Bab II Tinjauan Teoritis
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1
Tinjauan Pustaka
1) Proyek Akhir Ridwan Rachman dari angkatan 2004 Politeknik Negeri
Bandung dengan judul “ Realisasi TV Exciter 1 Watt pada Kanal 9
VHF ”[4].
Hasil kajian proyek akhir dengan judul “ Realisasi TV Exciter 1 Watt pada
Kanal 9 VHF ” adalah sebagai berikut : 1. Frekuensi kerja TV Modulator adalah 181 MHz – 188 MHz. 2. Frekuensi Carrier Video pada 181,25 MHz, menggunakan osilator LC. 3. Frekuensi Carrier Audio pada 5,5 MHz, menggunakan osilator LC.
Pada proyek akhir ini penulis membuat sebuah TV Modulator untuk Pemancar TV VHF pada frekuensi 63,05 MHz – 70,05 MHz dimana pada TV Modulator ini osilator frekuensi pembawa video menggunakan osilator kristal pada frekuensi 64,3 MHz dan osilator frekuensi pembawa audio menggunakan osilator LC pada frekuensi 5,5 MHz.
2.2
Penyiaran Televisi Istilah siaran (broadcast) berarti mengirimkan kesegala arah. Antena pada
sisi pemancar memancarkan gelombang elektromagnetik yang dapat diterima di sisi penerima. Dalam proses penyiaran siaran televisi, diperlukan sebuah perangkat yang dapat mengirimkan sinyal informasi berupa sinyal audio dan video dari sisi pengirim (transmitter) ke sisi penerima (receiver). Pemancar televisi merupakan perangkat yang tepat untuk digunakan, dimana pemancar televisi ini berfungsi untuk mengirimkan sinyal informasi berupa sinyal audio dan video. Sinyal video yang dimodulasi secara AM dan sinyal suara yang dimodulasi secara FM keduanya dikirimkan dari antena pemancar yang sama. Dalam proses pengiriman sinyal informasi berupa sinyal audio dan video diperlukan band
Muhamad Anugrah Hadiyana, 091331018 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012
5
Bab II Tinjauan Teoritis
frekuensi (channel), dimana band frekuensi yang digunakan harus sesuai dengan
aturan yang telah ditentukan.
Di Indonesia pengaturan frekuensi ini diatur oleh Ditjen Postel – Depkominfo. Sampai saat ini masih digunakan TV analog. Standar TV analog yang digunakan untuk VHF adalah PAL-B. Sedangkan standar untuk UHF adalah
PAL-G. Bandwidth VHF (PAL-B) adalah 7 MHz, sedangkan Bandwidth UHF (PAL-G) adalah 8 MHz. Tabel 1 berikut ini merupakan tabel frekuensi TV VHF band I dan III untuk standar PAL-B. Sedangkan Tabel 2 dan Tabel 3 menjelaskan mengenai tabel frekuensi TV UHF Band IV dan V untuk Standar PAL-G[2].
Tabel 1 Rencana Pengkanalan TV VHF Band I dan III Standar PAL B
Tabel 2 Rencana Pengkanalan TV UHF Band IV Standar PAL G
Muhamad Anugrah Hadiyana, 091331018 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012
6
Bab II Tinjauan Teoritis
Tabel 3 Rencana Pengkanalan TV UHF Band V Standar PAL G
2.3
Sistem Televisi Sistem televisi di dunia terdiri dari 3 sistem, yaitu NTSC, PAL dan
SECAM. Ditinjau dari aspek spesifikasi dan spektrum frekuensi dari ketiga sistem tersebut, diperlihatkan pada gambar 2, 3 dan 4.
2.3.1 NTSC NTSC adalah sistem televisi analog yang digunakan di Amerika Serikat dan banyak negara lainnya, termasuk Amerika dan beberapa bagian Asia Timur. Namanya diambil dari National Television System(s) Committee, badan industri pembuat standar yang menciptakannya. NTSC dikembangkan pada tahun 1950, yang mendefinisikan standar video yang dibuat sampai 525 garis scan horizontal setiap 1/30 detik[8].
Muhamad Anugrah Hadiyana, 091331018 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012
7
Bab II Tinjauan Teoritis
Tabel 4 Standar NTSC
System Lines/Field Horizontal Frequency Vertical Frequency Colour Subcarrier Frequency Video Bandwidth Sound Carrier
NTSC 525/60 15.734 kHz 60 Hz 3.579545 MHz 4.2 MHz 4.5 MHz
Gambar 2 Standar NTSC 2.3.2 PAL PAL adalah sebuah enconding berwarna yang digunakan dalam televisi broadcast. PAL adalah kependekan dari “Phase Alternating Line” digunakan untuk garis alternasi fase. PAL terdiri dari 625 baris dan ditayangkan sebanyak 25 frame dalam setiap satu detik (fps). Sistem ini digunakan di seluruh dunia kecuali di kebanyakan dunia Amerika, karena di Amerika menggunakan system NTSC. Sistem Broadcast PAL dikembangkan di Jerman oleh Walter Bruch, pada tahun 1967[9]. Tabel 5 Standar PAL System Line/Field Horizontal Frequency Vertical Frequency Colour Subcarrier Frequency Video Bandwidth Sound Carrier
PAL B, G, H 625/50
PAL I
PAL D
PAL N
PAL M
625/50
625/50
625/50
525/60
15.625 kHz
15.625 kHz
15.625 kHz
15.625 kHz
15.750 kHz
50 Hz
50 Hz
50 Hz
50 Hz
60 Hz
4.433618 MHz
4.433618 MHz
4.433618 MHz
3.582056 MHz
3.575611 MHz
5.0 MHz
5.5 MHz
6.0 MHz
4.2 MHz
4.2 MHz
5.5 MHz
6.0 MHz
6.5 MHz
4.5 MHz
4.5 MHz
Muhamad Anugrah Hadiyana, 091331018 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012
8
Bab II Tinjauan Teoritis
Gambar 3 Spektrum Frekuensi PAL dengan bandwidth 8 MHz
2.3.3 SECAM
SECAM adalah kependekan dari Sequential Color with Memory adalah
standar pemancar televisi analog yang digunakan di Perancis, Rusia dan daerahdaerah Afrika. SECAM berbeda dengan PAL, tapi jumlah baris data yang dikirimnya sama. Sistem yang dikembangkan oleh sebuah tim dengan ketuanya, Henri de France, ini merupakan standar video analog yang pertama di Eropa[10].
Tabel 6 Standar SECAM System SECAM B, G, H SECAM D, K, K1, L 625/50 625/50 Line/Field 15.625 kHz 15.625 kHz Horizontal Frequency 50 Hz 50 Hz Vertical Frequency 5.0 MHz 6.0 MHz Video Bandwidth 5.0 MHz 6.5 MHz Sound Carrier
Gambar 4 Standar SECAM
Muhamad Anugrah Hadiyana, 091331018 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012
9
Bab II Tinjauan Teoritis
2.4
Sinyal Audio pada Televisi
Modulasi frekuensi digunakan untuk sinyal audio, guna meningkatkan
keuntungan dari derau dan interferensi yang lebih sedikit. Sinyal audio FM pada televisi pada dasarnya sama seperti dalam penyiran radio FM, kecuali pada ayunan frekuensi maksimum adalah ∓ 25 kHz dan bukan ∓ 75 kHz. Sinyal
pembawa terpisah sebesar 5,5 MHz diatas sinyal pembawa video untuk PAL dan 4,5 MHz diatas sinyal pembawa video untul NTSC[1].
2.5
Teknik Modulasi Modulasi adalah proses penumpangan sinyal informasi ke sinyal carrier,
dimana sinyal carrier mempunyai frekuensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan sinyal informasi. Modulasi merupakan proses paling penting dalam sebuah pengiriman sinyal informasi juga merupakan tahapan terakhir sebelum informasi tersebut dapat dikirim dari transmitter ke receiver. Sedangkan pada sisi receiver terdapat proses demodulasi, yaitu kebalikan dari proses modulasi, dimana demodulasi adalah proses untuk mendapatkan kembali sinyal informasi yang telah dimodulasi dan dikirim pada sisi transmitter. Teknik modulasi yang digunakan pada sebuah pemancar televisi adalah teknik modulasi AM vestigial pada sinyal informasi berupa video dan teknik modulasi FM pada sinyal informasi berupa audio.
2.5.1 Modulasi Amplitudo Sinyal video pada pemancar televisi dimodulasi dengan menggunakan teknik modulasi AM. Lebih tepatnya adalah modulasi AM Vestigial. Pada AM, sinyal pemodulasi atau sinyal informasi mengubah-ubah amplitudo sinyal pembawa. Besarnya amplitudo sinyal pembawa akan berbanding lurus dengan amplitudo sinyal pemodulasi. Pada modulasi amplitudo maka besarnya amplitudo sinyal pembawa akan diubah-ubah oleh sinyal pemodulasi sehingga besarnya sebanding dengan amplitudo sinyal pemodulasi tersebut. Frekuensi sinyal pembawa biasanya jauh lebih tinggi daripada frekuensi sinyal pemodulasi. Frekuensi sinyal pemodulasi biasanya merupakan sinyal pada rentang
Muhamad Anugrah Hadiyana, 091331018 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012
10
Bab II Tinjauan Teoritis
frekuensi audio (AF, Audio Frequency) yaitu antara 20 Hz sampai dengan 20
kHz. Sedangkan frekuensi sinyal pembawa biasanya berupa sinyal radio (RF,
Radio Frequency) pada rentang frekuensi tengah (MF, Mid-Frequency) yaitu antara 300 kHz sampai dengan 3 Mhz. Jika
sinyal
pemodulasi dinyatakan
sebagai em = Vm sin ωm t dan sinyal pembawanya dinyatakan sebagai eC = VC sin
ωC t, maka sinyal hasil modulasi disebut sinyal termodulasi atau eAM. Berikut ini adalah analisis sinyal termodulasi AM[5]. eAM
= VC (1 + m sin ωm t) sin ωCt
= VC . sin ωCt + m . Vc . sin ωC t . sin ωm t
= VC . sin ωC t + ½ m.Vc.cos( ωC- ωm) t - ½ m.Vc.cos( ωC + ωm) t
Dengan eAM
: sinyal termodulasi AM
em
: sinyal pemodulasi
eC
: sinyal pembawa
VC
: amplitudo maksimum sinyal pembawa
Vm
: amplitudo maksimum sinyal pemodulasi
m
: indeks modulasi AM
ωC
: frekuensi sudut sinyal pembawa (radian/detik)
ωm
: frekuensi sudut sinyal pemodulasi(radian/detik)
Hubungan antara frekuensi sinyal dalam hertz dengan frekuensi sudut dinyatakan sebagai : ω = 2 π f. Gambar 5 memperlihatkan sinyal informasi (pemodulasi), sinyal pembawa dan sinyal termodulasi AM. Komponen pertama sinyal termodulasi AM (VC sin ωC t) disebut komponen pembawa, komponen kedua yaitu ( ½ m.VC.cos( ωC - ωm) t ) disebut komponen bidang sisi bawah atau LSB (LowerSideBand) dan komponen ketiga yaitu (½ m.VC.cos( ωC + ωm) t ) disebut komponen bidang sisi atas atau USB (UpperSideBand). Komponen pembawa mempunyai frekuensi sudut sebesar ωC, komponen LSB mempunyai frekuensi sudut sebesar ωC - ωm dan komponen USB mempunyai frekuensi sudut sebesar ωC + ωm. Pada gambar 6 diperlihatkan spektrum frekuensi gelombang termodulasi AM yang dihasilkan oleh spectrumanalyzer. Harga amplitudo masing-masing bidang sisi dinyatakan dalam harga mutlaknya[5].
Muhamad Anugrah Hadiyana, 091331018 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012
11
Bab II Tinjauan Teoritis
Derajat modulasi merupakan parameter penting dan juga sering disebut
indeks modulasi AM, dinotasikan dengan m. Parameter ini merupakan
perbandingan antara amplitudo puncak sinyal pemodulasi (Vm) dengan amplitudo puncak sinyal pembawa (VC). Besarnya indeks modulasi mempunyai rentang antara 0 - 1. Indeks modulasi sebesar
nol, berarti tidak ada pemodulasian,
sedangkan indeks modulasi 1 merupakan pemodulasian maksimal yang dimungkinkan. Besarnya indeks modulasi AM dinyatakan dengan persamaan[5]:
m=
Vm Vc
Indeks modulasi juga dapat dinyatakan dalam persen dan dinotasikan
dengan M :
M=
Vm x 100% Vc
(a)
Muhamad Anugrah Hadiyana, 091331018 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012
(b)
12
Bab II Tinjauan Teoritis
(c) Gambar 5 (a) Sinyal Pemodulasi, (b) Sinyal Pembawa, (c) Sinyal Termodulasi[5].
Gambar 6 Spektrum Sinyal Termodulasi AM.
2.5.1.1 AM Vestigial AM Vestigial adalah sebuah teknik intermediet antara SSB dan DSBFC, yang digunakan dalam industri televisi komersial untuk proses transmisi dan penerimaan sinyal video. Vestige adalah proses penapisan salah satu komponen bidang sisi (LSB atau USB), sehingga dapat menghemat lebar bidang dan daya pancar. Dalam VSB, sebagian ( vestige ) komponen bidang sisi bawah (LSB) ikut ditransmisikan bersama komponen bidang sisi atas (USB) dan komponen
Muhamad Anugrah Hadiyana, 091331018 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012
13
Bab II Tinjauan Teoritis
pembawa. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin bahwa komponen USB termasuk
pembawa video benar-benar ditransmisikan secara keseluruhan. Disamping itu
juga didapatkan penghematan daya dan lebar bidang jika dibandingkan dengan transmisi DSBFC seperti yang ditunjukan pada gambar 7[5].
Gambar 7 Format kanal standart FCC untuk transmisi gambar warna dan monokrom di US[4].
2.5.2 Modulasi Frekuensi Sinyal audio pada pemancar televisi dimodulasi dengan menggunakan teknik modulasi FM. Modulasi frekuensi didefinisikan sebagai deviasi frekuensi sesaat sinyal pembawa sesuai dengan amplitudo sesaat sinyal pemodulasi. Sinyal pembawa dapat berupa gelombang sinus, sedangkan sinyal pemodulasi (informasi) dapat berupa gelombang apa saja (sinusoidal, kotak, segitiga, atau sinyal lain misalnya sinyal audio). Gambar 8 mengilustrasikan modulasi frekuensi sinyal pembawa sinusoidal dengan menggunakan sinyal pemodulasi yang juga berbentuk sinyal sinusoidal. Secara matematis, sinyal termodulasi FM dapat dinyatakan dengan : eFM = Vc sin ( ωc t + mf sin ωm t ) dengan eFM
: sinyal termodulasi FM
Muhamad Anugrah Hadiyana, 091331018 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012
14
Bab II Tinjauan Teoritis
em eC
: sinyal pemodulasi
: sinyal pembawa
VC
: amplitudo maksimum sinyal pembawa
mf
: indeks modulasi FM
ωc ωm
: frekuensi sudut sinyal pembawa (radian/detik) : frekuensi sudut sinyal pemodulasi(radian/detik)
Gambar 8 (a). Sinyal Carrier, (b) Sinyal Informasi, (c) Sinyal Termodulasi
Pada modulasi frekuensi maka frekuensi sinyal pembawa diubah-ubah sehingga besarnya sebanding dengan dengan besarnya amplitudo sinyal pemodulasi. Semakin besar amplitudo sinyal pemodulasi, maka semakin besar pula frekuensi sinyal termodulasi FM.
Besar selisih antara frekuensi sinyal
termodulasi FM pada suatu saat dengan frekuensi sinyal pembawa disebut deviasi frekuensi. Deviasi frekuensi maksimum didefinisikan sebagai selisih antara frekuensi sinyal termodulasi tertinggi dengan terendahnya. Indeks modulasi FM (mf) merupakan perbandingan antara deviasi frekuensi maksimum dengan frekuensi sinyal pemodulasi mf = δ / fm dengan : δ
: deviasi frekuensi maksimum
Muhamad Anugrah Hadiyana, 091331018 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012
15
Bab II Tinjauan Teoritis
fm mf
: frekuensi maksimum sinyal pemodulasi
: indeks modulasi FM Besarnya indeks modulasi FM dapat dipilih sebesar mungkin sejauh
tersedia bandwidth (lebar bidang) untuk keperluan transmisinya. Biasanya besarnya indeks modulasi ini akan dimaksimalkan dengan cara mengatur besarnya
deviasi frekuensi maksimal yang diijinkan. Lebar-bidang yang dibutuhkan untuk mentransmisikan sinyal FM adalah:
BW = 2 ( n . fm )
Dengan n adalah nilai tertinggi komponen bidang-sisi dan fm adalah
frekuensi tertinggi pemodulasi. Oleh karena pada kenyataannya nilai n mencapai
tak hingga, maka secara teoritis lebar bidang yang dibutuhkan adalah tak hingga pula. Namun, amplitudo komponen bidang sisi untuk n yang bernilai besar menjadi tidak terlalu signifikan sehingga kontribusinya dapat diabaikan. Dengan pertimbangan ini, maka nilai n yang digunakan untuk menentukan lebar bidang adalah nilai n yang masih memberikan kontribusi signifikan pada amplitudo komponen bidang sisinya. Kontribusi yang dapat dianggap signifikan adalah yang memberikan tegangan sebesar minimal 1% atau – 40 dB. Hal ini dapat dilihat pada tabel fungsi Bessel, misalnya untuk mf sebesar 5 maka jumlah n yang signifikan adalah 8 (sampai dengan J8 , untuk n > 8 diabaikan). Pada tahun 1938 J.R. Carson menyatakan bahwa untuk mentransmisikan sinyal termodulasi FM dibutuhkan lebar bidang minimal dua kali jumlahan deviasi frekuensi dengan frekuensi maksimum sinyal termodulasi. Selanjutnya
hal ini dikenal dengan
Carson’srule dan dapat dinyatakan sebagai: BW = 2 ( δ + fm ) dengan δ adalah deviasi frekuensi dan fm adalah frekuensi tertinggi sinyal pemodulasi. FCC telah mengalokasikan lebar bidang sebesar 200 kHz untuk siaran FM (disebut FM bidang lebar atau wideband FM). Deviasi frekuensi maksimum yang diijinkan adalah sebesar δ = ± 75 kHz. Dengan batasan ini, maka besarnya indeks modulasi juga dibatasi (mulai sebesar mf = 5 untuk fm=15 kHz hingga sebesar mf = 1500 untuk fm=50 Hz). Gambar 9 memperlihatkan bidang frekuensi untuk siaran komersial FM. Selain yang telah dibahas di atas, FCC juga mengalokasikan bidang frekuensi untuk siaran FM bidang sempit ( narrowband
Muhamad Anugrah Hadiyana, 091331018 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012
16
Bab II Tinjauan Teoritis
FM ) sebesar 10 – 30 kHz. Indeks modulasinya dibuat mendekati satu sehingga
lebar bidang yang diperlukan sama dengan lebar bidang untuk sinyal AM yaitu
hanya sebesar 2 x fm. Contoh FM bidang sempit antara lain sistem radio mobil untuk polisi, dinas kebakaran, pelayanan taksi, telefon seluler, radio amatir, dan lain-lain.
Gambar 9 Bidang Frekuensi Siaran Komersil
Persamaan gelombang FM dinyatakan sbb: eFM = Vc J0 mf sin ωc t + Vc {J1 (mf) [sin ( ωc +
ωm )t - sin ( ωc -
ωm
)t]} + Vc {J2 (mf) [sin ( ωc + 2 ωm )t - sin ( ωc - 2 ωm )t]} + Vc {J3 (mf) [sin ( ωc + 3 ωm )t - sin ( ωc - 3 ωm )t]} + Vc {J4 (mf) [sin ( ωc + 4 ωm )t - sin ( ωc - 4 ωm )t]} + ……… dengan e FM
: amplitudo sesaat gelombang termodulasi FM
Vc
: amplitudo puncak pembawa
Jn
: penyelesaian fungsi Bessel orde ke-n untuk indeks modulasi
mf
: indeks modulasi FM
dan Vc J0 (mf) sin ωc t = komponen frekuensi pembawa Vc{J1 (mf)[sin( ωc + ωm )t - sin (ωc - ωm)t]} = komp. bid. sisi pertama Vc{J2 (mf)[sin( ωc + 2 ωm )t - sin ( ωc - 2 ωm )t]} = komp. bid. sisi ke-dua Vc{J3 (mf)[sin( ωc + 3 ωm )t - sin ( ωc - 3 ωm )t]} = komp. bid. sisi ke-tiga Muhamad Anugrah Hadiyana, 091331018 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012
17
Bab II Tinjauan Teoritis
Vc{J4 (mf)[sin( ωc + 4 ωm )t - sin ( ωc - 4 ωm )t]} = komp. bid. sisi ke-empat
Vc{J5 (mf)[sin( ωc + 5 ωm )t - sin ( ωc - 5 ωm )t]} = komp. bid. sisi ke-lima dst
Penyelesaian fungsi Bessel orde ke-n untuk berbagai indeks modulasi dapat dilihat pada gambar 9 dan tabel 7 fungsi Bessel.
Gambar 10 Fungsi Bessel orde ke-n untuk berbagai indeks modulasi
Tabel 7 Fungsi Bessel
Dengan memasukkan nilai-nilai indeks modulasi, frekuensi pembawa, dan frekuensi pemodulasinya maka dapat ditentukan pula penyelesaian fungsi Bessel yang bersangkutan.Selanjutnya dapat digambarkan spektrum frekuensi sinyal
Muhamad Anugrah Hadiyana, 091331018 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012
18
Bab II Tinjauan Teoritis
termodulasi FM yang bersangkutan. Gambar 11 memperlihatkan contoh spektrum
sinyal termodulasi FM.
Gambar 11 Spektrum Sinyal Termodulasi FM
2.6
Penguat Daya Frekuensi Tinggi
2.6.1 Parameter S pada transistor Parameter S atau biasa disebut parameter hamburan merupakan parameter yang hampir seluruh
manufacture penyedia transistor frekuensi tinggi
menggunakan parameter tersebut. Parameter S menjadi lebih luas untuk digunakan karena jauh lebih mudah untuk digunakan dalam hal pengukuran dan perhitungan jika dibandingkan dengan parameter Y. Juga lebih mudah untuk dapat memahami serta memberikan banyak informasi – informasi lain dengan mudah. Dengan menggunakan parameter S, dapat direpresentasikan sebuah sirkuit kutub 4.
Sehingga
sangat
memungkinkan
untuk
dapat
menghitung
potensi
ketidakstabilan (kecenderungan osilasi), maksimum available gain, impedansi input dan output, dan transducer gain. Juga memungkinkan untuk dapat menghitung nilai komponen dari matching impedance yang harus dipasang dengan menggunakan metode simultaneous conjugate matching[3].
2.6.1.1 Kestabilan Transistor Kecenderungan dari suatu transistor untuk berisolasi dapat dihitung dengan data parameter S dari transistir tersebut. Perhitungan ini harus dilakukan
Muhamad Anugrah Hadiyana, 091331018 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012
19
Bab II Tinjauan Teoritis
sebelum membuat sebuah penguat dan merupakan metoda yang sangat berguna
dalam mencari transistor yang sesuai untuk aplikasi yang diharapkan.
Untuk menentukan apakah suatu transistor memiliki kecenderungan untuk berosilasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Rollet Stability Factor (K). 1 + |𝐷𝑠 |2 |𝑆11 |2 |𝑆22 |2 𝐾= 2|𝑆21 ||𝑆12 |
Dengan DS = = S11.S22 – S12.S21
Jika nilai K>1, maka transistor stabil mutlak (unconditionally stable) untuk
setiap nilai impedansi sumber dan beban. Jika nilai K<1 maka transistor potensial
tidak stabil (potentially unstable) dan akan berosilasi pada nilai impedansisumber
dan beban tertentu[3].
2.6.1.2 Transistor Stabil Mutlak Transistor stabil mutlak terjadi jika dipenuhi K>1. Maka rangkaian penyesuai impedansi dapat langsung dirancang secara simultaneous conjugate match yang berarti rangkaian penyesuai impedansi akan menghasilkan impedansi yang merupakan conjugate dari impedansi transistor[3]. Untuk mendapatkan nilai koefisien pantul dibeban dihitung dengan menggunakan rumus : 𝐵2 ± 𝐵2 2 − 4|𝐶2 |2 𝑟𝐿 =
2|𝐶2 |
Dengan C2 = S22 – (Ds.S11)* B2 = 1 + [S22]2 – [S11]2 – [Ds]2 Tanda ± pada persamaan diatas tergantung dari hasil perhitungan nilai B2. Jika nilai B2 (+) maka digunakan tanda (-), jika nilai B2 (-) maka digunakan tanda (+). Untuk mendapatkan nilai koefisien pantul dari sumber dihitung dengan menggunakan rumus : 𝑆12 𝑆21 𝑟𝐿 |𝑟𝑆 | = 𝑆11 + 1 − (𝑟𝐿 𝑆22 )
Muhamad Anugrah Hadiyana, 091331018 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012
∗
20
Bab II Tinjauan Teoritis
2.6.1.3 Transistor Potensial Tak Stabil
Suatu transistor termasuk potensial tidak stabil jika nilai K<1. Perancangan
rangkaian penyesuai imedansi harus menghasilkan impedansi yang tidak menyebabkan transistor berosilasi. Oleh karena itu hal pertama yang harus dilakukan adalah mengetahui daerah impedansi mana saja yang menyebabkan
transistor menjadi tak stabil dengan membuat lingkaran kestabilan input dan output transistor pada smithchart.
Untuk membuat lingkaran kestabilan input dan output dapat dicari dengan menggunakan rumus :
C1 = S11 – DS.S22*
𝐶1 ∗
𝑃𝑠 =
𝑟𝑆 =
2
|𝑆11 | − |𝐷𝑆 |2 𝑆12 |𝑆21 | |𝑆11 |2 − |𝐷𝑆 |2
C2 = S22 – DS.S11* 𝐶2 ∗
𝑃𝑙 = 𝑟𝑙 =
2
|𝑆22 | − |𝐷𝑆 |2 𝑆12 | 𝑆21 | |𝑆22 |2 − |𝐷𝑆 |2
PS = pusat lingkaran kestabilan input rS = jari jari lingkaran kestabilan input Pl = pusat lingkaran kestabilan output Rl = jari-jari lingkaran kestabilan output Setelah mengetahui daerah mana saja yang menyebabkan transistor potensial tak stabil, maka harus dibuat lingkaran penguatan konstant. Untuk membuat lingkaran penguatan konstant pada smithchart dapat menggunakan rumus :
Muhamad Anugrah Hadiyana, 091331018 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012
21
Bab II Tinjauan Teoritis
Pusat lingkaran
𝐺𝐶2 ∗ 𝑃𝑂 = 1 + 𝐷2 𝐺
Jari jari lingkaran
1 − 2𝐾|𝑆12 𝑆21 |𝐺 + |𝑆12 𝑆21 |2 𝐺 2 1 + 𝐷2 𝐺
𝑟𝑂 =
Setelah lingkaran penguatan konstant diplot pada smithchart, kita plot titik
koefisien pantul yang berada pada garis lingkaran penguatan konstan dan tidak
berada pada daerah yang tak stabil. Untuk mencari nilai koefisien pantul disumber
dapat menggunakan rumus : 𝑆12 𝑆21 𝑟𝐿 |𝑟𝑆 | = 𝑆11 + 1 − (𝑟𝐿 𝑆22 )
∗
2.6.2 Pra Tegangan Transistor (Biasing) Pada dasarnya rangkaian biasing berfungsi untuk menentukan titik kerja dan garis beban DC dari transistor. Selain itu berguna juga untuk mempertahankan kerja transistor agar tetap stabil walau terjadi perubahan arus transistor. Transistor akan berada pada daerah aktif dan bekerja pada daerah normal apabila tansistor diberikan forward bias pada emitter- base junction dan reverse bias pada collector – base junction. Ada beberapa contoh rangkaian biasing yang biasanya digunakan pada transistor BJT, yaitu self biasing dan fixed biasing.
2.6.2.1 Self bias Self bias transistor adalah teknik pemberian tegangan basis transistor dan kaki transistor yang berdiri sendiri. Rangkain self bias transistor ini menggunakan rangkaian pembagi tegangan dari 2 buah resistor, dimana titik pembagian tegangan dihubungkan ke kaki basis transistor. Karena self bias transistor ini menggunakan bias tegangan melalui rangkaian pembagi tegangan maka self bias transistor ini sering juga disebut dengan bias pembagi tegangan. Muhamad Anugrah Hadiyana, 091331018 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012
22
Bab II Tinjauan Teoritis
Gambar 12 Rangkaian Self Bias
Dari gambar diatas, dapat diambil beberapa persamaan yaitu : R2 x Vcc R1 + R2 R1 . R2 Rb = R1 + R2 Vbb − Vbe Ib = Re β + 1 + Rb
Vbb =
Dari persamaan diatas kita akan mendapatkan harga VCEQ dan ICQ yang bertujuan untuk mendapatkan titik kerja dari garis beban pada transistor. VCEQ = VCC – IC (RE + RC) ICQ = β . Ib Garis beban diperoleh dari persamaan ICsat dan VCEcut-off , dimana untuk IE≈IC ICsat =
Vcc Rc + Re
VCEcut-off = VCC Maka akan diperoleh garis beban sebagai berikut :
Muhamad Anugrah Hadiyana, 091331018 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012
23
Bab II Tinjauan Teoritis
Gambar 13 Garis Beban DC
2.6.2.2 Fixed Bias Fixed bias juga disebut base bias. Pada gambar 13, sumber daya tunggal (Vcc) digunakan pada collector dan basis pada transistor, meskipun sumber daya (Vcc) terpisah juga dapat digunakan.
Gambar 14 Rangkaian Fixed Bias
Dari rangkaian pada gambar diatas diperoleh persamaan berikut ini : Ib =
Vc − Vb RF
IC = β . Ib VC = VCE = IB RF + VBE Muhamad Anugrah Hadiyana, 091331018 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012
24
Bab II Tinjauan Teoritis
Dengan adanya resistor feedback yang menghubungkan antara collector
dan base mengakibatkan adanya negative feedback yang berguna untuk menjaga
kestabilan transistor.
2.6.3 Kelas Penguat
Ada beberapa macam kelas – kelas penguat yang biasa digunakan, diantaranya : kelas A, kelas B, kelas AB, kelas C.
Penguat Kelas A 2.6.3.1
Penguat kelas ini adalah cara yang biasa digunakan untuk menggunakan
transistor dalam rangkaian linier dan menghasilkan rangkaian bias yang paling stabil dan juga sederhana. Penguat kelas A merupakan tipe yang paling linier, dimana titik kerjanya berada pada daerah linier yaitu berada di tengah – tengah garis beban DC.
Vcc R1
Rc Cout
Vin
Vout
Cin Q1 RL Re
Ce
R2
Gambar 15 Rangkaian Dasar Penguat Kelas A
Muhamad Anugrah Hadiyana, 091331018 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012
25
Bab II Tinjauan Teoritis
Vcc
Rc + Re Ib = Ib1
Q=A
Ib = Ib2
AB
B Vcc
Vce
Gambar 16 Garis Beban Penguat Kelas A
Gambar 17 Perbandingan Sinyal Input dan Output Kelas A
2.6.3.2 Penguat Kelas B Penguat kelas B adalah rangkaian dengan menggunakan 2 transistor. Titik kerja dari kelas B ini berada pada ujung kurva karakteristik titik cutoff seperti yang diperlihatkan pada gambar dibawah.
Muhamad Anugrah Hadiyana, 091331018 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012
26
Bab II Tinjauan Teoritis
Vcc
R1
Q1
Re1
Vin
Cin
Cout
Vout
Re2
RL
Q2
R2
Gambar 18 Rangkaian Dasar Penguat Kelas B
Vcc Rc + Re Ib = Ib1
A
Ib = Ib2
AB Q=B Vcc
Vce
Gambar 19 Garis Beban Penguat Kelas B
Muhamad Anugrah Hadiyana, 091331018 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012
27
Bab II Tinjauan Teoritis
Gambar 20 Perbandingan Sinyal Input dan Output Kelas B
2.6.3.3 Penguat Kelas AB
Penguat kelas AB adalah jenis penguat antara kelas A dan kelas B. transistor yang dikonfigurasikan dengan menggunakan kelas AB memiliki daerah aktif untuk lebih dari setengah perioda tetapi kurang dari seluruh perioda. Dengan kata lain, arus kolektor mengalir untuk lebih dari 180 derajat tetapi kurang dari 360 derajat. Vcc
R1
Q1
Cin1 Re1 Cout
Vin
Vout
R2 Cin2
Re2
RL
Q2
R3
Gambar 21 Rangkaian Dasar Penguat Kelas AB Muhamad Anugrah Hadiyana, 091331018 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012
28
Bab II Tinjauan Teoritis
2.6.3.4 Penguat Kelas C
Penguat kelas C tidak memerlukan fidelitas, yang dibutuhkan adalah
frekuensi kerja sinyal sehingga tidak memperhatikan bentuk sinyal. Penguat kelas C dipakai pada penguat frekuensi tinggi. Pada penguat kelas C sering ditambahkan sebuah rangkaian resonator LC untuk membantu kerja penguat.
Penguat kelas C mempunyai efisiensi yang tinggi sampai 100 % namun dengan fidelitas yang rendah. Titik kerjanya penguat kelas C berada di daerah cut-off transistor.
Vcc
C
L Vout
Cin
Cout
Vin Q1
RL
R1
Gambar 22 Rangkaian Dasar Penguat Kelas C
Muhamad Anugrah Hadiyana, 091331018 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012
29
Bab II Tinjauan Teoritis
Gambar 23 Perbandingan Sinyal Input dan Output Kelas C
2.6.4 Rangkaian Penyesuai Impedansi Rangkaian penyesuai impedansi dimaksudkan untuk mendapatkan transfer daya maksimum dari satu kutub ke kutub yang lainnya, atau blok satu keblok yang berikutnya. Terdapat beberapa bentuk rangkaian penyesuai impedansiyang digunakan pada perancangan penguat daya RF, yaitu tipe L, tipe T dan tipe phi.
2.6.4.1 Tipe L Rangkaian penyesuai impedansi tipe L merupakan rangkaian yang paling sederhana dan biasa digunakan untuk rankaian penyesuai impedansi. L
L Zs
Zs
C
(a)
Muhamad Anugrah Hadiyana, 091331018 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012
C
ZL
ZL
(b)
30
Bab II Tinjauan Teoritis
Zs
C
C
Zs
L
L
ZL
ZL
(c)
(d)
Gambar 24 (a) dan (b) Konfigurasi Low Pass Filter, (c) dan (d) Konfigurasi
High Pass Filter
Secara umum gambar rangkaian penyesuai impedansi untuk tipe L adalah sebagai berikut : Zs
Xs
Xp
ZL
Gambar 25 Rangkaian penyesuai impedansi tipe L secara umum
Persamaan yang dapat digunakan adalah : QS = QP =
𝑅𝑝 𝑅𝑠
−1
𝑋𝑠
QS = 𝑅𝑠 𝑅𝑝
QP = 𝑋𝑝
Dimana : QP = faktor Q pada cabang parallel QS = faktor Q pada cabang seri RP = resistansi parallel XP = reaktansi parallel Muhamad Anugrah Hadiyana, 091331018 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012
31
Bab II Tinjauan Teoritis
RS = resistansi serial
XS = reaktansi seri
2.6.4.2 Tipe T
persamaan sebagai berikut :
𝑅 −1 𝑟
Q=
Rangkaian tipe T dapat dibentuk dari 2 buah bentuk tipe L. dengan
Dimana : R
= R Virtual
r
= Resistansi terminasi paling kecil
Secara umum persamaannya adalah : Q2 =
𝑅𝑝 −1 𝑅𝑠
Dimana : RP = Resistansi parallel dari rangkaian L RS = Resistansi seri dari rangkaian L Bentuk rangkaiannya terlihat seperti gambar dibawah ini : Rs
Xs1
Xs2
Xp1
Xp2
RL
Gambar 26 Rangkaian penyesuai impedansi tipe T
XS1
= Q.RS
XP1
=Q
XS2
= Q2.RL
XP2
= Q2
Rp
R
Muhamad Anugrah Hadiyana, 091331018 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012
32
Bab II Tinjauan Teoritis
2.6.4.3 Tipe Phi(𝝅)
Rangkaian tipe phi dapat dibuat dari 2 buah tipe L dengan menggabungkan
cabang serinya. Rangkaian tipe L yang pertama menyesuaikan tahanan sumber ke suatu resistansi virtual. Rangkaian tipe L yang kedua menyesuaikan dari R virtual ke R beban. R virtual lebih kecil daripada Rs atau RL. R virtual dapat dipilih dan
disesuaikan dengan kebutuhan faktor kualitas yang diinginkan. Sesuai persamaan berikut :
RH −1 R Dimana : 𝑄=
RH = Resistansi yang mempunyai harga yang lebih tinggi
R = Resistansi Virtual ZS XS1 XP1
XS2 R VIRTUAL
XP2
ZL
Gambar 27 Rangkaian penyesuai impedansi tipe phi (𝝅)
Muhamad Anugrah Hadiyana, 091331018 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012
33