BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Teori Terkait 1. Personal Hygiene Personal higiene atau kebersihan diri adalah upaya seseorang dalam memelihara kebersihan dan kesehatan dirinya untuk memperoleh kesejahteraan fisik dan psikologis. (Wahit Iqbal, 2008) Personal hygiene adalah upaya yang dilakukan individu dalam memelihara kebersihan dan kesehatan dirinya baik secara fisik maupun mental. Berpenampilan bersih, harum, dan rapi merupakan dimensi yang sangat penting dalam mengukur tingkat kesejahteraan individu secara umum. Menurut Roper (2002), aktivitas ini dikembangkan menjadi rutinitas harian guna memberikan perasaan stabil dan aman pada diri individu. Tingkat-kebersihan sendiri dinilai dari penampilan individu serta upayanya dalam menjaga kebersihan dan kerapian tubuhnya setiap hari. Hal ini sangat penting, mengingat kebersihan merupakan kebutuhan dasar utama yang dapat memengaruhi status kesehatan dan kondisi psikologis individu secara umum. Perilaku kebersihan diri dapat dipengaruhi oleh nilai serta kebiasaan yang dianut individu, di samping faktor budaya, sosial, norma keluarga, tingkat . pendidikan, status ekonomi, dan lain sebagainya. Adanya masalah pada kebersihan diri akan berdampak pada kesehatan seseorang. Saat seseorang sakit, salah satu penyebabnya mungkin adalah kebersihan diri yang kurang. Ini harus menjadi perhatian kita bersama, sebab kebersihan merupakan faktor penting dalam mempertahankan derajat kesehatan individu (Taylor, 1989). Sebagai contoh, adanya perubahan pada kulit dapat menimbulkan berbagai gangguan fisik dan psikologis. Gangguan fisik yang
terjadi dapat mengakibatkan perubahan konsep diri. Sedangkan gangguan psikologis dapat terjadi karena kondisi tersebut mungkin mengurangi keindahan penampilan dan reaksi emosional (Doenges, dkk).
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygiene a. Budaya. Sejumlah mitos yang berkembang di masyarakat menjelaskan bahwa saat individu sakit ia tidak boleh dimandikan karena dapat memperparah penyakitnya. b. Status sosial-ekonomi. Untuk melakukan higiene personal yang baik dibutuhkan sarana dan prasarana yang memadai, seperti kamar mandi, peralatan mandi, serta perlengkapan mandi yang cukup (misalnya sabun, sikat gigi, sampo, dll) (Nancy Roper, 2002). Itu semua tentu membutuhkan biaya. Dengan kata lain, sumber keuangan individu akan berpengaruh pada kemampuannya mempertahankari higiene personal yang baik.
c. Agama. Agama juga berpengaruh pada keyakinan individu dalam melak-sanakan kebiasaan sehari-hari. Agama Islam misalnya, umat Islam diperintahkan untuk selalu menjaga kebersihan karena kebersihan adalah sebagian dari iman. Hal ini tentu akan mendorong individu untuk mengingat pentingnya kebersihan diri bagi kelangsungan hidup. d. Tingkat pengetahuan atau perkembangan individu. Kedewasaan seseorang akan memberi pengaruh tertentu pada kualitas diri orang tersebut, salah satunya adalah pengetahuan yang lebih baik. Pengetahuan itu penting dalam meningkatkan status kesehatan individu. Sebagai contoh, agar terhindar dari penyakit kulit, kita harus mandi dengan bersih setiap hari.
e. Status kesehatan. Kondisi sakit atau cedera akan menghambat kemampuan individu dalam melakukan perawatan diri. Hal ini tentunya berpengaruh pada tingkat kesehatan individu. Individu akan semakin lemah yang pada akhirnya jatuh sakit. f. Kebiasaan. Ini ada kaitannya dengan kebiasaan individu dalam mengguna-kan produk-produk tertentu dalam melakukan perawatan diri, misalnya menggunakan showers, sabun padat, sabun cair, shampo, dll (Taylor, 1989). g. Cacat jasmani/mental bawaan. Kondisi cacat dan gangguan mental menghambat kemampuan individu untuk melakukan perawatan diri secara mandiri. 3. Prinsip Personal Hygiene Kebersihan kulit dan membrane mukosa sangatlah penting kerena kulit merupakan garis pertahanan tubuh yang pertama dari kuman penyakit. Dalam menjalankan fungsinya, kulit menerima berbagai rangsangan dari luar dan menjadi pintu masuk utama kuman patogen kedalam tubuh. Bila kulit bersih dan terpelihara, kita dapat terhindar dari berbagai penyakit, gangguan, atau kelainan yang mungkin muncul. Selain itu, kondisi kulit yang bersih akan menciptakan perasaan segar dan nyaman, serta membuat seseorang terlihat cantik. Prinsip personal hygiene dapat meliputi beberapa hal yaitu : a. Kulit. Umumnya, kulit dibersihkan dengan cara mandi. Ketika mandi, kita sebaiknya menggunakan jenis sabun yang banyak mengandung lemak nabati kerena dapat mencegahnya hilangnya kelembapan dan menghaluskan kulit. Kulit anak-anak cenderung lebih tahan terhadap trauma dan infeksi. Meski demikian, kita harus rutin membersihkannya karena anak sering sekali buang air dan senang bermain dengan kotoran. Cara perawatan kulit adalah sebagai berikut :
biasakan mandi minimal dua kali sehari atau setelah beraktifitas. Gunakan sabun yang tidak bersifat iritatif, sabuni seluruh tubuh terutama area lipatan kulit seperti sela-sela jari, ketiak, belakang telinga, dan lain-lain. Jangan gunakan sabun mandi untuk wajah. Segera keringkan tubuh dengan handuk yang lembut dari wajah, tangan, badan, hingga kaki. b. Kuku Kuku merupakan pelengkap kulit. Kuku terdiri atas jaringan epitel. Badan kuku adalah bagian yang tampak disebelah luar, sedangkan akarnya terletak didalam lekuk kuku tempat kuku tumbuh dan mendapatkan makanan. Kuku yang sehat bewarna merah muda. Cara-cara dalam merawat kuku antara lain : kuku jari tangan dapat dipotong dengan pengikir atau memotongnya dalam bentuk oval (bujur) atau mengikuti bentuk jari. Sedangkan kuku jari kaki dipotong dalam bentuk lurus. Jangan memotong kuku terlalu pendek karena bisa melukai selaput kulit di sekitar kuku. Jangan membersihkan kotora dibalik kuku dengan benda tajam, sebab akan merusak jaringan dibawah kuku. Potong kuku seminggu sekali atau sesuai kebutuhan. Khusus untuk jari kaki, sebaiknya kuku dipotong segera setelah mandi atau direndam dengan air hangat terlebih dahulu. Jangan mengigiti kuku karena akan merusak bagian kuku. c. Rambut Rambut merupakan struktur kulit. Rambut terdiri atas tangkai rambut yang tumbuh melalui dermis dan menembus permukaan kulit, serta kantung rambut yang terletak di dalam dermis. Rambut yang sehat terlihat mengkilap, tidak berminyak, tidak kering, atau mudah patah. Pertumbuhan rambut tergantung pada keadaan umum tubuh karena mendapat suplai darah dari pembuluhpembuluh darah disekitar rambut. Beberapa hal yang dapat mengganggu
pertumbuhan rambut antara lain panas dan kondisi mal nutrisi. Fungsi rambut sendiri adalah untuk keindahan dan penahan panas. Bila rambut kotor dan tidak dibersihkan lama kelamaan akan menjadi sarang kutu kepala. Umumnya, rambut yang pendek lebih mudah perawatannya dibandingkan rambut yang panjang. Cara-cara merawat rambut antara lain : cuci rambut 2 hari sekali atau sesuai kebutuhan dengan memakai sampo yang cocok. Pangkas rambut gar terlihat rapi. Gunakan sisir yang bergigi besar untuk merapikan rambut keriting dan olesi rambut dengan minyak. Jangan gunakan sisir yang bergigi tajam karena bias melukai kulit kepala. Pijat-pijat kulit kepala pada saat mencuci rambut untuk merangsang pertumbuhan rambut. Pada jenis rambut ikal dan keriting, sisir rambut mulai dari bagian ujung hingga kepangkal dengan pelan dan hati-hati. d. Gigi dan mulut Mulut merupakan bagian pertama dari system pencernaan dan merupakan bagian tambahan dari system pernafasan. Dalam rongga mulut terdapat gigi dan lidah yang berperan penting dalam proses pencernaan awal. Selain itu gigi dan lidah, ada pula saliva yang penting untuk membersihkan mulut secara mekanis. Mulut merupakan rongga yang tidak bersih dan penuh dengan bakteri, karena harus selalu dibersihkan. Kerusakan gigi dapat disebabkan oleh kebiasaan mengkonsumsi makanan manis, menggigit benda keras, dan kebersihan mulut yang kurang. Perawatan gigi dan mulut pada balita ternyata cukup menentukan kesehatan gigi dan mulut mereka pada tingkatan usia selanjutnya. Cara merawat gigi dan mulut antara lain : tidak makan makanan yang terlalu manis dan asam. Tidak menggunakan gigi untuk mencongkel benda keras. Menghindari kecelakaan seperti jatuh. Menyikat gigi sesudah
makan dan khususnya sebelum tidur. Memakai sikat gigi yang berbulu banyak, halus, dan kecil sehingga dapat menjangkau bagian dalam gigi. Menyikat gigi dari atas kebawah dan seterusnya. Memeriksa gigi secara tertus setiap 6 bulan. e. Genitalia Tujuan perawatan genitalia adalah untuk mencegah dan mengontrol infeksi, mencegah kerusakan kulit, meningkatkan kenyamanan, serta mempertahankan kebersihan diri. Pada wanita, perawatan genitalia dilakukan dengan membersihkan area genitalia eksternal pada saat mandi. Pada pria, perawatan yang sama juga dilakukan 2 kali sehari saat mandi, terutama pada mereka yang belum disirkumsisi. Adanya kulup pada penis menyebabkan urine mudah terkumpul disekitar glands penis. Kondisi ini lama kelamaan dapat menyebabkan berbagai penyakit, contohnya kanker penis.
4. Diare Diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan/tanpa darah dan/atau lendir dalam tinja. Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak dan berlangsung kurang dari 7 hari pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat. (Mansjoer, 2005). Diare akut adalah buang air besar dengan frekuensi yang konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair dan bersifat
meningkat
mendadak
dan
datangnya.
Berlangsung dalam kurun waktu 2 minggu. Dan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak-anak di
berbagai negara berkembang. (Suharyono, 2008).
Diare akut didefinisikan sebagai keluarnya buang air besar satu kali atau lebih yang berbentuk cair dalam satu hari dan berlangsung kurang dari empat belas hari. (Soegijanto, 2002).
Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal, biasanya ditandai dengan peningkatan volume, keenceran serta frekuensi buang air besar lebih dari 3x sehari dengan atau tanpa lendir dan darah. (Hidayat,2006).
5. Jenis-jenis Diare a. Diare Akut Cair 1) Definisi Diare Akut Cair. Diare cair adalah buang air besar dengan peningkatan frekuensi buang air besar dengan konsistensi tinja cair, tanpa terlihat darah, dan dapat disertai gejala lain seperti mual, muntah , demam, atau nyari perut. Sedangkan, yang dimaksud dengan diare akut adalah diare yang berlangsung kurang dari 7 hari. 2) Etiologi Diare Akut Diare dapat disebabkan oleh bebagai hal, diantarnya infeksi saluran cerna maupun luar saluran cema), gannguan absorpsi (malabsorpsi), alergi makanan, keracunan makan, imunodefisiensi. Infeksi saluran cerna merupakan penyebab tersering. Rotavirus merupakan penyebab utama (70-80%), sedangkan bakteri dan parasit ditemukan pada 20% dan 10% anak. 3) Patogenesis Ada 2 prinsip mekanisme terjadinya diare cair, yaitu sekretorik dan osmotic. Meskipun dapat melalui kedua mekanisme tersebut, diare sekretorik lebih sering ditemukan pada infeksi saluran cerna. Begitu pula kedua mekanisme tersebut dapat terjadi bersama pada satu anak. a) Diare Sekretorik Diare sekretorik disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit ke dalam usus halus yang terjadi akibat gangguan absorpsi natrium oleh virus saluran
cerna, sedangkan sekresi klorida tetap berlangsung atau meningkat. Keadaan ini menyebabkan air dan elektrolit keluar dari tubuh sebagai tinja cair. Diare sekretorik ditemukan diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri akibat rangsangan pada mukosa usus oleh toksin, misalnya toksin E. Coli atau V. Cholera. b) Diare Osmotik Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilalui oleh air dan elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotic antara lumen usus dengan cairan ekstrasel. Oleh karena itu, bila di dalam lumen usus terdapat bahan yang secara osmotik aktif dan sulit diserap akan menyebabkan diare. Bila bahan tersebut adalah larutan isotonik, air, atau bahan yang larut, maka akan melewati mukosa usus tanpa diabsorpsi sehingga terjadi diare. Misalnya : malabsorpsi (intplenransi laktoa). 4) Patofisiologi Diare Akut Diare dapat menyebabkan : a) Dehidrasi, akibat kehilangan cairan (output) lebih banyak dibandingkan masukan air (input). b) Gangguan keseimbangan asam-basa (metabolik asidosis) karena : i.
Kehilangan Na-bikarbonat bersama tinja
ii.
Ketosis kelaparan
iii.
Penimbunan asam laktat karena anoksia jaringan
iv.
Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria)
v.
Pemindahan ion Na cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler
c) Hipoglikemia : hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak menderita diare dan sering pada anak yang sebelumnya sudah menderita KKP. Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun sampai 40 mg%, yang berupa anak lemah, apatis, peka rangsang, tremor, berkeringat, pucat, syok, kejang sampai koma, d) Gangguan nutrisi : pada anak penderita diare, sering terjadi gangguan nutrisi akibat penurunan berat badan dalam waktu singkat. Hal ini dapat disebabkan oleh: i.
Makanan
sering dihentikan orangtua karena takut diare atau
muntah akan bertambah. ii.
Susu diberikan dengan pengenceran dan dalam waktu yang lama.
iii.
Makan yang diberikan sering tidak dicerna dan diabsorpsi dengan baik, karena adanya hiperperistaltik.
e) Gangguan sirkulasi : diare dengan/tanpa disertai muntah dapat menyebabkan
gangguan
sirkulasi
darah
berupa
renjatan
(syok)
hipovolemik. Perfusi jaringan yang berkurang menyebabkan hipoksia, asidosis metabolisme bertambah hebat, perdarahan otak, penurunan kesadaran, dan bila tidak segera ditolong dapat meninggal. 5) Gejala Klinik Karena terjadinya mencret dan muntah yang terus menerus, pada awalnya anak akan merasa haus karena telah terjadi dehidrasi (kekurangan cairan tubuh) ringan. Bila tidak ditandai oleh, dehidrasi bertambah berat dan timbullah gejala-gejala : anak tampak cengeng, gelisah, dan bisa tidak sadarkan diri pada dehidrasi berat. Mata tampak cekung, ubun-ubun cekung (pada bayi), bibir dan lidah kering, tidak tampak air mata walaupun menangis,
turgor berkurang yaitu bila kulit perut dicubit tetap berkerut, nadi melemah sampai tidak teraba, tangan dan kaki teraba dingin, dan kencing berkurang. Pada keadaan dehidrasi berat nafas tampak sesak karena tubuh kekurangan zat basa (menderita asidosis). Bila terjadi kekurangan elektrolit dapat terjadi kejang. 6) Pendekatan Diagnosis Beberapa hal yang perlu dilakukan bila mendapatkan anak dengan diare akut: a) Menilai status dehidrasi b) Memberikan pengganti cairan dan elektrolit yang kel c) Mencegah penyebaran kuman enteropatogen Tanda-tanda dehidrasi : Status mental baik, waspada. Rasa haus : minum baik, mungkin menolak cairan, denyut nadi normal, kualitas kecukupan isi nadi normal, pernapasan normal, mata normal, air mata ada, mulut dan lidah lembab (basah), elastisitas kulit cepat kembali setelah dicubit, pengisian kapiler darah normal, suhu lengan dan tungkai hangat, produk urine normal sampai berkurang. 7) Dehidrasi ringan sampai sedang (kehilangan 5-10% cairan tubuh). Status mental normal, lesu atau rewel. Rasa haus : haus dan ingin minum terus, denyut nadi normal sampai meningkat, kualitas kecukupan isi nadi normal sampai berkurang, pernapasan normal, cepat, mata agak cekung, air mata berkurang, mulut dan lidah kering, elastisitas kulit kembali sebelum 2 detik, pengisian kapiler darah memanjang, lama, suhu lengan dan tungkai dingin, produk urine berkurang. 8) Dehidrasi berat (kehilangan >10% cairan tubuh).
Status mental lesu sampai tidak sadar. Rasa haus : minum sangat sedikit, sampai tidak bisa minum, denyut nadi meningkat, sampai melemah pada keadaan berat, kualitas kecukupan isi nadi lemah, sampai tidak teraba, pernapasan dalam, mata sangat cekung, air mata tidak ada, mulut dan lidah: pecah-pecah, elastisitas kulit kembali setelah 2 detik, pengisian kapiler darah memanjang, minimal, suhu lengan dan tungkai dingin, biru, produk urine minimal, sangat sedikit. Catatan: Sewaktu kulit perut dicubit apakah kembali dengan cepat, lambat atau sangat lambat (lebih lama dari 2 detik). Hati-hati dalam mengartikan cubitan kulit karena: a) Pada penderita yang gizinya buruk, kulitnya mungkin saja kembali dengan lambat walaupun dia tidak dehidrasi. b) Pada penderita yang obesitas (terlalu gemuk), kulitnya mungkin saja kembali dengan cepat walaupun penderita mengalami dehidrasi. Pilih rencana pengobatan yang sesuai prinsip pengobatan diare meliputi (a) terapi cairan, (b) dietetic, (c) terapi suportif, dan (d) edukasi. Tujuan pengobatan: 1) Mencegah dehidrasi. 2) Mengatasi dehidrasi yang telah ada. 3) Mencegah kekurangan nutrisi dengan memberikan makanan selama dan estela diare. 4) Mengurangi lama dan beramya diare, serta berulangnya episode diare, 5) dengan memberikan suplemen zinc.
b. Diare Persisten 1) Definisi Diare Persisten Diare persisten adalah diare akut karena infeksi yang karena suatu sebab melanjut 14 hari atau lebih. Hal ini harus dibedakan dengan diare kronik yaitu diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri atau non infeksi yang melanjut 14 hari atau lebih. 2) Faktor Resiko Banyak faktor yang harus diperhatikan pada diare akut, karena ada beberapa hal yang akan berpotensi menjadi diare persisten yaitu: umur kurang dari 12 bulan; bayi lahir dengan berat badan rendah; dalam keadaan malnutrisi dan defisiensi vitamin A atau pada pasien yang mengalami gangguan imunitas selular; pasien yang sedang mengalami infeksi saluran nafas bagian bawah dan pasienpasien yang sedang menderita anemia defiseinsi besi; riwayat diare yang sebelumnya yang bias berlanjut; pemberian susu hewan serta faktor ibu yaitu umur, pendidikan dan pengalaman ibu; serta yang tidak kalah penting yaitu faktor pola penyapihan. 3) Patofisiologi Diare Persisten Secara garis besar patofisiologi diare ada 2 macam yaitu : diare osmotik dan diare sekretorik. Diare osmotik disebabkan oleh adanya nutrien yang tidak diserap karena enzim disacahridase akibat kerusakan villi, kemudian nutrien tersebut akan difennentasikan oleh bakteri menjadi asamasam organik yang akan meningkatkan tekanan onkotik yang pada akhimya akan menarik cairan dan terjadilah diare.
Diare sekretorik disebabkan oleh bakteri yang memproduksi toksin, kemudian toksin ini akan menstimulasi siklik AMP dan siklik GMP, yang akan menstimulasi cairan dan elektrolit sehingga terjadi diare. Secara laboratorium dapat dibedakan antara diare osmotik dan diare sekretorik yaitu : pada diare osmotik volume tinja kurang dari 200 ml perhari, dengan puasa diare akan berhenti, kadar Na dalam tinja kurang dari 70 mEq/1, reduksi positif dan pH tinja kurang dari 5. Sedangkan diare sekretorik volume tinja lebih dari 200 ml, dengan putus asa diare akan tetap belajar, kadar Na dalam tinja lebih dari 70 mEq/1, reduksi negatif pH tinja lebih dari 6. 4) Pendekatan Diagnosis Ada beberapa penyebab yang paling sering menyebabkan terjadinya diare yaitu : untuk diare osmotik biasanya adalah intoleransi laktosa. Alergi protein susu sapi dan malabsorpsi nutrien, sedangkan untuk diare sekretorik adalah bakteri tumbuh lampau, infeksi persisten dan diare karena antibiotik. a) Intoleransi Laktosa Terjadi karena defisiensi lactase (disacharidase) akibat kerusakan mukosa susu, sehingga laktosa tidak dipercaya dan akan difermentasi oleh bakteri. Akibatnya tinja akan cair, berbuih dan bau asam, kembung, flatus dan anus kemerahan, pH tinja akan bersifat asam dapat dibuktikan dengan uji reduksi. b) Alergi Protein Susu Sapi Alergi yang sering adalah alergi terhadap protein susu sapi pada keadaan diare lebih mudah terjadi penyerapan molekul makro. Molekul makro ini dari golongan protein tertentu dapat menimbulkan reaksi alergi jadi sensitisasi dapat terjadi saat serangan diare yang sama. Akibat diare
yang berlangsung lama disertai dengan gangguan pencernaan pada diare persisten lebih mungkin terjadi gangguan keseimbangan elektrolit dan hipoglikemia serta KEP. c) Bakteri Tumbuh Lampau Bakteri tumbuh lampau akan menyebabkan menurunnya kadar : disacarida, garam empedu, vitamin B12 dan protein yang pada akhirnya akan terjadi malabsorpsi nutrien dan diare akan berlanjut terus hingga terjadi malnutrisi dan menyebabkan gangguan motilitas, enzim pancreas berkurang, asam lambung akan menurun, terjadi perubahan mukosa usus yang akhirnya bakteri akan bertambah terus. Keadaan ini dapat diketahui dengan kultur cairan duodenum dan Breath Hydrogen tes.
d) Malabsorpsi Nutrien Terjadi akibat kerusakan mukosa usus yang berkepanjangan yang menyebabkan terjadi insufisiensi pankreas dan terjadilah malabsorpsi (karbohidrat, lemak, dan protein). e) Infeksi Persisten Pada dugaan adanya infeksi persisten harus dilakukan kultur tinja, biasanya
disebabkan
oleh
:
Enteroadherent
C. Coli, shigella,
cryptosporidium tapi kadang disebabkan oleh infeksi multiple. Antibiotik Associated Diarrhea Terjadinya karena penggunaan antibiotik yang tidak rasional akan menyebabkan gangguan keseimbangan flora usus dan clostridium difficile
akan tumbuh berlebihan. Gejalanya dapat dimulai dari diare ringan sampai colitis pseudomembranosa. 5) Tatalaksana a) Pada diare persisten harus dibedakan antara diare osmotik dan diare sekretorik. b) Hindari pemberian laktosa, kapan dipakai bebas laktosa dan kapan rendah laktosa. c) Hindari pemberian protein susu sapi, bisa dipakai formula susu kedele atau protein hidrolisat d) Pemakaian antibiotik secara rasional. e) Pemakaian formula elemental. f) Pemberian asam ammo, fiber, Zn. Di samping untuk pengobatan diare persisten terapi zinc pada kasus diare akut tertentu ternyata dapat menurunkan kejadian berlanjutnya diare akut menjadi diare persisten. Indikasi yang dianjurkan adalah : a) Berat badan untuk umur saat diperiksa kurang dari 70%. b) Diare telah berlangsung lebih dari lima hari. c) Bayi berusia kurang dari satu tahun dengan BBLR. d) Jika terdapat tanda-tanda defisiensi Zinc, yaitu susu atau lebih gejala Akrodermititis, rambut jarang atau botak, rasa perih oridisium lebih dari satu tempat Dosis yang dianjurkan adalah 1-2 mg/zinc elemental per kg BB/hari dibagi 3 dosis selama 15 hari, Preparat yang dapat dipakai adalah larutan 750 mg zinc sulfat 7 h 2 O dalam 150 ml air dengan dosis 3 x 1 sendok teh untuk anak
dengan berat lebih dari 5 kg, 3 x 2/3 sendok teh untuk bayi dengan berat 3-5 kg, 2 x ½ sendok teh untuk bayi dengan berat badan kurang dari 3 kg. 6. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan darah 1) Darah rutin (Hb, Ht, leukosit, trombosit) dan hitung jenis dapat dilakukan apabila dicurigai adanya infeksi lain seperti infeksi saluran pemapasan atas termasuk telinga. 2) Gula darah dan elektrolit (Na, K, Ca, Mg) dilakukan pada keadaan ensefalopati metabolik. 3) Analisa Gas Darah (AGD) dilakukan pada keadaan klinis yang diduga adanya asidosis metabolik dengan gejala pernafasan yang cepat dan dalam (pemapasan kusmaul). Ureum kreatinin dilakukan pada keadaan dengan dugaan adanya gangguan fungsi ginjal akibat adanya perfusi. 4) Ureum kreatinin dilakukan pada keadaan dengan dugaan adanya gangguan fungsi ginjal akibat adanya perfusi ginjal yang menurun akibat syok. b. Pemeriksaan tinja 1) Pemeriksaan makroskopis tinja" a) Warna tinja : hijau tua berhubungan dengan adanya warna empedu akibat garam empedu di dekonyugasikan oleh bakteri anaerob pada keadaan bacterial overgrowth. Merah akibat adanya darah dalam tinja atau obat yang dapat menyebabkan warna merah dalam tinja seperti : rifampisin. b) Konsistensi tinja cair, lembek, padat. c) Tinja yang berbusa menunjukkan adanya gas dalam tinja akibat fermentasi bakteri.
d) Tinja yang berminyak, lengket dan berkilat menunjukkan adanya lemak dalam feses. e) Lendir dalam tinja menggambarkan kelainan dikolon, khususnya akibat infeksi bakteri. f) Tinja yang sangat berbau menggambarkan adanya fermentasi oleh bakteri anaerob di kolon. 2) Malabsorpsi Laktosa :
pemeriksaan clinitest dikombinasi-kan dengan
pemeriksaan pH tinja. 3) Malabsorpsi Lemak : terdapat lemak dalam tinja lebih dari 5 gr disebut Steatore. 4) Infeksi Bakteri: ditemukan 5-10 leukosit/LP atau lebih. 5) Infeksi Parasit. 6) Pemeriksaan urin : bila fungsi ginjal baik dalam keadaan dehidrasi BJ urine akan meningkat 7) Uji hidrogen nafas : untuk menentukan adanya bacterial overgrowth.
7.
Pengelompokkan Anak Menurut Umur Anak Berdasarkan Kelompok Umur : Pengertian Anak dalam Undang Perlindungan Anak nomor 23 tahun 2002 adalah berusia 18 ( delapan belas) tahun termasuk anak Pengertian anak ini akan lebih jelas
seseorang
Undang yang
-
belum
yang masih dalam kandungan. dan
dikelompokkan atau di
klasifikasikan menjadi beberapa kelompok umur, yaitu :
1) Kelompok Pertama adalah Kelompok Umur Perinatal atau pra lahir yaitu bayi yang masih dalam kandungan yang dibagi dalam dua kelompok ; Perinatal
pertama yaitu bayi dalam kandungan yang berusia 28 minggu sampai dengan bayi yang telah lahir dengan usia 7 hari kelahiran (28 minggu s/d 7 hari). Perinatal Kedua yaitu bayi dalam kandungan yang berusia 20 minggu sampai dengan bayi yang telah lahir usia 28 hari (20 minggu s/d 28 hari). Perlu dicatat disini kenapa kelompok umur ini tidak termasuk usia dibawah 20 minggu. 2) Kelompok Kedua adalah Kelompok umur Neonatus yaitu bayi yang baru lahir sampai dengan usia dibawah 28 hari ( Bayi < 28 hari arti kata dari neonatus itu sendiri adalah neo = baru, dan natus = lahir ). 3) Kelompok Ketiga adalah Kelompok Infant yaitu bayi yang dimulai dengan usia diatas 28 hari. 4) Kelompok Keempat adalah Kelompok Umur Batita merupakan singkatan dari Bawah Tiga Tahun maksudnya anak termasuk bayi yang usianya di bawah tiga tahun ( < 3 tahun ). Anak mulai umur diatas 28 hari hingga 3 tahun. Masa batita adalah periode paling progresif. Ada saja kemajuan yang dialami si kecil setiap hari. Lihat saja, anak bisa berjalan, tumbuh beberapa gigi sekaligus, mulai bicara, tertawa terbahak-bahak, belajar makan sendiri, menolak instruksi, dan juga merajuk. Perkembangan ini meliputi fisik dan emosinya. Dukungan dan kesabaran dari orangtua penting untuk membantu anak mencapai tugas perkembangan tersebut. Bila yang diberikan adalah atensi negatif, seperti memarahi, menyalahkan, melarang, dan seterusnya yang berkembang adalah rasa ragu-ragu dan takut.(http://orangtua-super.blogspot.com/2009/01/ekspresi-emosi-khas-batita.html).
8.
Perkembangan Anak Batita Menurut : a. Teori perkembangan menurut Frued
Selama masa bayi, (0 – 11 bulan ) sumber kesenangan anak terbesar berpusat pada aktivitas oral, seperti menghisap, menggigit, mengunyah dan mengucap. Namun selama fase kedua, ( 1 sampai 3 tahun ) yaitu menginjak tahun pertama sampai tahun ketiga, kehidupan anak berpusat pada kesenangan anak yaitu selama perkembangan otot sfingter. b. Teori perkembangan menurut Piaget Tahap sensoris motorik ( 0 – 2 tahun ) adalah cirri utama pada perilaku bayi dan berkembang sekalipun tidak sedang menyusu, bibirnya bergerak – gerak seperti sedang menyusu. Apabila lapar, bayi menangis lalu ibunya menyusukan agar anaknya diam. Kadang ibunya pun sering bersenandung. Jadi bayi belajar dan mengembangkan
kemampuan
sensoris
motoriknya
dengan
kondisi
dan
lingkungannya.
c. Teori perkembangan menurut Ericson Perkembangan otonomi berpusat pada kemampuan anak untuk mengontrol tubuh dan lingkungannya. Anak ingin melakukan hal-hal yang ingin dilakukan sendiri dengan menggunakan kemampuan yang sudah mereka miliki, seperti berjalan, berjinjit, memanjat, dan memilih mainan atau barang yang diinginkannya. Pada fase ini, anak akan meniru perilaku orang lain disekitarnya dan hal ini merupakan proses belajar. Sebaliknya, perasaan malu dan ragu-ragu akan timbul apabila merasa dirinya kerdil atau saat mereka dipaksa oleh orang tuanya atau orang dewasa lainnya untuk memilih atau berbuat sesuatu yang dikehendaki mereka.
9.
Faktor – Faktor Yang Berkaitan Dengan Diare Menurut Wiku Adisasmito 2007, factor – factor yang berkaitan dengan diare pada balita baik langsung maupun tidak langsung yaitu : a. Umur Ibu Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang mendapatkan prioritas program pemberantasan karena tingginya angka kesakitan dan menimbulkan banyak kematian terutama pada bayi dan balita. Umur ibu sangat berpengaruh pada kejadian diare. Umur ibu yang lebih tua didapat kesimpulan jarang Pada aspek perilaku ibu menunjukkan bahwa perilaku hidup bersih yang dilakukan ibu mempunyai hubungan yang bermakna dalam mencegah terjadinya penyakit diare pada bayi dan balita. b. Pendidikan Ibu aspek pendidikan ibu dari sebelas penelitian, lima penelitian menunjukkan hasil yang signifikan sedangkan enam penelitian lainnya menunjukkan hasil yang tidak signifikan. Aspek status kerja ibu ternyata tidak menunjukkan hasil yang signifikan dalam menyebabkan penyakit diare pada bayi dan balita c. Pekerjaan Ibu Dari penelitian yang menghubungkan aspek status kerja ibu dengan kejadian diare menunjukkan hanya satu penelitian yang menunjukkan hasil yang signifikan dalam menyebabkan penyakit diare pada bayi. Sedangkan tiga penelitian lainnya menunjukkan bahwa status ibu bekerja bukan merupakan faktor risiko yang signifikan dalam menyebabkan penyakit diare pada bayi dan balita. d. Penghasilan Keluarga
Penghasilan keluarga yang rendah mempunyai hubungan erat dengan kesehatan masyarakat
terutama dengan kejadian diare. Hasil penelitian
didapatkan hubungan yang bermakna antara kejadian diare dengan rendahnya penghasilan keluarga.
e. Status Kesehatan Anak Faktor kesehatan anak memiliki factor resiko yang signifikan dalam menyebabkan penyakit diare. Semakin sehat seorang anak maka daya tahan tubuhnya pun semakin kuat untuk terhindari dari berbagai macam penyakit. f. Status Gizi Anak Faktor gizi pada anak, dari beberapa aspek yang diteliti status gizi memiliki faktor risiko yang signifikan dalam menyebabkan penyakit diare pada bayi dan balita, rendahnya status gizi pada bayi dan balita merupakan faktor risiko yang rentan untuk menyebabkan penyakit diare. g. Usia Anak Usia anak memiliki factor resiko yang signifikan dalam menyebabkan diare karena anak balita rentan dengan berbagai macam penyakit dikarenakan factor imunitas tubuhnya belum sempurna. Usia yang kurang dari satu tahun didapatkan hasil lebih sreing terkena diare dibandingkan dengan anak yang berusia lebih dari satu tahun. h. Kebersihan Salah satu perilaku hidup bersih yang umum dilakukan ibu adalah mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anaknya. perilaku cuci tangan ibu yang
tidak memenuhi syarat higiene berpotensi untuk meningkatkan risiko terjadinya diare akut pada balita. Penelitian ini serupa dengan penelitian Pertiwi di Sleman yang menyimpulkan bahwa higiene pribadi meliputi cuci tangan sebelum makan, cuci tangan sesudah buang air besar, cuci tangan sebelum memegang bahan makanan dan cuci tangan sesudah mengolah makanan yang buruk
menunjukkan risiko yang bermakna
untuk terjadinya diare pada balita. Penelitian yang dilakukan oleh Daniel dkk di Lesotho yang menyimpulkan bahwa episode diare pada balita 22 persen lebih rendah pada ibu yang melakukan cuci tangan sesudah buang air besar dibandingkan balita dengan ibu tidak melakukan cuci tangan sesudah buang air besar dan penelitian Lubis yang menyimpulkan bahwa perilaku tidak mencuci tangan sebelum menyediakan ataupun memberi makan merupakan faktor risiko terjadinya penyakit diare yaitu sebesar 62,9 persen.
10. Gambaran Umum Posyandu Posyandu adalah Pos Pelayanan Terpadu yang merupakan sarana untuk mendapatkan pelayanan kesehatan berupa ; pemantauan gizi, diare, pemberian vitamin A dan pemberian
imunisasi,
pengobatan
makanan tambahan (PMT Penyuluhan).
Posyandu dilakukan setiap bulan sekali sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Posyandu ada di setiap RW yang ada balitanya. Yang berperan dalam posyandu adalah kader kesehatan masyarakat yang dibantu oleh petugas dari Puskesmas. Posyandu gratis. a. Sarana Pelayanan Kesehatan 1. Pemantauan Gizi
Dan biaya
Dilakukan dengan cara menimbang balita setiap bulan di posyandu. Apabila dari 3 kali penimbangan ditemukan balita dengan BB ( berat badan ) tidak naik atau BGM harus dirujuk ke Puskesmas dan
dilakukan
pemeriksaan
lanjut
secara klinis. 2. Imunisasi Setiap balita berhak mendapatkan imunisasi dasar secara gratis, baik di Posyandu maupun di Puskesmas yang terdiri dari : Tabel 2.1 Jadwal Pemberian Imunisasi Pada Balita Vaksin BCG DPT Polio Campak Hepatitis B
Pemberian Imunisasi 1 kali 3 kali 4 kali 1 kali 3 kali
Selang Waktu Pemberian 1 Bulan 1 Bulan 1 Bulan
Umur 0 – 11 Bulan 2 – 11 Bulan 0 – 11 Bulan 9 – 11 Bulan 0 – 11Bulan
3. Pengobatan Diare Diare adalah suatu penyakit yang diakibatkan oleh virus / bakteri sehingga menimbulkan berak cair lebih dari 3 x sehari. Pertolongan diare dengan pemberian cairan oralit sebanyak-banyaknya. Dan apabila tidak sembuh segera bawa ke Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat.
4. Pemberian Vitamin A Diberikan pada anak umur 6 – 59 bulan. Dampak
apabila
anak tidak
diberikan Vitamin A, anak akan menderita buta senja dan daya tahan tubuh menurun.
Vitamin A diberikan 2 kali setahun pada bulan Februari dan Agustus secara gratis. Bayi usia 6 – 12 bulan diberikan vitamin A dosis
100.000 IU ( warna biru
). Balita usia > 12 – 59 bulan diberikan vitamin A dosis 200.000 IU ( warna merah ).
Gambar 2.1 : Kapsul Vitamin A Sumber : www.google.com
5. PMT Penyuluhan / Pola Makan Gizi Seimbang Untuk tumbuh sehat kita membutuhkan gizi seimbang dengan mengkonsumsi aneka ragam bahan makanan. Gizi seimbang secara jelas tergambar dalam logo dibawah ini. Pola makan seimbang terdiri dari makanan pokok seperti nasi, sayur mayur, buar – buahan, lauk pauk nabati dan lauk pauk hewani, dan garam dan gula diberikan secukupnya,
Gambar 2.2 : Pola Makan Gizi Seimbang Sumber : www.google.com
B. Penelitian Terkait Penelitian yang dilakukan Teguh Prayitno dengan judul Hubungan Antara Personal Hygiene Dan Fasilitas Sanitasi Dengan Kejadian Diare Pada Anak Umur 2-5 Tahun Di Wilayah Puskesmas Plupuh 2, Kecamatan Plupuh,Kabupaten Sragen. Penyakit diare banyak dipengaruhi sekitar 53% oleh berbagai faktor diantaranya faktor kebersihan perorangan,kondisi sanitasi,kesehatan lingkungan,keadaan gizi masyarakat maupun status imunisasi. Kejadian diare di wilayah Puskesmas Plupuh 2 untuk tahun 2003 sebanyak 784
kasus. 194 kasus diantaranya menyerang anak usia balita. merupakan 2 desa yang fasilitas kesehatan lingkungannya masih kurang dan masih banyak masyarakat yang belum mengetahui tentang pentingnya personal hygiene sebagai salah satu upaya dalam pencegahan penyakit diare. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara faktor personal hygiene dan Fasilitas Sanitasi dengan kejadian diare pada anak umur 2-5 tahun di wilayah Puskesmas Plupuh 2. Penelitian dilasanakan pada bulan Februari 2005,lingkup sasaran dalam penelitian ini adalah anak berumur 2-5 tahun. Pengambilan sampel secara random sampling dengan teknik proportional sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan pengamatan langsung di lapangan. Hasil penelitian pada faktor personal hygiene diperoleh p value < 0,05, maka Ho ditolak. Interpretasinya adalah personal hygiene dari ibu/keluarga yang tidak baik dapat menyebabkan kejadian diare pada anak umur 2-5 tahun. Pada faktor fasilitas sanitasi diperoleh p value > 0,05,maka Ho diterima. Interprestasinya adalah Fasilitas Sanitasi tidak ada hubungan dengan kejadian diare pada anak umur 2-5 tahun. Sedangkan pada faktor gabungan antara personal hygiene dan fasilitas Sanitasi diperoleh p value < 0,05, maka Ho ditolak. Interprestasinya adalah personal hygiene dan fasilitas Sanitasiyang tidak baik pada responden, dapat menyebabkan kejadian diare pada anak umur 2-5 tahun di Desa Manyarejo dan Desa Pungsari,Kecamatan Plupuh, Kabupaten Sragen. Berdasarkan hal tersebut diatas maka perlu lebih mengintensifkan penyuluhan kelompok, utamanya di Posyandu-Posyandu untuk lebih meningkatkan pengetahuan ibu balita maupun kader Posyandu di dalam kaitannya dengan personal hygiene dalam pencegahan penyakit diare. Penelitian yang dilakukan Setiyawatiningsih (2005) Hubungan Pola Asuh Anak Dengan Kejadian Diare Pada Bayi (0-12 Bulan) Di Kelurahan Sabdodadi Kecamatan Bantul. Diare masih merupakan problem kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk Indonesia, karena angka kesakitan dan kematiannya masih tinggi. Diperkirakan
80 % kematian akibat diare terjadi pada anak dua tahun pertama kehidupannya. Sekitar 40 - 60 % diare pada bayi disebabkan oleh rotavirus yang disebarkan melalui fecal oral terutama oleh makanan yang tercemar, dan juga bayi dengan gangguan gizi, perawatan/perilaku yang kurang sehat serta personal hygiene kurang (pola asuh anak). Di Kabupaten Bantul diare masih menduduki peringkat ketiga (9,4 %) sebagai penyebab kematian bayi dan balita. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan pola asuh anak dengan kejadian diare pada bayi (0-12 bulan) di Kelurahan Sabdodadi, Bantul. Jenis penelitian ini adalah penelitian survey dengan pendekatan cross sectional. Populasi adalah semua bayi umur (0-12 bulan) yang ada diwilayah Kelurahan Sabdodadi dengan jumlah sampel yang memenuhi kriteria inklusi sebesar 85 sampel. Uji statistik menggunakan analisis bivariat chi-square test, taraf signifikan 95%, dan untuk mengetahui keeratan hubungan menggunakan koefisien kontingensi. Hasil penelitian diperoleh karakteristik ibu berdasarkan tingkat pendidikan sebagian besar SLTA (50,6%), status tidak tidak bekerja dan pendapatan lebih besar dari Rp. 385.000 (71,8%). Karakteristik bayi diketahui jenis kelamin sebagian besar perempuan (55,3%), umur kurang dari 9 nulan (58,8 %) dan status gizi baik (90,6 %). Pola asuh makan sebagian besar baik (55,3 %), pola perawatan dasar anak masih kurang (57,6 %) dan personal hygiene baik (51,8 %). Persentase kejadian diare sebesar 44,7 %. Dari uji statistik terbukti ada hubungan yang bermakna pola asuh makan dengan kejadian diare pada bayi (p=0,001 C=0,365). Ada hubungan yang bermakna pola perawatan dasar dengan kejadian diare pada bayi (p=0,001 C=0,361). Ada hubungan yang bermakna yang bermakna personal hygiene dengan kejadian diare pada bayi (p=0,000 C= 0,484). Dari hasil penelitian disarankan bagi petugas kesehatan untuk meningkatkan penyuluhan khususnya bagi ibu yang mempunyai bayi tentang diare, penyebab dan penanggulangannya, serta untuk masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan pola asuh anak dan perilaku hidup sehat.
C. Kerangka Teori
skema 2.1 Kerangka Teori Adapun kerangka teorinya adalah sebagai berikut :
Karakteristik Ibu : a. Umur Ibu b. Pendidikan Ibu c. Pekerjaan Ibu d. Penghasilan Keluarga
Karakteristik Anak : a. Status Kesehatan Anak b. Status Gizi Anak c. Usia Anak
Personal Hygiene a. Kulit b. Kuku c. Rambut d. Gigi dan Mulut e. Genitalia
Kejadian Diare