BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep Perilaku 1. Definisi Perilaku Perilaku merupakan segala bentuk pengalaman dan interaksi yang bisa didapat dari individu maupun kelompok baik dari dalam dan luar lingkungan khususnya yang menyangkut domain perilaku seperti: pengetahuan, sikap dan tindakan Sarwono (dalam Warni, 2009). Namun, seorang ahli psikolois mencoba mengemukakan pendapatnya tentang perilaku. Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari dalam dan luar diri. Selanjutnya, perilaku manusia merupakan semua kegiatan atau
aktivitas
manusia, baik yang dapat diamati secara langsung, maupun yang tidak dapat diamati secara langsung Skiner
(dalam Sinaga, 2010).
Setiap individu
mempunyai perilaku yang unik atau berbeda dengan yang lain oleh karena itu, dalam memahami dan mempelajari perilaku setiap individu atau kelompok sangat membutuhkan pemahaman yang baik. 2.
Bentuk Perilaku Pada umumya, perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua sebagai berikut: a. Perilaku yang dapat diamati oleh orang lain misalnya, berbicara, berjalan, lari, menangis, melempar bola, berteriak dan lain sebagainya. b. Perilaku yang tidak dapat diamati secara langsung oleh orang lain misalnya berfikir dan merasakan (Sunardi, 2010). Kemudian, teori diatas didukung oleh teori Wawan dan Dewi (2010), dengan membagi dalam bentuk aktif dan pasif sebagai berikut:
6
7
a. Bentuk aktif, perilaku yang jelas dapat diobservasi secara langsung. Tindakan nyata seseorang sebagai respon seseorang terhadap stimulus (practice) merupakan overt behavior (perilaku yang bisa diamati). b. Bentuk pasif merupakan respon internal yang terjadi dalam diri manusia dan tidak
dapat dilihat secara langsung oleh orang lain misalnya,
berpikir,
tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan. Pendapat diatas, sama-sama memiliki arti dan tujuan yang sama, tentang bentuk perilaku setiap manusia. Dengan demikian, semua perilaku manusia yang dapat dilihat atau tidak, dapat menggambarkan perilaku manusia yang sebenarnya. 3.
Proses Perilaku Menurut Rogers (dalam Wawan dan Dewi 2010), sebelum mengadopsi perilaku baru dalam diri seseorang terjadi suatu proses yang berurutan sebagai berikut: a. Kesadaran (Awareness) Merupakan sikap awal seseorang dalam menyadari atau mengetahui terlebih dahulu suatu stimulus (objek). b. Tertarik (Interest) Pada tahap ini, individu mulai menaruh perhatian dan tertarik pada stimulus. c. Evaluasi (Evaluation) Pada tahap ini, individu mulai mempertimbangkan atau menilai suatu tindakan terhadap stimulus dan akan dilaksanakan setelah mengetahui baik buruknya suatu stimulus. d. Mencoba (Trial) Individu mulai mencoba perilaku baru yang dianggap baik dan benar.
8
e. Adaptasi (Adaptation) Penyesuaian diri terhadap perilaku yang baru apakah mudah diterima atau tidak terhadap suatu rangsangan. Pada tahap-tahap diatas, dapat disimpulkan bahwa pengadopsian perilaku melalui proses diatas yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran yang positif, maka perilaku tersebut dapat bersifat langgeng (ling lasting) namun sebaliknya jika tidak, maka perilaku tersebut hanya sementara atau tidak akan bertahan lama. 4.
Perilaku Kesehatan Gigi dan Mulut Kesehatan gigi dipengaruhi oleh 4 (empat) faktor: lingkungan (environment), pelayanan kesehatan (health service), perilaku (behavior) dan keturunan (heredity). Dari pernyataan diatas maka status kesehatan gigi dan mulut seseorang atau individu dipengaruhi oleh ke 4 (empat) faktor diatas dimana perilaku memegang peranan penting dalam mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut secara langsung, perilaku dapat mempengaruhi lingkungan dan pelayanan kesehatan yang mana dalam lingkungan yang tidak bersih akan memudahkan terjadinya penyakit misalnya, karies Blum (dalam Warni, 2009). Faktor keturunan membuktikan dalam keluarga yang memiliki karies mendapat persentase kejadian karies yang lebih tinggi pada anak – anak mereka dibanding dengan ayah dan ibu yang tidak memiliki karies. Dengan bandingan dari 12 (dua belas) pasangan gigi baik, hanya 1(satu) pasangan yang memiliki anak gigi karies. Sementara, dari 46 (empat puluh enam) pasangan yang karies, hanya 1 (satu) pasangan yang memiliki anak tidak karies dan yang lainnya menderita karies ringan, sedang dan tinggi (Tarigan, 2014). Pelayanan kesehatan gigi dan mulut tidak terlepas dari dari ke 4 (empat) faktor sebagai berikut:
9
a. Perilaku promosi kesehatan Dapat dimulai dari hal kecil dalam membersihkan gigi dan mulut untuk pemberian informasi pada masyarakat lain terutama pada bagian pedalaman yang memiliki banyak keterbatasan dari berbagai sumber informasi (Wawan dan Dewi, 2010). b. Perilaku preventif Pencegahan dilakukan sebelum mengalami suatu penyakit misalnya dengan mengurangi kebiasaan tidak berkumur-kumur setelah makan yang dapat digerakkan oleh kader misalnya, masyarakat yang telah mendapat pelatihan, tenaga kesehatan dan guru (Pudentiana et al. 2011). c. Perilaku kuratif Pada tahap pengobatan tentunya, rumah sakit atau puskesmas yang terdekat untuk mencari pengobatan segera agar tidak sampai pada tahap yang lebih lanjut (Pudentiana et. al. 2011). d. Perilaku rehabilitasi penyakit Setelah melalui tahap kuratif yang berhubungan dengan usaha-usaha pemulihan setelah sembuh dari penyakit gigi dan mulut. Perilaku pelayanan kesehatan merupakan respon kesehatan terhadap sistem modern dan tradisional. Perilaku ini menyangkut fasilitas pelayanan, cara pelayanan petugas kesehatan dan ketersediaan obat (Wawan dan Dewi, 2010). Beberapa faktor diatas, tampak jelas sangat mempengaruhi kejadian karies, terutama pada faktor keturunan yang tidak dapat dimodifikasi dengan cara apapun. Pelayanan kesehatan yang tidak memadai, maka sumber informasi yang diterima tentang kesehatan sangat kecil sehingga berdampak pada tingkat kesehatan yang rendah khususnya dalam kesehatan gigi dan mulut.
10
Perilaku kesehatan gigi individu atau masyarakat merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan gigi individu atau masyarakat. Perilaku kesehatan gigi positif dengan menggosok gigi sebaliknya, perilaku kesehatan gigi negatif misalnya, tidak menggosok gigi dengan teratur maka kondisi gigi yang sehat akan menurun dan berdampak pada gigi mudah berlubang Budiharto (dalam Warni, 2009). Perilaku kesehatan dapat tercermin dalam kebiasaan makan dan juga pemeliharaan kebersihan gigi secara teratur dengan menggunakan pasta gigi yang mengandung flour yang bisa mengurangi insiden karies. Pembentukan perilaku, khususnya kebiasaan makan, mempengaruhi kerentanan dan risiko terjadinya karies Reich (dalam Warni, 2009). Menggosok gigi dengan baik minimal 2 kali (dua) dalam sehari, setelah sarapan dan sebelum tidur pada malam hari Depkes (dalam Warni, 2009). Kebersihan gigi dapat mengurangi angka kejadian karies jika, perilaku yang positif dapat dilakukan secara teratur dan rutin untuk dilakukan dan juga memodifikasi kebiasaan yang buruk. 5.
Faktor – faktor Perilaku a.
Faktor – faktor yang Mempengaruhi Perilaku Manusia Konsep umum yang digunakan untuk mendiagnosis perilaku adalah konsep Green (dalam Sinaga, 2010), dimana perilaku dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor sebagai berikut: 1) Faktor predisposisi (Predisposing factors) Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan dan sosial
ekonomi
dalam
membersihkan gigi.
memenuhi
kebutuhan
atau
alat
untuk
11
2) Faktor kemungkinan (Enabling factors) Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat seperti ketersediaan sikat dan pasta gigi di rumah. 3) Faktor penguat (Reinforcing factors) Dalam faktor ini didukung oleh sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tenaga kesehatan dan guru dalam membantu atau menjadi panutan bagi masyarakat yang lain. Kegiatan promosi kesehatan sangat mendukung untuk dilakukan untuk menambah tingkat kesehatan masyarakat secara umum ditujukan pada ke 3 (tiga) faktor diatas selajutnya, akan ditambahkan perilaku kesehatan manusia. 6.
Faktor–faktor Perilaku yang Mempengaruhi Kesehatan Manusia Menurut Wawan dan Dewi (2010), faktor-faktor perilaku yang mempengaruhi kesehatan dapat digolongkan dalam dua kategori sebagai berikut: 1) Perilaku yang disadari dan dilakukan Mencakup perilaku yang disadari oleh seseorang yang bermanfaat menunjang kesehatan. Golongan perilaku ini langsung dilaksanakan dengan kegiatan – kegiatan pencegahan penyakit serta penyembuhan dari penyakit yang dilakukan atas dasar pengetahuan dan kepercayaan bagi diri yang bersangkutan, dengan orang – orang lain atau suatu kelompok
sosial.
Misalnya, melakukan perawatan gigi dan mulut dengan cara menggosok gigi dengan baik dan benar. 2) Perilaku yang disadari tidak dilakukan Suatu perilaku yang banyak terdapat dikalangan orang yang berpendidikan atau yang berpengetahuan bahwasanya penting melakukan pemeliharaan kesehatan. Namun kesadaran dan pengetahuan yang dimiliki tidak diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, sudah mengetahui
12
dampak jika tidak menggosok gigi namun, tetap saja tidak melakukannya dan juga tidak melakukan kumur – kumur setelah mengkonsumsi makanan. 3) Perilaku tidak sadar yang dapat bermanfaat bagi kesehatan kesehatan Suatu perilaku yang tidak disadari oleh seseorang dan tanpa adanya dasar pengetahuan yang memadai tapi mampu memberi manfaat bagi kesehatan khususnya bagi kesehatan gigi dan mulut misalnya, makan sirih. 4) Perilaku tidak sadar yang berdampak negatif bagi kesehatan Masalah seperti ini yang paling banyak dijumpai pada masyarakat yang di pengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: pendidikan, sumber informasi dan
lain
sebagainya. Sehingga, tidak mampu melakukan
pencegahan
penyakit secara dini. Setiap perilaku yang kita lakukan baik secara sadar maupun tidak sadar akan berdampak pada diri sendiri, orang lain maupun masyarakat itu sendiri. Dengan berperilaku yang baik, tentunya akan menunjang kesehatan dan bebas dari penyakit.
Misalnya,
mempromosikan
pentingnya
menggosok
gigi
dan
kumur – kumur setelah makan. 7. Prosedur Pembentukan Perilaku Membentuk jenis respon atau perilaku ini perlu diciptakan adanya suatu kondisi tertentu dan dilakukan secara dini Skinner (dalam Wawan dan Dewi, 2010). Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan metode yang sesuai. Apabila jika suatu tindakan telah dilakukan dengan benar maka dapat diberikan reward misalnya, memberi tepuk tangan. Hal ini akan membuat seseorang tetap mempertahankan perilaku (tindakan) tersebut dan cenderung akan sering dilakukan. Kemudian berdasarkan teori diatas, juga dilengkapi dengan contoh kebiasaan yang baik merawat gigi pada anak. Agar anak mempunyai kebiasaan
13
menggosok gigi sebelum tidur, maka anak harus dituntun dengan cara: 1) pergi ke kamar mandi sebelum tidur; 2) mengambil sikat gigi dan odol; 3) mengambil air dan berkumur; 4) melaksanakan gosok gigi; 5) menyimpan sikat gigi dan odol; 6) pergi ke kamar tidur.
Contoh tersebut merupakan, pembentukan
perilaku sederhana yang bisa dilakukan atau dituntut oleh orangtua anak. 8. Penilaian Perilaku Perilaku setiap individu dapat mempengaruhi derajat kesehatan Green (dalam Warni, 2009). Menurut Guilbert, pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Pengukuran secara langsung dapat dilakukan dengan metode observasi (direct observation) melalui uji praktek, sedangkan pengukuran secara tidak langsung dapat dilakukan melalui wawancara dengan menggunakan pertanyaan (questionnaire) (Warni, 2009). Cara mengukur indikator perilaku untuk pengetahuan, sikap dan tindakan memiliki cara yang berbeda dengan perilaku. Untuk memperoleh data tentang pengetahuan dan sikap bisa dilakukan dengan teknik wawancara. Sedangkan, untuk memperoleh data perilaku dan praktek yang paling akurat adalah melalui observasi atau melakukan pengamatan (Notoadmojo, 2010). Berkaitan dengan itu perilaku memiliki 3 (tiga) domain sebagai berikut: a. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoadmojo, 2010). Pengetahuan adalah kesan didalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca indera yang berbeda sekali dengan kepercayaan (beliefs), takhayul (superstition) dan penerangan yang keliru Mubarak (dalam Cahyono, 2010).
14
Faktor yang mempengaruhi pengetahuan antara lain pendidikan, pekerjaan, umur, minat, pengalaman, kebudayaan dan informasi Mubarak (dalam Cahyono, 2010). 1) Pendidikan Pendidikan berarti bimbingan yang di berikan seseorang pada orang lain agar mereka dapat memahami. Semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah menerima informasi dan akhirnya makin banyak pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat sikap terhadap penerimaan informasi dan nilai baru yang diperkenalkan. 2) Pekerjaan Lingkungan
pekerjaan
dapat
menjadikan
seseorang
memperoleh
pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. 3) Umur Bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada fisik dan psikologis. Pertumbuhan fisik secara garis besar ada empat perubahan pertama, perubahan ukuran, kedua perubahan proporsi, ketiga hilangnya ciri lama, keempat timbulnya ciri baru. Ini terjadi akibat pematangan fungsi organ. Pada psikologis taraf berpikir seseorang semakin matang dan dewasa. 4) Minat Minat sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada akhirya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.
15
5) Pengalaman Pengalaman adalah kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi
dengan
lingkungannya.
Ada
kecenderungan
bahwa
pengalaman yang kurang baik segera dilupakan, jika menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang sangat mendalam dan membekas dalam emosi kejiwaan dan akhirnya membentuk sikap positif dalam kehidupannya. 6) Kebudayaan Lingkungan sekitar, kebudayaan dimana kita hidup dan di besarkan mempunyai hubungan besar terhadap pembentukkan sikap kita. Apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan, karena lingkungan sangat berhubungan dalam pembentukkan sikap pribadi atau sikap seseorang Mubarak (dalam Cahyono, 2010). 7) Infomasi Informasi merupakan salah satu unsur komunikasi yaitu suatu proses penyampaian
informasi
dari
"komunikator"
kepada
"komunikan"
(Notoatmodjo 2010). Kemudahan memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang memperoleh pengetahuan yang baru Mubarak (dalam Warni, 2010). b. Sikap Sikap (attitude), merupakan ketersediaan seseorang dalam bertingkah laku atau merespon sesuatu yang baik dan buruk dari suatu objek yang didapat dari penginderaan baik dari penglihatan maupun mengimitasi dari orang lain (Notoadmojo, 2010). Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan faktor predisposisi bagi seseorang untuk berperilaku Green (dalam Warni, 2009).
16
Struktur sikap terdiri dari 3 (tiga) komponen yang saling menunjang Azwar (dalam Warni, 2009) yakni: 1) Kognitif Merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap mengenai apa yang berlaku atau yang benar bagi objek sikap. 2) Efektif Merupakan persaan yang menyangkut aspek emosional subjektif seseorang
terhadap suatu objek sikap.
3) Konotatif Merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Interaksi dari ke 3 (tiga) komponen sikap, selaras dan konsisten, dikarenakan apabila dihadapkan dengan suatu objek sikap yang sama maka komponen tersebut mempolakan arah sikap yang seragam. c.
Tindakan Sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata maka harus dipenuhi segala fasilitas setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya dapat diaplikasikan atau dipraktekkan apa yang telah diketahui atau telah dinilai baik. inilah yang dinamakan praktek (Notoadmojo, 2010).
9. Hubungan Karakteristik Individu Terhadap Pengetahuan, Sikap dan Tindakan dengan Kejadian Karies Penentuan karakteristik individu dipengaruhi oleh berbagi faktor yang saling terkait antara satu sama lain sebagai berikut (Warni, 2009) sebagai berikut:
17
a.
Jenis Kelamin Banyak survei menemukan bahwa anak perempuan memiliki prevalensi karies yang lebih tinggi dari pada anak laki – laki pada umur yang sama. Diketahui bahwa rata- rata gigi permanen pada anak perempuan lebih dulu erupsi (tumbuh) dibandingkan pada anak laki - laki, sehingga lebih lama terpapar dengan serangan karies Carlos (dalam Warni, 2009).
b. Pendidikan Orang Tua Pendidikan merupakan salah satu faktor sosial penting yang berhubungan dengan prevalensi karies Reich (dalam Warni, 2009).
Berdasarkan hasil
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), menunjukkan karies tertinggi pada orang yang berpendidikan SD yaitu 8 (delapan) gigi perorang, SMP rata rata 3 (tiga) gigi perorang (Warni, 2009). c.
Pekerjaan Orang Tua Pekerjaan merupakan faktor sosial yang dapat mempengaruhi status karies gigi Reich (dalam Warni, 2009).
Terutama pada orang tua anak yang
berpendapatan rendah. B. Konsep Perawatan Gigi Karies 1. Defenisi Karies Gigi Perawatan gigi merupakan upaya yang dilakukan agar gigi
tetap terjaga
sehat dan dapat menjalankan fungsinya. Gigi yang sehat adalah gigi yang bersih tanpa adanya lubang Asian Brain ( Cahyono, 2010). Karies merupakan kerusakan jaringan keras gigi yang disebabkan oleh asam yang ada dalam karbohidrat melalui perantara mikroorganisme yang ada dalam
saliva.
Asam yang terlalu tinggi dalam kelenjar saliva inilah yang
membuat gigi semakin menipis dan terjadi proses demineralisasi yang tinggi dengan keluarnya mineral yang banyak sehingga akan membuat lubang pada gigi
18
(Sekarsari, 2012).
Mineral dapat berfungsi untuk struktur jaringan lunak dan
keras misalnya, gigi. Gigi karies juga dikenal kerusakan gigi atau rongga, merupakan infeksi, biasanya berasal dari bakteri yang menyebabkan demineralisasi (hilangnya mineral) jaringan keras (enamel, dentin dan sementum) dan perusakkan materi organik gigi dengan produksi asam oleh hidrolisis dari akumulasi sisa – sisa makanan yang tertinggal pada permukaan gigi (Hongini, 2012). 2. Tanda dan Gejala Karies Tanda adanya karies gigi awalnya dengan adanya bercak putih kapur pada gigi, ini menunjukkan area demineralisasi enamel. Hal ini disebut sebagai lesi karies yang baru atau microcavity. Setelah pembusukkan melewati email, tubulus dentin yang memiliki bagian-bagian ke saraf gigi, menjadi terbuka dan menyebabkan sakit gigi. Rasa sakit dapat memperburuk dengan paparan terhadap panas, dingin atau makan manis dan karies juga dapat membuat bau mulut ( Hongini, 2012). Menurut
Kamus Kedokteran (dalam
Sinaga 2010), tanda dan gejala karies
sebagai berikut:1) Adanya bercak putih dan plak pada gigi; 2) Jaringan gigi akan rusak permukaan gigi mulai berlubang dan bisa sampai akhir gigi; 3) Nyeri, terutama pada malam hari; 4) Gusi bisa membengkak dan tak jarang pipi juga akan membengkak.
Tanda dan gejala diatas maka tampak jelas awal dari
terjadinya karies sehingga membuat rasa sakit, kejadian karies ini, akan membuat aktifitas menjadi terganggu dan tidak bisa berkonsentrasi untuk melakukan aktifitas terlebih – lebih jika terjadi pada anak – anak akan membuat gelisah dan menangis secara terus menerus. Karies gigi juga dapat dilihat dengan kasat mata yakni dengan melihat gigi yang berlubang yang telah mengalami perubahan warna yang menjadi hitam dan coklat Potter dan Perry, Behrman et.al (dalam setiyawati, 2012).
19
3. Teori Penyebab Terjadinya Karies Proses terjadinya karies ini, didukung oleh teori beberapa pakar yang mengemukakan setiap pendapat yang mereka miliki dalam Tarigan (2014) antara lain. a. Teori glikogen Menurut Egide, glikogen dalam keadaan normal dijumpai bersama-sama dengan bahan-bahan organik dari email seperti keratin.
Bila konsumsi
karbohidrat meningkat, maka glikogen pada jaringan akan bertambah. Glikogen berupa bahan makanan mikroorganisme mulut sehingga enzim glikogenase akan diuraikan menjadi glukosa.
Glukosa ini akan dipecah
menjadi asam susu sehingga terjadi karies dengan asidolisis. b. Teori fosfatase Menurut Eggers, menyatakan bahwa didalam air ludah ada email dan kita temui enzim fosfatase dan protease. Bila fosfat makanan terlau banyak, akan terjadi ketidakseimbangan dalam darah dan air ludah. Sebaliknya, bila pada makanan unsur fosfor kurang, keseimbangan fosfor pada darah dan air ludah akan terganggu. Kemampuan air ludah untuk membersihkan akan menurun. Hal ini akan menyebabkan timbulnya karang gigi pada permukaan gigi yang merupakan gudang dari asam fosfatase protease. c. Teori endogen pulpogenesis fosfatase Menurut Csernyei, proses terjadinya karies karena ada kerusakan pada pulpa maka terjadi ketidakseimbangan flour dan magnesium.
Dalam keadaan
normal flour: magnesium sama dengan 1 : 6, sementara pada keadaan karies gigi perbandingan 1 : 28 maka akan terjadi pada penyerapan dentin dan diikuti kerusakan email. Karena ketidakseimbangan tersebut maka akan terjadi ulkus yang diakibatkan dari kerusakan dentin dan email.
Bakteri-bakteri akan
masuk ke ulkus ini dan proses perusakkan lebih lanjut akan terjadi. Karies ini terjadi karena terjadi pemecahan fosfor yang memecah email dan dentin.
20
Beberapa teori penyebab karies diatas, ditemukan perbedaan pendapat antara teori glikogen dan fosfat namun disini, jika dilihat lebih dalam teori glikogen yang lebih mendasar dikarenakan sumber glukosa banyak dijumpai atau banyak kita konsumsi daripada kandungan fosfat dan ini terbukti pada kebiasaan anak usia sekolah jajan sembarangan yang berhubungan dengan makan makanan yang manis seperti: coklat, gulali permen dan lain sebagainya. 4. Etiologi Terjadinya Karies Karies gigi memiliki etiologi yang multi faktor dimana terjadi interaksi dari 4 faktor utama yang ada dalam mulut: host (gigi dan saliva), mikroorganisme (plak) substrat (diet karbohidrat) dan terakhir faktor waktu Reich (dalam Warni, 2009). Selain faktor dalam mulut kemudian, ditambahkan Suwelo (dalam Warni, 2009), dengan faktor yang berasal dari luar: jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi, lingkungan yang berhubungan kesehatan gigi. Penyebab gigi karies diatas, ditambahkan pendapat Hongini (2012), mulut mengandung berbagai bakteri, tetapi yang diyakini menyebabkan karies: streptococcus mutans, actynomyces dan lactobacilli acidophilus. streptococcus mutans yang paling dekat hubungannya dengan karies. Bakteri berkumpul sekitar gigi dan gusi sehingga lengket berwarna krem disebut plak yang berfungsi sebagai biofilm maka, dengan kondisi asam dalam mulut yang mengakibatkan atau mempercepat terjadinya karies gigi. 5. Patofisiologi Karies Proses terjadinya karies gigi dimulai dengan adanya plak dipermukaan gigi, seperti: sukrosa (gula) dari sisa makanan yang dikonsumsi dan ditambah dengan tidak menggosok gigi atau kumur-kumur setelah makan sehingga, bakteri berproses menempel pada gigi dan waktu tertentu sukrosa berubah menjadi asam laktat yang akan menurunkan pH mulut menjadi kritis (5,5) yang akan menyebabkan demineralisasi email berlanjut menjadi karies gigi (Suryawati, 2010).
21
Secara perlahan – lahan demineralisasi interna berjalan ke arah dentin melalui lubang foramen tetapi belum sampai kavitasi (pembentukan lubang). Kavitasi baru timbul bila dentin terlibat dalam proses tersebut. Namun kadang-kadang begitu banyak mineral hilang dari inti lesi sehingga permukaan mudah rusak secara mekanis. Kemudian setelah terjadi kavitasi, bakteri akan menembus tulang gigi. Sehingga akan membuat gigi tersebut berlubang (karies) (Suryawati, 2010). 6. Indeks Karies Gigi Indeks DMF-T adalah indeks untuk menilai status kesehatan gigi dan mulut dalam hal karies gigi permanen. Karies gigi umumnya
disebabkan
karena
kebersihan mulut yang buruk, sehingga terjadilah akumulasi plak yang mengandung berbagai macam bakteri. Indikator utama pengukuran DMF-T menurut WHO adalah pada anak usia 12 tahun. Nilai DMF-T adalah angka yang menunjukkan jumlah gigi dengan karies pada
seseorang
atau
sekelompok
orang. Angka D adalah gigi yang berlubang karena karies gigi, angka M adalah gigi yang dicabut karena karies gigi, angka F adalah gigi yang ditambal atau di tumpat karena karies dan dalam keadaan baik (Notohartojo dan Magadarina, 2013). Nilai DMF-T adalah penjumlahan D+ F+ T. Dengan adanya indeks karies gigi, dapat membantu melihat tingkat keparahan karies. 7. Klasifikasi Tingkat Karies Gigi Mengklasifikasikan tingkat keparahan karies gigi pada usia 12 tahun atau lebih dikategorikan menjadi lima kategori,
untuk melihat tingkat karies maka,
dilakukan observasi karies gigi yaitu dengan melihat tingkat keparahan sangat rendah dengan nilai DMF-T sebesar 0,0 – 1,0. Kemudian tingkat keparahan rendah dengan nilai DMF-T sebesar 1,2 - 2,6. Tingkat keparahan sedang dengan nilai DMF-T sebesar 2,7 – 4,4 dan tingkat keparahan tinggi dengan nilai DMFT sebesar 4,5 – 6,5, serta tingkat keparahan sangat tinggi dengan nilai DMF-T sebesar > 6,6 (Notohartojo dan Magdarina, 2013). Kemudian ditambahkan Malohing (2013), cara untuk mendapatkan hasil DMF-T dilakukan dengan rumus:
22
Indeks DMF-T =
D+M+F Jumlah Populasi
Berdasarkan cara untuk mendapatkan indeks karies, maka dengan mudah menentukan kategori dari sangat ringan hingga keparahan yang sangat tinggi. 8. Faktor yang Mempengaruhi Karies Gigi Banyak sekali yang mempengaruhi terjadinya karies gigi.
Dengan semakin
canggihnya pabrik makanan, semakin tinggi juga presentase karies pada masyarakat yang mengkonsumsi makanan hasil pabrik tersebut (Tarigan, 2014). Sebagai berikut: a. Ras Pengaruh ras terhadap terjadinya karies gigi amat sulit ditentukan. Namun, keadaan tulang rahang suatu ras bangsa mungkin berhubungan dengan presentase karies yang semakin meningkat atau menurun. Dikarenakan geligi – geligi pada rahang sering tumbuh tidak teratur. Dengan keadaan tersebut sulit untuk dibersihkan sisa makanan. b. Makanan Makanan yang kita konsumsi setiap hari dapat memberi pengaruh buruk dan positif pada gigi, pengaruh tersebut dapat dibagi menjadi: 1) Isi dari makanan yang menghasilkan energi misalnya, karbohidrat, protein, lemak dan mineral.
Unsur-unsur tersebut berpengaruh pada
masa pra erupsi dan pasca erupsi dari geligi. 2) Fungsi mekanis dari makanan yang dimakan Makanan yang dapat membersihkan gigi yang dapat dari bahan alami seperti: apel, jambu air dan bengkoang. Sebaliknya, makanan yang lunak
23
dapat melekat pada gigi seperti: permen, coklat, biskuit dan lain sebagainya. c. Air ludah atau saliva Air ludah setiap hari akan diproduksi sebanyak 1000 - 2500 ml per 24 jam. Semakin sedikit produk air ludah maka kejadian gigi karies akan meningkat. d. Unsur Kimia Unsur kimia yang mempunyai pengaruh terhadap terjadinya karies gigi masih dalam penelitian. Unsur kimia yang paling mempengaruhi persentase karies gigi ialah fluor. Pada tabel ini akan diperlihatkan beberapa unsur kimia yang dapat memperlambat kejadian karies gigi. Tabel 2.1. Pengaruh unsur - unsur kimia terhadap terjadinya karies gigi - Zin + Cadmium + Platina + Selenium - Magnesium (Mg) - Strontium - Berillium - Flour - Aurun (An) - Cuprum (Cu)
Menunjang terjadinya karies Menunjang terjadinya karies Menunjang terjadinya karies Menunjang terjadinya karies Menghambat karies Menghambat karies Menghambat karies Menghambat karies Menghambat karies Menghambat karies
24
Dari beberapa faktor yang ada, maka dapat disimpulkan faktor makanan yang paling sering dan berat meyebabkan karies gigi dikarenakan makanan dapat mempengaruhi keadaan saliva yang awalnya melindungi atau menjadi buffer maka akan berubah menjadi kariogenik (asam) dengan pH 5,5 dan akan membantu koloni bakteri disetiap gigi. 9.
Pencegahan Karies Gigi Tindakan pencegahan primer ini dilakukan sebelum terkena karies (Angela, 2005). Tindakan pencegahan primer ini meliputi: a. Modifikasi kebiasaan anak Modifikasi kebiasaan anak bertujuan untuk merubah kebiasaan anak yang salah mengenai kesehatan gigi dan mulut sehingga dapat mendukung prosedur pemeliharaan dan pencegahan karies. b. Riwayat sosial Banyak penelitian menunjukkan bahwa prevalensi karies lebih tinggi pada anak yang berasal dari status sosial ekonomi rendah. Hal ini dikarenakan anak dari status ini makan lebih banyak makanan yang bersifat kariogenik. c. Kebiasaan makan Mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung gula di antara jam makan dapat berhubungan dengan peningkatan karies yang besar. Ada 5 (lima) faktor makanan yang dihubungkan dengan terjadinya karies adalah jumlah fermentasi, konsentrasi dan bentuk fisik (bentuk cair, tepung, padat) dari karbohidrat yang dikonsumsi, retensi di mulut, frekuensi makan dan snacks serta lamanya interval waktu makan. 1,5 Anak yang berisiko karies tinggi sering mengkonsumsi makanan minuman manis di antara jam makan Vipeholm (dalam Angela 2005). Kebiasaan menggosok gigi merupakan cara yang efektif untuk mencegah karies. Menggosok gigi dapat menghilangkan plak dan deposit bakteri. Cara menggosok
25
o
gigi dengan menggosok seluruh bagian gigi secara vertikal dengan sudut 45 dan sikat yang berbahan nilon juga dianjurkan mengganti sikat gigi minimal 1x (satu kali) dalam 3 bulan Potter dan Perry (dalam Setiyawati, 2012 ). Waktu yang efektif dalam menggosok gigi adalah 2–3 menit (Andlaw, 2012). Dengan melakukan hal diatas secara rutin, dapat dipastikan kejadian karies gigi dapat menurun dan meningkatkan derajat kesehatan gigi dan mulut. Selanjutnya, pernyataan diatas ditambahkan oleh Tarigan (2014), pencegahan karies gigi bertujuan untuk mempertinggi taraf hidup dengan memperpanjang kegunaan gigi dan mulut, pencegahan karies dapat dibagi menjadi: a. Pengaturan diet Merupakan faktor yang paling signifikan menyebabkan penyakit karies. Konsumsi karbohidarat yang tinggi merupakan faktor penting untuk terjadinya karies.
Diet pengganti diperlukan untuk mengurangi asupan
karbohidrat. Namun, pengaturan diet jangka panjang sulit untuk dilakukan. b. Kontrol Plak Adanya plak berhubungan dengan perilaku menggosok gigi. Mengontrol plak dengan menggosok gigi sangat penting untuk dilakukan dan dianjurkan. Sebelum menyarankan hal-hal tersebut perlu diberi pemahaman. Dengan memperhatikan
hal – hal berikut:
1) Pemilihan sikat gigi yang baik serta penggunaannya. Pasien dengan penyakit kelaianan muskular, artritis, disarankan menggunakan sikat gigi elektrik 2)
Cara menggosok gigi yang baik
3)
Frekuensi dan lamanya menggosok gigi
4)
Penggunaan pasta flour
c. Penggunaan flour Manfaat floride untuk gigi dengan 3 (tiga)
cara kerja: floride dapat
menghambat perkembangan lesi karies dengan menghambat proses
26
demineralisasi, floride dapat meningkatkan ketahanan email dari asam dan meningkatkan proses remineralisasi.
Intinya flour yang tinggi dapat
menghambat proses perkembangan bakteri. Dengan adanya pencegahan karies gigi diatas, dapat menjadikan salah satu acuan atau cara
untuk mengurangi angka kejadian karies.
Namun, kedua
pendapat tersebut, bisa disimpulkan pada pencegahan primer inilah yang penting untuk dilakukan cara pencegahan karies gigi. 10. Perlindungan Terhadap Gigi Menurut Angela (2005), perlindungan terhadap gigi dapat dilakukan dengan cara penggunaan silen dan penggunaan fluor dan khlorheksidin sebagai berilkut: a. Silen Silen harus ditempatkan secara selektif pada pasien yang berisiko karies tinggi. Prioritas tertinggi diberikan pada molar pertama permanen di antara usia 6–8 tahun, molar kedua permanen di antara usia 11–12 tahun, prioritas juga dapat diberikan pada gigi premolar permanen dan molar susu. Bahan silen yang digunakan dapat berupa resin maupun glass ionomer. Silen resin digunakan pada gigi yang telah erupsi sempurna sedangkan silen glass ionomer digunakan pada gigi yang belum erupsi sempurna sehingga silen ini merupakan pilihan yang tepat sebagai silen sementara sebelum digunakannya silen resin. Keadaan dan kondisi silen harus terus menerus diperiksa pada setiap kunjugan berkala. Bila dijumpai keadaan silen tidak baik lagi silen dapat diaplikasikan kembali. b. Dental floss Dental floss (benang gigi), merupakan alat yang mampu membersihkan gigi dari sisa makanan sehingga, kejadian karies dapat dikurangi dengan menggunakan benang gigi (Andlaw, 2012).
27
c. Klorheksiden merupakan antimikroba yang digunakan sebagai obat kumur, pasta gigi, permen karet, varnis dan dalam bentuk gel. Flossing empat kali setahun dengan klorheksidin yang dilakukan oleh dokter gigi menunjukkan penurunan karies approximal yang signifikan. Demikian juga pada anak berisiko karies tinggi hal ini dapat digunakan untuk melengkapi penggunaan silen di bagian oklusi gigi (Angela, 2005). Perlindungan gigi secara dini lebih baik dilakukan daripada setelah menderita karies karena jika gigi sudah mengalami karies maka tidak mudah lagi untuk memperbaikinya kembali. C. Hubungan Perilaku tentang Perawatan Gigi dengan Kejadian Karies Pada Anak Menurut Houwink (dalam Cahyono, 2010), perawatan gigi pada anak perlu dilakukan karena, berbagai gangguan kesehatan gigi dan mulut yang mungkin terjadi antara lain karies gigi, plak, karang gigi, penyakit periodental, anomali posisi denti-fasial, ekstraksi, protesa gigi geligi, fraktur gigi, maupun berbagai penyimpangan lainnya. Selanjutnya, perawatan gigi menurut Wahyuni (dalam Cahyono, 2010) sebagai berikut: 1. Kurangi konsumsi makanan manis yang mudah melekat pada gigi seperti permen atau coklat. Namun melarang makan coklat atau permen juga dapat menimbulkan dampak psikis. 2. Ajak anak menggosok gigi secara teratur dan benar pada pagi, sore dan menjelang tidur. Lebih baik lagi bila dilakukan setiap usai makan. Biasakan mereka berkumur setelah makan atau jajan yang manis. 3. Siapkan makanan kaya kalsium (ikan dan susu), fluor (teh, daging sapi dan sayuran hijau), fosfor, serta vitamin A (wortel), C (buah), D (susu) dan E (kecambah). Mineral dan vitamin diperlukan untuk pertumbuhan gigi anak.
28
4. Jaga oral hygiene anak dengan baik. Bila ada karang gigi segera bawa ke dokter gigi untuk dibersihkan. Berdasarkan penelitian Oktrianda (2011), hubungan waktu, teknik menggosok gigi dan jenis makanan yang dikonsumsi dengan kejadian karies gigi pada murid SDN 66 Payakumbuh di wilayah kerja Puskesmas Lampasi Payakumbuh tahun 2011. Menunjukkan ada hubungan signifikan kejadian karies dengan teknik dan cara menggosok gigi. Penelitian Warni (2009), tentang hubungan perilaku anak murid SD kelas V dan VI pada kesehatan gigi dan mulut terhadap status karies, menunjukkan hasil yang signifikan dengan kejadian karies gigi. D. Kerangka Konsep Skema 2.1. Kerangka Konsep
Perilaku Tentang Perawatan gigi
Kejadian Karies - Tidak Karies - Karies
E. Hipotesa Ha: ada hubungan perilaku tentang perawatan gigi dengan kejadian karies