BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Solvabilitas 1. Pengertian Solvabilitas Solvabilitas merupakan perbandingan antara kewajiban terhadap akun lain yang terdapat di neraca. Menurut Munawir (2004:32) “solvabilitas menunjukkan kapasitas atau kemampuan perusahaan untuk melunasi hutang-hutangnya, baik jangka pendek maupun jangka panjang apabila perusahaan tersebut dilikuidasi”. Suatu perusahaan yang solvabel berarti perusahaan tersebut mempunyai ekuitas atau modal yang cukup untuk melunasi semua hutangnya. Sebaliknya, perusahaan yang tidak solvabel berarti perusahaan tersebut memiliki modal yang tidak mencukupi untuk melunasi hutangnya sehingga perusahaan tersebut akan mengalami kesulitan untuk memperoleh tambahan pinjaman dari kreditur sebelum perusahaan menambah modalnya sendiri. Keadaan ini menyebabkan perusahaan sulit untuk mengadakan perluasan dan peningkatan produksi. Tingkat penggunaan hutang sebagai sumber pembiayaan perusahaan menyiratkan tiga hal penting: 1. Peningkatan
dana
melalui
hutang,
pemilik
dapat
mempertahankan
pengendalian atas perusahaan dengan investasi yang terbatas. 2. Kreditur mensyaratkan adanya ekuitas atau dana yang disediakan oleh pemilik sebagai marjin pengaman, jika pemilik dana hanya menyediakan sebagian kecil dari pembiayaan total, resiko perusahaan dipikul oleh krediturnya.
3. Jika perusahaan memperoleh tingkat laba yang tinggi atas dana pinjamannya dari pada tingkat bunga yang dibayarkan atas dana tersebut. Maka pengembalian modal atas pemilik diperbesar. Perusahaan yang mempunyai rasio hutang yang tinggi menghadapi resiko yang lebih tinggi pada masa resesi, tetapi tingkat pengembalian yang diharapkan perusahaan juga lebih tinggi pada masa cerah. Sebaliknya, perusahaan dengan rasio hutang yang rendah tidak beresiko besar, tetapi peluangnya untuk melipatgandakan pengembalian atas ekuitas juga kecil. Sudah tentu prospek tingkat pengembalian yang tinggi akan dikehendaki, namun para investor enggan menghadapi resiko. Karena itu, perusahaan perlu mencari keseimbangan antara tingkat pengembalian dengan tingkat resiko.
2. Rasio Solvabilitas Solvabilitas perusahaan dapat diukur dengan rasio solvabilitas. Rasio ini menunjukkan sejauh mana perusahaan dibiayai oleh hutang (dana pihak luar). Semakin tinggi rasio ini berarti semakin besar jumlah modal pinjaman yang digunakan perusahaan sehingga memperbesar resiko yang ditanggung perusahaan. Menurut Warsono (2003:36) “rasio solvabilitas dapat menggunakan dua ukuran, yaitu rasio hutang total terhadap total aktiva (debt ratio/DR) dan rasio hutang terhadap ekuitas (debt to equity ratio/DER)”. a. Rasio hutang terhadap total aktiva / debt ratio (DR) Debt ratio yang biasa disebut rasio hutang, melihat keseluruhan total hutang baik hutang jangka panjang maupun jangka pendek yang disediakan
kreditur dibandingkan dengan total aktiva. Rasio ini digunakan untuk melihat seberapa besar jumlah aktiva yang digunakan untuk menjamin besarnya hutang sehingga debt to total asset ratio dapat dirumuskan: Debt to total asset ratio (DR) =
total hutang x 100% total aktiva
b. Rasio hutang terhadap total ekuitas / debt to equity ratio (DER) Debt to equity ratio melihat keseluruhan total hutang baik hutang jangka panjang maupun jangka pendek dibandingkan dengan ekuitas. Debt to equity ratio juga dapat berarti sebagai kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban dalam membayar hutangnya dengan jaminan modal sendiri. Debt to equity ratio dapat dirumuskan sebagai berikut: Debt to equity ratio (DER)=
total hutang x 100% ekuitas
Para kreditur lebih menyenangi rasio hutang yang rendah, karena semakin rendah rasio hutang semakin besar pula perlindungan yang diperoleh oleh para kreditur dalam keadaan likuidasi. Sebaliknya pemilik perusahaan lebih menyukai rasio yang tinggi dengan pertimbangan rasio yang tinggi dapat memperbesar tingkat keuntungan atau mungkin untuk menghindari penjualan saham karena penjualan saham akan menyebabkan berkurangnya kendali atas perusahaan.
B. Stuktur Modal 1. Pengertian Modal, Struktur Modal dan Struktur Keuangan Modal merupakan salah satu faktor produksi yang penting bagi perusahaan dimana modal tersebut digunakan oleh perusahaan untuk membiayai berbagai aktivitasnya. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2007:21.1) menyatakan bahwa: 1. Modal merupakan bagian hak pemilik dalam perusahaan, yaitu selisih antara aktiva dan kewajiban yang ada, dengan demikian tidak merupakan ukuran nilai jual perusahaan tersebut. 2. Pada dasarnya modal berasal dari investasi pemilik dan hasil usaha perusahaan. Modal akan berkurang terutama dengan adanya penarikan kembali penyertaan oleh pemilik, pembagian keuntungan atau kerugian. 3. Ekuitas terdiri atas setoran pemilik yang seringkali disebut modal atau simpanan pokok anggota untuk badan hukum koperasi, saldo laba dan unsur lain. Sedangkan menurut Sundjaja (2002:240) “modal menunjukkan dana jangka panjang pada suatu perusahaan yang meliputi semua bagian sisi kanan neraca perusahaan kecuali hutang lancar”. Struktur modal merupakan cerminan dari kebijakan perusahaan dalam menentukan jenis pendanaannya atau lebih sederhananya berupa gambaran komposisi modal suatu perusahaan. Ada beberapa pengertian struktur modal, menurut Brigham & Houston (2006:483) “struktur modal adalah campuran hutang, saham preferen dan saham biasa, definisi lainnya menurut Martono dan Agus Harjito (2005:240) “struktur modal (capital structure) adalah perbandingan
atau imbangan pendanaan jangka panjang perusahaan yang ditunjukkan oleh perbandingan hutang jangka panjang terhadap modal sendiri”. Dari beberapa defenisi di atas maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa struktur modal merupakan pembelanjaan permanen yang menggambarkan perimbangan antara hutang jangka panjang dengan modal perusahaan. Modal ini dapat bersumber dari internal perusahaan berupa laba ditahan dan eksternal perusahaan berupa hutang. Struktur modal mempunyai pengertian yang berbeda dengan struktur keuangan (financial structure). Menurut Warsono (2003:235): Struktur keuangan merupakan kombinasi atau bauran dari segenap pos yang termasuk dalam sisi kanan neraca keuangan perusahaan (sisi pasiva), sedangkan struktur modal merupakan bauran dari segenap sumber pembelanjaan jangka panjang yang digunakan perusahaan. Dalam struktur modal tidak dimasukkan unsur kewajiban lancar (current liabilities). Dengan demikian, hubungan struktur keuangan dengan struktur modal dapat digambarkan dalam bentuk persamaan berikut: Struktur keuangan - kewajiban lancar = struktur modal. Dari penjelasan dan defenisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa struktur modal hanya merupakan bagian dari struktur keuangan.
2. Komponen-Komponen Struktur Modal Struktur modal suatu perusahaan memiliki beberapa komponen yang terdiri dari: a. Hutang jangka panjang (longterm debt) Hutang jangka panjang adalah hutang dengan umur pengembaliannya lebih dari satu tahun periode akuntansi, yang umumnya digunakan untuk membelanjai perluasan perusahaan (ekspansi) dan modernisasi perusahaan karena kebutuhan modal untuk keperluan tersebut meliputi jumlah yang besar.
Semakin lama jangka waktu semakin ringan syarat-syarat pembayaran kembali hutang tersebut sehingga akan mempermudah dan memperluas bagi perusahaan untuk mendayagunakan sumber dana yang berasal dari asing atau hutang jangka panjang tersebut. Meskipun demikian, hutang tetap harus dibayar pada waktu yang sudah ditetapkan tanpa memperhatikan kondisi finansial perusahaan pada saat itu dan harus sudah disertai dengan bunga yang sudah diperhitungkan sebelumnya, dengan demikian seandainya perusahaan tidak mampu membayar kembali hutang dan bunga, maka kreditur dapat memaksa perusahaan dengan menjual asset yang dijadikan jaminannya. Adapun jenis atau bentuk utama dari hutang jangka panjang antara lain: 1. Pinjaman obligasi Pinjaman obligasi adalah pinjaman uang jangka waktu panjang, dimana pihak debitur mengeluarkan surat pengakuan hutang yang memiliki nominal tertentu. Ada beberapa jenis obligasi, antara lain: a) Obligasi biasa (bond) Obligasi biasa adalah obligasi yang bunganya tetap dibayar oleh debitur dalam waktu-waktu tertentu tanpa memandang apakah perusahaan memperoleh keuntungan atau tidak. Biasanya bunga obligasi dibayar setiap tahun.
b) Obligasi pendapatan (income bond) Obligasi
pendapatan
adalah
obligasi
yang
pembayaran
bunganya hanya dilakukan pada waktu debitur atau perusahaan yang mengeluarkan obligasi tersebut mendapat keuntungan. c) Obligasi yang dapat ditukarkan (convertible bond) Convertible
bond
adalah
obligasi
yang
memberikan
kesempatan kepada pemegang surat obligasi tersebut untuk pada suatu saat tertentu menukarkannya dengan saham dari perusahaan yang bersangkutan. 2. Pinjaman hipotik Pinjaman hipotik adalah pinjaman jangka panjang dimana kreditur diberi hak hipotik terhadap suatu barang tidak bergerak, agar bila pihak debitur tidak memenuhi kewajibannya, barang tersebut dapat dijual dan dari hasil penjualan tersebut dapat digunakan untuk menutup tagihannya. b. Modal sendiri (shareholder equity) Modal sendiri adalah modal yang berasal dari pemilik perusahaan yang tertanam di dalam perusahaan untuk waktu yang tidak tertentu lamanya. Dalam perusahaan berbentuk perseroan (PT) modal sendiri terdiri dari: 1. Saham biasa (common stock) Saham biasa merupakan tanda kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan tanpa hak istimewa. Dan pemegang saham akan mendapatkan deviden pada akhir tahun jika perusahaan tersebut mendapatkan keuntungan.
2. Saham preferen (preferen stock) Saham preferen adalah saham dimana pemegang sahamnya memiliki hak istimewa terutama dalam hal pembagian deviden dan pembagian kekayaan. c. Cadangan Cadangan dibentuk dari keuntungan yang diperoleh perusahaan selama beberapa waktu yang lampau atau dari tahun berjalan. Cadangan yang termasuk modal sendiri yaitu: 1. Cadangan ekspansi 2. Cadangan modal kerja 3. Cadangan selisih kurs 4. Cadangan untuk menampung hal-hal atau kewajiban yang tidak diduga sebelumnya (cadangan umum). d. Laba ditahan Laba ditahan adalah keuntungan yang ditahan (tidak dibayarkan sebagai deviden) bila kegunaanya belum ditentukan perusahaan.
3. Sumber-Sumber Penawaran Modal Sumber-sumber penawaran modal terbagi menjadi tiga yaitu: a. Sumber Internal (Internal Source) Sumber internal adalah modal yang dibentuk atau dihasilkan sendiri di dalam perusahaan, seperti:
1. Laba ditahan Laba ditahan adalah laba yang dimasukkan dalam dana cadangan atau ditahan, besarnya tergantung pada kebijakan deviden dan laba yang diperoleh selama periode tertentu. 2. Depresiasi Depresiasi adalah pengurangan ekonomis aktiva tetap yang disebabkan oleh penggunaan aktiva tersebut oleh perusahaan selama masa manfaat. Depresiasi dapat menjadi salah satu sumber dana bagi perusahaan yang akan digunakan untuk penggantian pada saat asset tersebut tidak mempunyai manfaat teknis. b. Sumber Eksternal (Eksternal Source) Sumber eksternal adalah sumber modal yang berasal dari para kreditur dan pemilik, peserta atau pengambil bagian didalam perusahaan, seperti: 1
Modal yang berasal dari para kreditur merupakan hutang bagi perusahaan bersangkutan, dan modal ini akan menjadi modal pinjaman.
2
Modal yang berasal dari pemilik, peserta atau pengambil bagian didalam perusahaan merupakan modal yang secara tetap ditanamkan dalam perusahaan yang bersangkutan dan dana ini akan menjadi modal sendiri.
c. Supplier, bank dan pasar modal sebagai sumber eksternal utama. 1. Supplier Supplier adalah pihak yang memberikan dana atau modal pada suatu perusahaan dalam bentuk penjualan barang secara kredit, baik untuk
jangka pendek (kurang dari satu tahun) maupun jangka panjang (lebih dari satu tahun). 2. Bank Bank adalah pihak yang memberikan kredit sesuai dengan kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai pemberian kredit kepada perusahaan dan memberikan jasa-jasa lain di bidang keuangan. 3. Pasar modal Pasar modal (capital market) adalah tempat (dalam artian abstrak) bertemunya dua pihak yang saling berkepentingan yaitu, calon pemodal (investor) dengan emiten (perusahaan yang menerbitkan efek untuk ditawarkan kepada masyarakat) yang membutuhkan dana jangka menengah atau jangka panjang.
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal Tidak mudah bagi seorang manajer untuk menentukan perimbangan struktur modal perusahaannya. Keefektifan dalam menyusun komposisi struktur modal suatu perusahaan diharapkan mampu memberikan keuntungan bagi perusahaan. Oleh karena itu, ada beberapa faktor yang bisa digunakan sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan mengenai struktur modal. Menurut Brigham & Houston (2006:42) perusahaan umumnya mempertimbangkan faktorfaktor berikut ketika membuat keputusan struktur modal, yaitu:
1. Stabilitas penjualan Perusahaan yang penjualannya relatif stabil dapat lebih aman menggunakan lebih banyak hutang dan menanggung beban tetap lebih tinggi dari pada perusahaan dengan penjualan tidak stabil. 2. Struktur aktiva Perusahaan yang memiliki aktiva yang cocok sebagai jaminan atas pinjaman lebih banyak menggunakan hutang. 3. Leverage operasi Perusahaan dengan leverage operasi yang lebih sedikit memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menetapkan leverage keuangan karena resiko bisnis perusahaan tersebut akan lebih kecil. 4. Tingkat pertumbuhan Perusahaan yang dapat tumbuh lebih cepat akan lebih banyak menggunakan modal intern dari pada modal eksternal. 5. Profitabilitas Perusahaan-perusahaan yang memiliki tingkat pengembalian atas investasi yang sangat tinggi menggunakan hutang yang relatif lebih sedikit. 6. Pajak Bunga merupakan beban yang dapat menjadi pengurang pajak dan pengurang pajak sangat berharga bagi perusahaan dengan tarif pajak yang tinggi. Oleh karena itu, perusahaan yang memiliki tarif pajak yang tinggi akan semakin besar manfaat yang diperoleh dari hutang.
7. Pengendalian Pengendalian manajemen dapat mempengaruhi struktur modal, dimana pertimbangan pengendalian dapat mengarah pada penggunaan dari hutang maupun ekuitas karena jenis modal yang paling dapat melindungi manajemen akan bervariasi dari situasi yang satu ke situasi yang lain. 8. Sikap manajemen Manajemen dapat menerapkan pertimbangan atas struktur modal yang tepat. Beberapa manajemen yang cenderung lebih konservatif yang menggunakan lebih sedikit hutang dari pada rata-rata perusahaan di dalam industri mereka, sedangkan manajemen yang agresif menggunakan lebih banyak hutang untuk mencapai laba yang lebih tinggi. 9. Sikap pemberi pinjaman dan agen pemberi peringkat Perilaku pemberi pinjaman dan agen pemberi peringkat dapat mempengaruhi keputusan struktur keuangan. Dalam beberapa kasus, perusahaan akan mendiskusikan struktur modal dengan pemberi pinjaman dan agen pemberi peringkat. 10. Kondisi pasar Kondisi dari pasar saham dan obligasi yang mengalami perubahan baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek dapat mempengaruhi struktur modal suatu perusahaan. Perusahaan dengan peringkat rendah yang membutuhkan modal terpaksa harus berpaling ke bursa saham atau pasar hutang jangka pendek tanpa memperhitungkan sasaran struktur modal mereka.
Namun ketika kondisi ini mulai membaik, perusahaan akan kembali ke sasaran semula struktur modalnya. 11. Kondisi internal perusahaan Kondisi internal perusahaan dapat berpengaruh pada sasaran struktur modalnya sehingga perusahaan akan melakukan pertimbangan dalam menggunakan hutang atau menerbitkan saham.
5. Struktrur Modal Yang Optimal Struktur modal yang optimal suatu perusahaan adalah komposisi antara hutang jangka panjang dan modal sendiri yang merupakan sumber pembelanjaan aktiva-aktiva jangka panjang perusahaan. Dalam kondisi tertentu perusahaanperusahaan dapat memenuhi kebutuhan dananya dengan menggunakan sumber dana dari perusahaan, tetapi mungkin saja kebutuhan dananya dengan menggunakan sumber dana yang berasal dari luar perusahaan apabila dana dari dalam perusahaan sudah tidak memenuhi lagi. Untuk memperoleh struktur modal yang optimal, perusahaan harus mengetahui besarnya biaya modal yang dikeluarkan oleh perusahaan atas penggunaan modal tersebut, karena struktur modal yang optimal adalah struktur modal yang dapat meminimalkan biaya modalnya. Kebijakan struktur modal melibatkan perimbangan antara resiko dan tingkat pengembalian: a. Menggunakan lebih banyak hutang berarti memperbesar resiko yang ditanggung pemegang saham.
b. Menggunakan lebih banyak hutang juga memperbesar tingkat pengembalian yang diharapkan. Resiko yang semakin tinggi cenderung menurunkan harga saham tetapi meningkatkan tingkat pengembalian yang diharapkan akan menaikkan harga saham tersebut, karena itu struktur modal yang optimal harus berada pada keseimbangan antara resiko dan pengembalian yang memaksimumkan harga saham.
6. Analisis Struktur Modal Perusahaan dapat memperoleh modal untuk membiayai aktivitasnya dari dua sumber, yaitu dari modal sendiri atau modal asing. Masing-masing sumber memiliki keuntungan dan resiko sendiri-sendiri sehingga baik buruknya akan mempengaruhi kondisi keuangan perusahaan. Penggunaan hutang dalam operasional perusahaan akan memberikan peluang untuk penambahan keuntungan yang berasal dari volume dan jenis usaha atau investasi yang dibiayai oleh hutang. Namun pembiayaan dengan hutang mempunyai pengaruh bagi perusahaan karena hutang mempunyai beban yang bersifat tetap berupa beban bunga yang dibebankan kreditur. Sedangkan jika manajer menggunakan dana sendiri akan timbul opportunity cost dari modal sendiri yang digunakan. Kegagalan perusahaan dalam membayar bunga atas hutang dan ketidakefektifan dalam pengalokasian dana sendiri dapat menyebabkan kebangkrutan keuangan yang berakhir pada kepailitan perusahaan.
Financial leverage adalah penggunaan dana dengan beban tetap dengan harapan untuk menambah atau memperbesar pendapatan perlembar saham biasa. Financial leverage menguntungkan kalau pendapatan dari penggunaan dana lebih besar dari pada beban tetap dari penggunaan dana tersebut, tetapi kemungkinan financial leverage dapat merugikan kalau pendapatan dari penggunaan dana lebih kecil dari pada beban tetap tersebut. Sesuai dengan pendefenisian struktur modal bahwa dasarnya struktur modal terdiri dari modal asing dan modal sendiri. Berkaitan dengan hal tersebut maka analisis struktur modal juga terdiri dari analisis modal asing (hutang) dan analisis modal sendiri, antara lain: a. Longterm debt to asset ratio (LDAR) Rasio ini digunakan untuk mengukur seberapa besar hutang jangka panjang digunakan untuk investasi pada sektor aktiva. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan semakin besar hutang jangka panjang yang digunakan untuk investasi ke dalam aktiva guna menghasilkan keuntungan. Perhitungan longterm debt to asset ratio (LDAR) dilakukan dengan menggunakan rumus: Longterm debt to asset ratio =
total hutang jangka panjang x 100% total aktiva
b. Longterm debt to equity ratio (LDER) Rasio ini menunjukknan hubungan antara jumlah pinjaman jangka panjang yang diberikan oleh kreditur dengan jumlah modal sendiri yang diberikan oleh pemilik perusahaan. Atau diartikan juga sebagai rasio yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan perusahaan dalam
membayar kewajiban jika perusahaan tersebut dilikuidasi. Menurut Warsono (2003:36) “rasio utang terhadap ekuitas menunjukkan seberapa besar hutang jangka panjang yang dapat dijamin dengan ekuitas saham”. Adapun rumus longterm debt to equity ratio (LDER): Longterm debt to equity ratio =
total hutang jangka panjang x 100% modal sendiri
C. Profitabilitas 1. Pengertian Profitabilitas Keberhasilan suatu perusahaan dalam memperoleh keuntungan merupakan ukuran sukses dari keberadaan perusahaan tersebut. Tapi bila ditelaah lebih jauh apakah keuntungan yang diperoleh sudah menggunakan sumber-sumber secara efektif dan efisien maka untuk mengetahuinya perlu diadakan penelitian lebih lanjut terhadap berbagai komponen yang turut serta dalam suatu perusahaan, salah satu tolak ukur yang sering digunakan adalah rasio profitabilitas. Profitabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba. Menurut Warsono (2003:36) “profitabilitas adalah benih dari sejumlah kebijakan dan keputusan perusahaan”. Ada beberapa pengukuran terhadap profitabilitas perusahaan dimana masing-masing pengukuran dihubungkan dengan volume penjualan, total aktiva dan modal sendiri. Menurut Harahap (1998:304) “rasio rentabilitas atau disebut juga profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan, dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang dan sebagainya”. Dari defenisi tersebut dapat bahwa profitabilitas adalah kemampuan
suatu perusahaan menggunakan aktivanya secara produktif untuk menghasilkan laba.
2. Rasio Pengukuran Profitabilitas Kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dapat diukur dengan menggunakan profitabilitas
rasio
profitabilitas.
mengukur
seberapa
Menurut besar
Warsono
kemampuan
(2003:37)
“rasio
perusahaan
dalam
menghasilkan keuntungan”. Adapun jenis-jenis rasio profitabilitas antara lain: a. Gross Profit Margin (GPM) Rasio ini berguna untuk mengetahui keuntungan kotor perusahaan dari setiap barang yang dijual. GPM sangat dipengaruhi oleh harga pokok penjualan. Bila harga pokok penjualan meningkat maka GPM akan menurun, begitu sebaliknya sehingga rasio ini mengindikasikan kemampuan perusahaan untuk berproduksi secara efisien. GPM =
(Penjualan bersih - HPP) x 100% Penjualan bersih
b. Net Profit Margin (NPM) Net profit margin menghitung sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih pada setiap penjualan yang dilakukan. Karena adanya unsur pendapatan dan biaya nonoperasional maka rasio ini tidak menggambarkan besarnya persentase keuntungan bersih yang diperoleh perusahaan untuk setiap penjualan. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus:
NPM =
Laba Bersih x 100% Penjualan
Net profit margin yang tinggi menandakan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat penjualan tertentu. NPM yang rendah menandakan penjualan yang terlalu rendah untuk tingkat biaya tertentu, atau biaya yang terlalu tinggi untuk tingkat penjualan tertentu, atau kombinasi dari kedua hal tersebut. Secara umum rasio yang rendah bisa menunjukkan ketidakefisienan manajemen. c. Return On Total Asset (ROA) Return on asset (ROA) menunjukkan berapa banyak laba bersih yang dapat diperoleh dari seluruh harta yang dimiliki oleh perusahaan. Rasio ini merupakan salah satu alat dalam mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dari setiap satu rupiah asset yang digunakan. Hasil pengembalian total aktiva atau total investasi menunjukkan kinerja
manajemen
dalam
menggunakan
aktiva
perusahaan
untuk
menghasilkan laba. Perusahaan mengharapkan adanya hasil pengembalian yang sebanding dengan dana yang digunakan. Hasil pengembalian ini dapat dibandingkan dengan penggunaan alternatif dari dana tersebut. Sebagai salah satu ukuran keefektifan, maka semakin tinggi hasil pengembalian, semakin efektiflah perusahaan tersebut dalam pemberdayaan aktivanya. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus: ROA =
Laba Bersih x 100% Total Aktiva
d. Return On Equity (ROE) Rasio
ini
menunjukkan
keberhasilan
atau
kegagalan
pihak
manajemen dalam memaksimumkan tingkat hasil pengembalian investasi pemegang saham dan menekankan pada hasil pendapatan sehubungan dengan jumlah hasil yang diinvestasikan. Rasio ini mengukur tingkat pengembalian atas investasi pemegang saham dan merupakan ukuran profitabilitas dari sudut pandang pemegang saham. Semakin tinggi rasio ini akan semakin baik karena akan memberikan tingkat pengembalian yang lebih besar pada pemegang saham. Rasio ini dihitung dari laba bersih dibagi rata-rata ekuitas, dan rata-rata ekuitas diperoleh dari ekuitas awal periode ditambah akhir periode dibagi dua. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus: ROE =
laba bersih x 100% rata - rata ekuitas
Meskipun rasio ini mengukur laba dari sudut pemegang saham, rasio ini tidak memperhitungkan dividen maupun capital gain untuk pemegang saham. e. Earning Per Share (EPS) Rasio ini menggambarkan besarnya pengembalian modal untuk setiap satu lembar saham. Semakin tinggi nilai EPS berarti semakin besar laba yang disediakan bagi pemegang saham, artinya EPS merupakan ukuran tingkat kesejahteraan para pemegang saham. Oleh karena itu, para investor lebih memilih untuk berinvestasi pada perusahaan yang menawarkan saham dengan nilai EPS yang tinggi. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus:
Laba Bersih x 100% Jumlah Saham Yang Beredar
EPS =
f. Payout Ratio (PR) Rasio ini menggambarkan persentase dividen kas yang diterima oleh pemegang saham terhadap laba bersih yang diperoleh perusahaan. Semakin tinggi rasio akan semakin menguntungkan bagi pemegang saham karena semakin besar tingkat pengembalian atas saham yang dimiliki. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus: PR=
Penjualan Bersih x 100% Rata - Rata Aktiva
Pada perusahaan dengan rencana perluasan usaha yang besar akan cenderung memberikan payout ratio yang lebih kecil karena persentase laba yang digunakan untuk cadangan yang lebih besar. g. Retention Ratio (RR) Retention ratio ditambah payout ratio sama dengan satu. Rasio ini menggambarkan persentase laba bersih yang digunakan untuk penambahan modal perusahaan.
Rasio ini dapat dihitung dengan rumus: RR =
Laba Ditahan Tahun Berjalan x 100% Laba Bersih
h. Productivity Ratio (PR) Rasio ini menggambarkan kemampuan operasional perusahaan dalam menjual dengan menggunakan aktiva yang dimiliki. Rasio produktivitas
yang rendah menunjukkan terjadinya ketidakefisienan dalam menggunakan asset yang dimiliki. Ketidakefisienan tersebut menuntut penghentian aset-aset yang menganggur sehingga biaya untuk asset akan bisa dikurangi atau bisa digunakan untuk investasi pada aktiva yang lebih produktif. Rasio ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus: PR =
Deviden Kas x 100% Laba Bersih
D. Tinjauan Penelitian Terdahulu
No 1
2
3
Peneliti (tahun) Imam Purhadi (2006)
Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu Judul Variabel Analisis Penelitian Pengaruh Variabel Regresi Struktur Modal independen Terhadap DAR, Profitabilitas LDAR, Perusahaan DER Barang Variabel Konsumsi Di dependen: BEI ROE
Optapiyanti Pengaruh (2009) Struktur Modal Terhadap Nilai Perusahaan Pada PT Unilever Indonesia Tbk
Variabel dependen: nilai perusahaan dan variabel independen: debt to equity ratio Mawar Sari Pengaruh Variabel Bulan Struktur Modal independen: Dalimunthe Terhadap debt to (2009) Profitabilitas equity ratio Pada (DER) Perusahaan Variabel Manufaktur Di dependen: BEI 2009 ROA, NPM
Analisis regresi linier
Analisis regresi linier
Hasil Penelitian DAR, LDAR dan DER serempak berpengaruh signifikan terhadap ROE dan secara parsial LDAR yang paling mempengaruhi profitabilitas Variabel independen memiliki pengaruh terhadap variabel dependen sebesar 4.03
DER memiliki pengaruh signifikan terhadap ROA, stuktur modal tidak berpengaruh terhadap NPM
Berikut ini adalah uraian dari tabel tinjauan penelitian terdahulu yang diuaraikan sebagai berikut: •
Imam Purhadi (2006) meneliti tentang pengaruh struktur modal terhadap profitabilitas perusahaan barang konsumsi terbuka di Bursa Efek Indonesia. Penelitian dilakukan selama enam tahun mulai tahun 2000 hingga 2006. Penelitian ini menunjukkan variabel independen (DAR, LDAR dan DER) secara serempak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen yaitu ROE dan LDAR merupakan variabel yang paling dominan mempengaruhi ROE.
•
Optapiyanti (2009) meneliti tentang pengaruh struktur modal terhadap nilai perusahaan pada PT Unilever Indonesia. Penelitian dilakukan selama lima belas triwulan yaitu dari tahun 2004 hingga 2008. Penelitian ini menggunakan variabel dependen laba operasi dan variabel independen debt to equity ratio. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen.
•
Mawar Sari Bulan Dalimunthe (2009) meneliti tentang pengaruh struktur modal terhadap tingkat profitabilitas perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Penelitian dilakukan pada periode 2006 hingga 2007. Penelitian ini menggunakan DER sebagai variabel independen dan ROA dan NPM sebagai variabel dependen. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa DER memiliki pengaruh signifikan terhadap ROA dan tidak berpengaruh terhadap NPM.
E. Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian 1. Kerangka Konseptual Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independennya adalah rasio keuangan yang terdiri dari total hutang terhadap aktiva (debt ratio), total hutang terhadap ekuitas (debt to equity ratio-DER), longterm debt to asset ratio (LDAR) dan longterm debt to equity ratio (LDER). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah earning per share yang digunakan dalam menghitung profitabilitas. Berdasarkan latar belakang masalah, tinjauan pustaka dan tinjauan penelitian terdahulu, maka dirumuskan kerangka konseptual penelitian pada gambar berikut.
Total kewajiban terhadap total aktiva (debt ratio-DR) (X1) Total utang terhadap ekuitas (debt to equity ratio-DER) (X2)
Earning per share EPS (Y)
Longterm debt to asset ratio (LDAR) (X3) Longterm debt to equity ratio (LDER) (X4)
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
2. Hipotesis Penelitian Menurut Erlina (2008:49) “hipotesis adalah preposisi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris”. Preposisi merupakan ungkapan atau pernyataan yang dapat dipercaya, disangkal atau diuji kebenarannya mengenai konsep atau konstruk yang menjelaskan fenomena-fenomena. Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual, maka hipotesis dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Ha1:
Ada hubungan positif antara debt ratio (DR) dengan earning per share (EPS).
Ha2:
Ada hubungan positif antara debt to equity ratio (DER) dengan earning per share (EPS).
Ha3:
Ada hubungan positif antara longterm debt to asset ratio (LDAR) dengan earning per share (EPS).
Ha4:
Ada hubungan positif antara longterm debt to equity ratio (LDER) dengan earning per share (EPS).