BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Pengendalian Internal 1. Pengertian Pengendalian Internal Berikut ini penjelasan mengenai pengertian pengendalian internal menurut Sawyers (2000 : 10) memberikan pengertian pengendalian internal sebagai berikut: Audit internal adalah sebuah aktivitas konsultasi dan keyakinan objektif yang dikelola secara independen di dalam organisasi dan diarahkan oleh filosofi penambahan nilai untuk meningkatkan operasional perusahaan. Audit tersebut membantu organisasi dalam mencapai tujuannya dengan menerapkan pendekatan yang sistematis dan berdisiplin untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas proses pengelolaan resiko, kecukupan kontrol dan pengelolaan organisasi. Jika dilihat dari defenisi tersebut, maka hakikatnya pengendalian internal sesungguhnya mencakup seluruh kegiatan operasional perusahaan. selanjutnya setelah
diuraikan
pengertian
sistem
pengendalian
intern,
berikutnya
dikemukakan pengertian sistem pengendalian internal sebagai berikut. Mulyadi (2001 : 163) menjelaskan bahwa “sistem pengendalian intern meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi,
mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan
manajemen.” Dari defenisi diatas dapat diterapkan baik dalam perusahaan yang mengelola informasinya secara manual, dengan mesin pembukuan maupun dengan komputer.
Sistem pengendalian intern dalam perusahaan yang
menggunakan sistem manual lebih menitikberatkan pada orang dalam
Universitas Sumatera Utara
pelaksanaannya.
Sebaliknya pada perusahaan yang telah menggunakan
computer sebagai alat bantu pengolahan data menitikberatkan pada sistem yang berorientasi pada komputer. 2.
Tujuan Pengendalian Internal Sesuai dengan defenisinya maka aktivitas pengendalian internal adalah aktivitas yang memiliki tujuan membantu pihak yang berkepentingan untuk mendapatkan keandalan informasi yang diperoleh mengenai operasional perusahaan agar sesuai dengan tujuan perusahaan yang telah ditetapkan. Menurut Mulyadi (2001 : 163) menerangkan bahwa tujuan sistem pengendalian internal menurut defenisinya adalah: (1) mejaga kekayaan organisasi, (2) mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, (3) mendorong efisiensi, dan (4) mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen. Maka menurut tujuannya pengendalian internal dapat dibagi menjadi pengendalian akuntansi (internal accounting control) dan pengendalian administrative (internal administrative control) dimana tujuan menjaga kekayaan dan mengecek ketelitian dan keandalan data merupakan bagian dari internal accounting kontrol dan tujuan mendorong efisiensi dan kepatuhan terhadap kebijakan manajemen merupakan bagian dari internal administrative kontrol.
3. Unsur-unsur Pengendalian Internal Setiap perusahaan memiliki karakteristik atau sifat-sifat khusus yang berbeda. Karena perbedaan karakteristik tersebut, pengendalian internal yang baik dalam suatu perusahaan belum tentu baik untuk perusahaan lainnya. Oleh sebab itu untuk menciptakan pengendalian internal harus memperhatikan faktorfaktor yang dapat mempengaruhi tujuan perusahaan secara keseluruhan.
Universitas Sumatera Utara
Unsur-unsur pengendalian internal menurut Mulyadi (2001 : 164) terdiri dari empat unsur yaitu: 1. Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas 2. Sistem otorisasi dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan yang cukup tentang kekayaan, utang, pendapatan dan biaya 3. Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit organisasi 4. Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya Dalam menunjang pencapaian tujuan pengendalian (control) internal memerlukan komponen kontrol internal. Menurut Sawyers (2005 : 58): Statement of Auditing Standards (SAS) mendefenisikan lima komponen kontrol internal yang saling berkaitan pada pernyataan COSO: 1. Lingkungan Kontrol Lingkungan control meliputi sikap manajemen disemua tingkatan operasi secara umum dan konsep control secara khusus. Hal ini mencakup etika, kompetensi, serta integritas dan kepentingan terhadap kesejahteraan organisasi. Juga mencakup struktur organisasi serta kebijakan dan filosofi manajemen. 2. Penentuan Risiko Penentuan risiko telah menjadi bagian dari aktivitas audit internal yang terus berkembang. Penentuan risiko mencakup penentuan risiko di semua aspek organisasi dan penentuan kekuatan organisasi melalui evaluasi risiko. Pertimbangan-pertimbagan untuk memastikan bahwa semua bagian organisasi bekerja secara harmonis juga menjadi tambahan. 3. Aktivitas Kontrol Aktivitas control mencakup aktivitas-aktivitas yang dahulunya dikaitkan dengan konsep control internal. Aktivitas-aktivitas ini meliputi persetujuan, tanggung jawab dan kewenangan, pemisahan tugas, pendokumentasian, rekonsiliasi, karyawan yang kompeten dan jujur, pemeriksaaan internal dan audit internal. Aktivitas-aktivitas ini harus dievaluasi risikonya untuk organisasi secara keseluruhan. 4. Informasi dan komunikasi Informasi dan komunikasi merupakan bagian penting dari proses manajemen. Manajemen tidak dapat berfungsi tanpa informasi. Komunikasi informasi tentang operasi control internal memberikan substansi yang dapat digunakan manajemen untuk mengevaluasi efektivitas control dan untuk mengelola operasinya. 5. Pengawasan Pengawasan merupakan evaluasi rasional yang dinamis atas informasi yang diberikan pada komunikasi informasi untuk tujuan manajemen kontrol.
Universitas Sumatera Utara
4.
Keterbatasan Pengendalian Internal Tidak ada satu sistem pun yang dapat mencegah secara sempurna semua pemborosan dan penyelewengan yang terjadi pada suatu perusahaan. karena pengendalian internal setiap perusahaan memiliki keterbatasan bawaan. Keterbatasan bawaan yang melekat pada pengendalian internal menurut Mulyadi (2002 : 181) sebagai berikut: 1. Kesalahan dalam pertimbangan Seringkali, manajemen dan personil lain dapat salah dalam mempertimbangkan keputusan bisnis yang diambil atau dalam melaksanakan tugas rutin karena tidak memadainya informasi, keterbatasan waktu, atau tekanan lain. 2. Gangguan Gangguan dalam pengendalian yang telah ditetapkan dapat terjadi karena personil secara keliru memahami perintah atau membuat kesalahan karena kelalaian, tidak adanya perhatian, atau kelelahan. Perubahan yang bersifat sementara atau permanen dalam personil atau dalam system dan prosedur dapat pula mengakibatkan gangguan. 3. Kolusi Tindakan bersama beberapa individu untuk tujuan kejahatan disebut dengan kolusi (collusion). Kolusi dapat mengakibatkan bobolnya pengendalian internal yang dibangun untuk melindungi kekayaan entitas dan tidak terungkapnya ketidakberesan atau tidak terdeteksinya kecurangan oleh pengendalian internal yang dirancang. 4. Pengabaian oleh manajemen Manajemen dapat mengabaikan kebijakan atau prosedur yang telah ditetapkan untuk tujuan yang tidak sah seperti keuntungan pribadi manajer, penyjian kondisi keuangan yang berlebihan, atau kepatuhan semu. 5. Biaya lawan manfaat Biaya yang diperlukan untuk mengoperasikan pengendalian internal tidak boleh melebihi manfaat yang diharapkan dari pengendalian internal tersebut. Karena pengukuran secara tepat baik biaya maupun manfaat biasanya tidak mungkin dilakukan, manajemen harus memperkirakan dan mempertimbangkan secara kuantitatif dan kualitatif dalam mengevaluasi biaya dan manfaat suatu pengendalian internal.
Universitas Sumatera Utara
B. Pengertian Persediaan 1. Pengertian Persediaaan Menurut Standar Akuntansi Keuangan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (2002: 14.1-14.3) didefenisikan sebagai berikut: “Persediaan adalah aktiva: (a) tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal (b) dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan; atau (c) dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa” sedangkan menurut Horngren, dkk (2002: 167) mengemukakan pendapat mereka mengenai persediaan barang dagangan sebagai berikut: “Inventory include all goods that the company owns and expect to sell in the normal course of operation” Pengertian di atas menyatakan bahwa pada intinya persediaan adalah barang milik perusahaan untuk dijual kembali dalam kegiatan usahanya, barang-barang yang masih dalam proses produksi, atau bahan-bahan yang akan digunakan dalam proses produksi. 2. Penggolongan Persediaan Mulyadi (2001 : 553) mengelompokkan persediaan sebagai berikut: “Dalam perusahaan manufaktur persediaan terdiri dari : persediaan produk jadi, persediaan produk dalam proses, persediaan bahan baku, persediaan bahan penolong, persediaan habis pakai pabrik, persediaan suku cadang. Dalam perusahaan dagang persediaan hanya terdiri dari satu golongan saja yaitu persediaan barang dagangan”
C. Tujuan Pengendalian Internal Persediaan Barang Dagangan Secara umum telah disebutkan bahwa tujuan pengendalian internal dalam suatu perusahaan adalah untuk memberikan kepastian yang layak kepada manajemen
Universitas Sumatera Utara
bahwa tujuan tertentu dari perusahaan akan tercapai. Menurut Arens, dkk (2003: 272) terdapat enam rincian yang harus dipenuhi oleh pengendalian internal untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam jurnal dan catatan perusahaan: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Recorded transaction are exist (existence) Exisiting transaction are recorded (completeness) Recorded transaction are stated at the correct amount (accurancy) Transaction are properly classified (classification) Transaction are recorded on the correct dates (timing) Recorded transaction are properly included in the master file and correctly summarized (posting and summarization)
Tujuan pengendalian internal persediaan barang dagangan adalah: 1. Transaksi benar-benar terjadi dan dilaksanakan (eksistensi) Menyatakan bahwa transaksi yang dicatat adalah transaksi yang benar-benar terjadi dalam perusahaan. 2. Transaksi
yang
terjadi
diidentifikasikan
dan
dicatat
secara
lengkap
(kelengkapan) Menyatakan bahwa transaksi telah dicatat dengan lengkap sehingga mencegah penghilangan transaksi dari catatan. 3. Transaksi yang terjadi telah dicatat dengan benar (akurasi) Menyatakan bahwa transaksi telah dicatat dengan benar. Tujuan ini menyangkut keakuratan informasi untuk transaksi akuntansi. 4. Transaksi yang terjadi diklasifikasikan dengan benar (klasifikasi) Menyatakan bahwa transaksi yang telah terjadi diklasifikasikan pada perkiraan yang benar. 5. Transaksi yang terjadi dicatat pada saat yang tepat (ketepatan waktu) Menyatakan bahwa transaksi yang dicatat pada waktu yang tepat, sehingga laporan keuangan yang dihasilkan benar-benar dapat bermanfaat.
Universitas Sumatera Utara
6. Transaksi yang dimasukkan ke dalam catatan tambahan dan diikhtisarkan (posting dan pengikhtiaran) D. Pengertian Efektivitas Pengertian efektivitas menurut IBK. Bayangkara (2008:
14) efektivitas
adalah merupakan tingkat keberhasilan suatu perusahaan untuk mencapai tujuannya atau merupakan ukuran dari output. Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa efektivitas lebih menitik beratkan tingkat keberhasilan organisasi dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Penilaian efektivitas didasarkan atas sejauh mana tujuan organisasi
dapat dicapai.
Jadi, efektivitas merupakan derajat tingkat keberhasilan atau
kegagalan dalam mencapai target yang telah ditentukan.
E. Pengelolaan Persediaan Barang Dagangan yang Efektif Pengelolaam persediaan barang dagangan merupakan aktivitas yang selalu melekat pada persediaan barang dagangan, karena melalui pengelolaan persediaan barang dagangan yang efektif
akan memberikan pendapatan maksimal bagi
perusahaan. Menurut Willson dan Campbell yang dialihbahasakan oleh Tjintjin Fenix Tjendera (2001:428) pengelolaan persediaan secara luas adalah: Secara luas fungsi pengelolaan persediaan meliputi pengarahan arus dan penanganan barang secara wajar mulai dari penerimaan sampai pergudanagan dan penyimpanan, menjadi barang dalam pengolahan dan barang jadi, sampai berada di tangan pelanggan. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur pengelolaan barang dagangan terdiri dari: 1. Prosedur pesanan pembelian barang dagangan
Universitas Sumatera Utara
Biasanya dilakukan oleh departemen pembelian yang dipimpin oleh kepala pembelian umum. Dalam keadaan apapun. Prosedur sistematis harus dinyatakan dalam bentuk tertulis untuk menetapkan tanggung jawab dan untuk memberi informasi yang lengkap mengenai penggunaan seluruh barang yang terima. 2. Prosedur penerimaan persediaan barang dagangan Kegiatan dalam prosedur penerimaan persediaan barang dagangan adalah penanganan fisik atas persediaan barang dagangan yang diterima dan mengirimkannya kepada bagian gudang.
Jenis dan kuantitas barang yang
diterima harus diverifikasi secara hati-hati. Verifikasi ini dalam perusahaan besar dilakukan dua kali, pertama pada waktu barang diterima oleh bagian penerimaan dan yang kedua pada waktu barang diterima oleh bagian gudang untuk disimpan. 3. Prosedur penyimpanan persediaan barang dagangan Prosedur penyimpanan barang dimulai dari penerimaan barang dari departemen penerimaan yang dilampirkan dengan laporan penerimaan yang diteruskan ke gudang. Tujuan penyimpanan barang di gudang adalah untuk mencegah dan mengurangi kerugian yang timbul akibat pencurian dan kerusakan barang. Yang bertanggung jawab disini adalah kepala gudang, artinya barang harus disimpan dalam gudang agar tetap terjaga baik kualitasnya maupun kuantitasnya. Persediaan barang dagangan yang ada di gudang harus dikelompokkan menurut jenis, ukuran dan sifat sehingga akan memudahkan bila diperlukan. 4. Prosedur pengeluaran persediaan barang dagangan Kepala gudang sebagai pejabat bagian penyimpanan biasanya menerima instruksi tertulis yang didalamnya tercantum ketentuan mengenai pengeluaran
Universitas Sumatera Utara
barang yaitu bahwa barang hanya boleh dikeluarkan berdasarkan instruksi dari pejabat yang berwenang atau berdasarkan bon permintaan barang dari bagian yang memerlukan barang dagangan tersebut. Kepala gudang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengeluaran barang maupun kelengkapan dokumen yang menyertainya. Surat permintaan barang merupakan dokumen permintaan barang yang ditujukan kepada bagian gudang agar mengeluarkan dan mengangkat barang ke tempat yang telah ditentukan dan menyerahkan kepada personel yang mengajukan dengan prosedur yang sesuai.
Bagian gudang kemudian
mengeluarkan bukti pengeluaran barang yang didistribusikan kepada bagian akuntansi, bagian yang meminta pengeluaran barang, serta arsip untuk bagian gudang sendiri. 5. Prosedur pencatatan persediaan barang dagangan Menurut Horngren (2002: 356) persediaan dapat dicatat dengan dua cara yaitu: a. Perpetual Inventory System b. Periodic Inventory System Berikut penjelasannya: a. Perpetual Inventory System Dalam system ini pembelian barang dagangan untuk dijual kembali atau bahan baku untuk diproduksi didebet pada perkiraan persediaan.
Biaya
pengangkutan, pengembalian barang dan potongan pembelian dicatat pada perkiraan persediaan, harga pokok barang diperoleh untuk setiap penjualan dengan mendebit perkiraan harga pokok barang dan mengkredit persediaan. Persediaan harga pokok barang diperlukan untuk mengakumulasi cost dari barang yang dijual. Saldo dari perkiraan persediaan pada akhir tahun akan
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan nilai persediaan akhir yang dimiliki.
Perpetual inventory
system menyediakan catatan yang kontinyu dari saldo perkiraan persediaan dan harga pokok barang. Adapun ayat jurnal untuk metode perpetual adalah: Aktivitas pembelian Dr. Persediaan barang dagangan Cr.
Rp. XXX
Kas/Hutang dagang
Rp. XXX
Aktivitas penjualan Dr. Harga pokok barang yang dijual
Rp. XXX
Cr. Persediaan barang dagangan Dr. Kas/Piutang dagang
Rp. XXX Rp. XXX
Cr. Penjualan
Rp. XXX
b. Periodic Inventory System Pada sistem ini, pembelian yang terjadi didebet ke perkiraan pembelian. Jadi dengan menggunakan system ini perkiraan persediaan tidak akan terpengaruh atau tetap sampai akhir periode akuntansi karena tidak ada jurnal yang berhubungan dengan perkiraan persediaan saat terjadi pembelian dan penjualan. Pada akhir akuntansi, seluruh persediaan yang ada dihitung dan nilainya ditetapkan sebesar cost, dimana nilai ini akan dimasukkan sebagai jumlah persediaan akhir yang ada. Harga pokok barang yang dijual pada akhir peroide ditentukan dengan cara persediaan awal ditambah pembelian lalu dikurangi dengna persediaan akhir.
Jika perusahaan
menggunakan sistem ini maka salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengetahui persediaan fisik setahun sekali.
Adapun ayat jurnal untuk
Universitas Sumatera Utara
metode fisik setahun sekali. Adapun ayat jurnal untuk metode periodik adalah: Aktivitas pembelian Dr. Pembelian barang dagangan
Rp. XXX
Cr. Kas/Hutang dagang
Rp. XXX
Aktivitas penjualan Dr. Kas/piutang dagang
Rp. XXX
Cr. Penjualan
Rp. XXX
Metode penilaian persediaan merupakan faktor penting dalam menetapkan hasil operasi dan kondisi keuangan karena berkaitan dengan menentukan harga pokok barang yang dijual. 6. Prosedur penilaian persediaan barang dagangan Metode penilaian persediaan menurut Kieso, dkk (2007 : 334-340) yang biasa dipergunakan perusahaan antara lain: 1. 2. 3. 4.
Specific Indentification Method First-in, First-out Method Last-in, First-out Method Average Method
Berikut ini merupakan penjelasannya, yaitu: 1. Specific Identification Method Metode ini menelusuri arus fisik aktual dari barang. Masing-masing jenis persediaan ditandai, diberi label, ataupun diberi kode sesuai dengan spesifik biaya per unitnya.
Pada akhir periode, biaya spesifik dari
persediaan yang masih menjadi persediaan merupakan biaya total dari persediaan akhir.
Sebagai contoh, dalam Kieso, dkk (2007 : 334),
Universitas Sumatera Utara
diasumsikan Southland Music Company membeli 3 set televisi 46 inchi dengan harga masing-masing $700, $750, dan $800. Selama tahun berjalan 2 set televisi tersebut terjual dengan harga $1.200 per unit. Pada tanggal 31 Desember, televisi dengan harga $750 masih belum terjual. Persediaan akhirnya adalah $750 dengan harga pokok penjualannya adalah $1.500 ($700 + $800). 2. First-in, First-Out method (FIFO) Metode ini mengasumsikan bahwa barang yang pertama kali dibeli adalah barang yang pertama kali dijual. FIFO bahkan paralel dengan arus fisik aktual persediaan barang dagang karena umumnya merupakan praktik bisnis yang sehat untuk menjual pertama kali barang yang dibeli lebih dulu. Dengan metode FIFO, harga pokok barang yang lebih dulu dibeli merupakan biaya yang pertama kali diakui sebagai harga pokok penjualan. Sebagai contoh, Kumpulan Biaya Harga Pokok Barang Tersedia untuk dijual Tanggal
Uraian
Unit
Biaya per Unit
Biaya Total
1/1
Persediaan awal
100
$10
$ 1.000
15/4
Pembelian
200
$11
$ 2.200
24/8
Pembelian
300
$12
$ 3.600
27/11
Pembelian
400
$13
$ 5.200
Total
1.000
$12.000
Sumber : Kieso, dkk (2007 : 337)
Universitas Sumatera Utara
Selama tahun berjalan, 550 unit terjual dan 450 unit masih tersisa per tanggal 31 Desember, dengan perincian sebagai berikut: Tanggal
Unit
Biaya per Unit
Biaya Total
27/11
400
$13
$5.200
24/8
50
$12
$ 600
Total
450
$5.800
Maka, harga pokok penjualannya adalah sebagai berikut: Harga pokok barang tersedia untuk dijual
$12.000
Dikurangi : Persediaan akhir
$ 5.800
Harga pokok penjualan
$ 6.200
3. Last-in, First-out method (LIFO) Metode ini mengasumsikan bahwa barang yang terakhir dibeli adalah barang yang pertama kali ditetapkan dalam menghitung harga pokok penjualan. Sebagai contoh, Kumpulan Biaya Harga Pokok Barang Tersedia untuk Dijual Tanggal
Uraian
Unit
Biaya per Unit
Biaya Total
1/1
Persediaan awal
100
$10
$ 1.000
15/4
Pembelian
200
$11
$ 2.200
24/8
Pembelian
300
$12
$ 3.600
27/11
Pembelian
400
$13
$ 5.200
Total
1.000
$12.000
Sumber : Kieso, dkk (2007 : 338)
Universitas Sumatera Utara
Selama tahun berjalan, 550 unit terjual dan 450 unit masih tersisa per tanggal 31 Desember, dengan perincian sebagai berikut: Tanggal
Unit
Biaya per Unit
Biaya Total
1/1
100
$10
$1.000
15/4
200
$11
$2.200
24/8
150
$12
$1.800
Total
450
$5.000
Maka, harga pokok penjualannya adalah: Harga pokok barang tersedia untuk dijual
$12.000
Dikurangi : Persediaan akhir
$ 5.000
Harga pokok penjualan
$ 7.000
4. Average method (Metode rata-rata) Metode ini mengasumsikan bahwa barang yang tersedia untuk dijual memiliki biaya per unit yang sama (rata-rata). Pada umumnya barang yang dijual adalah identik. Berdasarkan metode tersebut, harga pokok barang tersedia untuk dijual dialokasikan pada dasar biaya rata-rata tertimbang per unit. Rumus dan contoh perhitungan dari biaya rata-rata tertimbang per unit adalah sebagai berikut: Biaya rata-rata tertimbang per unit = Harga pokok barang tersedia untuk dijual Total unit yang tersedia untuk dijual
Universitas Sumatera Utara
Sebagai contoh, Kumpulan Biaya Harga Pokok Barang Tersedia untuk Dijual Tanggal
Uraian
Unit
Biaya per unit
1/1
Persediaan awal
100
$10
$ 1.000
15/4
Pembelian
200
$11
$ 2.200
24/8
Pembelian
300
$12
$ 3.600
27/11
Pembelian
400
$13
$ 5.200
Total
1.000
Biaya Total
$12.000
Sumber : Kieso (2007 : 340) Selama tahun berjalan, 550 unit terjual dan 450 unit masih tersisa per tanggal 31 Desember, dengan perincian sebagai berikut: $12.000
:
Unit 450
1.000
=
Biaya per unit x
$12 Biaya Total
$12
=
$5.400
Maka, harga pokok penjualan sebagai berikut: Harga pokok barang tersedia untuk dijual
$12.000
Dikurangi : Persediaan akhir
$ 5.400
Harga pokok penjualan
$ 6.600
7. Prosedur pengendalian persediaan barang dagangan Pengendalian
persediaan
menurut
Willson
dan
Campbell
yang
dialihbahasakan oleh Tjintjin Felix Tjendera (2001: 428) adalah :
Universitas Sumatera Utara
“Pengendalian persediaan meliputi pengendalian kuantitas dan jumlah dalam batas-batas yang telah direncanakan dan perlindungan fisik persediaan.” Jadi pengendalian persediaan barang dagangan meliputi: 1. Penentuan kuantitas persediaan barang dagangan yang mencukupi kebutuhan untuk proses penjualan. 2. Perlindungan fisik terhadap persediaan barang dagangan. Menurut Willson dan Campbell yang dialihbahasakan oleh Tjintjin Tjendera (2001: 430) ada beberapa titik persediaan yang dapat dipandang sebagai alat untuk mencapai pengendalian persediaan yaitu: 1. 2. 3. 4. 5.
Penetapan titik persediaan maksimum dan minimum Penggunaan rasio perputaran persediaan (inventory turn over) Pertimbangan manajemen Analisa nilai Pengendalian budgeter
Dalam berbagai perusahaan terdapat beberapa macam cara pengendalian tergantung dari jenis pengendalian.
Berikut ini pendapat dari beberapa pakar
mengenai pengendalian terhadap persediaan barang dagangan: 1. Economic Order Quantity (EOQ) Adalah jumlah pesanan yang secara ekonomis menguntungkan yaitu besarnya pesanan yang menyebabkan biaya pemesanan dan biaya pengiriman yang minimal. Sebenarnya penggunaan rumus EOQ banyak diterapkan dalam menetapkan jumlah pembelian setiap kali untuk perusahaan industri. Meskipun demikian rumus ini dapat pula dipakai untuk menetapkan jumlah tiap kali pembelian yang tepat untuk pedagang perantara. Rumus EOQ adalah:
Universitas Sumatera Utara
EOQ =
2 R.S P.I
Keterangan: R = Jumlah (dalam unit) yang dibutuhkan dalam satu periode tertentu, misalnya satu tahun S = Biaya pesanan setiap kali pesan P = Harga per unit yang dibayarkan I = Biaya penyimpanan dan pemeliharaan di gudang, dinyatakan dalam persentase dari nilai rata-rata dalam rupiah dari persediaan 2. Reorder Point (ROP) dan Safety Stock (SS) Reorder point adalah titik dimana harus diadakan pemesanan kembali sehingga kedatangan barang yang dipesan tepat pada waktunya, dimana persediaan atas safety stock sama dengna nol. Masalah pesanan ini tergantung pada tiga faktor yaitu: a. Waktu yang diperlukan untuk penyimpanan b. Tingkat pemakaian barang c. Persediaan minimal atau penyelamat (safety stock) Perkiraaan atau penaksiran lead time dari pesanan biasanya menggunakan ratarata hitung beberapa hari pesanan lead time pesanan sebelumnya. Tingkat pemakaian barang juga diperlukan untuk menentukan waktu pemesanan yang tepat. Salah satu dasar untuk memperkirakan kuantitas barang dalam periode tertentu, khususnya selama periode pemesanan adalah rata-rata pemakaian kuantitas barang masa sebelumnya atau selama periode waktu. Sedangkan persediaan minimal adalah sejumlah unit yang ditambahkan dalam
Universitas Sumatera Utara
pembelian persediaan yang ekonomis untuk penjagaan atau permintaan langganan yang tidak umum. Rumus Reorder Point: ROP = (Lead time x average inventory usage rate) + safety stock 3. Budgetary Control (Pengendalian Budgeter) Pengendalian melalui penyusunan anggaran merupakan suatu cara yang dilakukan untuk membandingkan antara keadaan yang sebenarnya dengan keadaan yang direncanakan.
Dalam penyusunan anggaran , perlu dimulai
dengan menetapkan terlebih dahulu berapa jumlah yang harus dijual. Jumlah ini ditetapkan lebih dulu melalui suatu estimasi atau taksiran datri pihak pimpinan kemudian berdasarkan rencana penjualan dan rencana persediaan barang dagangan, dapat dibuat anggaran pembelian barang dagangan dan anggaran lainnya. 4. Inventory Turn Over (Rasio Perputaran Persediaan) Perputaran persediaan merupakan angka yang menunjukkan kecepatan pergantian dalam periode tertentu, biasanya dalam waktu satu tahun. Angka tersebut dapat diperoleh dengan membagi semua harga persediaan atau barang yang dipergunakan selama periode tertentu dengan jumlah rata-rata persediaan selama periode tertentu. Perhitungan inventory turn over dapat dilakukan untuk semua persediaan yang ada dalam perusahaan.
untuk persediaan barang
dagangan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Merchandise Inventory Turn Over =
COGS Average merchandi seinventory at cos t
Universitas Sumatera Utara
Tinggi rendahnya inventory turn over menunjukkan esar kecilnya investasi pada persediaan barang dagangan. Suatu tingkat merchandise inventory yang rendah dapat menunjukkan adanya investasi yang terlalu besar dalam persediaan dan makin lamanya modal yang tertanam dalam persediaan.
Sedangkan
merchandise inventory yang tinggi menunjukkan adanya invenstas yang terlalu rendah atau pendeknya waktu tertanamnya modal dalam perusahaan. Apabila modal yang digunakan untuk membiayai persediaan tersebut adalah modal asing tingginya inventory turn over memperkecil beban harga. Tingkat perputaran persediaan memegang yang penting dalam efisiensi. Jadi berdasarkan pengertian di atas, maka pengendalian persediaan dapat digunakan sebagai alat untuk memastikan bahwa perencanaan persediaan telah dikerjakan dengan sesuai atau tidak. Apabila belum dikerjakan dengan sesuai maka pengendalian persediaan akan membuat tindakan yang tepat untuk mengarahkannya.
F. Syarat-syarat Pengelolaan Persediaan Barang Dagangan yang Efektif Menurut Willson dan Campbell yang dialihbahasakan oleh Tjintjin Felix Tjendera (2001: 430-431) mengungkapkan mengenai syarat-syarat pengelolaan persediaan barang dagang yang efektif adalah sebagai berikut:
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Penetapan tanggung jawab dan kewenangan yang jelas terhadap persediaan Sasaran dan kebijakan yang dirumuskan dengan baik Fasilitas pergudangan dan penanganan yang memuaskan Klasifikasi dan identifikasi persediaan yang layak Standarisasi dan simplikasi persediaan Catatan dan laporan yang cukup Tenaga kerja yang memuaskan
Universitas Sumatera Utara
Adapun ketujuh syarat pengelolaan persediaan barang dagang yang efektif adalah sebagai berikut: 1. Penetapan tanggungjawab dan kewenangan yang jelas terhadap persediaan Tanggung jawab didefenisikan sebagai penugasan pekerjaan dan kewajiban spesifik untuk dilaksanakan oleh seseorang dengan sebaik-baiknya. Tanggung jawab ini harus disertai kewenangan yang diperlukan yaitu hak untuk membuat keputusan-keputusan dan untuk meminta atau memperoleh ketaatan terhadap instruksi-instruksi yang ada hubungannya dengan pelaksanaan permintaan. 2. Sasaran dan kebijakan yang dirumuskan dengan baik Mereka yang bertanggung jawab untuk
melaksanakan keinginan pimpinan
dalam hubungannya dengan persediaan, harus memahami dengan jelas aturanaturan bertindak yang akan menjadi pedoman bagi mereka. Tidak ada yang demikian dan merusak moral dan dapat menimbulkan kebingungan pelimpahan suatu tugas tetapi tidak mengetahui harapan dari tugas yang diharapkan dati tugas itu. 3. Fasilitas pergudangan dan penanganan yang memuaskan Faktor ketiga yang penting dalam pengendalian persediaan adalah fasilitasfasilitas pergudangan dan penyelengaraan yang cukup. Tidak ada prosedur yang sekalipun telah direncakan dengan sangat baik dapat berhasil dalam suatu bidang pergudangan atau penyimpanan yang tidak terorganisir, atau dilengkapi dengan tindakan yang tidak baik. 4. Klasifikasi dan identifikasi persediaan secara layak Klasifikasi ini harus dikenal dalam menetapkan anggaran dan pengendalian serta memperoleh keyakinan bahwa persediaan perlu dicatat sebagaimana mestinya.
Universitas Sumatera Utara
Pengendalian akuntansi menjadi betul-betul tidak berguna apabila barang yang diminta dilaporkan sebagai barang lain. Klasifikasi dan identifikasi persediaan secara wajar adalah perlu bagi suatu pengendalian persediaan yang efektif. 5. Standarisasi dan simplikasi persediaan Standarisasi merupakan suatu istilah yang lebih lazim yang berhubungan dengan penetapan standar.
Dalam hal persediaan, standarisasi berhubungan dengan
pengurangan suatu garis produk menjadi beberapa jenis, ukuran, karakteristik tetap yang dianggap sebagai standar.
Tujuannya adalah untuk mengurangi
banyaknya unsur atau jenis barang, untuk menetapkan standar kualitas bahan. Dengan adanya dengan banyaknya jenis atau unsur persediaan yang mungkin diselenggarakan, maka masalah pengendalian dapat dipermudah.
Simplikasi
hanya menyangkut eliminasi jenis dan ukuran produk yang berlebihan. Eliminasi produk-produk yang tidak dijual dapat dengan cepat memberikan kontribusi besar untuk mengurangi persediaan yang harus dilaksanakan. 6. Catatan dan laporan yang cukup Perencanaan dan pengendalian persediaan didasarkan pada suatu anggapan pendahuluan yaitu adanya pengetahuan mengenai fakta-fakta dan ketersediaan fakta-fakta memerlukan catatan dan laporan persediaan yang cukup. Catatancatatan persediaan harus berisi informasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan para staf pembelian, produksi, penjualan, dan keuangan. 7. Tenaga kerja yang memuaskan Pengelolaan persediaan tidak dicapai melalui penetapan prosedur dan penyelenggaraan catatan pembukuan, tapi diperoleh melalui tindakan manusia, dan tidak ada yang menggantikan kecakapan dan pertimbangan manusia.
Universitas Sumatera Utara
Seseorang harus mempunyai perhatian dan inisiatif yang cukup untuk menelaah catatan dan merekomndasikan atau mengambil tindakan perbaikan. Kecakapan ini tidak dapat hanya berada di jenjang pimpinan yang tinggi, tetapi harus sampai pada mereka yang diberi tanggung jawab khusus terhadap pengendalian persediaan. Berdasarkan defenisi di atas, suatu pengelolaan persediaan barang dagangan dikatakan efektif jika telah memenuhi ketujuh persyataran di atas. G. Peranan
Pengendalian
Internal
Persediaan
Barang
Dagangan
dalam
Menunjang Efektivitas Pengelolaan Persediaan Barang Dagangan Pengendalian internal merupakan metode dan tindakan yang dilaksanakan oleh perusahaan dan dipakai sebagai alat pengendali yang berfungsi untuk mengamankan persediaan
barang
dagangan
sejak
mendatangkan,
menerima,
menyimpan,
mengeluarkannya, baik fisik maurpun kuantitas dan pencatatannya, termasuk penilaiannya. Hal ini berarti dengan adanya pengendalian internal persediaan barang dagangan yang memadai, maka pengelolaan persediaan barang dagangan yang efektif diharapkan dapat tercapai. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mencapai pengendalian internal persediaan barang dagangan yang efektif yaitu pengendalian persediaan barang dagangan yang memadai. Pengendalian internal yang efektif selalu terikat dengan unsur-unsur pengendalian internal, sehingga berfungsi atau tidaknya pengendalian internal dapat dilihat dari bagaimana menerapkan unsur-unsur pengendalian internal tersebut dalam aktivitas pengelolaan persediaan barang dagangan. unsur
pengendalian
internal
persediaan
barang
dagangan
Adapun unsur-
yaitu
lingkungan
Universitas Sumatera Utara
pengendalian, penilaian risiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi serta pemantauan. Pengendalian internal persediaan barang dagangan dapat berperan jika dapat mencapai tujuannya untuk mencapai pengelolaan persediaan barang dagangan yang efektif. Dengan diterapkannya unsur-unsur dan tujuan pengendalian internal persediaan barang dagangan tersebut, diharapkan dapat menciptakan pengendalian internal persediaan barang dagangan yang memadai. Efektif tidaknya pengelolaan persediaan barang dagangan dapat diukur dari sejauh mana perusahaan dapat melaksanakan unsurunsur pengelolaan persediaan barang dagangan yang efektif.
Dengan demikian
pengendalian internal persediaan barang dagangan yang merupakan salah satu alat untuk mencapai syarat-syarat pengelolaan persediaan barang dagang yang efektif yaitu penetapan tanggung jawab dan kewenangan yang jelas terhadap persediaan, sasaran dan kebijakan yang dirumuskan dengan baik, fasilitas pergudangan dan penanganan yang memuaskan, klasifikasi dan identifikasi persediaan secara layak, standarisasi dan simplikasi persediaan, catatan dan laporan yang cukup serta tenaga kerja yang memuaskan. H. Tinjauan Penelitian Terdahulu Adapun penelitian terdahulu yang mendukung terhadap penelitian yang akan dilakukan penulis antara lain: Penelitian yang dilakukan oleh Dian Radiani tahun pada tahun 2004, berdasarkan penelitiannya diperoleh hasil bahwa pengendalian internal yang memadai dan efektif atas persediaan barang dagangan akan dapat menunjang efektivitas pengelolaan persediaan barang dagangan.
Universitas Sumatera Utara
I. Kerangka Konseptual
PT. PUSRI Medan
Pengelolaan Persediaan Barang dagangan
Pengendalian Internal Persediaan Barang Dagangan Efektivitas
Keterangan: Pengendalian merupakan fungsi manajemen yang melaksanakan analisa seluruh aktivitas perusahaan. Fungsi ini sangat penting karena menghasilkan pertimbagan dan saran yang bermanfaat untuk perencanaan berikutnya.
Adanya pengendalian di
perusahaan, maka diharapkan seluruh aktivitas perusahaan termasuk pengelolaan persediaan barang dagangan dapat berjalan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Efektivitas adalah ukuran keberhasilan suatu kegiatan atau program yang dikaitkan dengan tujuan yang ditetapkan.
Efektivitas dalam
pengelolaan persediaan barang dagangan berarti penyediaan persediaan barang dagangan tepat waktu pada saat dibutuhkan dengan harga yang terjangkau.
Universitas Sumatera Utara