BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Sistem Informasi Geografis (SIG) Istilah geografis merupakan bagian dari spasial (keruangan). Kedua istilah ini
sering digunakan secara bergantian, sedangkan istilah yang ketiga yaitu Geografis. Ketiga istilah ini mengandung pengertian yang sama di dalam konteks Sistem Informasi Geografis (SIG). Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sebuah alat bantu manajemen berupa informasi berbantuan komputer yang berkait erat dengan sistem pemetaan dan analisis terhadap segala sesuatu serta peristiwa–peristiwa yang terjadi di muka bumi. Teknologi SIG mengintegrasikan operasi pengolahan data berbasis database yang biasa digunakan saat ini, seperti pengambilan data berdasarkan kebutuhan, serta analisis statistik dengan menggunakan visualisasi yang khas serta berbagai keuntungan yang mampu ditawarkan melalui analisis geografis melalui gambargambar petanya (Ekawati dan Wirawan, 2010; Nugraha, dkk., 2010; Nurdiansyah, dkk, 2010; Septian dan Fariza, 2010). Definisi yang dapat mewakili SIG secara umum yaitu sistem informasi yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memanggil kembali, mengolah, menganalisa dan menghasilkan data bereferensi geografi atau data Geografis, untuk mendukung pengambilan keputusan dalam perencanaan dan pengolahan seperti penggunaan lahan, sumber daya alam, lingkungan transportasi, perencanaan fasilitas
Universitas Sumatera Utara
kota, dan pelayanan umum lainnya. Komponen SIG adalah sistem komputer, data Geografis dan engguna. Data yang diolah pada SIG ada 2 macam yaitu data Geografis (data spasial dan data non-spasial). data spasial adalah data yang berhubungan dengan kondisi geografi misalnya sungai, wilayah administrasi, gedung, jalan raya dan sebagainya. Data spasial didapatkan dari peta, foto udara, citra satelit, data statistik dan lain-lain. Hingga saat ini secara umum persepsi manusia mengenai bentuk representasi entity spasial adalah konsep raster dan vector. Sedangkan data non-spasial adalah selain data spasial yaitu data yang berupa text atau angka, biasanya disebut dengan atribut. Data non-spasial ini akan menerangkan data spasial atau sebagai dasar untuk menggambarkan data spasial. Dari data non-spasial ini nantinya dapat dibentuk data spasial. Misalnya jika ingin menggambarkan peta penyebaran penduduk maka diperlukan data jumlah penduduk dari masing-masing daerah (data non-spasial), dari data tersebut nantinya kita dapat menggambarkan pola penyeberan penduduk untuk masing–masing daerah. SIG merupakan suatu kesatuan formal yang terdiri dari berbagai sumberdaya fisik dan logika yang berkenaan dengan objek-objek yang terdapat di permukaan bumi. Jadi, SIG adalah sistem berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan dan
memanipulasi
informasi-informasi
geografis.
SIG
dirancang
untuk
mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis objek-objek dan fenomena dimana lokasi geografis merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki empat
Universitas Sumatera Utara
kemampuan berikut dalam menangani data bereferensi geografi: (a) masukan, (b) manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), (c) analisis dan manipulasi data, (d) keluaran. (Aronoff, 1991 dalam Triyono dan Wahyudi, 2008). Secara konseptual sebuah teknologi SIG harus mempunyai kemampuan sebagai berikut: a. Lokasi, SIG harus mampu menunjukkan lokasi keberadaan suatu objek berdasarkan gambar yang disajikan pada peta. Lokasi objek didiskripsikan sebagai cara untuk mencapainya, misalnya nama tempat, kode pos, atau dapat pula menggunakan kedudukan objek secara geografis seperti garis lintang dan garis bujur. b. Kondisi, sebuah teknologi SIG harus dapat mengetahui kondisi dari suatu objek yang tergambar dalam peta. Kondisi ini misalnya jenis tanah, keberadaan flora dan fauna dan sebagainya. c. Tren, SIG harus mampu menunjukkan perubahan yang terjadi pada objek tertentu, setelah selang beberapa waktu. d. Pola, SIG harus mampu memberi informasi tentang pola suatu objek pada daerah tertentu, misalnya pencemaran pada daerah industri, kesibukan lalu lintas dan sebagainya. e. Pemodelan, SIG harus mampu membuat suatu pemodelan untuk mengembangkan sistem, misalnya: apa yang terjadi jika dilakukan penambahan jaringan jalan. (Prahasta, 2001 dalam Triyono dan Wahyudi, 2008).
Universitas Sumatera Utara
SIG merupakan sistem informasi geografi yang berbasis spasial (keruangan) dengan penyebaran data-data spasial, misalnya data-data lokasi wisata, data-data lokasi rawan banjir, data-data pertumbuhan penduduk yang semuanya itu diintegrasikan ke dalam peta sehingga dapat memuat informasi secara holistik, keruangan (spasial). Data spasial memiliki peran penting dalam setiap aktivitas pemerintahan. Lebih kurang 90% aktivitas pemerintahan senantiasa terkait dengan elemen spasial atau lokasi. Pemerintah dalam melaksanakan perencanaan, kegiatan dan monitoring serta evaluasi tidak dapat lagi bisa hanya berdasarkan data dan laporan tanpa mengetahui situasi di lapangan. (Anonimus, 2010) Peran data spasial dalam aktifitas pemerintahan antara lain: 1. Menampilkan (visualisasi) data dan informasi berikut sebarannya, sehingga memberikan pemahaman yang lebih baik tentang suatu data/informasi dibandingkan sajian data/informasi hanya dalam bentuk redaksional, tabel atau grafik. 2. Digunakan sebagai identifier (common ID) untuk mengintegrasikan berbagai jenis informasi yang terkait dengan suatu lokasi/wilayah. 3. Digunakan
untuk
melakukan
analisis
yang
bersifat
keruangan (spatial
analysis) untuk membantu mencari solusi terbaik dari setiap permasalahan terjadi di berbagai sektor serta mendukung aktifitas pemerintahan khususnya proses pengambilan keputusan yang efisien dan efektif.
Universitas Sumatera Utara
Ketersediaan data dan informasi yang lengkap, terkini dan mudah diakses merupakan faktor yang sangat menentukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas dalam proses pengambilan keputusan di berbagai sektor. Sebuah sistem informasi Geografis terpadu diperlukan untuk menyajikan data dan informasi yang lengkap dan siap pakai untuk mendukung berbagai aktifitas pemerintahan dan proses pengambilan keputusan. Menurut Karsidi (Anonimus, 2010) menyatakan bahwa ketersediaan data dan informasi yang lengkap, terkini dan mudah diakses merupakan faktor yang sangat menentukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam proses pengambilan keputusan di berbagai sektor. Oleh karena itu, sebuah informasi Geografis terpadu diperlukan untuk menyajikan data dan informasi yang lengkap dan siap pakai untuk mendukung berbagai aktivitas pemerintahan dan proses pengambilan keputusan. Melalui SIGN (Sistem Informasi Geografis Nasional), data spasial maupun non spasial dari berbagai sumber dapat disajikan melalui sebuah sistem informasi Geografis terpadu berbasis web. Berdasarkan hal tersebut, sudah selayaknya Kota Medan ikut dalam mendukung pelaksanaan proses SIGN dengan membuat Sistem Informasi Geografis Kota Medan, di mana SIG ini berisi semua data-data spasial yang ditampilkan dalam bentuk peta digital yang memuat berbagai informasi spasial seperti data penduduk, persebaran penduduk, tingkat kemiskinan, daerah rawan banjir, daerah rawan kekeringan, saluran drainase kota, moda transportasi kota, dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
Adanya data Geografis mungkin perencanaan wilayahnya bisa lebih baik, sehingga permasalahan yang ada sekarang ini, seperti sistem drainase, dapat diperbaiki sehingga kemungkinan terjadi bencana dapat diminimalisir apalagi konsep Geografis ini akan sangat bagus jika dilaksanakan serentak dengan seluruh kota-kota yang terdapat di Indonesia. Mungkin akan membutuhkan waktu, tenaga, biaya yang tidak sedikit. namun dapat dibayangkan manfaatnya sepertinya besar di kehidupan mendatang. Sistem Informasi Geografis ini diharapkan menjadi salah satu proyek percontohan dan inovasi bagi daerah lain. Sistem ini sangat membantu Pemerintah Kota (Pemkot) dalam mengambil keputusan secara cepat dan tepat karena bisa melihat hal secara holistik dan keruangan sesuai fakta wilayah Kota Medan sehingga sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan tepat guna, serta sebuah perubahan besar jika daerah atau kota di seluruh Indonesia diintegrasikan dalam satu sistem ini, sehingga masyarakat akan lebih mudah dalam mengenal daerahnya sendiri dan dapat mengembangakn potensi yang ada di daerahnya tersebut demi kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.
2.2.
Penerapan Sistem Informasi Geografis (SIG) SIG
sering
digunakan
untuk
pengambilan
keputusan
dalam
suatu
perencanaan. Para pengambil keputusan akan lebih mudah untuk menganalisa data yang ada dengan menggunakan SIG. Kegiatan pembangunan saat ini tidak lepas dari
Universitas Sumatera Utara
penggunaan Sistem Informasi Geografis. Aplikasi SIG dalam pembangunan sebagai berikut (Subaryono dalam Dartoyo, 2009): 1. SIG berbasis jaringan jalan: pencarian lokasi (alamat), manajemen jalur lalu lintas, analisis lokasi (misal pemilihan lokasi halte bus, terminal, dll), dan evakuasi (bencana). 2. SIG berbasis sumberdaya (zona): pengelolaan sungai, tempat rekreasi, genangan banjir, tanah pertanian, hutan, margasatwa, pencarian lokasi buangan limbah, analisis migrasi satwa, analisis dampak lingkungan. 3. SIG berbasis persil tanah: pembagian wilayah, pendaftaran tanah, pajak (tanah, bangunan), alokasi tanah/pencarian tanah, manajemen kualitas air, analisis dampak lingkungan. 4. SIG berbasis manajemen fasilitas: lokasi pipa bawah tanah, keseimbangan beban listrik, perencanaan pemeliharaan fasilitas, deteksi penggunaan energi.
2.3.
Konsep Penggunaan Tanah Pengertian Penggunaan Tanah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 16
Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah Pasal 1 butir 3 adalah wujud tutupan permukaan bumi baik yang merupakan bentukan alami maupun buatan manusia. Hakekat penggunaan tanah adalah cerminan kegiatan manusia yang dilakukan di atas tanah dalam usaha memenuhi hajat hidupnya. Penggunaan tanah merupakan hasil kegiatan hidup manusia yang dipengaruhi oleh keadaan alam (fisik) serta kegiatan ekonomi masyarakat di wilayahnya
Universitas Sumatera Utara
(Jayadinata, 1992). Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan tanah menurut Soemadi (2003) antara lain: a. Kondisi fisik medan Kondisi fisik medan dapat dilihat dari kemiringan, ketinggian, kemampuan tanah serta struktur tanah. b. Tekanan penduduk Bertambahnya jumlah penduduk setiap tahun akan mempengaruhi perubahan penggunaan tanah dikarenakan faktor ekonomi dimana tanah yang tersedia terbatas. c. Tingkat teknologi yang dikuasai penduduk Semakin meningkatnya teknologi yang diketahui dan diperoleh masyarakat akan berpengaruh terhadap penggunan tanah yang ada sebagai tempat untuk pengembangan sistem jaringan, sehingga pengembangan jaringan teknologi dapat meluas ke seluruh pelosok wilayah. d. Aksesibilitas (kelancaran) Kemampuan memperlancar arus lalu lintas yang diperuntukkan bagi kegiatan jasa distribusi yang berupa jasa perdagangan dan jasa angkutan sebagai sarana kebutuhan masyarakat setempat. Menurut Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 1 Tahun 1997 tentang Pemetaan Penggunaan Tanah Perkotaan, Kemampuan Tanah dan Penggunaan Simbol/Warna untuk Penyajian dalam Peta, klasifikasi/pengelompokkan penggunaan tanah dibagi menjadi:
Universitas Sumatera Utara
a. Penggunaan Tanah Perkotaan Disebutkan bahwa penggunaan tanah di kota dapat dilihat dari wujud kegiatan menggunakan tanah yang menitikberatkan di bidang non pertanian dalam arti luas dan disebutkan bahwa jenis-jenis penggunaan tanah di kota antara lain tanah perumahan, tanah industri, tanah jasa, tanah tidak ada bangunan dan tanah terbuka. b. Penggunaan Tanah Perdesaan Disebutkan bahwa penggunaan tanah di perdesaan dapat dilihat dari wujud kegiatan menggunakan tanah yang menitikberatkan di bidang pertanian dalam arti luas dan disebutkan bahwa jenis-jenis penggunaan tanah di perdesaan antara lain perkampungan, persawahan, pertanian sawah kering, kebun campur, perkebunan, padang, hutan dan perairan darat. Penyelenggaraan penatagunaan tanah mencakup proses kegiatan-kegiatan sebagai berikut: a. Perencanaan Penggunaan Tanah Kegiatan perencanaan penggunaan tanah (land use planning) di dalam penyusunannnya diintegrasikan ke dalam Rencana Tata Ruang, baik perencanaan dalam skala Nasional, Propinsi, Kabupaten/Kota. Kebijakan mengenai arahan peruntukkan tanah dan pedoman teknis penggunaan tanah merupakan landasan di dalam penyusunan rencana tata ruang, di dalamnya telah termuat rencana peruntukkan dan penggunaan tanah. Dengan demikian maka rencana penggunaan tanah tersebut perlu diwujudkan di dalam rencana tata ruang.
Universitas Sumatera Utara
b. Pelaksanaan Penatagunaan Tanah Kegiatan pelaksanaan pengunaan tanah meliputi tahap-tahap kegiatan survai dan inventarisasi data pertanahan serta data penunjangnya, penyediaan tanah bagi pembangunan dan koordinasi. Mengingat kegiatan penatagunaan tanah merupakan kegiatan yang bersifat multisektoral, maka di dalam proses pelaksanaan kegiatannya perlu koordinasi dan kerjasama terpadu dengan instansi/lembaga terkait dalam rangka penyerasian antara penatagunaan tanah dengan rencana tata ruang wilayah. c. Pengendalian Penggunaan Tanah Dalam rangka penatagunaan tanah dilaksanakan upaya pengendalian penggunaan tanah melalui: 1) Pemantauan penggunaan tanah yang diselenggarakan dalam kaitannya dengan pelaksanaan bimbingan penggunaan tanah dan sebagai bahan bagi perumusan kebijakan dan perencanaan penggunaan tanah. 2) Pertimbangan tata guna tanah yang diberikan dalam rangka proses pemberian hak atas tanah dan perubahan penggunaan tanah. Prosedur pemberian pertimbangan tata guna tanah pada prinsipnya merupakan kesatuan paket dalam pelayanan pertanahan. Dalam hal ini, setiap bidang tanah yang dikuasai/dimiliki oleh perorangan atau badan hukum dengan sesuatu hak atas tanahnya, apabila mengajukan perubahan hak atas tanah dan/atau perubahan penggunaan tanah pelaksanaannya harus melalui pemberian pertimbangan tata guna tanah.
Universitas Sumatera Utara
3) Pertimbangan perubahan penggunaan tanah yang tidak tercakup di dalam prosedur
pelayanan
pertanahan,
pengendaliannya
dilakukan
melalui
pertimbangan tata guna tanah dalam rangka pemberian rekomendasi penggunaan tanah bagi penyediaan tanah untuk pembangunan. Perencanaan tata guna tanah merupakan inti dari praktek perencanaan perkotaan. Sesuai kedudukannya dalam perencanaan fungsional, perencanaan tata guna tanah merupakan kunci untuk mengarahkan pembangunan kota (Hoberts dalam Catanesse, 1988). Tata guna tanah direncanakan dengan mempertimbangkan hubungan antara kepadatan aktivitas dengan sirkulasi di dalam area perkotaan. Rencana tata guna tanah dikembangkan dengan memperhatikan kebijakan tata guna tanah yang ditentukan dari hubungan antara rencana dan kebijakan yang mengatur hubungan antar berbagai aktivitas di dalam kota. Tata guna tanah akan memberikan gambaran struktur fisik kota, dan arah perkembangan kota. Dengan memperhatikan hal ini, maka kebijakan-kebijakan tata ruang perkotaan dapat didefinisikan. Dalam perkembangan masyarakat yang semakin dinamis, masyarakat semakin berusaha untuk dapat meningkatkan taraf hidupnya melalui kegiatan perekonomian. Sifat kreatif dari masyarakat tersebut akan mempengaruhi sistem aktivitas secara keseluruhan. Hal ini akan berpengaruh bagi pemanfaatan dan penggunaan tanah penduduk, dimana penduduk akan berusaha memanfaatkan tanahnya untuk bidang usaha yang lebih produktif salah satunya akan mengubah tanah yang semula
Universitas Sumatera Utara
dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian menjadi tanah yang diusahakan untuk bidang nonpertanian. Hal ini tentunya akan bertentangan dengan asas dan tujuan penataan ruang, dimana tata ruang bertujuan mampu menampung semua aktivitas di dalamnya secara berkelanjutan. Dalam proses ini, tentunya terdapat golongan masyarakat yang telah mengetahui dan melaksanakan aturan-aturan yang tertuang dalam dokumen tata ruang secara disiplin. Namun demikian, banyak juga masyarakat yang belum mengetahui prosedur pelaksanaan dokumen tata ruang sehingga tidak dapat melaksanakan aturan-aturan tersebut secara disiplin. Mengingat kondisi masyarakat yang semakin kreatif dalam pemanfaatan dan penggunaan tanah, maka perlu dilakukan suatu upaya yang berkaitan dengan penatagunaan tanah. Hal ini dapat dilakukan melalui proses yang sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang berikut: a. Pelibatan masyarakat dalam proses penataan ruang secara partisipatif. b. Sosialisasi mengenai hasil akhir penataan ruang yang telah disepakati secara kolektif agar masyarakat mengetahui produk akhir dari penataan ruang wilayahnya. c. Bimbingan yang bersifat mendidik dan memberi pengertian kepada masyarakat mengenai pentingnya pemanfaatan dan penggunaan tanah sesuai dengan penataan ruang.
Universitas Sumatera Utara
Pengembangan lahan merupakan proses penting dalam perubahan suatu penggunaan lahan ke penggunaan lainnya. Batasan pengembangan lahan sangat luas karena termasuk di dalamnya beberapa kegiatan seperti konversi lahan hutan menjadi lahan pertanian intensif dan pemukiman (Nasution, 2005). Dalam rangka pemanfaatan ruang dikembangkan penatagunaan tanah yang disebut juga pola pengelolaan tata guna tanah (Peraturan Pemerintah Nomor 16 pasal 4 ayat 1, 2004 dalam Hermawan, 2009). Peraturan ini mendukung pemanfaatan tanah yang lebih efisien bagi kepentingan ekonomi, sosial dan lingkungan masyarakat di suatu wilayah. Penentuan lokasi pembangunan menjadi penting terkait juga dengan tipe penggunaan lahan di suatu lokasi, termasuk pembangunan infrastruktur dan menentukan daerah-daerah yang menjadi kawasan lindung. Selain itu, sesuai dengan semangat Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, perlu diadakan proses evaluasi secara berkala terhadap produk tata ruang yang telah dihasilkan sesuai dengan tata cara evaluasi produk penataan ruang.
2.4.
Penataan Ruang Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang
dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. Sedangkan pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya (UUPR No.26 Tahun 2007).
Universitas Sumatera Utara
Dengan penataan ruang diharapkan dapat terwujud ruang kehidupan yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Faktanya hingga saat ini kondisi yang tercipta masih belum sesuai dengan harapan. Hal ini terlihat dari tantangan yang terjadi terutama semakin meningkatnya permasalahan bencana banjir dan longsor; semakin meningkatnya kemacetan lalu lintas di kawasan perkotaan; belum terselesaikannya masalah permukiman kumuh; semakin berkurangnya ruang publik dan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan; serta belum terpecahkannya masalah ketidakseimbangan perkembangan antar wilayah. Berbagai permasalahan tersebut mencerminkan bahwa penerapan UU Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang belum sepenuhnya efektif dalam menyelesaikan permasalahan yang ada, terutama memberikan arahan kepada seluruh pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan penataan ruang guna mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Kondisi ini merupakan latar belakang dari penyusunan dan pemberlakuan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (UUPR) yang dimaksudkan untuk memperkuat norma penyelenggaraan penataan ruang yang sebelumnya diatur dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Adanya berbagai ketentuan baru dalam UUPR memiliki implikasi terhadap berbagai aspek penyelenggaraan penataan ruang, baik aspek kelembagaan, aspek hukum, aspek teknis, serta aspek sosiologis. Implikasi terhadap aspek kelembagaan mencakup implikasi terhadap tatanan organisasi penyelenggara pemerintahan, tata laksana, dan kualifikasi sumber daya
Universitas Sumatera Utara
manusia, baik yang bekerja pada sektor publik (pemerintah), swasta, maupun masyarakat pada umumnya. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman, sistem jaringan serta sistem prasarana maupun sarana. Semua hal itu berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial-ekonomi yang secara hirarki berhubungan fungsional. Tata ruang merupakan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan ataupun tidak. Wujud struktural pemanfaatan ruang adalah susunan unsur-unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan buatan yang secara hirarkis dan struktural berhubungan satu dengan yang lainnya membentuk tata ruang. Adapun elemen-elemen yang membentuk struktur ruang kota (Sinulingga, 2005) yaitu: a. Kumpulan dari pelayanan jasa termasuk di dalamnya perdagangan, pemerintahan, keuangan yang cenderung terdistribusi secara berkelompok dalam pusat pelayanan. b. Kumpulan dari industri sekunder (manufaktur) pergudangan dan perdagangan grosir yang cenderung untuk berkumpul pada suatu tempat. c. Lingkungan permukiman sebagai tempat tinggal dari manusia dan ruang terbuka hijau. d. Jaringan transportasi yang menghubungkan ketiga tempat di atas. Bentuk struktur ruang kota apabila ditinjau dari pusat pelayanan (retail) terbagi menjadi tiga, yaitu (Sinulingga, 2005):
Universitas Sumatera Utara
1. Monocentric city Monocentric city adalah kota yang belum berkembang pesat, jumlah penduduknya belum banyak, dan hanya mempunyai satu pusat pelayanan yang sekaligus berfungsi sebagai CBD (Central Bussines District). 2. Polycentric city Perkembangan kota mengakibatkan pelayanan oleh satu pusat pelayanan tidak efisien lagi. Kota-kota yang bertambah besar membutuhkan lebih dari satu pusat pelayanan yang jumlahnya tergantung pada jumlah penduduk kota. Fungsi pelayanan CBD diambil alih oleh pusat pelayanan baru yang dinamakan sub pusat kota (regional centre) atau pusat bagian wilayah kota. Sementara itu, CBD secara berangsur-angsur berubah dari pusat pelayanan retail (eceran) menjadi kompleks kegiatan perkantoran komersial yang daya jangkauan pelayanannya dapat mencakup bukan wilayah kota saja, tetapi wilayah sekeliling kota yang disebut juga wilayah pengaruh kota. CBD dan beberapa sub pusat kota atau pusat bagian wilayah kota (regional centre) akan membentuk kota menjadi polycentric city atau cenderung seperti multiple nuclei city yang terdiri dari: a.
CBD, yaitu pusat kota lama yang telah menjadi kompleks perkantoran
b.
Inner suburb (kawasan sekeliling CBD), yaitu bagian kota yang tadinya dilayani oleh CBD waktu kota belum berkembang dan setelah berkembang sebagian masih dilayani oleh CBD tetapi sebagian lagi dilayani oleh sub pusat kota.
Universitas Sumatera Utara
c.
Sub pusat kota, yaitu pusat pelayanan yang kemudian tumbuh sesuai perkembangan kota
d.
Outer suburb (pinggiran kota), yaitu bagian yang merupakan perluasan wilayah kegiatan kota dan dilayani sepenuhnya oleh sub pusat kota
e.
Urban fringe (kawasan perbatasan kota), yaitu pinggiran kota yang secara berangsur-angsur tidak menunjukkan bentuk kota lagi, melainkan mengarah ke bentuk pedesaan (rural area).
3. Kota metropolitan Kota metropolitan adalah kota besar yang dikelilingi oleh kota-kota satelit yang terpisah cukup jauh dengan urban fringe dari kota tersebut, tetapi semuanya membentuk
satu
kesatuan
sistem
dalam
pelayanan
penduduk
wilayah
metropolitan. Adapun model struktur ruang apabila dilihat berdasarkan pusat – pusat pelayanannya diantaranya: 1. Mono centered Terdiri dari satu pusat dan beberapa sub pusat yang tidak saling terhubung antara sub pusat yang satu dengan sub pusat yang lain. 2. Multi nodal Terdiri dari satu pusat dan beberapa sub pusat dan sub sub pusat yang saling terhubung satu sama lain. Sub sub pusat selain terhubung langsung dengan sub pusat juga terhubung langsung dengan pusat.
Universitas Sumatera Utara
3. Multi centered Terdiri dari beberapa pusat dan sub pusat yang saling terhubung satu sama lainnya. 4. Non centered Pada model ini tidak terdapat node sebagai pusat maupun sub pusat. Semua node memiliki hirarki yang sama dan saling terhubung antara yang satu dengan yang lainnya.
2.5.
Pembangunan Kota Medan Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung secara
sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia atau masyarakat suatu bangsa. Ini berarti bahwa pembangunan senantiasa beranjak dari suatu keadaan atau kondisi kehidupan yang kurang baik menuju suatu kehidupan yang lebih baik dalam rangka mencapai tujuan nasional suatu bangsa. Pembangunan merupakan suatu kenyataan fisik dan suatu keadaan jiwa yang diupayakan cara-caranya oleh masyarakat, melalui suatu kombinasi berbagai proses sosial, ekonomi, dan kelembagaan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik, perkembangan kota secara umum menurut Branch (1995) sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi internal yang menjadi unsur terpenting dalam perencanaan kota secara komprehensif. Namun beberapa unsur eksternal yang menonjol turut
Universitas Sumatera Utara
mempengaruhi perkembangan kota. Beberapa faktor internal yang mempengaruhi perkembangan kota adalah: 1. Keadaan geografis mempengaruhi fungsi dan bentuk fisik kota. Kota yang berfungsi sebagai simpul distribusi, misalnya perlu terletak di simpul jalur transportasi di pertemuan jalur transportasi regional atau dekat pelabuhan laut. Kota di pantai, misalnya akan cenderung berbentuk setengah lingkaran, dengan pusat lingkarannya adalah pelabuhan laut. 2. Tapak (site) merupakan faktor kedua yang mempengaruhi perkembangan suatu kota. Salah satu yang dipertimbangkan dalam kondisi tapak adalah topografi. Kota yang berlokasi di daratan yang rata akan mudah berkembangan ke semua arah, sedangkan yang berlokasi di pegunungan biasanya mempunyai kendala topografi. Kondisi tapak lainnya berkaitan dengan kondisi geologis. Daerah patahan geologis biasanya dihindari oleh perkembangan kota. 3. Fungsi kota juga merupakan faktor yang mempengaruhi perkembangan kota. Kota yang memiliki banyak fungsi biasanya secara ekonomi akan lebih kuat dan akan berkembang lebih pesat dari pada kota berfungsi tunggal, misalnya kota pertambangan. Kota yang berfungsi sebagai pusat perdagangan biasanya juga berkembang lebih pesat dari pada kota berfungsi lainnya. 4. Sejarah dan kebudayaan juga mempengaruhi karakter fisik dan sifat masyarakat kota. Kota yang sejarahnya direncanakan sebagai ibukota kerajaan akan berbeda dengan perkembangan kota yang sejak awal tumbuh secara organis. Kepercayaan dan kultur masyarakat juga mempengaruhi daya perkembangan kota. Terdapat
Universitas Sumatera Utara
tempat-tempat tertentu yang karena kepercayaan dihindari untuk perkembangan kota. 5. Unsur-unsur seperti misalnya jaringan jalan, penyediaan air bersih berkaitan dengan kebutuhan masyarakat luas. Ketersediaan unsur- unsur umum akan menarik perkembangan kota ke arah tertentu. Sementara pendapat Sujarto (1989 dalam Condro 1996) yang lebih menonjolkan faktor manusia menyebutkan bahwa faktor- faktor perkembangan dan pertumbuhan
yang
bekerja
pada
suatu
kota
dapat
mengembangkan
dan
menumbuhkan kota pada suatu arah tertentu. Sebenarnya hanya ada tiga faktor utama yang sangat menentukan pola perkembangan dan pertumbuhan kota yaitu faktor manusia, faktor kegiatan manusia tersebut dan faktor pola pergerakan antara pusat kegiatan manusia yang satu dengan pusat kegiatan manusia yang lainnya. Secara terperinci dapat diterangkan bahwa faktor manusia akan menyangkut segi-segi perkembangan penduduk kota baik karena kelahiran maupun karena migrasi ke kota, segi-segi perkembangan tenaga kerja, perkembangan status sosial dan perkembangan kemampuan pengetahuan dan teknologi. Faktor kegiatan manusia menyangkut segisegi kegiatan kerja, kegiatan fungsional, kegiatan perekonomian kota dan kegiatan hubungan regional yang lebih luas sedangkan faktor pola pergerakan adalah sebagai akibat dari perkembangan yang disebabkan oleh kedua faktor perkembangan penduduk yang disertai dengan perkembangan fungsi kegiatannya akan menuntut pola perhubungan antara pusat-pusat kegiatan tersebut. Kemudian ketiga faktor ini secara fisik akan termanifestasikan kepada perubahan akan tuntutan kebutuhan ruang.
Universitas Sumatera Utara
Tuntutan kebutuhan ruang ini yang akan tercermin kepada perkembangan dan perubahan tata guna lahan kota yang mana kemudian faktor persyaratan fisik akan sangat menentukan perkembangan dan pertumbuhan kota itu selanjutnya. Di sisi lain pembangunan yang berkesinambungan harus dapat memberi tekanan pada mekanisme ekonomi sosial, politik dan kelembagaan, baik dari sektor swasta maupun pemerintah, demi terciptanya suatu perbaikan standar hidup masyarakat secara cepat (Mahalli, 2005). Pembangunan dan pengembangan harus berjalan sesuai dengan kebijakan publik yang telah disusun sebelumnya. Kebijakan publik yang disusun harus mencakup kepentingan dari seluruh masyarakat. Oleh sebab itu, niat dan keinginan itu harus diawali dengan penciptaan kebijakan publik sehingga pelaksanaan pembangunan dan pengembangan wilayah dapat dinikmati secara optimal oleh masyarakat (Miraza, 2005). Sasaran utama dari pembangunan nasional adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta pemerataan hasil-hasilnya demikian juga ditujukan bagi pemantapan stabilitas nasional. Hal tersebut sangat ditentukan keadaan pembangunan secara kedaerahan. Dengan demikian para perencana pembangunan nasional harus mempertimbangkan aktifitas pembangunan dalam konteks kedaerahan tersebut sebab masyarakat secara keseluruhan adalah bisnis dan bahkan merupakan faktor yang sangat menentukan bagi keberhasilan pembangunan nasional. Pengertian pembangunan daerah seperti dikemukakan oleh Sukirno (2000) yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Sebagai pembangunan negara ditinjau dari sudut ruang atau wilayahnya dan dalam konteks ini istilah yang paling tepat digunakan adalah pembangunan wilayah. 2. Strategi pembangunan daerah dimaksudkan sebagai suatu langkah untuk melengkapi strategi makro dan sektoral dari pembangunan nasional. Pembangunan wilayah dilaksanakan bukanlah semata-mata terdorong oleh rendahnya tingkat hidup masyarakat melainkan merupakan keharusan dalam meletakkan dasar-dasar pertumbuhan ekonomi nasional yang sehat, untuk masa yang akan datang. Dengan dilaksanakannya pembangunan daerah diharapkan dapat menaikkan taraf hidup masyarakat sekaligus merupakan landasan pembangunan nasional akan berhasil apabila pembangunan masyarakat berhasil dengan baik. Pada dasarnya pembangunan daerah adalah berkenaan dengan tingkat dan perubahan selama kurun waktu tertentu suatu set variabel-variabel, seperti produksi, penduduk, angkatan kerja, rasio modal tenaga, dan imbalan bagi faktor (faktor returns) dalam daerah di batasi secara jelas. (Sirojuzilam dan Mahalli, 2010). Dalam upaya pembangunan regional, masalah yang terpenting yang menjadi perhatian para ahli ekonomi dan perencanaan wilayah adalah menyangkut proses pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan. Perbedaan teori pertumbuhan ekonomi wilayah dan teori pertumbuhan ekonomi nasional terletak pada sifat keterbukaannya. Dalam sistem wilayah mobilitas barang maupun orang atau jasa relatif lebih terbuka, sedangkan pada skala nasional bersifat lebih tertutup (Sirojuzilam, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Pembangunan daerah merupakan pembangungan yang segala sesuatunya dipersiapkan dan dilaksanakan oleh darerah, mulai dari perencanaan, pembiayaan, pelaksanaan sampai dengan pertanggungjawabannya. Dalam kaitan ini daerah memiliki hak otonom. Sedangkan pembangunan wilayah merupakan kegiatan pembangunan
yang
perencanaan,
pembiayaan,
dan
pertanggungjawabannya
dilakukan oleh pusat, sedangkan pelaksanaannya bisa melibatkan daerah dimana tempat kegiatan tersebut berlangsung (Munir. 2002). Perbedaan kondisi daerah membawa implikasi bahwa corak pembangunan yang diterapkan di setiap daerah akan berbeda pula. Peniruan mentah-mentah terhadap pola kebijaksanaan yang pernah diterapkan dan berhasil pada suatu daerah, belum tentu memberi manfaat yang sama bagi daerah yang lain (Munir, 2002). Pada dasarnya pembangunan daerah dilakukan dengan usaha-usaha sendiri dan bantuan teknis serta bantuan lain-lain dari pemerintah. Dalam arti ekonomi pembangunan daerah adalah memajukan produksi pertanian dan usaha-usaha pertanian serta industri dan lain-lain yang sesuai dengan daerah tersebut dan berarti pula merupakan sumber penghasilan dan lapangan kerja bagi penduduk. Dalam strategi pembangunan wilayah aspek-aspek pokok yang penting dipecahkan adalah: di daerah-daerah mana serangkaian pembangunan selayaknya dijalankan. Untuk beberapa proyek letak daerahnya sudah khusus dan tidak dapat lagi dipindahkan, seperti proyek bendungan untuk tenaga listrik dan irigasi, proyek pertambangan dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
Dalam rangka
pembangunan
manusia
seutuhnya
dan
pembangunan
seluruhnya masayarakat Indonesia, pembangunan daerah perlu dipacu secara bertahap. Untuk menjamin agar pembangunan daerah dapat memberikan sumbangan yang maksimal dalam keseluruhan usaha pembangunan nasional haruslah dilakukan kordinasi yang baik antara keduanya. Hal ini berarti bahwa pemerintah daerah harus mempertimbangkan berbagai rencana pemerintah pusat maupun di daerah lain. Sebelum
suatu
daerah
menyusun
berbagai
langkah-langkah
dalam
pembangunan daerahnya dengan demikian suatu daerah mempunyai kekuasaan yang lebih terbatas dalam usaha mencapai tujuan pembangunannya sebab program pembangunan daerah yang akan dilaksanakan suatu daerah tidak dapat bertentangan dengan program pembangunan yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Jadi pada hakekatnya perencanaan pembangunan yang dilaksanakan oleh sesuatu daerah merupakan pelengkap perencanaan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat yaitu membuat suatu program untuk menyebarkan proyekproyek ke berbagai daerah dengan tujuan agar penyebaran tersebut akan memberikan sumbangan yang optimal kepada usaha pemerintah untuk membangun. Namun dalam prakteknya tujuan tersebut tidak selalau tercapai karena perencanaan yang jauh dari sempurna oleh sesuatu daerah, organisasi tidak efisien, kurangnya informasi mengenai potensi daerah dan berbagai faktor lain. Sebagai akibat banyaknya kekurangan dalam merumuskan dan melaksanakan penyebaran proyek-proyek ke berbagai daerah, pemerintah daerah dengan bantuan badan
Universitas Sumatera Utara
perencana daerah yang bersangkutan haruslah secara aktif membantu perumusan rencana pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat. Dalam mewujudkan sasaran jangka panjang pembangunan, yakni menuju masyarakat yang adil dan makmur telah dilakukan berbagai upaya yang mengarah pada tercapainya cita-cita tersebut. Pembangunan daerah yang merupakan rangkaian yang utuh dari pembangunan nasional pada beberapa tahun terakhir telah mulai menunjukkan kemajuan yang berarti dalam meningkatkan kinerja dari daerah tersebut. Proses pembangunan bukan hanya ditentukan oleh aspek ekonomi semata, namun demikian pertumbuhan ekonomi merupakan unsur yang penting dalam proses pembangunan daerah. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi masih merupakan target utama dalam rencana pembangunan daerah disamping pembangunan sosial. Pertumbuhan ekonomi setiap daerah akan sangat bervariasi sesuai dengan potensi ekonomi yang dimiliki oleh daerah tersebut. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Simanjuntak, 2003).
2.6.
Penelitian Sebelumnya Triyono dan Wahyudi (2008) dengan judul penelitian “Aplikasi Sistem
Informasi Geografi Tingkat Pencemaran Industri di Kabupaten Gresik”, dapat diambil suatu kesimpulan yaitu: (1) Aplikasi ini dapat memberikan informasi mengenai hasil pemantauan udara, sungai dan laut di Gresik Kota dengan lebih mudah, (2) dapat memberikan informasi mengenai status lingkungan di suatu titik
Universitas Sumatera Utara
pantau ataupun wilayah kecamatan, dengan cara membandingkannya dengan baku mutu yang sesuai apakah tercemar ataupun belum tercemar, (3) Suatu titik pantau dalam wilayah kecamatan yang telah tercemar belum tentu dalam wilayah kecamatan secara keseluruhan juga tercemar, (4) dapat memberikan informasi mengenai lokasi industri/pabrik di suatu kecamatan dengan lebih mudah, (5) dapat memberikan informasi mengenai daerah pencemaran udara, sungai dan laut, industri dan daerah pengembangan industri dipetakan dengan cara mendigitasi peta tematik yang telah ada, (7) lebih memudahkan dalam mengupdate data dan peta yang ada. Daryoto (2009) dengan judul penelitian “Model Basisdata Spasial Untuk Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten. Studi Kasus Kabupaten Cilacap. Jawa Tengah” menyimpulkan bahwa hasil uji model melalui dua putaran yang dilakukan oleh pakar perencanaan, sistim informasi spasial dan parktisi telah menghasilkan tersusunnya susunan basisdata untuk pengelolaan wilayah pesisir mulai dari enterprise rules, diagram ER, tabel basisdata, dan hubungan antar tabel dari entitas pengelolaan wilayah pesisir. Untuk kasus Kabupaten Cilacap terdapat 5 kelompok ekosistem pesisir yaitu; (1) hutan tropis nusa kambangan, (2) estuari laguna segara anakan, (3) kota pantai, (4) pasir pantai dan (5) tubuh perairan laut sejauh empat mil dari garis pantai.
2.7.
Kerangka Pemikiran Pemerintah Kota Medan dalam kebijakan penataan ruang merupakan bagian
integral dari kebijakan pembangunan kota yang bersifat strategis. Upaya penataan
Universitas Sumatera Utara
ruang dilakukan dalam bentuk penyusunan rencana garis besar kota dan rencana induk kota. Penataan ruang Kota Medan tersebut dapat dibagi berdasarkan penggunaan tanah, yaitu aspek ekonomi terdiri dari perdagangan, industri, permukiman dan infrastruktur jalan dan aspek sosial terdiri dari pendidikan, kesehatan, peribadatan, terbuka hijau, olah raga dan pelayanan pemerintah. Penyusunan tata ruang merupakan tugas besar dan melibatkan berbagai pihak yang dalam menjalankan tugas tidak terlepas dari data spasial. Data spasial yang dibutuhkan dalam rangka membuat suatu perkiraan kebutuhan atau pengembangan ruang jangka panjang adalah bervariasi mulai dari data yang bersifat umum hingga detail. Penyusunan tata ruang berdasarkan data spasial dapat dilakukan dengan Sistem Informasi Geografis. Sistem Informasi Geografis diharapkan dapat mengetahui perkembangan Kota Medan selama ini dan di masa mendatang dapat merencanakan pembangunan Kota Medan dengan pemanfaatan ruang secara optimal, efisien dan lestari. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
Perkembangan Kota Medan
Penggunaan Tanah
Rencana Umum Tata Ruang Kota
Sistem Informasi Geografis
Perencanaan Pembangunan Kota Medan Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran
Universitas Sumatera Utara