BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Kemampuan Berpikir Kreatif
2.1.1 Pengertian Berpikir Berbicara mengenai kemampuan berpikir kreatif terlebih dahulu akan dijelaskan sepintas tentang definisi berpikir itu sendiri. Berpikir merupakan suatu kemampuan mental yang ada di dalam setiap individu. Berpikir menurut Kamus Bahasa Indonesia (2002: 872) adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan atau memutuskan sesuatu. Menurut Yuli (2009) berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang bila mereka dihadapkan pada suatu masalah atau situasi yang harus dipecahkan. Sedangkan menurut Ruggiero (Yuli, 2009: 11) mengartikan berpikir adalah suatu aktivitas mental untuk membantu memformulasikan atau memecahkan suatu masalah, membuat keputusan dan memenuhi hasrat keinginan (fulfil a destre to understand). Pendapat ini menunjukan bahwa ketika seseorang merumuskan suatu masalah maka ia melakukan suatu aktivitas berpikir.
2.1.2 Pengertian Berpikir Kreatif Tidak dapat dipungkiri bahwa kehidupan di era globalisasi sekarang ini telah membawa siswa dan anak-anak, umumnya yang hidup di daerah perkotaan, pada pemanjaan berbagai kebutuhan hidup yang serba instant. Menurut Nurina (2007:16) jika hal ini tidak disikapi dan diantisipasi sedini mungkin, tidak 13
14
menutup kemungkinan akan menjadikan salah satu penyebab terhambatnya perkembangan kreativitas mereka. R. J. Swartz dan D. N. Perkins (Hassoubah, 2008: 35) mengatakan bahwa berpikir yang baik atau lebih baik dapat dikonseptualisasikan dari tingkah laku yang ditunjukkan seseorang. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa berpikir baik akan menunjukkan seseorang dapat membuat kesimpulan yang terpercaya, memiliki wawasan yang luas, membuat keputusan yang bijak, menghasilkan produk yang baik, dan penemuan yang kreatif. Menurut Ruseffendi (Fatimah, 2008: 15) manusia yang berpikir kreatif adalah manusia yang selalu ingin tahu, fleksibel, awas dan sensitif terhadap reaksi dan kekeliruan, mengemukakan pendapat dengan teliti dan penuh keyakinan, tidak tergantung pada orang lain, tidak begitu saja menerima suatu pendapat, dan kadang-kadang susah diperintah. Jadi orang kreatif itu tidak hanya cerdas dan berbakat khusus saja, selain itu manusia kreatif berbeda dengan manusia rajin karena manusia rajin belum tentu cerdas. Sedangkan menurut Coleman dan Hammen (Megalia 2010: 12) berpikir kreatif adalah pola yang mampu menghasilkan metode baru, konsep baru, pemahaman baru, penemuan baru, dan karya baru. Dalam berpikir kreatif ada juga yang disebut kreativitas. Kreativitas seringkali diartikan sebagai mewujudkan atau menciptakan sesuatu dari yang tidak ada menjadi ada. Dengan kata lain kreativitas adalah produk dari berpikir kreatif. Menurut Munandar (1994: 34) mengemukakan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk membentuk kombinasi baru, berdasarkan data atau informasi,
15
atau unsur-unsur yang sudah ada atau sudah dikenal sebelumnya yaitu semua pengalaman dan pengetahuan yang telah diperoleh seseorang selama kehidupan baik di lingkungan sekolah, keluarga maupun dari lingkungan masyarakat. Sedangkan menurut Suryadi (2005: 26) mengatakan bahwa kreativitas berdasarkan hasil dari penelitian para ahli, pada akhirnya mereka mengemukakan bahwa kreativitas merupakan hasil aktivitas mental yang melibatkan komponenkomponen otak. Kreativitas itu sendiri muncul sebagai akibat dari terjadinya aktivitas mental yang meliputi aspek pengetahuan, imajinasi logika, intuisi kemunculan idea tak terduga dan evaluasi konstruktif untuk mengungkapkan hubunganhubungan baru antara idea dan objek tertentu. Dari pendapat yang telah dipaparkan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada intinya kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk menciptakan sesuatu yang baru dan merupakan hasil kombinasi dari beberapa data atau informasi yang diperoleh sebelumnya terwujud dalam suatu gagasan atau karyanya. Munandar (Wulansari, 2009: 36) mengemukakakn ciri-ciri pribadi yang kreatif yaitu: imajinatif, mempunyai minat yang luas, mandiri dalam berpikir, penuh energi, percaya diri, berani mengambil resiko, dan berani dalam pendirian dan keyakinan.
16
2.1.3 Ciri-Ciri Berpikir Kreatif Menurut Wicoff (Rizki, 2010: 28), individu yang kreatif membawa makna atau tujuan baru dalam suatu tugas, menemukan penggunaan baru, menyelesaikan masalah atau memberikan nilai tambah atau keindahan. Munandar (Wulansari, 2009: 36) mengemukakan ciri-ciri pribadi yang kreatif yaitu: imajinatif, mempunyai minat yang luas, mandiri dalam berpikir, penuh energi, percaya diri, berani mengambil resiko, dan berani dalam pendirian dan keyakinan. Adapun yang termasuk ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif menurut Munandar (Megalia, 2010: 14) sebagai berikut: 1. Fluency (keterampilan berpikir lancar) a. Definisi -
Mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah atau pertanyaan.
-
Memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal.
-
Selalu memikirkan lebih dari satu jawaban.
b. Perilaku -
Mengajukan pertanyaan.
-
Menjawab dengan sejumlah jawaban jika ada pertanyaan.
-
Mempunyai banyak gagasan mengenai suatu masalah.
-
Bekerja dengan cepat.
-
Dapat dengan cepat melihat kesalahan atau kekurangan pada suatu objek atau situasi.
17
2. Flexibility (keterampilan berpikir luwes) a. Definisi -
Menghasilkan gagasan, jawaban atau pertanyaan yang bervariasi.
-
Dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda.
-
Mencari banyak alternatif atau arah yang berbeda-beda.
-
Mampu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran.
b. Perilaku -
Memberikan macam-macam interpretasi terhadap suatu gambar, cerita atau masalah.
-
Menerapkan suatu konsep atau asas dengan cara yang berbeda-beda.
-
Jika diberi suatu masalah biasanya memikirkan macam-macam cara yang berbeda untuk memecahkannya.
3. Originality (keterampilan berpikir orisinal) a. Definisi -
Mampu melahirkan ungkapan yang baru dan unik.
-
Memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri.
-
Mampu membuat kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur.
b. Perilaku -
Memikirkan masalah-masalah atau hal-hal yang tidak pernah terpikirkan oleh orang lain.
18
-
Mempertanyakan cara-cara lama dan berusaha memikirkan cara-cara yang baru.
-
Memiliki cara berpikir lain daripada yang lain.
-
Lebih senang mengsintesis daripada menganalisis situasi.
4. Elaboration a. Definisi -
Mampu
memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau
produk. -
Menambahkan atau memperinci detail-detail dari suatu objek, gagasan atau situasi sehingga lebih menarik.
b. Perilaku -
Mencari arti yang lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan melakukan langkah-langkah yang terperinci.
-
Mengembangkan atau memperkaya gagasan orang lain.
-
Mencoba menguji detail-detail untuk melihat arah yang akan ditempuh.
-
Mempunyai rasa keindahan yang kuat sehingga tidak puas dengan penampilan yang kosong atau sederhana.
-
Menambahkan garis-garis atau warna-warna dan detail-detail terhadap gambarnya sendiri atau orang lain.
-
Mencari arti yang lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan melakukan langlah-langkah yang terperinci.
19
5. Keterampilan Mengevaluasi a. Definisi -
Menentukan patokan evaluasi sendiri dan menentukan apakah suatu pertanyaan benar, suatu rencana sehat atau suatu tindakan bijaksana.
-
Mampu mengambil keputusan terhadap situasi yang terbuka
-
Tidak hanya mencetuskan gagasan tetapi juga melaksanakannya.
b. Perilaku -
Memberikan pertimbangan atas dasar sudut pandangnya sendiri.
-
Menganalisis masalah atau penyelesaian secara kritis dengan selalu menanyakan “mengapa?”
-
Mempunyai
alasan
yang
dapat
dipertanggungjawabkan
untuk
mencapai suatu keputusan. -
Pada waktu tertentu tidak menghasilkan gagasan tetapi menjadi peneliti atau penilai yang kritis.
-
Merancang suatu rencana kerja dari gagasan-gagasan yang tercetus. Berdasakan pemaparan di atas dapat disimpulkan bawha pengertian
berpikir kreatif adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk menentukan dan menyelesaikan masalah dan dapat menciptakan ide, gagasan, cara metode, dan proses yang baru dan inovatif dengan indikatornya adalah fluency, flexibility, originality, elaboration, dan evaluasi.
20
2.2
Model Pembelajaran Learning Cycle Model pembelajaran perlu dipahami agar guru dapat melaksanakan
pembelajaran secara efektif dalam meningkatkan hasil pembelajaran. Dalam penerapannya model pembelajaran harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan siswa karena masing-masing model pembelajaran memiliki tujuan, prinsip, dan tekanan yang berbeda-beda. Menurut Dahlan (dalam Isjoni, 2009: 49) model mengajar dapat diartikan sebagai suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di depan kelas. Sedangkan pembelajaran menurut Gagne (dalam Isjoni, 2009: 50) bahwa dalam proses pembelajaran siswa berada dalam posisi proses mental yang aktif, dan guru berfungsi mengkondisikan terjadinya pembelajaran. Model pembelajaran menurut Joice dan Weil (dalam Isjoni, 2009: 50) adalah suatu pola atau rencana yang sudah direncanakan sedemikian rupa dan digunakan untuk menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelasnya. Model pembelajaran juga salah satu cara variasi untuk membantu guru mengajar agar siswa terhindar dari rasa bosan dan tercipta suasana belajar yang nyaman dan menyenangkan. Salah satu model pembelajaran tersebut adalah model pembelajaran Learning Cycle (LC). Model pembelajaran Learning Cycle merupakan model pembelajaran yang dapat meningkatkan konsep yaitu bagaimana pengetahuan itu dibangun dalam pikiran siswa dan keterampilan siswa dalam menemukan pengetahuan secara bermakna serta mengaitkan antara pengetahuan lama dengan pengetahuan
21
baru dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam bahasa Indonesia Learning Cycle disebut siklus belajar. Menurut
Learning Cycle
merupakan model pembelajaran yang terdiri dari fase-fase atau tahap-tahap kegiatan yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif Dengan kata lain pembelajaran dengan menggunakan model Learning Cycle berpusat pada siswa dan guru hanya sebagai fasilitator. Pada awalnya Karplus dan Their (Akar, 2005:20) mengemukakan bahwa ketiga tahapan dalam siklus belajar adalah exploration (mengidentifikasi),, invention (menemukan), dan discovery (penemuan kembali). Tetapi hal ini terus mengalami perkembangan hingga Lawson (1995:136) mengemukakan bahwa ada tiga tahapan dalam siklus belajar yang kemudian istilahnya diganti dengan Exploration (mejelajahi), Concept Introduction (pengenalan konsep), Concept Aplication (mengaplikasi konsep). Walaupun istilah ini digunakan untuk ketiga fase ini berbeda akan tetapi tujuan dan pembelajarannya masih tetap sama. 1. Tahap Eksplorasi, pada tahap ini siswa secara langsung diberi kesempatan menggunakan pengetahuan awalnya untuk mengobservasi, memahami fenomena alam dan percobaan. Kemudian belajar menemukan masalah yang terjadi dan menemukan konsep dari pemikiran serta pengalaman yang didapat. 2. Tahap pengenalan konsep, pada tahap ini guru memberikan kesempatan kepada siswa berdiskusi mengenai penemuan yang didapatnya pada tahapan eksplorasi, kemudian guru memberikan penjelasan dan pemantapan terhadap konsep yang sebenarnya.
22
3. Tahap aplikasi konsep, pada tahap ini guru memberikan berbagai persoalan dengan konteks yang berbeda untuk diselesaikan oleh siswa dengan konsep yang telah mereka dapat pada tahap eksplorasi dan mendemonstrasikannya. Model tersebut selanjutnya dikembangkan dan dirinci lagi dikembangkan oleh Prof. Rodger Bybee (2006:2) menjadi lima fase yang dikenal dengan sebutan model 5E yaitu Engage (mengajak), Exploration (menjelajahi/menyelidiki), Explanation (menjelaskan), Elaboration (pengembangan) dan Evaluation (evaluasi). Setiap fase memiliki fungsi khusus yang dimaksudkan untuk menyumbang proses belajar dikaitkan dengan asumsi tentang aktivitas mental dan fisik siswa serta strategi yang digunakan guru. Tahap-tahap dalam Learning Cycle yang dikemukakan oleh Bybee (2006:2) ini sering disebut 5E, kelima tahapan itu meliputi: “engage (mengajak), explore (menyelidiki), explain (menjelaskan), elaboration (memperluas), dan evaluate (menilai)”. Kelima tahap itu diterjemahkan sebagai berikut: 1. Engagement (mengajak), pada tahap ini guru berusaha membangkitkan minat dan keingintahuan siswa tentang materi yang akan diajarkan. Hal ini dilakukan dengan cara mengajukan permasalahan yang berhubungan dengan topik bahasan yang akan diajarkan. Dengan demikian, siswa akan memberi respon atau jawaban, kemudian jawaban siswa dapat dijadikan pijakan oleh guru untuk mengetahui pengetahuan awal siswa tentang pokok bahasan yang akan diajarkan. Kemudian guru perlu melakukan identifikasi ada atau tidaknya kesalahan konsep pada siswa.
23
2. Explore (menyelidiki), pada tahap ini, siswa mengorganisasikan ke dalam kelompok belajar, kemudian diberi kesempatan untuk bekerjasama dalam kelompok tanpa pembelajaran langsung dari guru. Siswa didorong untuk membuktikan
hipotesis,
mencoba
alternative
pemecahannya
dengan
melakukan pengamatan, mengumpulkan data, diskusi dengan kelompoknya dan membuat suatu kesimpulan. Pada tahap ini, guru berperan sebagai fasilitator dan motivator. 3. Explain (menjelaskan), pada tahap ini, guru mendorong siswa untuk menjelaskan konsep-konsep yang telah diperoleh ketika tahap explore dengan pemikiran sendiri. Guru meminta bukti dan klarifikasi dari penjelasan siswa dan mengarahkan kegiatan diskusi. Dengan adanya diskusi, guru memberi definisi dan penjelasan tentang konsep yang dibahas dengan menggunakan penjelasan siswa. 4. Elaboration (memperluas), pada tahap ini, siswa menerapkan konsep dan keterampilan yang telah dipelajari dalam situasi baru. Pada tahap ini, siswa akan menggunakan konsep yang telah dikuasai untuk menjadi pertanyaan, memecahkan masalah dan membuat keputusan. 5. Evaluate (menilai), pada tahap ini guru mengamati pengetahuan atau pemahaman siswa. Siswa dapat melakukan evaluasi diri dengan mengajukan pertanyaan dan mencari jawaban dari bukti dan penjelasan yang telah diperoleh sebelumnya. Selain itu, siswa dapat mengetahui kekurangan atau kelebihannya dalam proses pembelajaran yang telah dilakukan. Pada tahap ini,
24
guru dapat memberikan pertanyaan yang akan mendorong siswa untuk melakukan penyelidikan yang lebih lanjut dimasa yang akan datang. Kelima tahapan tersebut dapat digambarkan dalam bentuk siklus seperti di bawah ini:
Gambar 2.1 Diagram Learning Cycle 5E Menurut Rodger Bybee (2006:2) Kelima tahapan di atas adalah hal-hal hal hal yang harus dilakukan dalam menerapkan model Learning Cycle 5E. Guru dan siswa mempunyai peran masingmasing masing dalam setiap kegiatan pembelajaran. Kegiatan guru dan siswa selama proses pembelajaran dengan menerapkan model Learning Cycle 5E dapat dijabarkan dalam Tabel 2.1 berikut:
25
Tabel 2.1 Kegiatan Guru dan Siwa Pada Model Learning Cycle 5E
Tahapan model Learning Cycle 5E
Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa
Engage (mengajak)
Membangkitkan minat dan keingintahuan siswa.
Mengembangkan minat dan rasa ingin tahu terhadap materi yang akan diajarkan.
Engage (mengajak)
Mengajukan pertanyaan mengenai permasalahan yang berhubungan dengan materi yang akan diajarkan.
Memberi respon terhadap pertanyaan guru.
Explore (menyelidiki)
Membentuk kelompok, memberi kesempatan untuk bekerja sama dalam kelompok secara mandiri
Membentuk kelompok dan berusaha bekerja dalam kelompok.
Explore (menyelidiki)
Guru berperan sebagai fasilitator.
Membuktikan hipotesis yang sudah dibuat pada tahap sebelumnya, mencoba alternatif pemecahannya dengan melakukan pengamatan, mengumpulkan data, diskusi dengan kelompoknya dan membuat suatu kesimpulan.
Explain (menjelaskan)
Mendorong siswa untuk menjelaskan konsep dengan kalimat mereka sendiri.
Mencoba memberikan penjelasan terhadap konsep yang ditemukan.
Explain (menjelaskan)
Mendorong siswa untuk menjelaskan konsep dengan kalimat mereka sendiri.
Mencoba memberikan penjelasan terhadap konsep yang ditemukan.
26
Tahapan model Learning Cycle 5E
Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa
Memandu diskusi.
Melakukan diskusi.
Explain (menjelaskan)
Memberi definisi dan penjelasan tentang konsep yang dibahas dengan menggunakan penjelasan siswa.
Mendengarkan dan memahami penjelasan guru.
Elaboration (memperluas)
Mengingatkan siswa pada penjelasan alternatif dan mempertimbangkan data saat mereka mengeksplorasikan situasi baru.
Menerapkan konsep dan keterampilan dalam situasi baru dan menggunakan label dan definisi formal.
Explain (menjelaskan)
Elaboration (memperluas)
Mendorong dan memfasilitasi siswa untuk menerapkan konsep dalam situasi yang baru.
Memecahkan masalah, membuat keputusan, melakukan percobaan dan pengamatan.
Evalute (menilai)
Mengamati pengetahuan dan pemahaman siswa.
Mengevaluasi belajarnya sendiri dengan mengajukan pertanyaan dan mencari jawaban dari bukti dan penjelasan yang telah diperoleh sebelumnya.
Evalute (menilai)
Mendorong siswa melakukan evaluasi diri.
Mengambil kesimpulan lanjut atau situasi belajar yang dilakukannya.
Evalute (menilai)
Mendorong siswa memahami kekurangan atau kelebihannya dalam kegiatan pembelajaran.
Melihat dan menganalisis kekurangan atau kelebihannya dalam kegiatan pembelajaran
27
Tahap-tahap dalam Learning Cycle 5E adalah hal-hal yang harus dilakukan guru untuk menerapkan prosedur siklus belajar 5E. Guru dan siswa harus mempunyai peran masing-masing dalam setiap kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan prosedur siklus belajar. Learning Cycle melalui kegiatan dalam tiap tahapannya mengarahkan siswa untuk secara aktif membangun konsep-konsepnya sendiri dengan cara berinteraksi dengan lingkungan fisik maupun sosial dengan pengetahuan awal yang pernah mereka dapat. Model pembelajaran Learning Cycle merupakan model pembelajaran yang dapat meningkatkan pengembangan konsep yaitu bagaimana pengetahuan itu dibangun dalam pikiran siswa, dan keterampilan siswa dalam menemukan pengetahuan secara bermakna serta mengaitkan antara pengetahuan lama dengan pengetahuan baru dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai model pembelajaran Learning Cycle 5E mempunyai kelebihan dan kekurangan, kelebihan model pembelajaran menurut pendapat Desyanti (2011:34), yaitu 1. Pembelajaran menjadi berpusat pada siswa (student centerd), hal ini terjadi karena siswa dituntut untuk memecahkan masalah sendiri dengan melakukan eksplor masalah. Guru hanya bertugas sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan baik. 2. Proses pembelajaran menjadi lebih bermakna karena mengutamakan pengalaman nyata, pada tahap explore, siswa elakukan percobaan untuk
28
melakukan masalahlebih bermakna dan lebih mudah diingat daripada hanya sekedar transfer pengetahuan dari guru ke siswa. 3. Menghindarkan siswa dari cara belajar tradisional yang cenderung menghafal, tahapan-tahapan dalam Learning Cycle 5E menuntut siswa untuk secara aktif berpartisipasi dalam pembelajaran. 4. Membentuk siswa yang aktir, kritis, dan kreatif, karena siswa dituntut untuk berpartisipasi aktif dalam memecahkan masalah, maka siswa akan aktif, kritis dan kreatif dalam menemukan pemecahan masalahnya. 5. Meningkatkan motivasi belajar karena siswa dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran. Jika siswa sudah dilibatkan secara aktif dalam pembelajaran, motivasi siswa akan meningkat. Sedangkan kekurangan model pembelajaran Learning Cycle 5E menurut Fajaroh (Pembelajaran dengan Model Siklus Belajar (Learning Cycle) [online] Tersedia
http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/20/pembelajaran-dengan-
model-siklus-belajar-learning-cycle/. diakses tanggal 12 Mei 2011) sebagai berikut: 1. Efektivitas pembelajaran rendah jika guru kurang menguasai materi danlangkah-langkah pembelajaran. Tahapan Learning Cycle 5E sudah berturutan, jadi jika guru kurang menguasi langkah-langkah pembelajaran maka pembelajaran menjadi kurang efektif. 2. Memerlukan pengelolaaan kelas yang lebih terencana dan terorganisasi. Karena Learning Cycle 5E berpusat pada siswa, maka agar terlaksana dengan baik dan teratur guru harus dapat mengelola kelas dengan baik.
29
3. Memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun rencana dan melaksanakan pembelajaran. Learning Cycle 5E terdiri dari beberapa tahapan adan menuntut siswa untuk memecahkan sendiri masalahnya, maka waktu dan tenaga yang diperlukan untuk keterlakasanaannya lebih banyak. Berdasarkan penelitian ini Learning Cycle 5E, terlihat bahwa proses pembelajaran bukan lagi sekedar transfer ilmu pengetahuan dari guru ke siswa. Proses perolehan konsep yang berorientasi pada keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran sehingga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Siswa dapat mempelajari materi secara bermakna dengan bekerja dan berfikir
melalui
pengalaman
siswa
dan
berdasarkan
penyelidikan
dan
penemuannya. Siswa dapat mengungkapkan konsep yang sesuai dengan pengalaman dan menggunakan pemahaman yang diperoleh yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Dalam model pembelajaran Learning Cycle guru lebih banyak bertanya daripada member tahu secara langsung. Dengan demikian proses sains siswa dapat digali dengan menerapkan model Learning Cycle 5E.
2.3
Penelitian yang Relevan Adapun penelitian yang relevan dengan penelitian ini yaitu penelitian
yang dilakukan oleh: 1. Topan Bramapurnama (2010), meneliti penerapan model pembelajaran siklus
belajar (Learning Cycle) untuk meningkatkan kompetensi penalaran matematik siswa SMP. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen. Penelitian dilakukan di SMP Negeri 15 Bandung pada pokok
30
bahasan bangun datar. Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan peningkatan kompetensi penalaran matematika siswa SMP yang menggunakan
model
Learning
Cycle
dengan
menggunakan
model
pembelajaran ekspositori. 2. Miftahul Hasanah (2011), meneliti penerapan model pembelajaran siklus
belajar (Learning Cycle) untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa SMP. Penelitian dilakukan di SMP Negeri 3 Lembang pada pokok bahasan system persamaan linear dua variabel. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang mendapatkan model pembelajaran siklus belajar (Learning Cycle) lebih baik daripada siswa yang mendapatkan model pembelajaran ekspositori. 3. Deasy Tedjaningrum (2011), meneliti pembelajaran matematika dengan
menggunakan
model
pembelajaran
Learning
Cycle
dalam
upaya
meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa SMP. Penelitian dilakukan di SMP Negeri 1 Soreang. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Learning Cycle lebih baik secara signifikan daripada siswa yang mendapatkan model pembelajaran konvensional. 4. Suci Primaayu Megalia (2010), meneliti pembelajaran matematika dengan
menggunakan model “ARIAS” (Assurance, Relevance, Interest, Assessment, Satisfaction) dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Penelitian dilakukan di SMA Negeri 1 Lembang pada pokok fungsi. Hasil
31
penelitiannya menyimpulkan bahwa peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa yang menggunakan model “ARIAS” lebih baik daripada siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. 5. Muhammad Jamal (2011), meneliti peningkatan kemampuan berpikir kreatif
siswa sekolah menengah pertama melalui pembelajaran dengan metode penemuan dan penemuan terbimbing. Penelitian dilakukan di SMP Negeri 3 Lembang kelas VIII pada pokok fungsi. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan metode penemuan
lebih baik daripada
siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing.
2.4
Hipotesis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya,
maka yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah: “Pengaruh implementasi peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematika siswa yang mendapatkan model pembelajaran Learning Cycle lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran ekspositori.”