaan sebagai institusi penegak hukum sudah diwadahi dalam bentuk Komisi Kejaksaan (vide Pasal 38 UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI jo Peraturan Presiden RI No. 18 Tahun 2005 tentang Komisi Kejaksaan RI) yang mulai diberlakukan pada tanggal 7 Februari 2005. Tugas dan kewenangan Komisi Kejaksaan diatur dalam pasal 10 dan Pasal 11 Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2005.
Universitas Sumatera Utara
Kejaksaan merupakan institusi sentral dalam penegakan hukum yang dimiliki oleh semua negara yang menganut paham rule of law. 59
Penerapan ini bersifat
beraneka ragam dengan memperhatikan posisi, tugas, fungsi dan kewenangan sesuai dengan sistem hukum yang dianut suatu negara. Dari berbagai peraturan dapat diketahui bahwa peran, tugas dan wewenang lembaga kejaksaan sangat luas dan menjangkau area hukum pidana, perdata dan tata usaha negara. Tugas dan wewenang yang
sangat
luas
ini
pelaksanaannya
dipimpin
dan
dikendalikan
serta
dipertanggungjawabkan oleh seorang yang diberi predikat Jaksa Agung. Kejaksaan adalah lembaga yang independen atau mandiri 60 dari lembaga penegak hukum lain maupun lembaga pemerintahan dan lembaga politik. Kemandirian kejaksaan secara lembaga bukan berarti melepaskan independensi kejaksaan dengan lembaga lain, melainkan lepas dari segala bentuk intervensi. Dalam hal ini kemandirian secara institusional adalah kemandirian secara eksternal, yang
59
Konsep dari rule of law diberikan oleh beberapa ahli. A.V. Dicey, menyatakan bahwa the rule of law harus memenuhi unsur-unsur tertentu, yaitu : 1. Supremasi dari hukum, artinya bahwa yang mempunyai kekuasaan yang tertinggi di dalam negara adalah hukum (kedaulatan hukum). 2. Persamaan dalam kedaulatan hukum bagi setiap orang. 3. Konstitusi itu tidak merupakan sumber dari hak-hak asasi manusia dan jika hak-hak asasi itu diletakkan dalam konstitusi itu hanya sebagai penegasan bahwa hak asasi itu harus dilindungi. 60 Tri Rahadian memberi asumsi bahwa independent adalah kemerdekaan. Independence, adalah kebebasan, kemerdekaan yang berarti merdeka, bebas dan tidak dipengaruhi orang lain. Sedangkan mandiri, juga mempunyai arti yang hampir sama dengan independen tersebut, yakni mandiri, adalah dalam keadaan dapat berdiri sendiri, tidak bergantung pada orang lain, sedangkan kemandirian merupakan hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain (Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2001).
Universitas Sumatera Utara
memiliki dampak kemandirian secara personal terhadap aparatur kejaksaan dalam menjalankan fungsi penuntutannya. 61 Pengaturan mengenai tugas dan wewenang kejaksaan RI secara normatif dapat dilihat bahwa dalam beberapa ketentuan undang-undang mengenai kejaksaan seperti yang ditegaskan dalam Pasal 30 UU No. 16 Tahun 2004, yaitu : (1) Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang : a. Melakukan penuntutan. 62 b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. 63
61
Integrated Prosecution Justice System, Suatu Tinjauan Terhadap Pelaksanaan Penuntutan Dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia, http://www.ipjs.com, terakhir diakses pada tanggal 8 April 2008. Pembaruan dalam tubuh kejaksaan tidak bisa lepas dari permasalahan visi lembaga kejaksaan yang akan dibangun di masa mendatang. Tak dapat dipungkiri bahwa visi adalah hal yang penting dalam merumuskan bentuk kejaksaan yang sama sekali baru. Pemikiran yang liar tentang kejaksaan bukanlah hal yang harus ditakutkan, karena keliaran pemikiran akan menghasilkan suatu pemikiran yang sama sekali baru. Dalam rangka pembaruan kejaksaan, keliaran pemikiran tentang visi kejaksaan yang baru akan membawa angin perubahan yang sifatnya idealis pragmatis. Perumusan visi hendaknya dilatarbelakangi ole hsuatu pemikiran yang filosofis, sehingga pemaknaan dalam bentuk kata-kata dapat diterjemahkan secara luas dalam visi kejaksaan baru. Visi kejaksaan yang independen harus dipandang sebagai suatu kebutuhan bukan keharusan. Makna independent adalah Free from the Authority, control or influence of others, self-governing, selfsupporting, not committed to an organized political party. Dengan kata lain perkataan bahwa independensitas kejaksaan bergantung pada dirinya dalam mengambil jarak terhadap berbagai institusi yang ada di luar dirinya (External Institution). 62 Dalam Penjelasan Pasal 30 ayat (1) huruf a dijelasakan bahwa dalam melakukan penuntutan, jaksa dapat melakukan prapenuntutan. Prapenuntutan adalah tindakan jaksa untuk memantau perkembangan penyidikan setelah menerima pemberitahuan dimulainya penyidikan dari penyidik, mempelajari atau meneliti kelengkapan berkas perkara hasil penyidikan yang diterima dari penyidik serta memberikan petunjuk guna dilengkapi oleh penyidik untuk dapat menentukan, apakah berkas perkara tersebut dapat dilimpahkan atau tidak ke tahap penuntutan. 63 Penjelasan Pasal 30 ayat (1) huruf b menjelaskan bahwa dalam melaksanakan putusan pengadilan dan penetapan hakim, kejaksaan memperhatikan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat dan perikemanusiaan berdasarkan Pancasila tanpa mengsampingkan ketegasan dalam bersikap dan bertindak. Melaksanakan putusan pengadilan termasuk juga melaksanakan tugas dan wewenang mengendalikan pelaksanakan hukuman mati dan putusan pengadilan terhadap barang rampasan yang telah dan akan disita untuk selanjutnya dijual lelang.
Universitas Sumatera Utara
c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat. 64 d. Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undangundang. e. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik. (2) Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah. (3) Dalam
bidang
ketertiban
dan
ketentraman
umum,
kejaksaan
turut
menyelenggarakan kegiatan : a. Peningkatan kesadaran hukum masyarakat. b. Pengamanan kebijakan penegakan hukum. c. Pengamanan peredaran barang cetakan. d. Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara. e. Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama. f. Penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal.
64
Penjelasan Pasal 30 ayat (1) huruf c bahwa yang dimaksud dengan “keputusan lepas bersyarat” adalah keputusan yang dikeluarkan oleh Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pemasyarakatan.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 32 undang-undang tersebut menetapkan bahwa di samping tugas dan wewenang yang tersebut dalam undang-undang ini, kejaksaan dapat diserahi tugas dan wewenang lain berdasarkan undang-undang. Selanjutnya Pasal 33 mengatur bahwa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, kejaksaan membina kerja sama dengan badan penegak hukum dan keadilan serta badan negara atau instansi lainnya. 65 Kemudian Pasal 34 menetapkan bahwa kejaksaan dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada instansi pemerintah lainnya. Di samping tugas dan wewenang kejaksaan RI di atas, Jaksa Agung memiliki tugas dan wewenang yang diatur dalam Pasal 35 UU No. 16 Tahun 2004, yaitu : a. Menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegakan hukum dan keadilan dalam ruang lingkup tugas dan wewenang kejaksaan. b. Mengaktifkan proses penegakan hukum yang diberikan oleh undang-undang. c. Mengesampingkan perkara demi kepentingan umum. 66 d. Mengajukan kasasi demi kepentingan umum kepada mahkamah agung dalam perkara pidana, perdata dan tata usaha negara. 67 e. Dapat mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada mahkamah agung dalam pemeriksaan kasasi pidana.
65
Penjelasan Pasal 33 menyatakan : adalah menjadi kewajiban bagi setiap badan negara terutama dalam bidang penegakan hukum dan keadilan untuk melaksanakan dan membina kerja sama yang dilandasi semangat keterbukaan, kebersamaan dan keterpaduan dalam suasana keakraban guna mewujudkan sistem peradilan pidana terpadu. 66 Penjelasan Pasal 35 UU No. 16 Tahun 2004 huruf c, yang dimaksud dengan kepentingan umuum adalah kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas. 67 Penjelasan Pasal 35 UU No. 16 Tahun 2004 huruf d yang menyatakan bahwa : pengajukan kasasi demi kepentingan hukum ini adalah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Universitas Sumatera Utara
f. Mencegah atau menangkap orang tertentu untuk masuk atau keluar wilayah kekuasaan negara RI karena keterlibatannya dalam perkara pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Jadi, kejaksaan RI dengan segala tugas dan wewenangnya, seyogyanya dapat mewujudkan hukum yang berkeadilan, karena tanpa adanya hukum yang berkeadilan, sulit diharapkan bahwa hukum dapat akan diterima dan dijadikan panutan. Tentu harus diingat bahwa melakukan pembaruan hukum dan aparatnya tidak dapat dilakukan dengan cepat, memang diperlukan cukup waktu, namun harus diupayakan agar pembaruan ini dapat dicapai dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
C. Tugas, Fungsi dan Wewenang Kepolisian berdasarkan UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia Berdasarkan UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, tugas dan wewenang Kepolisian RI, adalah sebagai berikut : Pasal 13 Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas : 1. Selaku alat negara penegak hukum memelihara serta meningkatkan tertib hukum; 2. Melaksanakan
tugas
kepolisian
selaku
pengayom
dalam
memberikan
perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat bagi tegaknya ketentuan peraturan perundang-undangan;
Universitas Sumatera Utara
3. Bersama-sama dengan segenap komponen kekuatan pertahanan keamanan negara lainnya membina ketentraman masyarakat dalam wilayah negara guna mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat; 4. Membimbing
masyarakat
bagi
terciptanya
kondisi
yang
menunjang
terselenggaranya usaha dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c; 5. melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 14 1. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia : a. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya; b. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, dan laboratorium forensik serta psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian; c. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum; d. Memelihara keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan perlindungan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia; e. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam rangka membina keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;
Universitas Sumatera Utara
f. Melindungi dan melayani kepentingan warga massyarakat untuk sementara, sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang; g. Membina ketaatan diri warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan; h. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional dan pembinaan kesadaran hukum masyarakat; i. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap alat-alat kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa yang memiliki kewenangan kepolisian terbatas; j. Melakukan pengawasan terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi terkait sesuai dengan peraturan perundangundangan; k. Mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi Kepolisian Internasional. 2. Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf I diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 15 Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 di atas, maka : 1. Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang : a. Menerima laporan dan pengaduan; b. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;
Universitas Sumatera Utara
c. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang; d. Mencari keterangan dan barang bukti; e. Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional; f. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum; g. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat; h. Mengawasi aliran kepercayaan yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa; i. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat; j. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan; k. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu; l. Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat; m. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian yang mengikat warga masyarakat. 2. Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundangundangan lainnya berwenang: 1. Memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya; 2. Menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik;
Universitas Sumatera Utara
3. Memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam; 4. Menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor; 5. Memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor; 6. Memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian; 7. Melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan memberantas kejahatan internasional; 8. Melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian. 3. Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 16 Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 di bidang proses pidana, Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk: a. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan; b. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyelidikan; c. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan; d. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri; e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
Universitas Sumatera Utara
f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; h. Mengadakan penghentian penyidikan; i. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum; j. Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi dalam keadaan mendesak untuk melaksanakan cegah dan tangkal terhadap orang yang disangka melakukan tindak pidana; k. Memberikan petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum; l. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Terkait dengan pejabat kepolisian, Pasal 18 menyatakan, untuk kepentingan umum pejabat kepolisian negara RI dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri (Ayat 1). Pelaksanaan ayat ini hanya dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan, serta Kode Etik Profesi Kepolisian negara RI (Ayat 2). Selanjutnya dikatakan dalam Pasal 19, dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat kepolisian senantiasa bertindak berdasarkan norma agama, kesopanan, kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia (Ayat 1). Demikianlah antara lain cakupan 3 macam tugas pokok dan fungsi kepolisian RI yang dijabarkan lebih lanjut dalam 12 macam tugas dengan dibekali sebanyak 36
Universitas Sumatera Utara
wewenang untuk melaksanakan semua tugas tersebut. Wewenang sebanyak itu masih juga diberi “kewenangan lain” (Pasal 15 Ayat 2 poin k) yang masih dalam lingkup tugas kepolisian. Dalam penjelasan masing-masing pasal dikatakan “Cukup jelas”. Selanjutnya dalam perkembangan lebih lanjut, Polri mengalami Reformasi yang merujuk pada momentum dipisahkannya Polri secara kelembagaan dari TNI (ABRI), pada April 1999 melalui Instruksi Presiden (Inpres) No 2 Tahun 1999 tentang Langkah-langkah Kebijakan dalam Rangka Pemisahan Polri dan ABRI. Kebijakan tersebut kemudian diikuti dengan dikeluarkannya kebijakan lain berupa TAP MPR No. VI Tahun 2000 Tentang Pemisahan Polri dan TNI, dan TAP MPR No. VII Tahun 2000 Tentang Peran Polri dan TNI. Kebijakan ini mengakhiri status Polri di bawah garis komando ABRI selama Orde Baru. Dengan pemisahan struktur organisasi ini aparat kepolisian diharapkan tidak lagi tampil dalam performance dan watak yang militeristik, dan dapat bekerja profesional sebagai aparat kepolisian sipil secara profesional. Kalangan pemerhati reformasi kepolisian menggarisbawahi bahwa pemisahan (kemandirian) Polri dari TNI bukan merupakan tujuan, tapi sebagai langkah dimulainya reformasi Polri. Tujuan reformasi kepolisian adalah membangun kepolisian sipil yang profesional dan akuntabel dalam melayani masyarakat sesuai dengan menjunjung tinggi norma-norma demokrasi, menghormati HAM dan hukum internasional lainnya. Reformasi Polri merupakan bagian dari reformasi sektor keamanan yang juga memiliki jalinan interdependensi dengan reformasi di sektor lain.
Universitas Sumatera Utara
D. Disharmoni/Benturan Kewenangan antara KPK, Kejaksaan dan Kepolisian KPK adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan harus terbebas dari pengaruh manapun. KPK, seperti lembaga lainnya juga memiliki kewenangan untuk melaksanakan tugas dan tujuannya. Secara garis besar wewenang KPK dalam UU No. 30 Tahun 2002 dapat disimpulkan dengan rincian; wewenang yang menjadi tugas KPK, hak-hak dalam melakukan wewenang, wewenang yang berkaitan dengan teknik pelaksanaan tugas dan lain-lain. UU No. 30 Tahun 2002 mengamanatkan pembentukan KPK dan pengadilan khusus korupsi. Pembentukan dua institusi ini merupakan salah satu upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah dan legislatif dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Namun dalam pelaksanaannya ternyata tidak semudah yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan. Karena dalam praktek, baik yang sudah terjadi atau baru diprediksikan terjadi, ternyata pelaksanaan kerja KPK dan terbentuknya pengadilan khusus korupsi terbentur banyak permasalahan. Permasalahan tersebut antara lain adalah hubungan koordinasi antara KPK dengan Kejaksaan dan Kepolisian sebagai sub sistem peradilan pidana terpadu dan juga tugas dan peranan KPK itu sendiri sebagai “super body”. Dalam hal wewenang yang dinilai memiliki ketumpang-tindihan dengan kepolisian dan kejaksaan adalah kewenanganya dalam memeriksa, menyadap, menjebak dan lain sebagainya yang menurut beberapa kalangan hal tersbut merupakan kewenangan kepolisian dalam teknis-teknis lapangan. Sedangkan
Universitas Sumatera Utara
wewenangnya dalam pemeriksaan kasus terkait dinilai tumpang tindih dengan kewenangan kejaksaan dalam hal-hal administratif terkait. Sedang menurut hemat penulis permasalahan tersebut sesungguhnya tidaklah bertentangan. Hal tersebut merupakan teknik hukum yang lahir dari asasnya yaitu ‘lex spesialis derogate lege generali’. Kewenangan yang dimiliki kejaksaan dan kepolisian merupakan pelaksanaan hukum secara global yang secara spesifik karena beberapa hal, kewenangan tersebut dapat diambil alih. 68 Berdasarkan penjelasan sebelumnya mengenai wewenang Kepolisian, Kejaksaan dan KPK, kiranya wewenang yang dinilai berbenturan satu sama lain adalah proses penegakan hukumnya. Permasalahan ini layak dikemukakan karena tidak menutup kemungkinan akan terjadi benturan antara KPK dengan institusi/tim pemberantasan korupsi yang sudah ada atau bahkan terjadi tumpang tindih (over lapping). Kita tidak bisa bayangkan apabila semuanya memeriksa kasus yang sama, dalam hal ini tindak pidana korupsi dengan mekanisme yang sama akan tetapi menyimpulkan hasil pemeriksaan yang berbeda. Tentunya hal ini akan berimplikasi terhadap ketidakpastian hukum dalam penyelesaian kasus-kasus terkait yaitu tindak pidana korupsi, dan pasti akan menimbulkan akibat-akibat hukum lain. Selain koordinasi, adanya kesepahaman menjadi penting untuk menghindari rivalitas yang negatif diantara sesama lembaga ini. Jika hal penting ini tidak segera
68
Indrayana, Denny, Berantas Korupsi, Perangi Mafia Peradilan, diakses dari situs : http://dennyindrayana.blogspot.com, pada tanggal 3 Januari 2008.
Universitas Sumatera Utara
diselesaikan, maka agenda pemberantasan Korupsi besar kemungkinan akan terbengkalai. Apalagi selama ini penanganan kasus korupsi seringkali mengalami jalan buntu (dead lock) karena terjadi perebutan antar instansi penegak hukum. Dan yang lebih parah adalah apabila justru terjadi koordinasi negative, misalnya praktek mafia peradilan. Sebab, penikmat mafia peradilan adalah tameng dari para koruptor. Hakim, jaksa, polisi, advokat, panitera yang menjadi anggota mafia peradilan adalah posisi-posisi yang dianggap dapat disalahgunakan kewenanganya (abuse of power). 69 Maka dari itu menurut hemat penulis, koordinasi antara lembaga-lembaga tersebut adalah hal yang penting dan sangat diperlukan. Akan tetapi, independensi KPK-pun mutlak diperlukan untuk menghadapi situasi-situasi tertentu. Apabila kita amati, sebenarnya dalam UU No. 30 Tahun 2002 telah disebutkan dalam pasal 6 (a). Hal ini agar lembaga-lembaga seperti ini benar-benar independen dan bebas dari pengaruh dan kekuasaan manapun. Paling tidak, poin yang harus ditempuh oleh lembaga-lembaga yang memiliki sengketa kewenangan diatas dapat diselesaikan dengan implementasi salah satu tugas yang dimiliki oleh KPK dalam melaksanakan tugasnya. Yaitu, koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. Hal ini mengindikasikan bahwa antara penegak hukum yang memiliki kewenangan dalam menyelesaikan tugasnya haruslah kooperatif dan berusaha mensinergikan tugas dan 69
Emerson Yunto, Tim Koordinasi Pemberantasan Korupsi: Antara Harapan Dan Kekhawatiran, diakses dari situs : http://www.antikorupsi.org, tanggal 3 Januari 2008.
Universitas Sumatera Utara
wewenangnya. Hingga meskipun ada kesamaan wewenang tidak akan menjadi kemelut dan justru cenderung lebih memudahkan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia. Atau, apabila terpaksanya harus dilakukan lembaga administratif yang memiliki otoritas dalam menguji suatu peraturan perundangundangan (toetsings recht) untuk menyelesaikan ketimpang tindihan wewenang lembaga-lembaga tersebut, sebagai bentuk hak menguji peraturan perundangundangan atau keputusan andministrasi yang disebut dengan (judicial review). Hal yang tepat menjadi ilustrasi tentang kesatuan hukum dan penegaknya (law enforcement) yaitu bahwa keduanya bagaikan dua sisi keping mata uang logam yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan tidak bisa berdiri sendiri. Sedangkan law enforcement adalah tujuan yang akan tercapai hanya jika keduanya bisa bekerjasama dan saling sepaham. Hal inilah yang harus dilakukan antara KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan, antara wewenang dan sistem yang satu dengan sistem yang lain haruslah sinergis dengan posisi sejajar yang saling memberikan legitimasi. Koordinasi antar lembaga, bahkan kita sebagai masyarakat dan seluruh bangsa Indonesia yang harus bahu membahu untuk mencapai tujuan bersama, yaitu Indonesia yang bersih, makmur serta bebas dari korupsi.
Universitas Sumatera Utara