BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Mutu Pelayanan Keperawatan 1. Pengertian Mutu Pelayanan Keperawatan Mutu merupakan gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan pelanggan baik berupa kebutuhan yang dinyatakan maupun kebutuhan yang tersirat (Supriyanto, 2006). Mutu tidak lepas dari kata kualitas atau mutu tersebut. Kata kualitas mengandung banyak definisi dan makna, diantaranya seperti: a. Mutu adalah kualitas, b. Bebas dari kerusakan atau cacat, c. Kesesuaian; penggunaan (fitness of use), persyaratan atau tuntunan, d. Melakukan segala sesuatu secara benar semenjak awal, e. Pemenuhan kebutuhan pelanggan semenjak awal dan setiap saat, f. Kepuasan klien; dalam arti klien tersebut maupun keluarga.
Pelayanan adalah produk yang dihasilkan suatu organisasi dapat menghasilkan barang atau jasa. Jasa diartikan juga sebagai pelayanan karena jasa itu menghasilkan pelayanan. Pelayanan adalah suatu perbuatan dimana seseorang atau suatu kelompok menawarkan pada kelompok / orang lain sesuatu yang pada dasarnya tidak berwujud dan produksinya berkaitan atau tidak berkaitan dengan fisik produk. Defenisi lain dijelaskan bahwa pelayanan merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual, sehingga dapat dikatakan bahwa pelayanan itu merupakan suatu aktivitas yang ditawarkan dan menghasilkan sesuatu yang tidak berwujud namun dapat dinikmati atau dirasakan (Triwibowo, 2013).
Menurut Suryadi (2008), mengemukakan pelayanan keperawatan adalah upaya: a. Mengembangkan dan membina berbagai macam sifat praktek keperawatan profesional atau keperawatan ilmiah; b. Membina suasana dan lingkungan
pelayanan atau asuhan keperawatan profesional; c. “Mengawal” praktek keperawatan sesuai hakikat profesi keperawatan pelaksana dan pengembangan; d. Membangun dan membina komunikasi keperawatan profesional dengan budaya profesional (profesional culture); e. Membina dan mengembangkan ketenagaan keperawatan pelaksana pelayanan atau asuhan keperawatan profesional.
Kottler dan Tjiptono menjelaskan, dalam Triwibowo (2013), menjelaskan karakteristik dari pelayanan sebagai berikut : a.
Intangibility (tidak berwujud) Suatu pelayanan mempunyai sifat tidak berwujud, tidak dapat dirasakan atau dinikmati, tidak dapat dilihat, didengar, dan dicium sebelum dibeli oleh konsumen, misalnya : Pasien dalam suatu rumah sakit akan merasakan bagaimana pelayanan keperawatan yang diterimanya setelah menjadi pasien rumah sakit tersebut.
b.
Inseparibility (tidak dapat dipisahkan) Pelayanan yang dihasilkan dan dirasakan pada waktu bersamaan dan apabila dikehendaki oleh seseorang untuk diserahkan kepada pihak lainnya, akan tetapi merupakan bagian dari pelayanan tersebut, dengan kata lain, pelayanan dapat diproduksi dan dikonsumsi / dirasakan secara bersamaan, misalnya : Pelayanan keperawatan yang diberikan pada pasien dapat langsung dirasakan kualitas pelayanannya.
c.
Variability (bervariasi) Pelayanan bersifat sangat bervariasi karena merupakan non-standardized dan senantiasa mengalami perubahan tergantung dari pemberian pelayanan, penerima pelayanan dan kondisi dimana serta kapan pelayanan tersebut diberikan, misalnya : Pelayanan yang diberikan kepada pasien hemodialisa
di rumah sakit swasta mungkin akan berbeda dengan rumah sakit pemerintah. d.
Perishability (tidak tahan lama) Dimana pelayanan itu merupakan komoditas yang tidak tahan lama dan tidak disimpan, misalnya : Jam tertentu tanpa ada pasien di ruang perawatan, maka pelayanan yang biasanya terjadi akan hilang begitu saja karna tidak dapat disimpan untuk dipergunakan lain waktu.
Pengertian kualitas pelayanan keperawatan menurut Triwibowo (2013), terdiri dari sejumlah keistimewaan produk, baik keistimewaan langsung maupun keistimewaan atraktif yang memenuhi harapan pelanggan dan demikian memberikan kepuasan atas penggunaan produk itu. Kualitas pelayanan terdiri dari segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau kerusakan. Suatu defenisi kualitas yang lebih tepat telah diberikan oleh American Health Insurers, mereka mengusulkan bahwa kualitas yang berkaitan dengan pemberian perawatan kesehatan ini harus tersedia, dapat diterima, menyeluruh, berkelanjutan, dan didokumentasikan. Bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan, kualitas lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas dengan pasien, keprihatinan serta keramahtamahan petugas dalam melayani pasien, dan atau kesembuhan penyakit yang sedang diderita pasien.
Berdasarkan standar tentang evaluasi dan pengendalian kualitas bahwa pelayanan keperawatan menjamin adanya asuhan keperawatan yang berkualitas tinggi dengan terus menerus melibatkan diri dalam program pengendalian kualitas di rumah sakit. Dalam bekerja sama dengan sesama tim, semua perawat harus berprinsip dan ingat bahwa fokus dan semua upaya yang dilakukan adalah mengutamakan kepentingan pasien serta kualitas asuhan keperawatan, untuk itu semua perawat harus mampu mengadakan komunikasi secara aktif. Menurut Triwibowo (2013), kualitas pelayanan keperawatan adalah sikap profesional
perawat yang memberikan perasaan nyaman terlindungi pada diri setiap pasien (melalui lima dimensi mutu) yang sedang menjalani proses penyembuhan dimana sikap ini merupakan kompensasi sebagai pemberian pelayanan dan diharapkan menimbulkan perasaan puas pada diri pasien.
Mutu pelayanan keperawatan masih tergantung pada kemampuan individu perawat, pendidikan terakhir, kondisi praktek keperawatan yang dikehendaki masyarakat dan pemerintah serta peraturan internasional, standar praktek yang dipakai dan legislasi yang dijalankan. Adapun menurut Jernigan dan Young (1983), dalam Kurniadi (2013), pengendalian mutu pelayanan keperawatan harus mencakup: a. Penerapan standar praktek keperawatan; b. Pelaksanaan sistem evaluasi; dan c. Kegiatan-kegiatan untuk melakukan tindakan perbaikan dan peningkatan layanan praktek keperawatan.
Menurut Joint Commision on Accreditation of Health Care Organizations dalam Sitorus, Rumondang (2011), mutu pelayanan adalah dipenuhinya standar profesi dalam layanan dan terwujudnya hasil akhir sesuai dengan yang diharapkan. Mutu layanan berarti suatu tingkat layanan tersebut memuaskan harapan pelanggan. Dengan demikian, suatu layanan disebut bermutu apabila memenuhi standar dan pelanggan mempunyai persepsi yang baik terhadap layanan tersebut karena harapannya dapat dipenuhi. Mutu menjadi fokus utama dalam memberikan layanan kesehatan / keperawatan. Layanan dengan mutu yang baik / tinggi akan menghasilkan pelanggan abadi (true customers); mereka akan datang kembali ke layanan tersebut dan memuji mutu layanan tersebut kepada orang lain. Oleh karena itu monitoring mutu asuhan keperawatan menjadi sangat penting karena dapat meningkatkan jumlah pasien / pelanggan abadi.
Penilaian kualitas pelayanan keperawatan di rumah sakit banyak dilakukan pendekatan dengan membuat desain standar kualitas yang bisa berjumlah ribuan yang pada akhirnya menjadi standar mutu pasien, dimana kualitas perawatan
harus diukur dengan konsisten dan kemampuan untuk diperbandingkan. Penilaian kualitas pelayanan keperawatan juga dapat dilihat dengan cara kepuasan pasien rawat inap dan tanggapan pasien tentang mutu (kualitas) pelayanan keperawatan. Prinsipnya, dalam pengukuran kualitas pelayanan pasien yang dilihat dari standar perawatan pasien dengan tujuan untuk membantu membantu perawat dalam melanjutkan peningkatan yang konsisten, continue, dan bermutu (Triwibowo, 2013).
2. Pelayanan Keperawatan di Ruang Rawat inap Di dalam ruang rawatan perawatan terhadap pelayanan sebagai berikut (Mahesa, 2009): a.
Pelayanan Tenaga Medis Tenaga medis adalah ahli kedokteran yang fungsi utamanya memberikan pelayanan medis kepada pasien dengan mutu sebaik-baiknya dengan menggunakan tata cara dan teknik berdasarkan ilmu kedokteran dan etik yang berlaku serta dapat dipertanggungjawabkan (Soermarja Aniroen, 1991; dalam Mahesa 2009). Tenaga medis ini dapat sebagai dokter umum maupun dokter spesialis yang terlatih dan diharapkan memiliki rasa pengabdian yang tinggi dalam memberikan pelayanan kepada pasien.
Pasien selain mengharapkan tenaga medis yang dapat mengetahui dan meyembuhkan penyakitnya juga mengharapkan agar para tenaga medis tersebut dapat memberikan kasih sayang, rasa aman, penuh perhatian dan pengabdian, berusaha dengan sungguh-sungguh dan mengobati dan merawatnya.
b.
Pelayanan Tenaga Para Medis Pekerjaan dari pelayanan perawatan adalah memberikan pelayanan kepada penderita dengan baik, yaitu memberikan pertolongan dengan dilandasi keahlian, kepada pasien-pasien yang mebgalami gangguan fisik dan
gangguan kejiwaan orang dalam masa penyembuhan dan orang-orang yang kurang sehat dan kurang kuat. Dengan pertolongan tersebut mereka yang membutuhkan pertolongan mampu belajar sendiri untuk hidup dengan keterbatasan yang ada dalam lingkungan.
c.
Lingkungan Fisik Ruang Perawatan Ada administrator rumah sakit yang mengatakan bahwa pengelolaan rumah sakit yang baik ibarat mengelola sebuah hotel. Diperlukan suasana yang tenang, nyaman, bersih, asri, aman, tentram, dan sebagainya. Untuk menuju kearah itu sebenarnya RS telah mempunyai dasar acuan Permenkes No 982/92, tentang persyaratan kesehatan lingkungan RS antara lain : 1) Lokasi atau lingkungan RS Tenang, nyaman, aman, terhindar dari pencemaran, selalu dalam keadaan bersih.
2) Ruangannya Lantai dan dinding bersih, penerangan yang cukup, tersedia tempat sampah, bebas bau yang tidak sedap. Bebas dari gangguan serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya. Lubang ventilasi yang cukup, menjamin penggantian udara dalam kamar dengan baik. 3) Atap langit-langit, pintu sesuai syarat yang telah ditentukan. Untuk menjaga dan memelihara kondisi ini, bukan hanya tugas pimpinan tapi tugas semua karyawan rumah sakit termasuk pasien dan pengunjung. Dengan demikian akan diperoleh suasana yang nyaman, asri, aman, tentram, bebas dari segala gangguan sehingga dapat memberikan kepuasan pasien dalam membantu proses penyembuhan penyakitnya.
Adapun standar fasilitas kamar rawat inap yang ditetapkan kepada rumah sakit yaitu: 1.
VIP Tabel 2.1 FASILITAS a. b. c. d. e. f.
2.
1 tempat tidur Bedside Cabinet Overbed tabel Kursi penunggu Nurse Call Sofa bed
g. h. i. j. k. l.
AC TV 17” Kulkas Kamar mandi air panas dingin Shoap kit (di tawarkan) Meja tamu teras
Kelas I Tabel 2.2 FASILITAS a. b. c.
3.
1 kamar, 1 tempat tidur 1 kursi penunggu 1 meja pasien
d. AC e. Nurse Call f. Kamar mandi di dalam kamar
Kelas II Tabel 2.3 FASILITAS a. b. c.
4.
1 kamar, 2 tempat tidur 2 kursi penunggu 2 meja pasien
d. FAN e. Nurse Call f. Kamar mandi di dalam kamar perawatan
Kelas III Tabel 2.4 FASILITAS a. b. c.
d.
1 kamar, 3 tempat tidur 3 kursi penunggu 3 meja pasien
d. Nurse Call e. Kamar mandi di luar kamar perawatan
Pelayanan Penunjang Medis Umumnya pasien rawat inap merasa puas bila seluruh pemeriksaan dan pengobatan sudah disiapkan oleh rumah sakit. Demikian juga kebutuhankebutuhan mendadak seperti alat-alat selalu sudah tersedia dan siap pakai.
Untuk penyediaan perlengkapan-perlengkapan ruangan yang modern seperti TV, AC, telepon dan lain-lain tergantung pada kebutuhan dan kemampuan pasien untuk membayar. Di dalam rumah sakit pelayanan kesehatan hampir seluruhnya merupakan pemberian obat. Obat dan semua alat untuk melakukan pengobatan tidak dapat dipisahkan dari rumah sakit dan tersedianya merupakan suatu keharusan yang mutlak. Bagian farmasi rumah sakit bertanggung jawab atas kuantitas maupun kualitasnya, baik dari mulai pengadaannya, pendistribusiannya sampai pada pengawasannya. Penyaluran pada pasien harus tepat dalam waktu, jumlah dan cara pemakaiannya. Demikian obat-obatan harus tersedia saat bila diperlukan dan memenuhi standar yang diwajibkan.
Makanan yang dihidangkan harus dalam jumlah perkiraan kebutuhan, enak dipandang,
dapat
dicerna
dengan
baik,
bebas
dari
kontaminasi,
memperhatikan nutrisi dan memenuhi standar resep, serta penyajiannya pada waktu yang tepat dan teratur. Pada hakekatnya pelayanan gizi adalah penerapan ilmu dan seni dalam membantu seseorang dalam keadaan sehat atau sakit untuk memilih dan memperoleh makanan yang sesuai guna memenuhi kebutuhan gizi tubuh. Di rumah sakit pelayanan ini ditunjukkan kepada pasien rawat inap, rawat jalan serta karyawan.
e.
Pelayanan Administrasi dan Keuangan Untuk pasien umum, dibagian ini dilakukan prosedur penerimaan uang muka perawatan, penagihan berkala dan penyelesaian rekening pada saat pasien akan keluar dari rumah sakit. Untuk penyelesaian rekening, kwitansi harus dibuat rinci atas biaya pengobatan, pemeriksaan dan perawatan yang diperoleh pasien selama di rumah sakit.
3. Misi Suatu Ruang Rawat Misi unit/ruang rawat konsisten dengan misi devisi keperawatan (dalam Sitorus; Rumondang, 2011) yaitu : a. Mengkaji kebutuhan biopsikososial dan spiritual pasien dan keluarga dalam rangka memberikan asuhan keperawatan yang optimal; b. Memberikan asuhan keperawatan berdasarkan rencana asuhan individual sesuai kebutuhan mereka, dengan biaya yang dapat dijangkau pasien dan rumah sakit; c. Berperan sebagai pembela bagi pasien dan keluarga untuk menjamin asuhan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan mereka; d. Memberikan dan meningkatkan pendidikan yang berkesinambungan melalui kegiatan
pelatihan,
riset
dan
diskusi/konferens
kasus
dalam
rangka
meningkatkan mutu asuhan keperawatan; e. Melibatkan semua disiplin yang terkait
dengan
asuhan
pasien
dalam
melakukan
evaluasi
tentang
kebutuhan/masalah pasien; f. Mengkaji dan mengevaluasi mutu asuhan keperawatan secara berkesinambungan melalui kegiatan program menjaga mutu dan dilakukan setiap bulan.
4. Filosofi Suatu Ruang Rawat Adapun filosofi suatu ruang rawat (dalam Sitorus; Rumondang, 2011) yaitu: a. Semua pasien mendapat asuhan keperawatan secara individual dari semua perawat dan asuhan yang diberikan mencakup kebutuhan bio-psiko-sosialspiritual; b. Sasaran asuhan kesehatan adalah membantu pasien mencapai tingkat kesehatan yang optimal; c. Pasien perlu dimotivasi oleh semua perawat untuk mencapai kemandirian dan tidak tergantung pada orang lain; d. Perawat bertanggung jawab sebagai pembela pasien dan keluarga, untuk mendapatkan asuhan yang bermutu sesuai dengan harapan pasien dan keluarga; e. Pendidikan berkesinambungan merupakan komponen penting dalam meningkatkan asuhan kesehatan; f. Keperawatan merupakan bagian integral dari asuhan kesehatan dan perawat merupakan salah satu tenaga kesehatan yang penting; g. Pasien dan keluarga mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang kesehatan mereka.
Bangsal atau ruangan pasien adalah bagian penting yang tidak terpisahkan dari suatu tatanan rumah sakit. Dapat dikatakan, bangsal sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan rumah sakit dan ikut menentukan baik-buruknya rumah sakit atau mutu layanan yang diberikan kepada konsumen rumah sakit. Dibangsal ini bergabung perawat pelaksana asuhan keperawatan yang memonopoli waktu pasien secara terus menerus selama 24 jam, bahkan tengah malam perawat dengan dedikasinya yang tinggi dengan setia mendampingi pasiennya dan melayani, memenuhi kebutuhannya, serta memecahkan permasalahan yang dihadapi pasiennya. Atas kondisi itulah, maka mereka sudah selayaknya menjadi tenaga primadona dan penentu pelayanan kesehatan disuatu rumah sakit.
5. Dimensi Mutu Pelayanan Keperawatan Dimensi kualitas menurut Hafizurrahman dalam Hasan, dalam buku Triwibowo (2013) dari sisi pemberi pelayanan ada lima yaitu, kecepatan (waktu tunggu, tidak lebih dari 10-20 menit) kompetisi / keahlian (tenaga paramedis bersertifikat resmi), kenyamanan (suasana tenang dan udara segar), kemudahan (tidak sulit mencari tenaga paramedis), dan penanganan keluhan yang responsif (menjawab setiap pertanyaan pasien dengan baik). Dalam penilaian kualitas pelayanan keperawatan berdasarkan dari teori Fitzmmons dalam Pramono, dalam buku Triwibowo (2013), dengan mengutarakan bahwa kualitas pelayanan dapat dilihat dari lima dimensi utama yang disusun sesuai dengan urutan tingkat kepentingan relatifnya sebagai berikut (Melinda, 2008) : a.
Reliability (Keandalan) Berkaitan dengan kemampuan pemberi pelayanan untuk memberikan layanan dan akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dan menyampaikan pelayanannya sesuai dengan waktu yang disepakati. Di samping itu untuk mengukur kemampuan perawat dalam memberikan pelayanan yang tepat dan dapat diandalkan. Ketepatan perawat dalam memberikan pelayanan serta bersikap ramah dan selalu siap menolong.
Kehandalan berhubungan dengan tingkat kemampuan dan keterampilan yang dimiliki petugas dalam menyelenggarakan dan memberikan pelayanan kepada pasien di rumah sakit. Tingkat kemampuan dan keterampilan yang kurang dari tenaga kesehatan tentunya akan memberikan pelayanan yang kurang memenuhi kepuasan pasien sebagai standar penilaian terhadap mutu pelayanan. Kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang dijanjikan dengan tepat dan memuaskan dengan indikator: 1) Prosedur penerimaan pasien yang cepat dan tepat; 2) Pelayanan pemeriksaan, pengobatan dan perawatan yang cepat dan tepat; 3) Jadwal pelayanan dan kunjungan dokter dijanjikan dengan tepat.
b.
Responssiveness (Daya Tangkap) Berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan perawat untuk membantu pasien dan merespon permintaan mereka, serta menginformasikan kapan pelayanan akan diberikan dan kemudian memberikan pelayanan secara cepat. Dalam hal ini perawat cepat tanggap terhadap masalah yang timbul keluhan yang disampaikan oleh pasien. Kemampuan untuk membantu pasien dan memberikan pelayanan dengan cepat tanggap, indikatornya : 1) Perawat cepat tanggap menyelesaikan keluhan pasien; 2) Petugas memberikan informasi yang jelas dan mudah dimengerti; 3) Saat dibutuhkan pasien, perawat bertindak dengan tepat dan cepat.
c.
Assurance (Jaminan) Yaitu perilaku perawat mampu menumbuhkan kepercayaan pasien terhadap perawat dan perawat bisa menciptakan rasa aman bagi pasien. Jaminan juga berarti bahwa perawat selalu bersikap sopan dan menguasai pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menangani setiap pertanyaan atau masalah pasien. Perawat juga diharapkan mempunyai kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif kepada pasien, mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan serta sifat yang dapat dipercaya dimiliki oleh para staf bebas dari bahaya, resiko dan keragu-raguan dengan indikator : 1)
Pengetahuan dan kemampuan para dokter menetapkan penyakit; 2) Keterampilan para perawat melayani pasien Askes; 3) Pemberi layanan yang sopan dan ramah; 4) Jaminan keamanan pelayanan dan kepercayaan terhadap pelayanan. d.
Empathy (Empati) Berarti perawat memahami masalah pasien dan bertindak semi kepentingan pasien, serta memberikan perhatian secara personal kepada pasien dan memiliki jam operasi yang nyaman. Kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan pemahaman kebutuhan pasien dengan indikator : 1) Memberikan perhatian secara khusus kepada setiap pasien; 2) Perhatian terhadap keluhan pasien dan keluarganya; 3) Pelayanan kepada semua pasien tanpa memandang status sosial.
e.
Tangibles (Bukti Fisik) Berkenaan dengan daya tarik fisik, perlengkapan, kerapian, kebersihan serta penampilan perawat. Salah satu kemungkinan hubungan yang banyak disepakati adalah bahwa kepuasan membantu pasien dalam merevisi persepsinya terhadap kualitas pelayanan. penampilan fasilitas fisik, peralatan, pegawai dan mediakomunikasi dengan indikator : 1) Kebersihan, kerapian dan kenyamanan ruangan; 2) Penataan ruang tunggu dan ruang periksa kesehatan pasien; 3) Kesiapan dan kebersihan alat-alat yang dipakai.
Menurut Anjaryani (2009), Aspek kualitas jasa atau pelayanan yang merupakan aspek sebuah pelayanan prima. Faktor yang menentukan kualitas pelayanan rumah sakit yaitu : a. Kehandalan yang mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi kerja dan kemampuan untuk dipercaya; b. Daya tangkap, yaitu sikap tanggap para karyawan rumah sakit melayani saat dibutuhkan pasien; c. Kemampuan, yaitu memiliki ketrampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan jasa tertentu; d. Mudah untuk dihubungi atau ditemui; e. Sikap sopan santun, respek dan keramahan karyawan; f. Komunikasi, yaitu
memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa yang dapat mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan pasien; g. Dapat dipercaya atau jujur; h. Jaminan keamanan; i. Usaha untuk mengerti dan memahami kebutuhan pasien; j. Bukti langsung yaitu bukti fisik dari jasa, bisa berupa fasilitas fisik, peralatan yang digunakan, representasi fisik dan jasa.
6. Jaminan Mutu Pelayanan Keperawatan Quality assurance atau jaminan mutu layanan kesehatan adalah kegiatan pengukuran derajat kesempurnaan layanan kesehatan yang dibandingkan dengan standar layanan kesehatan, dilanjutkan dengan tindakan perbaikan yang sistematis serta berkesinambungan untuk mencapai mutu layanan kesehatan yang optimal (Melinda, 2008).
Di dalam konsep quality assurance penilaian baik buruknya sebuah rumah sakit dapat dilihat dari empat komponen yang mempengaruhi yaitu : a.
Aspek klinis Yaitu komponen yang menyangkut pelayanan dokter, perawatan dan terkait dengan teknik medis.
b.
Efisiensi dan aktifitas Yaitu pelayanan yang murah, tepat guna, tidak ada diagnosa dan terapi yang berlebihan.
c.
Keselamatan pasien Yaitu upaya perlindungan pasien dari hal-hal yang dapat membahayakan keselamatan pasien seperti jatuh, kebakaran, dan lain-lain.
d.
Kepuasan pasien Yaitu yang berhubungan dengan kenyamanan, keramahan, dan kecepatan pelayanan.
Untuk mengukur tingkat mutu pelayanan terdapat beberapa kriteria yaitu : a. Tepat dalam apa yang diberikan atau dilakukan benar-benar sesuai dengan apa
yang dibutuhkan; b. Cepat dalam arti pemenuhan kebutuhan dengan cepat; c. Murah dalam arti masyarakat memerlukan apa yang diinginkannya dengan biaya yang murah (Melinda, 2008). Menurut Donabedian, rumah sakit sangat penting untuk meningkatkan mutu pelayanan. Alasannya bahwa rumah sakit memberikan pelayanan yang paling kritis dan berbahaya dalam sistem pelayanan. Oleh karena jiwa manusia yang menjadi sasaran kegiatan, maka semua bentuk pelayanan di rumah sakit harus bermutu tinggi (Melinda, 2008).
5. Indikator Penilaian Mutu Pelayanan Keperawatan Menurut Jacobalis (1990, dalam Melinda, 2008) ada beberapa indikator yang dapat digunakan dalam menilai pelayanan kesehatan, yaitu : a.
Indikator klinik yang berupa petunjuk tentang upah kerja profesi di rumah sakit (dokter, perawat dan tenaga lain).
b.
Indikator efisiensi meliputi sumber daya yang dipergunakan secara efisien dan ekonomi untuk menghasilkan layanan yang bermutu dapat dilakukan dengan cara penilaian pemanfaatan rumah sakit.
c.
Indikator keamanan pasien. Kurang amannya pasien lebih banyak terjadi karena kurang teliti dalam asuhan misalnya : 1) Pasien jatuh dari tempat tidur 2) Pasien diberi obat yang salah 3) Pasien lupa diberi obat
d.
Indikator tentang kepuasan pasien atas pelayanan rumah sakit, gambaran ini bisa terlihat dari: 1) Bertambahnya keluhan dari pasien ataupun keluarga 2) Pulang atas permintaan sendiri 3) Pasien minta pindah ke rumah sakit lain 4) Pengaduan mal praktek 5) Pasien lama kembali di rawat dengan keluhan yang sama
6. Mutu Pelayanan Keperawatan dalam Pemberian Asuhan Keperawatan Menurut Sitorus, Rumondang (2011), menyebutkan proses keperawatan adalah proses yang terdiri dari 5 tahap yang spesifik, yaitu : a.
Pengkajian Adalah pengumpulan data yang berhubungan dengan pasien secara sistematis, meliputi fisik, psikologi, sosiokultural, spiritual, kognitif, kemampuan
fungsional,
perkembangan
ekonomi
dan
gaya
hidup.
Pengkajian mencakup data yang dikumpulkan melalui wawancara, pengumpulan riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, laboratorium dan diagnosa serta melihat kembali catatan sebelumnya.
b.
Identifikasi Masalah/Diagnosa Keperawatan Adalah analisa data yang telah dikumpulkan untuk mengidentifikasi, memfokuskan dan mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respon terhadap masalah aktual dan resiko tinggi.
c.
Perencanaan Adalah proses dua bagian yaitu pertama adalah identifikasi tujuan dan hasil yang diinginkan dari pasien untuk memperbaiki masalah kesehatan atau kebutuhan yang telah dikaji, hasil yang diharapkan harus spesifik, realistik, dapat diukur, menunjukkan kerangka waktu yang pasti, mempertimbangkan keinginan dan sumber pasien. Kedua adalah pemilihan intervensi keperawatan yang tepat untuk membantu pasien dalam mencapai hasil yang diharapkan.
d.
Implementasi Impelementasi adalah melakukan tindakan dan mendokumentasikan proses keperawatan sesuai dengan rencana keperawatan.
e.
Evaluasi Adalah menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil yang diharapkan dan respon pasien terhadap keefektifan intervensi keperawatan. Kemudian mengganti rencana keperawatan jika diperlukan.
7. Pencegahan Masalah Mutu Dalam Pemberian Asuhan Keperawatan Untuk mencegah terjadinya masalah mutu dalam keperawatan di ruang rawat maka kepala ruangan perlu memperhatikan hal-hal berikut ini (Sitorus, Rumondang, 2011) : a.
Praktek dalam kondisi ruang rawat yang aman. Hal ini berarti : 1) Kepala ruangan menjamin bahwa jumlah dari jenis tenaga yang ada di ruang rawat sesuai kebutuhan pasien; 2) Setiap ruangan mempunyai peraturan, standar prosedur dan deskripsi tugas masing-masing tenaga yang dapat mendukung peningkatan mutu; 3) Menjamin alat-alat yang dipakai dalam kondisi baik; 4) Memberi orientasi pada tenaga yang baru dengan melakukan supervisi bagi semua tenaga.
Disamping menjamin adanya kondisi ruang rawat yang aman kepala ruangan juga memperhatikan program manajemen risiko. Program manajemen risiko bertujuan mengidentifikasi dan mencegah terjadinya potensial bahaya (risiko). Risiko yang sering terjadi di ruangan adalah kesalahan pemberian obat, jatuh, kesalahan pengkajian, salah atau tidak mengkonsumsikan (Chitty dalam Sitorus, Rumondang 2011). Untuk itu setiap kepala ruangan perlu membuat program manajemen risiko. Melalui program ini kepala ruangan dapat secara berkesinambungan melakukan pemantauan terhadap mutu asuhan keperawatan.
b.
Terdapat dokumentasi asuhan keperawatan yang baik Komunikasi yang optimal tentang asuhan keperawatan pasien dapat dilakukan melalui adanya dokumentasi yang baik. Melalui dokumentasi
terdapat
kesinambungan
asuhan
yang
sangat
diperlukan
untuk
meningkatkan mutu asuhan keperawatan. Di samping itu dokumentasi yang baik juga bermanfaat untuk melindungi perawat. Dokumentasi ini meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan tindakan keperawatan dan evaluasi. Pemberian asuhan asuhan keperawatan pasien harus didasarkan adanya suatu rencana asuhan keperawatan.
c.
Pemberian asuhan sesuai standar asuhan keperawatan Untuk meningkatkan mutu pemberian asuhan keperawatan harus sesuai dengan standar praktek yang sudah ditetapkan. Standar praktek yang diacu saat ini adalah standar praktek yang dikeluarkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia(PPNI). Standar praktek ini meliputi : Standar I
: Perawat mengumpulkan data dengan kesehatan pasien
Standar II
: Perawat menetapkan diagnosa keperawatan
Standar III
: Perawat mengidentifikas hasil yang diharapkan untuk setiap pasien
Standar IV
: Perawat mengembangkan rencana keperawatan yang berisi rencana tindakan untuk mencapai hasil
yang
diharapkan Standar V
: Perawat
mengimplementasikan
tindakan
yang
sudah ditetapkan dalam rencana keperawatan Standar VI
: Perawat
mengevaluasi
perkembangan
pasien
dalam mencapai hasil akhir yang sudah ditetapkan.
d.
Peningkatan hubungan interpersonal yang positif Peningkatan hubungan interpersonal yang positif antara perawat dan pasien sangat penting untuk mencegah terjadinya masalah mutu. Hal ini terjadi karena pasien yang menuntut rumah sakit biasanya mereka yang tidak puas secara interpersonal (Chitty, 1997 dalam Sitorus; Rumondang, 2011). Oleh
karena itu kepala ruangan menjamin bahwa dalam pemberian asuhan keperawatan perawat akan : 1) Melibatkan pasien/keluarga dalam perencanaan dan pelaksanaan asuhan; 2) Meningkatkan komunikasi yang terbuka antara perawat dan pasien/keluarga; 3) Memberikan komunikasi yang teraupetik yang diawali dengan adanya kontak antara perawat dan pasien/keluarga sejak awal masuk ke suatu ruang rawat; 4) Menghargai pendapat pasien/keluarga.
Kepala ruangan dalam melaksanakan tugasnya harus menjamin bahwa ke empat isu tersebut mendapat perhatian yang optimal. Bila hal ini dilakukan, dapat diartikan bahwa mutu asuhan keperawatan ditingkat ruang rawat akan meningkat.
B. Kepuasan Pasien 1. Pengertian Kepuasan Pasien Pasien atau klien merupakan individu terpenting di rumah sakit sebagai konsumen sekaligus sasaran produk rumah sakit. Dalam mengambil keputusan, konsumen yaitu pasien, tidak akan berhenti hanya sampai pada proses penerimaan pelayanan. Pasien akan mengevaluasi pelayanan yang diterimanya tersebut. Hasil dari proses evaluasi itu akan menghasilkan perasaan puas atau tidak puas (Simbolon, 2011).
Pelayanan kesehatan yang berkualitas adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk serta penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang ada (Anjaryani, 2009).
Kepuasan adalah tanggapan pelanggan atas terpenuhinya kebutuhan, sedangkan Kotler (2000, dalam Nova, 2010) mengemukakan bahwa tingkat kepuasan adalah: “Satisfaction is a person’s feelings of pleasure or disappointment resulting from comparing a product’s percieved performance (or outcome) in relation to his or her expectations.” Artinya, kepuasan adalah perasaan senang
atau
kecewa
seseorang
yang muncul
setelah
membandingkan
antara
persepsi/kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk dan harapanharapannya. Sukar untuk mengukur tingkat kepuasan pasien, karena menyangkut perilaku yang sifatnya sangat subyektif. Kepuasan seseorang terhadap suatu obyek bervariasi mulai dari tingkat sangat puas, puas, cukup puas, kurang puas, sangat tidak puas (Nova, 2010).
Kepuasan pasien merupakan aset yang sangat berharga karena apabila pasien puas mereka akan terus melakukan pemakaian terhadap jasa pilihannya tetapi jika pasien merasa tidak puas mereka akan memberitahukan dua kali lebih hebat kepada orang lain tentang pengalaman buruknya.Untuk menciptakan kepuasan pasien, rumah sakit harus mampu menciptakan dan mengelola suatu sistem untuk memperoleh pasien yang lebih banyak dan kemampuan untuk mempertahankan pasiennya (Simbolon, 2011).
2. Aspek-aspek Kepuasan Pasien Menurut Anjaryani (2009), Bentuk kongret untuk mengukur kepuasan pasien rumah sakit, dalam seminar survei kepuasan pasien di Rumah Sakit, ada empat aspek yang dapat diukur yaitu: a.
Kenyamanan Aspek ini dijabarkan dalam pertanyaan tentang hal yang menyenangkan dalam semua kondisi, lokasi rumah sakit, kebersihan, kenyamanan ruangan, makanan dan minuman, peralatan ruangan, tata letak, penerangan, kebersihan WC/kamar mandi, pembuangan sampah, kesegaran ruangan, dan lain sebagainya.
b.
Hubungan pasien dengan petugas Rumah Sakit Dapat dijabarkan dengan pertanyaan petugas yang mempunyai kepribadian baik yang mendukung jalannya pelayanan prima terjadi yang menyangkut keramahan, informasi yang diberikan, sejauh mana tingkat komunikasi,
dukungan, tanggapan dokter/perawat di ruangan IGD, rawat jalan, rawat inap, farmasi, kemudahan dokter/perawat dihubungi, keteraturan pemberian makanan, obat, pengukuran suhu dan lain sebagainya.
c.
Kompetensi teknis petugas Dapat dijabarkan dalam pertanyaan mengenai ketrampilan, pengetahuan dan kualifikasi petugas yang baik seperti kecepatan pelayanan pendaftaran, ketrampilan dalam penggunaan teknologi, pengalaman petugas medis, gelar medis yang dimiliki, terkenal, keberanian mengambil tindakan, dsb.
d.
Biaya Dapat dijabarkan dalam pertanyaan berkaitan dengan jumlah yang harus diberikan atas pelayanan yang telah didapatkan, seperti kewajaran biaya, kejelasan komponen biaya, biaya pelayanan, perbandingan dengan rumah sakit yang sejenis lainnya, tingkat masyarat yang berobat, ada tidaknya keringanan bagi masyarakat miskin. Tentu saja faktor diatas bisa dikembangkan dan disesuaikan dengan kondisi rumah sakit sepanjang itu dapat didefinisikan dan diukur. Kepuasan pasien memang merupakan nilai subyektif terhadap kualitas pelayanan yang diberikan, oleh karenanya subyektifitas pasien diperngaruhi oleh pengalaman pasien di masa lalu, pendidikan, situasi psikhis saat itu, dan pengaruh keluarga dan lingkungan.
3. Faktor-Faktor Pengukur Kepuasan Pasien Menurut Purwanto (2007), Ada beberapa aspek-aspek yang mempengaruhi perasaan puas pada seseorang dilihat dari faktor luar individu yaitu: a.
Sikap pendekatan staf pada pasien yaitu sikap staf terhadap pasien ketika pertama kali datang di rumah sakit
b.
Kualitas perawatan yang diterima oleh pasien yaitu apa saja yang telah dilakukan oleh pemberi layanan kepada pasien, seberapa pelayanan
perawatan yang berkaitan dengan proses kesembuhan penyakit yang diderita pasien dan kelangsungan perawatan pasien selama berada dirumah sakit
c.
Prosedur administrasi yaitu berkaitan dengan pelayanan administrasi pasien dimulai masuk rumah sakit selama perawatan berlangsung sampai keluar dari rumah sakit
d.
Waktu menunggu yaitu berkaitan dengan waktu yang diperbolehkan untuk berkunjung maupun untuk menjaga dari keluarga maupun orang lain dengan memperhatikan ruang tunggu yang memenuhi standar-standar rumah sakit antara lain : ruang tunggu yang nyaman, tenang, fasilitas yang memadai misalnya televisi, kursi, air minum dan sebagainya
e.
Fasilitas umum yang lain seperti kualitas pelayanan berupa makanan dan minuman, privasi dan kunjungan. Fasilitas ini berupa bagaimana pelayanan terhadap pemenuhan kebutuhan pasien seperti makanan dan minuman yang disediakan dan privasi ruang tunggu sebagai sarana bagi orang-orang yang berkunjung di rumah sakit
f.
Fasilitas ruang inap untuk pasien yang harus rawat. Fasilitas ruang inap ini disediakan berdasarkan permintaan pasien mengenai ruang rawat inap yang dikehendakinya.
g.
Hasil treatment atau hasil perawatan yang diterima oleh pasien yaitu perawatan yang berkaitan dengan kesembuhan penyakit pasien baik berapa operasi, kunjungan dokter atau perawat.
4. Indikator Penilaian Kepuasan Pasien Untuk mengukur penilaian kepuasan pasien di ruang rawat inap mengidentifikasi lima dimensi yang digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan yang meliputi (Supriyanto, 2012) : a.
Bukti Fisik (Tangibles) Yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan yang dapat diandalkan keadaan lingkungan sekitarnya merupakan bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Hal ini meliputi fasilitas fisik (Contoh: gedung, gudang, dan lain-lain), perlengkapan dan peralatan yang digunakan (teknologi), serta penampilan pegawainya.
b.
Keandalan (Reliability) Yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi.
c.
Ketanggapan (Responsiveness) Yaitu suatu kebijakan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan, dangan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan.
d.
Jaminan dan Kepastian (Assurance) Yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Hal ini meliputi beberapa komponen antara lain komunikasi
(communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence), dan sopan santun (courtesy). e.
Empati (Empathy) Yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Di mana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoprasian yang nyaman bagi pelanggan.
5. Tingkat Kepuasan Pasien Mengetahui tingkat kepuasan pelanggan diklasifikasikan dalam beberapa tingkatan sebagai berikut (Simbolon, 2011) : a.
Sangat puas Sangat puas merupakan ukuran subjektif hasil hasil penilaian perasaan pasien yang menggambarkan pelayanan kesehatan sepenuhnya atau sebagian besar sesuai kebutuhan atau keinginan pasien, seperti sangat bersih (untuk prasarana), sangat ramah (untuk hubungan dengan dokter atau perawat) atau sangat cepat (untuk proses administrasi) yang seluruhnya menggambarkan tingkat kualitas yang paling tinggi.
b.
Agak puas Agak puas merupakan ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien yang menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sepenuhnya atau sebagian sesuai kebutuhan atau keinginan seperti tidak terlalu bersih (sarana), agak kurang cepat (proses administrasi) atau agak kurang ramah yang seluruhnya hal ini menggambarkan tingkat kualitas yang kategori sedang.
c.
Tidak puas Tidak puas merupakan ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien yang rendah yang menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sesuai kebutuhan atau keinginan, seperti tidak terlalu bersih (sarana), lambat (proses administrasi) atau tidak ramah yang seluruhnya menggambarkan tingkat kualitas yang kategori paling rendah.
Berpedoman pada skala pengukuran yang dikembangkan Likert yang dikenal dengan istilah skala Likert, kepuasan pasien dikategorikan menjadi sangat puas, puas, cukup puas, tidak puas dan sangat tidak puas.
C. Kerangka konsep Skema 2.5 Kerangka Konsep Penelitian Variabel Independen Mutu Pelayanan Keperawatan di Ruang Rawat Inap
Variabel Dependen
Kepuasan Pasien
D. Hipotesis Ha : Ada pengaruh antara Mutu Pelayanan Keperawatan di Ruang Rawat Inap Terhadap Kepuasan pasien di Rumah Sakit Sari Mutiara Medan pada tahun 2014.