BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pengertian Masyarakat dan Komunitas Masyarakat adalah kesatuan yang tetap dari orang-orang yang hidup di daerah
tertentu dan bekerja sama di dalam kelompok-kelompok, berdasarkan kebudayaan yang sama untuk mencapai kepentingan yang sama. Di mana suatu masyarakat umumnya memiliki teritori yang sama dengan batas-batas geografis yang sudah ditetapkan, batas-batas ini menjadi petunjuk tentang eksistensi atau keberadaan suatu kelompok masyarakat. Istilah komunitas (community) dalam buku-buku sosiologi barat digunakan berganti-ganti dan diberi artai masyarakat (society) kota (city) kampung (neighbourhoad). Kata komunitas berasal dari kata latin communire (communio) yang berarti memperkuat dan dari kata ini dibentuk istilah communitas yang artinya persatuan, persaudaraan, umat/jemaat, kumpulan bahkan masyarakat (Puspito, 1989 dalam Imbiri, 2004). Adapun ciri-ciri komunitas adalah sebagai berikut: 1.
Kesatuan hidup yang teratur dan tetap dan memiliki ciri tersendiri
2. Bersifat teritorial, yaitu unsur tanah dan daerah yang sama, anggota komunitas benar-benar terpaku dan terpadu pada tanah (teritorium) dan mungkin saja ada pertalian darah, tradisi dan nasib yang sama dan menjadi unsur yang sangat penting.
Universitas Sumatera Utara
Di dalam komunitas dapat ditemukan sejarah komunitas tertentu, struktur dan juga aktifitas serta kepemimpinan dari komunitas tersebut apakah bersifat komunal atau sendiri-sendiri serta harta kekayaan atau asset yang dimiliki, tentu saja dalam batas geografis tertentu sebagai teritorinya.
2.2.
Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan dari asal kata “daya”. Daya artinya “kekuatan”. Jadi
pemberdayaan adalah “penguatan”, yaitu penguatan yang lemah. Pemberdayaan masyarakat menurut versi Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa adalah: a) penguatan masyarakat yang lemah, dan b) pengembangan aspek pengetahuan, sikap mental dan ketrampilan masyarakat melalui pemberdayaan, bagaimana masyarakat secara bertahap dapat bergerak dari kondisi tidak tahu, tidak mau dan tidak mampu menjadi tahu, mau dan mampu. Menurut Kartasasmita (2000) yang dimaksud dengan pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat kita yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain, memberdayakan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum
nilai-nilai
sosial.
Konsep
ini
mencerminkan
paradigma
baru
pembangunan, yakni yang bersifat "people-centered, participatory, empowering, and sustainable" (Chambers, 1995 dalam Kartasasmita, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Konsep ini lebih luas dari hanya semata-mata memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih lanjut (safety net), yang pemikirannya belakangan ini banyak dikembangkan sebagai upaya mencari alternatif terhadap konsep-konsep pertumbuhan di masa yang lalu. Konsep ini berkembang dari upaya banyak ahli dan praktisi untuk mencari apa yang
antara lain oleh Friedman (Kartasasmita, 2001)) disebut alternative
development, yang menghendaki “inclusive democracy, appropriate economic growth, gender equality and intergenerational equity”. Menurut Pranarka (2006) mengemukakan pemberdayaan dapat diartikan sebagai upaya untuk mengubah keadaan seseorang atau kelompok agar yang bersangkutan menjadi lebih berdaya. Pemberdayaan mendorong terjadinya suatu proses perubahan social yang memungkinkan orang-orang pinggiran yang tidak berdaya untuk memberikan pengaruh yang lebih besar di arena politik secara lokal maupun nasional.
2.3.
Kearifan Lokal Dalam pengertian kamus, kearifan lokal (lokal wisdom) terdiri dari dua kata:
kearifan (wisdom) dan lokal (lokal). Dalam Kamus Inggris Indonesia John M. Echols dan Hassan Syadily, lokal berarti setempat, sedangkan wisdom (kearifan) sama dengan kebijaksanaan. Secara umum maka lokal wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (lokal) yang bersifat bijaksana, penuh
Universitas Sumatera Utara
kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Dalam disiplin antropologi dikenal istilah lokal genius Gobyah (2003), mengatakan bahwa kearifan lokal (lokal genius) adalah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Kearifan lokal merupakan perpaduan antara nilai-nilai suci firman Tuhan dan berbagai nilai yang ada. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya
masyarakat setempat
maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung didalamnya dianggap sangat universal. Menurut Nyamai-Kisia (2010), kearifan lokal adalah sumber pengetahuan yang diselenggarakan dinamis, berkembang dan diteruskan oleh populasi tertentu yang terintegrasi dengan pemahaman mereka terhadap alam dan budaya sekitarnya. Kearifan lokal adalah dasar untuk pengambilan kebijakkan pada level lokal di bidang kesehatan, pertanian, pendidikan, pengelolaan sumber daya alam dan kegiatan masyarakat pedesaan Dalam kearifan lokal, terkandung pula kearifan budaya lokal. Kearifan budaya lokal sendiri adalah pengetahuan lokal yang sudah sedemikian menyatu dengan sistem kepercayaan, norma, dan budaya serta diekspresikan dalam tradisi dan mitos yang dianut dalam jangka waktu yang lama. Jadi, untuk melaksanakan pembangunan disuatu daerah, hendaknya pemerintah mengenal lebih dulu seperti apakah pola pikir dan apa saja yang ada pada daerah yang menjadi sasaran pembangunan tersebut, adalah sangat membuang tenaga
Universitas Sumatera Utara
dan biaya jika membuat tempat wisata tanpa memberi pembinaan kepada masyarakat setempat bahwa tempat wisata tersebut adalah "ikon" atau sumber pendapatan yang mampu mensejahterakan rakyat didaerah itu. Atau lebih sederhananya, sebuah pembangunan akan menjadi sia-sia jika pemerintah tidak mengenal kebiasaan masyarakat atau potensi yang tepat untuk pembangunan didaerah tersebut.
2.4.
Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat Siswanto
(2001),
mengatakan
bahwa
secara
empirik
banyak
studi
menunjukkan bahwa masyarakat lebih mampu, mengidentifikasi, menilai dan memformulasikan permasalahannya, baik fisik, sosial kultural maupun ekonomi dan kesehatan lingkungan, membangun visi dan aspirasi dan kemudian memprioritaskan, intervensi, merencanakan, mengelola, memonitor dan bahkan memilih tehnologi yang tepat. Masyarakat juga dapat memainkan peranan yang sesuai dengan kondisi fisik wilayah serta ketersediaan sumber daya yang ada dengan batasan-batasan yang lebih mereka kenal, sehingga pengelolaan sumberdaya alam yang menjadi bagian integral dalam kehidupan masyarakat lokal tepi Danau Toba tetap dapat dipakai dalam waktu yang relatif lebih lama dengan meminimalisir dampak yang akan muncul kemudian hari. Pomeroy and William (1994 dalam Imbiri, 2004), menyebutkan bahwa kunci keberhasilan dalam pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat adalah:
Universitas Sumatera Utara
(1)
Batas wilayah yang jelas terdefinisi. Batas fisik dari suatu kawasan yang akan dikelola harus dapat ditetapkan dan diketahui secara pasti oleh masyarakat. Dalam hal ini peranan pemerintah daerah dalam menentukan zoning dan sekaligus melegalilsasinya menjadi sangat penting, batas-batas wilayah tersebut harus berdasarkan sebuah ekosistem, sehingga sumberdaya alam tersebut lebih mudah untuk diamati dan dipahami.
(2) Kejelasan keanggotaan. Segenap pengguna yang berhak memanfaatkan sumberdaya alam di suatu kawasan dan berpartisipasi dalam pengelolaan daerah tersebut harus dapat diketahui dan didefinisikan dengan jelas, jumlah pengguna tersebut seoptimal mungkin tidak boleh terlalu banyak, sehingga proses komunikasi daria mayarakat yang dilakukan lebih efektif. (3) Keterikatan dalam kelompok. Kelompok masyarakat yang terlibat hendaknya tinggal secara tetap di dekat wilayah pengelolaan. Dalam konteks ini, maka kebersamaan masyarakat akan baik dalam hal etnik, agama, metode pemanfaatan, keabutuhan harapan dan sebagainya. (4) Manfaat harus lebih besar dari biaya. Setiap komponen masyarakat di sebuah kawasan pengelolaan mempunyai harapan bahwa manfaat yang diperoleh dari partisipasi masyarakat dalam konsep pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat akan lebih besaar dibanding
Universitas Sumatera Utara
biaya yang dikeluarkan. Dalam hal ini, salah satu komponen indikatornya dapata berupa rasio pendapatan relatif dari masyarakat lokal dan stakehoders lain. (5) Pengelolaan yang sederhana. Dalam model pengelolaan sumberdaya alam, salah satu kunci kesuksesan adalah penerapan peraturan yang sederhana namun terintegrasi. Proses monitoring dan penegakan hukum dapat dilakukan secara terpadu dengan basis masyarakat sebagai pemeran utama. (6) Legalisasi Pengelolaan Masyarakat lokal yang terlibat dalam pengelolaan membutuhkan pengakuan legal dari pemerintah daerah sehingga hak dan kewajibannya dapat terdefinisikan dengan jelas dan secara hukum terlindungi. Dalam hal ini jika hukum adat dalam suatu wilayah telah ada maka pemerintah seyogyanya memberikan legalisasi sehingga keberadaan hukum ini mempunyai kekuatan hukum yang lebih dalam penerapannya, baik setempat maupun stakeholders lain yang lerlibat, selain itu dengan adanya legalisasi semakin menumbuhkan kepercayaan
dan
kesadaran
masyarakat
akan
pentingnya
pengelolaan
sumberdaya alam yang lebih lestari. (7) Kerjasama dalam kepemimpinan masyarakat. Kunci sukses lain adalah adanya individu maupun kelompok inti yang bersedia melakukan upaya semaksimal mungkin demi berjalannya proses pengelolaan sumber daya alam, upaya tersebut termasuk kepemimpinan yang diterima semua pihak khususnya dalam kalangan masyarakat, selain itu program kemitraan antar
Universitas Sumatera Utara
segenap pengguna sumberdaya alam (pemerintah, masyarakat, swasta, LSM dan lain sebagainya) saling bermitra dalam setiap aktifitas ekonomi, sosial, keamanan dan lain-lain. (8) Desentralisasi dan pendelegasian wewenang. Pemerintah daerah sebagai bagian dari tripartit pengelolaan dengan model pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat ini perlu memberikan desentralisasi proses administrasi dan pendelegasian tanggunga jawab pengelolaan kepada kelompok masyarakat yang terlibat. (9) Koordinasi antara pemerintah dan masyarakat. Sebuah lembaga koordinasi atau semacam koordinasi pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat berada di luar masyarakat yang terlibat dan beranggotakan masyarakat lokal, stakeholders lainnya dan wakil pemerintah, merupakan hal yang penting pula dibentuk dalam rangka memonitor pengelolaan penyusunan lokal dan pemecahan konflik. (10) Pengetahuan, kemampuan dan kepedulian masyarakat. Dalam
rangka
memberikan
kepastian
bahwa
masyarakat
mempunyai
kemampuan dan pengetahuan dalam pengelolaan sumberdaya alam, maka diperlukan suatu upaya yang mampu memberikan peningkatan ketrampilan dan kepedulian masyarakat untuk turut serta secara aktif, responsif dan efektif dalam proses pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
2.5.
Sumberdaya Alam Sumberdaya alam merupakan salah satu unsur dari lingkungan hidup yang
terbentuk karena kekuatan alamiah sangat penting artinya dalam memenuhi berbagai kebutuhan dan keperluan manusia, Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 menyebutkan bahwa sumber daya adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumberdaya manusia, sumberdaya alam hayati, sumberdaya alam non hayati dan sumberdaya buatan. Berdasarkan penggunaannya sumberdaya alam dapat dikelompokkan: (1) sumberdaya alam penghasil energi seperti: air, matahari, arus laut; (2) sumberdaya alam penghasil bahan baku seperti: mineral, gas bumi, biotis dan lain-lain; (3) sumberdaya alam lingkungan hidup seperti udara dan ruangan, perairan, lansekap dan sebagainya. Sedangkan sumberdaya alam berdasarkan kemampuan untuk memperbaharui diri
telah
mengalami
gangguan
dapat
dikelompokkan
sebagai
berikut:
(1) unrenewablw resources yakni sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui atau dipulihkan seperti mineral, minyak bumi, tembaga, gas bumi dan lain-lain; (2) renewable resources, yakni sumberdaya alam yang dapat diperbaharui atau dipulihkan, seperti air, hutan dan sebagainya. Fauzi (2010) menyatakan bahwa dalam memahami sumberdaya alam, ada dua pandangan yang umumnya digunakan, Pertama adalah pandangan konservatif atau sering disebut juga pandangan pesimis atau perspektif Malthusian. Kedua adalah pandangan eksploitatif atau sering juga disebut sebagai perspektif Ricardian.
Universitas Sumatera Utara
Aset adalah kekayaan alam yang disebut dengan istilah properti. Pengertian aset menurut pembangunan berkelanjutan adalah berdasarkan tiga aspek pokok, yaitu: sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan infrastuktur. Tiga aspek pokok tersebut dapat diuraikan satu persatu sebagai berikut: 1. Sumberdaya alam adalah semua kekayaan alam yang dapat digunakan dan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan manusia. 2. Sumberdaya manusia adalah semua potensi yang ada pada manusia seperti akal pikiran, seni, ketrampilan dan sebagainya yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan bagi dirinya maupun orang lain atau masyarakaat pada umumnya. 3. Infrastruktur adalah sesuatu buatan manusia yang dapat digunakan sebagai sarana untuk kehidupan manusia dan sebagai sarana untuk dapat memanfaatkan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia dengan semaksimalnya, baik untuk saat ini maupun berkelanjutannya di masa yang akan datang. Kepemilikan dari aset-aset tersebut dapat jatuh kembali selama krisis berlangsung akan berkurang atau tidak mencukupi dan mereka harus melakukan efisiensi dalam mengelola aset atau sumber daya yang dimiliki. Beberapa kelompok yang rentan mungkin tidak dapat mengeksploitasi aset secara efektif dan ada kemungkinan menjual sebagian dari milik mereka atau aset yang dimiliki dan pada akhirnya kembali menjadi rentan. Sebagai contoh kepemilikan tanah oleh wanitawanita sebagai kepala rumah tangga tanpa kemampuan atau kecakapan menggunakan lahannya untuk kegiatan pertanian atau menggunakan tenaga kerja untuk kegiatan bercocok tanam. Kerentanan tidak hanya sekedar risiko untuk menjadi miskin karena
Universitas Sumatera Utara
degradasi lilngkungan alam tetapi juga merupakan risiko dari eksploitasi dan manipulasi dari kelompok-kelompok penguasa atau powerful group. Kemampuan untuk mengeluarkan pendapat dan melawan exploitasi adalah sangat penting. Asset management juga menyangkut 3 hal penting agar komunitas atau rumah tangga maupun perorangan dapat tetap eksis atau berada dalam keadaan yang lebih baik yaitu (Mani dalam Imbiri, 2006): 1. Protecting the Asset Base (Proteksi Aset). Kelompok yang rentan mungkin saja memiliki aset sumberdaya alam, tetapi tidak memiliki kemampuan untuk memproteksinya, sebagai contoh; petani dengan lahan yang luas dapat memonopoli pembagian irigasi dan nelayan dengan kapal besar dan pukat harimau dapat menekan atau mengurangi tangkapan nelayan kecil, atau perusahaan raksasa pemegang Hak Pengusahaan Hutan yang merugikan atau menyesengsarakan masyarakat lokal. Asset juga dapat terancam karena bencana alam seperti banjir dan longsor lahan dan kelompok rentan ini tidak memiliki kapasitas untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisi seperti ini. Pendekatan untuk memproteksi asset lebih difokuskan pada perbaikan komunitas dan pengelolaan sumberdaya alam dan transfer atau pengalihan tehnik-tehnik atau cara-cara memproteksi dan mengelola dan mengukur mitigasi yang dipakai untuk memproteksi dari risiko yang mungkin timbul. Pengelolaan asset dalam rangka proteksi ini dapat berupa perbaikan kesehatan, perbaikan gizi, pendidikan, tersedianya waktu untuk membicarakan perlindungan
Universitas Sumatera Utara
terhadap asset, kepemimpinan dari pemimpin informasi sangatlah memegang peranan yang penting. 2. Ekspanding the Asset Base (ekspansi aset). Ketidak seimbangan pemilikan asset karena perbedaan kelompok sosial ekonomi tertentu dapat menyebabkan kerentanan. Sebagai contoh; masyarakat yang tidak memiliki lahan pertanian di pedesaan dan penghuni kawasan kumuh di perkotaan, berada dalam kelompok yang rentan. Kebijakan untuk mengekspansi asset memang diperlukan, sebagai contoh; kebijakan land reform dimana dilakkukan distribusi kepemilikan tanah dan pemberian hak bagi mereka yang menempati lahan publik di daerah kumuh perkotaan, dengan cara kredit. Perbaikan infrastruktur seperti layanan air bersih dan sanitasi di daaerah miskin perkotaan dan akses irigasi bagi desa miskin. Dengan demikian Human Capital, dapat diperbaiki dengan pendidikan gratis atau bersubsidi, pelayanan kesehatan. Sosial capital, dapat diperluas dalam aktifitas komunitas dan ada asosiasi bagi wanita dan pemuda. Aset keuangan dapat berekspansi melalui kreasi dari peluang-peluang penghidupan dengan ketrampilan-ketrampilan dan pemberian kredit. 3. Improving the Asset Base (perbaikan aset) Kualitas dari perluasan asset dasar penting untuk memastikan daya pegas dari masyarakat dalam mengatasi kerentanannya. Sumber daya alam seperti tanah dapat lebih produktif melalui pengelolaan pertanian dan pelatihan ketrampilan. Pengelolaan asset sumber daya oleh masyarakat adat tepian danau yang ada saat ini masih berupa pemanfaatan sumber daya danau dan hutan dalam rangka pemenuhan
Universitas Sumatera Utara
kebutuhan hidup sehari-hari dan berdasarkan pengamatan dan pengalaman, proteksi asset sebagai sumber daya adalah dengan melarang masyarakat dari luar komunitas untuk memanfaatkan asset berupa sumber daya danau dan juga ada usaha-usaha untuk meregistrasi asset berupa tanah pada kantor pertanahan setempat yang dilakukan oleh perorangan. Jika hal ini dilakukkan demi keberlangsungan asset atau perluasan darai asset management yang dikuasai atau dimiliki dengan cara menjaminkan ke lembaga pemberi kredit seperti bank, untuk kepentingan usaha yang produktif maka akan memenuhi unsur ketiga tersebut di atas. Dalam kenyataannya yang terjadi adalah dengan terregistrasinya asset atau terdaftarnya sebidang tanah pada kantor pertanahan, atau tanah tersebut sudah bersertifikat tidak jarang proses peralihan asset kepada pihak ketiga menjadi lebih mudah, biasanya yang dapat disertifikatkan adalah bagian tanah yang sudah menjadi pemilikan pribadi, sumber daya alam yang bersifat komunal seperti danau dan hutan. Hutan dan gunung terkadang menjadi bagian yang juga dengan mudah dapat beralih ke pihak lain, walaupun tidak melalui mekanisme jual beli seperti sertifikat hak atas tanah, sebagai asset yang ada pada mereka dengan melihat pola perilaku atau kebiasaan yang berlangsung terus menerus dalam komunitas atau kesatuan masyarakat dalam aktifitas keseharian baik itu secara bersama-sama atau sendirisendiri, terutama dalam pengelolaan sumber daya alam yang tergolong atau karena sifatnya dikelompokkan sebagai benda tidak bergerak atau benda tetap. Secara umum benda tetap dalam lapangan hukum perdata khususnya hukum benda adalah sebagai
Universitas Sumatera Utara
berikut: tanah, rumah, kebun, sumber daya hutan, sumber daya danau, sungai dan lahan serta benda lain yang dipersamakan dengan itu, sedangkan menurut hukum adat setempat mungkin saja ada penggolongan yang lain. Dalam
melaksanakan
kegiatan
kesehariannya
masyarakat
Kabupaten
Simalungun secara umum dan masyarakat lokal tepi Danau Toba secara khusus melaksanakan pengelolaan sumber daya alamnya berdasarkan kebiasaan-kebiasaan yang sudah berjalan terus menerus dan menjadi warisan dari leluhur mereka, dari sinilah muncul hubungan mereka dengan sumber daya alam yang mereka kuasai sebagai bagian dari kehidupan masyarakat lokal tepi Danau Toba.
2.6.
Penelitian Sebelumnya Imbiri (2006) dalam tesisnya “Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis
Masyarakat Lokal di Kampung Yoka Tepi Danau Sentani”, dengan pendekatan deskriptif eksploratif-partisipatory observation, menyimpulkan bahwa pengelolaan sumberdaya alam dengan konsep-konsep lokal dan sederhana ternyata lebih adil dan memberikan perlindungan atau proteksi sehingga sumberdaya alam berupa perairan (danau), rawa dan lahan daratan tetap terjaga keberadaannya meskipun disana sini telah terjadi perubahan-perubahan penggunaan lahan dan luas pemilikan lahan. Sudiono (2008) dalam tesisnya “Analisis Pengelolaan Terumbu Karang pada Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Pulau Randayan dan Sekitarnya Kabupaten Bengkayang Provinsi Kalimantan Barat” dengan menggunakan analisis KEKEPAN/ SWOT disesuaikan dengan Master Plan KKLD dan RTR Laut, Pesisir
Universitas Sumatera Utara
dan P3K Kabupaten Bengkayang. Hasil penelitian menunjukan bahwa Kondisi terumbu karang di KKLD tergolong dalam kondisi sedang (lifeform = 50,33 %), Kualitas perairan baik dan subur, arus 72 cm/det (N-S) dan 17.5 cm/det. (E-W), kecerahan 1- 9 meter, salinitas 21-30 ‰, dan suhu 27,8 - 30,20C. Potensi ancaman kerusakan terumbu karang oleh penangkapan ikan yang merusak (bagan tancap dan bubu) serta berlebihan, sedimentasi, jangkar kapal transportasi umum dan pariwisata masih berlangsung hingga saat ini. Penyebabnya adalah faktor kepedudukan, kemiskinan, kelembagaan, serta rendahnya pemahaman tentang pentingnya terumbu karang dan kurangnya komitmen pemerintah untuk mengimplementasi perencanaan pengelolaan terumbu karang sesuai Master Plan KKLD.
2.7.
Kerangka Pemikiran Danau Toba merupakan salah satu sumber daya alam di Kabupaten
Simalungun dan danau terbesar di Indonesia yang sudah dikenal sebagai salah satu objek wisata. Disamping potensinya sebagai objek wisata, Danau Toba juga memiliki potensi lain yakni sebagai sumber sumberdaya alam pertanian perikanan, dan kehutanan. Pengelolaan masyarakat lokal tepi Danau Toba Kabupaten Simalungun dalam mengelola sumberdaya alam tersebut dipengaruhi oleh tradisional masyarakat dan kearifan lokal yang dijalankan masyarakat lokal tepi Danau Toba Kabupaten Simalungun dalam mengelola sumberdaya alam untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan kesejahteraan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Pengelolaan sumberdaya alam yang mengeliminir degradasi ekosistem Danau Toba dapat memberikan manfaat bagi masyarakat lokal tepi Danau Toba dalam kelangsungan memperoleh mata pencaharian yang tetap bagi masyarakat dengan memanfaatkan potensi kawasan Danau Toba secara arif dan bijaksana sekaligus diharapkan dapat menjaga keseimbangan ekosistem perairan Danau Toba dalam pengembangan wilayah Kabupaten Simalungun. Untuk lebih jelasnya kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Danau Toba Sumberdaya Alam
Pengelolaan Masyarakat Lokal Tradisional Kearifan Lokal
Pertanian Perikanan Hutan Pariwisata
Pendapatan Masyarakat
Pengembangan Wilayah Kabupaten Simalungun
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Universitas Sumatera Utara
2.8.
Hipotesis Jawaban sementara terhadap perumusan masalah di atas adalah: Tingkat sosial
ekonomi masyarakat lokal tepi Danau Toba dalam mengelola sumberdaya alam berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara