BAB II TINJAUAN TEORITIS A.
Konsep Iklim Organisasi 1. Pengertian Iklim Organisasi Tujuan dari organisasi yang dapat tercapai bisa dilihat apabila lingkungan
kerja dapat menunjang terhadap kinerja para anggotanya, lingkungan kerja menyangkut seluruh aspek lingkungan sosial, baik formal maupun informal yang dirasakan oleh para anggota organisasi, dan lingkungan itu dapat mempengaruhi pekerjaannya. Suasana lingkungan kerja yang dirasakan
oleh masing-masing
individu dalam sebuah organisasi sering disebut sebagai iklim organisasi. Menurut Timpe (1992:4) pengertian iklim organisasi adalah : “Serangkaian sifat lingkungan kerja yang dapat diukur berdasarkan persepsi kolektif dari orangorang yang hidup dan bekerja di dalam lingkungan tersebut dan dapat mempengaruhi motivasi serta perilaku mereka”. Kemudian Davis (1985:21) mengemukakan iklim organisasi sebagai :”Lingkungan manusia dimana para pegawai organisasi melakukan pekerjaan mereka.”iklin organisasi dipengaruhi oleh hampir semua hal yang terjadi dalam suatu organisasi. Terbentuknya sebuah iklim organisasi sangat dipengaruhi oleh seluruh perilaku yang ada dalam organisasi.
17
Iklim merupakan produk akhir dari perilaku sekelompok orang yang berada dalam suatu organisasi. Iklim organisasi juga dapat dipandang sebagai kepribadian organisasi karena sifat-sifat lingkungan kerja hanya dirasakan dan mempengaruhi perilaku para anggota di dalamnya dan iklim organisasi tersebut terbentuk karena adanya kegiatan-kegiatan di dalam organisasi. Berkaitan dengan hal tersebut, maka dalam memahami kondisi iklim suatu organisasi perlu diperhatikan hal-hal berikut : a. Berkaitan dengan bidang persepsi, karena organisasi tertentu adalah iklim yang dilihat dan dirasakan oleh para pekerjanya. b. Adanya hubungan antara ciri dan kegiatan dari organisasi. Maksudnya adalah bahwa ciri yang unik dari organisasi tertentu bersamaan dengan kegiatan dan perilaku manajemen yang menentukan iklim organisasi. Iklim yang timbul dalam organisasi merupakan faktor pokok yang menentukan perilaku para pekerjanya. c. Variasi yang membentuk susunan iklim adalah ciri penentu yang membedakan satu lingkungan kerja yang lainnya sebagaimana dilihat oleh para anggota, juga iklim ini menjadi dasar bagi para individu untuk menafsirkan dan memahami keadaan sekitar mereka dan menentukan hubungan imbalan-hukuman.
18
Berdasarkan penjelasan diatas bila dikaji, maka penulis menyimpulkan bahwasanya iklim organisasi merupakan keadaan atau kondisi lingkungan tempat bekerja yang dirasakan dalam organisasi, sebagai perwujudan dan penggabungan dari berbagai perilaku individu dengan komponen serta lingkungan organisasi sehingga menjadi suatu bentuk kehidupan. 1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Iklim Organisasi Anarogo dan Widiyanti mengemukakan penadangan bahwa: “faktor-faktor yang mempengaruhi iklim organisasi adalah etos kerja, disiplin kerja, kepuasan, komunikasi dan stress serta konflik dalam organisasi.” Kemudian ada beberapa hal yang bisa menjadi tolak ukur dalam mengidentifikasi iklim organisasi seperti (Keith Davis dan John W. Newttrom, 1994:24) dalam penelitiannya menyebutkan ada beberapa faktor yang dapat mengukur iklim organisasi : Kualitas kepemimpinan, kadar kepercayaan, komunikasi keatas dan ke bawah, perasaan melakukan pekerjaan yang bermanfaat, tanggung jawab, imbalan yang adil, tekanan pekerjaan yang nalar, kesempatan, pengendalian, struktur, dan birokrasi yang nalar dan keterlibatan pegawai. Hal ini sejalan dengan ungkapan Timpe (1992:5) yang menyatakan :” Suasana organisasi dapat diukur dari dimensi kualitatif seperti tanggung jawab, keseragaman, semangat kelompok, penghargaan, standar, kejelasan organisasional”.
19
Hal ini diperjelas oleh Nia K(2005: 18), bahwasanya untuk mengukur iklim organisasi dapat dilihat melalui perbedaan antara iklim yang ada dan iklim yang diharapkan. Ada 7 dimensi yang dilakukan dalam upaya mengukur iklim organisasi, yaitu sebagai berikut : 1. Konformitas, apabila dalam suatu organisasi banyak sekalli memiliki aturan yang harus dituruti oleh para pekerja padahal aturan tersebut tidak ada relevansinya atau hubungannya dengan pelaksanaan pekerjaan. 2. Tanggung jawab, apabila setiap keputusan yang diambil dalam suatu organisasi dilakukan oleh pimpinan maka organisasi tersebut dikatakan mempunyai iklim organisasi yang rendah, karena pada dasarnya bawahan tidak diberi kesempatan untuk ikut berpartisipasi dalam organisasi. 3. Imbalan, setiap kegiatan yang dilakukan dan mendapatkan hasil atau prestasi yang baik tidak mendapatkan penghargaan apapun dari pihak perusahaan sebaliknya jika dilakukan kesalahan maka para karyawan diberi hukuman yang berat, iklim kerja yang demikian disebut iklim kerja dengan imbalan yang rendah. 4. Semangat kelompok, apabila dalam organisasi orang-orang saling mencurigai dan sulit untuk mempercayai dan tidak ada perasaan kelompok maka iklim kerja yang demikian disebut dengan semangat kerja yang rendah.
20
5. Kejelasan, suatu organisasi memiliki prosedur kerja yang tidak jelas, orang-orang merasa tidak mengetahui dengan pasti yang mana tanggungjawab dan wewenangnya. 6. Standar, ketentuan yang ditetapkan tentang mutu dari hasil kerja yang dikerjakan oleh para anggota. 7. Kepemimpinan, untuk menciptakan suatu organisasi efektif perlu adanya iklim organisasi yang meliputi harapan pegawai yang tinggi, sikap yang positif, kurikulum terorganisir dan sistem reward dan intensif pegawai. Selanjutnnya Streess (winata,2005: 32) mengemukakan bahwa ada empat faktor yang menentukan iklim suatu organisasi. Keempat faktor tersebut ialah : struktur organisasi, teknologi, lingkungan luar dan kebijakan suatu proses manajemen. Selanjutnya Made Pidarta(Asmar, 1999:69) mengemukakan lima faktor yang mempengaruhi iklim organisasi, yaitu : 1. Penempatan Personalia Masalah penempatan personalia atau penempatan sangat penting, karena apabila terjadi kesalahan dalam penempatan dapat menjadikan perilaku pegawai menjadi terganggu dan pada akhirnya bisa merusak iklim organisasi. Dalam penempatan seorang pemimpin hendaknya melihat berbagai aspek atau kondisi seperti, spesialisasi yang dimiliki, kegemaran, keterampilan,pengalaman watak.
21
2. Pembinaan Hubungan Komunikasi Dalam lingkungan organisasi bahwasanya tidak luput dari proses komunikasi, dalam kehidupan sehari-hari komunikasi sangat berperan dan iklim organisasi tercipta karena adanya komunikasi. Hubungan yang dibangun bersifat formal dan non formal. Komunikasi yang bersifat formal dapat berlangsung dalam suasana rapat atau kegiatan formal lainnya. Yang terjadi adanya komunikasi baik dari pimpinan kepada bawahannya, ataupun sebaliknya yang disebut adanya komunikasi ke atas dan ke bawah. Komunikasi yang terbaik dapat terwujud apabila para bawahan diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam setiap pengambilan keputusan dan diberikan penghargaan atas prestasi yang diperolehnya. Sedangkan komunikasi yang bersifat informal berlangsung dalam kegiatan diluar kedinasan, misalnya pada saat istirahat di luat forum formal. Komunikasi informal tidak bisa diabaikan oleh pimpinan karena akan membutuhkan keakraban. Dengan adanya keakraban dan keterbukaan dapat menciptakan hubungan yang harmonis dan pada gilirannya akan mendukung terwujudnya iklim organisasi yang kondusif.
22
3. Pendinasan dan Penyelesaian Konflik Setiap organisasi akan mengalami perubahan atau perkembangan dalam setiap aspeknya seiring dengan perubahan lingkungan. Proses perubahan ini sangatlah penting untuk mengantisipasi supaya tidak terjadi stagnasi bahkan kemunduran organisasi. Peran pimpinan dalam hal ini yaitu membuat para personil/pegawai menjadi lebih dinamis dan mampu mendukung kemajuan organisasi. Untuk itu pimpinan perlu untuk menciptakan suatu kondisi yang dinamis dengan cara memberi kebebasan pada pegawai untuk mengambangkan kreativitasnya dan merealisasikan ide-ide nya. 4. Pengumpulan dan Pemanfaatan informasi Informasi memegang peranan yang penting dalam sebuah organisasi sebagai penghubung antara berbagai bagian organisasi sehingga tercipta keutuhan organisasi. Informasi sangat bermanfaat bagi organisasi terutama dalam penyusunan program kerja organisasi, mendukung kelancaran penggunaan metode kerja dan sebagai alat control atau pengawasan. 5. Kondisi Lingkungan Kondisi lingkungan kerja sering disebut juga sebagai suasana atau keadaan dalam kerja. Adapun yang dimaksud hal ini yaitu mencakup keadaan fasilitas atau sarana yang ada, misalnya ruangan untuk pimpinan, ruang rapat, lobi, ruang kerja pegawai, ruang tamu dan lain-lain. Kondisi fasilitas ini sebenarnya tidak langsung mempengaruhi sehat tidaknya iklim kerja tetapi memberikan efek terhadap suasana hati pegawai yang ada di dalamnya. Apabila faislitas-fasilitas tersebut cukup 23
lengkap, tertata rapi dan bersih akan membuat pegawai merasa nyaman dan potensi dirinya akan berkembang. Selain faktor internal, faktor eksternal pun perlu diperhatikan seperti kondisi keamanan dan keadaan di sekeliling kantor. Hal inilah yang mendukung terciptanya iklim kerja yang menyenangkan, dari iklim kerja yang nyaman akan berakibat pada kinerja pagawai yang baik pula. Jikat kita melihat dalam dunia pendidikan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan kelas yang baik antara lain : 1. Kondisi fisik, mencakup: a) Ruang tempat berlangsungnya proses belajar-mengajar b) Pengaturan tempat duduk c) Ventilasi dan pengaturan cahaya d) Pengaturan penyimpanan barang-barang Demikian pula dengan pada lembaga bahwasanya kondisi fisik sama halnya dengan kondisi internal, kondisi ini merupakan kondisi yang dialami oleh seorang pegawai di dalam ruang kerja yang mencakup tata ruang kerja, pengaturan duduk pegawai, ventilasi dan pengaturan cahaya, serta penyimpanan dan pengaturan fasilitas kerja.
24
2. Kondisi Sosio-Emosional, mencakup: a) Tipe kepemimpinan b) Sikap guru c) Suara guru d) Dan pembinaan hubungan baik. 3. Kondisi Organisasional Merupakan kegiatan rutinitas yang dilakukan secara organisasional baik pada tingkat kelas ataupun tingkat organisasi. Sama halnya dengan suatu lembaga adanya kondisi organisasional. Dalam penelitian ini behwasanya kegiatan organisasional yang dimaksud di PUSDIKMIN merupakan kegiatan yang secara rutin dilaksanakan yaitu setiap senin upacara, dan setiap hari adanya apel pagi dan apel siang dan setiap hari jumat ada nya jumsih atau sering disebut jumat bersih. Kondisi lingkungan organisasi, mencakup fasilitas atau sarana yang ada di lembaga, dalam ruang kerja misalnya keadaan ruang kerja, tempat duduk, keluar masuk cahaya, peralatan pendukung kerja dan fasilitas lain yang mendukung jalannya kegiatan kerja sehingga akan menciptakan iklim kerja yang harmonis. Kondisi fasilitas ini sebenarnya tidak langsung mempengaruhi sehat tidaknya iklim kerja. Selain faktor-faktor di dalam internal organisasi juga perlu diperhatikan misalnya kondisi luar dalam organisasi yaitu keamanan dan keberadaan tempat organisasi.
25
Dari pemaparan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi iklim organisasi dapat disimpulkan bahwasanya iklim yang mempengaruhi hubungan dengan keadaan yang dirasakan oleh seorang pagawai dalam organisasi atau tempat ia bekerja sebagai perwujudan bentuk perilaku-perilaku dari setiap individu. Penciptaan iklim hubungan pegawai dalam hal keyakinan, kepercayaan dan keterbukaan merupakan perimbangan mendasar dalam memberikan hasil. Iklim organisasi itu dianggap sejalan dengan produktivitas yang tinggi dan implementasi strategi organisasi yang efektif. Jika iklim organisasi nerupakan iklim terbuka dan mendorong karyawan untuk mengungkapkan dan lebih memberikan ruang kerja untuk memberikan kreatifitas yang tinggi pada saat melaksanakan pekerjaannya, maka akan memberikan dampak yang positif dan meningkatkan kinerja para pegawainya. Oleh karena itu, berdasarkan dari faktor-faktor yang mempengaruhi iklim organisasi yang telah dijelaskan, maka diambilah beberpaa faktor yang dapat dijadikan indikator dalam penelitian ini yaitu, kondisi internal, kondisi eksternal, interaksi dan semangat kelompok.
2. Konsep Motivasi Organisasi 1. Pengertian Motivasi Organisasi Motivasi adalah suatu proses psikolgi. Namun demikian, ini bukan berarti bahwa motivasi adalah satu-satunya unsur yang bisa menjelaskan adanya perilaku seseorang. Banyak unsur lain yang dapat menerangkan terjadinya perilaku. 26
Menurut Siagian (2002) mengemukaan definisi motivasi sebagai daya dorong bagi seseorang untuk memberikan kontribusi yang sebesar mungkin demi keberhasilan organisasi mencapai tujuannya. Dengan pengertian, bahwa tercapainya tujuan organisasi berarti tercapai pula tujuan pribadi para anggota organisasi yang bersangkutan. Kemudian Samsudin (2005) memberikan pengertian motivasi sebagai proses mempengaruhi atau mendorong dari luar terhadap seseorang atau kelompok kerja agar mereka mau melaksanakan sesuatu yang telah ditetapkan. Motivasi juga dapat diartikan sebagai dorongan (driving force) dimaksudkan sebagai desakan yang alami untuk memuaskan dan memperahankan kehidupan. Berdasarkan pengertian di atas, maka motivasi merupakan respon pegawai terhadap sejumlah pernyataan mengenai keseluruhan usaha yang timbul dari dalam diri pegawai agar tumbuh dorongan untuk bekerja dan tujuan yang dikehendaki oleh pegawai tercapai.
27
2. Lingkaran Motivasi
Aktivitas terarah ke tujuan
Dorongan/ Motivasi Perilaku
Hasil Kerja Aktivitas
Tujuan
tujuan
Gambar.2.1 lingkaran motivasi Miftah thoha (1983:216)
Lingkaran motivasi menggambarkan keterkaitan antara motivasi tujuan dan perilaku seseorang seperti tampak pada gambar 2.1. gambar tersebut menunjukkan bahwa dorongan-dorongan yang ada pada diri seseorang, mengarah kepada tercapainya tujuan. Dorongan yang paling kuat menghasilkan adanya perilaku,baik yang berupa aktivitas terarah ke tujuan atau aktivitas perilaku. Dorongan merupakan unsur yang paling menyebabkan seseorang berusaha mencapai tujuan , dorongan ini pula yang menyebabkan seseorang berperilaku, yang dapat mengendalikan dan memelihara kegiatan-kegiatan dan menetapkan arah umum yang harus ditempuh oleh seseorang. Tujuan adalah sesuatu yang ingin dicapai yang berada di luar individu.
28
Menurut Sertain dalam M.Ngalim Purwanto (1990: 61) menyatakan bahwa “Kebutuhan berarti suatu kekurangan tertentu di dalam suatu kekurangan tertentu di dalam suatu organisme”.
3. Perkembangan Teori Motivasi a) Teori Hierarki Kebutuhan Maslow Kebutuhan dapat didefinisikan sebagai suatu kesenjangan atau pertentangan yang dialami antara satu kenyataan dengan dorongan yang ada dalam diri. Apabila pegawai kebutuhannya tidak terpenuhi maka pegawai tersebut akan menunjukkan perilaku kecewa. Sebaliknya, jika kebutuhannya terpenuhi maka pegawai tersebut akan memperlihatkan perilaku yang gembira sebagai manifestasi dari rasa puasnya.
Kebutuhan merupakan fundamen yang mendasari perilaku pegawai. Karena tidak mungkin memahami perilaku tanpa mengerti kebutuhannya.
Abraham Maslow (Mangkunegara, 2005:63-64) mengemukakan bahwa hierarki kebutuhan manusia adalah sebagai berikut :
1. Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan untuk makan, minum, perlindungan fisik, bernapas, seksual. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan tingkat terendah atau disebut pula sebagai kebutuhan yang paling dasar 2. Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan akan perlindungan diri dari ancaman, bahaya, pertentangan, dan lingkungan hidp
29
3. Kebutuhan untuk rasa memiliki (sosial), yaitu kebutuhan untuk diterima oleh kelompok, berafiliasi, berinteraksi, dan kebutuhan untuk mencintai serta dicintai 4. Kebutuhan akan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihormati dan dihargai oleh orang lain 5. Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, yaitu kebutuhan untuk menggunakan kemampuan, skill dan potensi. Kebutuhan untuk berpendapat dengan mengemukakan ide-ide, gagasan dan kritik terhadap sesuatu.
b) Teori X Y
Menurut McGregor organisasi tradisional dengan ciri-cirinya yang sentralisasi dalam
pengambilan
keputusan,
terumuskan
dalam
dua
model
yang
dia
namakanTheori X dan Theori Y.Teori X menyatakan bahwa sebagian besar orangorang ini lebih suka diperintah, dan tidak tertarik akan rasa tanggung jawab serta menginginkan keamanan atas segalanya. Lebih lanjut menurut asumís teori X dari McGregor ini bahwa orang-orang ini pada hakekatnya adalah:
1. Tidak menyukai bekerja
2. Tidak menyukai kemauan dan ambisi untuk bertanggung jawab, dan lebih menyukai diarahkan atau diperintah
30
3. Mempunyai kemampuan yang kecil untuk berkreasi mengatasi masalah-masalah organisasi.
4. Hanya membutuhkan motivasi fisiologis dan keamanan saja.
5. Harus diawasi secara ketat dan sering dipaksa untuk mncapai tujuan organisasi.
Untuk menyadari kelemahan dari asumsí teori X itu maka McGregor memberikan alternatif teori lain yang dinamakan teori Y. asumsi teori Y ini menyatakan bahwa orang-orang pada hakekatnya tidak malas dan dapat dipercaya, tidak seperti yang diduga oleh teori X. Secara keseluruhan asumsi teori Y mengenai manusia adalah sebagai berikut:
1. Pekerjaan itu pada hakekatnya seperti bermain dapat memberikan kepuasan lepada orang. Keduanya bekerja dan bermain merupakan aktiva-aktiva fisik dan mental. Sehingga di antara keduanya tidak ada perbedaan, jika keadaan samasama menyenangkan
2. Manusia dapat mengawasi diri sendiri, dan hal itu tidak bisa dihindari dalam rangka mencapai tujuan-tujuan organisasi
.3. Kemampuan untuk berkreativitas di dalam memecahkan persoalanpersoalan organisasi secara luas didistribusikan kepada seluruh karyawan.
31
4. Motivasi tidak saja berlaku pada kebutuhan-kebutuhan sosial, penghargaan dan aktualisasi diri tetapi juga pada tingkat kebutuhan-kebutuhan fisiologi dan keamanan.
5. Orang-orang dapat mengendalikan diri dan kreatif dalam bekerja jika dimotivasi secara tepat
Dengan memahami asumsi dasar teori Y ini, McGregor menyatakan selanjutnya bahwa merupakan tugas yang penting bagi menajemen untuk melepaskan tali pengendali dengan memberikan kesempatan mengembangkan potensi yang ada pada masing-masing individu. Motivasi yang sesuai bagi orang-orang untuk mencapai tujuannya sendiri sebaik mungkin, dengan memberikan pengarahan usahausaha mereka untuk mencapai tujuan organisasi.
c) Teori Motivasi Higiene
Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang.
32
Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional antara lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain. Sedangkan faktor-faktor hygiene atau pemeliharaan mencakup antara lain status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku.Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg ialah memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh kuat dalam kehidupan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik ataukah yang bersifat ekstrinsik. Teori Herzberg ini sebenarnya mematahkan anggapan sementara bahwa persoalan-persoalan semangat kerja para karyawan itu dapat diatasi dengan pemberian upah dan gaji yang tinggi, intensif yang besar, dan memperbaiki kondisi tempat kerja.
d) Teori ERG
Teori ERG Alderfer (Existence, Relatedness, Growth) adalah teori motivasi yang dikemukakan oleh Clayton P. Alderfer. Teori Alderfer menemukan adanya 3 kebutuhan pokok manusia:
33
1) Existence Needs (Kebutuhan Keadaan) adalah suatu kebutuhan akan tetap bisa hidup sesuai dengan tingkat kebutuhan tingkat rendah dari Maslow yaitu meliputi kebutuhan fisiologis dan kebutuhan akan rasa aman serta hygienefactors dari Herzberg. 2) RelatednessNeeds(Kebutuhan Berhubungan), mencakup kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain. Kebutuhan ini sesuai dengan kebutuhan afiliasi dari Maslowdanhygiene factors dari Herzberg. Adapun kebutuhan untuk berkembang adalah suatu kebutuhan yang berhubungan dengan keinginan intrinsik dari seseorang untuk mengembangkan dirinya. 3) Growth Needs (Kebutuhan Pertumbuhan) adalah kebutuhan yang mendorong seseorang untuk memiliki pengaruh yang kreatif dan produktif terhadap diri sendiri atau lingkungan. Realisasi dari kebutuhan penghargaan dan perwujudan diri dari Maslow dan motivation factors dari Herzberg.(Miftah Thoha, 1983:235)
e) Teori Kebutuhan McClelland
(MiftahThoha, 1983: 235)Teori mengenai motivasi atau kebutuhan manusiaselama ini mungkin yang lebih Anda kenal adalah teori dari Abraham Maslow dengan hierarki kebutuhannya. Tapi, sebenarnya ada banyak para ahli dengan pendapat mereka masing-masing tentang teori motivasi, termasuk David McClelland.
34
Menurut Mclelland, ada tiga hal yang melatar belakangi motivasi seseorang: 1. The Need for Achievement (n-ach) – Kebutuhan akan Prestasi / Pencapaian Kebutuhan akan prestasi adalah kebutuhan seseorang untuk memiliki pencapaian signifikan, menguasai berbagai keahlian, atau memiliki standar yang tinggi.
Orang
yang
memiliki
n-ach
tinggi biasanya
selalu
ingin
menghadapi tantangan baru dan mencari tingkat kebebasanyang tinggi.Sebab-sebab seseorang memiliki n-ach yang tinggi di antaranya adalah pujian dan imbalan akan kesuksesan yang dicapai, perasaan positif yang timbul dari prestasi, dankeinginan untuk
menghadapi
tantangan. Tentunya
imbalan
yang
paling
memuaskan bagi mereka adalah pengakuan dari masyarakat.
2. The Need for Authority and Power (n-pow) – Kebutuhan akan Kekuasaan Kebutuhan ini didasari oleh keinginan seseorang untuk mengatur atau memimpin orang lain. Menurut Mclelland, ada dua jenis kebutuhan akan kekuasaan, yaitu pribadi dan sosial. Contoh dari kekuasaan pribadi adalah seorang pemimpin perusahaan yang mencari posisi lebih tinggi agar bisa mengatur orang lain dan
mengarahkan
ke
mana
perusahaannya
akan
bergerak.
Sedangkan
kekuasaan sosial adalah kekuasaan yang misalnya dimiliki oleh pemimpin seperti
35
Nelson Mandela, yang memiliki kekuasaan dan menggunakan kekuasaannya tersebut untuk kepentingan sosial, seperti misalnya perdamaian.
3. The Need for Affiliation (n-affil) – Kebutuhan akan Afiliasi / Keanggotaan Kebutuhan ini adalah kebutuhan yang didasari oleh keinginan untuk mendapatkan atau menjalankan hubungan yang baik dengan orang lain. Orang merasa ingin disukai
dan
diterima oleh
sesamanya. McClelland
mengatakan
bahwa
kebutuhan yang kuat akan afiliasi akan mencampuri objektifitas seseorang. Sebab, jika ia merasa ingin disukai, maka ia akan melakukan apapun agar orang lain suka akan keputusannya. f) Teori Evaluasi Kognitif Teori Evaluasi Kognitif mengemukakan bahwa pengenalan imbalan ekstrinsik, seperti gaji atas upaya kerja yang sebelumnya secar intrinsic telah dapat memberi keuntungan karena adanya kesenangan yang dikaitkan dengan isi kerja itu sendiri, yang akan cenderung mengurangi keseluruhan tingkat motivasi. Teori ini berargumen bahwa bila imbalan ekstrinsik digunakan oleh organisasi sebagai hadiah atas kinerja yang unggul, imbalan intrinsik yang berasal dari individu-individu yang melakukan apa yang mereka sukai akan berkurang. Dengan kata lain, bila imbalan ekstrinsik diberikan ke seseorang untuk menjalankan tugas yang menarik imbalan itu akan menyebabkan minat intrinsic terhadap tugas itu motivasi intrinsic sebelumnya akan berkurang. Lagipula, dihilangkannya imbalan 36
ekstrinsik dapat menimbulkan pergeseran-dari penjelasan eksternal ke internal-dalam persepsi sebab akibat individu mengenai mengapa ia mengerjakan tugas tersebut. Jika teori tersebut di anggap sahih teori itu seharusnya mempunyai implikasi besar kepada praktek-praktek manajerial. Walaupun teori evaluasi kognitif telah dikukuhkan dengan sejumlah studi, teori ini masih juga mendapat serangan, khususnya pada metodelogi yang digunakan dalam studi ini dan penafsiran atas temuan-temuan itu. Pertama, banyak studi yang menguji teori ini dilakukan pada mahasiswa, bukan karyawan organisasi yang mendapatkan gaji. Dalam dunia nyata, bila imbalan ekstrinsik dihentikan, biasanya individu itu tidak lagi merupakan bagian dari organisasi. Kedua, tingkat motivasi intrinsik yang sangat tinggi sangat menolak dampak yang bersifat merusak dari imbalan ekstrinsik. Oleh karena itu, teori ini mungkin mempunyai keterbatasan untuk diterapkan pada organisasi kerja karena kebanyakan pekerjaan tingkat rendah secara intern tidak cukup memuaskan untuk mendukung berkembangnya intrinsik yang tinggi dan banyak posisi manajerial serta profesional menawarkan imbalan intrinsik.
g)
Teori Penentuan Tujuan
Teori ini secara relatif lempang dan sederhana. Aturan dasarnya ialah penetapan dari tujuan-tujuan secara sadar. Menurut Locke, tujuan-tujuan yang cukup sulit, khusus dan yang pernyataannya jelas dan dapat diterima oleh tenaga kerja, akan menghasilkan unjuk-kerja yang lebih tinggi daripada tujuan-tujuan yang taksa, tidak 37
khusus, dan yang mudah dicapai. Teori tujuan, sebagaimana dengan teori keadilan didasarkan pada intuitif yang solid. h) Teori Penguatan Inti teori ini terletak pada pandangan yang mengatakan bahwa jika tindakan seorang manajer oleh bawahan dipandang mendorong perilaku positif tertentu, maka bawahan tersebut cenderung mengulangi tindakan serupa.Singkatnya, motivasi seorang karyawan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar dirinya, seperti sikap pimpinan, pengaruh rekan kerja, dan sejenisnya. Jadi bukan karena faktor kognitif yang terdapat dalam diri seseorang.
4. Parameter Motivasi Kerja Dalam pemaparan sebelumnya menunjukkan bahwa wujud motivasi kerja dapat diamati dari kinerja pegawai. Dengan kata lain, motivasi merupakan sebuah diterminan penting bagi kinerja individu. Hal ini ditegaskan oleh Winardi yang dikutip oleh Dadan Syarifudin (2004: 56) sebagai berikut : Seseorang yang sangat termotivasi yaitu orang yang melaksanakan upaya substansial, guna menunjang tujuan-tujuan produksi kesatuan kerjanya dan organisasi dimana ia bekerja, seseorang yang tidak termotivasi hanya memberikan upaya minimum dalam hal bekerja. Konsep motivasi, merupakan sebuah konsep penting dalam studi tentang kinerja. Sedangkan Malayu S.P.Hasibuan (2001:92) memaparkan bahwa:
38
Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah kerja bawahan,agar mereka mau bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan keterampilannya untuk mewujudkan tujuan perusahaan, bahwa motivasi ini sangat penting karena dengan motivasi ini diharapkan setiap karyawan mau bekerja keras dan antusias untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi. Antusiame dan kerja keras sebagai perwujudan dari motivasi yang tinggi menurut Malayu S.P.Hasibuan (2001:95-96) diwujudkan dalam kesetiaan, prestasi kerja, kejujuran, kedisiplinan, kreativitas, kerja sama, kepemimpinan, kepribadian, prakarsa, kecakapan dan tanggun jawab yang dilakukan melalui prestasi kerja. Selanjutnya menurut B.Siswanto Sastrohadiwiryo (2002) dalam Saeful Umar (2005:12) mengungkapkan bahwa pada umumnya unsur-unsur kinerja yang mengindikasikan motivasi adalah sebagai berikut: a. Kesetiaan Kesetiaan
yang dimaksud adalah tekad dan kesanggupan menaati,
melaksanakan, dan mengamalkan sesuatu yang ditaati dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab, tekad dan kesanggupan tersebut dibuktikan dengan sikap dan tingkah laku tenaga kerja sehari-hari serta dalam perbuatan melaksanakan tugas dan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Kesetiaan tenaga kerja terhadap perusahaan sangat berhubungan dengan pengabdiannya.
39
b. Prestasi kerja Yang dimaksud dengan prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang tenaga kerja dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. c. Tanggung jawab Tanggung jawab adalah kesanggupan seseorang tenaga kerja dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaikbaiknya dan tepat waktu serta berani memikul resiko atas keputusan yang diambilnya atau tindakan yang dilakukannya. d. Kejujuran Kejujuran adalah ketulusan hati tenaga kerja dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan serta kemampuan untuk tidak menyalahgunakan wewenang yang telah diberikan kepadanya. e. Kerjasama Kerjasama adalah kemampuan tenaga kerja untuk bekerja bersama-sama, bekerja dengan orang lain dalam menyelesaikan tugas dan pekerja f. Prakarsa Prakarsa adalah kemampuan seorang tenaga kerja untuk mengambil keputusan, langka-langkah atau melaksanakan suatu tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas pokok tanpa menunggu perintah dan bimbingan dari manajemen lainnya.
40
g. Kepemimpinan Kepemimpinan adalah kemampuan yang dimiliki oleh seorang tenaga kerja untuk meyakinkan orang lain sehingga dapat dikerahkan secara maksimal untuk melaksanakan tugas pokok. h. Disiplin/Ketaatan Displin adalah kesanggupan seorang tenaga kerja untuk menaati segala ketentuan, peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku, menaati peraturan kedinasan yang diberikan oleh atasan yang berwenang, serta sanggup untuk tidak melanggar larangan yang telah ditentukan oleh perusahaan maupun pemerintah, baik secara tertulis maupun secara tidak tertulis. Sedangkan menurut Ruky dalam Saeful Umar (2005:40) diwujudkan dalam pengabdian, kemauan, kerjasama, prestasi kerja, pengembangan, tanggung jawab, dan disiplin kerja.
3. Pengaruh Iklim Organisasi Terhadap Motivasi Kerja Pegawai Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa iklim organisasi dapat dikatakan sebagai suatu kondisi/keadaan tempat dimana seorang pegawai akan merasa betah dan nyaman dalam melakukan setiap pekerjaan. Dalam kehidupan berorganisasi, masalah iklim organisasi sangat berperan dan berpengaruh terutama dalam hal peningkatan motivasi kerja agar setiap pegawai dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab bisa sesuai dengan tujuan dan harapan semua unsure pegawai. Dalam hal ini tujuan organisasi yang dapat tercapai bisa dilihat apabila lingkungan 41
kerja dapat menunjang terhadap motivasi para anggotanya, lingkungan kerja menyangkut seluruh aspek lingkungan sosial, baik formal maupun informal yang dirasakan oleh para anggota organisasi dan lingkunga itu dapat mempengaruhi pekerjaannya. Seperti yang dikemukakan oleh Jhon (Asmar 1999: 23) bahwa “Iklim organisasi merupakan seperangkat karakteristik yang membedakan suatu organisasi dengan organisasi lain dan mempengaruhi perilaku orang-orang berbeda di dalam organisasi itu. Dalam hal ini berarti bahwa iklim organisasi dapat membedakan gambaran sebuah organisasi satu dengan yang lain disertai dengan perilaku-perilaku orang-orang di dalamnya. Keberhasilan dari suatu organisasi dapat tercapai apabila sifat-sifat lingkungan kerja menunjang terhadap motivasi kerja para anggotanya. Sifat-sifat lingkungan kerja ini adalah menyangkut semua lingkungan sosial, baik formal maupun informal yang dirasakan para anggota organisasi dan sifat itu dapat mempengaruhi semangat, hal ini mencerminkan bahwa iklim organisasi berpengaruh terhadap motivasi kerja para pegawainya di lembaga. Itulah sebabnya iklim organisasi sangat dibutuhkan dalam sebuah organisasi untuk memberikan lingkungan kerja yang baik sehingga motivasi kerja pegawai dapat menunjang keberhasilan sebuah organisasi. Untuk mengawali proses motivasi kerja pegawai, yang paling penting adalah pada situasi dimana lingkungan kerja dalam organisasi yang menunjang sebagai upaya peningkatan motivasi kerja pegawai. Hal
42
ini penting, karena lingkungan kerja akan mempengaruhi iklim kerja secara keseluruhan. Hal ini sesuai
dengan pendapat Siagian (2002) mengemukaan definisi
motivasi sebagai daya dorong bagi seseorang untuk memberikan kontribusi yang sebesar mungkin demi keberhasilan organisasi mencapai tujuannya. Dengan pengertian, bahwa tercapainya tujuan organisasi berarti tercapai pula tujuan pribadi para anggota organisasi yang bersangkutan. Berdasarkan hal inilah, terlihat betapa berperannya lingkungan kerja dalam usaha mempertinggi motivasi kerja pegawai. Oleh karena itu suatu organisasi harus mampu menciptakan suatu kondisi dimana para pegawai akan merasa bahwa kehadirannya benar-benar dibutuhkan oleh pihak lembaga sehingga ia akan termotivasi untuk selalu bekerja dengan baik dan penuh tanggung jawab, sehingga mendorong seorang pegawai untuk bisa meningkatkan prestasinya karena adanya dorongan dari dirinya berdasarkan keadaan dan kondisi lingkungan kerjanya yang mendukung.
43