BAB II TINJAUAN TEORITIS
2.1 Konsep Skizofrenia 2.1.1
Defenisi Skizofrenia Skizofrenia
adalah
istilah
yang
digunakan
untuk
menggambarkan suatu gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada persepsi, pikiran, afek, dan perilaku seseorang.Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun defisit kognitif tertentu dapat berkembang kemudian (Sadock, 2003). Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area individu, termasuk berpikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan realitas, merasakan dan menunjukkan emosi serta berperilaku dengan sikap yang tidak dapat diterima secara sosial (Isaac, 2005). Skizofrenia
adalah
gangguan
yang
benar-benar
membingungkan dan menyimpan banyak tanda tanya (teka-teki). Kadangkala skizofrenia dapat berpikir dan berkomunikasi dengan jelas, memiliki pandangan yang tepat dan berfungsi secara baik dalam kehidupan sehari-hari. Namun pada saat yang lain, pemikiran dan kata-kata terbalik, mereka kehilangan
sentuhan dan mereka tidak mampu memelihara diri mereka sendiri (Hoeksema, 2004). Jadi, skizofrenia adalah gangguan jiwa berat dengan ciri khusus yang menunjukkan reaksi psikotik yang tak dapat di terima secara sosial, yang di tandai dengan kelainan persepsi, pikiran, afek, dan perilaku seseorang. Definisi skizofrenia menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III(PPDGJ III) menjelaskan bahwa skizofrenia adalah suatu sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau “deteriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada umumnya skizofrenia ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted).Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual dan biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran
kognitif
tertentu
dapat
dapat
berkembang
kemudian. Menurut PPDGJ III ada 6 macam skizofrenia yaitu : skizofrenia
paranoid,
skizofrenia
hebefrenik,
skizofrenia
katatonik, skizofrenia tak terinci (undifferentiated), skizofrenia residual, skizofrenia simpleks Dalam penelitian ini, peneliti akan mengambil sampel skizofrenia secara keseluruhan tanpa membeda-bedakan tipetipe skizofrenia. 2.1.2
Etiologi Skizofrenia Arif (2006) menjelaskan bahwa skizofrenia
tidak
disebabkan oleh penyebab tunggal, tetapi dari berbagai faktor yaitu: a. Somatogenesis 1) Faktor-faktor genetik (keturunan) Berbagai penelitian menunjukkan bahwa gen yang diwarisi seseorang, sangat kuat mempengaruhi resiko seseorang mengalami skizofrenia. Studi pada keluarga telah
menunjukkan
seseorang
dengan
bahwa klien
semakin
dekat
relasi
skizofrenia,
makin
besar
resikonya untuk mengalami penyakit tersebut. 2) Biochemistry (ketidakseimbangan kimiawi otak) Beberapa bukti menunjukkan bahwa skizofrenia mungkin berasal dari ketidakseimbangan kimiawi otak yang di sebut
neurotransmitter,
memungkinkan
yaitu
neuron-neuron
kimiawi
otak
yang
berkomunikasi
satu
dengan yang lain. Beberapa ahli mengatakan bahwa
skizofrena
berasal
dari
aktivitas
neurotransmitter
dopamine yang berlebihan dibagian-bagian tertentu otak atau dikarenakan sensitivitas yang abnormal terhadap dopamine.Beberapa serotonin
neurotransmitter
dannorepinephrine
lain
tampaknya
seperti juga
memainkan peranan. 3) Neuroanatomy (kelainan struktur otak) Barbagai tekhnik imaging, seperti Magnetic Resonance Imaging (MRI)telah membantu para ilmuwan untuk menemukan abnormalitas struktural spesifik pada otak klien skizofrenia. Misalnya, klien skizofrenia yang kronis cenderung
memiliki
ventrikel
otak
yang
lebih
besar.Mereka juga memiliki volume jaringan otak yang lebih sedikit dari pada orang normal.Klien skizofrenia menunjukkan aktivitas yang sangat rendah pada lobus frontalis
otak.Ada
juga
kemungkinan
abnormalitas
dibagian-bagian lain otak seperti di lobus temporalis, basal ganglia, thalamus, hippocampus, dan superior temporal gyrus. b. Psikogenesis: Pemahaman Kemunculan Skizofrenia Menurut Pendekatan Psikologis (khususnya psikodinamik) 1) Pandangan Sigmund Freud
Pandangan
konseptualisasi
Freud
tentang
skizofrenia berasal dari ungkapannya tentang cathexis, yaitu jumlah energi yang dilekatkan pada struktur intrapsikis atau object-representation.Freud yakin bahwa skizofrenia dicirikan dengan decathexis atas objek-objek. Freud
mendefinisikan
skizofrenia
sebagai
regresi
dikarenakan frustrasi yang intens dan konflik dengan orang lain. Regresi dari object-relatedness ke tahap autoerotic disertai dengan penarikan investasi emosional dari object-representation dan figur-figur eksternal, yang menjelaskan
tampilan
penarikan
diri
autistic
klien
skizofrenia.Freud menyatakan bahwa cathexis klien kemudian di investasikan pada diri atau ego.Setelah mengembangkan pandangannya
model
struktural,
tentang
Freud
psikosis.Dia
merevisi
memandang
neurosis sebagai konflik antara ego dan diri, sementara psikosis adalah konflik antara ego dan dunia eksternal. Sejalan dengan revisi ini, Freud tetap mempertahankan teorinya
tentang
decathexis.
Menurut
Freud,
klien
skizofrenia tidak mampu melakukan transference. 2) Pandangan Harry Stack Sullivan Menurut Sullivan, kegagalan pengasuhan oleh ibu menghasilkan
self(diri)yang
cemas pada
bayi dan
membuat anak tak dapat atau kurang dapat memuaskan kebutuhannya.Aspek
pengalaman
diri
ini
kemudian
mengalami disosiasi, tetapi kerusakan pada self-esteem cukup besar. Onset skizofrenia menurut Sullivan adalah tampilnya kembali self
yang terdisosiasi itu yang
mengakibatkan panik dan disorganisasi psikotik. Tidak seperti Freud, Sullivan yakin bahwa klien skizofrenia yang paling parah sekalipun mempunyai kapasitas untuk interpersonal relatedness. Karya Sullivan diteruskan oleh muridnya, Frieda FrommReichmann
(1950) yang
mengatakan bahwa
klien
skizofrenia tidak bahagia dengan keadaan withdrawal mereka.pada dasarnya mereka adalah orang kesepian yang
tak
dapat
mengatasi
ketakutan
dan
ketidakpercayaan pada orang lain karena pengalaman menyakitkan di awal kehidupan. 3) Pandangan Aliran Ego Psychology Psikolog ego awal mengamati bahwa kegagalan ego
boundary
skizofrenia.Federn
adalah
defisit
utama
(1952) mengatakan
pada
klien
bahwa
klien
skizofrenia tidak memiliki batasan antara yang didalam dan yang diluar karena ego boundary mereka tidak lagi memadai.Mahler
(1952)
mengatakan
bahwa
ego
boundary berkembang dari kontak fisik antara bayi dan ibu. Dia juga meyakini bahwa tidak adanya stimulasi ini pada dyad ibu-bayi mengakibatkan kesulitan klien skizofrenia
membedakan
diri
dan
orang
lain.
Kecenderungan klien skizofrenia dewasa untuk menyatu secara psikologis dengan sekeliling mereka dapat dipahami sebagai usah untuk membangun kembali kebahagiaan simbiotik di masa awal kehidupan. Namun demikian, kebersatuan ini juga mengakibatkan ketakutan akan penghancuran diri, mengakibatkan klien skizofrenia merasa terjebak antara keinginan untuk bersatu dan ketakutan akan disintegrasi. 4) Pandangan Grotstein Grotstein (1977a, 1977b) mengatakan bahwa adanya hipersensitivitas pada stimuli perceptual sebagai kekurangan utama.Ketidakmampuan untuk menyeleksi berbagai stimuli dan memfokuskan pada satu data pada satu waktu adalah kesulitan utama pada kebanyakan klien skizofrenia.Kurangnya stimulus barrier dan tak terolahnya impuls primitive destruktif mengakibatkan keadaan emergency.Untuk mengatasi impuls ini, klien skizofrenia sangat mengandalkan defense mechanism
splitting dan projective identification dalam suatu usaha desperate untuk mengeluarkannya pada figur ibu. 5) Pandangan Heinz kohut Menurut
Kohut,
psikosis
merupakan
akibat
adanya gangguan yang serius pada self, di mana tidak ada struktur defensive yang dapat mengatasinya. Inti self dapat menjadi noncohesive (keadaan skizofrenia) baik karena kecenderungan biologis bawaan, maupun karena totalitas dan kontinuitasnya tidak direspon oleh effective mirroring di awal kehidupan (kohut & Wolf, 1982 dalam Slipp (ed) 1982). 6) Pandangan Margaret Mahler Menurut Mahler (1968, dikutip dalam Monte, 1995) mengatakan bahwa perkembangan kepribadian merupakan suatu proses individuasi yang meliputi enam tahap yang harus dilalui dari keadaan total merger dengan ibu yang disebut keadaan normal symbiosis hingga tercapainya consolidation of individuality. Menurut Mahler, maladjustment yang parah sebagaimana tampak dalam keadaan psikotik mempunyai asal usul dari kegagalan perkembangan ego untuk berpisah dari ibu menjadi agen yang otonom. 7) Pandangan Tomas H Ogden
Ogden mengatakan bahwa konflik utama klien skizofrenia
adalah
antara
keinginan
untuk
mempertahankan keadaan psikologis di mana makna bias ada, dan keinginan untuk mengahncurkan makna dan
pikiran,
dan
kapasitas
untuk
menciptakan
pengalaman berpikir. 2.1.3
Tipe-tipe skizofrenia Ada beberapa tipe skizofrenia; masing-masing memiliki kekhasan tersendiri dalam gejala-gejala yang diperlihatkan dan tampaknya memiliki penyakit yang berbeda-beda. Tipe-tipe skizoprenia (dalam Arif, 2006) yaitu: a. Skizofrenia tipe paranoid Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah adanya waham yang mencolok atau halusinasi auditorik dalam konteks terdapatnya fungsi kognitif dan afek yang relatif masih terjaga.Wahamnya biasanya adalah waham kejar atau waham kebesaran, atau keduanya, tetapi waham dengan tema lain, misalnya (waham kecemburuan, keagamaan, atau somatisasi) mungkin juga muncul.Wahamnya biasa lebih dari satu,
tetapi
tersusun
dengan
rapi
disekitar
tema
utama.Halusinasi juga biasanya berkaitan dengan tema wahamnya.Ciri lainnya meliputi anxiety, kemarahan, menjaga jarak, dan suka berargumentasi.
Kriteria
diagnostik
untuk
skizofrenia
tipe
paranoid.Suatu jenis skizofrenia yang memenuhi kriteria : Preokupasi dengan satu atau lebih waham atau sering mengalami halusinasi auditorik. Tidak ada ciri berikut yang mencolok : bicara kacau, motorik kacau atau kata tonik, afek yang tak sesuai atau datar. b. Skizofrenia tipe disorganized Ciri utama Skizofrenia tipe ini adalah pembicaraan yang kacau, tingkah laku kacau dan afek yang datar atau inappropriate.Pembicaraan
yang
kacau
dapat
disertai
kekonyolan dan tertawa yang tidak erat berkaitan dengan isi pembicaraan.
Disorganisasi
tingkah
laku
(misalnya
:
kurangnya orientasi pada tujuan) dapat membawa pada gangguan yang serius pada berbagai aktivitas hidup seharihari. Sejenis diagnostik skizofrenia tipe Disorganized, Sejenis skizofrenia dimana Kriteria-kriteria berikut terpenuhi : Semua gejala berikut terpenuhi : Pembicaraan kacau Tingkah laku kacau Afek datar atau inappropriate Tidak memenuhi kriteria untuk tipe katatonik
c. Skizoprenia tipe katatonik Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah gangguan pada psikomotor yang dapt meliputi ketidakbergerakan motorik (motoric
immobility),
aktivitas
motor
yang
berlebihan,
negativism yang ekstrim, mutism (sama sekali tidak mau bicara dan berkomunikasi), gerakan-gerakan yang tidak terkendali,
echolalia(mengulang ucapan orang lain) atau
echpraxia (mengikuti tingkah laku orang lain). Motoric
immobility
dapat
dimunculkan
berupa
catalepsy (waxy flexibility – tubuh menjadi sangat fleksibel untuk digerakkan atau diposisikan dengan berbagai cara, sekalipun untuk orang biasa posisi tersebut akan sangat tidak nyaman). Kriteria diagnostik skizofrenia tipe katatonik :Sejenis skizofrenia dimana gambaran klinis didominasi oleh paling tidak dua dari yang berikut ini: Motoric
immobility
sebagaimana
terbukti
(ketidakbergerakan dengan
adanya
motorik) catalepsy
(termasuk waxy flexibility) atau stupor (gemetar). Aktivitas motor
yang berlebihan (yang tidak bertujuan
dan tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal). Negativism yang ekstrim (tanpa motivasi yang jelas, bersikap sangat menolak pada segala instruksi atau
mempertahankan postur yang kaku untuk menolak dipindahkan) atau mutism (sama sekali diam). Gerakan-gerakan yang khas dan tidak terkendali. Echolalia
(menirukan
kata-kata
orang
lain)
atau
Echopraxia (menirukan tingkah laku orang lain). d. Skizofrenia tipe Undifferentiated Sejenis skizofrenia dimana gejala-gejala yang muncul sulit untuk digolongkan pada tipe skizofrenia tertentu.Kriteria diagnostik untuk skizofrenia tipe undifferentiated :Sejenis skizofrenia dimana symptom-symptom memenuhi kriteria A, tetapi tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia tipe paranoid, disorganized ataupun katatonik. e. Skizofrenia tipe Residual Diagnosa skizofrenia tipe residual diberikan bilamana pernah ada paling tidak satu kalau episode skizofrenia, tetapi gambaran
klinis
saat
menonjol.Terdapat
bukti
ini
tanpa
bahwa
symptom
gangguan masih
yang ada
sebagaimana ditandai oleh adanya negative symptom atau positif symptom yang lebih halus.Kriteria diagnostik untuk skizofrenia tipe residual yaitu sejenis skizofrenia dimana kriteria-kriteria berikut ini terpenuhi :
Tidak ada yang menonjol dalam hal delusi, halusinasi, pembicaraan kacau, tingkah laku kacau atau tingkah laku katatonik. Terdapat bukti keberlanjutan gangguan ini, sebagaimana ditandai oleh adanya symptom-symptom negative atau dua atau lebih symptom yang terdaftar di kriteria A untuk skizofrenia, dalam bentuk yang lebih ringan.
2.1.4
Kriteria diagnostik skizofrenia menurut DSM-IV TR Paling tidak, terdapat enam kriteria diagnostic skizofrenia menurutDiagnostic
and
Statistical
Manual
of
mental
disorder(DSM-IV TR) sebagai berikut : a. Symptom-Symptom khas Dua atau lebih dari yang berikut ini, masing-masing muncul cukup jelas selama jangka waktu satu bulan (atau kurang, bila ditangani dengan baik) : Delusi Halusinasi Pembicaraan kacau Tingkah laku kacau atau katatonik Symptom-symptom negatif b. Disfungsi sosial / okupasional c. Durasi
Symptom-symptom gangguan ini tetap ada untuk paling sedikit 6 bulan.Periode 6 bulan ini paling tidak mencakup paling tidak 1 bulan di mana symptom-symptom muncul. d. Tidak termasuk gangguan schizoaffective atau gangguan mood. e. Tidak termasuk gangguan karena zat atau karena kondisi medis. f.
Hubungan dengan Pervasive Developmental Disorder. Bila ada riwayat Autistic Disorder atau gangguan PDD lainnya, diagnosis tambahan skizofrenia hanya dibuat bila ada halusinasi atau delusi yang menonjol, selama paling tidak 1 bulan.
2.2 Frekuensi Kekambuhan Skizofrenia 2.2.1
Definisi Kekambuhan Skizofrenia Kekambuhan merupakan keadaan klien dimana muncul gejala yang sama seperti sebelumnya dan mengakibatkan klien harus dirawat kembali (Andri, 2008). Keadaan sekitar atau lingkungan yang penuh stres dapat memicu pada orang-orang yang mudah terkena depresi, dimana dapat ditemukan bahwa orang-orang
yang
mengalami
kekambuhan
lebih
besar
kemungkinannya daripada orang-orang yang tidak mengalami kejadian-kejadian buruk dalam kehidupan mereka.
Ada beberapa hal yang bisa memicu kekambuhan skizofrenia, antara lain tidak minum obat dan tidak kontrol ke dokter
secara
teratur,
menghentikan
sendiri
obat
tanpa
persetujuan dari dokter, kurangnya dukungan dari keluarga dan masyarakat, serta adanya masalah kehidupan yang berat yang membuat stress, (Akbar, 2008). Kejadian kekambuhan klien skizofrenia tinggi bila klien dalam satu tahun kambuh lebih dari atau sama dengan 2 kali, sedang bila kurang dalam satu tahun kambuh satu kali, dan rendah bila dalam satu tahun tidak pernah kambuh (Nurdiana, 2007).
2.2.2
Gejala-gejala skizofrenia Secara general gejala serangan skizofrenia dibagi menjadi 2 (dua), yaitu gejala positif dan negatif (maramis, 2005) yaitu: a. Gejala positif Halusinasi selalu terjadi saat rangsangan terlalu kuat dan otak tidak mampu menginterpretasikan dan merespons pesan atau rangsangan yang datang.Klien skizofrenia mungkin mendengar suara-suara atau melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada, atau mengalami suatu sensasi yang tidak biasa pada tubuhnya.Auditory hallucinations, gejala
yang biasanya timbul, yaitu klien merasakan ada suara dari dalam dirinya.Kadang suara itu dirasakan menyejukkan hati, memberi kedamaian, tapi kadang suara itu menyuruhnya melakukan sesuatu yang sangat berbahaya, seperti bunuh diri. Penyesatan pikiran (delusi) adalah kepercayaan yang kuat dalam menginterpretasikan sesuatu yang kadang berlawanan dengan kenyataan. Misalnya, para penderita skizofrenia, lampu traffic di jalan raya yang berwarna merah,kuning, hijau, dianggap sebagai suatu isyarat dari luar angkasa. Beberapa penderita skizofrenia berubah menjadi paranoid, mereka selalu merasa sedang di amat-amati, diintai, atau hendak diserang. Kegagalan
berpikir
mengarah
kepada
masalah
dimana klien skizofrenia tidak mampu memproses dan mengatur
pikirannya.Kebanyakan
klien
tidak
mampu
memahami hubungan antara kenyataan dan logika.Karena klien skizofrenia tidak mampu mengatur pikirannya membuat mereka berbicara secara serampangan dan tidak bisa ditangkap secara logika.Ketidakmampuan dalam berpikir mengakibatkan ketidakmampuan mengendalikan emosi dan perasaan.Hasilnya, kadang penderita skizofrenia tertawa
atau berbicara sendiri dengan keras tanpa mempedulikan sekelilingnya. Semua itu membuat penderita skizofrenia tidak bisa memahami siapa dirinya, tidak berpakaian, dan tidak bisa mengerti apa itu manusia, juga tidak bisa mengerti kapan dia lahir, dimana dia berada, dan sebagainya. b. Gejala Negatif Klien skizofrenia kehilangan motivasi dan apatis berarti kehilangan energy dan minat dalam hidup yang membuat
klien
menjadi
orang
yang
malas.
Karena
klienskizofrenia hanya memilki energi yang sedikit, mereka tidak bisa melakukan hal-hal yang lain selain tidur dan makan. Perasaan yang tumpul membuat emosi klien skizofrenia menjadi datar.Klien skizofrenia tidak memilki ekspresi baik dari raut muka maupun gerakan tangannya, seakan-akan da tidak memiliki emosi apapun. Mereka mungkin bisa menerima pemberian dan perhatian orang lain, tetapi tidak bisa mengekspresikan perasaan mereka. Depresi yang tidak mengenal perasaan ingin ditolong dan berharap, selalu menjadi bagian dari hidup klien skizofrenia, mereka tidak merasa memiliki perilaku yang menyimpang, tidak bisa membina hubungan relasi dengan orang lain, dan tidak mengenal cinta.Perasaan depresi
adalah sesuatu yang sangat menyakitkan, disamping itu, perubahan otak secara biologis juga memberi andil dalam depresi. Depresi yang berkelanjutan akan membuat klien skizofrenia menarik diri dari lingkungannya. Mereka selalu merasa aman bila sendirian. Dalam beberapa kasus, skizofrenia menyerang manusia usia muda antara 15 sampai 30 tahun, tetapi serangan kebanyakan terjadi pada usia 40 tahun ke atas. Skizofrenia bisa menyerang siapa saja tanpa mengenal
jenis
kelamin,
ekonomi.Diperkirakan
ras,
penderita
maupun
tingkat
penderita
sosial
skizofrenia
sebanyak 1% dari jumlah manusia yang ada di bumi.
2.2.3
Faktor-faktor yang memicu kekambuhan skizofrenia Sullinger (dalam Keliat, 1996) mengidentifikasi 4 faktor penyebab klien kambuh dan perlu dirawat di Rumah Sakit Jiwa, yaitu :
a. Klien Secara umum bahwa klien yang minum obat secara tidak teratur mempunyai kecenderungan untuk kambuh. Hasil penelitian menunjukkan 25% sampai 50% klien yang pulang dari rumah sakit jiwa tidak memakan obat secara teratur (Appleton, dalam Keliat 1996). Klien kronis, khususnya
skizofrenia sukar mengikuti aturan minum obat karena adanya gangguan realitas dan ketidakmampuan mengambil keputusan.Di rumah sakit perawat bertanggung jawab dalam pemberian atau pemantauan pemberian obat, di rumah tugas perawat digantikan oleh keluarga. b. Dokter (pemberi resep) Minum
obat
yang
teratur
dapat
mengurangi
kekambuhan, namun pemakaian obat neuroleptik yang lama dapat menibulkan efek samping yang dapat menggangu hubungan
sosial
terkontrol.Pemberian
seperti resep
gerakan diharapkan
yang tetap
tidak
waspada
mengidentifikasi dosis terapeutik yang dapat mencegah kekambuhan dan efek samping.
c. Penanggung jawab klien (case manager) Setelah klien pulang ke rumah maka penanggung jawab kasus mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk bertemu dengan klien, sehingga dapat mengidentifikasi gejala dini dan segera mengambil tindakan. d. Keluarga Ekspresi emosi yang tinggi dari keluarga diperkirakan menyebabkan kekambuhan yang tinggi pada klien. Hal lain
adalah
klien
mudah
dipengaruhi
oleh
stress
yang
menyenangkan maupun yang menyedihkan. Keluarga mempunyai tanggung jawab yang penting dalam proses perawatan di rumah sakit jiwa, persiapan pulang dan perawatan di rumah agar adaptasi klien berjalan dengan baik. Kualitas dan efektifitas perilaku keluarga akan membantu proses pemulihan kesehatan klien sehingga status klien meningkat. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa salah satu faktor penyebab kambuh gangguan jiwa adalah perilaku keluarga yang tidak tahu cara menangani klien Skizofrenia di rumah (Sullinger, dalam Keliat, 1996). 2.3 Dukungan Keluarga 2.3.1
Pengertian Keluarga Keluarga adalah suatu sistem yang berisi sejumlah relasi yang berfungsi secara unik (Scharff, 1991; Bowen dalam Papero,
1990).
Menurut
Departemen
Kesehatan
(1988),
keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga serta beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di satu atap dalam keadaaan saling ketergantungan. Definisi tentang keluarga tersebut menegaskan bahwa hakikat dari keluarga adalah relasi yang terjalin antar individu-individu, yang merupakan komponen-komponennya.
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan atau adopsi. Mereka hidup dalam suatu rumah tangga, melakukan interaksi satu sama lain menurut perannya masing-masing serta menciptakan dan mempertahankan suatu budaya (Bailon dan Maglaya, 1978 dalam Sudiharto, 2007). Menurut Friedman (1998), keluarga merupakan satu atau lebih individu yang tergabung karena ikatan tertentu untuk saling membagi pengalaman dan melakukan pendekatan emosional serta mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari keluarga.
2.3.2
Tipe Keluarga a. Keluarga Inti (nuclear family) terdiri dari suami, istri, dan anak-anak, baik karena kelahiran maupun adopsi. b. Keluarga Besar (extended family) terdiri dari keluarga inti ditambah keluarga yang lain (hubungan darah) misalnya kakek, nenek, bibi, paman, sepupu termasuk keluarga modern, seperti orang tua tunggal, keluarga tanpa anak, serta keluarga pasangan sejenis. c. Keluarga berantai (social family) keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali. d. Keluarga asal (family of origin) merupakan suatu unit keluarga tempat asal seseorang dilahirkan.
e. Keluarga komposit (composite family) adalah keluarga dari perkawinan poligami dan hidup bersama. f.
Keluarga tradisional dan nontradisional, dibedakan menurut ikatan
perkawinan.
Keluarga
tradisional
diikat
oleh
perkawinan. Sedangkan, keluarga nontradisional tidak diikat oleh perkawinan (Sudiharto, 2007).
2.3.3
Struktur keluarga Struktur keluarga ada bermacam-macam, diantaranya adalah : a. Patrineal. Patrineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari anak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah. b. Matrineal. Matrineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari anak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu. c. Patrilokal. Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami. d. Matrilokal. Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri. e. Keluarga Kawin. Keluarga kawin adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri (Setiadi, 2006).
2.3.4
Fungsi keluarga Setiap anggota keluarga memiliki kebutuhan dasar fisik, pribadi dan sosial yang berbeda. Menurut Friedman (1998) bahwa keluarga memiliki 5 fungsi dasar, yaitu : a. Fungsi Afektif Merupakan fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengna orang lain. b. Fungsi Sosialisasi Merupakan fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah. c. Fungsi Reproduksi Merupakan fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga. d. Fungsi Ekonomi Merupakan fungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara
ekonomi
dan
tempat
untuk
mengembangkan
kemampuan individu dalam meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga e. Fungsi Perawatan
Merupakan
fungsi
untuk
mempertahankan
keadaan
kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi (Setiadi, 2009).
2.3.5
Peran keluarga Berbagai peran yang terdapat dalam keluarga adalah sebagai berikut: a. Peran Ayah : ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak, berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman sebagai kepala keluarga, sebagai anggota
kelompok
sosialnya
serta
sebagai
anggota
masyarakat dari lingkungannya. b. Peran Ibu : sebagi istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya. Di samping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya. c. Peran Anak : anak-anaknya melaksanakan peranan psiko sosial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spiritual. (Effendi, 1998).
2.3.6
Definisi Dukungan Keluarga Menurut Firedman (1998) dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit.Keluarga juga berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggotanya dan anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung, selalu siap memberikan pertolongan jika di perlukan. Keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan atau adopsi. Mereka hidup dalam suatu rumah tangga, melakukan interaksi satu sama lain menurut perannya masing-masing serta menciptakan dan mempertahankan suatu budaya (Bailon dan Maglaya, 1978 dalam Sudiharto, 2007).
2.3.7
Bentuk-bentuk dukungan keluarga : Menurut Cohen dan Mc Kay, (1984) dalam Niven, (2000) bahwa komponen-komponen dukungan keluarga adalah sebagai berikut : a. Dukungan Emosional Dukungan emosional memberikan klien perasaan nyaman, merasa dicintai meskipun saat mengalami suatu masalah, bantuan dalam bentuk semangat, empati, rasa percaya, perhatian sehingga individu yang menerimanya
merasa
berharga.Dukungan
emosional
ini
keluarga
menyediakan tempat istirahat dan memberikan semangat kepada klien yang dirawat di rumah atau rumah sakit jiwa. Dukungan bersifat emosional atau menjaga keadaan emosi atau ekspresi yang termasuk dukungan emosional ini adalah ekspresi dari empati, kepedulian, dan perhatian kepada
individu.Memberikan
individu
perasaan
yang
nyaman, jaminan rasa memiliki, dan merasa dicintai saat mengalami masalah, bantuan dalam bentuk semangat, kehangatan
personal,
cinta,
dan
emosi.
Jika
stres
mengurangi perasaan seseorang akan hal yang dimiliki dan dicintai maka dukungan dapat menggantikannya sehingga akan dapat menguatkan kembali perasaan dicintai tersebut. Apabila dibiarkan terus menerus dan tidak terkontrol maka akan berakibat hilangnya harga diri. b. Dukungan Informasi Dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan tanggung jawab bersama, termasuk didalamnya memberikan solusi dari masalah yang dihadapi klien di rumah atau rumah sakit jiwa, memberikan nasehat, pengarahan, saran, atau umpan balik tentang apa yang dilakukan oleh seseorang. Keluarga
dapat
menyediakan
informasi
dengan
menyarankan tempat, dokter, dan terapi yang baik bagi
dirinya dan tindakan spesifik bagi individu untuk melawan stressor.Pada
dukungan
informasi
keluarga
sebagai
penghimpun informasi dan pemberi informasi. c. Dukungan Instrumental Dukungan
ini
meliputi
penyediaan
dukungan
jasmaniah seperti pelayanan, bantuan finansial dengan menyediakan dana untuk biaya pengobatan, dan material berupa bantuan nyata (Instrumental Support/ Material Support), suatu kondisi dimana benda atau jasa akan membantu
memecahkan
masalah
kritis,
termasuk
didalamnya bantuan langsung seperti saat seseorang membantu pekerjaan sehari-hari, menyediakan informasi dan fasilitas, menjaga dan merawat saat sakit serta dapat membantu menyelesaikan masalah. Pada dukungan nyata, keluarga sebagai sumber untuk mencapai tujuan praktis. Meskipun sebenarnya, setiap orang dengan sumber-sumber yang tercukupi dapat memberi dukungan dalam bentuk uang atau perhatian yang bertujuan untuk proses pengobatan. Akan tetapi, dukungan nyata akan lebih efektif bila dihargai oleh penerima dengan tepat. Pemberian dukungan nyata yang berakibat pada perasaan ketidakadekuatan dan perasaan berhutang, malah akan menambah stress individu.
d. Dukungan penghargaan Dukungan
penghargaan
merupakan
dukungan
berupa dorongan dan motivasi yang diberikan keluarga kepada klien.Dukungan ini merupakan dukungan yang terjadi bila
ada
ekspresi
penilaian
yang
positif
terhadap
individu.Klienmempunyai seseorang yang dapat diajak bicara tentang
masalah
mereka,
terjadi
melalui
ekspresi
penghargaan positif keluarga kepada klien, penyemangat, persetujuan terhadap ide-ide atau perasaan klien. Dukungan keluarga dapat membantu meningkatkan strategi koping klien dengan
strategi-strategi alternatif
berdasarkan pengalaman yang berfokus pada aspek-aspek positif. Dalam dukungan penghargaan, kelompok dukungan dapat
mempengaruhi
persepsi
klienakan
ancaman.
Dukungan keluarga dapat membantu klien mengatasi masalah dan mendefinisikan kembali situasi tersebut sebagai ancaman kecil dan keluarga bertindak sebagai pembimbing dengan memberikan umpan balik dan mampu membangun harga diri klien.
2.4 Hubungan antara Dukungan Keluarga dengan Kekambuhan klien Skizofrenia di RSJD Dr. Amino Gondohutomo – Semarang.
Dukungan keluarga diungkap dengan menggunakan skala yang terdiri dari 4 (empat) bentuk dukungan keluarga yaitu: dukungan emosional, dukungan informasi, dukungan instrumental dan dukungan penghargaan. Dukungan
emosional
dapat
berupa
dukungan
yang
memberikan klien rasa nyaman, merasa dicintai, memberikan dukungan dalam bentuk semangat, empati, rasa percaya, perhatian, sehingga klien merasa berharga dan diterima. Dukungan
Informasi,
keluarga
yang
berperan
dalam
menghimpun dan memberikan informasi kepada anggota keluarga yang mengalami skizofrenia, memberikan informasi tempat, dokter dan terapi yang baik bagi klien. Dukungan ini termasuk di dalamnya memberikan pangarahan dan solusi terhadap masalah yang dialami penderita. Dukungan Instrumental atau dukungan nyata, dapat berupa bantuan pengobatan biaya perawatan penderita anggota keluarga yang mengalami skizofrenia. Bentuk dukungan ini juga
dapat berupa
perawatan saat penderita mengalami sakit jasmani. Dukungan penghargaan, dukungan ini berupa dorongan dan motivasi yang diberikan
keluarga kepada klien. Dalam dukungan
penghargaan, kelompok dukungan dapat berupa memepengaruhi persepsi akan ancaman. Dukungan keluarga dapat membantu klien mengatasi masalah dan keluarga bertindak sebagai pembimbing klien dalam menghadapi masalah klien.
Penderita
skizofrenia
pada
umumnya
kurang
begitu
menggembirakan.Sekitar 25% klien dapat pulih dari episode awal dan fungsinya dapat kembali pada tingkat premorbid (sebelum munculnya gangguan tersebut). Sekitar 25% tidak akan pernah pulih dan perjalanan penyakitnya cenderung memburuk. Sekitar 50% berada diantaranya ditandai dengan kekambuhan periodik dan ketidakmampuan berfungsi dengan efektif kecuali untuk waktu yang singkat, 50-80% klien skizofrenia yang pernah dirawat di RS akan kambuh. (Harris dan Craighead, Craighead, Kazdin & Mahoney, 1994 dalam Skizofrenia 2006) Menurut Sullinger (1988 dalam Keliat, 1996) ada 4 faktor penyebab klien kambuh dan perlu dirawat kembali di rumah sakit jiwa, yaitu : Klien Skizofrenia, Dokter (pemberi resep), penanggung jawab kilen (case manager), dan keluarga. Klien Skizofrenia yang secara umum minum obat tidak teratur mempunyai
kecenderungan
untuk
kambuh.
Hasil
penelitian
menunjukkan 25% sampai 50% klien skizofrenia yang pulang dari rumah sakit jiwa tidak memakan obat secara teratur (Appleton, dalam Keliat 1996). Di Rumaha sakit tugas perawat adalah memberi perawatan, obat, dan memantau pemberian obat, sedangkan di rumah tugas perawat digantikan oleh keluarga. Dokter (pemberi resep), klien yang meminum obat secara teratur dapat mengurangi kekambuhan, tetapi pemakaian obat yang berlebihan
dapat menimbulkan efek samping, sehingga pemberi resep (dokter) diharapkan memiliki tingkat kewaspadaan yang tinggi dalam pemberian obat agar tidak menimbulkan efek samping yang berlebihan bagi klien skizofrenia. Penanggungjawab klien (case manajer), Setelah klien pulang ke rumah, maka penanggung jawab kasus mempunyai kesempatan yang lebih
banyak
untuk
bertemu
dengan
klien,
sehingga
dapat
mengidentifikasi gejala dini klien dan segera mengambil tindakan. Keluarga mempunyai tanggung jawab yang penting dalam proses perawatan di rumah sakit jiwa, persiapan pulang dan perawatan di rumah agar adaptasi klien berjalan dengan baik. Kualitas dan efektifitas perilaku
keluarga
akan
membantu
proses pemulihan
kesehatan klien sehingga status klien meningkat.
2.5 Kerangka Konseptual Variabel Independen
Variabel Dependen
Bentuk Dukungan Keluarga 1. 2. 3. 4.
Dukungan Emosional Dukungan Informasi Dukungan Instrumental Dukungan Penghargaan
FrekuensiKeka mbuhan Klien skizofrenia
2.6 Hipotesa H0
:
Tidak ada hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan klien skozofrenia di RSJD. Dr. Amino Gondohutomo – Semarang, Jawa Tengah.
H1
:
Ada hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan klien sikzofrenia di RSJD. Dr. Amino Gondohutomo – Semarang, Jawa Tengah.