BAB II TINJAUAN TEORITIS
2.1
Pengertian Pajak Pajak merupakan penerimaan negara yang paling utama, untuk itu pajak
merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan pelaksanaan pemerintahan. Pengertian pajak menurut Mardiasmo (2011) adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak sebagai berikut. 1)
Pajak dipungut berdasarkan Undang-undang serta aturan pelaksanaanya yang bersifat dapat dipaksaan.
2)
Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi atau jasa timbal individual oleh pemerintah.
3)
Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
4)
Pajak
dipergunakan
untuk
membiayai
pemerintah.
5
pengeluaran-pengeluaran
umum
2.2
Pajak Penghasilan
1)
Pengertian Pajak Penghasilan Setiap wajib pajak yang memperoleh atau mendapat penghasilan dalam tahun pajak akan dikenakan pajak penghasilan sesuai dengan subjeknya. Pajak Penghasilan di Indonesia mengacu pada Undang-undang No.7 tahun 1983 yang
telah disempurnakan dengan Undang-undang No.7 tahun 1991, Undang-undang No.10 tahun 1994, Undang-undang No.17 tahun 2000 dan terakhir Undangundang No.36 tahun 2008. Pajak penghasilan merupakan pajak yang dikenakan atas penghasilan, baik penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau perorangan maupun badan yang berada didalam negeri dan atau di luar negeri, yang terhutang selama tahun pajak.
2)
Subjek Pajak Penghasilan Pajak penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Menurut Pasal 2 ayat 1 Undangundang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, yang menjadi subjek pajak adalah. (1)
Orang pribadi dan warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
(2)
Badan.
(3)
Bentuk usaha tetap. Selain itu, subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan
subjek pajak luar negeri. 3)
Tidak Termasuk Subjek Pajak Penghasilan
6
Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, yang tidak termasuk subjek pajak adalah sebagai berikut. (1)
Badan perwakilan negara asing.
(2)
Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
(3)
Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
(4)
Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
4)
Objek Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (1) menyebutkan bahwa yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk berikut.
7
(1)
Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini.
(2)
Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
(3)
Laba usaha.
(4)
Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk.
(5)
Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.
(6)
Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.
(7)
Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
(8)
Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.
(9)
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
(10) Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala. (11) Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. (12) Keuntungan selisih kurs mata uang asing. (13) Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva. (14) Premi asuransi.
8
(15) Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas. (16) Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak. (17) Penghasilan dari usaha berbasis syariah. (18) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan. (19) Surplus Bank Indonesia. Adapun objek yang dikecualikan dari objek pajak penghasilan, sebagai berikut. (1)
Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
9
Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan. (2)
Warisan.
(3)
Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal.
(4)
Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.
(5)
Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa.
(6)
Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia.
(7)
Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai.
10
(8)
Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
(9)
Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.
(10) Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia. (11) beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. (12) Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. (13) Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
11
5)
Pajak Penghasilan Badan Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) merupakan pajak penghasilan yang dikenakan terhadap laba perusahaan/badan usaha yang sering disebut dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP) atau laba kena pajak. Dalam menentukan laba kena pajak ini seringkali terjadi perbedaan akuntansi keuangan dengan perpajakan. Wajib pajak harus memahami dengan benar perbedaan-perbedaan antara perlakuan akuntansi (komersial) dengan pajak (fiskal). Secara fiskal ada pendapatan yang merupakan objek pajak dan yang bukan merupakan objek pajak, dari segi biaya/pengeluaran ada yang boleh diakui sebagai biaya perusahaan dan ada yang tidak boleh diakui sebagai biaya perusahaan. Akibat dari perbedaan-perbedaan tersebut akan menimbulkan koreksi baik positif maupun negatif. Koreksi fiskal positif adalah penyesuaian terhadap penghasilan neto komersial yang sifatnya menambah penghasilan neto komersial atau mengurangi biaya. Koreksi fiskal negatif adalah penyesuaian terhadap penghasilan neto komersial yang bersifat menambah penghasilan neto komersial atau mengurangi biaya komersial. Tarif pajak penghasilan badan berdasarkan Undang-undang No.36 Tahun 2008 pasal 17 ayat (1) huruf b adalah berlaku tarif tunggal sebesar 28% pada tahun 2009 dan pada tahun 2010 menjadi 25% (sesuai dengan Undang-undang No.36 Tahun 2008 Pasal 17 ayat (2) huruf b). Bagi wajib pajak yang peredaran bruto usahanya sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 dapat memanfaatkan fasilitas perpajakan berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif normal
12
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 (sesuai dengan Undang-undang No. 36 Tahun 2008 pasal 31E tentang Pajak Penghasilan). 6)
Pajak Penghasilan Pasal 21 Pajak Penghasilan pasal 21 dikenakan kepada wajib pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan. Wajib pajak PPh pasal 21 adalah sebagai berikut. (1)
Pejabat Negara
(2)
Pegawai Negeri Sipil (PNS)
(3)
Pegawai Tetap
(4)
Pegawai Lepas
(5)
Penerima Honorarium
(6)
Penerima Pensiun
(7)
Penerima Upah Dalam menghitung PPh pasal 21 untuk pegawai tetap, kita mengenal
biaya jabatan dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang dapat dikurangi dari penghasilan yang diterima Wajib Pajak. Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Biaya jabatan dikenakan sebesar
5%
dari
penghasilan
bruto
dan
setinggi-tingginya
Rp
1.296.000,00/bulan sampai dengan tahun 2008. Mulai 1 Januari 2009 besarnya biaya jabatan adalah 5% dari penghasilan bruto dan setinggi-tingginya Rp 6.000.000,00/tahun atau Rp 500.000,00/bulan. Besarnya Penghasilan Tidak
13
Kena Pajak (PTKP) dijelaskan dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Tarif PPh pasal 21 yang berlaku mulai tahun 2009 berdasarkan Pasal 17 Undang-undang No. 36 Tahun 2008 adalah berlaku tarif progresif. Tarif pajak penghasilan pasal 21 dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut. Tabel 2.1 Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 Wajib Pajak Orang Pribadi Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif
Sampai dengan Rp 50.000.000,00
5%
Diatas Rp 50.000.000,00 sampai dengan Rp 250.000.000,00
15%
Diatas Rp 250.000.000,00 sampai dengan Rp 500.000.000,00
25%
Diatas Rp 500.000.000,00
30%
Sumber : Undang-undang No. 36 Tahun 2008 (tentang pajak penghasilan) Berdasarkan Undang-undang No. 36 Tahun 2008 pasal 21 ayat (5a) menerangkan bahwa besarnya tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) lebih tinggi 20% daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan NPWP.
2.3
Pengertian Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan tahapan akhir dari siklus akuntansi yang
berfungsi sebagai alat untuk mengetahui posisi keuangan suatu perusahaan. Untuk dapat mempermudah mengetahui perkembangan dari aktivitas perusahaan biasanya
14
dilihat dari laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen perusahaan secara periodik. Laporan keuangan menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam buku Standar Akuntansi Keuangan adalah bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba/rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara seperti misalnya laporan arus kas atau laporan perubahan modal), dan catatan atas laporan keuangan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Laporan keuangan yang sebagaimana diuraikan diatas adalah laporan keuangan yang sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan dan dimaksudkan untuk keperluan berbagai pihak serta bersifat netral atau tidak memihak. Laporan keuangan yang demikian sering juga disebut dengan laporan keuangan komersial. Sedangkan laporan keuangan fiskal adalah laporan keuangan yang disusun berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku.
2.4
Tujuan Laporan Keuangan Tujuan laporan keuangan menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam buku
Standar Akuntansi Keuangan adalah sebagai berikut. 1)
Menyediakan informasi menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.
2)
Untuk memenuhi kebutuhan sebagian besar pengguna.
15
3)
Laporan Keuangan dibuat untuk menunjukkan apa yang telah dilakukan oleh suatu perusahaan. Fungsi utama akuntansi adalah menyajikan laporan periodik untuk manajemen,
investor, kreditor, dan pihak lain di luar perusahaan. Laporan keuangan utama yang dihasilkan dalam proses akuntansi adalah Neraca dan Laporan Laba/Rugi. Neraca dibuat dengan tujuan untuk menggambarkan posisi keuangan suatu organisasi pada periode tertentu, sedangkan Laporan Laba/Rugi disusun dengan tujuan untuk menggambarkan hasil operasi perusahaan dalam suatu periode tertentu. Dengan kata lain, Laporan Laba/Rugi menggambarkan keberhasilan atau kegagalan operasi perusahaan dalam upaya mencapai tujuannya.
2.5
Pengertian Biaya Secara umum, dapat dikatakan bahwa cost yang telah dikorbankan dalam
rangka menciptakan pendapatan disebut dengan biaya. Pengertian biaya menurut Ikatan Akuntan Indonesia adalah penurunan manfaat ekonomi selama periode akuntansi tertentu ditunjukkan dengan berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain : 1)
biaya pembelian bahan;
2)
biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;
16
3)
bunga, sewa, dan royalti;
4)
biaya perjalanan;
5)
biaya pengolahan limbah;
6)
premi asuransi;
7)
biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
8)
biaya administrasi;
9)
pajak kecuali pajak penghasilan;
10)
penyusutan atau pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun;
11)
iuran kepada dana pensiun yang pendirinya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;
12)
kerugian selisih kurs mata uang asing;
13)
kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;
14)
biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;
15)
biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
16)
piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat : (1)
telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi;
(2)
wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan telah diserahkan perkara
17
penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang Negara atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan. 17)
sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah;
18)
sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah;
19)
biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dalam Peraturan Pemerintah;
20)
sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
21)
sumbangan dalam rangka pembinaan olah raga yang ketentuannya diatur dalam Peraturan Pemerintah. Sedangkan biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto menurut
Pasal 9 ayat (1) Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 antara lain : 1)
pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
2)
biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota;
3)
pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan
18
untuk usaha asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuannya ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan; 4)
premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak Orang Pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi wajib pajak yang bersangkutan;
5)
pergantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan;
6)
jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;
7)
harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi pemeluk agama Islam dan atau Wajib Pajak Badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah;
8)
pajak penghasilan;
9)
biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi wajib pajak atau orang yang tanggungannya;
19
10)
gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham;
11)
sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan;
12)
pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
2.6
Koreksi Fiskal Terhadap Laporan Keuangan Koreksi fiskal merupakan koreksi atau pembetulan terhadap laba menurut
perusahaan (laba komersial) agar sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang dapat dilakukan oleh wajib pajak atau fiskus. Koreksi fiskal timbul akibat adanya perbedaan antara Standar Akuntansi Keuangan dengan Undang-undang Perpajakan yang menimbulkan perbedaan laba usaha. Dalam melakukan koreksi fiskal, maka perlu dilakukan rekonsiliasi atas laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal. Rekonsiliasi ini dilakukan setelah dilakukannya analisis atas transaksi-transaksi suatu perusahaan. Hasil analisis tersebut akan menghasilkan dua kelompok transaksi yaitu transaksi yang sama dan transaksi yang berbeda dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Koreksi dilakukan atas perbedaan antara laporan keuangan perusahaan yang disesuaikan dengan ketentuan perpajakan sehingga dapat disusun laporan keuangan fiskal. Koreksi fiskal dapat dibedakan menjadi dua yaitu koreksi fiskal positif dan koreksi fiskal negatif. Koreksi fiskal positif adalah koreksi atau pembetulan yang mengakibatkan bertambahnya laba menurut perusahaan atau laba komersial,
20
sedangkan koreksi fiskal negatif adalah koreksi atau pembetulan yang mengakibatkan berkurangnya laba menurut perusahaan. Jadi pengertian koreksi fiskal adalah koreksi atau penyesuaian yang dilakukan oleh perusahaan atas laporan keuangan yang disusunnya dengan memperhatikan peraturan perpajakan yang berlaku, sehingga ddidapat penghasilan kena pajak yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak.
2.7
Pengertian Perencanaan Pajak (Tax Planning) Menurut Mohammad Zain (2008:67) perencanaan pajak (tax planning) adalah
tindakan penstrukturan yang terkait dengan konsekuensi potensi pajaknya, yang tekanannya kepada pengendalian setiap transaksi yang ada konsekuensi pajaknya. Menurut Suandy (2011:6) perencanaan pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang dilakukan, dengan tujuan untuk meminimalisasi kewajiban pajak. Perencanaan pajak juga dapat diartikan sebagai perencanaan pemenuhan kewajiban perpajakan secara lengkap, benar, dan tepat waktu sehingga dapat secara optimal menghindari pemborosan sumber daya. Tujuannya adalah bagaimana pengendalian tersebut dapat mengefisienskan jumlah pajak yang akan ditransfer ke pemerintah, melalui apa yang disebut sebagai penghindaran pajak (tax avoidance) merupakan perbuatan legal yang masih dalam ruang lingkup peraturanperundangundangan perpajakan dan bukan termasuk penyelundupan pajak (tax evasion).
21
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri tax planning adalah. 1)
Tax planning adalah bagian dari tindakan membantu manajemen dalam pengambilan keputusan.
2)
Digunakan untuk mengefisienkan pembayaran pajak terutang.
3)
Tax planning dilakukan berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku.
2.8
Manfaat Perencanaan Pajak (Tax Planning) Perencanaan pajak sebagai bagian dari kegiatan manajemen memiliki beberapa
manfaat yang berguna bagi perusahaan yang melaksanakan kegiatan usaha dalam pencapaian laba maksimum. Ada 4 hal penting yang dapat diambil sebagai keuntungan dari melaksanakan perencanaan pajak, yaitu. 1)
Penghematan kas keluar, pajak dianggap sebagai unsur biaya yang dapat diefesienkan. Penghematan kas untuk pembayaran biaya-biaya yang ada di perusahaan, termasuk biaya pajak harus dipertimbangkan sebagai faktor yang akan mengurangi laba, dengan menekan biaya pajak seefisien mungkin perusahaan dapat bertindak sebagai wajib pajak yang taat sekaligus tidak mengganggu arus kas perusahaan.
2)
Mengatur aliran kas, dengan tax planning yang dikelola secara cermat, perusahaan dapat menyusun anggaran kas secara lebih akurat dalam mengestimasi kebutuhan kas terhadap pajak. Hal ini akan menolong perusahaan dalam pelaksanaan kegiatan operasional perusahaan berdasarkan anggaran yang telah disusun pada periode sebelumnya.
22
3)
Menentukan waktu pembayarannya, sehingga tidak terlalu awal atau terlambat yang mengakibatkan denda atau sanksi. Kewajiban perpajakan dapat dilaksanakan dengan tepat waktu apabila perusahaan telah melakukan penghematan atas sanksi atau denda yang bisa terjadi jika terlambat membayar atau menyetorkan pajak.
4)
Membuat data-data terbaru untuk menyikapi perubahan pada peraturan perpajakan yang berubah setiap waktu, sehingga perusahaan tetap mengetahui kewajiban-kewajiban dan hak-hak perusahaan sebagai wajib pajak.
2.9
Jenis-Jenis Perencanaan Pajak (Tax Planning) Jenis-jenis perencanaan pajak dibagi menjadi dua, yaitu.
1)
Perencanaan Pajak Nasional (National Tax Planning) Perencanaan pajak nasional yaitu perencanaan yang dilakukan berdasarkan undang-undang domestik. Dalam perencanaan pajak nasional pemilihan atas dilaksanakan atau tidak suatu transaksi hanya bergantung terhadap transaksi tersebut. Artinya untuk menghindari/ mengurangi pajak, wajib pajak dapat memilih jenis transaksi apa yang harus dilaksanakan sesuai dengan hukum pajak yang berlaku, misalnya akan terkena tarif pajak khusus, final, atau tidak.
2)
Perencanaan Pajak Internasional (International Tax Planning) Perencanaan pajak internasional adalah perencanaan pajak yang dilakukan berdasarkan undang-undang domestik dan juga harus memperhatikan perjanjian pajak (tax treaty) serta undang-undang dari Negara-negara yang terlibat. Dalam perencanaan pajak internasional yang dipilih adalah Negara mana yang akan digunakan untuk melakukan suatu transaksi.
23
2.10 Strategi Umum Perencanaan Pajak (Tax Planning) 1)
Tax Saving Tax saving merupakan efesiensi beban pajak melalui pemilihan alternatif pengenaan pajak dengan tarif yang lebih rendah. Misalnya perusahaan yang dimiliki penghasilan kena pajak lebih dari Rp100.000.000,00 dapat melakukan perubahan pemberian natura kepada karyawan menjadi tunjangan dalam bentuk uang.
2)
Tax Avoidance Tax avoidance merupakan upaya efisiensi beban pajak dengan menghindari pengenaan pajak melalui transaksi yang bukan merupakan pengenaan pajak melalui transaksi yang bukan merupakan objek pajak. Misalnya perusahaan yang masih mengalami kerugian, perlu mengubah tunjangan karyawan dalam bentuk uang menjadi pemberian natura, karena natura bukan merupakan objek pajak PPh Pasal 21. Dengan demikian, terjadi penghematan pajak.
3)
Menghindari pelanggaran atas peraturan perpajakan Penghindaran pajak dapat dilakukan dengan menguasai peraturan perpajakan yang berlaku, maka perusahaan dapat memghindari timbulnya sanksi perpajakan seperti sanksi administrasi berupa denda, bunga, atau kenaikan serta sanksi pidana.
4)
Menunda pembayaran kewajiban perpajakan Menunda pembayaran kewajiban pajak tanpa melanggar peraturan yang berlaku dapat dilakukan melalui penundaan pembayaran PPN. Penundaan ini dilakukan dnegan cara menunda penerbitan faktur pajak keluaran hingga batas
24
waktu yang diperkenankan, khususnya untuk penjualan kredit. Dalam hal ini, perusahaan yang sebagai penjual dapat menerbitkan faktur pajak pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan barang. 5)
Mengoptimalkan kredit pajak yang diperkenankan Wajib pajak sering kurang memperoleh informasi mengenai pembayaran pajak yang dapat dikreditkan, seperti PPh Pasal 22 atas pembelian solar dan/impor dan fiskal luar negeri atas perjalanan dinas pegawai. Terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam suatu perencanaan pajak, yaitu : (1) tidak melanggar ketentuan perpajakan. Bila suatu perencanaan pajak ingin dipaksakan dengan melanggar ketentuan perpajakan untuk Wajib Pajak merupakan risiko yang sangat berbahaya dan mengancam keberhasilan perencanaan pajak tersebut; (2) secara bisnis masuk akal, karena perencanaan pajak merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari perencanaan menyeluruh perusahaan baik jangka panjang maupun jangka pendek, maka perencanaan pajak yang tidak masuk akal akan membuat perencanaan menyeluruh perusahaan tidak akan mendapatkan hasil yang optimal; (3) bukti-bukti pendukungnya memadai, misalnya dokumen perjanjian, faktur, dan perlakuan akuntansi.
25