BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI APARATUR SIPIL NEGARA
2.1
Aparatur Sipil Negara
2.1.1 Pengertian Aparatur Sipil Negara Sebelum berbicara lebih jauh mengenai ASN, terlebih dahulu perlu diketahui apa yang dimaksud dengan ASN. Pengertian mengenai ASN itu sendiri tertuang pada pasal 1 angka 1 UU No. 5 tahun 2014 yang menyebutkan bahwa ASN adalah profesi bagi PNS dan PPPK yang bekerja pada instansi pemerintah. PNS menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, adalah orang yang bekerja untuk pemerintah atau negara. Menurut Kranenburg PNS adalah pejabat yang ditunjuk, jadi pengertian tersebut tidak termasuk terhadap mereka yang memangku jabatan mewakili seperti anggota parlemen, presiden dan sebagainnya.1 Pengertian PNS menurut Mahfud MD ada dua bagian yaitu : a.
Pengertian Stipulatif adalah pengertian yang diberikan oleh undangundang tentang PNS sebagaimana yang tertuang dalam pasal 1 angka 3 UU No. 5 tahun 2014 yang menyatakan bahwa PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.
b.
Pengertian ekstensif adalah pengertian yang hanya berlaku pada hal-hal tertentu. Hal-hal tertentu yang dimaksud adalah lebih kepada beberapa golongan yang sebenarnya bukan PNS. Contoh: ketentuan pasal 92 KUHP 1
Sri Hartini, 2008, Hukum Kepegawaian Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 31.
21
22
yang berkaitan dengan status anggota dewan rakyat, anggota dewan daerah dan kepala desa. Menurut pasal 92 KUHP dimana dijelaskan bahwa yang termasuk ke dalam PNS adalah orang-orang yang dipilih dalam pemilihan berdasarkan peraturan-peraturan umum dan mereka yang bukan dipilih tetapi diangkat menjadi anggota dewan rakyat dan anggota dewan daerah serta kepala desa dan sebagainya. Pengertian PNS menurut KUHP sangatlah luas akan tetapi pengertian tersebut hanya berlaku dalam hal orang-orang yang melakukan kejahatan atau pelanggaran jabatan dan tindak pidana lain yang disebutkan dalam KUHP, jadi pengertian ini tidak termasuk dalam hukum kepegawaian. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa PNS adalah orang-orang yang bekerja di lingkungan instansi pemerintahan sesuai dengan syarat-syarat tertentu yang telah ditetapkan oleh peraturan perundangundangan. Sesuai dengan UU No. 5 tahun 2014. 2.1.2 Jenis, Status, dan Kedudukan Apratur Sipil Negara a. Jenis ASN Mengenai jenis pegawai ASN diatur pada pasal 6 UU No. 5 tahun 2014. Dimana pegawai ASN terdiri atas PNS dan PPPK. b. Status ASN Berbicara mengenai status pegawai ASN, terdapat dua status yang diberlakukan bagi pegawai ASN yaitu pegawai pemerintah yang diangkat sebagai pegawai tetap yaitu PNS dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja.
23
Mengenai status ASN diatur pada pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 5 tahun 2014 yang menyatakan bahwa : (1) PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a merupakan Pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai tetap oleh Pejabat pembina kepegawaian dan memiliki nomor induk pegawai secara nasional. (2) PPPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b merupakan Pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai dengan perjanjian kerja oleh Pejabat pembina kepegawaian sesuai dengan kebutuhan Instansi Pemerintah dan ketentuan Undang-Undang ini. c. Kedudukan Rumusan kedudukan pegawai ASN didasarkan pada pokok-pokok pikiran bahwa pemerintah tidak hanya menjalankan fungsi umum pemerintahan, tetapi juga harus mampu melaksanakan fungsi pembangunan atau dengan kata lain pemerintah bukan hanya menyelenggarakan tertib pemerintahan, tetapi juga harus mampu menggerakan dan memperlancar pembangunan untuk kepentingan rakyat banyak. C.F Strong, dalam bukunya yang berjudul Modern Political Constitutions berpendapat bahwa : Government in the broader sense is charged with the maintenance of the peace and security of in a state therefore must have first, military power; second, the means of making laws; thirdly, financial, power or the ability to extract sufficient money from the comunity to defray the cost of defending the state and of enforcing the law it makes on the state behalf. 2 Artinya pemerintah dalam arti yang lebih luas dibebankan dengan pemeliharaan perdamaian dan keamanan di negara oleh karena itu harus memiliki pertama, kekuatan militer; kedua, sarana pembentukan hukum; Ketiga, keuangan, kekuasaan atau kemampuan untuk mengambil uang yang cukup dari masyarakat
2
C.F Strong, 1951, Modern Political Constitutions, Sidgwick and Jackson Limited, London, hlm. 6.
24
untuk membiayai biaya membela negara dan menegakkan hukum itu atas nama negara Pegawai ASN mempunyai peran yang amat sangat penting sebab pegawai ASN merupakan unsur dari aparatur negara untuk menyelenggarakan, dan melaksanakan pemerintahan serta pembangunan nasional dalam rangka mencapai tujuan negara. Kelancaran dari penyelengaraan dan pelaksanaan pemerintahan serta pembangunan nasional dalam rangka mencapai tujuan negara sangat tergantung sekali pada kesempurnaan aparatur negara. Berbicara mengenai konteks hukum publik, pegawai ASN bertugas membantu presiden sebagai kepala pemerintahan dalam menyelenggarakan pemerintahan, yaitu dengan cara melaksanakan peraturan perundang-undangan, dalam arti kata wajib mengusahakan agar setiap peraturan perundang-undanganan ditaati oleh masyarakat. Di dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan pada umumnya, kepada pegawai ASN diberikan tugas kedinasan untuk dilaksanakan sebaik-baiknya. Sebagai abdi negara seorang pegawai ASN juga wajib setia dan taat kepada Pancasila sebagai falsafah dan ideologi negara, kepada Undang-Undang Dasar 1945, kepada negara, dan kepada pemerintah. Pegawai ASN sebagai unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat dituntut untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, karenanya ia harus mempunyai kesetiaan, ketaatan penuh terhadap Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, negara dan pemerintah sehingga dapat memusatkan segala perhatian dan pikiran serta mengarahkan segala daya upaya dan tenaganya untuk menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan secara berdaya guna dan berhasil guna.
25
Kedudukan ASN berdasarkan UU No. 5 tahun 2014 diatur dalam pasal 8 dimana ASN berkedudukan sebagai unsur aparatur negara. 2.1.3 Fungsi, Tugas, dan Peran Apratur Sipil Negara Berdasarkan UU No. 5 tahun 2014, Fungsi, Tugas, dan Peran dari ASN diatur dalam BAB IV pasal 10, pasal 11, dam pasal 12. Yaitu sebagai berikut : a. Berdasarkan pada pasal 10 pegawai ASN memiliki fungsi sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik, dan perekat dan pemersatu bangsa. b. Berdasarkan pada pasal 11 pegawai ASN mempunyai tugas untuk melaksanakan kebijakan publik
yang dibuat
oleh
pejabat
pembina
kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas, dan mempererat persatuan dan kesatuan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. c. Berdarkan Pasal 12 peran dari pegawai ASN adalah sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik KKN. 2.1.4 Hak dan Kewajiban Aparatur Sipil Negara Dasar dari adanya hak adalah manusia mempunyai berbagai kebutuhan yang merupakan pemacu bagi dirinya untuk memenuhi kebutuhannya, seperti bekerja untuk memperoleh uang bagi pemenuhan kebutuhan. Manusia dalam kajian ekonomi disebut sebagai sumber daya karena memiliki kecerdasan. Melalui kecerdasan yang semakin meningkat mengakibatkan manusia dikatakan sebagai homo sapiens, homo politikus dan homo ekonomikus dan dalam kajian yang lebih
26
mendalam dapat dikatakan pula bahwa manusia adalah zoon politicon. Berdasarkan perkembangan dunia modern, dalam prosesnya setiap individu akan berinteraksi dalam masyarakat yang semakin meluas dan perkembangan berikutnya adalah dimulainya konsep organisasi yang melingkupi bidang pemerintahan, sehingga manusia dapat dikatakan sebagai homo administratikus dan organization man.3 Berdasarkan UU No. 5 tahun 2014, hak dari pegawai ASN diatur pada pasal 21. Dimana seorang PNS berhak memperoleh beberapa hal seperti gaji, tunjangan, dan fasilitas, cuti, jaminan pensiun dan jaminan hari tua, perlindungan dan pengembangan kompetensi. Selanjutnya kewajiban dari pegawai ASN adalah segala sesuatu yang wajib dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Menurut Sastra Djatmika, kewajiban pegawai ASN dibagi dalam tiga jenis yaitu, kewajiban yang berhubungan dengan kedudukannya sebagai pegawai negeri pada umumnya, kewajiban berdasarkan pangkat dan jabatan, serta kewajibankewajiban lain.4 Berdasarkan UU No. 5 tahun 2014, kewajiban dari Pegawai ASN diatur pada pada pasal 23 yang menyatakan bahwa: Pegawai ASN wajib: a. setia dan taat pada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan pemerintah yang sah; b. menjaga persatuan dan kesatuan bangsa; c. melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat pemerintah yang berwenang; d. menaati ketentuan peraturan perundang-undangan; 3
Sri Hartini, Op.cit, hlm. 41-43. Sastra Djatmika, 1964, Hukum Kepegawaian Di Indonesia, Djembatan, Jakarta hlm.145.
4
27
e. melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian, kejujuran, kesadaran, dan tanggung jawab; f. menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan dan tindakan kepada setiap orang, baik di dalam maupun di luar kedinasan; g. menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan h. bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2.1.5 Pengertian Pejabat Pembina Kepegawaian Berdasarkan UU No. 5 tahun 2014 pejabat pembina kepegawaian merupakan seorang pegawai pemerintah yang memegang jabatan penting, seseorang yang diamanahi kedudukan dalam sebuah organisasi atau institusi karena dianggap amat jujur dalam melaksanakan tugasnya. Pejabat pembina kepegawaian
mempunyai
kewenangan
untuk
menetapkan
pengangkatan,
pemindahan, dan pemberhentian Pegawai ASN serta pembinaan terhadap manajemen ASN di instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 2003 tentang Wewnang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian PNS (lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2003 nomor 15 dan tambahan lembaran Negara Republik Inonesia nomor 4263) yang selanjutnya disingkat PP No. 9 tahun 2003, mengenai pejabat pembina kepegawaian diatur dalam pasal 1 angka 3, angka 4, dan angka 5. a. Pasal 1 angka 3 menyatakan bahwa : Pejabat pembina kepegawaian Pusat adalah Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Kepresidenan, Kepala Kepolisian Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Kepala Pelaksana Harian Badan Narkotika Nasional, serta pimpinan Kesekretariatan Lembaga lain yang dipimpin oleh Pejabat
28
Struktural Eselon I dan bukan merupakan bagian dari Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen. b. Pasal 1 angka 4 menyatakan bahwa pejabat pembina kepegawaian daerah Provinsi adalah seorang Gubernur. c. Pasal 1 angka 5 menyatakan bahwa pejabat pembina kepegawaian daerah kabupaten/kota adalah seorang Bupati/Walikota. Dari beberapa pengertian mengenai pejabat pembina kepegawaian dapat dilihat bahwa kewenangan dari pejabat pembina kepegawain bertujuan untuk dapat menjamin penyelenggaraan tugas pemerintahan yang berhasil dan berdaya guna. Pejabat pembina kepegawaian harus mampu dan dapat melaksanakan manajemen kepegawaian sesuai dengan sistem merit yang merupakan kebijakan dan manajemen ASN yang didasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan secara baik dan tepat. Sehingga dapat menciptakan sumber daya manusia dalam hal ini pegawai ASN yang baik, bermutu, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi partai politik dan bersih dari praktik KKN. Selain itu pejabat pembina kepegawaian memiliki peran penting karena pejabat pembina kepegawaian mempunyai kewenangan untuk menetapkan pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian pegawai ASN dan pembinaan manajemen ASN di instansi pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
29
2.2
Kewenangan
2.2.1 Pengertian Kewenangan Secara umum berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia yang dimaksud dengan kewenangan adalah hak dan kekusaan yang dimiliki untuk melakukan sesuatu.5 Menurut F.P.C.L. Tonnaer kewenangan pemerintah dalam kaitan ini dianggap sebagai kemampuan untuk melaksanakan hukum positif, dan dengan begitu, dapat diciptakan hubungan hukum antara pemerintah dengan warga negara.6 Kemudian menurut F.A.M Stroink dan J.G Steenbeek kewenangan memiliki kedudukan yang penting yaitu sebagai konsep inti dalam kajian hukum tata negara dan hukum administrasi negara. Merujuk akan hal tersebut H.D. Stout berpendapat bahwa wewenang itu adalah sebuah pengertian yang berasal dari hukum organisasi pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan dengan perolehan dan penggunaan wewenang pemerintahan oleh hukum publik di dalam hubungan hukum publik.7 Berdasarkan pendapat dari Harbet A Simon yang menyatakan bahwa pengertian wewenang adalah kekuasaan untuk mengambil suatu keputusan yang membimbing
tindakan-tindakan
individu
lainnya.Wewenang
merupakan
hubungan antara dua individu dimana salah satunya adalah atasan dan yang lainnya bawahan.8 Sedangkan menurut Philipus M. Hadjon mengatakan bahwa
5
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003, edisi ketiga, Balai Pustaka Jakarta, hlm.1272. Ridwan HR, Op.cit, hlm.98. 7 ibid, hlm. 99. 8 Herbert A Simon, 1984, Perilaku Administrasi, terjemahan cetakan Kedua, PT Bina Aksara, Jakarta, hlm. 195. 6
30
wewenang terdiri atas sekurang-kurangnya ada tiga komponen hukum yaitu sebagai berikut : 1) Pengaruh, Komponen pengaruh ini menekankan pengunaan wewenang yang dimaksudkan untuk mengendalikan perilaku subjek hukum. 2) Dasar Hukum, komponen dasar hukum ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa wewenang itu harus mempunyai dasar hukum yang jelas. 3) Komfomitas Hukum, komponen komfornitas hukum ini dimakasudkan untuk menjelaskan bahwa wewenang itu haruslah mempunyai suatu standar yaitu standar umum untuk semua jenis wewenang dan standar khusus untuk semua wewenang.9 Menurut S.F. Marbun dalam bukunya
yang berjudul Peradilan
Administrasi Negara dan Upaya Administratif di Indonesia menyatakan bahwa wewenang adalah kemampuan untuk melakukan suatu tindakan hukum publik atau secara yuridis wewenang adalah kemampuan untuk bertindak sesuai dengan yang diberikan oleh undang-undang yang berlaku untuk melakukan hubunganhubungan hukum. Sedangkan menurutnya secara pribadi kewenangan adalah kekuasaan yang diformalkan baik terhadap segolongan orang tertentu, maupun kekuasaan terhadap suatu bidang pemerintahan secara bulat yang berasal dari kekuasaan legislatif maupun kekuasaan dari pemerintah. Jadi kewenangan merupakan kumpulan dari wewenang-wewenang.10 2.2.2 Jenis-Jenis Kewenangan 9
Philipus M Hadjon, 2008, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gdjah Mada University Perss, Yogyakarta, hlm.135. 10 SF Marbun, Op.cit, hlm. 135.
31
a) Berdasarkan Sumber dan Cara Memperoleh Kewenangan Berdasarkan dengan pilar negara hukum, yaitu asas legalitas atau legaliteitsbeginsel atau het beginsel van wetmatigheid van bestuur, maka berdasarkan prinsip ini tersirat bahwa wewenang pemerintahan berasal dari undang-undang, artinya sumber wewenang bagi pemerintah adalah peraturan perundang-undangan. Secara teoritik kewenangan yang bersumber dari peraturann perundang-undangan tersebut diperoleh melalui tiga cara yaitu atribusi, delegasi, dan mandat. Berdasarkan buku DR Ridwan HR, HD Van Wijk/Willem Konijnenbelt menjelaskan mengenai Kewenangan yang diperoleh melalui tiga cara tersebut yaitu sebagai berikut: 1) Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undangundang kepada organ pemerintahan. Artinya bahwa wewenang untuk membuat suatu keputusan langsung bersumber pada undang-undang. Kewenangan ini disebut juga kewenangan asli. 2) Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan kepada pemerintahan lainnya. Artinya adalah adanya penyerahan
wewenang
untuk
membuat
keputusan
oleh
pejabat
pemerintahan kepada pihak lain, atau dengan kata lain pemindahan tanggung jawab dari yang memberi delegasi atau yang disebut delegans kepada yang menerima delegasi atau yang disebut delegataris. 3) Mandat
terjadi
pada
saat
organ
pemerintahan
mengizinkan
kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya. Artinya organ pemerintahan yang merupakan atasan memberikan wewenang kepada
32
bawahan untuk membuat suatu keputusan atas namanya sebagai pejabat yang memberikan mandat dan tanggung jawab pemberi mandat bukan menjadi tanggung jawab dari penerima mandat atau yang disebut mandataris.11 Mengenai atribusi, delagasi, dan mandat diatur juga pada UU No. 30 Tahun 2014 pada pasal 1 angka 21, angka 22, dan angka 23 yaitu sebagai berikut: a. Berdasarkan pasal 1 angka 21 atribusi adalah pemberian kewenangan kepada badan atau pejabat pemerintahan oleh Undang-Undang Dasar 1945 atau UndangUndang.
b. Berdasarkan pasal 1 angka 22 delegasi adalah pelimpahan kewenangan dari badan atau pejabat pemerintahan yang lebih tinggi kepada badan atau pejabat pemerintahan yang lebih rendah dengan tanggung jawab dan tanggung gugat beralih sepenuhnya kepada penerima delegasi.
c. Berdasarkan pasal 1 angka 23 mandat adalah pelimpahan kewenangan dari badan atau pejabat pemerintahan yang lebih tinggi kepada badan atau pejabat pemerintahan yang lebih rendah dengan tanggung jawab dan tanggung gugat tetap berada pada pemberi mandat.
Berdasarkan keterangan tersebut tampak bahwa mengetahui sumber dan cara memperoleh wewenang organ pemerintahan ini penting dalam kajian hukum administrasi negara karena berkenaan dengan pertanggungjawaban hukum dalan penggunan
11
wewenang.
Setiap
pemberian
Ridwan HR, Op.cit, hlm. 101-102.
kewenangan
kepada
pejabat
33
pemerintahan pasti tersirat di dalamnya pertanggungjawaban dari pejabat yang bersangkutan.12 b) Berdasarkan Sifat dari Kewenanagan Menurut kepustakaan terdapat pembagian wewenang berdasarkan sifat yakni terikat, fakultatif, dan bebas. Hal ini berkaitan dengan kewenangan pembuatan dan penerbitan keputusan-keputusan (beschikkingen) oleh organ pemerintah. Lebih lanjut Indroharto dalam bukunya DR Ridwan HR menjelaskan mengenai wewenang yang bersifat terikat, fakultatif, dan bebas yaitu sebagai berikut : 1) Wewenang Terikat adalah wewenang yang terjadi apabila peraturan dasarnya menentukan kapan dan dalam keadaan bagaimana wewenang tersebut dapat digunakan atau peraturan dasarnya sedikit banyak menentukan tentang isi dari keputusan yang harus diambil, dengan kata lain, terjadi apabila peraturan dasar menentukan isi dari keputusan yang harus diambil secara terperinci. 2) Wewenang Fakultatif adalah wewenang yang terjadi dalam hal badan atau pejabat tata usaha negara yang bersangkutan tidak wajib menerapkan wewenangnya, atau sedikit banyak masih ada pilihan sekalipun pilihan tersebut hanya dapat dilakukan dalam hal-hal atau keadaan-keadaan tertentu sebagaimana yang telah ditentukan dalam peraturan dasar. 3) Wewenang Bebas adalah wewenang yang terjadi ketika peraturan dasarnya memberi kebebasan kepada badan atau pejabat tata usaha negara dalam
12
Ibid, hlm. 105.
34
menentukan sendiri mengenai isi dari keputusan yang akan dikeluarkannya atau peraturan dasarnya memberi ruang lingkup kebebasan kepada kepada badan atau pejabat tata usaha negara yang bersangkutan.13 2.3
Mutasi Kepegawaian
2.3.1 Pengertian Mutasi Kepegawaian Pada dasarnya mutasi adalah usaha menempatkan pegawai pada pekerjaan dan jabatan yang sesuai. Kata mutasi atau pemindahan secara umum tidaklah suatu hal yang dianggap tabu melainkan sudah sangat dikenal oleh masyarakat khususnya di kalangan PNS. Mutasi atau pemindahan adalah suatu kegiatan memindahkan pegawai dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lainnya yang dianggap setingkat atau sejajar.14 Akan tetapi mutasi tidak selamanya sama dengan pemindahan. Mutasi meliputi beberapa kegiatan yaitu, memindahkan pegawai, pemindahan tanggung jawab, pemindahan status kepegawaian, dan sejenisnya. Adapun pemindahan dimaksudkan hanya terbatas pada mengalihkan pegawai dari satu tempat ke tempat lain.15 Mutasi atau pemindahan merupakan suatu aktifitas rutin dan mutlak yang harus dilakukan khususnya pada pegawai di sebuah organisasi dalam rangka untuk mengembangkan pegawai menjadi lebih bertanggung jawab dalam pengembangan dan pembinaannya berdasarkan pada prinsip The Right Man in The Right Place yang artinya orang yang tepat pada tempat yang tepat. Karena tidak selamanya pegawai yang ditempatkan pada pekerjaan atau jabatannya pada suatu organisasi akan merasa cocok dan nyaman 13
Ibid, hlm. 107-109. Fathoni, Abdurrahmat, Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 32. 15 Hasibuan, Malayu S.P, 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta, hlm. 24. 14
35
dengan pekerjaan atau jabatan maupun lingkungan keja mereka. Hal tersebut bisa disebabkan oleh kemampuan dan kualifikasi yang dimiliki oleh pegawai tidak sesuai dengan beban tugas dan pekerjaan yang dibebankan dipundak mereka ataupun lingkungan pekerjaan yang kurang memberikan semangat dan kegairahan kepada mereka. Namun juga bukan merupakan suatu hal yang mustahil yang menjadi penyebab utama akan hal tersebut adalah lingkungan pekerjaan yang tibatiba berubah ataupun karena pribadi dari pegawai itu sendiri juga mengalami perubahan. Apabila terjadi gejala yang demikian maka akan dapat dijadikan bukti konkret adalah kuantitas dan kualitas kerja mereka, walaupun di sisi lain banyak faktor yang dapat dilihat, misalnya displin kerja, semangat atau kegairahan kerja, kelalaian atau kemangkiran, pemborosan, sering terjadi kerusakan dan sebagainya.16 Berdasarkan hal tersebut maka dengan demikian mutasi itu dilaksanakan dengan tujuan agar pekerjaan dapat dilakukan secara lebih efektif dan lebih efisien. Berdasarkan dari beberapa pengertian tersebut, dapat diasumsikan bahwa pelaksanaan mutasi di bidang kepegawaian lebih diarahkan untuk mencapai peningkatan kinerja secara efisien dan efektif sebagai bagian dari usaha-usaha untuk mempercepat pencapaian tujuan, melalui penempatan orang yang tepat pada tempat yang tepat, dengan tetap mempertimbangkan aspek pembinaan bagi aparatur negara yang meniti beratkan kepada sistem prestasi kerja.
16
I komang Ardana, 2012, Manajemen Sumber Daya Manusia, Graha Ilmu, Yogyakarta, hlm. 110-111.
36
2.4
Jabatan Kepegawaian
2.4.1 Pengertian Jabatan Jabatan ialah suatu lingkungan pekerjaan tetap (kring van vaste werkzaamheden) yang diadakan dan dilakukan guna kepentingan negara atau kepentingan umum. Tiap jabatan adalah suatu lingkungan pekerjaan tetap yang dihubungkan dengan organisasi sosial tertinggi yang disebut negara.17 Selain itu jabatan merupakan sekumpulan pekerjaan yang berisi tugas-tugas yang sama atau berhubungan satu dengan yang lain, dan yang dalam pelaksanaannya meminta suatu kecakapan, pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang juga sama meskipun tersebar di berbagai tempat. Menurut Logeman jabatan adalah suatu lembaga dengan lingkup pekerjaan sendiri yang dibentuk untuk waktu lama dan kepadanya diberikan tugas dan wewenang. Menurut Bagir Manan, jabatan adalah lingkungan pekerjaan tetap yang berisi fungsi-fungsi tertentu yang secara keseluruhan mencerminkan tujuan dan tata kerja suatu organisasi.18 Negara berisi dengan berbagai jabatan atau lingkungan kerja tetap dengan berbagai fungsi untuk mencapai tujuan negara, dengan kata lain jabatan adalah suatu lingkungan pekerjaan tetap (kring van vaste werkzaamheden) yang diadakan atau dilakukan guna kepentingan negara. Jabatan itu bersifat tetap, sementara pemegang jabatan (ambtsdrager) dapat bergantiganti. F.C.M.A. Michiels mengatakan, jabatan itu tetap para pejabat yang dapat berganti-ganti sebagai akibat dari adanya pemilihan atau pengangkatan.19
17
E. Utrecht, 1986, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Pustaka Tinta Mas, Surabaya, hlm. 200. 18 Ridwan HR, Op.cit, hlm. 70. 19 Ibid, hlm. 71.
37
Berdasarkan pada hukum administrasi yang menempatkan organ atau jabatan pemerintahan sebagai salah satu objek kajian utama, mengenal karakteristik dari jabatan pemerintahan merupakan sesuatu yang tak terelakkan. meskipun orang atau jabatan pemerintahan dapat melakukan perbuatan hukum perdata, mewakili badan hukum induknya, namun yang terpenting dalam konteks hukum administrasi negara adalah mengetahui organ atau jabatan pemerintahan dalam melakukan perbuatan hukum yang bersifat publik.20 P. Nicolai dan kawankawan menyebutkan beberapa ciri atau karakteristik yang terdapat pada jabatan atau organ pemerintahan, yaitu: a) Organ pemerintahan menjalankan wewenang atas nama dan tanggung jawab sendiri, yang dalam pengertian modern, diletakan sebagai pertanggungjawaban politik dan kepegawaian atau tanggung jawab pemerintah sendiri di hadapan Hakim. Organ pemerintahan adalah pemikul kewajiban tanggung jawab. b) Pelaksanaan wewenang dalam rangka menjaga dan mempertahankan norma hukum administrasi, organ pemerintahan dapat bertindak sebagai pihak tergugat dalam proses peradilan, yaitu dalam hal ada keberatan, banding, atau perlawanan. c) Di samping sebagai pihak tergugat, organ pemerintahan juga dapat tampil menjadi pihak yang tidak puas, artinya sebagai penggugat. d)
Pada prinsipnya organ pemerintahan tidak memiliki harta kekayaan sendiri. Organ pemerintahan merupakan bagian atau alat dari badan
20
Ibid, hlm. 73.
38
hukum menurut hukum privat dengan harta kekayaannya. Jabatan bupati/walikota adalah organ-organ dari badan umum kabupaten/kota. Berdasarkan aturan hukum badan umum inilah yang dapat memiliki harta kekayaan, bukan organ pemerintahannya. Apa yang disebutkan P. Nicolai khususnya pada ciri yang keempat dapat menimbulkan salah pengertian bagi sebagian orang, karena dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan para pejabat itu terlibat dan menggunakan harta dan kekayaan. Ada kesan yang kuat bahwa jabatan pemerintahan itu memiliki harta kekayaan dan digunakan untuk penyelengaraan tugas-tugas pemerintahan. Jika berpegang pada teori tentang badan hukum yang salah satu unsurnya memiliki harta kekayaan, maka apa yang dikemukakan oleh Nicolai tersebut sejalan dengan teori ilmu hukum dimana, jabatan tidak memiliki harta kekayaan. Dimana yang memiliki harta kekayaan adalah badan umum (oopenbaar lichaam) yang menjadi induk dari jabatan tersebut. Pendapat tersebut sama halnya seperti apa dikemukakan F.R. Bothlink, yang menyatakan bahwa, pembebanan untuk membayar ganti kerugian itu tidak diucapkan atau ditujukan terhadap organ, tetapi kepada badan umum terkait, karena hanya badan umum yang dapat membayar sebagai subjek harta kekayaan.21 Antara jabatan dan pejabat diatur dan tunduk pada hukum yang berbeda. Jabatan diatur oleh hukum tata negara dan hukum administrasi negara, sedangkan pejabat diatur dan tunduk pada hukum kepegawaian. Pejabat menampilkan dirinya dalam dua kepribadian yaitu selaku pribadi dan selaku personifikasi dari organ,
21
Ibid, hlm. 74.
39
yang berarti, selain diatur dan tunduk pada hukum kepegawaian juga tunduk pada hukum
keperdataan
dalam
kapasitasnya
selaku
individu
atau
pribadi
(privepersoon). Dalam hukum administrasi negara, tindakan hukum jabatan pemerintahan dijalankan oleh jabatan pemerintah. Dengan demikian kedudukan hukum
pemerintah
berdasarkan
hukum
publik
adalah
sebagai
wakil
(vertegenwoordiger) dari jabatan pemerintahan.22 2.4.2 Jenis-jenis Jabatan Aparatur Sipil Negara Jabatan ASN pada UU No. 5 tahun 2014 berbeda jauh dengan jabatan PNS yang berdasarkan pada sistem birokrasi baik itu dari segi istilah dan fungsi pokoknya. Kedudukan jabatan PNS pada sistem birokrasi indonesia yang berlaku sebelum diundangkannya UU No. 5 tahun 2014 dianggap belum sempurna menjadi satu pertimbangan pelaksanaan reformasi birokrasi. Pada sistem birokrasi pemerintah sebelum diundangkannya UU No. 5 tahun 2014 dikenal adanya jabatan karier, yaitu sebuah jabatan dalam lingkungan birokrasi yang hanya dapat diduduki oleh PNS. Jabatan karier dimaksud dapat dibedakan menjadi dua macam jabatan yaitu sebagai berikut: 1) Jabatan Struktural, yaitu jabatan yang secara tegas ada dalam struktur organisasi. Kedudukan jabatan struktural bertingkat-tingkat dari tingkat yang terendah (eselon IV/b) hingga yang tertinggi (eselon I/a). Contoh jabatan struktural di PNS Pusat adalah: Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, Kepala Biro, dan Staf Ahli. Sedangkan contoh jabatan struktural di PNS Daerah adalah: sekretaris daerah, kepala dinas/badan/kantor,
22
Ibid, hlm 79.
40
kepala bagian, kepala bidang, kepala seksi, camat, sekretaris camat, lurah, dan sekretaris lurah. 2) Jabatan Fungsional, yaitu jabatan teknis yang tidak tercantum dalam struktur organisasi, tetapi dari sudut pandang fungsinya sangat diperlukan dalam pelaksansaan tugas-tugas pokok organisasi, misalnya: auditor (Jabatan Fungsional Auditor atau JFA), guru, dosen, dokter, perawat, bidan, apoteker, peneliti, perencana, pranata komputer, statistisi, pranata laboratorium pendidikan, dan penguji kendaraan bermotor. Berdasarkan pada UU No. 5 tahun 2014 dalam hal jabatan ASN diatur pada pasal 13. Dimana jenis jabatan ASN terdiri dari jabatan administrasi, jabatan fungsional, dan jabatan pimpinan tinggi. Jabatan administrasi pada ASN seperti yang ada pada pasal 13 tersebut adalah sekelompok jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan publik, dan administrasi pemerintahan serta pembangunan. Pejabat administrasi adalah pegawai ASN yang menduduki jabatan administrasi pada instansi pemerintah. Jabatan administrasi dibagi lagi menjadi tiga dan diatur dalam pasal 14, dimana jenis jabatan administrasi terdiri atas: a. Jabatan administrator, dimana merupakan jabatan yang bertanggung jawab memimpin pelaksanaan seluruh kegiatan pelayanan publik serta administrasi pemerintahan dan pembangunan. b. Jabatan pengawas, dimana merupakan jabatan yang sebagaimana bertanggung jawab mengawasi pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh pejabat pelaksana.
41
c. Jabatan pelaksana, dimana merupakan jabatan yang bertanggung jawab dalam melaksanakan kegiatan pelayanan publik serta administrasi pemerintahan dan pembangunan. Jabatan fungsional pada ASN seperti yang ada pada pasal 13 tersebut adalah sekelompok jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu. Jabatan fungsional dibagi lagi menjadi dua jenis jabatan fungsional sebagaimana yang diatur dalam pasal 18 yang menyatakan bahwa: Jabatan Fungsional dalam ASN terdiri atas jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional keterampilan. (2) Jabatan fungsional keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. ahli utama; b. ahli madya; c. ahli muda; dan d. ahli pertama. (3) Jabatan fungsional keterampilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. penyelia; b. mahir; c. terampil; dan d. pemula. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Jabatan pimpinan tinggi seperti yang ada pada pasal 13 tersebut adalah sekelompok jabatan tertinggi pada instansi dan perwakilan. Jabatan pimpinan tinggi dibagi lagi menjadi tiga jenis jabatan pimpinan tinggi sebagaimana yang diatur dalam pasal 19 yang menyatakan bahwa: (1) Jabatan Pimpinan Tinggi terdiri atas: a. jabatan pimpinan tinggi utama; b. jabatan pimpinan tinggi madya; dan c. jabatan pimpinan tinggi pratama.
42
(2) Jabatan Pimpinan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi memimpin dan memotivasi setiap Pegawai ASN pada Instansi Pemerintah melalui: a. kepeloporan dalam bidang: 1. keahlian profesional; 2. analisis dan rekomendasi kebijakan; dan 3. kepemimpinan manajemen. b. pengembangan kerja sama dengan instansi lain; dan c. keteladanan dalam mengamalkan nilai dasar ASN dan melaksanakan kode etik dan kode perilaku ASN. (3) Untuk setiap Jabatan Pimpinan Tinggi ditetapkan syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, rekam jejak jabatan dan integritas, serta persyaratan lain yang dibutuhkan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, rekam jejak jabatan dan integritas, serta persyaratan lain yang dibutuhkan Jabatan Pimpinan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2.5
Disiplin Pegawai Negeri Sipil
2.5.1
Pengertian Disiplin Pegawai Negeri Sipil Sebelum membahas mengenai displin PNS secara lebih mendalam, ada
baiknya terlebih dahulu kita harus mengetahui apa arti atau makna dari displin itu sendiri. Pengertian disiplin dapat dikonotasikan sebagai suatu hukuman, meskipun arti yang sesungguhnya tidaklah demikian. Disiplin berasal dari bahasa latin Disciplina yang berarti latihan atau pendidikan kesopanan dan kerohanian serta pengembangan tabiat. Jadi sifat disiplin berkaitan dengan pengembangan sikap yang layak terhadap pekerjaan.23 Selain itu yang dimaksud dengan disiplin adalah sikap mental yang tercermin dalam perbuatan, tingkah laku perorangan, kelompok atau masyarakat yang berupa kepatuhan atau ketaatan terhadap peraturanperaturan yang ditetapkan pemerintah atau etik, norma serta kaidah yang berlaku
23
IG Wursanto, 1989, Managemen Kepegawaian, Kenisisus, Yogyakarta, hlm.108.
43
dalam masyarakat.24 Menurut Sutopo Yuwono diungkapkan bahwa disiplin adalah sikap kejiwaan dari seseorang atau kelompok orang yang senantiasa berkehendak untuk mengikuti atau mematuhi keputusan yang telah ditetapkan.25 Alfred R. Lateiner dan I.S. Levine juga telah memberikan definisi dari disiplin, dimana disiplin merupakan suatu kekuatan yang selalu berkembang di tubuh para pekerja yang membuat mereka dapat mematuhi keputusan dan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan.26 Jadi Disiplin PNS adalah kesanggupan dari PNS untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan serta peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar akan dijatuhi hukuman disiplin. Peraturan disiplin adalah suatu peraturan yang memuat keharusan, larangan, dan penjatuhan sanksi apabila keharusan tidak dilaksanakan dan larangan itu dilanggar. Bentuk lain dari disiplin bagi PNS adalah ketepatan dalam melaksanakan tugas kerjanya atau lebih menekankan pada output (hasil). Seorang PNS dituntut untuk dapat melaksanakan dan menyelesaikan tugas sesuai dengan aturan dan jadwal yang telah ditentukan. Pada lingkungan pegawai negeri dalam rangka menjamin tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas dan pekerjaan, telah dibuat suatu ketentuan peraturan disiplin bagi PNS. Mengenai ketentuan peraturan disiplin PNS yang dimaksud telah
diatur pada Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS (lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2010 nomor 74 dan tambahan 24
Wirjo Surachmad, 1993, Wawasan Kerja Aparatur Negara, Pustaka Jaya, Jakarta,
hlm.24. 25
Nurlita Witarsa, 1988, Dasar-Dasar Produksi, Karunika, Jakarta, hlm. 102. I.S. Livine, 1980, Teknik Memimpin Pegawai dan Pekerja, terjemahan oleh Iral Soedjono, Cemerlang, Jakarta, hlm. 71. 26
44
lembaran Negara Republik Indonesia nomor 5135), yang selanjutnya disebut PP No. 53 tahun 2010 ini mengatur hal-hal seperti kewajiban, larangan, dan hukuman disiplin yang dapat dijatuhkan kepada PNS yang telah terbukti melakukan pelanggaran. Bagi PNS yang dijatuhi hukuman disiplin diberikan hak untuk membela diri melalui upaya administratif, sehingga dapat dihindari terjadinya kesewenang-wenangan dalam penjatuhan hukuman disiplin. 2.5.2
Macam-macam Larangan bagi Pegawai Negeri Sipil PNS sebagai unsur dari aparatur negara, abdi negara, dan abdi masyarakat
selain mempunyai hak dan kewajiban terdapat juga larangan-larangan yang tidak boleh dilanggar oleh PNS dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya untuk negara, dimana seorang PNS dilarang untuk hal-hal seperti yang telah diatur dalam pasal 4 PP No. 53 tahun 2010 yaitu sebagai berikut : 1. Menyalahgunakan wewenang; 2. Menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi ataupun untuk pihak lain dengan menggunakan kewenangan orang lain; 3. Tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain atau pada lembaga atau organisasi internasional; 4. Bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau menjadi bagian lembaga swadaya masyarakat asing; 5. Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barang-barang baik itu barang yang bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau surat berharga milik negara secara tidak sah; 6. Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan Negara; 7. Memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun baik secara langsung atau tidak langsung dan dengan dalih apapun untuk diangkat dalam jabatan; 8. Menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya; 9. Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya;
45
10. Melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang dapat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani; 11. Menghalangi berjalannya tugas kedinasan; 12. Memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara: a) Ikut serta sebagai pelaksana kampanye; b) Menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS; c) Sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain; dan/atau d) Sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara 13. Memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden dengan cara: a) membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau b) mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat; 14. memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan Daerah atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai foto kopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk sesuai peraturan perundangundangan; dan 15. memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dengan cara: a) terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah; b) menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye; c) membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau d) mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat. 2.5.3
Jenis-jenis Pelanggaran Disiplin Pegawai Negeri Sipil Pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS
yang tidak menaati kewajiban dan melanggar larangan ketentuan disiplin PNS, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja. PNS yang melakukan
46
pelanggaran disiplin dapat dijatuhi hukuman displin oleh pejabat yang berwenang untuk menghukum.27 Berdasarkan pada PP No. 53 Tahun 2010 Jenis-Jenis Pelanggaran Disiplin PNS dibagi menjadi dua macam yaitu sebagai berikut : 1. Pelanggaran terahadap kewajiban PNS, 2. Pelanggaran terhadap terhadap larangan bagi PNS. Mengenai pelanggaran terhadap kewajiban diatur dalam pasal 8, pasal 9, dan pasal 10. Sedangkan Pelanggaran terhadap terhadap larangan bagi PNS diatur dalam pasal 11, pasal 12, dan pasal 13 PP No. 53 Tahun 2010. 2.5.4
Tingkat dan Jenis Hukuman Disiplin Pegawai Negeri Sipil
A. Tingkat Hukuman Disiplin Hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan kepada PNS karena telah melanggar peraturan disiplin PNS. Pelanggaran itu bisa berupa pelanggaran terhadap kewajiban PNS dan pelanggaran terhadap larangan bagi PNS. Berbicara tentang Disiplin PNS, maka harus mengetahui juga mengenai tingkat dan jenis hukuman Disiplin bagi seorang PNS apabila terjadi suatu pelanggaran terhadap aturan disiplin itu sendiri. Tingkat dan jenis hukuman disiplin bagi PNS diatur dalam pasal 7 PP No. 53 tahun 2010. Tingkat hukuman disiplin bagi PNS itu dibagi menjadi tiga jenis yaitu sebagai berikut : 1) Tingkat Hukuman Disiplin Ringan 2) Tingkat Hukuman Disiplin Sedang 3) Tingkat Hukuman Disiplin Berat
27
Miftah Thoha MPA, 2008, Manajemen Kepegawaian Sipil Di Indonesia, Kencana, Jakarta, hlm. 76-77.
47
B. Tingkat Hukuman Disiplin PNS Jenis hukuman disiplin bagi PNS itu dibagi menjadi tiga jenis yaitu sebagai berikut : 1. Jenis hukuman disiplin ringan biasanya berupa : a.
Teguran Lisan Teguran lisan adalah hukuman disiplin yang berupa teguran yang
dinyatakan dan disampaikan secara langsung oleh pejabat yang berwenang untuk menghukum kepada PNS yang melakukan pelanggaran disiplin. b.
Teguran Tertulis Teguran Tertulis adalah hukuman disiplin yang berupa teguran yang
dinyatakan dan disampaikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang untuk menghukum PNS yang melakukan pelanggaran. c.
Penyataan Rasa Ketidakpuasan atas Kinerja Secara Tertulis. Pernyataan rasa tidak puas secara tertulis adalah hukuman disiplin yang
berupa pernyataan rasa tidak puas yang dinyatakan dan disampaikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang untuk menghukum PNS yang melakukan pelanggaran. 2. Jenis hukuman disiplin sedang biasanya berupa : a) penundaan kenaikan gaji berkala selama satu tahun, b) penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun, c) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama satu tahun. 3. Jenis hukuman disiplin berat biasanya berupa : a) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama tiga tahun,
48
b) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah, c) pembebasan dari jabatan, d) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS, e) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.