7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka yang penulis gunakan dalam penelitian ini mengacu pada tulisan-tulisan yang berkaitan dengan penelitian mengenai “Implementasi Kebijakan Pemerintah Kota terhadap Standarisasi Pembangunan Condominium Hotel di Denpasar”. Adapun tulisan-tulisan atau penelitian yang menjadi referensi penulisdiantaranya: Tulisan atau penelitian skripsi karya Iriani (2013)yang berjudul Kebijakan Pemerintah Kota Malang Dalam Pemberian Izin Pembangunan Apartemen kepada Pengembang di Wilayah Kelurahan Penanggungan.Penulis memiliki kesamaan dengan penelitian karya Iriani (2013) yaitu memfokuskan penelitiannya kepada dampak dari pembangunan condotel terhadap lingkungan sekitar.Dalam penelitian ini dipaparkan bahwa perizinan untuk pembangunan condotel tidak berpihak kepada warga sekitar lingkungan, karena berdampak pada tidak adanya tujuan yang transparan kepada warga dan juga kesimpangsiuran fungsi dari bangunan tersebut.Tanpa adanya keterangan yang jelas disurat izin semestinya dapat dipergunakan semaksimal mungkin.Selain itu dampak yang muncul dari pembangunan condotel ialah pencemaran lingkungan, dimana dalam hal ini justru merugikan warga sekitar condotel tersebut dibangun. Berdasarkan dari pengamatan dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti terdapat beberapa perubahan kondisi sosial bermasyarakat, diantaranya adalah meningkatnya
8
kemacetan yang sudah mulai sering terjadi di pagi hari, dan hilangnya rasa nyaman warga karena padatnya hunian di lingkungan yang menyebabkan seringnya terjadi tindakan kriminal seperti penjambretan, perampokan dll. Tulisan atau penelitian skripsi selanjutnya ialah karya Maysyarah (2011) yang berjudul “Condominium Hotel di Kota Semarang”. Dalam tulisan ini Maysyarah (2011) lebih memfokuskan terhadap pembangunan condotel, dimana pemerintah kota Semarang memiliki visi untuk menjadikan dan meningkatkan kota Semarang sebagai kota metropolitan yang berbasis pada aktifitas perdagangan dan jasa. Dan layak untuk bersaing dengan kota-kota besar lainnya di luar sana.Disini Maysyarah (2011) lebih mengkritik dan memberikan saran agar pemerintah dapat memperhatikan potensi, kendala, kualitas atau standarisasi pendirian condotel di Semarang.Condotel tersebut di desain di atas tapak tersebut memenuhi kriteria sebagai hunian yang layak untuk disewakan, dijual, dihuni. Berdasarkan dengan kebijakan dan aturan yang berlaku, keadaan sosial budaya masyarakat, peta kondisi wilayah seperti pola penggunan lahan, jaringan utilitas, transportasi dan jenis tanah harus diperhatikan sebelum izin dari pendirian condotel tersebut dikeluarkan.Terutama fasilitas-fasilitas yang disediakan pada condotel yang menjadi daya tarik maupun harga jual suatu condotel. Sehingga nantinya
pembangunan
condotel
ini
menjadi
lebih
bermanfaat
untuk
meningkatkan perekonomian kota Semarang dan tidak merugikan lingkungan serta warga sekitar. Tulisan dan penelitian skripsi yang terakhir ialah karya Mastuty (2014) yang berjudul “Implementasi Kebijakan Pemerintah Provinsi Bali Dalam
9
Moratorium Pembangunan Infrastruktur Akomodasi
Pariwisata Hotel Di
Kabupaten Badung”.Dalam penelitian ini peneliti menjelaskan bahwa adanya kejenuhan pembangunan akomodasi infrastruktur pariwisata di wilayah Bali selatan.Perlu adanya kebijakan moratorium guna untuk pemberhentian sementara pembangunan akomodasi infrastruktur pariwisata.Di karenakan wilayah Bali selatan telah mengalami pertumbuhan akomodasi pariwisata yang pesat sehingga mengalami “overcapacity”.Dengan adanya kebijakan Moratorium Akomodasi Pariwisata Hotel, maka harus adanya implementasi dari kebijakan yang telah di keluarkan oleh pemerintah Kabupaten Badung . Namun dalam pengimplementasian ini peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mengakibatkan tidak maksimalnya kebijakan moratorium akomodasi hotel di Kabupaten Badung disebabkan oleh komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi yang tidak berjalan secara
optimal.
Masing-masing
dari
faktor
memiliki
kendala
dan
permasalahannya sendiri.Sehingga regulasi diantara keempat faktor penting keberhasilan implementasi kebijakan jauh dari yang di harapkan. Adanya perbedaan dari penelitian terdahulu yang telah diteliti baik dari skripsi karya Iriani (2013) yang lebih memfokuskan terhadap lingkungan sekitarnya.Di mana adanya beberapa dampak negatif terhadap warga sekitar dan lingkungan sekitarnya akibat dari pembangunan condotel.Dan skripsi karya Maysyarah (2011) membahas standar pola penggunaan lahan, jaringan utilitas dan jenis tanah sebelum dikeluarkan izin pendirian dan dilaksanakan pembangunan condotel tersebut.Skripsi karya Mastuty (2014)tentang implementasi dari
10
kebijakan pemerintah Kabupaten Badung terkait moratorium pembangunan infrastruktur akomodasi pariwisata khusunya hotel di Kabupaten Badung. Penelitian yang akan saya teliti lebih membahas tentang Implementasi dari kebijakan pemerintah kota Denpasar yang telah ada dan di berlakukan. Terkait dengan Peraturan Walikota Denpasar Nomor 42 tahun 2007 terhadap standar dari bangunan khususnya condominium hotel di Kota Denpasar. 2.2 Kerangka Konsep dan Teori Konsep merupakan sebuah abstraksi yang mewakili suatu obyek, sifat obyek, atau suatu fenomena tertentu.Jadi konsep adalah sebuah kata yang melambangkan suatu gagasan atau merujuk pada sifat-sifat dari obyek yang dipelajarinya (Mas’oed, 1990).Konsep juga dapat diartikan sebagai suatu simbol yang menunjuk pada suatu pengertian tertentu (Gulo 2000). Sedangkan teori adalah pernyataan yang menghubungkan konsep-konsep secara logis (Mas’oed 1990).Dimana dalam hal ini teori berarti seperangkat konsep, definisi dan preposisi yang saling berhubungan yang disusun secara sistematis sebagai hasil dari penulisan ilmiah terdahulu dengan menggunakan seperangkat metodologi penulisan tertentu untuk menjelaskan gejala tertentu atau hubungan-hubungan dalam fenomena yang sedang diteliti. Dalam bab ini penulis akan memaparkan beberapa teori, diantaranya : 2.2.1
Teori Kebijakan Publik Disetiap daerah dalam suatu negara tentunya kita memiliki suatu kebijakan
yang berguna untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditentukan oleh pemerintah.Kebijakan lebih sering dipergunakan dalam konteks tindakan yang
11
dilakukan oleh para aktor dan institusi-institusi pemerintah, serta perilaku negara pada umumnya. Kebijakan tidak dapat terlepas akan adanya suatu keputusan pemerintah. Sedangkan membahas tentang publik kita tidak dapat terlepas dari tiga konotasi yaitu pemerintah, masyarakat dan umum.Dalam penelitian ini penulis memaparkan beberapa teori dari tokoh terkemuka terkait dengan kebijakan publik. Beberapa tokoh yang mengemukakan teori tentang kebijakan publik diantaranya: Menurut Budi Winarno (2007:15) di dalam kehidupan yang modern sekarang ini, kita tidak dapat lepas dengan apa yang di sebut dengan kebijakan publik. Tentunya kebijakan-kebijakan tersebut kita temukan di dalam bidang kesejahteraan sosial baik dalam bidang kesehatan, perumahan rakyat, pertanian, pembangunan ekonomi, hubungan luar negeri, pendidikan nasional dan lain sebagainya. David Easton dalam Miftah Thoha (1992) mengungkapkan bahwa kebijakan publik merupakan alokasi nilai yang otoritatif untuk seluruh masyarakat akan tetapi hanya pemerintahlah yang dapat bebuat secara otoritatif untuk seluruh masyarakat, dan semuanya yang dipilih oleh pemerintah untuk dikerjakan atau untuk tidak dikerjakan adalah hasil-hasil dari alokasi nilai-nilai tersebut. Sedangkan Edward III dan Sharkansky dalam Purwo (2004) menyatakan bahwa kebijakan publik adalah apa yang dikatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah. Kebijakan negara itu berupa sasaran atau tujuan dari berbagai program pemerintahan.Selain itu Edward III dan Sharkansky juga mengemukakan
12
bahwa kebijakan dapat ditetapkan secara jelas dalam berbagai peraturan perundang-undangan, atau dalam bentuk pidato pejabat pemerintah. Penjelasan mengenai kebijakan publik juga diungkapkan oleh Carl Friedrich dalam Winarno, Budi (2002).Carl Friedrich memaparkan kebijakan publik adalah suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan hambatanhambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu sasaran atau maksud tertentu.Selain itu, Chandler and Plano (1988) dalam Tangkilisan (2003) juga menjelaskan bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya-sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Abdul Wahab (2010: 22-24) mengemukakan ciri-ciri kebijakan publik yaitu ciri-ciri khusus yang melekat pada kebijakan publik bersumber pada kenyataan bahwa kebijakan itu dirumuskan oleh orang-orang yang memiliki wewenang dalam sistem politik, misalnya pada para ketua adat, ketua suku, eksekutif, legislator, hakim, administrator, dan lain sebagainya. Oleh karena itu ciri-ciri kebijakan publik sebagaimana yang terdapat dalam Abdul Wahab adalah : a. Kebijakan publik lebih merupakan tindakan yang mengarah pada tujuan dari pada sebagai perilaku atau tindakan yang serba acak dan kebetulan.
13
b. Kebijakan pada hakekatnya terdiri atas tindakan-tindakan yang saling berkait dan berpola yang mengarah pada tujuan tertentu yang dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah dan bukan merupakan keputusan yang berdiri sendiri. c. Kebijakan bersangkut paut dengan apa yang dilakukan pemerintah dalam bidang tertentu. d. Kebijakan publik mungkin berbentuk positif, mungkin pula negatif, kemungkinan meliputi keputusan-keputusan pejabat pemerintah untuk tidak bertindak atau tidak melakukan tindakan apapun dalam masalahmasalah dimana justru campur tangan pemerintah diperlukan. Dalam AG Subarsono (2005:3) dari hirarkinya dapat kita lihat bahwa kebijakan publik dapat bersifat nasional, regional maupun lokal seperti Undangundang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Pemerintah Provinsi, Peraturan Pemerintah Kabupaten/Kota dan Keputusan Walikota. Sebagaimana juga yang diatur di dalam Undang-undang No.10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan pasal 7 yang mengatur jenis dan hirarki Peraturan Perundang-undangan sebagi berikut : a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang c. Peraturan Pemerintah d. Peraturan Presiden e. Peraturan Daerah
14
Michael Howlet dan M. Ramesh (1995:11) menyatakan bahwa proses kebijakan publik terdiri dari lima tahapan : 1.
Penyusunan agenda (agenda setting), yakni agar suatu masalah bisa mendapatkan perhatian dari pemerintah.
2.
Formulasi kebijakan (policy formulation), yakni proses dari perumusan pilihan-pilihan kebijakan oleh pemerintah.
3.
Pembuatan kebijakan (decision making), yakni proses ketika pemerintah memilih untuk melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan.
4.
Implementasi kebijakan (policy implementation), yaitu proses untuk melakukan suatu kebijakan guna mendapatkan suatu hasil.
5.
Evaluasi kebijakan (policy evaluation), yaitu tahap memonitor dan menilai hasil dari kebijakan.
15
Hasil ini sesuai dengan proses kebijakan publik Wiliam N. Dunn (1994:17) yang dapat kita lihat pada gambar berikut :
Gambar 2.1 Proses Kebijakan Publik
Perumusan Masalah
Forecasting
Rekomendasi
Monitoring
Evaluasi
Penyusunan Agenda
Formulasi Kebijakan
Adopsi Kebijakan
Implementasi Kebijakan
Penilaian Kebijakan
Menurut Suharno (2010: 52) proses pembuatan kebijakan merupakan pekerjaan yang rumit dan kompleks dan tidak semudah yang dibayangkan. Hal penting yang harus diwaspadai dan selanjutnya dapat diantisipasi adalah dalam pembuatan kebijakan sering terjadi kesalahan umum. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan kebijakan adalah:
16
1. Adanya pengaruh tekanan-tekanan dari luar Tidak jarang pembuat kebijakan harus memenuhi tuntutan dari luar atau membuat kebijakan adanya tekanan-tekanan dari luar. 2. Adanya pengaruh kebiasaan lama Dalam membuat kebijakan baru, suatu organisasi sering mempertahankan kebiasaan lama pada kebijakan sebelumnya karena dipandang memuaskan, meskipun kebijakan sebelumnya memiliki kritikan dan perlu diubah. 3. Adanya pengaruh sifat-sifat pribadi Berbagai kabijakan yang dibuat oleh para pembuat kebijakan banyak dipengaruhi oleh sifat-sifat pribadinya.Sifat pribadi merupakan faktor yang berperan besar dalam penentuan keputusan/kebijakan. 4. Adanya pengaruh dari kelompok luar Lingkungan sosial dari para pembuat kebijakan juga berperan besar. 5. Adanya pengaruh dari keadaan masa lalu Maksud dari faktor ini adalah bahwa pengalaman latihan dan pengalaman sejarah
pekerjaan
yang
terdahulu
berpengaruh
pada
pembuatan
kebijakan.Misalnya seorang mengkhawatirkan pelimpahan wewenang yang dimilikinya kepada orang lain karena khawatir disalah gunakan (Suharno: 2010: 52-53).
17
2.2.2
Teori Implementasi Kebijakan Implementasi merupakan suatu kajian mengenai studi dari kebijakan yang
lebih mengarah kepada proses pelaksanaan dari suatu kebijakan. Aneta (2010) dalam jurnalnya menjelaskan bahwa implementasi kebijakan publik merupakan salah satu aktivitas dalam proses kebijakan publik yang menentukan apakah sebuah kebijakan itu bersentuhan dengan kepentingan publik serta dapat diterima oleh publik. Aneta (2010) menekankan bahwa dalam tahapan perencanaan dan formulasi kebijakan dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya, akan tetapi jika pada tahapan implementasinya tidak diperhatikan optimalisasinya, maka tentu tidak jelas apa yang diharapkan dari sebuah produk kebijakan itu. Selain itu teori mengenai implementasi juga diungkapkan oleh Widodo (2008).Dalam hal ini Widodo (2008) memberikan pengertian bahwa implementasi berarti menyediakan sarana untuk melaksanakan suatu kebijakan dan dapat menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu tertentu. Berdasarkan teori yang dikemukakan beberapa tokoh diatas menyimpulkan bahwa dalam prakteknya implementasi merupakan proses yang kompleks yang melibatkan berbagai aktor serta menggunakan berbagai sumber daya dalam pelaksanaanya. Implementasi merupakan tahapan yang krusial dan menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan proses kebijakan. Bagaimanapun baiknya suatu kebijakan jika tidak diimplementasikan tidak akan menimbulkan dampak atau tujuan yang diinginkan. Pernyataan ini selaras dengan pendapat yang dikemukakan oleh Hoogerwerf (1982) yang menjelaskan “Agar suatu kebijakan
18
dapat
memberikan
hasil
yang
diharapkan,
maka
kebijakan
itu
harus
dilaksanakan.Pelaksanaan kebijakan dapat didefinisikan sebagai pengggunaan sarana-sarana yang dipilih untuk mencapai tujuan-tujuan yang dipilih dan ingin direalisasikan”. Berhasil atau tidaknya pencapaiam tujuan di pertegas oleh Udoji di kutip oleh Agustino (2006:139).Pelaksanaan kebijakan merupakan sesuatu yang sangat penting bahkan lebih penting daripada pembuatan kebijakan tersebut. Pembuatan kebijakan hanya akan sekedar berupa impian atau rencana yang bagus yang tersimpan dengan rapi dalam arsip jika tidak diimplementasikan. Pengertian dari implementasi kebijakan menurut Mufiz yang dikutip olehKahya dan Zenju (1996:45) ialah aktifitas-aktifitas yang dilakukan untuk melaksanakan suatu kebijakan secara efektif. Kesulitan yang timbul di dalam tahap ini adalah sukarnya menentukan hasil kebijakan, karena adanya dampak yang tidak terantisipasi sebelumnya. Berdasarkan definisi tersebut dapat di ketahui bahwa implementasi kebijakan menyangkut tiga hal, yaitu : a. Adanya tujuan ataupun sasaran kebijakan b. Adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan c. Adanya hasil dari kegiatan tersebut Berbagai indikator telah di kembangkan untuk dapat mengukur tingkat keberhasilan dalam implementasi suatu kebijakan publik karena suatu kebijakan biasanya
mudah
dalam
pengimplentasiannya.
formulasinya
akan
tetapi
sangat
sulit
dalam
19
Berikut ini adalah model dari implementasi kebijakan yang di kembangkan oleh Edward III yang di kutip oleh Winarno (2002) yakni : 1. Komunikasi Terdapat tiga indikator yang dapat di pakai di dalam mengukur keberhasilan
dari
variable
komunikasi,
transmisi
penyaluran
komunikasi yang baik akan menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali yang terjadi di dalam penyaluran komunikasi adalah adanya salah pengertian dikarenakan komunikasi telah melalui beberapa tingkat dari birokrasi, sehingga apa yang di harapkan terhambat di tengah jalan. Kejelasan komunikasi yang di terima oleh para
pelaksana
kebijakan
haruslah
jelas
dan
tidak
membingungkan.Ketidakjelasan pesan kebijakan tidaklah selalu menghalangi jalannya implementasi, pada tataran tertentu, para pelaksana membutuhkan fleksibilitas dalam melaksanakan kebijakan. Konsistensi perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi haruslah suatu konsistensi dan jelas. 2. Sumberdaya Sumberdaya merupakan hal yang utama di dalam implementasi kebijakan yakni staff.Sangat diperlukan staff yang ahli dan mampu dalam mengimplementasikan suatu kebijakan. Yang kedua adalah informasi,
informasi
berhubungan
dengan
cara
melaksanakan
20
kebijakan, implementator harus mengetahui apa yang mereka lakukan disaat mereka diberi perintah untuk melakukan tindakan.
3. Disposisi Menurut Edward III disposisi merupakan sikap, watak atau karakteristik dari pelaksana kebijakan, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementator memiliki disposisi yang baik maka ia dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diingkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementator memiliki sikap dan perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan pun juga menjadi tidak efektif. 4. Struktur Birokrasi Struktur organisasi yang mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu yang dapat mendongkrak kinerja dari struktur birokrasi/organisasi ke arah yang lebih baik, adalah melakukan Standart Operating Procedures (SOPs). SOP akan menjadi pedoman bagi implementator dalam bertindak. Struktur birokrasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan struktur birokrasi yang rumit dan kompleks. Menurut Merilee S. Grindle ada dua variable yang dapat mempengaruhi implementasi kebijakan publik. Keberhasilan implementasi suatu kebijakan publik dapat diukur dari proses pencapaian hasil akhir, yaitu tercapai atau tidaknya
21
tujuan yang ingin diraih. Hal ini dikemukakan Grindle, di mana pengukuran keberhasilan implementasi kebijakan dapat dilihat dari dua hal yaitu : 1. Dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan kebijakan sesuai dengan yang telah di tentukan dengan merujuk kepada aksi kebijakannya. 2. Apakah tujuan kebijakan tercapai dimensi ini dapat di ukur dengan melihat dua faktor, yaitu: impak atau efeknya pada masyarakat secara individual dan kelompok, tingkat perubahan yang terjadi pada penerimaan kelompok sasaran perubahan yang terjadi. 2.2.3 Konsep Condotel Secara umum istilah mengenai condotel merupakan gabungan dari dua istilah yaitu “condominium” dan “hotel”.Konsep condominium hotel merupakan penggabungan dari konsep kepemilikan condominium (rumah susun) dan sistem pengoperasian hotel dalam suatu bagunan bertingkat. Pada mulanya, condominium atau rumah susun hanya dimanfaatkan sebagai wadah pemenuhan akan kebutuhan tempat tinggal oleh masyarakat di Indonesia. Namun seiring berkembangnya zaman, metode pemanfaatan bangunan condominium juga semakin berkembang.Condominium pada zaman sekarang ini sudah tidak hanya dimanfaatkan sebagai hunian, namun juga digunakan untuk berbagai tujuan investasi.Condotel atau condominium hotel berbeda dengan rumah peristirahatan biasa yang tidak produktif saat tidak digunakan. Pada saat pemiliknya tidak menempati bangunan tersebut, condominium hotel tetap beroperasi dengan cara disewakan layaknya hotel.
22
Menurut peraturan Walikota Denpasar, condotel yang memiliki definisi sebagai berikut: Bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal yang merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, tanah bersama dan difungsikan sebagai hotel berbintang. (Peraturan Walikota Denpasar Nomor 42 Tahun 2007 tentang Bangunan Condominium Hotel (Condotel) Walikota Denpasar) Sehingga adapun peruntukan dari condotel adalah sebagai sarana investasi sehingga uang yang ditanamkan oleh investor dapat berputar. Disamping memperoleh biaya sewa para investor juga dapat menikmati condotel secara cuma-cuma berikut fasilitasnya dengan tenggang waktu yang diatur bersama sama dengan pengelola. 2.2.4 Konsep Tata Ruang Kota Bali memiliki konsep tata ruang tradisional yang unik, yaitu tata ruang makro-regional dan mikro-arsitektur.Konsep dari tata ruang di Balipun berdasarkan pada desa. Pada dasarnya desa-desa ini telah berkembang dan akhirnya menjadi kota. Denpasar merupakan ibukota provinsi Bali, memiliki visi “Denpasar sebagai Kota Budaya”.Menurut visi ini maka pembangunan tata ruang di Bali berdasarkan konsep-konsep budaya yang ada di Bali sendiri. Denpasar memiliki peluang pengembangan wilayah yang pesat, di sisi lain visi pembangunanKota Denpasar dikembangkan dalam perwujudan Denpasar
23
Kota Berbudaya yang berlandasan Tri Hita Karana. Membutuhkan kearifan dalam konsep penataan ruang. Agar memberi ruang kepada peningkatan kegiatan perekonomian dengan tetap memelihara kelestarian budaya dan lingkungan wilayah Kota Denpasar. Untuk mengarahkan pembangunan di wilayah Kota Denpasar dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan keseimbangan pemanfaatan ruang. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) dan Perda Provinsi Bali nomor 16 Tahun 2009 tentang RTRWP Bali. Denpasar merupakan kota inti kawasan dari perkotaan Sarbagita sebagai kawasan Strategis Nasional.Membutuhkan koordinasi penataan struktur ruang dan pola ruang wilayah Nasional, wilayah Provinsi Bali dan wilayah kabupaten sekitar dalam kerangka Kawasan Perkotaan Sarbagita.
24
2.2.5 Kerangka Pemikiran
Gambar 2.2 Kerangka Berfikir
Pertumbuhan Condotel di Kota Denpasar
Peraturan Walikota Denpasar No. 42 tahun 2007
Pembangunan Wilayah Kota: Lokasi Condotel Bentuk & Bangunan Condotel Prasarana Lingkungan
Implementasi Kebijakan Edward III :
Komunikasi Sumber Daya Disposisi Struktur Birokrasi
Implementasi Standarisasi Pendirian Condotel di Kota Denpasar
Kesimpulan & Saran
25
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas dapat jelas terlihat pada pertumbuhan condotel di Kota Denpasar akhir-akhir ini sangatlah marak dan tentunya tidak bisa terlepas dari Peraturan Walikota Denpasar No.42 Tahun 2007.Baik yang mengatur tentang lokasi pendirian, bentuk dan bangunannya, maupun prasarana lingkungannya dan lain-lain.Tentunya dibantu oleh indikator implementasi kebijakan untuk pengawasan, pengendalian dan pembinaan. Mencakup komunikasi antar pengawas kebijakan yang baik, lancar dan konsisten dan untuk mengetahui apa tujuan dan sasaran dari di buatnya suatu kebijakan dan sumber daya yang merupakan hal yang terpenting di dalam pengawasan, tanpa adanya sumberdaya suatu kebijakan atau peraturan hanya menjadi dokumen. Di dalam memilih sumberdaya disposisi merupakan karakteristik yang sangat diperlukan agar dapat terkumpul sumberdaya yang mendukung kebijakan yang telah dibuat dan memiliki komitmen maupun kejujuran.Pentingnya struktur dari birokrasi untuk menjadi suatu pedoman dalam pelaksanaan pengawasan kebijakan agar para pengawas dapat mengetahui batasan-batasan yang mereka miliki.Jika semua pengimplementasian kebijakan berjalan dengan baik maka dapat dikatakan berhasil, suatu kebijakan yang di buat dan diterapkan untuk menuju ke arah yang lebih baik.