BAB II TINJAUAN TEORITIS
Bab II Tinjauan Teoritis
BAB II TINJAUAN TEORITIS
1.1 Tinjauan Teoritis Nama lain dari Rangkaian Resonansi adalah Rangkaian Penala. Dalam bahasa Inggris-nya adalah Tuning Circuit, yaitu satu rangkaian yang berfungsi
untuk menala sinyal dengan frekuensi tertentu dari satu band frekuensi.
Melakukan penalaan berarti rangkaian tersebut ‘beresonansi’ dengan sinyal tersebut. Dalam keadaan tertala, sinyal bersangkutan dipilih untuk diteruskan ke tahap selan-jutnya. Rangkaian penala dapat digunakan sebagai berikut ; Ditempatkan diantara sistem antena dan penguat RF satu sistem penerima.
Ditempatkan diantara tahap-tahap peguat RF, IF pada sistem penerima superheterodyne, dsb.
Gambar 1 Blok Diagram umum Rangkaian Coupling
Pada gambar 1 dijelaskan bahwa rangkaian coupling merupakan media transmisi yang ditempatkan antara 2 buah penguat. Rangkaian Coupling ini Berfungsi peghubung dan media transmisi antara 2 buah penguat tersebut. Dalam berbagai aplikasi Radio Frekuensi (RF) penggunaan rangkaian resonansi tunggal tidak mungkin cukup untuk menghasilkan output yang maksimal. Dalam situasi seperti ini, rangkaian resonansi sering dicouple bersama-sama dengan rangkaian resonator berikutnya untuk menghasilkan attenuasi lebih baik di frekuensi tertentu dibandingkan menggunakan satu resonator. Mekanisme perancangan suatu rangkaian kopling umumnya dipilih secara khusus untuk setiap aplikasi dan kegunaannya, karena setiap jenis
Ghaniyya Rahman Azizan (08334012) Laporan Tugas Akhir Tahun 2012
4
Bab II Tinjauan Teoritis
kopling memiliki karakteristik sendiri yang khas yang harus dipahami dan
transformator (bersama), dan aktif (transistor) 1.2
Penggunaan Rangkaian Penguat Tuning ( Penala) Penggunaan Rangkaian Tuning contohnya diaplikasikan pada satu penguat. Setelah digabungkan dengan penguat, rangkaian tuning (penala)
dapat dibagi menjadi yaitu :
dimengerti. Bentuk yang paling umum dari kopling adalah: kapasitif, induktif,
Single Tuned Amplifier (Penguat dengan Tala Tunggal)
Double Tuned Amplifier (Penguat dengan Tala Ganda)
Single Tuned Amplifier Penguat ini dibagi juga kedalam tiga macam, yaitu : a). Direct coupling Rangkaian direct coupling seperti ditunjukkan pada gambar 2 . Sinyal yang diteruskan ke output adalah sinyal dengan frekuensi resonansi (fr.) rangkaian tuning tersebut. Sementara sinyal dengan frekuensi f ≠ fr, akan dibuang ke ground.
f = fr
C
fr L
Gambar 2 Rangkaian Single-Tuned direct coupling
b). Induktif coupling rangkaian
induktif coupling seperti ditunjukkan pada gambar 3
.
Sinyal input diteruskan ke output (fr ) secara induktif melalui hubungan kumparan primer dengan kumparan sekunder yang ditunjukkan oleh symbol M. Pada M terjadi proses resonansi dan proses coupled antar lilitan yang bersifat induktif. Sementara sinyal dengan frekuensi f ≠ fr, akan dibuang ke ground.
Ghaniyya Rahman Azizan (08334012) Laporan Tugas Akhir Tahun 2012
5
Bab II Tinjauan Teoritis
f = fr
C
M
Lp
fr Ls
Gambar 3 Rangkaian Single-Tuned inductive coupling
c). Wideband Bandwidth suatu single-tuned amplifier dapat menjadi lebih lebar dengan menambahkan satu resistor paralel rangkaian tuning, seperti terlihat pada gambar
Resistor atau tahanan tersebut dinamakan swamping-
resistor(RS). Fungsi Rs adalah memperkecil nilai faktor kualitas semula menjadi faktor kualitas efektif (Qef) yang baru.
Sehingga bandwidth
rangkaian tuning yang baru menjadi,
B =
fo Qeff
................................................................... "
dimana, Qeff
RD = XL
....................................................................
sementara RD” = RD // R . Rangkaian tuning wideband ditunjukkan pada gambar 4berikut ini.
C
L
RS
Gambar 4 Rangkaian Single-Tuned Wideband amplifier
Ghaniyya Rahman Azizan (08334012) Laporan Tugas Akhir Tahun 2012
6
Bab II Tinjauan Teoritis
Double Tuned Amplifier Pada rangkaian penguat seperti gambar 5, kita bisa liat pengaturan penalaan berada pada rangkaian primer dan sekunder. Komponen LC ditala
dan disesuaikan dengan frekuensi kerja resonansi rangkaian.
Gambar 5 Penguat Dengan Resonansi Ganda Kopling Transformator
Gambar 6 dibawah menunjukka rangkaian ekuivalen penguat dengan tala ganda. Komponen LC
pada kumparan primer dan sekunder sangat
berpengaruh terhadap penalaan rangkaian, hal ini membantu rangkaian agar lebih maksimal dalam beresonansi.
Gambar 6 Rangkaian EkivalenPenguat Dengan Resonansi Ganda Kopling Transformator
Ghaniyya Rahman Azizan (08334012) Laporan Tugas Akhir Tahun 2012
7
Bab II Tinjauan Teoritis
1.3
Induktansi
Induktansi adalah sifat dari rangkaian elektronika yang menyebabkan timbulnya potensial listrik secara proporsional terhadap arus yang mengalir pada
rangkaian tersebut, sifat ini disebut sebagai induktansi sendiri. Sedang apabila
potensial listrik dalam suatu rangkaian ditimbulkan oleh perubahan arus dari rangkaian lain disebut sebagai induktansi bersama.
Definisi kuantitatif dari induktansi sendiri (simbol: L) adalah :
Dimana v adalah gaya gerak listrik yang ditimbulkan dalam volt dan i adalah arus listrik dalam ampere. Bentuk paling sederhana dari rumus tersebut terjadi ketika arus konstan sehingga tidak ada gaya gerak listrik yang dihasilkan atau ketika arus berubah secara konstan (linier) sehingga gaya gerak listrik yang dihasilkan konstan (tidak berubah-ubah). Induktansi muncul karena adanya medan magnet yang ditimbulkan oleh arus listrik (dijelaskan oleh Hukum Ampere). Supaya suatu rangkaian elektronika
mempunyai
nilai
induktansi,
sebuah
komponen
bernama induktor digunakan di dalam rangkaian tersebut, induktor umumnya berupa kumparan kabel/tembaga untuk memusatkan medan magnet dan memanfaatkan gaya gerak listrik yang dihasilkannya. Bentuk umum dari K buah rangkaian dengan arus im dan tegangan vm adalah
………………………………………………(1) Koefisien L yang digunakan pada rumus di atas merupakan matriks simetris, rumus tersebut berlaku selama tidak menggunakan bahan yang bisa menjadi magnet, jika tidak maka besaran L merupakan fungsi dari besaran arus (induktansi non-linier).
Ghaniyya Rahman Azizan (08334012) Laporan Tugas Akhir Tahun 2012
8
Bab II Tinjauan Teoritis
1.4
Induktor yang berpasangan ( Kopling Induktor)
Induktansi bersama muncul ketika perubahan arus dalam satu induktor menginduksi (mempengaruhi) timbulnya gaya gerak listrik di induktor lain
yang ada di dekatnya. Mekanisme ini merupakan dasar yang sangat penting dalam cara kerja transformer, namun kadang kala induksi bersama yang bisa terjadi antara konduktor yang berdekatan malah menjadi hal yang harus
dihindari dalam suatu rangkaian.
Induktansi bersama, M, juga merupakan ukuran saling induksi antara
dua
buah
induktor.
Induktansi
bersama
oleh
rangkaian i kepada
rangkaian j dihitung menggunakan integral ganda Rumus Neumann. Induktansi bersama memiliki hubungan persamaan: ……………………………………………….(2) dimana adalah nilai induktansi bersama, dan tanda 21 menunjukkan keterkaitan GGL yang terinduksi dalam kumparan 2 disebabkan oleh perubahan arus dalam kumparan 1. N1 adalah jumlah lilitan pada kumparan 1, N2 adalah jumlah lilitan pada kumparan 2, P21 adalah ruang dimana fluks magnetik berada. Induktansi bersama juga memiliki keterkaitan dengan koefisien. Koefisien kopling bernilai antara 1 dan 0, koefisien kopling digunakan sebagai indikator keterkaitan antara induktor yang dipasangkan. ………………………………………………………….(3) dimana k adalah koefisien kopling dan 0 ≤ k ≤ 1, L1 adalah nilai induktansi kumparan pertama, dan L2 adalah nilai induktansi kumparan kedua.
Ghaniyya Rahman Azizan (08334012) Laporan Tugas Akhir Tahun 2012
9
Bab II Tinjauan Teoritis
Jika nilai induktansi bersama, M, sudah diketahui, maka nilai ini dapat
digunakan untuk memprediksi sifat dari suatu rangkaian:
………………………………………………………(4)
V1 adalah tegangan dalam induktor yang dihitung,
L1 adalah induktansi dalam induktor yang dihitung,
dimana
dI1/dt adalah arus (diturunkan atas waktu) yang mengalir dalam induktor yang dihitung, dI2/dt adalah arus (diturunkan atas waktu) yang mengalir dalam induktor yang dikopling (diinduksi oleh induktor pertama), dan M adalah nilai induktansi bersama. Tanda minus muncul karena menurut konvensi titik, kedua arus yang mengalir pada masing-masing induktor saling berlawanan arah.
Jika suatu
induktor dipasangkan secara berdekatan dengan induktor lain dengan menggunakan prinsip induktansi bersama, seperti dalam transformer, maka tegangan, arus, dan jumlah lilitan dapat dihubungkan sebagai berikut: ………………………………………………………….(5) dimana Vs adalah tegangan pada induktor sekunder, Vp adalah tegangan pada induktor primer (yaitu yang terhubung dengan sumber listrik), Ns adalah jumlah lilitan pada induktor sekunder, dan Np adalah jumlah lilitan pada induktor primer. Begitu pula untuk arus:
………………………………………………………...(6) dimana Is adalah arus yang mengalir dalam induktor sekunder,
Ghaniyya Rahman Azizan (08334012) Laporan Tugas Akhir Tahun 2012
10
Bab II Tinjauan Teoritis
Ip adalah arus yang mengalir dalam induktor sekunder (yaitu yang
terhubung dengan sumber listrik),
Ns adalah jumlah lilitan pada induktor sekunder, dan
Np adalah jumlah lilitan pada induktor primer.
Perlu diperhatikan bahwa daya dari kedua induktor tersebut adalah sama. Juga persamaan di atas tidak berlaku jika kedua induktor memiliki
sumber energi sendiri-sendiri (keduanya induktor primer).
Jika kedua sisi transformer merupakan rangkaian LC yang mana
frekuensi tegangan menjadi penting, nilai induktansi bersama antara dua lilitan
ini menentukan bentuk dari kurva renspon frekuensi. Walaupun batas-batas nilai indutansi bersama ini tidak didefinisikan, namun sering disebut sebagai loose-coupling, critical-coupling, dan over-coupling. Jika rangkaian tersebut melalui transformer yang loose-coupling, bandwidth-nya akan sempit. Ketika nilai induktansi bersama ditingkatkan, bandwidth-nya ikut naik pula. Ketika
nilai
induktansi
bersama
telah
melampaui
titik
kritis,
respon bandwidth akan mulai menurun, frekuensi-frekuensi tengah akan teratuentasi lebih dibanding frekuensi-frekuensi samping. Kondisi ini disebut over-coupling. 1.5
Kopling Magnetik Ketika dua buah kumparan didekatkan atau digandengkan, maka akan timbul suatu induksi, dengan kata lain kalau dua buah kumparan tersebut terpasang dalam masing-masing loop, maka interaksi dua buah loop yang di dalamnya terdapat kumparan yang digandengkan maka akan timbul medan magnet induksi atau kopling magnet.
1.5.1 Induktansi Sendiri Tegangan yang melewati kumparan didefinisikan sebagai perubahan arus terhadap waktu yang melewati kumparan tersebut.
VL L
di dt
Ghaniyya Rahman Azizan (08334012) Laporan Tugas Akhir Tahun 2012
11
Bab II Tinjauan Teoritis
Gambar 7 Kopling dengan Induktansi sendiri (tunggal)
Atau dapat didefinisikan ketika terjadi perubahan arus, maka terjadi perubahan arus, maka terjadi perubahan fluks magnetik dikumpar tersebut yang menyebabkan terjadinya perubahan induksi emf (tegangan kumparan). d dt
VL N
………………………………………………………(7)
dengan N : jumlah lilitan kumparan φ : fluks magnet sehingga , L
di (8) dt
L= N
d di
………………………………………………………..(8)
………………………………………………………..(9)
Gambar 8 Interaksi pada induksi sendiri
Ghaniyya Rahman Azizan (08334012) Laporan Tugas Akhir Tahun 2012
12
Bab II Tinjauan Teoritis
1.5.2 Induktansi Bersama Ketika terjadi perubahan arus i I1 , maka fluks magnet di kumparan 1 berubah ( 11 )
1. Bagian fluks magnetik yang hanya melingkupi kumparan 1 disebut fluks
bocor ( L1 ) 2. Sisa fluks magnetik yang melingkupi kumparan 1 dan kumparan 2 disebut
fluks bersama ( 21 )
Gambar 9 Kopling dengan Induktansi bersama (Ganda)
Sehingga secara umum dikatakan fluks magnetik yang disebabkan oleh arus I1 adalah : 1 = L1 + 21 Tegangan induksi di kumparan 2 (Hukum Faraday) :
V2 = N 2
d21 dt
menghasilkan
N 2 21 = M 21 Sehingga :
V2 = M 21
N2
d21 di M 21 1 dt dt
M 21 N 21
di1 dt
d21 (induksi bersama) di1
Ghaniyya Rahman Azizan (08334012) Laporan Tugas Akhir Tahun 2012
………………………(10)
13
Bab II Tinjauan Teoritis
Gambar 10 Interaksi Fluks Magnetik yang terjadi pada Induksi Bersama
Fluks magnetik yang diakibatkan oleh arus I1 :
11 = 21 + L1 + 12 = 11 + 12
………..(11)
Tegangan dikumparan 1 :
V1 = N1
d1 d d = N1 11 + N1 12 …………………..……………………………...(12) dt dt dt
dimana :
N111 = L1 . I1 N112 = M 12.I 2 sehingga : V1 L1
di1 di M 12 2 ……………………………………..(13) dt dt
Fluks magnetik yang disebabkan oleh arus i2:
2 L 2 12 21 22 21 Tegangan di kumparan 2 : V2 N 2
d2 d d N 2 22 N 2 21 dt dt dt
dimana :
N 222 L2i2
N 2 21 M 21i1 sehingga : V2 L2
di2 di M 21 1 …………………………..……….(14) dt dt
M 21 = M 12 = M…………………………………………………………...(15)
Ghaniyya Rahman Azizan (08334012) Laporan Tugas Akhir Tahun 2012
14
Bab II Tinjauan Teoritis
1.5.3 Koefisien Kopling
Koefisien kopling didefinisikan sebagai perbandingan antara fluks bersama dengan total fluks magnetik di satu kumparan.
Koefisien kopling (K) didefinisikan sebagai perbandingan antara fluks bersama dengan total fluks magnetik di satu kumparan.
k
21 12 11 22
Dari persamaan sebelumnya :
M 21 N 2
21 i1
dan M 12 N1
12 ……......………………………….(16) i2
dimana M 21 M12 M ………………………….…………………………………………….(17) sehingga: M M k L1 L2 k
M L1 L2
- Jika nilai k = 0 , berarti nilai M = 0 , artinya tidak ada kopling magnetik. - Jika nilai k = 1 , berarti M = (L1 L2)^1
, yang berarti tidak ada
fluks bocor atau semua fluks bersama melingkari kedua kumparan, unity coupled transformator.
1.6
Teknik Resonansi Untuk keperluan desain dan implementasi rangkaian coupling ini dipergunakan teori – teori tentang rangkaian osilasi yang terdiri dari rangkaian resonansi seri dan resonansi paralel. 1. Resonansi Seri
Ghaniyya Rahman Azizan (08334012) Laporan Tugas Akhir Tahun 2012
15
Bab II Tinjauan Teoritis
Gambar 11 Resonansi Seri
XL = jωL = j 2πf L…………………………………………………...(18)
=
Xc =
………………………………………......................................(19) Untuk resonansi seri terjadi arus maksimum : I = IL + IC……………………………………………………………………...(20)
2. Resonansi Paralel
Gambar 12 Resonansi Paralel
XL = Xc
2πf L =
Ghaniyya Rahman Azizan (08334012) Laporan Tugas Akhir Tahun 2012
(21)
………………(22) 16
Bab II Tinjauan Teoritis
f2 =
…………………………………………… (23)
Dimana f = fo
………………………………………………….(24)
Untuk resonansi parallel terjadi arus minimum :
IL berlawanan arah karena sifat coil sehingga :
I = (-IL) + IC
I = IC – IL
Dimana : XL
:
Impedansi Induktansi
Xc
: Impedansi Kapasitansi
L
: Induktansi
C
: Kapasitansi
IL
:
IC
: Arus
Fo
: frekuensi resonansi
Arus Induktansi Kapasitansi
Dari persamaan rumus diatas dapat diasumsikan bahwa pada resonansi seri akan mempunyai sifat impedansi minimum dan arus maksimum sedangkan pada resonansi parallel akan mepunyai impedansi maksimum dan arus minimum. Sehingga pada proyek akhir ini menggunakan resonansi parallel untuk mendapatkan impedansi maksimum. Untuk mendapatkan frekuensi resonansi kita harus melinierkan rangkaian tranformator terlebih dahulu seperti pada gambar 13.
Ghaniyya Rahman Azizan (08334012) Laporan Tugas Akhir Tahun 2012
17
Bab II Tinjauan Teoritis
M R2
R1
+ VS
I1
L1
L2
I2
ZL
VL
-
Gambar 13 Transformator Linear
Tinjaulah impedansi masukan pada terminal rangkaian primer. Kedua
persamaan mesh adalah
......................................(25)
......................................(26)
Kita dapat menyederhanakan dengan mendefinisikan
Sehingga ........................................(27) ………………………...... (28)
Dengan memecahkan persamaan kedua untuk I 2 dan menyisipkannya di dalam persamaan pertama memungkinkan kita mencari impedansi masukan, ..................................... …(29)
Dari persamaan di atas, kita dapat menarik beberapa kesimpulan. Pertama, hasil ini tidak bergantung pada tempat bintik pada masing-masing lilitan, karena jika satu diantara bintik tersebut dipindahkan ke ujung lain dari koil, maka hasilnya adalah perubahan tanda setiap suku yang melibatkan M di dalam (17) dan 20). Kita dapat juga memperhatikan di dalam (21) bahwa impedansi masukan adalah Z11 jika kopling direduksi ke nol. Jika kopling dinaikkan dari nol, maka impedansi masukkan berbeda dari Z11 sebanyak – s2M2/Z22 yang disebut impedansi yang direfleksi. Hakekat dari perubahan ini lebih nyata bila diamati dalam kerja keadaan mantap sinusoida. Dengan menyebut s=jω. ................................... (30)
Ghaniyya Rahman Azizan (08334012) Laporan Tugas Akhir Tahun 2012
18
Bab II Tinjauan Teoritis
sekunder menaikkan rugi di dalam rangkaian primer. Dengan kata lain, hadirnya sekunder dapat diperkirakan di salam rangkaian primer dengan
menambahkan harga R1. Reaktansi X22 merupakan jumlah dari ωL2 dan XL;
rekatansi ini perlu positif untuk muatan-muatan induktif dan boleh positif atau negatif untuk muatan kapasitif; bergantung pada reaktansi beban. Kita tinjau
pengaruh reaktansi dan tahanan yang direfleksikan dengan meninjau hal khusu
Karena ω2M2R22/(R222+X222) harus positif, maka jelaslah bahwa adanya
dimana kedua primer dan sekunder adalah rangkaian resonansi seri yang
identik. Jadi, R1=R2=R, L1=L2=L dan impedansi beban ZL dihasilkan oleh
kapasitansi C, yang identik dengan sebuah kapasitansi yang disisipkan seri di dalam rangkaian primer. Frekuensi resonansi seri dari primer dan sekunder sendiri adalah
..................................... (31)
Resonansi ini terjadi bila, ..................................... (32) Gambar 14 di bawah ini merupakan magnitudo respon dari rangkaian resonansi yang diperlihatkan sebagai fungsi frekuensi.
|V(jω)| |I|R 0.707|I|R
ω1ω0 ω2
ω
Gambar 14 Respon dari rangkaian resonansi
Ghaniyya Rahman Azizan (08334012) Laporan Tugas Akhir Tahun 2012
19
Bab II Tinjauan Teoritis
1.7
Penguat RF Penguat RF merupakan perangkat yang berfungsi memperkuat sinyal frekuensi tinggi yang dihasilkan osilator RF dan diterima oleh antena untuk
dipancarkan. Penguat RF yang ideal harus menunjukkan tingkat perolehan daya
yang tinggi, gambaran noise yang rendah, stabilitas dinamis yang baik, admitansi pindah baliknya rendah sehingga antena akan terisolasikan dari
osilator, dan selektivitas yang cukup untuk mencegah masuknya frekuensi IF,
frekuensi bayangan, dan frekuensi-frekuensi lainnya. Pada penguat RF, rangkaian yang umum digunakan adalah penguat kelas A dan Kelas C.
Secara umum, penguat RF lengkap terdiri dari tiga buah tingkatan, yaitu buffer, driver, dan final.
Penguat narrow band
Penguat wide band
Kedua respon jenis diatas digambarkan pada gambar 15 :
Gambar 15 Respon Penguat RF
1.7.1 Pra-Tegangan Transistor (Biasing) Pemberian bias tegangan DC pada rangkaian transistor bertujuan untuk mendapatkan level tegangan dan arus kerja transistor yang tetap. Selain itu juga berguna untuk menentukan titik kerja dan garis beban DC dari transistor. Ada dua macam pemberian bias tegangan DC yang biasa digunakan pada transistor BJT, yaitu: 1.
Self Bias
Ghaniyya Rahman Azizan (08334012) Laporan Tugas Akhir Tahun 2012
20
Bab II Tinjauan Teoritis
Pemberian bias tegangan pada transistor dengan menggunakan prinsip pembagi
tegangan. Rangkaian untuk self bias terlihat pada gambar 12. VCC
RC
R1
IB
R2
RE
Gambar 16 Rangkaian Self Bias
Persamaan untuk rangkaian pada gambar 16 diatas: (33) (34) Berdasarkan persamaan (11) dan (12) maka rangkaian penggantinya bisa menjadi seperti pada gambar 17. VCC
RC
IB
RB VBB
BE
CE
RE
Gambar 17 Rangkaian Pengganti Self Bias
Loop BE:
Ghaniyya Rahman Azizan (08334012) Laporan Tugas Akhir Tahun 2012
21
Bab II Tinjauan Teoritis
……..(35)
……..(36)
Loop CE:
………(37)
2.
Fixed Bias Pemberian bias tegangan dengan menggunakan tahanan basis dan tahanan kolektor, seperti terlihat pada gambar 18 dibawah ini VCC
IC RC BE
IB CE
RB
Gambar 18 Rangkaian Fixed Bias
Ghaniyya Rahman Azizan (08334012) Laporan Tugas Akhir Tahun 2012
22
Bab II Tinjauan Teoritis
Persamaan untuk rangkaian seperti gambar 18 diatas adalah:
Loop BE:
…….(38)
Loop CE:
……..(39) 3.
Feedback Bias Feedback bias dilakukan dengan memberikan umpan balik dari kolektor
menuju basis. Gambar 19 menunjukkan rangkaian feed back bias. VCC I’C RC IC
IB RB RC
Gambar 19 Rangkaian Feedback Bias
Loop BE:
Ghaniyya Rahman Azizan (08334012) Laporan Tugas Akhir Tahun 2012
23
Bab II Tinjauan Teoritis
Maka,
……….(40)
Loop CE:
Maka,
………(41)
1.7.2 Kelas-kelas Operasi Penguat Daya Pemberian bias tegangan pada transistor akan menempatkan suatu titik kerja pada kurva karakteristik sehingga menentukan daerah kerja transistor dan disebut titik Q (Quiescent Point). Titik kerja transistor ditempatkan di tengah daerah aktif pada kurva karakteristik output transistor agar rangkaian penguat dapat menguatkan sinyal dengan linier atau tanpa cacat. Berdasarkan titik kerjanya, penguat daya dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelas, yaitu:
Ghaniyya Rahman Azizan (08334012) Laporan Tugas Akhir Tahun 2012
24
Bab II Tinjauan Teoritis
1.
Penguat Kelas A
Penguat Kelas A adalah penguat dengan titik kerja yang berada ditengah garis beban transistor, seperti pada gambar 17. Hal ini berarti
tegangan kerja transistor (
) adalah ½ dari VCE . Penguat tipe kelas A dibuat
dengan mengaur arus bias yang sesuai di titik tertentu yang ada pada garis bebannya. Rangkaian dasar penguat transistor kelas A dapat dilihat pada
gambar 20.
Gambar 20 Rangkaian Dasar Penguat Kelas A
Q
VCEq VCE cutoff
VCE
Gambar 21 Kurva Garis Beban DC dan Titik Kerja Penguat Kelas A
Gambar 21 diatas menunjukkan kurva garis beban DC pada penguat kelas A. Garis beban pada penguat kelas A ditentukan oleh besarnya R E dan RC. sedangkan R1 dan R2 dipasang untuk menentukan arus bias. Besarnya arus Ib biasanya tercantum pada datasheet transistor yang digunakan. 2.
Penguat Kelas B Penguat kelas B adalah penguat dengan titik kerja terletak berhimpit dengan
VCE dan berptongan dengan garis Ib = 0, seperti pada gambar 22. Karena letak titik yang demikian, maka transistor hanya bekerja aktif pada satu bagian phase gelombang saja. Oleh sebab itu penguat kelas B selalu dibuat dengan 2 buah transistor, yaitu transistor NPN (Q1) dan PNP (Q2), seperti terlihat pada gambar 22.
Ghaniyya Rahman Azizan (08334012) Laporan Tugas Akhir Tahun 2012
25
Bab II Tinjauan Teoritis
Gambar 22 Penguat Kelas B
Gambar 23 Rangkaian Dasar dan Kurva Garis Beban DC dan Titik Kerja Penguat Kelas B
Karena kedua transistor ini bekerja bergantian, maka penguat kelas B sering dinamakan sebagai penguat Push-Pull. Penguat kelas B lebih efisien dibanding dengan kelas A, sebab jika tidak ada sinyal input ( Vin = 0 volt) maka arus bias Ib juga = 0 dan praktis membuat kedua trasistor dalam keadaan OFF. Efisiensi penguat kelas B kira-kira sebesar 75%. Namun bukan berarti masalah sudah selesai, sebab transistor memiliki ke-tidak ideal-an. Pada kenyataanya ada tegangan jepit Vbe kira-kira sebesar 0.7 volt yang menyebabkan transistor masih dalam keadaan OFF walaupun arus Ib telah lebih besar beberapa mA dari 0. Ini yang menyebabkan masalah cross-over pada saat transisi dari transistor Q1 menjadi transistor Q2 yang bergantian menjadi aktif. 3.
Penguat Kelas AB Rangkaian penguat kelas AB adalah penguat transistor yang titik kerjanya
antara titik kerja transistor penguat kelas A dan B. Rangkaian dasar penguat kelas AB dapat dibuat sama dengan penguat kelas B, hanya nilai RB1 dan RB2 yang berbeda. Rangkaian dasar penguat kelas AB dapat dilihat pada gambar 20 dan grafik titik kerja penguat kelas AB dapat dilihat pada gambar 24.
Ghaniyya Rahman Azizan (08334012) Laporan Tugas Akhir Tahun 2012
26
Bab II Tinjauan Teoritis
Gambar 24 Rangkaian Dasar danKurva Garis Beban DC dan Titik Kerja Penguat Kelas AB
4.
Penguat Kelas C
Penguat kelas C dapat bekerja dengan baik dengan hanya menggunakan 1 transistor. Transistor penguat kelas C bekerja aktif hanya pada phase positif saja, bahkan jika perlu cukup sempit hanya pada puncak-puncaknya saja dikuatkan. Sisa sinyalnya bisa direplika oleh rangkaian resonansi L dan C. Tipikal dari rangkaian penguat kelas C adalah seperti pada gambar 25.
Gambar 25 Rangkaian Dasar Penguat Kelas C
Rangkaian ini juga tidak perlu dibuatkan bias, karena transistor memang sengaja dibuat bekerja pada daerah saturasi. Rangkaian LC pada rangkaian tersebut akan ber-resonansi dan ikut berperan penting dalam me-replika kembali sinyal input
Ghaniyya Rahman Azizan (08334012) Laporan Tugas Akhir Tahun 2012
27
Bab II Tinjauan Teoritis
menjadi sinyal output dengan frekuensi yang sama. Rangkaian LC paralelnya tersebut
memiliki frekuensi resonansi sebesar:
Penguat kelas C banyak digunakan pada penguat dengan
rangkaian ternala, misalnya pada penguat akhir pemancar. Rangkaian
ini jika diberi umpan balik dapat menjadi rangkaian osilator RF yang sering digunakan juga pada pemancar.
1.7.3 Rangkaian Penyesuaian Impedansi Rangkaian penyesuaian impedansi (matching impedance) diperlukan antara penguat akhir dan beban. Rangkaian ini diperlukan untuk mendapatkan transfer daya maksimum. Beberapa jenis rangkaian LC dapat digunakan untuk fungsi penyesuai impedansi[5], diantaranya penyesuain transformator tala-tunggal, penyesuaian-L (L-match), dan penyesuaian- π (π-match). Pada gambar 25 menunjukkan jenis-jenis rangkaian matching impedance, diantaranya 26(a) adalah rangkaian penyesuaian transformator tala-tunggal, 26(b) L-match dengan L seri, 26 (c) L-match dengan L parallel, 26(d) π-match. L
L1 RS
L2
C1
C
RS
RL
(a)
(b) L
C
RS
RS
L
RL
C2
C1
RL
RL
(c)
(d)
Gambar 26 Jenis-Jenis Rangkaian Matching Impedance
Ghaniyya Rahman Azizan (08334012) Laporan Tugas Akhir Tahun 2012
28
Bab II Tinjauan Teoritis
L-match adalah jenis matching impedance yang biasanya digunakan untuk
penyesuaian keluaran pemancar.
Ada dua jenis rangkaian L-match, yaitu L-match dengan L seri seperti terlihat
pada gambar 26(b) dan L-match dengan L parallel seperti terlihat pada gambar 26.
Ghaniyya Rahman Azizan (08334012) Laporan Tugas Akhir Tahun 2012
29