BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Kemiskinan Walaupun kemiskinan merupakan istilah yang umum, ditandai dengan tidak
mempunyai seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal yang dianggap layak, namun kemiskinan itu memiliki ciri yang berbeda antar wilayah, perbedaan ini terkait pada kemiskinan SDA, SDM dan kelembagaan setempat. Kemiskinan biasa dikategorikan ke dalam tiga kelompok, yaitu: kemiskinan struktural, kemiskinan natural, dan kemiskinan relatif. Pengertian kemiskinan struktural merujuk pada situasi dimana fenomena kemiskinan disebabkan struktur yang membelenggu masyarakat untuk maju keseluruhan. Kemiskinan natural menggambarkan fenomena kemiskinan sebagai akibat dari miskinnya sumber daya alam yang menghidupi masyarakat. Adapun kemiskinan relative merujuk pada situasi komparasi antara satu individu, kelompok atau masyarakat lainnya. (Pakpahan, 1993). Menurut Soejono (1991) kemiskinan akibat dari kedudukan mereka yang lemah, tidak ada kemampuan untuk meningkatkan pendapatan. Pengentasan kemiskinan dapat dilakukan dengan pengupayaan pemberian pengertian dan pengetahuan tentang keadaan mereka ke arah pemikiran yang berorientasi ke masa depan, dan untuk mencapainya melalui perbaikan pendidikan.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Pakpahan (1991) kemiskinan pada hakekatnya merupakan resultan dari interaksi antara teknologi, sumber daya alam dan kapital, sumber daya manusia dan kelembagaan. Dengan demikian kemiskinan ini dapat dilihat sebagai akibat (endegeneous variable) maupun sebagai sebab (exogeneous variable). Affendi (1991) mengatakan bahwa kemiskinan sebagai endogenous variable yang merupakan derivasi langsung dari pendapatan, baik dalam nilai uang maupun bukan nilai uang seperti keamanan, kebebasan, maupun kesempatan ekonomi dan lain-lain. Kemiskinan tumbuh sebagai bahagian dari sejarah kemanusiaan sendiri dan cenderung menjadi parah dengan berkembangnya waktu. Kemiskinan bukan sematamata masalah individu lagi, tetapi sudah menjadi masalah bangsa dan dalam rangka globalisasi sudah menjadi masalah dunia (makro). Menurut Soedjono (prosiding kemiskinan: 137), masalah kemiskinan memiliki dimensi ekonomi, sosial, budaya dan juga politik. Orang mempertanyakan kemiskinan ini “sebab” ataukah “akibat”. Kemiskinan adalah sebuah permasalahan yang bersifat komprehensif, yang tidak dapat dipisahkan dengan permasalahan lainnya, seperti kondisi perekonomian, kependudukan, ketenagakerjaan, kesehatan dan pendidikan. Selama tiga dekade, upaya penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan penyediaan kebutuhan dasar seperti pangan, pelayanan kesehatan dan pendidikan, perluasan kesempatan kerja, pembangunan pertanian, pemberian dana bergulir (revolving fund) melalui sistem kredit, pembangunan prasarana dan pendampingan, penyuluhan sanitasi dan sebagainya. Dari serangkaian cara dan strategi penanggulangan kemiskinan tersebut,
Universitas Sumatera Utara
semuanya berorientasi material, sehingga keberlanjutannya sangat tergantung pada ketersediaan anggaran dan komitmen pemerintah. Kalau yang dipersoalkan daerah permukiman kumuh dengan segala pencemarannya, maka kemiskinan adalah sebabnya. Kalau dalam situasi persaingan kehidupan yang kuat dapat menguasai sumber-sumber ekonomi dan memanfaatkan bagi diri sendiri/kelompoknya sendiri dan mengorbankan yang lemah, maka kemiskinan adalah akibatnya. Kalau ditelusuri menurut jalur sejarahnya, maka kemiskinan adalah akibat dan bukan sebab, karena hal ini adalah akibat dari kedudukan mereka yang lemah, tidak memiliki kemampuan (dan kekuasaan) untuk mengamankan dan meningkatkan pendapatan dan hal yang mereka perlukan untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Kemiskinan jika ditinjau dari kebijakan umum adalah meliputi dimensi primer dalam wujud miskin akan asset, organisasi sosial dan politik, pengetahuan, serta ketrampilan. Selanjutnya dimensi sekunder wujud miskin ditunjukkan oleh jaringan sosial, sumber keuangan dan informasi. Dimensi kemiskinan di atas termanifestasikan dalam bentuk perumahan yang tidak sehat atau yang sering kita kenal dengan sebutan permukiman kumuh, perawatan kesehatan yang kurrang baik, ataupun kekurangan gizi,
serta
pendidikan
yang
kurang
memadai.
Kemiskinan
itu
bersifat
multidimensional artinya kebutuhan manusia itu bermacam-macam maka kemiskinan memiliki banyak dimensi, seperti dimensi kemiskinan absolute dan dimensi kemiskinan relatif. Dimana kedua dimensi itu saling berkaitan satu dengan yang lain baik secara langsung maupun tidak langsung.
Universitas Sumatera Utara
Menurut hasil Semiloka Nasional Penanggulangan Kemiskinan, penelitian mengenai kemiskinan perlu dilakukan dengan melakukan pendekatan inter-disiplin. Sasaran kegiatan penelitian adalah memetakan kantong-kantong kemiskinan, menelaah karakteristik penduduk miskin dan mengidentifikasi factor-faktor penyebab kemiskinan, serta memantau dan mengevaluasi program-program penanggulangan kemiskinan yang telah dilakukan di Indonesia. Lebih rinci lagi dinyatakan bahwa prioritas penelitian mengenai kemiskinan yang perlu dilakukan antara lain: (1) Pemetaan kantong-kantong kemiskinan dan analisis karakteristik perkembangan penduduk miskin, (2) Keterbatasan penguasaan atas tanah dan kaitannya dengan kemiskinan, (3) Pola organisasi usaha bersama bagi masyarakat miskin, (4) Kemampuan masyarakat golongan miskin di dalam memanfaatkan peluang pelayanan sosial (pangan, kesehatan, gizi, pendidikan) dan pelayanan lembaga perbankan serta hukum yang ada, (5) Karakteristik kehidupan sosial ekonomi rumah tangga miskin, (6) Pola pengembangan kehidupan sosial – politik dari masyarakat golongan miskin. (Prosiding: 1991;11) Menurut Todaro yang dikutip dari Goulet tahun 2000, mengatakan bahwa ada tiga komponen dasar atau nilai inti yang harus dijadikan basis konseptual dan pedoman praktis untuk memahami pembangunan yang paling hakiki serta erat kaitannya dengan miskin atau tidak seseorang yaitu: 1. Kecukupan (sustenance), 2. Jati diri (self esteem), 3. Kebebasan (freedom). Ketiga hal pokok inilah yang merupakan tujuan utama yang harus digapai oleh setiap orang melalui pembangunan. Adapun yang dimaksud dalam tiga hal pokok tersebut adalah:
Universitas Sumatera Utara
Kecukupan adalah: kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Dalam hal ini kecukupan bukan hanya menyangkut makanan, melainkan mewakili semua hal yang merupakan kebutuhan dasar manusia secara fisik. Kebutuhan dasar adalah segala sesuatu yang jika tidak dipenuhi akan menghentikan kehidupan seseorang. Kebutuhan dasar adalah segala sesuatu yang jika tidak dipenuhi akan menghentikan kehidupan seseorang. Kebutuhan dasar meliputi; pangan, sandang, papan, kesehatan dan keamanan. Jika satu saja tidak terpenuhi akan memunculkan keterbelakangan absolut. Atas dasar itulah bisa dinyatakan bahwa keberhasilan pembangunan ekonomi itu merupakan prasyarat bagi membaiknya kualitas kehidupan.
Jati diri adalah: menjadi manusia seutuhnya. Adanya dorongan dari diri sendiri untuk maju, untuk menghargai diri sendiri, untuk merasa diri pantas dan layak melakukan atau mengejar sesuatu dan seterusnya. Jadi diri tidak semata diukur dengan material, karena hal itu akan menghilangkan jati diri seseorang.
Kebebasan dari sikap menghamba adalah: Kemampuan untuk memilih. Kebebasan disini diartikan secara luas sebagai kemampuan untuk berdiri tegak sehingga tidak diperbudak oleh pengejaran aspek-aspek material dalam kehidupan (Todaro, 2000:23).
Universitas Sumatera Utara
Lebih jauh lagi menurut Lutfi memandang kemiskinan dari titik pandang ekonomi, sosial dan politik. Dari titik pandang ekonomi, kemiskinan dianggap merupakan masalah dengan alasan : 1) kemiskinan merupakan cermin dari rendahnya permintaan agregat, yang akan mengurangi insentif untuk mengembangkan sistem produksi, 2) kemiskinan berkaitan dengan ratio capital/tenaga kerja yang rendah yang selanjutnya mengakibatkan produktivitas tenaga kerja rendah dan 3) kemiskinan seringkali mengakibatkan mislokasi sumberdaya terutama tenaga kerja. Ditinjau dari sudut sosial, kemiskinan merupakan ciri lemahnya potensi suatu masyarakat untuk berkembang. Dari segi politik mengkaji kemiskinan dari ketergantungan dan eksploitasi suatu kelompok masyarakat oleh kelompok lain, sehingga akan menimbulkan kesenjangan yang pada akhirnya kesenjangan lebih berbahaya dari padakemiskinan (Prosiding Semiloka Nasional Penanggulangan Kemiskinan, 1991:31). Menurut Lewis (1984), kebudayaan kemiskinan berkembang dalam kebudayaan masyarakat miskin. Umumnya orang miskin generasi ke generasi berikutnya hidup dalam kemiskinan. Adapun ciri-ciri dari kebudayaan kemiskinan tersebut antara lain adalah: 1. Kurang atau tidak efektifnya partisipasi dan integrasi dari golongan miskin dalam pranata-pranata utama yang ada dalam masyarakat luas. Sebabnya adalah karena lingkungan kemiskinan dan kekumuhan yang disebabkan oelh langkanya sumbersumber daya ekonomi, menghasilkan adanya jarak sosial antara mereka dengan mayarakat luas.
Universitas Sumatera Utara
2. Muncul dan berkembangnya pranata-pranata hutang menghutang, gadaimenggadai, tolong menolong diantara sesama tetangga secara spontan maupun melalui arisan ataupun perkumpulan-perkumpulan sejenis, tidak adanya kesetiaan kerja terhadap satu jenis pekerjaan yang ditekuni atau dengan kata lain cenderung untuk
mudah
pindah
pekerjaan
mengerjakan
pekerjaan
rangkap
asal
menguntungkan. 3. Adanya semacam pemberontakan tersembunyi terhadap diri mereka sendiri maupun terhadap masyarakat, tetapi di lain pihak juga aada sikap-sikap pasrah dan masa bodoh terhadap nasib yang mereka jalani maupun terhadap mereka yang dianggap mempunyai kekuasaan sosial dan ekonomi 4. Wanita atau lebih khususnya lagi diperlakukan bukan hanya sebagai ibu rumah tangga tetapi juga sebagai penghasil nafkah, bagi kelangsungan hidup rumah tangga. Anak juga membantu atau tenaga kerja pencari nafkah orang tua. Dari beberapa pengertian dan uraian di atas bila dipahami lebih mendalam dapat disimpulkan bahwa kemiskinan dari sudut ekonomi merupakan suatu gejala yang ada pada wilayah penduduk miskin yang berkaitan dengan rendahnya pendapatan (income). Sedangkan kemiskinan sosial melekat pada pribadi penduduk miskin seperti cara hidup dan tingkah lakunya.
2.2.
Indikator Kemiskinan BPS menetapkan beberapa indikator yang digunakan untuk mengelompokkan
masyarakat dalam kategori miskin, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a) luas lantai tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang, b) jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/kayu/bambu murahan, c) jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester, d) tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tinggal lain, e) sumber penerangan rumah tidak menggunakan listrik, f) sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan, g) bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah, h) hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu, i) hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun, j) hanya sanggup makan satu/dua kali dalam sehari, k) tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik pemerintah, l) sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah petani dengan luas lahan 0,5 ha, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp 300.000,00 per bulan dan atau memiliki pendapatan di bawah garis kemiskinan, m) pendidikan tertinggi kepala rumah tangga tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya tamat SD.
Universitas Sumatera Utara
n) tidak memiliki tabungan atau barang yang bisa dijual dengan nilai minimal Rp 500.000,00, seperti: sepeda motor, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya Ukuran dari kemiskinan menurut Sayogyo (Singarimbun, 1983), dengan mengaitkannya dengan kebutuhan pangan dan pengeluaran rumah tangga. Masyarakat yang tergolong miskin adalah mereka yang mempunyai tingkat pengeluaran senilai kurang dari 320 kg beras perkapita untuk penduduk perdesaan, dan 480 kg ekuivalen beras untuk daerah perkotaan. Keluarga miskin sekali mempunyai tingkat pengeluaran 240 kg beras untuk tingkat perdesaan dan 360 kg beras untuk daerah perkotaan pertahunnya. Dan masyarakat yang paling miskin memiliki tingkat pengeluaran senilai 180 kg beras untuk daerah perdesaan dan 270 kg beras untuk daerah perkotaan. Sesuai dengan ukuran ini, dengan mengambil harga beras rata-rata Rp. 4.000 per kilogram. Maka penduduk miskin di perdesaan adalah masyarakat yang memiliki pengeluaran per tahunnya sekitar Rp. 1.280.000 atau sekitar Rp. 166.666 per bulannya. Kemiskinan, di berbagai negara, masih menjadi salah satu pokok bahasan yang menarik. Ini didasarkan pada kondisi bahwa kemiskinan tidak hanya terjadi di negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi yang relatif rendah tetapi juga negara dengan pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi. Dengan kata lain, apabila kinerja suatu perekonomian secara terus-menerus meningkat belum tentu tingkat kemiskinan secara terus-menerus akan cenderung turun.
Universitas Sumatera Utara
Kemiskinan merupakan refleksi dari ketidakmampuan seseorang untukk memenuhi kebutuhannya sesuai dengan standar yang berlaku. Seseorang dikatakan miskin secara absolut jika tingkat pendapatannya lebih standar kemiskinan yang ditetapkan. Banyak sekali ukuran kemiskinan yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain berdasarkan pendapatan perkapita, kebutuhan kalori minimum, konsumsi beras perkapita. Dari beberapa pendapatan tersebut yang paling banyak digunakan adalah kriteria pendapatan perkapita seperti dikemukakan oleh Biro Pusat Statistik. Ada beberapa ukuran kemiskinan yang dikutip dari beberapa pendapat seperti yang dituangkan dalam tabel berikut: Tabel 2.1 No
1
2
3
Ukuran Kemiskinan
Sumber Sayogyo (dalam Prayitno dan Arsyad, 1986) Djoyohadikusum a (1996:21)
Keterangan
- miskin - miskin sekali - paling miskin Berdasarkan pendapatan perkapita pertahun Dirjen Agraria, Berdasarkan konsumsi dalam Nawi 9 bahan kebutuhan pokok yang dihitung (1997:12) atas dasar harga setempat per kapita per tahun (100 kg beras, 60 liter minyak tanah, 15 kg ikan asin, 20 btg sabun, 6 kg gula pasir, 4 m tekstil kasar, 6 kg minyak goring, 2 m batik kasar, 4 kg garam)
Kota
Desa
≤480kg beras/kapita/thn≤480kg beras/kapita/thn ≤480kg beras/kapita/thn≤480kg beras/kapita/thn ≤480kg beras/kapita/thn≤480kg beras/kapita/thn US $ 75 US $ 75
- Miskin sekali: - Miskin sekali: 75% dari nilai total 75% dari nilai total konsumsi konsumsi - Miskin : 75% - - Miskin : 75% 125% dari nilai 125% dari nilai total konsumsi total konsumsi - Hampir miskin: - Hampir miskin: 125% - 200% dari 125% - 200% dari nilai total nilai total konsumsi konsumsi
Universitas Sumatera Utara
Secara spesifik Lutfi (1993: 14) menyatakan bahwa sumber pendapatan rumah tangga terdiri dari penerimaan yang berasal dari penerimaan tenaga kerja, kekayaan dan berasal dari transfer. Pendapatan tersebut digunakan untuk konsumsi, tabungan dan transfer. Pendapatan tersebut digunakan untuk konsumsi, tabungan dan transfer ke luar rumah tangga. Penggunaan tenaga dan kekayaan merupakan input dalam kegiatan produksi rumah tangga. Dengan demikian yang dihitung sebagai pendapatan rumah tangga adalah output yang dihasilkan dari perpaduan tenaga dengan kekayaan ditambah dengan transfer dari luar rumah tangga. Besarnya total pendapatan rumah tangga dalam sekelompok masyarakat oleh para ahli ekonomi dapat dijadikan sebagai refleksi dari kesejahteraan masyarakat. Indikator kemiskinan menurut Emil Salim (1979) adalah masyarakat dengan kategori sebagai berikut: 1. Mereka tidak memiliki faktor produksi sendiri, modal atau ketrampilan. 2. Mereka tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri. Pendapatan tidak cukup untuk membeli alat dan sarana produksi. 3. Tingkat pendidikan rendah. Waktu mereka tersita untuk mencari nafkah kebutuhan sandang, pangan sehingga tidak tersisa untuk belajar. 4. Kebanyakan mereka tinggal di pedesaan dan daerah kumuh perkotaan dimana umumnya bekerja sebagai buruh (tani, nelayan, industri atau pekerja mandiri (self employed) dengan upah rendah.
Universitas Sumatera Utara
5. Mereka yang pindah (urbanisasi) dan hidup di kota, terutama mereka yang berusia muda. Tapi karena tidak memiliki ketrampilan (skill) atau pendidikan yang baik mereka terdampar pada kantong-kantong kemelaratan di tengah-tengah masyarakat maju berkat dorongan modal dan ketrampilan dan teknologi 6. Orientasi produktivitas kerja (etos kerja) mereka lebih besar atau dihabiskan untuk konsumsi dibandingkan untuk investasi 7. Mentalitas pembangunan tidak menghasilkan inovasi dan kreativitas Klasifikasi kemiskinan terbagi dalam tiga, yaitu: 1. Miskin sekali, jika konsumsi perkapita pertahun 75% dari nilai total konsumsi Sembilan bahan pokok yang ditetapkan. 2. Miskin, jika konsumsi perkapita pertahun sebesar 75% sampai dengan 125% dari nilai total konsumsi Sembilan bahan pokok yang telah ditetapkan. 3. Hampir Miskin, jika konsumsi perkapita pertahun sebesar 125% sampai dengan 200% dari nilai total konsumsi Sembilan bahan pokok yang telah ditetapkan. Menurut Asnawi (1994), ciri-ciri keluarga miskin dapat dilihat dari : (1) pendapatan perkapita keluarga berada atau di bawah garis kemiskinan, (2) kurang gizi, (3) kesehatan yang kurang baik, (4) tingkat kematian bayi tinggi, (5) pendidikan masih rendah, (6) kualitas perumahan belum memenuhi syarat minimum, (7) pengeluaran konsumsi pangan yang utama masih belum mencukupi.
Universitas Sumatera Utara
2.3.
Penyebab Kemiskinan Mencari
ataupun
meneliti
tentang
faktor-faktor
yang
menyebabkan
kemiskinan sudah dilakukan dam bentuk penelitian, pembahasan dan pengevaluasian serta mencari langkah-langkah untuk menanggulanginya. Berikut akan dibahas tentang factor-faktor yang menyebabkan kemiskinan. Menurut Galbraith (1983), kemiskinan memiliki bentuk dan penyebab yang berbeda-beda yang berkaitan dengan sifat-sifat khas seperti moral, turunan, kekeluargaan, lingkungan, kesukuan, pendidikan, sosial, dan kesehatan adalah yang menyebabkan orang terpisah dari kesejahteraan umum. Demikian halnya sifat pemerintahan (yang tidak efektif, korup, tidak teratur, dan tidak mampu menyediakan anggaran, penyalahgunaan jabatan) serta sistem ekonomi dapat menyebabkan terjadinya kemiskinan. Menurut Hadimulyo (Tjong dan Hadimulyo, 1987) lebih cenderung setuju dengan klasifikasi kelas sosial Marx untuk menelusuri sebab kemiskinan, dimana kelompok sosial miskin dan bukan adalah akibat akses kepemilikan dan posisi terhadap alat dan modal produksi. Sedangkan Selo Soemardjan dan Franseda menyebutkan bahwa berbedalah fakta atau realitas kemiskinan karena sebab-sebab handicap badaniah dan mental, kemiskinan karena bencana alam dan kemiskinan buatan atau sering disebut kemiskinan struktural (Pasaribu dan Simanjuntak). Menurut Prof. Bachtiar Hassan Miraza (2010), rakyat menjadi miskin karena mereka menganggur. Mereka menganggur karena di tengah masyarakat tidak ditemukan investasi dan pembentukan modal (capital formation). Hal ini diakibatkan
Universitas Sumatera Utara
oleh kondisi umum negara dan adanya kesempatan berinvestasi yang lebih baik (kompetitif) di negara lain. Kondisi umum negara menyangkut pada masalah politik dan sosial serta keamanan sera kesenangan bangsa ini yang lebih suka berutang dan menjual sumber daya alam secara mentah daripada mengolahnya sendiri. Kesenangan ini merupakan tanggungjawab pemerintah sebagai pemberi izin jual dan tanggung jawab dunia usaha sebagai pelaku ekonomi yang ingin mendapatkan laba secara instan. Todaro
(1985:93)
memperlihatkan
jalinan
antara
kemiskinan
dan
keterbelakangan dengan beberapa aspek ekonomi dan aspek non ekonomi. Tiga komponen utama sebagai penyebab keterbelakangan dan kemiskinan masyarakat, adalah: 1. Rendahnya taraf hidup 2. Rendahnya rasa percaya diri, dan 3. Terbatasnya kebebasan. Ketiga aspek tersebut memiliki hubungan secara timbal balik. Rendahnya taraf hidup disebabkan oleh rendahnya pendapatan, rendahnya pendapatan disebabkan oleh rendahnya produktivitas tenaga kerja, rendahnya produktivitas tenaga kerja disebabkan oleh tingginya pertumbuhan tenaga kerja, tingginya angka pengangguran dan rendahnya investasi perkapita. Jika dilihat lebih lanjut tingginya pertumbuhan tenaga kerja disebabkan oleh penurunan tingkat kematian dan rendahnya investasi perkapita yang disebabkan oleh tingginya ketergantungan terhadap teknologi asing yang hemat tenaga kerja.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya rendahnya tingkat pendapatan berpengaruh terhadap tingkat kesehatan, kesempatan pendidikan, pertumbuhan tenaga kerja dan investasi perkapita. Studi empiris Pusat Penelitan Sosial Ekonomi Departemen Pertanian (1995) menyimpulkan faktor utama penyebab kemiskinan penduduk Indonesia adalah: 1. Rendahnya kualitas sumber daya manusia, hal ini ditunjukkan oleh rendahnya pendidikan, tingginya angka ketergantungan, rendahnya tingkat kesehatan, kurangnya pekerjaan alternatif, rendahnya etos kerja, rendahnya keterampilan dan besarnya jumlah anggota keluarga; 2. Rendahnya sumber daya fisik, hal ini ditunjukkan oleh rendahnya kualitas dan jumlah asset produksi serta modal kerja; 3. Rendahnya penerapan teknologi, ditandai oleh rendahnya penggunaan input dan mekanisme pertanian; 4. Rendahnya potensi wilayah yang ditandai dengan rendahnya potensi fisik dan infrastruktur. Kondisi fisik ini meliputi iklim, tingkat kesuburan dan topografi wilayah. Sedangkan infrastruktur meliputi irigasi, transportasi, pasar, kesehatan, pendidikan, pengelolaan komoditas, listrik dan fasilitas komunikasi; 5. Kurang tepatnya kebijaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah dalam investasi dan pengentasan kemiskinan; 6. Kurang berperannya kelembagaan yang ada, kelembagaan tersebut meliputi pemasaran, penyuluhan, perkreditan dan sosial.
Universitas Sumatera Utara
2.4.
Dampak Kemiskinan Dampak dari kemiskinan terhadap masyarakat umumnya begitu banyak dan
kompleks, yakni: 1. Pengangguran Dengan banyaknya pengangguran berarti banyak masyarakat tidak memiliki penghasilan karena tidak bekerja. Karena tidak bekerja dan tidak memiliki penghasilan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan pangannya. Secara otomatis pengangguran telah menurunkan daya saing dan beli masyarakat. Sehingga akan memberi pengaruh langsung terhadap tingkat pendapatan, kesehatan dan tingkat pengeluaran. 2. Kekerasan Sesungguhnya kekerasan yang sering terjadi akhir-akhir ini merupakan efek dari pengangguran. Karena tidak mempunyai pekerjaan yang benar dan halal dan ketika tidak ada lagi jaminan bagi seseorang untuk dapat bertahan hidup dan menjaga keberlangsungan hidupnya maka jalan pintas pun dilakukan. Misalnya merampok, menodong, mencuri atau menipu di kenderaan umum dengan segala tipu daya. 3. Pendidikan Tingkat putus sekolah yang tinggi merupakan fenomena yang terjadi dewasa ini. Mahalnya biaya pendidikan membuat masyarakat miskin tidak dapat lagi menjangkau dunia pendidikan. Tingginya tingkat putus sekolah berdampak pada rendahnya tingkat pendidikan seseorang. Dengan begitu akan mengurangi
Universitas Sumatera Utara
kesempatan seseorang untuk dapat memperoleh pekerjaan yang layak. Ini akan menyebabkan bertambahnya pengangguran akibat tidak mampu bersaing di era globalisasi yang menuntut ketrampilan di segala bidang. 4. Kesehatan Biaya pengobatan sekarang ini sangat mahal, hamper setiap klinik pengobatan apalagi rumah sakit swasta besar menerapkan tarif ongkos pengobatan yang biayanya melangit. Sehingga, biayanya tak terjangkau oleh kalangan miskin.
2.5.
Pemukiman Kumuh Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang perumahan dan
kawasan, pada pasal 28 dijelaskan tentang kawasan kumuh yaitu: “kawasan yang tidak memenuhi syarat dan rawan yang dapat membahayakan kehidupan, penghijauan dan masyarakat penghuninya”. Karakteristik umum kawasan kumuh di daerah perkotaan, antara lain kepadatan penduduk yang tinggi, kerapatan bangunan, drainasenya sempit dan dangkal, tata letak bangunan tidak teratur, sanitasi rumah (ventilasi) buruk, konstruksi bangunan tidak permanen, jalan sempit (gang), sanitasi lingkungan (sampah dan air limbah) buruk. Dari berbagai pengamatan mengenai pemukiman kumuh yang ada, maka ciriciri permukiman kumuh adalah: 1. Fasilitas umum yang kondisinya kurang atau tidak memadai 2. Kondisi hunian rumah dan permukiman serta penggunaan ruang-ruangnya mencerminkan penghuninya yang kurang mampu atau miskin.
Universitas Sumatera Utara
3. Adanya tingkat frekuensi dan kepadatan volume yang tinggi dalam penggunaan ruang-ruang yang ada di pemukiman kumuh sehingga mencerminkan adanya kesemrawutan tata ruang dan ketidakberdayaan ekonomi penghuninya. 4. Pemukiman kumuh merupakan suatu satuan-satuan komuniti yang hidup secara tersendiri dengan batas-batas kebudayaan dan sosial yang jelas, yaitu terwujud sebagai: a. Sebuah komuniti tunggal, berada di tanah milik Negara, dank arena itu dapat digolongkan sebagai hunian liar b. Satuan komuniti tunggal yang merupakan bagian dari sebuah RT atau ssebuah RW c. Sebuah satuan komuniti tunggal yang terwujud sebagai sebuah RT atau sebuah RW. 5. Penghuni permukiman kumuh secara sosial dan ekonmi tidak homogen. Warganya mempunyai mata pencaharian dan tingkat pendapatan yang beranekaragam, begitu juga asal muasalnya. Dalam masyarakat pemukiman kumuh juga dikenal adanya pelapisan sosial berdasarkan atas kemampuan ekonmi yang berbeda-beda tersebut. 6. Sebagian besar penghuni pemukiman kumuh adalah mereka yang bekerja di sektor informal atau mempunyai mata pencaharian tambahan di sektor informal. Selain itu masih ada ciri-ciri pemukiman kumuh menurut Prof. DR.Parsudi Suparlan adalah: 1. Fasilitas umum yang kondisinya kurang atau tidak memadai
Universitas Sumatera Utara
2. Kondisi hunian rumah dan pemukiman serta penggunaan ruang-ruangnya mencerminkan penghuninya yang kurang mampu atau miskin. 3. Adanya tingkat frrekuensi dan kepadatan volume yang tinggi dalam penggunaan ruang-ruang yang ada di pemukiman kumuh sehingga mencerminkan adanya kesemrawutan tata ruang dan ketidakberdayaan ekonomi penghuninya. 4. Pemukiman kumuh merupakan suatu satuan-satuan komuniti yang hidup secara tersendiri dengan batas-batas kebudayaan dan sosial yang jelas, yaitu sebagai berikut: a. Sebuah komuniti tunggal, berada di tanah milik negara, dan karena itu dapat digolongkan sebagian hunian liar. b. Satuan komuniti tunggal yang merupakan bagian dari sebuah RT atau sebuah RW c. Sebuah satuan komuniti tunggal yang terwujud sebagai sebuah RT atau RW atau bahkan terwujud sebagai sebuah kelurahan, dan bukan hunian liar. Wilayah kawasan kumuh menurut Bank Dunia (1999) merupakan bagian yang terabaikan dalam pembangunan perkotaan. Hal ini ditunjukkan dengan kondisi sosial demografis di kawasan kumuh seperti kepadatan penduduk yang tinggi, kondisi lingkungan yang tidak layak huni dan tidak memenuhi syarat serta minimnya fasilitas pendidikan, kesehatan dan sarana prasarana sosial budaya. Meskipun daerah kumuh cenderung diabaikan dalam pembangunan, akan tetapi masyarakatnya juga memiliki hak yang sama untuk menikmati pembangunan. Inilah
yang
harus
menjadi
perhatian
lebih
dari
pemerintah.
Bagaimana
Universitas Sumatera Utara
mengikutsertakan mereka dalam pembangunan (partisipasi pembangunan) dengan sumber daya manusia yang umumnya rendah yang dimiliki masyarakat yang hidup di pemukiman kumuh. Perumahan dan pemukiman adalah 2 hal yang tidak dapat kita pisahkan dan berkaitan erat dengan aktivitas ekonomi, industrialisasi dan pembangunan. Pemukiman dapat diartikan sebagai perumahan atau kumpulan rumah dengan segala unsur serta kegiatan yang berkaitan dan yang ada di dalam pemukiman. Pemukiman dapat terhindar dari kondisi kumuh dan tidak layak huni jika pembangunan perumahan sesuai dengan standar yang berlaku, salah satunya dengan menerapkan persyaratan rumah sehat. Dalam pengertian yang luas, rumah tinggal bukan hanya sebuah bangunan (struktural), melainkan juga tempat kediaman yang memenuhi syarat-syarat kehidupan yang layak dipandang dari berbagai segi kehidupan. Rumah dapat dimengerti sebagai tempat perlindungan untuk menikmati kehidupan, beristrahat dan bersuka ria bersama keluarga. Di dalam rumah, penghuni memperoleh kesan pertama dari kehidupannya di dalam dunia ini. Rumah harus menjamin kepentingan keluarga, yaitu untuk tumbuh, memberi kemungkinan untuk hidup bergaul dengan tetangganya; lebih dari itu, rumah harus memberi ketenangan, kesenangan, kebahagiaan dan kenyamanan pada segala peristiwa hidupnya. Secara garis besar, rumah memiliki empat fungsi pokok sebagai tempat tinggal yang layak dan sehat bagi setiap manusia, yaitu: •
Rumah harus memenuhi kebutuhan pokok jasmani manusia
Universitas Sumatera Utara
•
Rumah harus memenuhi kebutuhan pokok rohani manusia
•
Rumah harus melindungi manusia dari penularan penyakit
•
Rumah harus melindungi manusia dari gangguan luar. Kumuh adalah kesan atau gambaran secara umum tentang sikap dan tingkah
laku yang rendah dilihat dari standar hidup dan penghasilan kelas menengah. Dengan kata lain, kumuh dapat diartikan sebagai tanda atau cap yang diberikan golongan atas yang sudah mapan kepada golongan bawah yang belum mapan. Gambaran seperti itu diungkapkan oleh Herbert J. Gans dengan kalimat: ”Obsolescence per se is not harmful and designation of an area as a slum for the reason alone is merely a reflection of middle clas standards and middle alas incomes”. Kumuh dapat ditempatkan sebagai sebab dan dapat pula ditempatkan sebagai akibat. Ditempatkan dimanapun juga, kata kumuh tetap menjurus pada sesuatu hal yang bersifat negatif . Pemahaman kumuh dapat ditinjau dari : a. Sebab Kumuh Kumuh adalah kemunduran atau kerusakan lingkungan hidup dilihat dari: (1) segi fisik, yaitu gangguan yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alam seperti air dan udara, (2) segi masyarakat / sosial, yaitu gangguan yang ditimbulkan oleh manusia sendiri seperti kepadatan lalulintas, sampah.
Universitas Sumatera Utara
b. Akibat Kumuh Kumuh adalah akibat perkembangan dari gejala-gejala antara lain: (1) kondisi perumahan yang buruk, (2) penduduk yang terlalu padat, (3) fasilitas lingkungan yang kurang memadai, (4) tingkah laku menyimpang, (5) budaya kumuh, (6) apati dan isolasi. Penghuni pemukiman kumuh secara sosial dan ekonomi tidak homogen, warganya mempunyai mata pencaharian dan tingkat kepadatan yang beranekaragam, begitu juga asal muasalnya. Dalam masyarakat pemukiman kumuh juga dikenal adanya pelapisan sosial berdasarkan atas kemampuan ekonomi mereka yang berbedabeda tersebut. Sebagian besar penghuni pemukiman kumuh adalah mereka yang bekerja di sektor informal atau mempunyai mata pencaharian tambahan di sektor informal. Perumahan tidak layak huni adalah kondisi dimana rumah beserta lingkungannya tidak memenuhi persyaratan yang layak untuk tempat tinggal baik secara fisik, kesehatan maupun sosial, dengan kriteria antara lain : − Luas lantai perkapita, di kota kurang dari 4 m2 sedangkan di desa kurang dari 10 m2. − Jenis atap rumah terbuat dari daun dan lainnya. − Jenis dinding rumah terbuat dari anyaman bambu yang belum diproses. − Jenis lantai tanah − Tidak mempunyai fasilitas tempat untuk mandi, cuci, kakus (mck).
Universitas Sumatera Utara
Adapun yang menjadi pedoman identifikasi lokasi Kawasan perumahan dan permukiman kumuh adalah dari Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman, Depkimpraswil (2006). Konsep ini sengaja disusun untuk menjadi panduan bagi pemerintah daerah (kabupaten/kota) dalam melaksanakan identifikasi Kawasan perumahan dan permukiman kumuh di daerahnya. Penentuan Kawasan permukiman kumuh dilakukan dengan criteria sebagai berikut: −
Tingkat kepadatan penduduk
−
Jumlah penduduk miskin
−
Kegiatan usaha ekonomi penduduk di sektor informal
−
Kepadatan rumah
−
Kondisi tata letak rumah
−
Kondisi sarana dan prasarana lingkungan meliputi: 1. Penyediaan air bersih 2. Jamban keluarga 3. Pengelolaan sampah 4. Drainase 5. Jalan setapak 6. Jalan lingkungan
−
Kerawanan kesehatan (ISPA, diare, penyakit kulit, usia harapan hidup dan lingkungan bencana banjir/alam)
−
Kerawanan sosial (kriminalitas, kesenjangan sosial)
Universitas Sumatera Utara
2.6.
Kemiskinan dan Pendapatan Pada dasarnya konsep kemiskinan dikaitkan dengan perkiraan tingkat
pendapatan dan kebutuhan. Perkiraan kebutuhan hanya dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum sehingga memungkinkan seseorang dapat hidup secara layak. Bila sekiranya tingkat pendapatan tidak dapat mencapai kebutuhan minimum, maka orang atau keluarga tersebut dapat dikatakan miskin. Ini berarti diperlukan suatu tingkat pendapatan minimum sehingga memungkinkan orang atau keluarga tersebut memperoleh kebutuhan dasarnya. Kemiskian sebagai suatu proses dimana kemiskinan mencerminkan kegagalan suatu sistem masyarakat dalam mengalokasikan sumber daya dan dana secara adil kepada anggota masyarakatnya. Pendapatan rumah tangga dapat dengan mudah dihitung yaitu melalui penerimaan dan pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga. Pendapatan yang dimiliki oleh masyarakat relative lebih mudah diteliti jika melalui sisi pengeluaran. Mengapa hal tersebut terjadi karena pelaku rumah tangga cenderung curiga jika dimintai keterangan tentang pendapatan per bulannya. Dari sisi pengeluaran dapat diketahui bahwa penghasilan/pendapatan dapat dilihat dari konsumsi yang dilakukan oelh rumah tangga tiap bulannya. Seberapa besar dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Menurut Amar (1999) untuk menghindari penyimpangan data pendapatan dari segi penerimaan dapat digunakan data pengeluaran rumah tangga. Pengeluaran rumah tangga didefenisikan sebagai pengeluaran untuk makanan dan bukan makanan, termasuk perumahan, pendidikan untuk anak-anak, keperluan-keperluan sosial, dan
Universitas Sumatera Utara
input-input untuk produksi. Kalau jumlah pengeluaran ini dibagi dengan jumlah anggota keluarga menjadi rata-rata pengeluaran perkapita. Sedangkan pendapatan dari sisi penerimaan merupakan semua penghasilan yang diterima oleh semua anggota keluarga dari berbagai jenis kegiatan, baik pertanian maupun non pertanian. Kemudian dari total penerimaan dibagi dengan jumlah anggota keluarga akan didapat pendapatan rumah tangga perkapita. Selanjutnya pendapatan rumah tangga merupakan sarana untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan rumah tangga yang secara umum dapat dikatakan semakin tinggi tingkat pendapatan akan semakin tinggi tingkat kesejahteraan. Jadi disini antara pendapatan dan kesejahteraan mempunyai kaitan yang erat dengan demikian pendapatan merupakan pembatas antara miskin dan tidak miskin.
2.7.
Pendidikan dan kemiskinan Mc Connell (2004) mengatakan seseorang yang memiliki pendidikan yang
semakin tinggi akan mendapatkan pendapatan yang semakin tinggi di masa yang akan datang. Sedangkan asumsi dasar teori human kapital adalah bahwa seseorang dapat meningkatkan penghasilan melalui pendidikan (Simanjuntak, 1998). Setiap tambahan satu tahun sekolah berarti di satu pihak meningkatkan kemampuan kerja dan tingkat penghasilan seseorang akan tetapi di pihak lain menunda penerimaan penghasilan selama satu tahun dalam mengikuti sekolah tersebut. Disamping penundaan menerima penghasilan tersebut, orang yang melanjutkan sekolah harus membayar biaya secara langsung seperti biaya sekolah dan buku-buku dll.
Universitas Sumatera Utara
Misalnya, investasi/modal manusia, misal melalui pendidikan (lihat Cameron, 2000), yang bagus akan menghasilkan penduduk berkemampuan unggul dengan tingkat gaji yang relatif tinggi. Penghasilan masyarakat yang cenderung tinggi dapat berdampak pada tingkat konsumsi masyarakat yang pada akhirnya berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting dalam rangka pengembangan sumberdaya manusia. Pendidikan tidak saja menambah pengetahuan, akan tetapi juga meningkatkan keterampilan kerja yang selanjutnya akan meningkatkan produktivitas kerja.. Menurut Agus (2001), Pendidikan (education) secara umum merupakan usaha yang sengaja diadakan dan dilakukan secara sistematis. Berita terus menerus dalam jangka
waktu
tertentu,
sesuai
dengan
tingkatannya
guna
menyampaikan
menumbuhkan dan mendapatkan pengetahuan sikap, nilai, kecakapan atau keterampilan yang dikehendaki. Pendidikan secara sadar diadakan untuk menyiapkan pekerja agar siap diserahi pekerjaan yang berbeda dari pekerjaan yang ditangani sebelumnya. Dalam kaitannya dengan perkembangan ekonomi, menurut Tilaar (2000) pendidikan merupakan suatu pengeluaran yang semakin meningkat dan semakin berpusat kepada kepentingan anak dan keluarga ekonomi meminta tenaga kerja yang terdidik untuk meningkatkan produktifitasnya. Pendidikan adalah pengembangan SDM. Tujuan pendidikan sebagai pengembangan SDM adalah pengembangan potensi yang ada pada masing-masing
Universitas Sumatera Utara
individu itu sebagai perorangan dalam hubungannya dengan hidup bermasyarakat. Pendidikan sebagai pengembangan SDM adalah mengembangkan tanggungjawab pribadi bagi peningkatan kualitas hidup individu dan sekaligus tanggungjawab pribadi dalam membangun masyarakat. Dimana menurut Hidayat dalam buku Tilaar (2000) menandakan bahwa suatu daerah tidak akan sanggup membangun apabila daerah itu tidak mampu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki masyarakatnya dan memanfaatkannya secara efektif untuk kepentingan pembangunan. Dengan pendidikan yang berkualitas akan menjamin kelangsungan pembangunan suatu daerah. Pendidikan sangat penting dalam menemukan sebuah masa depan yang baik. Pendidikan sangat penting dalam menemukan sebuah masa depan yang baik. Pendidikan adalah modal dasar pembangunan yang perlu dipertahankan.
Pemerintah
perlu
mengupayakan
perluasan
dan pemerataan
kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi masyarakatnya, penyediaan sarana dan prasarana pendidikan. Disamping itu berbagai upaya proaktif yang mendukung akan potensi individu masyarakat perlu dilakukan.
2.8.
Penelitian Sebelumnya Analisis kehidupan sosial ekonomi mayarakat kawasan kumuh di Kecamatan
Teluk Nibung Tanjung Balai (Joice, 2006) mengungkapkan karakteristik kehidupan social ekonomi masyarakat kawasan kumuh antara lain adalah sebagai berikut: a.
Dilihat dari aspek kepadatan hunian, sangat tinggi yaitu 40% dengan hunian 5 7 orang dalam satu rumah. Kualitas bangunan umumnya rendah, karena rumah
Universitas Sumatera Utara
tidak permanen, atap rumah dari rumbia, dinding tepas atau papan sempengan, dan lantai tanah, lingkungan rumah yang buruk, dimana tidak mempunyai saluran pembuangan air kotor, serta air kotor dialirkan ke sungai. b.
Dilihat dari aspek tingkat pendapatan tergolong rendah, jenis pekerjaan umumnya buruh kasar dan pendidikan mayoritas hanya sampai pada tingkat sekolah dasar.
c.
Factor sosial ekonomi (pendapatan, pekerjaan dan pendidikan) berpengaruh signifikan terhadap kepadatan hunian dan kualitas bangunan di kawasan Teluk Nibung. Sedangkan terhadap kualitas prasarana lingkungan dasar, variable yang berpengaruh signifikan adalah pendapatan dan pendidikan. Wan Zulkarnain (2006) melakukan penelitian kawasan kumuh yang dilakukan
oleh studi kasus di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun Kota Medan. Hasil penelitian ini menunjukkan faktor-faktor dominan yang menentukan warga memilih tinggal di kawasan kumuh di Kelurahan Kampung Baru antara lain adalah pekerjaan yang tidak tetap atau pekerja sector informal, pendapatan yang relatif tidak memadai atau rendah, pendidikan yang relative rendah, pengetahuan juga yang tidak memadai dan pengaruh suku bangsa serta adat istiadat yang melekat pada masyarakatnya. Kondisi ekonomi dan social warga yang tinggal menetap di Kelurahan Kampung Baru berkaitan erat terhadap pemilihan tempat tinggal mereka. Analisa kondisi fisik dan social masyarakat di Kawasan kumuh Kecamatan Medan Belawan (Junika, 2008) adalah sebagai berikut: tingkat pendidikan yang masih relative rendah, jumlah tanggungan rumah tangga yang tinggi, struktur
Universitas Sumatera Utara
pekerjaan terkonsentrasi pada nelayan, pedagang dan buruh, tingkat pendapatan rendah (Rp. 300.000 – Rp.800.000) dan cenderung tidak sebanding dengan tingkat kebutuhan hidup sehari-hari, struktur bangunan rumah buruk, kondisi sanitasi lingkungan yang tidak sehat, tingkat kepadatan hunian yang masih relative tinggi, saluran air kotor tidak terkendali. Sedangkan factor-faktor yang menyebabkan masyarakat tinggal di kawasan kumuh adalah sebagai berikut: dekat dengan tempat bekerja, sarana transportasi umum lancar, harga tanah murah, tidak membeli tanah, sewa rumah yang murah, dekat dengan sarana pendidikan anak, dekat dengan pelayanan kesehatan, warisan keluarga, dekat dengan saudara/kerabat dan sudah turun temurun.
2.9.
Kerangka Pemikiran Dari tinjauan teoritis yang ada, penulis mencoba menggambarkan suatu
kerangka pemikiran dalam bentuk skema yang akan berguna untuk menjawab permasalahan secara umum. Dalam hal ini pendapatan masyarakat di kawasan kumuh akan mempunyai hubungan terhadap beberapa faktor sosial ekonomi yang akan diuraikan dalam kerangka pemikiran. Bagian kerangka pemikiran ini dapat dilihat pada gambar 2.1
Universitas Sumatera Utara
Kerangka Penelitian
Pendapatan Masyarakat di kawasan kumuh
• Pendidikan • Kepemilikan Rumah • Tipe Rumah • Aksesibiltas dengan Lembaga Keuangan Gambar 2.1 : Kerangka Pemikiran Berdasarkan faktor sosial ekonomi yang terdapat dalam kerangka pemikiran di atas, maka ada 4 (empat) faktor sosial ekonomi (pendidikan, kepemilikan rumah, tipe rumah, aksessibilitas dengan lembaga keuangan) yang memiliki hubungan dengan tingkat pendapatan masyarakat di Kawasan kumuh Kota Tebing Tinggi. Untuk lebih jelasnya mengenai tahapan-tahapan dalam penelitian tentang faktor sosial ekonomi tersebut, maka dapat disajikan dalam bentuk gambar 2.2 berikut ini:
Universitas Sumatera Utara
•
Pendapatan
Kepemilikan Rumah
Milik Sewa Menumpang
•
Pendapatan
Pendidikan
SD SMP SMA
•
Pendapatan
Aksessibilitas terhadap L.Keuangan
Pernah Tidak Pernah
•
Pendapatan
Tipe Rumah
Batu ½ permanen Papan Tepas
Gambar 2.2: Tahapan Penelitian
2.10.
Hipotesis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan, dapat diajukan hipotesis
penelitian sebagai berikut : “ pendapatan masyarakat di kawasan kumuh mempunyai hubungan negatif terhadap faktor kepemilikan rumah, status rumah, pendidikan dan akses pada lembaga keuangan di Kawasan Kumuh Kota Tebing Tinggi
Universitas Sumatera Utara