BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi jamu gendong Jamu gendong merupakan salah satu obat tradisional yang sangat diminati masyarakat karena harganya terjangkau dan mudah diperoleh. Jamu adalah obat tradisional berbentuk cair yang tidak diawetkan dan diedarkan tanpa penandaan. Jamu gendong merupakan industri rumah tangga yang dibuat dan diolah dengan peralatan sederhana, pembuatannya cukup mudah dan bahan baku banyak tersedia di pasar-pasar atau di toko bahan baku jamu (Suharmiati dan Handayani, 1998). Jamu gendong adalah jamu dalam bentuk cair yang dijual penjaja dalam botol yang diletakkan dalam keranjang yang digendong di punggung belakang menggunakan kain. Jamu ini dijajakan dari rumah ke rumah. Namun, sekarang karena kemajuan tekhnologi maka penjual jamu gendong menjual jamu gendong dengan menggunakan kenderaan sepeda ataupun sepeda motor (Anonim, 2009). Menurut Suharmiati dan Handayani (1998) bahwa pembuatan jamu gendong belum diketahui pasti dosis yang digunakan, orang yang akan membuat jamu didasarkan pada pengalaman turun-tumurun. Penggunaan tumbuhan sebagai obat secara lazim harus diketahui kadar dosis yang diperlukan oleh orang yang mengkosumsi obat tersebut. Bahan yang tidak sesuai akan diperoleh hasil yang tidak sempurna/optimal, oleh sebab itu bahan yang akan dikonsumsi sebaiknya sesuai dengan yang standar yang ditetapkan.
2.1.1 Proses pembuatan jamu gendong
Pembuatan jamu gendong secara umum dibedakan menjadi dua macam, yakni dengan cara merebus seluruh bahan atau mengambil (memeras sari) yang terkandung di dalam bahan baku, kemudian mencampurnya dengan air matang. Beberapa bahan ramuan yang akan direbus dan diperas biasanya diiris-iris atau dihancurkan lebih dulu. Cara-cara tersebut dilakukan mengikuti cara yang dilakukan pendahulunya yang dilakukan secara sederhana dan tradisional. Perbedaan yang ada kemungkinan hanya pada peralatan yang digunakan. Misalnya, dahulu lebih banyak menggunakan pipisan batu sekarang lebih disukai dengan ditumbuk bahkan ada yang menggunakan alat listrik (blender). Alat untuk merebus dahulu banyak menggunakan 'kendil' yang terbuat dari tanah liat kini berganti dengan panci email. Sebagai pemanis rasa jamu, pada umumnya digunakan gula merah atau gula pasir, tetapi ada pula yang menambahkan gula obat (Saccharin). Tindakan tersebut dilakukan kemungkinan untuk menekan harga mengingat cukup mahalnya harga gula sedangkan untuk menaikkan harga jual jamu akan mempengaruhi kemampuan beli konsumen atau adanya keinginan dari pembuat jamu gendong
agar
mendapatkan keuntungan yang lebih besar (Suharmiati dan Handayani, 1998). 2.1.2 Jenis-jenis jamu gendong Jenis jamu gendong yang biasa dijual oleh penjual jamu sangat bervariasi. Hal tersebut tergantung dari kebiasaan yang mereka pelajari dari pengalaman tentang jamu yang diminati dan pesanan yang diminta konsumen. Jenis-jenis jamu ini mudah dibuat sendiri di rumah. Beberapa jenis jamu gendong yang dimaksud di antaranya beras kencur, cabe puyang, kudu laos, kunci siruh, uyup-uyup atau gepyokan, kunir asam, pahitan dan sinom (Suharmiati dan Handayani, 1998). 1.
Jamu beras kencur
Jamu beras kencur dikenal sebagai jamu yang dapat menghilangkan pegalpegal pada tubuh. Dengan membiasakan minum jamu beras kencur, tubuh akan terhindar dari pegal-pegal dan linu yang biasa timbul bila bekerja terlalu payah. Selain itu, banyak pula yang berpendapat bahwa jamu beras kencur dapat merangsang nafsu makan, sehingga selera makan meningkat dan tubuh menjadi lebih sehat . Dalam pembuatan jamu beras kencur, terdapat beberapa variasi bahan yang digunakan, namun terdapat dua bahan dasar pokok yang selalu dipakai, yaitu beras dan kencur. Kedua bahan ini sesuai dengan nama jamu, dan jamu ini selalu ada meskipun komposisinya tidak selalu sama di antara penjual jamu. Bahan-bahan lain yang biasa dicampurkan ke dalam racikan jamu beras kencur adalah biji kedawung, rimpang jahe, biji kapulogo, buah asam, kunci, kayu keningar, kunir, jeruk nipis, dan buah pala. Sebagai pemanis digunakan gula merah dicampur gula putih dan seringkali mereka juga mencampurkan gula buatan. Cara pembuatan jamu beras kencur yaitu air direbus dan dibiarkan sampai dingin. Pertama beras disangrai, selanjutnya ditumbuk sampai halus. Bahan-bahan lain sesuai dengan komposisi racikan ditumbuk menggunakan lumpang dan alu besi atau batu. Kedua bahan ini kemudian dicampur, diperas, dan disaring dengan saringan atau diperas melalui kain pembungkus bahan. Sari perasan bahan dicampurkan ke dalam air matang yang sudah tersedia, diaduk rata. Selanjutnya dimasukkan ke dalam botol-botol (Suharmiati dan Handayani, 1998). 2.
Jamu kunir asam Jamu Kunir asam merupakan jamu untuk menyegarkan tubuh atau dapat membuat suhu
tubuh normal. Ada pula yang mengatakan bermanfaat untuk menghindarkan dari sariawan, serta membuat perut menjadi dingin. Seorang penjual jamu mengatakan bahwa jamu jenis ini baik
dikonsumsi oleh ibu yang sedang hamil muda dan dapat menyuburkan kandungan. Ada pula penjual jamu yang menganjurkan minum jamu kunir asam untuk melancarkan haid. Bahan baku jamu kunir asam pada umumnya tidak jauh berbeda di antara pembuat. Perbedaan terlihat pada komposisi bahan penyusunnya. Jamu dibuat dengan bahan utama buah asam ditambah kunir/kunyit, terkadang dicampur dengan sinom (daun asam muda), temulawak, biji kedawung, dan air perasan buah jeruk nipis. Sebagai pemanis digunakan gula merah dicampur gula putih dan seringkali mereka juga mencampurkan gula buatan, serta dibubuhkan sedikit garam. Cara pengolahan yaitu pertama air direbus sampai mendidih. Bahan-bahan sesuai dengan komposisi racikan ditumbuk secara kasar menggunakan lumpang dan alu besi atau batu atau diiris tipis-tipis (kunyit), dimasukkan ke dalam air mendidih dan direbus sampai mendidih beberapa saat. Selanjutnya, ditambahkan gula (atau pemanis buatan) sampai diperoleh rasa manis sesuai selera (dicicipi). Rebusan yang diperoleh dibiarkan sampai agak dingin, kemudian disaring dengan saringan. Rebusan yang sudah disaring dibiarkan dalam panci dan selanjutnya dimasukkan ke dalam botol-botol dan siap untuk dijajakan (Suharmiati dan Handayani, 1998). 3.
Jamu kunci suruh Jamu kunci suruh dimanfaatkan oleh wanita, terutama ibu-ibu untuk mengobati keluhan
keputihan (fluor albus). Sedangkan manfaat lain yaitu untuk merapatkan bagian intim wanita (vagina), menghilangkan bau badan, mengecilkan rahim dan perut, serta dikatakan dapat menguatkan gigi. Bahan baku jamu ini sesuai dengan namanya, yaitu rimpang kunci dan daun sirih. Biasanya selalu ditambahkan buah asam yang masak. Beberapa penjual jamu menambahkan bahan-bahan lain yang biasa digunakan dalam ramuan jamu keputihan atau jamu sari rapat
seperti buah delima, buah pinang, kunci pepet, dan majakan. Dalam penelitian ini, ditemukan bahan lain yang ditambahkan, yaitu jambe, manis jangan, kayu legi, beluntas, dan kencur. Sebagai pemanis digunakan gula pasir, gula merah, dan dibubuhkan sedikit garam. Cara pengolahan yaitu air direbus sampai mendidih. Bahan-bahan sesuai dengan komposisi racikan ditumbuk secara kasar menggunakan lumpang dan alu besi atau batu atau diiris tipis-tipis (kunyit), diperas, disaring, dan dimasukkan ke dalam air matang yang sudah didinginkan. Selanjutnya, ditambahkan gula sesuai kebutuhan, sampai diperoleh rasa manis sesuai selera dengan cara dicicipi. Ramuan selanjutnya dimasukkan ke dalam botol-botol dan siap untuk dijajakan (Suharmiati dan Handayani, 1998).
2.1.3 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengolahan jamu Menurut Suharmiati (2003), hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengolahan jamu gendong adalah sebagai berikut : 1.
Bahan Baku Bahan jamu yang digunakan adalah bahan yang mesih segar dan dicuci sebelum
digunakan. Apabila menggunakan bahan jamu yang sudah dikeringkan harus dipilih yang tidak berjamur, tidak dimakan serangga dan sebelum digunakan dicuci dahulu. Bahan segar yang dapat disimpan seperti : kunyit (Curcuma domestica), temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb), kencur (Kaemferia galanga L) dan lain-lain harus dipilih yang tidak rusak, tidak busuk, atau tidak berjamur. Bahan pembuat jamu umumnya berasal dari bahan segar. Bahan tersebut antara lain rimpang, seperti kunyit, temulawak, kencur, dan laos, berbagai daun seperti daun sirih, pepaya,
daun asam. Bahanbahan tersebut mudah dibeli di pasar-pasar tradisional. Bahan yang berbentuk kering dapat dibeli di toko bahan baku jamu. Jenis bahan baku sangat penting dalam pembuatan jamu. Peracik jamu gendong harus mampu mengidentifikasi jenis bahan baku agar tidak keliru dengan bahan yang mirip atau tercampur dengan bahan lain. Penanganan bahan baku jamu gendong yang baik harus melalui beberapa tahapan, yaitu pemilihan bahan baku (sortasi), pencucian, dan penyimpanan jika diperlukan. Kegiatan sortasi dilakukan untuk membuang bahan lain yang tidak berguna seperti rumput, kotoran binatang, dan bahan-bahan yang telah membusuk yang dapat mempengaruhi jamu gendong. Bahan baku sebelum digunakan juga harus dicuci agar terbebas dari tanah dan kotoran dengan menggunakan air PDAM, air sumur, atau air sumber yang bersih (Suharmiati, 2003). 2.
Air Air yang digunakan untuk mencuci bahan baku dan membuat jamu digunakan air bersih,
matang dan masak.Pembuatan jamu bahan bakunya selain tanaman berkhasiat adalah air. Kualitas air yang digunakan merupakan salah satu bentuk penularan mikroorganisme penyebab diare (Suharmiati, 2003). Untuk pembuatan jamu tradisional dengan cara diseduh harus menggunakan air yang hangat yang sudah mendidih (air matang). Bila air kotor, perlu mengendapkan air sebelum dipakai. Cara paling sederhana dengan mengendapkan jelas belum memadai dilihat dari segi kesehatan karena masih adanya mikroorganisme. Cara yang paling banyak digunakan adalah kombinasi secara kimia dengan menggunakan tawas dan batu kapur yang berfungsi sebagai koagulan,sedangkan secara fisik dengan aneka ragam penyaring kerikil, pasir dan arang yang
diletakkan di dasar bawah. Kemudian lapisan kedua diletakkan ijuk, air yang sudah jernih diberi kaporit (Onny, 2001). 3.
Peralatan Alat yang digunakan untuk merebus obat tradisional sebaiknya panci yang dilapisi email
atau periuk (kuali) dari tanah liat. Untuk keperluan pembuatan jamu wadah dan peralatan yang digunakan harus diperhatikan, yaitu : peralatan harus dibersihkan dahulu dan dicuci dengan sabun sebelum digunakan untuk mengolah jamu. Botol yang digunakan untuk tempat jamu yang siap dipasarkan, sebelum diisi dengan jamu harus disterilkan terlebih dahulu. Caranya, mula-mula botol direndam dan dicuci dengan sabun, baik bagian dalam maupun luarnya. Setelah dibilas sampai bersih dan tidak berbau, botol ditiriskan sampai kering, selanjutnya botol direbus dengan air mendidih selama kurang lebih 20 menit (Onny, 2001). 4.
Mengolah Sebelum mengolah jamu seharusnya cuci tangan dahulu, menyiapkan bahan baku yang
telah dipilih dan meletakkan jamu di tempat yang bersih. Untuk daya tahan jamu, jamu tradisional yang dibuat dengan cara merebus harus segera digunakan. Jamu yang direbus dapat disimpan selama 24 jam dan setelah melewati waktu tersebut sebaiknya dibuang karena dapat tercampur kuman atau kotoran dari udara atau lingkungan sekitarnya. Jamu yang dibuat dengan perasan tanpa direbus, hanya boleh disimpan selama 12 jam (Suharmiati, 2003). 5.
Higiene Perorangan Pengetahuan higiene perorangan penjual jamu terkait dengan perilaku pengolahan jamu
gendong yang terdiri dari beberapa aspek antara lain, pemeliharaan rambut, pemeliharaan kulit,
pemeliharaan tangan dan kebiasaan mencuci tangan, pemeliharaan kuku, dan pemeliharaan kulit muka (Suharmiati, 2003). 2.1.4 Karakteristik jamu gendong di Gorontalo Adapun jamu gendong di daerah Gorontalo, memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut : 1.
Jamu dijual tidak digendong lagi, tapi dijual dan dibawa dengan menggunakan sepeda maupun sepeda motor.
2.
Jamu gendong di tempatkan dalam botol plastic yang berwarna transparan.
3.
Jamu gendong biasanya ditambahkan beberapa bahan lain seperti jamu gendong beras kencur biasanya ditambahkan dengan kunyit. Biasanya ini untuk menambahkan efek dari jamu tersebut (Anonim, 2009).
2.2
Kapang/khamir secara umum
2.2.1 Kapang Kapang merupakan sekumpulan mikroorganisme yang heterogen. Mikroorganisme ini mempunyai ciri-ciri hewan dan tumbuhan. Fase vegetatif atau somatik yang aselular dan merayap jelas mempunyai struktur dan fisiologi seperti binatang; struktur reproduktifnya seperti tumbuhan, yaitu menghasilkan spora yang terbungkus dinding yang nyata. Gabungan fase seperti binatang dan tumbuhan dalam satu daur merupakan ciri pembeda kapang lendir (Pelczar dan Chan, 1986). Menurut tipe lendirnya kapang dibagi menjadi empat tipe yang berbeda dalam struktur dan fisiologi, serta mempunyai daur hidup yang khas. Keempat macam tipe tersebut adalah kapang lendir sejati (Myxomycetes), kapang lendir endoparasit (Plasmodioporomycetes), kapang lendir jarring (Lhabyrinturales), dan kapang lendir seluler (Acraciales) (Pelczar dan Chan, 1986).
Kapang merupakan mikroba golongan jamur. Organisme ini melakukan reproduksi secara aseksual memilki kantong spora yang disebut dengan sporangiosphores atau conidiospores. Kantong spora tersebut terdiri dari sporaspora yang bertanggung jawab tehadap warna kapang. Menurut Winarno (1997) selain berkembang biak secara aseksual kapang juga berkembang biak secara seksual yaitu melalui pembentkan askospora atau zygospora. Dalam pertumbuhannya kapang memerlukan faktor intrinsik diantaranya kapang memerlukan air yang lebih sedikit daripada bakteri maupun khamir, kapang mikromesofilik, yaitu tumbuh pada kisaran suhu 250C sampai 300C. Kapang hidup secara aerobik dan dapat tumbuh pada kisaran pH 2,0 - 8,5. Cara mengisolasi kapang pada medim cair dengan mneteskan cairan permukaan agar, kemudian dengan menggunakan jarum ose atau spatel Drygalsky tetesan tersebut disebar pada permukaan agar di cawan Petri dan dinkubasi dengan suhu yang sesuai (Gandjar dan Oetari, 2006). Hanya koloni-koloni yang tumbuh tersendiri yang representatif, yang boleh dipindahkan pada medium Petri yang lain. Apabila koloni sudah murni betul baru koloni dipindahkan pada tabung reaksi yang berisi medium padat yang sesuai. Beberapa kapang sangat bermanfaat dalam pembuatan oncom, tape, sake, serta produksi obat pinisilin. Akan tetapi adapula kapang yang menjadi mikotoksin, misalnya aflatoksin yang merupakan racun yang diproduksi oleh Aspergillus flavus atau A. parasiticus yang banyak tumbuh pada kacang dan jamu. Disamping aflatoksin, beberapa mikotosin lain yang juga berbahaya jika terdapat dalam makanan adalah patulin yang terdapat dalam sari apel atau vomitoksin yang terdapat pada jagung. Manusia yang mengkonsumsi makanan yang tercemar oleh kapang mikotosis akan menderita penyakit mikotoksikosis (Winarno, 1997) . 2.2.2 Khamir
Khamir merupakan mikroorganisme bersel tunggal, berbentuk lonjong seperti buah lemon, bereproduksi dengan cara bertunas (budding) atau pembelahan sel. Induk sel mengeluarkan tonjolan seperti pipa yang muncul dari dinding sel dan kemudian membentuk sel khamir baru, lengkap dengan seluruh informasi genetiknya. Sebagian besar khamir melakukan reproduksi secara aseksual. Reproduksi secara seksual dilakukan dengan membentuk askospora (Winarno, 1997). Sel khamir memiliki ukuran yang lebih besar dari bakteri, tetapi khamir yang paling kecil tidak sebesar bakteri yang terbesar. Menurut Pelczar dan Chan (1986) khamir mempunyai ukuran 1 – 5 μm, lebar dan panjangnya dari 5 - 30 μm atau lebih, bentuk dari khamir berbentuk telur dan ada juga yang memanjang atau berbentuk bola, dalam biakan murni spesies Khamir masih menunjukkan ciri yang khas. Khamir tidak dilengkapi oleh alat gerak (flagellum). Volk dan Wheeler (1993) mengatakan bahwa khamir merupakan jamur bersel tunggal yang berkembang biak dengan membentuk sel tunas pada induk dan akan melepaskan diri dari indukna apabila telah masak. Kebanyakan khamir akan memproduksi spora seksual setelah terjadi penggabungan sel yang tadinya terpisah. Banyak dari khamir yang mengubah karbohidrat menjadi etil alkohol dan karena inilah khamir sering digunakan untuk pembuatan alkohol. Faktor-faktor intrinsik bagi pertumbuhan khamir adalah cukup suplai air, suhu optimal 250C sampai 300C, kisaran pH antara 4,0 - 4,5 dan tumbuh baik secara aerobik (sebagian tumbuh pada lingkungan anaerobik) (Winarno, 1997). Khamir dapat hidup pada makanan/minuman yang mempunyai kadar kosentrasi gula 40-70%, sehingga dapat dikelompokkan ke dalam khamir osmofil. Menurut Gandjar dan Oetari (2006) medium yang digunakan untuk mengisolasi dan pemeliharaan Khamir adalah Yeast Ekstract Peptone Agar (YEPA) yang dimodifikasi yaitu dengan penambahan glukosa 30-70%, khamir juga dimasukkan ke dalam YEP broth dalam labu Erlenmeyer, kemudian setelah tumbuh (medium menjadi keruh) khamir dapat diinokulasi dengan
jarum ose dan dibuat pengenceran, koloni yang tumbuh dapat dihitung dengan Coloni Forming Unit. Apabila sampel berbentuk cair, maka sedikit saja yang diambil menggunakan jarum ose dan menggoreskan pada medium YEPA dalam cawan Petri atau dimasukkan medium YEP dalam labu erlenmeyer dan diberi perlakuan seperti sebelumnya. 2.2.3 Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan kapang/khamir Aktifitas kapang/khamir dipengaruhi oleh lingkungan. Perubahan yang terjadi di dalam lingkungan dapat mengakibakan perubahan sifat morfologi dan sifat fisiologi mikroba. Beberapa mikroba sangat tahan terhadap perubahan lingkungan, sehingga dapat dengan cepat menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungan yang baru, dan ada pula yang sama sekali peka terhadap perubahan lingkungan (Suriawiria, 2003). Menurut Suriawiria (2003) bahwa faktor lingkungan yang mempengaruhi sifat-sifat kapang/khamir adalah : a.
Faktor biotik, meliputi: 1. Bentuk organisme 2. Sifat organisme, terutama di dalam kehidupannya, apakah toleran terhadap
suatu
perubahan yang secara tiba-tiba atau tidak. 3. Kemampuan suatu organisme untuk menyesuaikan diri dan tumbuh berkembang b. Faktor abiotik 1. Susunan dan jumlah senyawa di dalam media 2. Faktor lingkungan, seperti temperatur, cahaya, kelembaban dan Sebagainya. 3. Kehadiran senyawa yang mungkin bersifat toksik terhadap organisme, baik yang datang dari luar ataupun diakibatkan oleh aktfitas organisme.
Kapang/khamir tidak hanya bervariasi dalam hal kebutuhan nutrisinya, tetapi menunjukkan respon yang berbeda-beda terhadap kondisi fisik lingkungannya, sehingga untuk berhasil kultifasi berbagai tipe kapang/khamir, dibutuhkan suatu kombinasi nutrien serta lingkungan fisik yang sesuai (Pelczar dan Chan, 1986), seperti: a.
Suhu (kisaran pertumbuhan) Suhu mempengaruhi laju pertumbuhan dan jumlah total pertumbuhan organisme.
Keragaman suhu dapat juga mengubah proses-proses metabolic tertentu serta morfologi sel (Pelczar dan Chan, 1986). Spesies mikroba yang berbeda membutuhkan suhu optimal yang amat beragam dalam pertumbuhannya: bentuk psikofilik tumbuh baik pada suhu rendah (15-200C), bentuk mesofilik tumbuh baik pada suhu 30-370C, dan bentuk termofilik tumbuh paling baik pada suhu 50-600C. b.
Persyaratan akan gas Gas-gas utama yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba adalah oksigen dan karbon
dioksida. Hal ini dapat dilihat dari keragaman bakteri dalam hal respon terhadap oksigen bebas (Pelczar dan Chan, 1986), sehingga dapat dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu aerobik, anaerobik, anaerobik fakultatif dan mikroaerofilik. a.
Keasaman dan Kebasahan (pH) Sebagian besar organisme memiliki rentan pH yang cukup sempit. Penentuan pH optimal
untuk tiap spesies harus ditentukan secara empirik. Sebagian besar organisme (neutrofil) tumbuh baik pada pH 6,0-8,0, meskipun ada pula (asidofil) yang memiliki pH optimal 3,0 dan yang lain (alkalofil) memiliki pH optimal10,5. Mikroorganisme mengatur pH internalnya terhadap rentang nilai pH eksternal yang cukup luas (Jawetz dkk, 1996). Sedangkan menurut Pelczar dan Chan (1986), pH optimum pertumbuhan bagi kebanyakan mikroba terletak antara 6,5 dan 7,5.
b.
Cahaya Semua organisme hidup memerlukan sumber energi. Beberapa bentuk kehidupan, seperti
tumbuhan hijau, dapat menggunakan energi pancaran atau cahaya dan dinamakan fototrof, untuk fotosintesis. Yang lain, seperti hewan tergantung pada oksidasi (kehilangan elektron dari suatu atom) senyawa-senyawa kimia untuk memperoleh energinya. Makhluk-makhluk ini disebut kemotrof. Semua organisme hidup terbagi menjadi fototrof atau kemotrof dan kedua tipe tersebut dijumpai pada mikroba (Pelczar dan Chan, 1986) c.
Kuat Ion dan Tekanan Osmotik Organisme yang membutuhkan konsentrasi garam tinggi dinamakan halofilik, dan yang
membuuhkan tekanan osmosis tinggi dinamakan osmofilik (Jawetz, 1996). Sedangkan menurut Pelczar dan chan (1986) menyatakan bahwa konsentrasi garan yang tinggi yaitu 10-15% NaCl. 2.3
Sterilisasi Sterilisasi merupakan suatu proses yang dilakukan untuk tujuan membunuh atau
menghilangkan mikroorganisme yang tidak diinginkan pada suatu objek atau spesimen. Cara-cara sterilisasi yaitu: a. Sterilisasi dengan bahan kimia, contoh: senyawa fenol dan turunannya. Desinfektan ini digunakan misalnya untuk membersihkan area tempat bekerja. b. Sterilisasi kering, digunakan untuk alat-alat gelas misalnya cawan petri, tabung reaksi. Cara ini cocok untuk alat-alat gelas karena tidak ada pengembunan dan tetes air. c. Sterilisasi basah, biasanya menggunakan uap panas bertekanan dalam autoklaf. Media biakan, larutan dan kapas dapat disterilkan dengan cara ini. Autoklaf merupakan suatu alat pemanas bertekanan tinggi, dengan meningkatnya suhu air maka tekanan udara akan bertambah dalam
autoklaf yang tertutup rapat. Sejalan dengan meningkatnya tekanan di atas tekanan udara normal, titik didih air meningkat. Biasanya pemanasan autoklaf berada pada suhu 1210 C selama 15 menit. d. Filtrasi bakteri, digunakan untuk mensterilkan bahan-bahan yang terurai atau tidak tahan panas. Metode ini didasarkan pada proses mekanik yaitu menyaring semua bakteri dari bahan dengan melewatkan larutan tersebut melalui lubang saringan yang sangat kecil. e. Incenerasi, yaitu sterilisasi dengan pemanasan atau pembakaran pada api langsung. Misalnya untuk sterilisasi jarum ose dan pinset (Beisher, 1991).