BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Autistik 1. Pengertian Autistik Autistik adalah hambatan perkembangan yang secara umum tampak di tiga tahun pertama kehidupan anak, seperti yang ditunjukkan oleh keterlambatan dalam interaksi sosial, bahasa yang digunakan dalam perkembangan sosial, bahasa yang digunakan dalam komunikasi sosial, atau permainan simbolik atau imajinatif. Autistik atau disebut juga Sindrom Autisme merupakan kelainan yang disebabkan adanya hambatan pada ketidakmampuan berbahasa yang diakibatkan oleh kerusakan pada otak (Delphie, 2006). Autistik adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal (Baron-Cohen, 1993 dalam Sri Utami Soedarsono Djamaluddin., 2003).
2. Klasifikasi Anak Autistik Autisme digolongkan di antara retardasi mental dan gangguan belajar. Kriteria yang paling sering digunakan adalah yang didefinisikan oleh World Health Organization (WHO, 1987). Definisi gangguan autistik dalam DSM-IV (diagnostic Statistical Manual, edisi ke-4, dikembangkan oleh American Psychiatric Association) (APA, 1994). Definisi gangguan autistik dalam DSM-IV sebagai berikut: a. Terdapat paling sedikit enam pokok dari kelompok 1,2 dan 3 yang meliputi paling sedikit dua pokok dari kelompok 1, paling sedikit satu pokok dari kelompok 2 dan paling sedikit satu pokok dari kelompok 3.
1) Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang ditunjukkan oleh paling sedikit dua di antara yang berikut ini: a) Ciri gangguan yang jelas dalam penggunaan berbagai perilaku nonverbal (bukan lisan) seperti kontak mata, ekspresi wajah, gestur, dan gerak isyarat untuk melakukan interaksi sosial. b) Ketidakmampuan mengembangkan hubungan pertemanan sebaya yang sesuai dengan tingkat perkembangannya. c) Ketidakmampuan turut merasakan kegembiraan orang lain. d) Kekurangmampuan dalam berhubungan emosional secara timbal balik dengan orang lain. 2) Gangguan kualitatif dalam berkomunikasi yang ditunjukkan oleh paling sedikit salah satu dari yang berikut ini: a) Keterlambatan atau kekurangan secara menyeluruh dalam berbahasa lisan (tidak disertai usaha untuk mengimbanginya dengan penggunaan gestur atau mimik muka sebagai cara alternatif dalam berkomunikasi). b) Ciri gangguan yang jelas pada kemampuan untuk memulai atau melanjutkan pembicaraan dengan orang lain meskipun dalam percakapan sederhana. c) Penggunaan bahasa yang repetitif (diulang-ulang) atau stereotip (meniru-niru) atau bersifat Idiosinkratik (aneh). d) Kurang beragamnya spontanitas dalam permainan pura-pura atau meniru orang lain yang sesuai dengan tingkat perkembangannya. 3) Pola minat perilaku yang terbatas, repetitif, dan stereotip seperti yang ditunjukkan oleh paling tidak satu dari yang berikut ini: a) Meliputi keasyikan dengan satu atau lebih pola minat yang terbatas atau stereotip yang bersifat abnormal baik dalam intensitas maupun fokus. b) Kepatuhan yang tampaknya didorong oleh rutinitas atau ritual spesifik (kebiasaan tertentu) yang nonfungsional (tidak berhubungan dengan fungsi). c) Perilaku gerakan stereotip dan repetitif (seperti terus menerus membuka tutup genggaman, memuntir jari atau tangan atau menggerakkan tubuh dengan cara yang kompleks. d) Keasyikan yang terus-menerus terhadap bagian-bagian dari sebuah benda. b. Perkembangan abnormal atau terganggu sebelum usia 3 tahun seperti yang ditunjukkan oleh keterlambatan atau fungsi yang abnormal pada paling sedikit satu dari bidang-bidang berikut ini: (1) interaksi sosial, (2) bahasa yang digunakan dalam komunikasi sosial, atau (3) permainan simbolik atau imajinatif. c. Sebaiknya tidak disebut dengan istilah Gangguan Rett, Gangguan Integratif Kanak-Kanak atau Sindrom Asperger.
3. Karakteristik Anak Autistik
Karakteristik yang paling penting dari golongan gangguan anak Autistik yaitu terdapatnya gangguan dominan yang terdiri dari kesulitan dalam pembelajaran keterampilan
kognitif
(pengertian),
bahasa,
motor
(gerakan)
dan
hubungan
kemasyarakatan. Anak berkebutuhan khusus yang paling banyak mendapat perhatian guru diantaranya adalah Anak Autistik (Kauffman & Hallahan, 2005:28-45 dalam Delphie Bandi., 2006). Karakteristik penyandang autisme antara lain sebagai berikut: 1. Senang tidur bermalas-malasan atau duduk menyendiri dengan tampang acuh, muka pucat, dan mata sayu dan selalu memandang ke bawah. 2. Selalu diam sepanjang waktu. 3. Jika ada pertanyaan terhadapnya, jawabannya sangat pelan dengan nada monoton, kemudian dengan suara yang aneh ia akan mengucapkan atau menceritakan dirinya dengan beberapa kata, kemudian diam menyendiri lagi. 4. Tidak pernah bertanya, tidak menunjukkan rasa takut, tidak punya keinginan yang bermacam-macam, serta tidak menyenangi sekelilingnya. 5. Tidak tampak ceria 6. Tidak peduli terhadap lingkungannya terkecuali dengan hal-hal yang disukainya. Secara umum anak Autistik mengalami kelainan dalam berbicara, disamping mengalami gangguan pada kemampuan intelektual serta komunikasi. Hal tersebut dapat terlihat dengan adanya keganjilan perilaku dan ketidakmampuan berinteraksi dengan lingkungan masyarakat sekitarnya. Perilaku ganjil dimiliki oleh anak Autistik ditandai dengan mudah sekali marah bila ada perubahan yang dilakukan pada situasi atau lingkungan tempat ia berada, walau sekecil apapun. Perilaku motorik kasar anak Autistik sebagian ada yang mengalami hambatan. Hal ini dapat terlihat pada anak Autistik yang pada umumnya mendapatkan perlakuan
khusus atau spesial dari anggota keluarga ataupun masyarakat sekitarnya. Dalam hal ini membantu berlebihan bahkan melayani sehingga menyebabkan anak ini mengalami gangguan perilaku motorik kasar seperti tidak dapat membantu diri sendiri, memakai baju, memakai baju dalam, mengangkat kedua tangan ke atas dalam waktu yang lama, tidak mampu melakukan gerakan berjongkok, merangkak ataupun gerakan motorik kasar lainnya. Anak Autistik memiliki kebiasaan-kebiasaan unik dan beragam, mereka senang memainkan tangan mereka (hand-flapping) untuk mencari sensasi bunyi. Seringkali mereka mengalami ketergantungan pada suatu benda yang mengeluarkan sensasi bunyi yang cocok bagi mereka, seperti mengetuk botol yang berisi air atau menggoyanggoyangkannya secara perlahan agar menghasilkan bunyi yang berasal dari air yang berada di dalam botol, mengentrung kaleng minuman, atau sekedar memukul sofa atau balon gymnasium untuk mendengarkan pantulan suaranya. Seringkali anak Autistik menunjukkan sikap yang berulang-ulang (repetitif). Misalnya, menggerak-gerakkan badannya dan bergoyang-goyang saat ia sedang duduk di kursi, terkadang mereka juga menunjukkan sikap Idiosinkratik, misalnya secara tibatiba berteriak atau tertawa terbahak-bahak tanpa sebab yang jelas. Bahkan sering melakukan tindakan menyerang orang lain atau menyakiti dirinya sendiri. Pada umumnya hal tersebut biasa terjadi saat keinginan atau maksud mereka tidak dipahami oleh orang-orang di sekitarnya. Saat makan tiba mereka sering menolak makanan yang disajikan di hadapannya, mereka hanya memakan satu jenis makanan dan dimakan hanya sedikit saja.
4. Pentingnya Perilaku Motorik Bagi Anak Autistik Aspek motorik adalah aspek yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Tujuan motorik adalah tujuan yang banyak berkenaan dengan aspek motorik atau gerak dari peserta didik. Hasil belajar merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan hasil belajar afektif (kecenderungan untuk berperilaku). Perilaku manusia dalam kehidupan sehari-hari ada yang disebut perilaku motorik. Perilaku motorik yaitu adanya suatu respon yang berupa gerak otot atau anggota tubuh dibawah kontrol sistem persyarafan. Istilah keterampilan gerak dalam bahasa inggris adalah motor skill, motor berarti gerak dan skill berarti keterampilan. Keterampilan gerak dari suatu gerakan dapat diartikan tingkat kemahiran penguasaan sesuatu hal yang memerlukan gerak. Untuk melakukan suatu keterampilan gerak seseorang harus memiliki kemampuan untuk melakukan gerak. Berdasarkan uraian di atas diketahui kemampuan motorik itu adalah kapasitas seseorang yang menjadi dasar untuk melakukan suatu keterampilan gerak. Tujuan dari gerak yaitu azas stimulasi dalam fungsi kehidupan seseorang yakni: motor skill dan perceptualnya, sosial, emosional, dan intelektualnya (Delphie dan Astati, 1990:8) Penguasaan kemampuan motorik menempuh proses, secara bertahap seseorang mengembangkan respon ke dalam suatu pola gerak yang terkoordinasi, terorganisasi dan terpadu. Setiap keterampilan motorik membutuhkan koordinasi otot yang terpilih melakukan suatu gerakan, berkontraksi dan mengalami relaksasi pada waktu yang tepat dan serasi.
Perkembangan motorik pada anak Autistik umumnya terhambat. Hal ini terlihat dari motorik kasar (Gross motor) dan motorik halus (Fine motor) kebanyakan anak Autistik yang terbatas. Motorik kasar adalah kemampuan gerak tubuh yang menggunakan otot-otot besar, sebagian besar atau seluruh anggota tubuh dan diperlukan agar anak dapat memfungsikan otot-otot tubuhnya dengan benar seperti duduk, berlari, menendang, naik-turun tangga, berjalan, melompat, merangkak, berguling, menangkap, melempar dan gerak lainnya (Saputra, Y., 2005:18 dalam Sunardi dan Sunaryo, 2006:109). Gerak itu disebut juga sebagai gerak dasar (Saputra, Y., 2005:18). Gerak dasar tersebut dikelompokkan menjadi tiga, yaitu lokomotor, non lokomotor, dan manipulatif (Nurhasan, 2003:28). Gerak dasar ini, biasanya sudah dapat dikuasai oleh anak-anak normal usia 6 tahun (Hurlock, 1978) tapi hal tersebut tidak terjadi pada sebagian anak Autistik dengan usia yang sama..
a. Gerak Lokomotor Lokomotor adalah keterampilan berpindah tempat, yang termasuk ke dalam keterampilan ini diantaranya berjalan, berlari, melompat, berjingkat, dan memanjat. Pada intinya semua keterampilan ini memungkinkan adanya perpindahan lokasi dari tubuh, terutama didorong oleh adanya pengerahan daya internal melalui pengkontraksian otot-otot. Gerakan lokomotor adalah gerakan
yang menyebabkan terjadinya
perpindahan tempat atau keterampilan yang digunakan untuk memindahkan tubuh dari satu tempat ke tempat lain.
b. Gerak Non-lokomotor Non-lokomotor adalah keterampilan yang memanfaatkan ruas-ruas tubuh sebagai porosnya, dan karenanya tidak menyebabkan tubuh tidak berpindah tempat. Yang termasuk ke dalam keterampilan ini contohnya adalah gerak menekuk dan meregang tubuh, menggerak-gerakkan anggota tubuh ke berbagai arah, melenting dan memilin. Keterampilan jenis ini banyak dipakai dalam gerak-gerak pembentukkan dan kelenturan, termasuk pada pengembangan kekuatan. Gerakan non-lokomotor adalah gerakan yang tidak menyebabkan pelakunya berpindah tempat, seperti menekuk, membengkokan badan, membungkukkan, menarik, mendorong, meregang, memutar, mengayun, memilin, mengangkat, merentang, merendahkan tubuh, dan lain-lain.
c. Gerak Manipulatif Manipulatif adalah gerakan yang mengandalkan kemampuan anggota tubuh seperti tangan, kaki, kepala, lutut, paha, maupun dada, untuk memanipulasi objek luar seperti bola dan benda lainnya. Gerak seperti ini adalah menangkap, melempar, memukul, memukul dengan alat, atau menendang, menggiring dan memantulkan bola (Nurhasan, 2003:28). Ketika mereka melakukan gerak dasar tertentu, gerakannya tampak tidak harmonis atau tidak indah dipandang (Amin, 1995) itu diakibatkan oleh adanya gangguan keseimbangan, koordinasi, konsentrasi, dan persepsi (Delphie, 1996:3).
Pola-pola gerak di atas merupakan latihan-latihan gerakan dasar bagi anak dalam mempelajari keterampilan gerak motor skill yang lebih kompleks. Pola-pola gerak tersebut dapat diterapkan pada kegiatan pembelajaran anak autistik dengan satu pengertian bahwa disesuaikan dan dipilih sedemikian rupa agar tujuan pembelajaran gerak ini berguna bagi kepentingan gerak untuk anak Autistik. Dalam program latihan keterampilan gerak, ada hal yang perlu diperhatikan terhadap hambatan yang dialami oleh anak Autistik yaitu mengalami hambatan pada koordinasi gerak. Koordinasi adalah kemampuan seseorang dalam melakukan gerak yang dirangkaikan dari satu gerakan ke gerakan lain dengan berurutan dan tidak terputus-putus. Makin kompleks gerak yang dilakukan makin besar tingkat koordinasi berhubungan
yang erat
diperlukan dengan
untuk
melakukan
kemampuan
gerak
ketangkasan. motorik
Koordinasi
lainnya
seperti:
keseimbangan, kecepatan, kelincahan dan daya tahan.
Kemampuan gerak pada masing-masing anak Autistik berbeda, ada yang cepat dan ada yang lambat, hal ini tergantung pada perkembangan anak-anak autis itu sendiri. Jika kita melihat kelemahan anak Autistik dalam kemampuan bergerak, maka hal tersebut merupakan kendala utama yang berpengaruh pada proses pembelajaran tari kijang. Terlebih lagi kurangnya pengalaman gerak anak menuntut pengajar untuk memberikan metode pengajaran yang khusus bagi anak Autistik. Dengan memberikan materi pada anak Autistik melalui pembelajaran seni tari akan meningkatkan perkembangan motoriknya dalam berbagai aspek kehidupan. Pengajaran seni tari pada anak Autistik salah satunya melalui pembelajaran gerak tari kijang sebagai salah satu cara untuk melatih gerak-gerak tubuh anak
autis. Penerapan pembelajaran gerak tari kijang dilakukan pada latihan gerak yang mengarah pada koordinasi gerak tubuh anak Autistik, agar dapat meningkatkan gerak tubuhnya secara menyeluruh. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa fungsi gerak sebagai alat dalam bidang pengajaran sebagai berikut:
1. 2. 3. 4. 5.
Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan fisik Meningkatkan kesegaran jasmani dan kesehatan Meningkatkan keterampilan gerak Meningkatkan daya nalar dan kecerdasan Menumbuhkan kehidupan yang kreatif, reaktif dan dapat bermasyarakat (Delphie dan Astati dalam Susana. 1998:23).
Penjelasan lebih lanjut dalam meningkatkan perilaku motorik atau keterampilan gerak bagi anak, sebagai berikut: Terjadinya peningkatan kemampuan dan keterampilan dalam gerak seseorang bila: a. Seseorang dalam hal ini peserta didik dalam meneliti, menjelajah (eksplorasi) dan menggali potensi gerak tubuhnya. b. Peserta didik dapat memperluas pengalaman dan perkembangan gerak. c. Peserta didik dalam melakukan berbagai pola gerak yang dapat diarahkan kepada prestasi atau kemampuan maksimal. (Delphie dan Astati dalam Susana 1998:23) Kegiatan dalam pengajaran seni tari bertujuan untuk meningkatkan perkembangan anak terhadap kesadaran tubuhnya agar dapat bergerak secara dinamis. Melalui pembelajaran gerak tari kijang yang dilakukan secara teratur di dalam pengajaran seni tari, maka anak dapat mengetahui gunanya melakukan gerak tubuh, terutama pada gerakan-gerakan yang dapat mengaktifkan setiap bagian anggota tubuhnya. Dengan demikian, bahwa sasaran dalam pengajaran seni tari ditekankan pada kemampuan dalam melakukan setiap gerak tubuhnya.
B. Pendidikan Seni Tari 1. Pengertian Seni Tari Seni tari merupakan bagian dari kesenian, dan kesenian merupakan bagian dari kebudayaan manusia. Kesenian lahir sebagai manifestasi dari keinginan-keinginan manusia terhadap suatu keadaan atau kondisi penting dari kehidupan, sehingga membutuhkan suatu upaya dari berbagai aspek untuk pencapaiannya. Seni tari telah menjadi salah satu media dalam dunia pendidikan yang arahannya untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya seperti yang tercantum dalam pendidikan nasional. Sebagai media pendidikan, seni tari dijadikan alat untuk mendidik siswa-siswa menuju kedewasaan sesuai dengan tahap-tahap perkembangan secara intelektual maupun emosional. Fungsi pendidikan seni tari antara lain sebagai berikut: a. Sebagai pembawa kemampuan estetik yang membuat anak dapat memahami arti keindahan dan mengenakannya. b. Pembawa kemampuan artistik yang dapat dibedakan atas kemampuan melaksanakan suatu karya seni orang lain dengan baik dan sempurna sesuai dengan tuntutan artistiknya, dan kemampuan menciptakan karya seni sendiri. c. Media pembentukan kepribadian yang di dapat lewat ltihan tari yang dapat membangkitkan dan menumbuhkan sifat dan watak siswa seperti disiplin yang ketat, kerapian, sikap, dan gerak, kecepatan adaptasi, keberanian bertindak, tanggung jawab yang besar, kedalaman penghayatan, keasyikan hobi dan dedikasi serta keuletan. d. Proses pembentukan kepribadian yang damai, dalam kegiatan seni tari diwujudkan oleh aspek-aspek kelarasan, kesesuaian, keseimbangan nilainilai, yang dapat mendatangkan iklim persahabatan, menumbuhkan kepercayaan diri dan mencintai sesama, serta kelanjutan dapat meningkatkan rasa kemanusiaan yang tinggi. e. Penunjuang pembangkit kegairahan belajar yang ditimbulkan oleh nilai-nilai unsur seni, yang selalu mewujudkan dan memelihara dinamika panduan keteraturan dan perkembangan (Wardhana, 1990:11).
Pengenalan nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan seni tari tidak hanya berlaku bagi anak normal saja tetapi berlaku pula bagi anak luar biasa. Kegiatan ini dapat berfungsi sebagai terapi langsung maupun tidak langsung dengan metode khusus bagi masing-masing kesulitan yang dialaminya. Mengenai pengertian seni tari, banyak para ahli yang mengemukakan pendapatnya dan memberikan definisi tari yang satu sama lainnya mengandung pengertian yang hampir sama. Tari adalah ekspresi jiwa manusia melalui gerak-gerak yang ritmis dan indah. Gerak yang ritmis bukan merupakan gerak sehari-hari atau natural tetapi gerak-gerak ritmis itu harus distilir supaya indah. Indah dalam artian dapat memberikan kepuasan kepada orang lain. Gerak-gerak yang indah merupakan pancaran jiwa manusia, dan jiwa bisa berupa akal, kehendak dan emosi (Soedarsono, 1972:4) Dengan penjelasan yang dikemukakan oleh para ahli di atas terdapat pengertian yang mendasar tentang tari, yaitu adanya gerak, ritme, dan ekspresi. Seni tari tidak terbatas pada pengungkapan bentuk dan gerak semata, tetapi sesungguhnya tari mempunyai nilai, makna ataupun pesan yang ingin disampaikan melalui simbol-simbol yang dimiliki setiap unsur pendukung tari, tergantung sejauh mana untuk para apresiator mampu untuk mengupas nilai filosofisnya yang terkandung di dalamnya. Tarian mempunyai fungsi dalam beberapa hal antara lain nilai fisik, sosial, nilai budaya, dan nilai hiburan 1) Nilai fisik Sebagai aktivitas yang bergairah yang mengandung banyak ragam gerak tubuh, tarian besar peranannya dalam melatih keterampilan, pengembangan rasa kuat, tentang irama, kekuatan tubuh, keseimbangan, serta ketahanan. 2) Nilai sosial Setiap orang yang belajar tari juga belajar bekerja sama dengan anggota/penari lainnya. Serta belajar bertanggung jawab untuk dapat melakukan bagiannya dalam lingkungan atau rombongannya. Tari melatih untuk tidak berpura-pura terhadap pasangan tarianya. Tari merupakan alat pergaulan yang segar dan terbuka tidak sembunyi-sembunyi. Tarian dapat
menggugah gairah rasa segar tanpa maksud-maksud lain di luar itu, menyenangkan bagi penari dan bagi penonton. Tarian juga merupakan alat untuk mengadakan pertemuan dan pergaulan sehat. 3) Nilai budaya Tarian merupakan alat yang ideal untuk dapat mengembangkan saling pengertian bukan hanya antar penari saja, suku bangsa jga antar bangsa. Seseorang belajar tari hanyalah gerakannya saja tetapi bagi yang lain adalah untuk mengenal suku bangsa dan kebudayaannya, keragamannya, pakaian serta keindahan seni suaranya. 4) Nilai hiburan Jangan dilupakan aspek lain dari tarian yaitu segi hiburan, segi kegembiraannya dalam suasana penuh persahabatan di lingkungan sosial, bila dilakukan dengan benar tarian dapat berbuat banyak untuk penyegaran mental serta pengendoran ketegangan emosi. Tarian dapat dilakukan oleh orang kaya atau miskin tanpa perbedaan golongan, bahkan penonton dapat ikut berpartisipasi di dalam tarian tersebut (Atmadibrata, 1979:8).
Dalam praktek kegiatan tari ada tahapan bahan pengajaran yang harus dikuasai sesuai dengan kemampuan siswa. Untuk tingkat pemula diberikan gerak-gerak dasar merupakan gerak permulaan yang harus dikuasai siswa sebelum mempelajari tari bentuk. Hal ini bertujuan agar siswa mempunyai bekal keterampilan penguasaan gerak dalam mempelajari tarian.
2. Tari Berfungsi Sebagai Media Pendidikan Terapi di Homeschooling Pada hakekatnya pendidikan kesenian di Homeschooling bertujuan untuk memberikan pengalaman nilai-nilai keindahan kepada siswa sehingga dapat dibentuk menjadi manusia-manusia yang utuh dan memiliki kemampuan untuk berpikir serta perasaan yang seimbang dan harmonis. Tujuan pendidikan kesenian pada tingkat dasar berlaku secara umum tidak terbatas bagi anak normal melainkan anak luar biasa (tidak
normal) pun mendapatkan kesempatan yang sama. Karena dalam pendidikan kesenian khususnya pendidikan seni tari sebagai alat mengembangkan ekspresi dan rasa estetik yang dimiliki anak dalam wujud gerak-gerak ritmis yang indah. Kegiatan dalam pengajaran seni tari dapat berfungsi sebagai salah satu terapi gerak di dalam mengatasi hambatan-hambatan yang dialami anak luar biasa pada keadaan gerak tubuhnya secara langsung ataupun secara tidak langsung. Terapi dengan tarian juga dapat diterapkan dalam semua kegiatan pendidikan maupun penyembuhan karena berfungsi pula sebagai “wahana” untuk mengendurkan otot-otot yang telah kejang bagi mereka yang berkelainan seperti ini selain untuk menumbuhkan atau membangkitkan rasa percaya diri (Delphie dan Astati dalam Susana, 1998:22) Pendidikan terapi (therapy) adalah sejenis penyembuhan untuk membantu individu memiliki kemampuan mendorong dirinya sendiri untuk mengatasi masalah di dalam kehidupannya, serta membantu individu untuk bereaksi dan berintegrasi dengan lingkungan sosialnya. Tari dianggap sebagai bentuk pendidikan terapi (dance therapy), karena gerakan tari dapat diterapkan dalam sistem pembelajaran untuk membantu seseorang dalam rangka penyembuhan meningkatkan daya kepekaan terhadap lingkungannya secara maksimal dalam batas-batas potensinya sendiri (Hadi dalam Sosiologi Tari, 2005:82-84) Pendidikan terapi dengan gerak tari, semata-mata pelembagaan tari tidak ditonjolkan sebagai “seni pertunjukkan” yang dapat dinikmati atau ditonton secara artistik, tetapi lebih mementingkan arti terapi atau usaha membantu penyembuhan. Oleh karena itu pendidikan ini bukan tujuan seninya atau the meaning of art, tetapi ditujukan
kepada hasil atau manfaat. Pendidikan ini dapat diterapkan di lingkungan masyarakat atau sosial yang sedang mengalami gangguan mental atau fisik. Di lingkungan masyarakat yang sedang mengalami gangguan mental secara tibatiba, terutama bagi orang-orang yang sedang sakit karena ketergantungan obat-obat terlarang, seperti narkoba, rokok, maupun jenis minuman keras, sehingga menjadi lemah mental. Sementara gangguan secara fisik untuk memulihkan daya kekuatan, misalnya pendidikan psioterapi atau terapi gerak bagi orang-orang yang sedang terganggu fisiknya karena stroke. Di samping itu untuk pendidikan bagi orang-orang yang sedang mengalami gangguan di atas, pendidikan terapi tari bisa dilakukan bagi anak-anak atau orang dewasa yang sejak pembawaannya kurang normal atau terbelakang mentalnya, seperti pendidikan untuk anak tunagrahita dan anak Autistik. Pelembagaan pendidikan terapi dengan tari atau gerak olah tubuh telah banyak berkembang di dunia maju yang sangat memperhatikan perkembangan sosialnya, seperti perkembangan sosialnya, seperti negara-negara Eropa maupun Amerika. Biasanya pelembagaan pendidikan ini berada di pusat-pusat rahabilitasi, seperti anak-anak cacat, ketergantungan obat-obatan terlarang, maupun rehabilitasi bagi orang-orang yang sedang terganggu mental maupun fisiknya. Dari teori di atas maka terapi dengan gerak tari kemudian diterapkan sebagai salah satu metode pendidikan yang ada di Homeschooling, khususnya untuk anak Autistik.
Pendidikan tari atau gerak dapat diharapkan untuk membantu penyembuhan kecerdasan, perkembangan sosial, adaptasi, serta dapat meningkatkan keterampilan gerak (psikomotorik) dalam pemenuhan kebutuhan gerak sehari-hari. Pendidikan seni tari di Homeschooling ini lebih banyak mempertimbangkan keadaan dan kodrat kejiwaan anak. Hal ini menyangkut cara bagaimana merencanakan persiapan pelajaran, melaksanakan proses belajar mengajar, serta menetapkan dan melaksanakan peniliannya. Dengan demikian tercapailah tujuan kurikulum dan pokokpokok bahasan yang selaras dengan kondisi dan kodrat anak yang hidup dalam dunia bermain. Kehidupan anak-anak lebih menyatu dengan alam dan binatang sehingga perilaku dalam kehidupan bermainnya itu tidak lepas dari kaitannya dengan alam dan binatang, cukup jelas bahwa materi gerak yang biasa mereka ungkapkan di dalam belajar menggerakkan anggota tubuh mereka secara teratur itu merupakan wujud-wujud gerak yang senantiasa mereka alami mereka lihat dalam kehidupan mereka sehari-hari atau wujud-wujud gerak yang selaras dengan dunia anak-anak itu sendiri (Rusliana, 1990:2). Pendekatan melalui bermain dapat membantu perkembangan dalam aspekaspek: a. Kognitif (intelegensi) 1) Dapat merangsang imajinasi dan fantasi siswa 2) Membantu mempelajari konsep 3) Memahami mana yag nyata dan tidak 4) Menambah pengetahuan. b. Aspek Emosi yang dapat membantu dalam: 1) Mengekspresikan perasaan 2) Memahami perasaan yang bersifat traumatis misalnya: sakit, kematian, perpisahan dan lain-lain c. Aspek Sosial dapat membantu perkembangan dalam:
1) 2) 3) 4)
Cara bergaul Bekerjasama dalam bentuk kelompok Memahami aturan-aturan permainan secara alami Mempelajari sikap saling memberi dan menerima, mendukung dan bersimpati satu sama lain 5) Cara berpikir untuk melihat apa kekuatan dan kelemahan dirinya d. Aspek Fisik dapat mengembangkan: 1) Pemahaman dirinya akan perkembangan otot dan kontrol koordinasi gerak 2) Memahami kemampuan motorik kasarnya (Gross Motor) 3) Memahami kemampuan motorik halus (Fine Motor) (Delphie, 2001:3). Berdasarkan ungkapan tersebut di atas, maka keterampilan gerak dapat diterapkan dengan menggunakan pendekatan bermain karena membantu aspek perkembangan di dalam kehidupannya. Penyelenggaraan pendidikan seni tari di Homeschooling yang disesuaikan dengan Sekolah Dasar Luar Biasa telah diatur dalam KTSP (Kurikilum Tingkat Satuan Pendidikan) yang diperuntukan khusus untuk siswa berkebutuhan khusus. Pendidikan seni Budaya dan Keterampilan dilaksanakan di kelas I sampai kelas VI semester 1 dan 2, dengan jumlah jam per minggunya adalah 2 jam pelajaran. Pendidikan Seni Budaya dan Keterampilan tersebut meliputi seni rupa, seni tari, seni musik dan keterampilan. Pada tingkat Sekolah Dasar Luar Biasa, mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan peserta didik. Tujuan kurikulum Pendidikan Seni Budaya dan Keterampilan di Homeschooling adalah agar siswa mempunyai pengetahuan dasar keterampilan dan kreatif serta menumbuhkembangkan kesadaran dan kemampuan apresisasi terhadap beragam budaya Nusantara. Materi yang diberikan dalam penelitian sesuai dengan kurikulum yang ada di Homeschooling (terlampir). Bahan pengajaran pendidikan seni tari kelas 5 (lima) di Homeschooling diantaranya:
a. Gerak bebas anggota tubuh 1. Gerak bebas yang ekspresif 2. Gerak di tempat 3. Melakukan gerak berpindah 4. Melakukan gerak berputar b. Gerak dasar menari 1. Gerak tangan 2. Gerak kepala 3. Gerak kaki c. Mengenal bentuk tarian 1. Menarikan tari kijang
3. Tari Kijang Sebagai Materi Pembelajaran Seni Tari di Homeschooling Salah satu pengajaran seni tari pada anak Autistic Spectrum Disorder melalui materi tari kijang yang di dalam pengajarannya diselaraskan dengan kemampuan anak sesuai dengan tahap perkembangan jiwa dan intelegensinya. Pada dasarnya, materi yang dipilih untuk tercapainya tujuan pembelajaran, yaitu dengan memberikan materi tari kijang yang diarahkan untuk meningkatkan psikomotorik atau keterampilan gerak anak. Model pembelajaran dalam memberikan materi latihan gerak tari kijang hanya dengan pendemonstrasian gerak oleh peneliti bersama seorang guru tari kemudian dilakukan peniruan oleh anak, namun hal tersebut mempunyai hambatan terhadap penguasaan gerak anak. Hambatan-hambatan yang dialami anak Autistic Spectrum
Disorder, antara lain tidak adanya keseimbangan dalam melakukan gerak. Untuk mengatasi akibat tersebut, maka pelajaran seni tari menekankan pada penguasaan gerak dalam melatih menggerakkan beberapa anggota tubuh diantaranya kepala, kaki dan tangan. Penguasaan gerak tersebut sebagai bahan latihan dalam mempelajari tari kijang. Materi pola gerak yang diaplikasikan berorientasi pada gerak seperti kijang yang sedang bermain. Gerak-gerak yang dilakukan berkaitan dengan peniruan gerak kijang yang sedang bermain seperti loncat kaki, gerak kepala ke samping kiri kanan dan gerak tangan menyerupai tanduk kijang. Pemberian nama gerak tari, berdasarkan atas pertimbangan siswa terhadap bentuk gerak, dengan imajinasi seperti kijang yang sedang bermain. Selanjutnya imajinasi tersebut diaplikasikan dalam gerak. Adapun gerakannya terdiri dari 4 gerakan dari tari kijang. Berikut ini adalah tahapan gerak tari kijang yang dijelaskan dalam tabel 2.1
C. Kerangka Berpikir
Siswa Autistik kelas IV Homeschooling Kota Bandung
Pembelajaran gerak tari kijang
Kemampuan psikomotorik
Tinjauan Permasalahan Pengaruh gerak tari kijang dalam pengambangan psikomotorik siswa Autistik