BAB II TINJAUAN TEORITIS
2.1
Penelitian Terdahulu Sub bab ini akan menjelaskan mengenai beberapa penelitian terdahulu
yang hampir serupa dengan penelitian yang dilakukan penulis. Penelitian ini menemukan dua penelitian sebelumnya yang memiliki tema yang hampir relevan dengan tema yang diangkat penulis yakni sebagai berikut: 2.1.1 Penelitian Tentang Hubungan Antara Mendengarkan Siaran Radio dengan Aspek Kognitif Pendengar Penelitian
ini
berjudul
Hubungan
Antara
Mendengarkan
Acara
“Sedendang” Radio Siaran Rama dengan Aspek Kognitif Pendengar tentang Musik Dangdut. Penelitian ini dilakukan oleh Reny Hendriyani, program studi manajemen komunikasi, Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung, pada tahun 2003. Penelitian ini secara umum membahas tentang bagaimana aspek kognitif pendengar radio Rama tentang musik dangdut setelah mendengarkan siaran “Sedendang”. Sedendang merupakan barometer lagu-lagu dangdut di Rama FM yang menyajikan informasi ratting musik dangdut dari ke 1 sampai 10 yang sedang in dan banyak dipilih oleh pendengar selama seminggu terakhir selain itu juga memberikan informasi mengenai musik dangdut. Tujuan penelitian ini secara khusus
ialah untuk
mengetahui hubungan
antara mendengarkan acara
“Sedendang” di radio Rama yang terdiri dari intensitas, kredibilitas komunikator, dan materi siaran dengan aspek kognitif pendengar radio Rama tentang musik
27
repository.unisba.ac.id
28
dangdut. Subjek dalam penelitian ini yaitu pendengar radio Rama FM Bandung yang telah terdaftar secara resmi di radio tersebut. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara intensitas mendengarkan acara “Sedendang” dengan aspek kognitif pendengar radio Rama tentang musik Dangdut. Hal tersebut berarti bahwa semakin sering khalayak mendengarkan siaran radio tersebut, maka akan semakin bertambah pula aspek kognitif khalayak akan sesuatu yang menjadi fokus acara tersebut yang dalam hal ini yaitu bertambahnya pengetahuan pendengar radio Rama tentang musik dangdut. Lalu terdapat pula hubungan antara materi siaran acara “Sedendang” dengan aspek kognitif pendengar radio Rama tentang musik Dangdut. Hal tersebut dikarenakan materi siaran acara “Sedendang” disampaikan dengan cukup baik, jelas, dan lengkap sehingga menambah pengetahuan pendengar radio Rama tentang musik dangdut. Terakhir, hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara kredibilitas komunikator acara “Sedendang” dengan aspek kognitif pendengar radio Rama tentang musik dangdut. Hal ini dikarenakan pendengar tidak begitu memperhatikan bagaimana cara penyiar acara “Sedendang” dalam membawakan acara tersebut, melainkan lebih memfokuskan kepada materi siaran yang ada dalam acara tersebut. Penelitian tersebut memiliki beberapa perbedaan dengan penelitian yang penulis lakukan diantaranya adalah dari teori yang digunakan, objek penelitiannya, serta variabel Y dalam penelitian. Penelitian Reny menggunakan teori S-O-R, sedangkan penulis menggunakan teori uses and gratification. Lalu objek penelitian Reny adalah membahas mengenai radio siaran, sedangkan objek
repository.unisba.ac.id
29
penelitian penulis membahas mengenai tayangan televisi, variabel Y dalam penelitian Reny membahas mengenai pengetahuan, sedangkan penelitian penulis membahas mengenai kebutuhan informasi. Sementara persamaannya yaitu samasama menggunakan metode korelasional dan secara umum membahas mengenai musik. 2.1.2 Penelitian Tentang Hubungan Antara Acara Siaran Radio dengan Pemenuhan Kebutuhan Informasi Pendengar Penelitian ini berjudul Hubungan Antara Acara “Bapro” di radio Ardan Bandung dengan Pemenuhan Kebutuhan Informasi terhadap Saran-Saran Penyelesaian Masalah Remaja di Kotamadya Bandung. Penelitian ini dilakukan oleh Ria Kusuma Sari, program studi Jurnalistik, Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung, pada tahun 1998. Penelitian ini secara umum membahas tentang bagaimana pemahaman dan keterampilan remaja kota Bandung dalam menyelesaikan permasalahannya setelah mendengarkan siaran “Bapro” di radio Ardan. “Bapro” (Bahas Problem) adalah program acara yang disiarkan di radio Ardan yang membahas permasalahan remaja yang dikirimkan melalui surat-surat. Dari pembahasan permasalahan tersebut diharapkan remaja mampu mendapatkan solusi dari permasalahannya. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara penyajian acara “Bapro” di radio Ardan yang terdiri dari intensitas, kredibilitas penyiar, dan isi materi/pesan dengan pemenuhan kebutuhan informasi terhadap saran-saran penyelesaian masalah remaja yang terdiri dari pemahaman remaja terhadap masalah yang dibahas dan keterampilan remaja dalam memecahkan masalah yang dibahas.
repository.unisba.ac.id
30
Subjek dalam penelitian ini yaitu para remaja yang ada di Kotamadya Bandung, yang pernah mengirimkan permasalahannya melalui surat pada acara “Bapro” di radio Ardan Bandung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara intensitas dan kredibilitas penyiaran acara “Bapro” dengan pemahaman remaja terhadap masalah yang dibahas dan keterampilan remaja dalam memecahkan masalah yang dibahas. Lalu, tidak terdapat hubungan antara isi materi/pesan acara Bapro dengan pemahaman remaja terhadap masalah yang dibahas, dan terdapat hubungan antara isi materi/pesan acara Bapro dengan keterampilan remaja dalam memecahkan masalah yang dibahas. Penelitian tersebut memiliki beberapa perbedaan dengan penelitian yang penulis lakukan diantaranya ialah dari objek penelitiannya, dan aspek variabel Y dalam penelitian. Objek penelitian dalam penelitian Ria ialah membahas mengenai siaran radio, sedangkan objek penelitian penulis membahas mengenai tayangan televisi. Variabel Y dalam penelitian Ria membahas mengenai pemenuhan kebutuhan informasi yang terdiri dari pengetahuan dan pemahaman remaja terhadap suatu masalah, sedangkan variabel Y dalam penelitian penulis ialah mengenai pemenuhan kebutuhan informasi tentang musik yang terdiri dari kebutuhan informasi mutakhir, rutin, mendalam, dan sekilas. Sementara itu persamaannya ialah sama-sama menggunakan metode kuantitatif korelasional dengan teori khusus yaitu uses and gratification, dan sama-sama membahas mengenai pemenuhan kebutuhan informasi akan sesuatu.
repository.unisba.ac.id
31
Agar lebih jelas, maka perbandingan antara penelitian penulis dengan kedua penelitian terdahulu tersebut dapat digambarkan dalam tabel berikut ini: Tabel 2.1 Perbandingan Penelitian 1 Devy Cahya Intani Universitas Islam Bandung (2011)
Reny Hendriyani Universitas Islam Bandung (2003)
Judul Penelitian
Hubungan Antara Program Musik Breakout di NET TV dengan Pemenuhan Kebutuhan Informasi tentang Musik
Hubungan Antara Mendengarkan Acara “Sedendang” Radio Siaran Rama dengan Aspek Kognitif Pendengar Tentang Musik Dangdut
Metode Penelitian
Kuantitatif – Korelasional
Kuantitatif – Korelasional
Teori yang digunakan
Teori Uses and Gratification dan konsep kebutuhan informasi menurut Guha
Teori Stimulus – Organism – Response dan konsep aspek kognitif menurut Bloom
Peneliti
Persamaan:
Kedua penelitian ini sama-sama meneliti mengenai suatu tayangan yang ditayangkan dalam media massa elektronik, yang berfokus kepada program/siaran tentang musik. Kedua penelitian ini sama-sama menggunakan metode kuantitatif – korelasional.
Perbedaan:
Objek dalam penelitian ini berbeda satu sama lain, yaitu masing-masing membahas tentang tayangan televisi dan siaran radio. Teori yang digunakan dalam kedua penelitian ini berbeda satu sama lain, karena masing-masing menggunakan teori uses and gratification dan teori S-O-R. Variabel Y dalam kedua penelitian tersebut memiliki perbedaan, yaitu pemenuhan kebutuhan informasi dan aspek kognitif.
repository.unisba.ac.id
32
Tabel 2.2 Perbandingan Penelitian 2 Devy Cahya Intani Universitas Islam Bandung (2011)
Ria Kusuma Sari Universitas Islam Bandung (1998)
Judul Penelitian
Hubungan Antara Program Musik Breakout di NET TV dengan Pemenuhan Kebutuhan Informasi tentang Musik
Hubungan Antara Acara “Bapro” di radio Ardan Bandung dengan Pemenuhan Kebutuhan Informasi terhadap Saran-Saran Penyelesaian Masalah Remaja di Kotamadya Bandung
Metode Penelitian
Kuantitatif – Korelasional
Kuantitatif – Korelasional
Teori yang digunakan
Teori Uses and Gratification dan konsep kebutuhan informasi menurut Guha
Teori Uses and Gratification
Peneliti
Persamaan:
Kedua penelitian ini sama-sama meneliti mengenai suatu tayangan yang ditayangkan dalam media massa elektronik Kedua penelitian ini sama-sama menggunakan metode kuantitatif – korelasional. Kedua penelitian ini sama-sama menggunakan teori uses and gratification.
Perbedaan:
Objek dalam penelitian ini berbeda satu sama lain, yaitu masing-masing membahas tentang tayangan televisi dan siaran radio. Variabel Y dalam kedua penelitian tersebut memiliki perbedaan konsep, yaitu kebutuhan informasi yang terdiri dari kebutuhan informasi mutakhir, rutin, mendalam, dan sekilas, serta kebutuhan informasi yang terdiri dari pengetahuan dan pemahaman. Masalah yang diteliti dalam kedua penelitian ini berbeda satu sama lain, yaitu masing-masing meneliti tentang pemenuhan kebutuhan informasi tentang musik, dan pemenuhan kebutuhan informasi terhadap saran-saran penyelesaian masalah remaja.
repository.unisba.ac.id
33
2.2
Komunikasi Massa
2.2.1
Perspektif Komunikasi Massa Abad ini disebut abad komunikasi massa. Komunikasi telah mencapai
suatu tingkat dimana orang mampu berbicara dengan jutaan manusia secara serentak dan serempak. Bersamaan dengan perkembangan teknologi komunikasi ini, meningkat pula kecemasan tentang efek media massa terhadap khalayaknya. Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa (media cetak dan elektronik). Komunikasi massa adalah studi ilmiah tentang media massa beserta pesan yang dihasilkan, pembaca/pendengar/penonton yang akan coba diraihnya, dan efeknya terhadap mereka. Massa dalam arti komunikasi massa lebih menunjuk ada penerima pesan yang berkaitan dengan media massa. Dengan kata lain, massa yang dalam sikap dan perilakunya berkaitan dengan peran media massa. Oleh karena itu, massa disini menunjuk kepada khalayak, audience, penonton, pemirsa, atau pembaca (Nurudin, 2007:4). Sejalan dengan perkembangan teknologi komunikasi, media komunikasi massa pun semakin canggih dan kompleks, serta memiliki kekuatan yang lebih dari masa-masa sebelumnya terutama dalam hal menjangkau komunikan (Ardianto, 2007:2). Gerbner (1967) mengemukakan definisi komunikasi massa secara rinci yaitu: “komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri.” (Rakhmat dalam Ardianto, 2007:3) Definisi
Gerbner
menggambarkan
bahwa
komunikasi
massa
itu
menghasilkan suatu produk berupa pesan-pesan komunikasi. Produk tersebut
repository.unisba.ac.id
34
disebarkan, didistribusikan kepada khalayak luas secara terus menerus dalam jarak waktu yang tetap, misalnya harian, mingguan, atau bulanan. Proses memproduksi pesan tidak dapat dilakukan oleh perorangan, melainkan harus oleh lembaga, dan membutuhkan suatu teknologi tertentu, sehingga komunikasi massa akan banyak dilakukan oleh masyarakat industri Ahli komunikasi lainnya, Joseph A. DeVito merumuskan definisi komunikasi massa yang pada intinya merupakan penjelasan tentang pengertian massa serta tentang media yang digunakannya. Ia mengemukakan definisinya dalam dua item, yakni: “Pertama, komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti bahwa khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang menonton televisi, tetapi ini berarti bahwa khalayak itu besar dan pada umumnya agak sukar untuk didefinisikan. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio dan/atau visual. Komunikasi massa barangkali akan lebih mudah dan lebih logis bila didefinisikan menurut bentuknya: televsi, radio siaran, surat kabar, majalah dan film.” (Effendy dalam Ardianto, 2007:6). Menyimak berbagai definsi komunikasi massa yang dikemukakan para ahli komunikasi, tampaknya tidak ada perbedaan yang mendasar atau prinsip, bahkan definisi-definsi itu satu sama lain saling melengkapi. Hal ini telah memberikan gambaran yang jelas mengenai pengertian komunikasi massa. Bahkan, secara tidak langusng dari pengertian komunikasi massa dapat diketahui pula ciri-ciri komunikasi massa yang membedakannya dari bentuk komunikasi lainnya.
repository.unisba.ac.id
35
Rakhmat dalam Ardianto (2007:6) kemudian merangkum definisi-definisi komunikasi massa tersebut menjadi: “Komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujkan kepada sejumlah khlayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat.” Berdasarkan beberapa definisi mengenai komunikasi massa diatas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi massa ialah kegiatan komunikasi yang ditujukan kepada khalayak luas dengan bantuan perantara media massa dengan tujuan agar pesan yang disampaikan dapat tersebar dengan cepat dan serentak. Khalayak dalam komunikasi massa berarti orang-orang yang berbeda satu sama lain, atau dengan kata lain yaitu masyarakat yang heterogen. Komunikasi massa tidak dapat dipisahkan dari media karena media massa merupakan alat utama dalam penyebaran pesan dalam jenis komunikasi ini. Tanpa melalui media, maka suatu pesan yang disebarkan bukan dikatakan sebagai komunikasi massa. 2.2.2 Teori Uses and Gratification sebagai Bagian dari Teori Komunikasi Massa Teori uses and gratifications meneliti asal mula kebutuhan manusia secara psikologis dan sosial, yang menimbulkan harapan tertentu dari media massa atau sumber-sumber
lain (atau keterlibatan pada kegiatan lain) dan menimbulkan
pemenuhan kebutuhan. uses and gratifications model memusatkan perhatian pada kegunaan isi media untuk memperoleh gratifikasi atau pemenuhan kebutuhan. Menurut teori ini, khalayak ramai bukanlah dianggap sebagai penerima atau korban pasif media massa. Teori ini menyatakan bahwa orang secara aktif menggunakan media massa untuk memuskan kebutuhan tertentu yang dapat
repository.unisba.ac.id
36
dispesifikasikan. Jadi, teori ini menekankan bagaimana khalayak mempengaruhi secara positif pengalaman media mereka sendiri. Bukannya menanyakan apa yang media lakukan terhadap orang-orang, para peneliti “kegunaan dan kepuasan” justru membalikkan pertanyaan itu menjadi apa yang orang lakukan dengan media?”. Inilah yang dimaksud dengan “khalayak aktif” (Katz dalam Lull, 1998:107). Pawit M. Yusup dalam bukunya Ilmu Informasi, Komunikasi, dan Kepustakaan juga memperjelas hal tersebut dengan menambahkan ciri-ciri audiens aktif, yakni sebagai berikut: 1. Selektivitas. Audiens lebih selektif dalam memilih dan menggunakan media. Mereka memilih satu atau beberapa media yang dianggap sesuai dengan kebutuhannya. 2. Utilitarianisme. Audiens aktif lebih banyak memilih media yang dianggapnya bermanfaat bagi dirinya karena sesuai dengan tujuann menggunakannya. 3. Intensionalitas. Audiens aktif lebih suka menggunakan media kerena isisnya, bukan pertimbangan aspek luarnya. 4. Keterlibatan atau usaha. Di sini audiens secara aktif mengikuti dan memikirkan penggunaan media. 5. Tidak mudah terpengaruh (imprevious to influence). Disini audiens secara aktif tidak mudah dipengaruhi oleh media yang digunakannya (Yusup, 2009:195). Model-model kegunaan dan gratifikasi dirancang untuk menggambarkan proses penerimaan dalam komunikasi massa dan menjelaskan penggunaan media oleh individu atau kelompok-kelompok individu. Teori ini juga mengasumsikan bahwa pengguna media massa mempunyai pilihan alternatif untuk memuaskan kebutuhannya. Berarti, pengguna media berusaha untuk mencari sumber media yang paling baik di dalam usaha memenuhi kebutuhannya.
repository.unisba.ac.id
37
Menurut Dominick dalam Ardianto (2007:24-25) dalam bentuk paling sederhana, uses and gratification model adalah memosisikan khalayak anggota memiliki kebutuhan atau dorongan tertentu yang dipuaskan oleh sumber media dan nonmedia. Kebutuhan aktual yang dipuaskan oleh media tersebut, disebut dengan media gratifications. Joseph Klapper dalam James Lull (1998:103) menyimpulkan bahwa pada umumnya media massa lebih bayak memperkuat perilaku manusia ketimbang mengubahnya. Sementara itu, Wilbur Schramm menyatakan bahwa media mempengaruhi sebagian orang, pada sebagian waktu, mengenai sebagian hal (Schramm et.al., dalam Lull, 1998:104). Teori ini bertujuan intuk menjawab atau menjelaskan bagaimana pertemuan antara kebutuhan seseorang dengan media, atau lebih khusus lagi informasi yang terdapat dalam media, terutama media mssa. Asumsi dasar dari tepri ini tetap berkisar pada keberadaan kebutuhan sosial seseorang dengan fungsi informasi yang tersaji pada media. Littlejohn (1989:274) mengusulkan dengan tiga asumsi teoretisnya sebagai berikut: a. Bahwa audiens atau masyarakat dalam komunikasi massa itu bersifat aktif dan mempunyai tujuan yang terarah. b. Anggota masyarakat atau audiens secara luas bertanggung jawab atas pemilihan media untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Artinya, masyarakat atau audiens itu tahu akan kebutuhan-kebutuhannya dan bagaimana cara memenuhinya. c. Asumsi ketiga ini yang masih berkaitan dengan kedua asumsi di atas, yakni bahwa media harus bersaing denganmedia lainnya dalam hal pemenuhan kebutuhan audiensnya (Yusup, 2009:208). Berkaitan dengan asumsi tersebut, sebelumnya Alexis S. Tan dalam Yusup (2009:209) sudah menyebutkannya empat buah asumsi yang pada dasarnya sama dengan ketiga asumsi di atas, hanya disini lebih dipertegas lagi, yaitu bahwa
repository.unisba.ac.id
38
masyarakat atau audiens sadar betul akan kebutuhan-kebutuhannya serta dianggap dapat melaporkannya jika dikehendaki. Di samping itu, mereka juga sadar akan alasan-alasan mengapa mereka menggunakan media. Berdasarkan asumsi-asumsi di atas, tampak bahwa model ini tetap menitikberatkan pada masalah-masalah kebutuhan individu terhadap informasi yang disajikan oleh berbagai media dengan segala aspek yang melingkupinya, seperti yang tergambar dalam paradigma pendekatan model uses and gratifications ini, yakni struktur masyarakat – pemilihan media – penggunaan media – efek (Littlejohn dalam Yusup, 2009:209). Demikianlah secara berangkai, nilai-nilai masyarakat audiens menentukan motif seseorang dalam memenuhi kebutuhan akan apa yang dicarinya, yaitu dalam hal ini informasi yang disajikan oleh media, termasuk media massa. Namun, hal pencarian dan kebutuhan ini masih dipengaruhi oleh kepercayaan-kepercayaan orang yang bersangkutan, termasuk harapan-harapannya tentang media dan nonmedia (Yusup, 2009:212). Jadi, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya khalayak mempergunakan media sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Khalayak aktif menggunakan media massa, dan penggunaan media massa ini didasarkan dari kebutuhan yang berbeda pada setiap individu (komunikan). Bila dikaitkan dengan penelitian ini, maka dalam memenuhi kebutuhannya akan informasi, orang akan terdorong untuk mencarinya apabila informasi-informasi tersebut dapat menambah wawasan pengetahuannya atau menambah elemen pengetahuan. Untuk itu dia memerlukan stimuli yang dapat memuaskan kebutuhannya yang dalam hal ini adanya program musik Breakout, sebagai salah satu program yang mengandung informasi yang
repository.unisba.ac.id
39
dapat menambah pengetahuan tentang musik di benak khalayak yang menontonnya, khususnya tentang musik Barat. Dengan begitu, melalui program Breakout ini kebutuhan kognitif seseorang akan terpenuhi, termasuk juga kebutuhan-kebutuhan yang berhubungan dengan usaha-usaha untuk memperkuat informasi dan pengetahuan tentang musik. 2.2.3
Karakteristik Komunikasi Massa Setelah memahami apa yang dimaksud dengan komunikasi massa, berikut
ini akan dijabarkan mengenai beberapa hal yang menjadi karakteristik komunikasi massa secara umum, yang membedakannya dengan jenis komunikasi lainnya. Wright dalam Ardianto (2007:4-5) mengemukakan beberapa karakteristik utama komunikasi massa secara jelas yaitu: “Diarahkan pada khalayak yang relatif besar, heterogen dan anonim, pesan disampaikan secara terbuka, seringkali dapat mencapai kebanyakan khalayak secara serentak, bersifat sekilas, serta komunikator cenderung berada atau bergerak dalam organisasi yang kompleks yang melibatkan biaya besar.” Berdasarkan hal tersebut dapat dianalisis bahwa, menurt Wright karakterisik komunikasi massa terletak pada karakteristik komunikannya secara khusus, yakni anonim dan heterogen. Ia juga menyebutkan pesan diterima komunikan secara serentak (stimultan) pada waktu yang sama, serta sekilas (khusus untuk media elektronik, seperti radio siaran dan televisi). Wright juga secara khusus mengemukakan bahwa komunikator bergerak dalam organisasi yang kompleks. Organisasi yang kompleks itu menyangkut berbagai pihak yang terlibat dalam proses komunikasi massa, mulai dari menyusun pesan sampai pesan
repository.unisba.ac.id
40
diterima oleh komunikan. Ciri-ciri komunikasi massa yang lebih kompleks dapat dijelaskan yakni sebagai berikut: 1. Komunikator dalam komunikasi massa melembaga Komunikator dalam komunikasi massa bukan satu orang, melainkan kumpulan orang. Artinya, gabungan antar berbagai macam unsur dan bekerja satu sama lain dalam sebuah lembaga. Lembaga yang dimaksud disini menyerupai sebuah sistem. Menurut Alexis S. Tan dalam Nurudin (2007:20), komunikator dalam komunikasi massa adalah organisasi sosial yang mampu memproduksi pesan dan mengirimkannya secara serempak ke sejumlah khalayak yang banyak dan terpisah. Komunikator dalam komunikasi massa biasanya adalah media massa. Media massa ini bisa disebut organisasi sosial karena merupakan kumpulan beberapa individu yang bertanggung jawab dalam proses komunikasi massa tersebut. Komunikator dalam komunikasi massa merupakan lembaga karena elemen utama komunikasi massa adalah media massa. Media massa hanya bisa muncul karena gabungan kerja sama dengan beberapa orang. Dengan demikian, komunikator dalam komunikasi massa setidak-tidaknya mempunyai ciri sebagai berikut: (1) kumpulan individu, (2) dalam berkomunikasi individu itu terbatasi perannya dengan sistem dalam media massa, (3) pesan yang disebarkan atas nama media yang bersangkutan dan bukan atas nama pribadi unsur-unsur yang terlibat.
repository.unisba.ac.id
41
2. Komunikannya anonim dan heterogen Menurut Ardianto (2007:8) komunikator dalam komunikasi massa tidak mengenal komunikan (anonim), karena komunikasinya menggunakan media dan tidak tatap muka. Di samping itu, komunikan pada komunikasi massa adalah heterogen, karena terdiri dari berbagai lapisan masyarakat yang berbeda, yang dapat dikelompokkan berdasar faktor: usia, jenis kelamin, pendidikan,pekerjaan, latar belakang budaya, agama dan tingkat ekonomi. 3. Komunikasi massa menimbulkan keserempakan Komunikasi massa memiliki keserempakan dalam proses penyebaran pesan-pesannya. Serempak berarti khalayak bisa menikmati media massa tersebut hampir bersamaa. Bersamaan tentu juga bersifat relatif (Nurudin, 2007:28). Kelebihan komunikasi massa dibandingkan dengan komunikasi lainnya, adalah jumlah sasaran khalayak atau komunikan yang dicapainya relatif banyak dan tidak terbatas. Bahkan lebih dari itu, komunikan yang banyak tersebut secara serempak pada waktu yang bersamaan memperoleh pesan yang sama pula (Ardianto, 2007:9). Effendy dalam Ardianto (2007:9) mengartikan keserempakan media massa itu sebagai keserempakan kontrak dengan sejumlah besar oenduduk dalam jarak yang jauh dari komunikator, dan penduduk tersebut satu sama lainnya berada dalam keadaaan terpisah. Hanya karena wilayah jangkauannya yang berbeda, memungkinkan terjadi perbedaan penerimaan. Akan tetapi, komunikator dalam media massa berupaya menyiarkan informasinya secara serentak.
repository.unisba.ac.id
42
4. Komunikasi massa bersifat satu arah Seperti yang telah diketahui bahwa komunikasi massa dilakukan melalui media massa, maka komunikator dan komunikannya tidak dapat melakukan kontak langsung. Komunikator aktif menyampaikan pesan, komunikan pun aktif menerima pesan, namun diantara keduanya tidak dapat melakukan dialog sebagaimana halnya terjadi dalam komunikasi antarpesona. Dengan kata lain, komunikasi massa itu bersifat satu arah (Ardianto, 2007:10).
5. Pesannya bersifat umum Pesan-pesan dalam komunikasi massa tidak ditujukan kepada satu orang atau satu kelompok masyarakat tertentu. Dengan kata lain, pesan-pesannya ditujukan pada khalayak yang plural. Oleh karena itu, pesan-pesan yang dikemukakakannya pun tidak boleh bersifat khusus, dalam artiab pesan memang tidak disengaja untuk golongan tertentu. Misalnya saja pada televisi. Karena televisi ditujukan untuk dinimmati oleh orang banyak, pesannya harus bersifat umum. Misalnya dalam pilihan kata-katanya, sebisa mungkin memakai kata-kata populer bukan kata-kata ilmiah, karena kata ilmiah merupakan monopoli kelompok tertentu. Meskipun di dalam televisi dikhususkan untuk kalangan tertentu (misalnya program acaranya), teleisi perlu menyediakan acara lain yang sifatnya lebih umum. Ini penting agar televisi tidak kehilanganciri khasnya sebagai saluran komunikasi massa (Nurudin, 2007:24).
repository.unisba.ac.id
43
6. Stimulasi alat indra terbatas Ciri komunikasi massa lainnya yang dapat dianggap salah satu kelemahannya, adalah stimulasi alat indra yang terbatas. Pada komunikasi antarpersona yang bersifat tatap muka, maka seluruh alat indra pelaku komunikasi, komunikator dan komunika, dapat digunakan secara maksimal. Kedua belah pihak dapat melihat, mendengar secaralangsung, bahkan mungkin merasa, Dalam komunikasi massa, stimulasi alat indra bergantung pada jenis media massa. Pada surat kabar dan majalah, pembaca hanya melihat. Pada radio siaran dan rekaman auditif, khalayak hanya mendengar, sedangkan pada media televisi dan film, kita menggunakan indra penglihtan dan pendengaran (Ardianto, 2007:11). 7. Umpan balik tertunda (delayed) dan tidak langsung (indirect) Komponen umpan balik atau yang lebih populer dengan sebutan feedback merupakan faktor penting dalam proses komunikasi antarpersona, komunikasi kelompok, dan komunikasi massa. Efektivitas komunikasi seringkali dapatdilihat dari feedback yang disampaikan oleh komunikan. Dalam proses komunikasi massa, umpan balik bersifat tidak langsung (indirect) dan tertunda (delayed). Artinyam komunikator komunikasi massa tidak dapat dengan segera mengetahui bagaimana reaksi khalayak terhadap pesan yang disampaikannya (Ardianto, 2007:12). Misalnya, tanggapan khalayak bisa diterima lewat telepon atau e-mail. Proses penyampaian feedback lewat telepon maupun e-mail menggambarkan feedback komunikasi massa bersifat indirect. Sedangkan waktu yang dibutuhkan
repository.unisba.ac.id
44
untuk menggunakan telepon maupun mengirim e-mail itu menunjukkan bahwa feedback komunikasi massa bersifat tertunda. Berdasarkan hal tersebut diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya komunikasi massa seperti bentuk komunikasi lainnya (komunikasi antarpersona, komunikasi kelompok atau komunikasi organisasi), memiliki sedikitnya enam unsur, yakni komunikator (penyampai pesan), pesan, media, komunikan (penerima pesan), efek, dan umpan balik. Unsur-unsur tersebut memiliki karakter tersendiri dalam komunikasi massa yang membedakannya dengan bentuk komunikasi lainnya. 2.2.4
Komunikator dalam Komunikasi Massa Komunikator
merupakan
komponen
utama
yang
menentukan
kelangsungan proses komunikasi, khususnya komunikasi massa. Jeremy Tunshall dalam Ardianto (2007:36) mendefinisikan komunikator yaitu, “Petugas nonadministratif (non clerical) di dalam organisasi-organisasi komunikasi, orang-orang yang bekerja dalam memilih, menyusun dan merencanakan program-program, cerita-cerita dan pesan-pesan lainnya untuk akhirnya disebarkan kepada khalayak.” Definisi tersebut menunjukkan bahwa komunikator meliputi para jurnalis, para petugas perisahaan periklanan, produser siaran radio dan televisi, serta para penyunting. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa komunikator dalam komunikasi massa pada umumnya adalah suatu organisasi yang kompleks, yang dalam operasionalnya membutuhkan biaya yang sangat besar.
repository.unisba.ac.id
45
Menurut Jalalaludin Rakhmat dalam Ardianto (2007:37), komunikator tidak dapat menyuruh pendengar hanya memperhatikan apa yang ia katakan. Pendengar juga akan memperhatikan siapa yang mengatakan. Jadi, keberhasilan komunikator juga ditentukan tidak hanya dari pesan yang ia katakan tetapi juga bagaimana cara komunikator tersebut mengungkapkan atau menyampaikan pesan tersebut kepada khalayak. Komunikator dalam sebuah tayangan televisi biasa disebut dengan presenter. Menurut Baksin (2009:155), presenter (host) secara umum diartikan sebagai orang yang memegang sebuah acara tertentu. Keberadaan presenter biasanya identik dengan acara yang dibawakannya. Dengan demikian, selain jenis acara, figur presenter yang bersangkutan juga memegang peranan penting. Kehadiran seorang presenter yang berkarakter akan menjadi daya tarik sebuah cara. Jika presenternya ternyata tidak berkarakter maka bisa jadi acara tersebut segera ditinggalkan pemirsa. Menurut RM Hartoko dalam Baksin (2009:157-158), untuk menjadi presenter tv yang baik, diperlukan kepribadian yang tepat. Ia menyebutkan beberapa prasyarat untuk menjadi presenter tv yang baik, yakni: 1. Penampilan yang baik dan perlu didukung pula oleh watak dan pengalaman. Tidak cukup hanya good looks wanita cantik atau pria tampan. Bagi wanita, diperlukan wajah yang menarik serta perawakan yang baik, sedang bagi pria perlu memiliki kemampuan yang membawakan dirinya. 2. Kecerdasan pikiran yang meliputi pengetahuan umum, penguasaan bahasa, daya penyesuaian, dan daya ingatan yang kuat, sehingga mampu membawakan announcement di depan kamera dengan enak dan jelas, tanpa membaca. 3. Keramahan yang tidak berlebihan yang dapat menjengkelkan dan menjadi tidak wajar. Penampilan presenter di layar tv harus tetap
repository.unisba.ac.id
46
disertai sopan-santun perjumpaan supaya tidak menyinggung perasaan rata-rata pemirsa. 4. Jenis suara yang tepat dengan warna suara yang enak, menyenangkan untuk didengar dan memiliki wibawa yang cukup mantap. Yaitu suara yang menimbulkan kepercayaan, meyakinkan bagi yang mendengarnya, sehingga membuat pemirsa memperhatikan apa yang dikatakan. Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa prasyarat bagi calon presenter yang baik adalah seorang yang enak dilihat dan enak didengarkan dalam membawakan acara siaran, serta menunjukkan kepribadian yang wajar. Presenter tv harus dapat mengatasi “demam mikrofon”, “demam kamera”, dan juga “demam panggung”. Presenter tv juga harus bisa mengendalikan sikap/gerakan dan perasaan (motions & emotions) dalam memelihara kedekatan dengan pemirsa melalui kontak mata. Dalam pendekatannya harus pula punya rasa berhubungan perorangan, yakni berbicara kepada lensa kamera dengan nada percakapan (conversational tone). 2.2.5
Pesan dalam Komunikasi Massa Sesuai dengan karakteristik dari pesan komunikasi massa yaitu bersifat
umum, maka pesan dalam komunikasi massa harus dikatahui setiap orang. Penataan pesan bergantung pada sifat media yang berbeda antara satu sama lainnya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Severin dan Tankard dalam Ardianto (2007:39) bahwa, “komunikasi massa adalah sebagian keterampilan (skill), sebagian seni (art) dan sebagian ilmu (science).” Dengan begitu, tanpa seni menata pesan maka tidak mungkin media komunikasi massa baik itu cetak maupun elektronik dapat memikat perhatian khalayak, yang pada akhirnya pesan tersebut dapat mengubah sikap, pandangan, dan perilaku komunikan.
repository.unisba.ac.id
47
Berdasarkan hal tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa pesan dalam komunikasi massa harus disusun dan ditata sebaik mungkin agar maksudnya dapat tersampaikan sepenuhnya kepada komunikan. Pesan dalam komunikasi massa menjadi komponen yang penting untuk diperhatikan karena apabila penyusunan pesan gagal atau tidak tepat, maka tujuan dari dilakukannya komunikasi melalui media massa tersebut pun tidak akan tercapai. Onong Uchjana Effendy dalam Liliweri (1997:20) mengemukakan bahwa kita memerlukan perencanaan komunikasi yang bertujuan untuk mengidentifikasi isi pesan. Ada beberapa jenis pesan, antara lain Information Message (pesan yang mengandung informasi), Instructional Message (pesan yang mengandung petunjuk, dan Motivasional Message (pesan yang berusaha mendorong). Reardon (1987) mengemukakan bahwa untuk menyusun pesan perlu diperhatikan antara lain ketiga faktor yaitu: 4. Memperhatikan tatabahasa. Tatabahasa tidak lain merupakan aturanaturan yang dipergunakan dalam berbahasa sebagai alat berkomunikasi. 5. Pengetahuan tentang orang lain. Pengetahuan berbahasa dan menggunakannya dapat disesuasikan dengan santun terhadap siapa percakapan dilakukan. 6. Pengetahuan tentang situasi. Setiap orang harus memperhatikan konteks, situasi dalam berkomunikasi karena akan mempengaruhi pesan yang tersusun untuk mengajak pihak lain berpartisipasi dalam pembicaraannya. Situasi dalam hal ini tidak saja menunjukkan tempat tetapi lebih dariitu yakni suasana. (Liliweri, 1991:24-26). Sedangkan menurut Siahaan (1991:73), pesan harus disusun secara jelas dan tepat. Kejelasan pesan meliputi struktur bahasa yaitu bagaimana bahasa yang digunakan haruslah yang mudah dipahami dan tidak berlebihan. Berdasarkan
repository.unisba.ac.id
48
uraian tersebut, maka pada dasarnya pesan komunikasi yang baik ialah pesan yang jelas bahasanya, dan meyakinkan dari segi isi pesan itu sendiri. 2.3
Komunikasi Massa dan Efek yang Ditimbulkannya Telah disebutkan sebelumnya bahwa unsur komunikasi massa juga
termasuk kepada efek. Dalam proses komunikasi massa, pesan dalam media massa tersebut dapat menerpa seseorang baik secara langsung maupun tidak langsung. Donald K. Robert dalam Ardianto (2007:49) mengungkapkan, ada yang beranggapan bahwa “efek hanyalah perubahan perilaku manusia setelah diterpa pesan media massa.” Karena fokusnya pesan, maka efek harus berkaitan dengan pesan yang disampaikan media massa. Terkait hal tersebut, maka terdapat tiga jenis yang termasuk kepada efek pesan media massa, yakni sebagai berikut: 1. Efek Kognitif Efek kognitif adalah akibat yang timbulpada diri komunikan yang sifatnya informatif bagi dirinya. Dalam efek kognitif ini akan dibahas tentang bagaimana media massa dapat membantu khalayak dalam mempelajari informasi yang bermanfaat dan mengembangkan keterampilan kognitifnya. Menurut Mc Luhan dalam Ardianto (2007:53), “media massa adalah perpanjangan alat indra kita. Melalui media massa, kita memperoleh informasi tentang benda, orang atau tempat yang belum pernah kita kunjungi secara langsung.” Pengaruh media massa terasa lebih kuat lagi pada masyarakat modern karena mereka memperoleh banyak informasi tentang dunia dari media massa. Dalam efek kognitif komunikasi massa, terdapat efek prososial kognitif. Menurut
repository.unisba.ac.id
49
Rakhmat (2008:231), yang dimaksud dengan efek prososial kognitif adalah bagaimana media massa memberikan manfaat yang dikehendaki oleh masyarakat. Contohnya, bila televisi menyebabkan masyarakat lebih mengerti tentang bahasa Indonesia yang baik dan benar, maka televisi telah menimbulkan efek prososial kognitif. Banyak orang memperoleh pengetahuan yang mendalam tentang bidang yang diminatinya dari berita dalam surat kabar. Pada buku orang menyimpan pengetahuan, dan dari buku mereka memperoleh pengetahuan. Dalam perkembangan
peradaban
manusia,
dalam
mewariskan
nilai-nilai
dan
perbendaharaan pengetahuan manusia, media massa apa pun telah memberikan kontribusinya. Inilah yang disebut dengan efek prososial kognitif dari komunikasi massa. 2. Efek Afektif Menurut Ardianto (2007:55) efek ini kadarnya lebih tinggi daripada efek kognitif. Berdasarkan efek ini, tujuan dari komunikasi massa bukan sekedar memberitahu khalayak tentang sesuatu, tetapi lebih dari itu, khalayak diharapkan dapat turut merasakan perasaan iba, terharu, sedih, gembira, marah, dan sebagainya. Contohnya, adegan mengharukan dalam tayangan sebuah film membuat kita turut merasakan sedih hingga menangis. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi intensitas rangsangan emosional pesan media massa, yakni: suasana emosional, skema kognitif, suasana terpaan, predisposisi individual, dan identifikasi khalayak dengan tokoh dalam media massa. Jadi, pada dasarnya efek afektif merupakan efek pesan media massa yang mempengaruhi perasaan atau suasana emosional khalayak.
repository.unisba.ac.id
50
3. Efek Behavioral Efek behavioral merupakan akibat yang timbul pada diri khalayak dalam bentuk perilaku, tindakan atau kegiatan. Adegan kekerasan dalam televisi atau film akan menyebabkan orang menjadi beringas. Siaran kesejahteraan keluarha yang banyak disiarkan dalam televisi menyebabkan para ibu rumah tangga memiliki keterampilan baru. Pernyataan-pernyataan ini mencoba mengungkapkan tentang efek komunikasi massa pada perilaku, tindakan dan gerakan khalayak yang tampak dalam kehidupan mereka sehari-hari (Ardianto, 2007:57). Dengan demikian, efek behavioral merupakan efek pesan media massa yang mengubah perilaku khalayak. Perilaku meliputi bidang yang luas, namun menurut Jalaluddin Rakhmat (2008:239) yang paling sering dibicarakan ialah efek komunikasi massa yang mengubah perilaku sosial yang diterima. Terkait penelitian penulis, dapat ditinjau bahwa efek yang diharapkan terjadi akibat dari penyangan program televisi yaitu efek kognitif atau meningkatnya informasi akan suatu hal. Media massa bekerja untuk menyampaikan informasi atau nilai-nilai yang berguna bagi khalayak. Sebuah tayangan program di televisi merupakan salah satu kegiatan yang diharapkan memiliki efek komunikasi massa terutama efek kognitif yang ditimbulkan setelah komunikan menonton acara tertentu. Contohnya adalah tayangan program musik Breakout. Dengan hadirnya acara tersebut, diharapkan dapat menambah informasi tentang musik lebih jauh dan lebih mendalam lagi bagi orang yang menontonnya. Seperti mengetahui perkembangan lagu-lagu
repository.unisba.ac.id
51
terbaru yang tengah menjadi trend, siapa musisi yang membawakan lagunya, informasi seputar musisi tertentu, dan lainnya. 2.4
Televisi sebagai Bagian dari Media Komunikasi Massa Istilah televisi terdiri dari perkataan “tele” yang berarti jauh dan “visi”
(vision) yang berarti penglihatan. Mulyana (2003:3) mengemukakan bahwa, “Televisi adalah perkembangan medium berikutnya setelah radio dengan karakter yang spesifik yaitu audio dan visual. Dampak siarannya menyebabkan seolah-olah tidak ada lagi batas antara satu negara dengan negara lainnya”. Sementara Surbakti (2008:78) mengemukakan pengertian televisi sebagai berikut: “Televisi adalah medium komunikasi massa yang paling akrab dengan masyarakat karena kemampuannya mengatasi faktor, jarak dan waktu.” Televisi merupakan paduan audio dari segi penyiarannya (broadcast) dan video dari segi gambar bergeraknya (moving images). Suatu program televisi dapat dilihat dan didengar oleh para pemirsa, oleh karena ditransmisikan oleh pemancar. Dalam segi audionya prinsip pentransmisian oleh pemancar televisidan prinsip penangkapan isyarat-isyarat (signals) dalam bentuk program oleh pesawat televisi, adalah sama dengan prinsip radio. Sedangkan dari segi visualnya diwujudkan dengan prinsip-prinsip kamera sehingga menjadi gambar, baik dalam bentuk gambar hidup atau bergerak (moving picture), maupun gambar diam (still picture) (Effendy, 1993:22). Seiring perkembangan zaman, dapat dikatakan bahwa televisi telah mendominasi hampir semua waktu luang setiap orang. Dari hasil penelitian yang pernah dilakukan pada masyarakat Amerika ditemukan bahwa hampir setiap
repository.unisba.ac.id
52
orang di benua itu menghabiskan waktunya antara 6-7 jam per minggu untuk menonton TV. Di Australia anak-anak rata-rata terlambat bangun pagi ke sekolah karena banyak menonton TV di malam hari, sementara di Indonesia pemakaian TV di kalangan anak-anak meningkat pada waktu libur, bahkan bisa melebihi 8 jam per hari (Cangara, 2006:123). Menurut Ardianto (2007:40), televisi merupakan media yang dapat mendominasi komunikasi massa, karena sifatnya yang dapat memenuhi kebutuhan
dan
keinginan
khalayak.
Sementara
Cangara
(2006:123)
mengemukakan bahwa televisi begitu banyak menyita perhatian tanpa mengenal usia, pekerjaan, dan pendidikan karena televisi memiliki sejumlah kelebihan terutama kemampuannya dalam menyatukan antara fungsi audio dan visual. Selain itu, televisi juga mampu mengatasi jarak dan waktu sehingga penonton yang tinggal di daerah-daerah terpencil dapat menikmati siaran TV, dapat menggambarkan kenyataan dan langsung dapat menyajikan peristiwa yang sedang terjadi kesetiap rumah para pemirsa dimanapun mereka berada. Singkat kata, televisi dapat mendekatkan dunia yang jauh ke depan mata tanpa perlu membuang waktu dan uang untuk mengunjungi tempat-tempat tersebut. Maka dari itu, tidaklah heran bahwa televisi adalah media massa dan sarana komunikasi yang paling banyak dipergunakan dan disukai oleh khalayak di berbagai kalangan. 2.4.1
Televisi dalam Lintas Sejarah Televisi merupakan media temuan orang-orang Eropa. Perkembangan
pertelevisian di dunia ini sejalan dengan kemajuan teknologi elektronika, yang bergerak pesat sejak ditemukannya transistor oleh William Sockley dkk pada
repository.unisba.ac.id
53
tahun 1946. Selanjutnya pada tahun 1923 Vladimir Katajev Zworykin berhasil menciptakan sistem televisi. Penemuan dasar televisi ini terus berkembang sampai akhirnya Paul Nipkow melahirkan televisi mekanik. Hal ini dibuktikan ketika di New York World’s Fair tahun 1939 dipamerkan pesawat televisi berukuran 8x10 inci. Dari sinilah akhirnya berkembang pesawat televisi yang kita kenal sekarang. Sementara untuk pertama kalinya gambar televisi mulai terlihat tahun 1920 di Amerika Serikat. (Baksin, 2006:7). Kegiatan penyiaran melalui media televisi di Indonesia dimulai pada tanggal 24 Agustus 1962. Saat itu masyarakat Indonesia disuguhi tontonan realita yang begitu memukau. Meskipun hanya siaran televisi hitam putih, tapi siaran oertama televisi di Indonesia itu menjadi momentum yang sangat bersejarah. Sejak itu pula Televisi Republik Indonesia yang disingkat TVRI dipergunakan sebagai panggilan stasiun (station call) hingga sekarang. Selama tahuan 19621963 TVRI berada diudara rata-rata satu jam sehari dengan segala kesederhanaannya (Effendy dalam Ardianto, 2007:136). Sejalan dengan kepentingan pemerintah dan keinginan rakyat Indonesia yang tersebar di berbagai wilayah agar dapat menerima siaran televisi, makapada tanggal 16 Agustus 1976 Presiden Soeharto meresmikan penggunaan satelit Palapa untuk telekomunikasi dan siaran televisi. TVRI yang berada di bawa Departemen Penerangan pada saat itu, kini siarannya sudah dapat menjangkau hampir seluruh rakyat Indonesia. Sejak tahun 1989, TVRI kemudian mulai mendapat saingan televisi siaran lainnya, yakni Rajawali Citra Televisi (RCTI)
repository.unisba.ac.id
54
yang bersifat komersil, dan secara berturut-turut berdiri pula berbagai stasiun televisi lain yang kita kenal hingga saat ini (Ardianto, 2007:136). Saat ini di Indonesia sudah mengudara kurang lebih sebelas stasiun televisi, satu TVRI dan sepuluh stasiun TV swasta. Tetapi sejarah televisi Indonesia tentu tidak bisa lepas dari kelahiran TVRI sebagai cikal bakal dunia penyiaran televisi di Indonesia. 2.4.2
Ciri Khas Televisi sebagai Media Elektronik Menurut Ardianto (2007:137-138), karakteristik televisi dapat dibagi
menjadi hal-hal berikut ini: a. Audiovisual Televisi memiliki kelebihan, yakni dapat didengar sekaligus dapat dilihat (audiocisual). Jadi, apabila khlayak radio siaran hanya mendengar katakata, musik dan efek suara, maka khalayak televisi dapat melihat gambar yang bergerak. Namun demikian, tidak berarti gambar lebih penting daripada kata-kata. Keduanya harus ada kesesuaian secara harmonis. b. Berpikir dalam gambar Ada dua tahap yang dilakukan dalamproses berpikir dalam gambar. Pertama, adalah visualisasi (visualization), yakni menerjemahkan kata-kata yang mengandung gagasan yang menjadi gambar secara individual. Kedua, penggambaran (picturization), yakni kegiatan merangkai gambargambar individual sedemikian rupa, sehingga kontinuitasnya mengandung makna tertentu. c. Pengoperasian lebih kompleks Dibandingkan dengan radio siaran, pengoperasian televisi siaran lebih kompleks, dan lebih banyak melibatkan orang. Misalnya, untuk menayangkan acara siaran berita yang dibawakan dua orang news anchor saja dapat melibatkan 10 orang. Bila menyangkut acara drama musik yang lokasinya di luar studio, akan lebih dbanyak lagi melibatkan orang kerabat kerja televisi (crew). Peralatan yang digunakannya pun lebih banyak dan untuk mengoperasikannya lebih rumit dan harus dilakukan oleh orangorang yang terampil dan terlatih.
repository.unisba.ac.id
55
Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa televisi memiliki karakteristik yang lebih kompleks bila dibandingkan dengan media massa yang lainnya, khususnya media massa elektronik. Salah satu ciri khas utama yang juga merupakan kelebihan televisi yaitu bahwa televisi memiliki karakteristik audiovisual, jadi khalayak tidak hanya bia mendengarkan suara saja tapi juga dapat melihat gambar bergerak di layar televisi sekaligus dalam satu waktu. 2.4.3
Fungsi Televisi sebagai Media Komunikasi Menurut Effendy (1993:24-26), fungsi televisi dibagi menjadi tiga bagian
yakni sebagai berikut: 1. Fungsi penerangan (the information function) Fungsi ini didukung oleh sifat-sifat yang dimiliki televisi, yakni : a. Sifat immediacy Suatu peristiwa yang disiarkan dapat dilihat dan didengar pada saat peristiwa itu berlangsung. Seakan-akan kita berhadapan dengan peristiwa itu, atau dengan kata lain bersifat tidak media. b. Sifat realisme Mengandung makna kenyataan. Ini berarti bahwa stasiun televisi menyiarkan informasinya secara audial dan visual dengan perantaraan mikrofon dan kamera apa adanya sesuai dengan kenyataan. 2. Fungsi pendidikan (the educational function) Televisi merupakan sarana yang ampuh untuk menyiarkan acara pendidikan kepada khalayak yang jumlahnya begitu banyak secara simultan. Fungsi pendidikan dalam siaran televisi mengandung makna pendidikan, yakni meningkatkan pengetahuan dan penalaran masyarakat lewat tayangan-tayangannya yang ditayangkan secara teratur 3. Fungsi hiburan (the entertainment function) Fungsi ini menempati porsi yang lebih banyak dibandingkan dengan fungsi lainnya. Hampir semua sajian televisi berbobot hiburan, bahkan sajian berita pun tidak lepas dari berita yang mengelitik. Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa pada dasarnya fungsi televisi secara umum sama dengan fungsi media massa lainnya yakni memberi
repository.unisba.ac.id
56
informasi, pendidikan, dan hiburan. Namun, dalam perkembangan televisi, komunikasi elektronik melalui media televisi itu dipadukan dengan komputer yang berkembang pula secara luar biasa sehingga menjadi komunikasi massa melalui serangkaian tayangan yang ada di televisi. Dengan begitu, semakin terasa oleh masyarakat efeknya, baik dalam efek kognitif, afektif, maupun behavioral. Kehadiran televisi dapat menjadi alternatif hiburan bagi masyarakat. Hiburan yang diinginkan masyarakat dapat terpenuhi dengan adanya media massa sebagai alat penyampaian pesan yang semakin beragam dan berkembang. Sebagai sumber hiburan, keberadaan televisi sanggup mengambil waktu seseorang untuk melihat dan mendengarkan acara-acara yang sedang berlangsung. Salah satu jenis acara televisi yang hampir selalu ada diseluruh stasiun televisi adalah tayangan musik. Musik merupakan sebuah acara yang sangat diminati oleh setiap lapisan, baik muda ataupun tua. Tayangan musik merupakan tayangan yang positif bagi masyarakat dimana di satu sisi dapat menjadi alternatif hiburan bagi masyarakat, namun disisi lain juga dapat memberikan edukasi mengenai musik kepada masyarakat, khususnya bagi mereka yang menyukai dunia musik. 2.4.4
Program Musik dalam Televisi Secara sederhana program acara dapat diartikan sebagai satu tayangan di
layar kaca pesawat televisi yang tersusun rapi dalam urutan yang teratur (Djamal dan Fachruddin, 2011:159). Lebih jauh lagi, Djamal dan Fachruddin mengartikan bahwa program siaran dapat didefinisikan sebagai satu bagian atau segmen dari isi siaran radio ataupun televisi secara keseluruhan. Atau dapat dikatakan bahwa
repository.unisba.ac.id
57
siaran keseluruhan satu stasiun penyiaran tersusun dari beberapa program siaran (Djamal dan Fachruddin, 2011:160). Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa program acara yaitu suatu bagian dari tayangan televisi yang telah disusun dan diatur sedemikan rupa sehingga membentuk satu kesatuan yang teratur pada saat penayangannya. Jenis program umumnya dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok besar yaitu hiburan, informasi, atau berita. Menurut Wahyudi dalam Djamal dan Fachruddin (2011:163), jenis program tersebut hanya dua kelompok besar yaitu program acara karya artistik dan karya jurnalistik. Program karya artistik ialah program yang mengutamakan keindahan dan kesempurnaan sesuai perencanaan. Sedangkan program karya jurnalistik ialah program yang mengutamakan kecepatan dan kebenaran. Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa program musik termasuk ke dalam jenis program hiburan, atau program karya artistik. Menurut Morissan dalam bukunya Manajemen Media Penyiaran Strategi Mengelola Radio & Televisi, mengatakan bahwa: “Program musik dapat ditampilkan dalam dua format, yaitu video klip atau konser. Program musik di televisi saat ini sangat ditentukan dengan kemampuan artis menarik audien. Tidak saja dari kualitas suara namun juga berdasarkan bagaimana mengemas penampilannya agar lebih menarik. Kemasan harus menarik perhatian karena kemasan menggambarkan citra merk.” (Morissan, 2007:229). Meninjau hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa keberhasilan program televisi ditentukan oleh daya tarik programnya. Menurut Belch (2001) dalam Morissan (2007:265) daya tarik merupakan pendekatan yang digunakan untuk menarik perhatian konsumen dan atau mempengaruhi perasaan mereka
repository.unisba.ac.id
58
terhadap suatu produk (barang atau jasa). Jadi, pada dasarnya daya tarik adalah suatu pendekatan yang digunakan untuk mempengaruhi seseorang agar memiliki ketertarikan terhadap sesuatu itu, sehingga memicu terjadinya suatu tindakan tertentu sesuai dengan yang diharapkan. Daya tarik dalam suatu tayangan televisi mencakup aspek visual tayangan tersebut. Menurut Vane Gross dalam Morissan (2007:229) programmer yang ingin menyajikan acara musik harus mempertimbangkan beberapa hal agar acara itu bisa mendapatkan sebanyak mungkin audien, yaitu: 3. Pemilihan artis yang memiliki daya tarik demografis yang besar, misalnya artis yang memiliki banyak penggemar pria atau artis yang banyak digandrungi para wanita, kelompok remaja (ABG), kalangan orang tua. 4. Pengambilan gambar yang menarik secara visual. Televisi harus menampilkan sebanyak mungkin gambar pendukung dan tidak membiarkan suatu pengambilan gambar (sekuen) yang terlalu lama. Berdasarkan hal tersebut, diketahui bahwa dalam program musik yang menjadi daya tariknya yaitu terletak pada pemilihan artisnya, dalam artian musisi yang ada dalam tayangan musik di program tersebut. Terkait penelitian ini, program musik Breakout sendiri menggunakan konsep video klip, sehingga ketertarikan khalayak terhadap program ini ditentukan berdasarkan aspek visualisasi dari video klip musik di setiap penayangan program ini. Misalnya video klip yang ditayangkan ialah video klip musik dari musisi yang memang sudah terkenal mendunia dan menjadi idola banyak kalangan, atau video klip tersebut memang memiliki kualitas yang baik dan menarik dari segi cerita, tampilan gambar, dan sebagainya.
repository.unisba.ac.id
59
Selain itu, daya tarik utama yang harus dimiliki oleh program musik ialah penyajian lagu dalam program musik itu sendiri. Dalam suatu tayangan, musik merupakan minat semua kalangan. Musik merupakan komponen yang penting untuk menarik perhatian, menyampaikan titik penjualan, dan mempengaruhi perasaan pendengarnya. Menurut Suyanto (2005:100), “Musik dalam suatu tayangan divariasikan serta digunakan untuk fungsi komunikasi. Bentuk variasi tersebut mencakup musik sebagai penarik perhatian yang dapat membuat khalayak pendengar (penonton) berperasaan positif, lebih menerima pesan yang disampaikan, dan membuat komunikasi yang mengandung arti terhadap program yang ditayangkan.” Terkait hal tersebut, maka lagu-lagu yang disajikan dalam program musik haruslah dapat menggugah perasaan penontonnya sehingga mereka menaruh perhatian yang lebih terhadap program tersebut. Lagu-lagu yang enak didengar, tengah menjadi trend saat ini, atau lagu yang banyak disukai orang merupakan beberapa faktor yang dapat menentukan ketertarikan audiens terhadap sebuah tayangan program musik. 2.5
Informasi dalam Komunikasi
2.5.1
Selintas Mengenai Informasi Hampir semua studi tentang manusia dan kehidupannya selalu
berhubungan dengan komunikasi. Komunikasi pada dasarnya adalah proses penyampaian pesan atau berbagi informasi dengan orang lain. Komunikasi memang selalu ada
pada setiap kegiatan manusia. Di sisi lain, jika orang
berbicara komunikasi, tentu menyangkut informasi di dalamnya. Sebab pesanpesan komunikasi yang digagaskannya adalah informasi. Informasi menurut Pawit
repository.unisba.ac.id
60
M. Yusup (2009:31) diartikan sebagai suatu rekaman fenomena yang diamati dan mempunyai potensi untuk dimanfaatkan oleh seseorang. Sementara menurut sudut pandang dunia kepustakaan dan perpustakaan, informasi adalah suatu rekaman fenomena yang diamati, atau bisa juga berupa putusan-putusan yang dibuat seseorang (Estabrook, 1977 dalam Yusup, 2009:11). Informasi memang selalu ada pada setiap peristiwa komunikasi, jadi dapat dikatakan bahwa informasi merupakan bagian dari komunikasi. Sebuah peristiwa yang menggemparkan terjadi di suatu daerah, yaitu beberapa orang penduduknya tewas karena keracunan makanan. Itu namanya sebuah fenomena, dan menjadi informasi jika ada orang yang melihatnya atau menyaksikannya, bahkan mungkin merekamnya. Hasil kesaksian atau rekaman dari orang yang melihat atau menyaksikan peristiwa atau fenomena tadi itulah yang dimaksud dengan informasi. Dalam hal ini, informasi lebih bermakna berita. Berita adalah bentuk dari pesan-pesan komunikasi. Jika peristiwa keracunan tadi tidak ada yang menyaksikan, merekam, atau memberitakannya kepada orang lain, maka dari peristiwa ini tidak ada informasi yang dilahirkan. Jadi, dalam hal ini informasi lahir dari suatu peristiwa, baik peristiwa betulan atau peristiwa bohongan, sebab yang penting ada yang merekam atau menceritakannya kepada orang lain. Informasi yang hanya diceritakan secara lisan tidak dikembangkan di dunia ilmu informasi, kepustakaan, dan perpustakaan. Informasi yang terekamlah yang dijadikan bahan komoditas unggulan untuk bahan kelolaan oleh lembaga-lembaga pengelolaan informasi, termasuk perpustakaan, dokumentasi, dan arsip. Jenis informasi banyak sekali dan
repository.unisba.ac.id
61
jumlahnya pun terus bertambah karena setiap saat lahir informasi baru, sehingga kita semakin tidak mudah mengikuti perkembangannya. Berdasarkan besar dan banyaknya informasi yang ada di alam ini, hanya sebagian kecil saja yang berhasil dirasakan, didengar, dilihat, dan direkam oleh manusia. Informasi yang hanya dirasakan, didengar, dan dilihat itu susah diolah karena ia akan menjurus kepada jenis informasi lisan. Informasi lisan ini lebih banyak dikembangkan oleh studi komunikasi. Orang pun tahu bahwa jenis informasi lisan jumlahnya sangat banyak, akan tetapi informasi yang sempat direkam dalam berbagai bentuk alat perekaman inilah yang kelak bisa dikembangkan menjadi komoditas yang unggul dalam pola kehidupan manusia. Informasi terekam ini banyak dicari dan dimanfaatkan oleh manusia sesuai dengan kepentingannya. Meskipun telah dibatasi hanya pada jenis informasi terekam, namun itupun ternyata jumlahnya masih sangat banyak karena menyangkut segala aspek kehidupan manusia yang semakin kompleks (Yusup, 2009:13). 2.5.2
Komunikasi dan Informasi di Lingkungan Media Informasi dengan segala jenis dan sifatnya hampir tanpa putus selama 24
jam sehari menerpa kita melalui salutran-saluran komunikasi. Sekarang acara siaran televisi berlangsung 24 jam sehari. Radio pun demikian, tidak pernah putus acara siarannya. Artinya, kalau acara siaran radio yang satu sudah ditutup, maka kita bisa mengganti dengan acara siaran radio yang lainnya. Dalam menonton atau mendengarkan radio seperti itu, orang bisa menerima informasi tanpa henti. Proses komunikasi berlangsung tanpa henti. Meskipun kita juga yang mengatur
repository.unisba.ac.id
62
kapan akan melakukan proses komunikasi dan transfer informasi melalui media komunikasi massa tersebut. Pawit M. Yusup dalam bukunya yang berjudul Ilmu Informasi, Komunikasi, dan Kepustakaan (2009:29) menyebutkan bahwa komunikasi massa merupakan proses komunikasi yang menggunakan media massa. Sementara itu, media massa juga merupakan suatu sistem sosial yang sudah melembaga. Artinya, ia tidak berdiri sendiri. Ia bergantung kepada banyak faktor, seperti faktor kebutuhan informasi dan komunikasi masyarakat, faktor struktur sosial, faktor kebijakan, dan faktor ekonomi. Semuanya turut menentukan proses dalam perjalanan media. Sejalan dengan hal tersebut, maka pada dasarnya komunikasi dan informasi sangat berkaitan satu sama lain. Proses komunikasi pada dasarnya ialah menyampaikan informasi, dan bila dihubungkan dengan media massa, maka media massa merupakan sarana komunikasi dan penyampaian informasi kepada khalayak. 2.6
Kebutuhan Khalayak Akan Informasi Pada dasarnya kebutuhan seseorang itu banyak variasinya. McQuail, dkk
(1974) dalam Lull (1998:117) berpendapat bahwa “Kebutuhan berasal dari pengalaman sosial dan bahwa media massa sekalipun kadang-kadang dapat membantu membangkitkan suatu kesadaran khalayak ramai akan kebutuhan tertentu yang berhubungan dengan situasi sosialnya.”
repository.unisba.ac.id
63
Maslow
dalam
teorinya
yang disebut
teori
kebutuhan
Maslow
menyebutkan bahwa terdapat beberapa tahapan kebutuhan manusia mulai dari yang paling dasar sampai kepada tingkat kebutuhan yang paling tinggi, yakni sebagai berikut: 1. Kebutuhan fisiologis, misalnya rasa lapar dan haus. 2. Kebutuhan akan rasa aman, misalnya rasa aman dari gangguan atau ancaman. 3. Kebutuhan akan rasa cinta dan memiliki. 4. Kebutuhan akan rasa harga diri, misalnya rasa prestise, keberhasilan, serta respect pribadi. 5. Kebutuhan akan aktualisasi diri, misalnya hasrat untuk berdiri sendiri (Krech, dkk, 1962 dalamYusup, 2009:337). Setiap orang cenderung untuk mempunyai berbagai kebutuhan dan/atau keinginan-keinginan yang berlaku seperti diatas, namun karena kondisi setiap orang berbeda-beda satu dengan lainnya karena antara lain dipengaruhi oleh kognisinya, maka kebutuhan tersebut pun menjadi beragam. Timbulnya kebutuhan seseorang tetap dipengaruhi oleh kondisi fisiologis, situasi, dan kognisinya (Krech, dkk, 1962). Misalnya, kebutuhan orang tidak akan timbul atas barang-barang yang tidak terjangkau oleh kemampuan daya belinya. Hasil berpikir seseorang juga sering menimbulkan keinginan dan/atau kebutuhan tertentu sesuai dengan apa yang dipikirkannya. Misalnya, jika sedang berpikir tentang bagaimana cara meningkatkan pengetahuannya, maka ia mulai berpikir tentang upaya mencari informasi untuk tujuan-tujuan tersebut, misalnya dengan cara membaca berbagai media komunikasi dan sumber-sumber informasi yang sesuai dengan kebutuhannya dan banyak tersedia di perpustakaan dan juga di sekitar kita (Yusup, 2009:337).
repository.unisba.ac.id
64
Dikaitkan dengan lingkungan yang merangsang timbulnya kebutuhan, khususnya yang berhubungan dengan seseorang yang dihadapkan pada berbagai sumber penampung informasi, atau media komunikasi informasi, maka ada banyak kebutuhan yang bisa dikemukakan, antara lain seperti diusulkan oleh Katz, Gurevitch, dan Haas Tan dalam Yusup (2009:338) sebagai berikut: 1. Kebutuhan Kognitif (Cognitive Needs) Hal ini berkaitan erat dengan kebutuhan untuk memperkuat informasi, pengetahuan, dan pemahaman seseorang akan lingkungannya. Kebutuhan ini didasarkanpada hasrat seseorang untuk memahami dan menguasai lingkungannya. Di samping itu, kebutuhan ini juga dapat memberi kepuasan atas hasrat keingintahuan dan penyelidikan seseorang. 2. Kebutuhan Afektif (Affective Needs) Kebutuhan ini dikaitkan dengan penguatan estetis, hal yang dapat menyenangkan, dan pengalaman-pengalaman emosional. Berbagai media dalam hal ini juga sering dijadikan alat untuk mengejar kesenangan dan hiburan. 3. Kebutuhan Integrasi Personal (Personal Integrative Needs) Hal ini dikaitkan dengan penguatan kredibilitas, kepercayaan, stabilitas, dan status individu. Kebutuhan-kebutuhan ini berasal dari hasrat seseorang untuk mencari harga diri. 4. Kebutuhan Integrasi Sosial (Social Integrative Needs) Kebutuhan ini dikaitkan dengan penguatan hubungan dengan keluarga, teman, dan orang lain di dunia. Kebutuhan ini didasari oleh hasrat seseorang untuk bergabung atau berkelompok dengan orang lain. 5. Kebutuhan Berkhayal (Escapist Needs) Kebutuhan berkhayal (escapist needs) dikaitkan dengan kebutuhankebutuhan untuk melarikan diri, melepaskan ketegangan, dan hasrat untuk mencari hiburan atau pengalihan (diversion). Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dianalisis bahwa setiap orang mempunyai kebutuhan dan keinginan tertentu sesuai dengan harapan-harapannya untuk memperoleh keuntungan dari pencapaian tujuan-tujuan yang ditetapkannya. Dalam penelitian ini, kebutuhan yang dimaksud ialah kebutuhan kognitif.
repository.unisba.ac.id
65
Mengenai kebutuhan komunikan atas informasi dari suatu efek penayangan program acara, Alo Liliweri menjelaskan lebih jauh lagi sebagai berikut: “Cognitive Needs (kebutuhan kognitif) adalah kebutuhan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk memperluas informasi atau wawasan, pengetahuan, serta pengertian lingkungan kita. Keinginan ini berdasarkan pada keinginan untuk mengerti dan menguasai lingkungan. Kebutuhan kognitif juga dapat terpenuhi oleh adanya dorongan-dorongan seperti keingintahuan (curiosity) dan penjelajahan (eksploratory).” (Liliweri, 1991:137). Sehubungan dengan kebutuhan seseorang akan informasi, dalam menghadapi tersebarnya informasi di berbagai media massa, orang akan bertindak dan berlaku sama dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan akan informasi yang disajikan oleh media massa tersebut. Motif ingin tahu akan segala sesuatu yang dapat meningkatkan kualitas hidup seseorang, mendorong orang tersebut untuk mencapainya dengan cara mencari dan mendapatkan sesuatu tersebut. Salah satu yang dicarinya itu adalah informasi yang ada di berbagai media massa yang banyak di sekitar kita dan juga banyak disediakan oleh perpustakaan dan pusatpusat sumber informasi. Memang benar bahwa setiap orang membutuhkan informasi sebagi bagian dari tuntunan kehidupannya, sebagai penunjang kegiatannya, dan sebagai pemenuhan kebutuhannya. Rasa ingin tahu seseorang timbul karena ia ingin selalu berusaha menambah pengetahuannya. Krech, dkk (1962:99) lebih jauh menjelaskan bahwa karena adanya kebutuhan untuk memcahkan masalah-masalah sosial maka seseorang termotivasi untuk mencari pengetahuan bagaimana caranya dapat memecahkan masalah tersebut. Salah satu cara untuk itu adalah mencari
repository.unisba.ac.id
66
tambahan pengetahuan melalui membaca berbagai media massa dan sumbersumber informasi yang banyak disediakan oleh perpustakaan (Yusup, 2009:336). Demikianlah bisa dilihat bahwa informasi pada dasarnya dibutuhkan oleh banyak orang. Dimulai dari kebutuhan tingkat dasar manusia yang beragam sampai dengan keinginannya untuk mencapai suatu yang diinginkannya itu. Informasi disini banyak dibutuhkan karena ia bisa berfungsi banyak bagi manusia pada umumnya, namun yang jelas adalah informasi yang sesuai dengan tugastugas kehidupannya. 2.7
Musik sebagai Bagian dari Komunikasi Musik adalah bagian dari tingkah laku manusia sehingga tidak dapat
dilepaskan dari budaya tertentu. Dapat dikatakan musik telah menjadi bagian dari kebutuhan manusia. Sebagai “commodity listening” musik diyakini sebagai bahasa universal yang bisa memberikan kehangatan insani dan makanan rohani bagi si pendengar. Aliran musiknya yang ceria dan enak didengar mungkin bisa membuat kita menghentakan kaki atau menggerakkan kepala. Musik bukanlah bahasa konvensional seperti bahasa Indonesia, Inggris, Arab, Cina, dan lain-lain. Namun sebagai sebuah sistem yang mampu mewakili suasana, perasaan, bahkan gagasan, musik mampu melampaui bahasa konvensional dalam menyampaikan apa yang dikandungnya secara univer (Allan dalam Muhaya, 2003: 27). Sebagai salah satu media eskpresi, musik memiliki ciri khas tersendiri dimana musik dapat menyampaikan berbagai macam pesan yang dikemas secara berbeda dalam penyampaiannya. Musik memegang peranan yang cukup penting bagi sendi kehidupan manusia karena musik dapat menggugah, membangkitkan,
repository.unisba.ac.id
67
serta mempengaruhi jiwa orang yang mendengarkan. Seperti yang dikemukakan oleh Alex Sobur (1988:149) dimana menurutnya, “Musik ternyata sangat berpengaruh bagi kehidupan ini. Suatu kehidupan akan sedikit kurang berarti tanpa musik. Musik dapat didengar, dinikmati, dan juga dipelajari berdasarkan ilmu pengetahuan.” Musik sebagai salah satu karya seni dapat dipahami sebagai simbol dalam komunikasi. Karena pada dasarnya, musik mencakup unsur-unsur komunikasi baik verbal maupun non verbal. Menurut Deddy Mulyana (2011:261) bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan, dan maksud kita yang direpresentasikan melalui kata-kata. Sedangkan pesan non verbal diartikan sebagai semua isyarat yang bukan kata-kata (Mulyana, 2011:347). Berdasarkan hal tersebut dapat ditinjau bahwa unsur pesan-pesan verbal dalam musik tersalurkan melalui lirik-lirik yang terkandung dalam sebuah lagu. Sementara pesan-pesan non verbal yang terkandung dalam musik tergambar dari bagaimana seorang musisi/pemusik mengekspresikan lagu yang dinyanyikannya atau musik yang dimainkannya melalui mimik muka, bahasa tubuh, hingga gaya bernyanyi. Karena pada dasarnya, pada saat bernyanyi atau memainkan musik, orang ingin menyampaikan sesuatu (pesan) akan apa yang dinyanyikannya. Pesan ini dapat berupa kata-kata, ataupun perasaan emosionalnya.
repository.unisba.ac.id