BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Kawasan Industri Terminologi Kawasan industri menurut Deperindag sesuai dengan Keppres 53
tahun 1989, dan telah diperbaiki dengan Keppres 41 tahun 1996 tentang Kawasan Industri: (1) Pengertian Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang memiliki ijin usaha kawasan industri. (2) Terminologi kawasan Industri di Indonesia sering disebut dengan istilah Industrial Estate sementara di beberapa Negara digunakan istilah Industrial Park. (3) Berdasarkan pengertian di atas, suatu areal industri dapat menggunakan istilah Industrial Estate atau Industrial Park, harus memenuhi 2 ciri utama, yaitu: a. Merupakan lahan yang disiapkan sudah dilengkapi prasarana dan sarana penunjang. b. Dalam
pengelolaannya,
terdapat
suatu
badan/manajemen
pengelola
(perusahaan) yang telah memiliki izin usaha sebagai Kawasan Industri. Kawasan industri adalah suatu zona/wilayah yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai kegiatan industri. Di dalam zona perindustrian tersebut, terdapat industri yang sifatnya individual (yang berdiri sendiri) dan industri-industri yang sifatnya
11 Universitas Sumatera Utara
mengelompok. Di Indonesia, pada tahun 2005 sudah terdapat 203 kawasan industri yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia dengan luas ± 67.000 hektar. Dari jumlah tersebut baru beroperasi 64 kawasan dengan total area ± 20.000 hektar, dan rata-rata tingkat pemanfaatan ± 44% yang didalamnya terdapat ± 60.000 industri. (www.depperin.go.id.tahun 2008).
Dari 64 kawasan industri yang beroperasi,
sebagian besar berada di propinsi di Pulau Jawa, Pulau Sumatera pada propinsi Riau (Batam) dan Sumutera Utara.
2.2.
Kawasan Industri Medan Sebagai kota industri, perdagangan dan jasa terkemuka di Indonesia, Kota
Medan telah menyiapkan berbagai fasilitas penunjang bagi kegiatan industri, termasuk menyediakan sebuah kawasan industri yang modern dan terkelola secara professional. Kawasan Industri Medan (KIM) berlokasi di Kelurahan Mabar, Kecamatan Medan Deli dengan areal seluas ± 525 hektar. PT. Kawasan Industri Medan (KIM) resmi berdiri menjadi perseroan sejak tanggal 7 Oktober 1988. Dengan kepemilikan saham 60% Pemerintah Republik Indonesia, 30% Pemerintah Propinsi Sumatera Utara dan 10% Pemerintah Kota Medan. Areal kawasan industri ini dibelah oleh dua jalur tol dari Kota Medan menuju pelabuhan belawan. Posisinya sangat strategis dengan jarak 8 kilometer ke Pelabuhan Belawan, 15 kilometer ke Bandara Udara Polonia serta 10 kilometer ke pusat Kota Medan. Berbagai fasilitas penunjang yang
Universitas Sumatera Utara
dimiliki kawasan industri medan antara lain pengolahan air limbah, air bersih, air hidran, listrik, telepon, gas, keamanan, pemadam kebakaran dan poliklinik. Dengan visi perusahaan yang menyediakan prasarana industri yang berkualitas dan memberikan pelayanan sarana utilitas yang prima kepada penghuni kawasan sehingga akan dapat menarik minat investor baru, untuk investasi di Kawasan Industri Medan. Areal Kawasan Industri Medan (Tahap I) dengan luas ± 200 hektar terletak di sebelah barat jalan tol, dan areal di sebelah timur jalan tol disebut dengan Kawasan Industri Medan (Tahap II) dengan luas ± 325 hektar. Berbagai terobosan dilakukan pemerintah Kota Medan di sektor investasi untuk dapat menarik minat para investor dari dalam maupun luar negeri mulai dari penyempurnaan pelayanan perizinan investasi sampai kepada pemberian insentif baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung. Berbagai langkah debirokrasi dan deregulasi terus dilanjutkan untuk menciptakan efisiensi berusaha dan berinvestasi termasuk
konsistensi
aturan
dan
kepastian
hukum
untuk
meminimalisir
ketidakpastian berusaha bagi investasi asing. Berbagai langkah yang sedang, telah dan akan dilakukan Pemko Medan antara lain: 1. Membentuk institusi kantor penanaman modal daerah Kota Medan sebagai institusi yang menyelenggarakan kewenangan perizinan investasi baik yang bersifat PMDN, maupun sebahagian PMA yang sebelumnya ada pada pemerintah pusat/propinsi dalam layanan sistem satu atap (one stop service).
Universitas Sumatera Utara
2. Membentuk Medan Bisnis Forum (MBF) sebagai wadah kemitraan antara Pemko Medan, masyarakat dan dunia usaha (swasta) yang berfungsi sebagai forum komunikasi, fasilitator, mediator, kegiatan bisnis dan investasi usaha swasta dan asing. 3. Mempersiapkan Unit Pelayanan Terpadu (UPT) satu atap, sebagai bentuk pengintegrasian pelayanan perizinan bagi investor dalam negeri dan asing sehingga diharapkan dapat lebih sederhana, cepat, mudah, murah, terbuka, baku, efisien dan ekonomis (terjangkau). 4. Mengusahakan insentif dan kemudahan melalui pemerintah pusat dengan pemberian: a. Keringanan bea masuk, impor barang-barang modal (mesin, bahan baku, dan lain-lain) sesuai dengan SK Menteri Keuangan No.135/KM 05/2000. b. Pembebasan PPN atas impor dan atau penyerahan barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis, sesuai dengan SK Menteri Keuangan RI No. 155/KMK 03/2001 c. Memberikan visa izin tinggal sementara dan atau izin tinggal terbatas bagi perusahaan yang ingin memperkerjakan tenaga kerja asing, melalui Ditjen imigrasi/kantor imigrasi setempat. d. Menggalang kerjasama perdagangan dan investasi dalam wadah-wadah regional seperti IMT-GT, Sister City dan lain-lain. e. Peningkatan pelayanan pada pintu-pintu masuk khususnya bandara dan pelabuhan, sehingga menciptakan budaya yang maju.
Universitas Sumatera Utara
f. Melakukan koordinasi secara terus menerus dengan kepolisian dan TNI untuk memberikan rasa aman dan tenteram bagi seluruh pelaku bisnis baik domestik maupun asing yang ada di Kota Medan. g. Berbagai langkah yang telah, sedang dan akan dilanjutkan tersebut diharapkan juga menghapus perbedaan perlakuan antara investor asing dan lokal, sehingga investor asing dapat memiliki akses yang sama termasuk dari lembaga perbankan domestik/lokal (menyamakan perlakuan terhadap investor). Selain itu, diharapkan regulasi lebih berpihak kepada pasar serta transparan dengan mengusahakan mengurangi jumlah larangan yang terdapat pada negative investment list. Keseriusan Pemko Medan dalam pengembangan kawasan industri bukanlah suatu hal yang mengherankan, jika melihat keuntungan yang dapat diperoleh dari pengembangan kawasan industri bagi perkembangan lingkungan di sekitarnya. Keuntungan pertama yang dapat diperoleh dari pengembangan kawasan industri adalah untuk memacu pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Hal ini dapat diperlihatkan bahwa pencapaian pertumbuhan ekonomi Kota Medan antara tahun 2005-2007 mencapai 7,77 persen atau lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi ratarata nasional. (Medan dalam angka, 2007) Keuntungan kedua dari pembentukan kawasan industri adalah kemudahan dalam penyediaan sarana infrastrktur yang diperlukan oleh pabrik-pabrik dalam melakukan produksinya. Dengan menggabungkan beberapa industri dalam satu kawasan, maka pemenuhan fasilitas sarana dan prasarana yang menunjang dan
Universitas Sumatera Utara
diperlukan untuk proses produksi dapat dipenuhi lebih mudah karena dikumpulkan dalam satu kawasan. Berbeda halnya apabila tidak terdapat kawasan industri, dimana lokasi industri yang satu dengan yang lain terletak berjauhan, maka sarana yang diperlukan untuk proses produksi cenderung susah dilakukan dan lebih mahal karena penggunaannya yang cenderung untuk keperluan sendiri. Namun, dengan adanya kawasan industri yang merupakan aglomerasi/pengumpulan dari beberapa industri, maka pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana industri dapat lebih mudah, karena dikelompokkan pada satu kawasan, dan lebih murah sifatnya, karena dapat digunakan secara bersama-sama. Keuntungan yang ketiga yang dapat diperoleh dari pengembangan kawasan industri adalah membuka lapangan pekerjaan baru. Dengan bertumbuhnya kawasan perindustrian, maka akan membuka lapangan pekerjaan baru di pabrik yang dapat menyerap ribuan buruh/tenaga kerja. Dengan bertambahnya lapangan pekerjaan tersebut, maka pendapatan masyarakat dapat menjadi meningkat yang disertai juga dengan peningkatan sumber daya manusianya.
2.3.
Landasan Teori
2.3.1. Teori Produksi Teori produksi yang sederhana menggambarkan tentang hubungan di antara tingkat produksi suatu barang dengan jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk menghasilkan berbagai tingkat produksi barang tersebut. Dalam analisis tersebut dimisalkan bahwa faktor-faktor produksi lainnya adalah tetap jumlahnya, yaitu modal
Universitas Sumatera Utara
dan tanah jumlahnya dianggap tidak mengalami perubahan, juga teknologi dianggap tidak mengalami perubahan. Satu-satunya faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya adalah tenaga kerja (Sukirno, 2004). Produksi merupakan hasil akhir dan proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Lebih spesifik lagi produksi adalah kegiatan perusahaan dengan mengkombinasikan berbagai input untuk menghasilkan output dengan biaya yang minimum (Joesron dan Fathorrozi, 2003). Produksi merupakan konsep arus, apa yang dimaksud dengan konsep arus (flow concept) di sini adalah produksi merupakan kegiatan yang diukur sebagai tingkat-tingkat output per unit periode/waktu. Sedangkan outputnya sendiri senantiasa diasumsikan konstan kualitasnya. Jadi bila berbicara mengenai peningkatan produksi, itu berarti peningkatan tingkat output dengan mengasumsikan faktor-faktor lain yang sekiranya berpengaruh tidak berubah sama sekali (konstan). Pemakaian sumber daya dalam suatu proses produksi juga diukur sebagai arus. Modal dihitung sebagai sediaan jasa, katakanlah mesin, per jam; jadi bukan dihitung sebagai jumlah mesinnya secara fisik (Miller dan Miners, 1999). Hubungan antara Produksi Total (TP), produksi rata-rata (AP) dan Produk Marginal (MP) dalam jangka pendek untuk satu input (input lain dianggap konstan) dapat dilihat pada gambar berikut:
Universitas Sumatera Utara
TP
C B
TP
A Ep>1
0
1>EP>0 L1
EP<0
L2
Input L
L3
AP,MP Kenaikan Kenaikan Hasil Hasil Ber Berkurang tambah
A1
Kenaikan Hasil Negatif
B1 C1
AP
0 L1
Gambar 2.1.
L2
L3
MP
Input L
Hubungan Total Produksi, Marginal Produksi dan Rata-rata Produksi
Gambar 2.1 di atas memperlihatkan bahwa antara titik A dan C adalah pertambahan produksi yang semakin berkurang (law of diminishing marginal productivity). Titik C adalah total produksi mencapai maksimum artinya tambahan input tidak lagi menyebabkan tambahan output atau produksi marginal (MP) adalah nol (C1). Sedangkan Produksi rata-rata (AP) mencapai maksimum adalah pada saat elastisitas produksi sama dengan 1 dan AP berpotongan dengan MP artinya produksi rata-rata sama dengan tambahan output akibat tambahan 1 unit input produksi, dengan asumsi faktor produksi lain dianggap konstan (Nicholson, 1998).
Universitas Sumatera Utara
2.3.2. Fungsi Produksi Menurut Joesron dan Fathorrozi (2003) produksi merupakan hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Dengan
pengertian
ini
dapat
dipahami
bahwa
kegiatan
produksi
adalah
mengkombinasikan berbagai input atau masukan untuk menghasilkan output. Hubungan teknis antara input dan output tersebut dalam bentuk persamaan, tabel atau grafik merupakan fungsi produksi. Jadi, fungsi produksi adalah suatu persamaan yang menunjukkan jumlah maksimum output yang dihasilkan dengan kombinasi tertentu. Masing-masing faktor mempunyai fungsi yang berbeda dan saling terkait satu sama lain. Kalau salah satu faktor tidak tersedia maka proses produksi tidak akan berjalan, terutama tiga faktor yaitu tanah, modal dan manajemen saja, tentu proses produksi tidak akan jalan karena tidak ada tenaga kerja. Tanpa tenaga kerja, apa yang dapat dilakukan, begitu juga dengan faktor lainnya seperti modal. Hubungan antara jumlah output (Q) dengan jumlah input yang digunakan dalam proses produksi (X 1 , X 2 , X 3 , …, X n ) secara matematika dapat dituliskan sebagai berikut: Q = f(X 1 , X 2 , X 3 , … , X n ) dimana: Q = output X i = input Input produksi sangat banyak dan yang perlu dicatat disini bahwa input produksi hanyalah input yang tidak mengalami proses nilai tambah. Jadi didalam
Universitas Sumatera Utara
fungsi produksi diatas tidak bisa dimasukkan material sebab dalam fungsi produksi ada substitusi antara faktor produksi. Hubungan antara input dan output ini dalam dunia nyata sangat sering kita jumpai. Hubungan antara input dan output dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks, sekalipun ada disekitar kita, belum banyak yang memahami berbagai model yang dapat diterapkan untuk mempelajari pola hubungan antara input dan output. Fungsi produksi Cobb-Douglas dapat juga dipakai untuk menganalisis produktivitas tenaga kerja.
Fungsi produksi dapat ditunjukkan pada persamaan
berikut: Q = f(K, L)
(2.1)
Q = A K L
(2.2)
dimana: Q = output A = konstanta K = input kapital L = input tenaga kerja = koefisien kapital = koefisien tenaga kerja Yang ditransformasikan ke dalam bentuk ekonometrika: Log Q = Log A + Log K + Log L +
Universitas Sumatera Utara
2.4.
Pendapatan Usaha dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya
2.4.1. Pendapatan Usaha Pendapatan usaha adalah sama dengan jumlah unit output yang terjual dikalikan dengan harga output per unit. Jika jumlah unit output yang sama dengan Q dan harga jual per unit output adalah P, maka pendapatan total (TR) = Q x P. Biaya usaha biasanya diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap (FC) adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produk yang dijual banyak atau sedikit. Biaya variabel (VC) adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produk yang dijual, contohnya biaya untuk tenaga kerja. Total biaya (TC) adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya variabel (VC), maka TC = FC + VC (Rahardja, Manurung, 2006).
2.4.2. Modal Kerja Pengertian modal kerja dalam penelitian ini berdasarkan konsep kuantitas dari dana yang tertanam dalam unsur-unsur aktiva lancar di mana aktiva ini merupakan aktiva yang sekali berputar kembali dalam bentuk semula atau aktiva dimana dana yang tertanam didalamnya akan dapat bebas lagi dalam waktu yang pendek. Dengan demikian model kerja menurut konsep ini adalah keseluruhan dari jumlah aktiva lancar (Sawir. A, 2001) Faktor modal kerja secara teoritis maupun berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan (empiris) menyatakan bahwa modal kerja mempengaruhi
Universitas Sumatera Utara
pendapatan usaha. Peningkatan dalam modal kerja akan mempengaruhi peningkatan jumlah barang atau produk yang dihasilkan sehingga akan meningkatkan pendapatan usaha.
2.4.3. Tenaga Kerja Pengertian tenaga kerja dalam penelitian ini adalah jumlah pegawai tetap dan tidak tetap yang terlibat dalam suatu kegiatan di perusahaan. Setiap usaha yang dilaksanakan pasti memerlukan tenaga kerja. Oleh karena itu dalam analisa ketenagakerjaan dibidang bisnis/perusahaan penggunaan tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya jumlah tenaga kerja. Skala usaha akan mempengaruhi besar kecilnya tenaga kerja yang dibutuhkan dan membutuhkan tenaga kerja yang mempunyai keahlian (terampil). Biasanya perusahaan kecil akan membutuhkan jumlah tenaga kerja yang sedikit, dan sebaliknya perusahaan sekala besar lebih banyak membutuhkan tenaga kerja dan mempunyai keahlian. Dalam analisa ketenagakerjaan sering dikaitkan dengan tahapan pekerjaan dalam perusahaan, hal seperti ini sangat penting untuk melihat alokasi sebaran pengguna tenaga kerja selama proses produksi sehingga dengan demikian kelebihan tenaga kerja pada kegiatan tertentu dapat dihindarkan (Soekartawi, 2002). Penggunaan tenaga kerja sebagai variabel dalam proses produksi lebih ditentukan oleh pasar tenaga kerja, dalam hal ini dipengaruhi oleh upah tenaga keja serta harga outputnya (Nopirin, 2000). Pengusaha cenderung menambah tenaga kerja selama produk marginal (nilai tambah output yang diakibatkan oleh bertambahnya 1
Universitas Sumatera Utara
unit tenaga kerja) lebih tinggi dari pada cost yang dikeluarkan untuk upah tenaga kerja.
2.4.4. Lama Berusaha Faktor lama berusaha secara teoritis dalam buku ekonomi tidak ada yang membahas lama berusaha mempengaruhi jumlah produk yang dihasilkan atau pendapatan usaha. Namun demikian, dalam banyak literatur atau berdasar data secara empiris, ternyata lamanya berusaha perusahaan secara signifikan mempengaruhi pertumbuhan perusahaan (dalam hal ini pendapatan perusahaan).
2.5.
Penelitian Sebelumnya Handrimurtjahyo, A.D., Susilo, Y.S., Soeroso, A., (2007) dalam penelitiannya
dengan judul “Faktor-Faktor Penentu Pertumbuhan Usaha Industri Kecil : Kasus Pada Industri Gerabah dan Keramik Kasongan, Bantul, Yogyakarta”. Penelitian ini dilakukan terhadap unit-unit usaha di sentra industri gerabah dan keramik di Kasongan, Bantul, Yogyakarta. Penentuan sampel dilakukan dengan convenience sampling. Besar sampel (sample size) ditentukan sebesar 60 unit usaha. Data yang digunakan merupakan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh lewat survei lapangan dan dilakukan bulan Juli–Agustus 2007. Sedangkan data sekunder diperoleh dari Disperindagkop Kabupaten Bantul dan Propinsi Yogyakarta. Berdasarkan model ekonometri dan data yang terkumpul, maka dilakukan regresi berganda dengan metode Ordinary Least Squares (OLS) diperoleh hasil bahwa pertumbuhan usaha (% pertumbuhan tingkat produksi) pengrajin gerabah dan keramik di Kasongan, Bantul
Universitas Sumatera Utara
dipengaruhi oleh ukuran usaha (= jumlah tenaga kerja), umur unit usaha atau lamanya unit usaha telah beroperasi, legalitas badan/unit usaha, fasilitas kredit perbankan yang diperoleh unit/badan usaha, dan kegiatan internasionalisasi badan/unit usaha dengan melakukan aktivitas ekspor hasil produksinya. Thamrin (2006) dalam hasil penelitiannya menjelaskan bahwa variabel yang mempengaruhi keberhasilan sektor industri kecil di dalam upaya peningkatan pendapatan masyarakat di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang adalah variabel modal kerja, tenaga kerja, tingkat pendidikan dan fasilitas kredit berpengaruh secara signifikan secara statistik. Dalam penelitian pada sektor industri kecil di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang menunjukkan bahwa sektor ini dapat dikembangkan dalam rangka pendapatan, potensi ekonomi wilayah yang dimiliki Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang khususnya sektor industri kecil menjadi daya tarik bagi para investor untuk membuka usaha sehingga iklim usaha akan menjadi cerah dan penyerapan tenaga kerja akan tercipta. Potensi sektor industri kecil ini juga dapat memberikan kontribusi yang positif bagi masyarakat dan pemerintahan Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang misalnya untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan Pendapatan Asli Daerahnya (PAD). Kuncoro, M., Supomo (2003), melakukan studi dengan judul Analisis Formasi Keterkaitan, Pola Kluster, dan Orientasi Pasar: “Studi Kasus Sentra Industri Keramik di Kasongan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta”. Temuan dari riset tersebut menyatakan bahwa semakin banyak tenaga kerja yang digunakan dalam
Universitas Sumatera Utara
proses produksi, maka semakin besar probabilitas industry gerabah dan keramik berorientasi ekspor. Berdasarkan kondisi ini tentu unit usaha yang mempunyai kesempatan untuk melakukan ekspor maka probabilitas pertumbuhan unit usaha juga lebih besar. Disamping itu, temuan riset juga menyatakan bahwa semakin tua umur unit usaha maka semakin besar probabilitas industri gerabah/keramik berorientasi ekspor. Dengan kesempatan ekspor yang dimiliki maka pada gilirannya akan mampu mendorong pertumbuhan usaha. Davidson et al. (2002) melakukan studi terhadap industri manufaktur di Swedia. Tujuan dari studi tersebut untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan usaha (% pertumbuhan tingkat produksi) dari unit usaha industri tersebut. Model ekonometrika yang disusun diselesaikan dengan regresi berganda dengan metode Ordinary Least Squares (OLS). Temuan dari riset tersebut antara lainbesarnya unit usaha (firm size), lamanya usaha (age), dan legalitas dari unit usaha mempengaruhi pertumbuhan usaha dengan signifikan. Becchetti dan Trovato (2002), melakukan studi mengenai faktor penentu pertumbuhan usaha industry kecil dan menengah di Italia. Metode yang digunakan adalah analisa deskriptif dan analisis multivariate (regresi linier berganda). Dari riset tersebut ditemukan bahwa yang mempengaruhi pertumbuhan usaha (pertumbuhan tingkat produksi) antara lain ukuran unit usaha (jumlah tenaga kerja) dan umur perusahaan, tetapi juga dipengaruhi oleh kemampuan perusahaan untuk melakukan ekspor dan pengambilan kredit perbankan yang dilakukan secara rasional oleh pemilik atau pengelola industry kecil dan menengah. Hasil temuan dari riset ini
Universitas Sumatera Utara
adalah ternyata subsidi atau bantuan yang diberikan pemerintah berpengaruh terhadap pertumbuhan usaha industry kecil dan menengah. Roper (1999) melakukan studi terhadap 1853 perusahaan skala kecil di Irlandia dalam kurun waktu 1993–1994. Tujuan dari riset untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi pertumbuhan usaha, dalam hal ini pertumbuhan penjualan dan profitabilitas, dari perusahaan yang menjadi sampel. Kajian ini menggunakan data sekunder. Temuan dari studi ini diantaranya adalah kemampuan perusahaan dalam mengekspor produk berpengaruh terhadap kemampuan memperoleh peningkatan laba. Disamping itu, riset ini juga menyimpulkan bahwa ukuran perusahaan (jumlah tenaga kerja) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan usaha, sedangkan umur perusahaan atau lamanya usaha berpengaruh secara negatif dan signifikan. Riset ini menggunakan model ekonometrika.
2.6.
Kerangka Pemikiran Dalam kerangka pemikiran perlu dijelaskan secara teoritis antara variabel
bebas dan variabel terikat. Dengan demikian maka kerangka pemikiran peneliti dalam penelitian ini adalah pendapatan usaha perusahaan-perusahaan di Kawasan Industri Medan (sebagai variabel terikat) yang dipengaruhi oleh modal kerja, jumlah tenaga kerja dan lama berusaha (sebagai variabel bebas). Pengertian modal kerja dalam penelitian ini berdasarkan konsep kuantitas dari dana yang tertanam dalam unsur-unsur aktiva lancar di mana aktiva ini merupakan aktiva yang sekali berputar kembali dalam bentuk semula atau aktiva dimana dana
Universitas Sumatera Utara
yang tertanam didalamnya akan dapat bebas lagi dalam waktu yang pendek. Dengan demikian model kerja menurut konsep ini adalah keseluruhan dari jumlah aktiva lancar. (Sawir. A, 2001) Faktor modal kerja secara teoritis maupun berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan (empiris) menyatakan bahwa modal kerja mempengaruhi pendapatan usaha. Peningkatan dalam modal kerja akan mempengaruhi peningkatan jumlah barang atau produk yang dihasilkan sehingga akan meningkatkan pendapatan usaha. Pengertian tenaga kerja dalam penelitian ini adalah jumlah pegawai tetap dan tidak tetap yang terlibat dalam suatu kegiatan di perusahaan. Faktor tenaga kerja masuk dalam penelitian ini karena secara teoritis tenaga kerja mempengaruhi pendapatan usaha. Dengan meningkatkan jumlah tenaga kerja akan meningkatkan pendapatan usaha. Faktor lama berusaha secara teoritis dalam buku ekonomi tidak ada yang membahas lama berusaha mempengaruhi jumlah produk yang dihasilkan atau pendapatan usaha. Namun demikian, dalam banyak literatur atau berdasar data secara empiris, ternyata lamanya berusaha perusahaan secara signifikan mempengaruhi pertumbuhan perusahaan (dalam hal ini pendapatan perusahaan). Berdasar keterangan diatas, dimana terdapat hubungan antara modal usaha, modal kerja, jumlah tenaga kerja dan lama berusaha terhadap pendapatan usaha perusahaan-perusahaan di Kawasan Industri Medan. Hal ini dapat dilihat pada kerangka pemikiran dibawah ini.
Universitas Sumatera Utara
Modal Kerja
Jumlah Tenaga Kerja
Pendapatan
Lama Berusaha
Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran
2.7.
Hipotesis Penelitian Berdasarkan perumusan masalah dan dari beberapa penelitian empiris yang
dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya, maka hipotesisnya adalah sebagai berikut: a) Modal kerja berpengaruh positif terhadap pendapatan usaha perusahaanperusahaan di Kawasan Industri Medan, ceteris paribus. b) Jumlah tenaga kerja berpengaruh positif terhadap pendapatan usaha perusahaanperusahaan di Kawasan Industri Medan, ceteris paribus. c) Lama berusaha berpengaruh positif terhadap pendapatan usaha perusahaanperusahaan di Kawasan Industri Medan, ceteris paribus.
Universitas Sumatera Utara