BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini memaparkan teori-teori yang digunakan dan menjadi landasan serta referensi dalam penelitian ini. Bab ini terdiri dari uraian serta definisi audit, teori yang terkait dengan audit report lag (ARL), konvergensi IFRS, probabilitas kebangkrutan, komisaris independen, auditor switching, tenure Audit, dan komite audit.Bab ini juga menguraikan pengembangan hipotesis yang mencakup penelitian-penelitian sebelumnya mengenai pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen serta pengaruh variabel pemoderasi terhadap kedua jenis variabel tersebut. 2.1 Akuntan Publik 2.1.1 Definisi Akuntan Publik Berdasarkan Kompartemen Akuntan Publik dalam anggaran rumah tangga Ikatan Akuntan Indonesia (2002) mendefinisikan akuntan publik sebagai akuntan yang memiliki izin dari Menteri Keuangan atau pajabat berwenang lainnya untuk menjalankan praktik akuntan publik. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 17 tahun 2008 tentang Jasa Akuntan Publik, yang dimaksud akuntan publik adalah seseorang berhak menyandang gelar atau sebutan akuntan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan telah memperoleh izin dari Menteri Keuangan untuk memberikan jasa sebagaimana diatur dalam peraturan ini. Sementara yang dimaksud dengan Kantor Akuntan Publik (KAP) adalah suatu
17 Universitas Sumatera Utara
bentuk organisasi akuntan publik yang memperoleh izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berusaha di bidang pemberian jasa profesional dalam praktik akuntan publik. Pemberian jasa profesional kepada klien oleh KAP dapat berupa jasa audit, jasa atestesi, jasa akuntan dan review, perpajakan, perencanaan keuangan perorangan, jasa pendukung litigasi dan jasa lainnya yang diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik. 2.1.2 Regulasi Mengenai Jasa Akuntan Publik Berdasarkan PMKNo.17/PMK.01/2008 yang melaksanakan pengawasan dan pembinaan akuntan publik dan kantor akuntan publik dilakukan oleh Jenderal Lembaga Keuangan. Pengawasan yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan terhadap Akuntan Publik (AP) dan Kantor Akuntan Publik (KAP) terkait dengan pelaksaan kerja Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik tersebut. Munculnya kasus Enron dan disusul dengan kasus-kasus skandal keuangan lainnya menimbulkan keraguan akan kredibilitas auditor dan independensi dalam mendeteksi berbagai tindak kecurangan yang dilakukan perusahaan. Untuk mengatasi hal ini, para regulator membuat berbagai macam kebijakan mengenai jasa akuntan publik.Hal ini ditandai dengan muculnya SarbaneOxley Act (SOX) pada tahun 2002 yang menekankan pada pengetatan pengawasan yang dilakukan terhadap semua pemangku kepentingan pasar modal. Di Indonesia, dalam rangka menopang pertumbuhan dan kestabilan sektor perekonomian dinilai perlu diberlakukannya penerapan konsep 18 Universitas Sumatera Utara
pengaturan industri audit untuk menjaga, mempertahankan, dan meningkatkan kepercayaan investor dalam pasar modal. Pada tahun 2002, Menteri Keuangan mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) yaitu peraturan tentang pemberian jasa akuntan publik Nomor 423/KMK.06/2002. Peraturan ini mengatur tentang rotasi terhadap Akuntan Publik (AP) harus diberlakukan setiap 3 (tiga) tahun, sedangkan untuk rotasi terhadap Kantor Akuntan Publik (KAP) yaitu setiap 5 (lima) tahun. Berikutnya pada tahun 2003, dikeluarkan kembali KMK Nomor 359/KMK.06/2003 mengenai jasa akuntan publik yang merupakan revisi daripada peraturan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) tahun sebelumnya.Seiring berjalannya waktu, Menteri Keuangan mengeluarkan PMK Nomor 17 tahun 2008 tentang jasa akuntan publik sebagai penyempurnaan peraturan sebelumnya. Badan Pengawas Pasar dan Modal (BAPEPAM) juga mengeluarkan peraturan tentang independensi akuntan publik melalui peraturan VIII.A.2 tahun 2002 yang kemudian disempurnakan tahun 2008. Regulasi ini berisi tentang peraturan untuk menjaga independensi auditor seperti regulasi rotasi audit dan larangan memberikan jasa konsultasi saat melakukan kegiatan audit umum. 2.2IFRS (International Financial Reporting Standards) 2.2.1 Sejarah Munculnya IFRS Pada akhir dekade 1960-an, perwakilan lembaga-lembaga akuntansi profesional dari Inggris, Kanada, dan Amerika Serikat sepakat membentuk Accountants International Standard Group (AISG) untuk melakukan kajian 19 Universitas Sumatera Utara
kemungkinan harmonisasi standar akuntansi dan auditing di Inggris, Amerika Serikat, dan Kanada. Pada tahun 1972, perwakilan AISG dan 7 (tujuh) organisasi profesional bertemu dalam kongres profesi akuntan dunia di Sidney, Australia,
untuk
membicarakan
proposal
pembentukan
International
Accounting Standard Committee (IASC) (Deloitte, 2009 & Grant Thornton, 2008). Pada tahun 1973, sepuluh organisasi profesional yang berasal dari Belanda, Kanada, Australia, Meksiko, Jepang, Prancis, Selandia Baru, Jerman, Inggris, dan Amerika Serikat melakukan negosiasi atas ide pembentukan International Accounting Standard Committee (IASC). Setelah itu, lahirlah IASC dengan produknya International Accounting Standard (IAS).Pada tahun 2000 badan anggota IASC menyetujui restrukturisasi IASC dan sebuah konstitusi baru IASC. Pada bulan Maret 2001, dewan pembinaan IASC mengaktifkan konstitusi baru IASC dan mendirikan lembaga independen nirlaba internasional Delaware, bernama International Accounting Standard Committee Foundation (IASCF) yang bergerak di bidang pelaporan keuangan yang berkedudukan di Inggris, yang membawahi International Accounting Standard Board (IASB) dan International Accounting Financial Reporting Interpretation Committee (IFRIC) untuk mengawasi IASB.Pada tanggal 1 April 2001, IASB baru mengambil alih tanggung jawab dari IASC untuk menetapkan
standar
akuntansi
internasional
dengan
mengeluarkan
International Financial Reporting Standards (IFRS).IASC mendorong badanbadan standar akuntansi lokal untuk melakukan harmonisasi standar akuntansi lokal dengan standar akuntansi, peraturan, dan prosedur yang berlaku secara
20 Universitas Sumatera Utara
internasional. IFRS adalah seperangkat aturan yang seragam yang secara teori diaplikasikan dengan cara yang sama terhadap semua perusahaan publik di pasar modal atau negara yang mengadopsi standar ini. IFRS adalah standar pelaporan berbasis prinsip (principles-based reporting standards) yang mencoba mencakup rentang kondisi ekonomi, transaksi, peristiwa, atau aktivitas yang luas. IFRS didefinisikan oleh www.ifrs.com (2010) dalam IFRS FAQs sebagai berikut: “International Financial Reporting Standards are a set of accounting standards developed by the International Accounting Standards Board (IASB) that is becoming the global standard for the preparation of public company financial statements” Di dunia ini menurut Soderstrom & Sun (2007) dalam Saptono (2011), negaranegara yang pertama kali mengadopsi IFRS adalah negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa. Dalam sebuah survei yang dilakukan oleh Federasi Akuntan Internasional (IFAC), sebagian besar pemimpin jasa akuntansi dari seluruh dunia menyepakati bahwa sudah diperlukan suatu standar pelaporan keuangan internasional sejalan dengan perkembangan ekonomi. 2.2.2 Struktur IFRS International Financial Reporting Standards (IFRS) terdiri dari: 1. International Financial Reporting Standards (IFRS) – standards issued after 2001 2. International Accounting Standards (IAS) – standards issued before 2001
21 Universitas Sumatera Utara
3. Interpretation originated from the International Financial Reporting Interpretations Committee (IFRIC) – issued after 2001 4. Standing Interpretations Committee (SIC) - issued before 2001 Daftar pernyataan IFRS, IAS, IFRIC, DAN SIC terdiri dari: Tabel 2.1 Daftar Pernyataan IFRS, IAS, IFRIC, dan SIC No.Urut
No. IFRS
Tentang
1.
IFRS 1
2.
IFRS 2
First Time Adoption of International Financial Reporting Standards Share-Based Payment
3.
IFRS 3
Business Combinations
4. 5.
IFRS 4 IFRS 5
Insurance Contracts Non-Current Assets Held for Sale and Discountinued Operations
6.
IFRS 6
7.
IFRS 7
Exploration for and Evaluation of Mineral Resources Financial Instruments: Disclosures
8.
IFRS 8
Operating Segments
9.
IFRS 1
Presentation of Financial Statements
10.
IFRS 2
Inventories
11. 12.
IFRS 7 IFRS 8
Cash Flows Statements Accounting Policies, changes in Accounting Estimates and Errors
13. 14. 15. 16.
IFRS 10 IFRS 11 IFRS 12 IFRS 14
17. 18. 19. 20. 21.
IFRS 16 IFRS 17 IFRS 18 IFRS 19 IFRS 20
Events After the Balance Sheet Date Construction Contracts Income Taxes Segment Reporting (Superseded by IFRS 8 on January 1, 2008 Property, Plant, and Equipment Leases Revenue Employee Benefits Accounting for Government Grants and Disclosure of Government Assistance
No. Urut
No. IAS
Tentang
22 Universitas Sumatera Utara
1.
IAS 21
2. 3. 4.
IAS 23 IAS 24 IAS 26
5. 6. 7.
IAS 27 IAS 28 IAS 29
8. 9.
IAS 31 IAS 32
10. 11. 12. 13.
IAS 33 IAS 34 IAS 36 IAS 37
14. 15.
IAS 38 IAS 39
16. 17.
IAS 40 IAS 41
The Effects of Changes in Foreign Exchange Rates Borrowing Costs Related Party Disclosures Accounting and Reporting by Retirement Benefit Plans Consolidated Financial Statements Investments in Associates Financial Reporting in Hyperinflationary Economies Interests in Joint Ventures Financial Instruments: Presentation (Financial Instruments Disclosures are in IFRS 7 Financial instruments: disclosures, and no longer in IAS 32) Earnings Per Share Interim Financial Reporting Impairment of Assets Provisions, Contingent Liabilities, and Contingent Assets Intengible Assets (Summary) Financial Instruments: Recognition and Measurement Investment Property Agriculture
No. Urut
No. IFRIC
Tentang
1.
IFRIC 1
2.
IFRIC 2
3.
IFRIC 4
4.
IFRIC 5
5.
IFRIC 6
6.
IFRIC 7
7. 8. 9.
IFRIC 10 IFRIC 12 IFRIC 13
Changes in Existing Decommissioning, Restoration, and Similar Liabilities Members’ Share in Co-operative Entities and Similar Instruments Determining Whether an Arrangement Containts a Lease Rights to Interests Arising from Decommissioning, Restoration and Environmental Rehabilitation Funds Liabilities Arising from Participating in a Specific Market-water Electrical and Electronic Equipment Applying the Restatement Approach Under IAS 29 Interim Financial Reporting and Impairment Service Concession Arrangements Consumer Loyalty Programmes 23 Universitas Sumatera Utara
10.
IFRIC 19
Extinguishing Financial Equity Instruments
Liabilities
with
11.
IFRIC 20
No. Urut
No. SIC
Stripping Costs in the Production Phase of a Surface Mining Tentang
1. 2.
SIC 12 SIC 13
3. 4.
SIC 15 SIC 21
5.
SIC 27
6.
SIC 32
Consolidation - special Purpose Entities Jointly Controlled Interest - non Monetary Contribution by Ventures Operating-leases Incentives Income Taxes - recovery of Revalued Non Depreciable Assets Evaluating the Substance Transaction in the Legal form of Lease Intengible Assets - website Costs
Sumber: Roberts.,et al. (2005); Dwi Martani (2015); www.ifrs.com 2.2.3 Konvergensi IFRS Salah satu keputusan penting dalam pertemuan pemimpin negara-negara G-20 yang digelar di Pittsburgh tanggal 24-25 September 2009, di mana Indonesia adalah salah satu aggota G-20 adalah butir ke 14 (empat belas) Deklarasi Pittsburgh, yang menyatakan bahwa para pemimpin negara-negara G-20 sepakat untuk meggandakan upaya agar konvergensi standar akuntansi global yang berkualitas tinggi secara internasional dapat diselesaikan pada Juni 2011. 2.2.3.1 Harmonisasi dan Konvergensi Dalam merevisi standar akuntansi agar sesuai dengan standar yang berlaku secara internasional, penyusun standar tersebut sering menjadikan IFRS dan IAS sebagai acuan.Dalam kaitannya dengan standar internasional, terdapat beberapa macam langkah yang dapat digunakan oleh banyak negara 24 Universitas Sumatera Utara
sehubungan dengan standar yang dibuat sebelumnya.Secara garis besar langkah-langkah yang dapat diambil tersebut dapat dibagi menjadi harmonisasi dan konvergensi. Konvergensi dapat diartikan sebagai suatu keadaan menuju satu titik pertemuan atau memusat (Sukendar, 2009).Konvergensi standar akuntansi pada dasarnya adalah penyamaan bahasa bisnis.Setiap negara memiliki lembaga pengatur standar pelaporan keuangan.Indonesia memiliki Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang mengeluarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) sebagai satu-satunya standar yang diterima sebagai “bahasa bisnis”
perusahan-perusahaan
di
Indonesia.Amerika
Serikat
memiliki
Generally Accepted Accounting Principles (GAAP) yang diterbitkan oleh Financial
Accounting
Standard
Board
(FASB).Uni
Eropa
memiliki
International Accounting Standard (IAS) yang dikeluarkan oleh International Accounting Standard Board (IASB).Setiap negara menggunakan standar pelaporan yang sangat mungkin divergen antara satu dengan yang lainnya. Tidak ada jaminan bahwa laporan-laporan keuangan yang disajikan di antara negara-negara yang berbeda tersebut dapat dibaca dengan bahasa yang sama. Perbedaan standar ini pada ujungnya juga akan menghambat para pelaku bisnis internasional dalam mengmbil keputusan bisnisnya. Sejauh ini yang leading menjadi standar acuan internasional adalah International Financial Reporting Standards (IFRS) yang dikeluarkan oleh International Accounting Standard Board (IASB). Saat ini, lebih dari 100 (seratus) negara telah diwajibkan atau membolehkan penerapan IFRS dan
25 Universitas Sumatera Utara
diperkirakan akan semakin banyak negara di seluruh dunia menggunakan IFRS. Bahkan 10 (sepuluh) negara yang pasar modalnya telah mengglobal telah melakukan konvergensi ke IFRS, seperti Jepang, Inggris, Perancis, Kanada, Jerman, Hongkong, Spanyol, Swiss, Australia, dan termasuk Amerika Serikat sudah menyatakan akan melakukan konvergensi ke IFRS. Menurut Wijayani (2010) dalam Apriliane (2015), harmonisasi merupakan proses untuk meningkatkan komparabilitas (kesesuaian) praktik akuntansi dengan menentukan batasan-batasan seberapa besar praktik tersebut dapat beragam. Hal ini dapat diartikan bahwa suatu negara tidak diharuskan mengikuti sepenuhnya standar yang berlaku secara internasional, namun menyusun standar akuntansi yang mereka miliki agar tidak bertentangan dengan standar akuntansi yang berlaku secara internasional.Harmonisasi akuntansi bertujuan agar standar akuntansi yang dikeluarkan oleh badan penyusun standar di setiap negara selaras dengan standar akuntansi internasional.Harmonisasi lebih bersifat fleksibel dan terbuka sehingga menimbulkan perbedaan antar standar yang dianut oleh suatu negara dengan standar akuntansi internasional hanya saja yang diupayakan perbedaan dalam standar tersebut bukanlah perbedaan yang bersifat bertentangan (Wijayanti, 2010 dalam Apriliane, 2015). 2.2.3.2 Proses Konvergensi IFRS di Indonesia IFRSmerupakan pedoman penyusunan laporan keuangan yang diterima secara global.Sejarah terbentuknya pun cukup panjang dari terbentuknya IASC/IAFC, IASB hingga menjadi IFRS seperti sekarang ini.Jika sebuah 26 Universitas Sumatera Utara
negara menggunakan IFRS, berarti negara tersebut telah mengadopsi sistem pelaporan keuangan yang berlaku secara global sehingga memungkinkan pasar dunia mengerti tentang laporan keuangan perusahaan di negara tersebut berasal.Dengan mengadopsi penuh IFRS laporan keuangan yang dibuat berdasarkan
Pernyataan
Standar
Akuntansi
Keuangan
(PSAK)
tidak
memerlukan rekonsiliasi signifikan dengan laporan keuangan berdasarkan IFRS.Proses konvergensi IFRS di Indonesia dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu secara sekaligus (big bang strategy) dan secara bertahap (gradual strategy). Adopsi secara gradual lebih banyak digunakan oleh negara berkembang seperti Indonesia karena adopsi IFRS memerlukan infrastruktur pendukung seperti kesiapan penyusun laporan keuangan, auditor, pendidik, profesi pendukung, dan regulator.Karena persiapan yang dibutuhkan cukup lama, tentunya membutuhkan waktu yang cukup lama.Big bang strategy digunakan oleh negara-negara maju. Selain IFRS, kutub standar akuntansi yang berlaku di dunia saat ini adalah United States General Accepted Accounting Principles (US-GAAP). Negara-negara yang tergabung di Uni Eropa, termasuk Inggris
menggunakan
International
Accounting
Standard
(IAS)
dan
International Accounting Standard Board (IASB). Seiring diberlakukannya beberapa PSAK yang telah direvisi oleh DSAKIAI, diharapkan para entitas mampu mengikuti perkembangan PSAK berbasis IFRS. Konvergensi IFRS di Indonesia yang menggunakan caragradual otomatis lebih lambat daripada cara big bang. Menggunakan caragradual pun masih ada hambatannya. Salah satu alasan yang menghambat konvergensi
27 Universitas Sumatera Utara
IFRS adalah kurang cepatnya respon regulator perpajakan (Direktorat Jenderal Pajak) dalam menanggapi masa transisi ini.SAK saat ini sudah mengalami peningkatan yang sangat pesat, sementara itu peraturan perpajakan sangat tertinggal jauh dalam hal penggunaan dasar akuntansinya (Saputra & Hermawan, 2012). 2.3 Audit Report Lag Audit report lag (ARL) didefinisikan sebagai periode waktu antara tanggal akhir tahun fiskal perusahaan dengan tanggal yang tertera pada laporan auditor independen. Dengan kata lain, yang dimaksud dengan ARL adalah durasi waktu penyelesaian audit atas laporan keuangan perusahaan. Untuk melihat ketepatan waktu, biasanya suatu penelitian menggunakan keterlambatan pelaporan (lag) sebagai indikatornya. Dyer & McHugh (1975) membagi keterlambatan (lag) menjadi tiga bagian, yaitu 1) preliminary lag, merupakan interval waktu antara tanggal berakhirnya tahun buku sampai sampai dengan tanggal diterimanya laporan keuangan pendahuluan oleh pasar modal; 2) auditors’ signature lag, yaitu interval waktu antara tanggal waktu berakhirnya tanggal buku sampai dengan tanggal yang tertera dalam laporan auditor independen; serta 3) total lag, yaitu interval waktu antara tanggal berakhirnya tahun buku sampai dengan tanggal diterimanya laporan keuangan publikasi auditan oleh pasar modal. Lama atau tidaknya penyelesaian laporan audit hingga ditandatanganinya laporan audit dapat dilihat dari isi laporan keuangan auditee atau klien itu sendiri
seperti,
apakah
terdapat
penyimpangan,
keterbatasan
dalam
28 Universitas Sumatera Utara
pengumpulan bahan bukti atau kecurangan dalam penyajian laporan keuangan. Pada umumnya, laporan audit yang telah dipublikasikan, merupakan cerminan kinerja perusahaan yang telah diaudit, semakin cepat diterbitkan maka semakin relevan informasi tersebut bagi pemakai laporan keuangan (Habib & Bhuiyan. 2011). Menurut Cullinan (2003) dalam Wiguna (2012), durasi waktu antara tanggal akhir tahun fiskal dan tanggal pada laporan hasil audit tersebut dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama adalah waktu yang diperlukan oleh klien untuk menutup buku dan mempersiapkan laporan keuangan yang disebut dengan client preparation time. Bagian kedua merupakan durasi waktu antara tanggal selesainya laporan keuangan dengan tanggal dimulainya audit atas laporan keuangan, yang disebut dengan pause portion of audit delay. Bagian terakhir dari audit delay menurut Cullinan (2003) dalam Wiguna (2012) adalah durasi waktu yang dibutuhkan oleh auditor untuk menyelesaikan proses audit yang disebut dengan audit completion time. Sementara itu, Ahmad et al. (2005), menyebutkan bahwa ARL dapat dibagi menjadi dua komponen, yaitu client cycle time (CCT) dan firm cycletime (FCT). CCT didefinisikan sebagai durasi waktuyang dibutuhkan oleh perusahaan (client) untuk menyelesaikan atau menutup pembukuan transaksi perusahaan, sedangkan FCT merupakan durasi waktu yang dibutuhkan auditor untuk menyelesaikan tanggung jawab audit atas laporan keuangan perusahaan.
29 Universitas Sumatera Utara
2.4Probabilitas Kebangkrutandan Audit Report Lag Kebangkrutan adalah kesulitan keuangan yang sangat parah sehingga perusahaan tidak dapat lagi menjalankan operasinya dengan baik.Hal ini berbeda
dengan
financial
distress
yang
merupakan
awal
dari
kebangkrutan.Financial distress adalah tahap penurunan kondisi keuangan yang dialami oleh suatu perusahaan, yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi. Kebangkrutan juga sering disebut dengan likuidasi perusahaan atau atau insolvabilitas (Setyahadi., 2012). Menurut Martin et al. (1995) dalam Setyahadi (2012), kebangkrutan sebagai kegagalan dibedakan menjadi dua bagian.Bagian pertama adalah kegagalan ekonomi (economic failure), yaitu perusahaan kehilangan uang atau pendapatan perusahaan tidak dapat menutupi biayanya sendiri, yang berarti bahwa tingkat laba lebih kecil daripada biaya modal.Hal ini berarti nilai sekarang dari arus kas perusahaan lebih kecil dari kewajibannya.Bagian kedua adalah kegagalan keuangan (financial failure), yaitu insolvensi yang membedakan antara dasar arus kas dan dasar saham. Jatuh bangunnya perusahaan merupakan hal yang biasa.Kondisi yang membuat para investor dan kreditor merasa khawatir jika perusahaan mengalami kesulitan keuangan (keadaan menuju kebangkrutan) yang sewaktuwaktu bisa mengarah pada kebangkrutan. 2.5 Corporate Governance dan Audit Report Lag Teori
keagenan
menjelaskan
hubungan
antara
principal
dan
agent.Hubungan keagenan merupakan hubungan kontrak antara principal yang 30 Universitas Sumatera Utara
mempekerjakan agent
untuk memberikan
suatu jasa dan kemudian
mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut (Jensen & Meckling, 1976 dalam Widya, 2013).Teori keagenan dimulai dengan asumsi bahwa orang bertindak sendiri untuk kepentingan pribadi mereka, dan berpegang pad kondisi normal mereka, tujuan, kepentingan, dan risiko dari principal dan agent yang tidak identik. Teori keagenan menyebutkan bahwa ketika pihak manager tidak memiliki saham secara sepenuhnya, maka akan menimbulkan konflik antara pihak stockholder dan manager. Konflik ini akan menimbulkan berbagai masalah yang berkaitan dengan keagenan, seperti asimetri informasi, pengeluaran berlebih sebagai akbibat hak-hak istimewa, keputusan investasi suboptimal, dan pembelian keuangan (Jensen & Meckling, 1976 dalam Rahadianto, 2012). Praktik Good Corporate Governance merupakan solusi dalam mengatasi konflik keagenan antara pihak stockholder dan pihak manager. Corporate Governance merupakan sebuh konsep yang berazaskan pada agency theory, yang diharapkan dapat berfungsi sebagai alat dalam pemberian keyakinan terhadap para investor bahwa mereka akan memperoleh return atas dana yang telah mereka tanamkan. Corporate Governance erat kaitannya dengan bagaimana manager meyakinkan investor bahawa mereka akan memperoleh keuntungan atas investasi yang dilakukan. Manager bukan hanya sekadar memberikan keyakinan saja, tetapi juga menjamin dana atau kapital tersebut tidak disalahgunakan seperti pencurian atau penggelapan, mengalihkan investasi pada proyek-proyek yang tidak menguntungkan, serta bagaimana
31 Universitas Sumatera Utara
manager melakukan controlling terhadap manager (Shleifer & Vishny, 1997) dalam Rahadianto, 2012). Menurut Organization for Economic Corporation and Development (OECD, 2004), definisi Corporate Governance: Corporate Governance is the system by which bussiness operations are directed and controlled. The corporate governance stucture specifies the distribution of rights and responsibilities among different participants in the corporation, such as board, managers, shareholders, and other stakeholders, and spells out the rules and procedures for making decisions on corporate affairs. By doing this, it also provides the structure through which the company objectives are set, and the means of attaining those objectives and monitoring performance Pada penelitian kali ini, komponen Corporate Governance yang digunakan penulis adalah komisaris independen sebagai variabel bebas dan komite audit sebagai variabel pemoderasi.Akhir-akhir ini, eksistensi Komisaris Independen pada perusahaan go public menjadi suatu kebutuhan.Selain itu, munculnya tuntutan regulator dan investor untuk adanya mekansime check dan balance antara direksi dan dewan komisaris. Maka muncullah kebutuhan akan komisaris independen (Daniri & Simatupang, 2010). Komisaris Independen adalah anggota dewan komisaris dari luar perusahaan, dan tidak terafiliasi dengan manajemen, dewan direksi lainnya atau pemegang saham yang dapat mempengaruhi independensinya (Juniarti & Agnes, 2009) dalam (Swami & Latrini, 2013). Menurut Keputusan Menteri BUMN No. KEP-117/M-MBU/2002, komposisi Komisaris Independen yaitu paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari anggota komisaris/dewan pengawas harus berasal dari kalangan di luar BUMN yang bersangkutan yang bebas dengan ketentuan sebagai berikut: 32 Universitas Sumatera Utara
•
Tidak menjabat sebagai direksi di perusahaan terafiliasi
•
Tidak bekerja pada pemerintahan termasuk, lembaga dan kemiliteran dalam kurun waktu tiga tahun terakhir
•
Tidak bekerja di BUMN yang bersangkutan atau afiliasinya dalam kurun waktu tiga tahun terakhir
•
Tidak mempunyai keterkaitan finansial, baik langsung maupun tidak langsung dengan BUMN yang bersangkutan atau perusahaan yang menyediakan jasa dan produk kepada BUMN yang bersangkutan atau afiliasinya
•
Bebas dari kepentingan dan aktivitas bisnis atau hubungan lain yang dapat menghalangi atau mengganggu kemampuan Komisaris/Dewan Pengawas yang berasal dari kalangan di luar BUMN yang bersangkutan untuk bertindak atau berpikir secara bebas di lingkungan BUMN Menurut Forumfor Corporate Governance in Indonesia (FCGI), definisi
komite audit adalah: Komite audit adalah komite beranggotakan komisaris independen, terlepas dari kegiatan manajemen sehari-hari dan mempunyai tanggung jawab utama untuk membantu dewan komisaris dalam menjalankan tanggung jawabnya terutama dengan masalah yang berhubungan dengan kebijakan akuntansi perusahaan, pengawasan internal, dan sistem pelaporan keuangan Komite audit bertanggung jawab dalam mengawasi laporan keuangan, mengawasi audit eksternal, dan mengamati sistem pengendalian internal. Klein (2002) dalam Rahadianto (2012), memberikan bukti secara empiris bahwa perusahaan yang membentuk komite audit independen melaporkan laba dengan kandungan akrual diskresioner yang lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang tidak membentuk komite audit independen.Di Indonesia melihat betapa pentingnya keberadaan komite audit yang efektif dalam rangka
33 Universitas Sumatera Utara
meningkatkan kualitas pengelolaan perusahaan, maka serangkaian ketentuan mengenai komite audit telah diterbitkan, antara lain sebagai berikut : a. Pedoman Good Corporate Governance (Maret 2001) yang menganjurkan semua perusahaan di Indonesia memiliki Komite Audit. b. Surat Edaran BAPEPAM No. SE-03/PM/2000 yang merekomendasikan perusahaan-perusahaan publik memiliki komite audit, sebagaimana diperbaharui dengan Keputusan Ketua BAPEPAM No. Kep-41/PM/2004 tanggal 24 September 2004 tentang Peraturan Nomor IX.1.5 : Pembentukkan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit. Kep. 339/BEJ/07-2001, yang mengharuskan semua perusahaan yang listed di Bursa Efek Jakarta memiliki komite audit. c. Keputusan Menteri BUMN No. KEP-103/MBU/2002 yang mengharuskan semua BUMN mempunyai komite audit. d.
Keputusan
Menteri
BUMN
No.
KEP-117/M-MBU/2002
yang
mengharuskan semua BUMN mempunyai komite audit. Di
Indonesia,
dalam
struktur
kepengurusan
perusahaan
selalu
ada
posisiDireksi dan Komisaris. Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang PerseroanTerbatas pasal 92 ayat (1) menyebutkan bahwa Direksi menjalankan pengurusanperseroan untuk kepentingan perseroan serta sesuai dengan maksud dan tujuanperseroan. Sedangkan pasal 108 ayat (1) mengatakan bahwa Dewan Komisarismelakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usah usaha perseroan, dan memberinasihat kepada direksi. 34 Universitas Sumatera Utara
Dalam pedoman umum GCG yang diterbitka Dalam pedoman umum GCG yang diterbitkan oleh Komite NasionalKebijakan Governance (KNKG) disebutkan bahwa Dewan Komisaris dapat terdiridari Komisaris yang tidak berasal dari pihak terafiliasi yang dikenal sebagaiKomisaris Independen dan Komisaris yang Terafiliasi. Yang dimaksud dengan"terafiliasi" adalah pihak yang mempunyai hubungan bisnis dan kekeluargaandengan pemegang saham pengendali, anggota Direksi dan Dewan Komisaris lain, serta dengan perusahaan itu sendiri. Disebutkan juga bahwa jumlah KomisarisIndependen harus dapat menjamin bahwa mekanisme pengawasan berjalan efektifdan sesuai
dengan
peraturan
perundang-undangan.Salah
satu
dari
KomisarisIndependen harus mempunyai latar belakang akuntansi atau keuangan. Dalam
Peraturan
Bapepam-LK
No.
IX.I.5
disebutkan
bahwa
KomisarisIndependen adalah anggota Komisaris yang: 1. Berasal dari luar emiten atau perusahaan publik 2. Bukan merupakan orang yang bekerja pada emiten dan perusahaan publikdan
mempunyai
wewenang
dan
tanggung
jawab
untuk
merencanakan,memimpin, atau mengendalikan serta mengawasi kegiatan emiten atauperusahaan publik dalam waktu enam bulan terakhir 3. Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung padaemiten atau perusahaan publik 4. Tidak
mempunyai
hubungan
afiliasi
dengan
emiten
atau
perusahaanpublik, Komisaris, Direksi, atau pemegang saham utama emiten atau perusahaan publik
35 Universitas Sumatera Utara
5. Tidak
memiliki
hubungan
usaha
baik
langsung
maupun
tidak
langsungyang berkaitan dengan kegiatan usaha emiten atau perusahaan publik, dan 6. Tidak
mempunyai
hubungan
mempengaruhikemampuannya keberadaan
Komisaris
lain
untuk
Independen
bertindak ini,
karena
yang
dapat
independen.Adanya tidak
terafiliasi
denganpendiri atau pemegang saham mayoritas, diharapkan bisa mewakili kepentingan pemegang saham publik. Dengan begitu, kepentingan investor saham sebagaipemegang saham publik lebih terjamin. 2.6 Auditor Switchingdan Audit Report Lag Auditor switching merupakan pergantian auditor (KAP), yang dilakukan oleh perusahaan klien. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu merger antara dua perusahaan yang Kantor Akuntan Publik (KAP) nya berbeda, ketidakpuasan klien terhadap pemberian jasa oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) terdahulu, dan merger yang dilakukan antar Kantor Akuntan Publik (KAP) (Halim, 1997 dalam Farid, 2014). Pemerintah telah mengatur kewajiban rotasi auditor melalui Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik. Peraturan ini mengatur tentang pemberian jasa audit umum enam bulan berturut-turut oleh kantor akuntan dan tiga tahun berturut-turut oleh seorang akuntan publik oleh satu klien yang sama. Akuntan publik dan kantor akuntan boleh menerima kembali penugasan setelah satu tahun buku tidak memberikan jasa audit kepada klien yang sama. Perusahaan diharapkan bisa memilih auditor pengganti yang berkompeten di bidangnya sesuai dengan kebutuhan perusahaan masing-masing sehingga proses penyelesaian audit atas laporan keuangan bisa dilaksanakan tepat waktu (Giri, 2010 dalam Rustiarini & Sugiarti, 2013). 36 Universitas Sumatera Utara
Pada umumnya perusahaan yang berkembang menjadi besar lebih memilih untuk mengganti auditornya dengan auditor yang lebih mempunyai nama. Rasionalisasi dari tindakan mengganti KAP yang lebih mempunyai nama disebabkan karena perusahaan yang bertumbuh semakin besar akan mendapatkan keuntungan dengan menggunakan auditor yang memiliki reputasi yang lebih baik dan hal itu umumnya dimiliki oleh KAP yang tergolong besar (Joher et al, 2000 dalam Bangun et al, 2012). Auditor switching menunjuk pada putusnya hubungan antara auditor dan klien.Dalam hubungan perikatan yang masih baru, perlu bagi auditor menghabiskan lebih banyak waktu untuk memperoleh pemahaman atas bisnis klien agar dapat menaksir risiko bawaan perusahaan klien (Ahmed & Hossain, 2010). 2.7Tenure Audit dan Audit Report Lag Penelitian mengenai tenure audit serta pengaruhnya terhadap berbagai aspek telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Geiger & Raghunandan (2002) melakukan penelitian mengenai hubungan antara tenure audit dengan kegagalan audit dengan menggunakan sampel perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat yang mengalami kebangkrutan pada rentang waktu 1996 hingga 1998. Hasil penelitian menyebutkan bahwa kegagalan audit lebih tinggi dan lebih rentan terjadi pada masa-masa awal perikatan audit. Geiger & Raghunandan (2002), memperoleh hasil yang serupa dengan penelitian Carcello & Nagy (2004), yang menemukan penyimpangan pelaporan keuangan lebih besar terjadi pada tenure KAP yang relatif pendek, yaitu kurang dari 3 tahun. Sementara Johnson et al. (2002) dalam Lee & Jahng (2008),
37 Universitas Sumatera Utara
menemukan bukti bahwa tenure audit dalam jangka pendek antara dua sampai tiga tahun, berasosiasi dengan audit berkualitas rendah bila dibandingkan dengan tenure audit dalam jangka waktu sedang antara empat sampai lima tahun. Ashton et al., (1987) dalam Lee & Jahng (2008), menyatakan bahwa auditor membutuhkan rentang waktu khusus untuk membangun pemahaman atas karakteristik bisnis dan operasional perusahaan pada masa-masa awal perikatan audit. Rentang waktu khusus dibutuhkan agar auditor lebih familiar dengan pencatatan klien, operasional, kontrol internal, dan kertas kerja (working paper) periode sebelumnya. Auditor yang tergolong baru akan membutuhkan waktu lebih banyak lagi untuk mempelajari operasional klien, risiko, dan sistem akuntansi klien pada tahun-tahun awal perikatan audit (Lee & Jahng, 2008). General Accounting Office – GAO (2003) berkedudukan di Amerika Serikat, menyatakan pemahaman tersebut dapat diperoleh dalam rentang waktu dua hingga tiga tahun sejak awal masa perikatan audit. 2.8
Kerangka Pemikiran Audit report lag merupakan periode waktu antara tanggal akhir tahun
fiskal perusahaan dengan tanggal yang tertera pada laporan auditor independen. Dengan kata lain, yang dimaksud dengan ARL adalah durasi waktu penyelesaian audit atas laporan keuangan perusahaan. Selain itu, ARL juga mengindikasikan ketepatwaktuan (timeliness) perusahaan dalam menghasilkan laporan keuangan.
38 Universitas Sumatera Utara
Keterlambatan dalam penyampaian laporan keuangan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Dalam penelitian kali ini, peneliti akan menguji enam variabel sebagai variabel independen utama yaitu konvergensi IFRS, probabilitas kebangkrutan, komisaris independen, Auditor switching, tenure audit. Sedangkan variabel pemoderasi hubungan antara variabel independen dengan ARL dalam penelitian ini adalah komite audit . Konvergensi IFRS merupakan suatu keadaan menuju satu titik pertemuan atau memusat antara standar akuntansi yang berlaku umum di Indonesia terhadap standar pelaporan keuangan internasional. Adanya Konvergensi IFRS diduga kuat mempengaruhi persiapan auditor dalam melakukan audit pada perusahaan yang menerapkan IFRS karena auditor harus melakukan penyesuaian terhadap standar akuntansi yang telah berubah. Apabila dibandingkan dengan perusahaan yang belum menerapkan IFRS.Dengan demikian konvergensi IFRS diduga memiliki pengaruh terhadap ARL. Probabilitas kebangkrutan pada suatu perusahaan akan menyebabkan auditor memerlukan waktu yang lebih banyak lagi dalam menyelidiki dan auditor membutuhkan data lebih banyak untuk menghasilkan opini sesuai dengan kondisi perusahaan yang sebenarnya. Dengan demikian, probabilitas kebangkrutan kemungkinan memberi pengaruh terhadap ARL. Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris dari luar perusahaan dan tidak terafiliasi dengan manajemen, dewan direksi lainnya, atau pemegang saham yang dapat mempengaruhi independensinya.Dewan komisaris independen secara umum mempunyai pengawasan yang lebih baik
39 Universitas Sumatera Utara
terhadap manajemen.Pengawasan yang dilakukan komisaris independen berupa deteksi dini terhadap tindakan kecurangan dalam menyajikan laporan keuangan yang dilakukan pihak manajemen.Dengan demikian, komisaris independen memiliki kemungkinan untuk memberi pengaruh terhadap ARL. Auditor switchingyang dilakukan oleh perusahaan akan mengalami ARL, dimana ketika perusahaan tidak melakukan auditor switching, maka auditor sebelumnya hanya akan melanjutkan penugasan karena sudah memahami industri, bisnis klien, dan pengendalian internalnya sehingga proses audit yang dilaksanakan akan semakin lebih cepat. Hal inilah yang mungkin menyebabkan ARLlebih panjang.Auditor yang melakukan masa perikatan audit dengan klien yang baru, pada masa-masa awal perikatan tersebut memiliki pengetahuan dan dan pemahaman yang sangat minim dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk melakukan adaptasi dengan dengan perusahaan klien yang akan diauditnya. Hal ini menyebabkan risiko dan kesulitan yang dihadapi auditor semakin besar, sehingga jangka waktu penyelesaian audit akan semakin panjang.Hal ini memberikan kemungkinan adanya pengaruh terhadap ARL. Berdasarkan pemaparan argumen tersebut diatas, dapat dibentuk kerangka pemikiran sebagai berikut.
40 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Variabel Independen Variabel Pemoderasi Komite Audit
Konvergensi IFRS
H2 Probabilitas Kebangkrutan
Variabel Dependen
Komisaris Independen
Audit Report Lag
ARL
H1 Auditor Switching
Tenure Audit
Sumber: Peneliti (2016)
2.9 Penelitian Terdahulu Berikut merupakan ringkasan dari penelitian-penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini:
No. 1.
Peneliti Amirul dan
Tabel 2.7 Ringkasan Penelitian Terdahulu Judul Variabel Hasil Penelitian Convergence 1. Audit report lag Independen:
41 Universitas Sumatera Utara
Salleh
to IFRS and Konvergensi IFRS
pada perusahaan di
(2014)
Audit
Malaysia mengalami
Report Dependen:
Lag
in Audit Report Lag
Malaysia
Kontrol: 1.Financial
peningkatan.
Pada
tahun 2009, audit Year-
end
lag sebesar 96 hari. Pada
2.Financial
setelah
Position 3.Size
tahun
2011 adanya
konvergensi of
Companies 4.Audit Opinion 5.Length of audit client-relationship
IFRS
meningkat menjadi 99 hari. 2.
Terdapat
hubungan
positif
antara Konvergensi IFRS
dan
Audit
Report Lag. Adanya konvergensi
IFRS
meningkatkan Audit Report Lag. 2.
Dao dan
Audit Tenure, Independen:
1.VariabelAudit
Pham
Auditor
Tenure berpengaruh
(2014)
Specialization
Audit Tenure
negatif terhadap Dependen: Audit Report Lag and audit Audit Report Lag. Pemoderasi: report lag Auditor Spesialisasi 2. Variabel Auditor Industri
spesialisasi industri
Kontrol:
memperlemah
1. ROA
hubungan
2. Leverage
auditdanaudit report
3. Segments of a
lag.
tenure
Client 4. Loss 5. Going Concern 42 Universitas Sumatera Utara
Opinion 6. Fiscal Year End 7. Big 4 8. Size 9.Material Weakness
in
Internal Control 10. Client Restated 11. AuditFees 12. NAS Ratio 13. Auditor Change
3.
Bangun et
Faktor-Faktor
Independen:
1. Rata-rata audit
al. (2012)
Yang
1.Ukuran
lag perusahaan di
Mempengaruhi Perusahaan
Indonesia
Audit Report
2.Jenis Industri
75.33 hari dengan
Lag Pada
3.Ukuran
Perusahaan
Akuntan Publik
20.50 hari.
Yang Listed
4.Pergantian
2.Variabel
Di Bursa Efek
Auditor
perusahaan
dan
Indonesia
Dependen:
pergantian
auditor
Auditor Report Lag
tidak mempengaruhi
Kantor standar
audit
adalah
deviasi
Ukuran
report
lag
secara signifikan. 2. Jenis industri dan pergantian
auditor
mempengaruhi audit report
lag
secara
signifikan. 4.
Walker dan
An Empirical Independen: Investigation of The Audit
1.
Adanya
43 Universitas Sumatera Utara
Hay (2008)
Report Lag: Non-Audit Service The Effect of Fees (NAS) Non-Audit Services Dependen:
penurunan
audit
report
Pada
lag.
tahun 2004, rata-rata
Audit Report Lag
audit lag 64 hari,
Kontrol:
dengan
standar
1. Audit Fee
deviasi
sebesar
2.Company Size
25.65
3.Overseas
tahun 2005, rata-rata
Ownership
audit lag 60 hari,
4.Financial
dengan
standar
Condition
deviasi
sebesar
5.Industry
21.45 hari.
6.Liquidity
2.Non-Audit Service
7. Loss
Fees(NAS)
8.FinancialYear-
berpengaruh positif
End
terhadap
9. Auditor Size
report lag.
10.Audit
hari.
Pada
audit
Opinion
Type 11.IFRS
Early
Adopter 5.
Mohamad-
Corporate
Independen:
1.Minimumaudit
Nor et al.
Governance
1.Audit Committee report lag adalah 19
(2010)
And Audit
Size
Report Lag In
2.Audit Committee adalah
Malaysia
Independence
hari dan maksimum 332
dengan
hari standar
3.Audit Committee deviasi 27.37 hari. Meeting
2. Audit Committee
4.Audit Committee Size,Audit Financial Expertise
Committee
5. Board Size
Independence,Audit 44
Universitas Sumatera Utara
6.Board
Committee Meeting,
Independence
Audit
7.CEO Duality
Financial Expertise,
Dependen:
dan
Audit Report Lag
independence
Kontrol:
berpengaruh negatif
1.Big Four
terhadap
2.Fiscal Year-Ends
Report Lag.
3.Number
board
Audit
Of 3.Board
Subsidiaries 4.Going
Committee
Size
CEO
dan
Duality
Concern berpengaruh positif
UncertaintyOpinion terhadap 5.Company Size
audit
report lag. 4.
Perusahaan
dengan lebih banyak anggota komite
dalam audit
dan
frekuensi pertemuan komite audit yang lebih
intens
akan
menghasilkan laporan audit yang yang
lebih
tepat
waktu.
2.10 Pengembangan Hipotesis 2.10.1 Pengaruh Konvergensi IFRS, Probabilitas Kebangkrutan, Komisaris Independen, Auditor Switching, TenureAudit Terhadap ARL Konvergensi IFRS diduga mempengaruhi ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan.Penelitian terdahulu mengenai konvergensi IFRS terhadap 45 Universitas Sumatera Utara
ARL telah dilakukan oleh Habib dan Bhuiyan (2011) dalam Amirul & Salleh (2014) di New Zealand.Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya konvergensi IFRS justru meningkatkan ARL.Hal serupa didukung oleh Yaacob &Che-Ahmad
(2012),
yang
menyatakan
bahwa
konvergensi
IFRS
memperpanjang ARL.Semakin meningkatnya ARL disebabkan karena adanya implementasi standar akuntansi yang baru, yang menjadi alasan mungkin memperpanjang audit timeliness.Ini dikarenakan tambahan beban kerja wajib sebagai auditor yang terlindung untuk laporan keuangan yang lebih rumit (Bernhurt, 2008) dalam Amirul & Salleh, 2014).Kurangnya persiapan auditor dalam melakukan audit pada perusahaan yang menerapkan IFRS serta laporan keuangan yang semakin kompleks setelah adanya konvergensi IFRS, membuat auditor harus melakukan penyesuaian atau adaptasi terhadap berbagai standar yang telah berubah sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama dalam melakukan proses audit terhadap laporan keuangan. Altman (1968) dalam Setyahdi (2012) menyatakan bahwa perusahaan yang memperoleh laba tidak akan mengalami kebangkrutan. Hal ini dikarenakan kebangkrutan merupakan salah satu alasan bagi auditor untuk memberikan opini audit going concern. Probabilitas kebangkutan adalah kemungkinan yang terjadi pada perusahaan dengan melakukan analisa terhadap kondisi perusahaan, kondisi ini diawali dengan adanya kesulitan keuangan yang jika tidak diatasi akan semakin memperburuk kondisi perusahaan tersebut bahkan cenderung mengarah pada kebangkrutan. Perusahaan yang diduga memiliki probabilitas kebangkrutan yang lebih besar, cenderung akan
46 Universitas Sumatera Utara
mengalami ARL yang lebih panjang. Hal ini dikarenakan ketika perusahaan mengalami kesulitan keuangan, cenderung akan menunda pelaporan laporan keuangan. Sehingga auditor memerlukan waktu yang lebih lama dalam proses mengaudit dan juga auditor memerlukan data tambahan yang diperlukan untuk dapat menghasilkan opini yang sesuai dengan kondisi perusahaan tersebut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Walker & Hay (2008), yang meneliti dampak jasa non-audit pada ARL pada perusahaan di New Zealand dengan menggunakan variabel probabilitas kebangkutan, diketahui bahwa probabilitas kebangkrutan berpangaruh terhadap ARL. Direktur non-eksekutif yang independen dengan keterampilan yang baik, tidak memiliki hubungan bisnis dan hubungan lainnya yang dapat mengganggu pelaksanan
penilaian
independen
atau
kemampuan
bertindak
dalam
kepentingan terbaik kepentingan pemegang saham dipandang lebih baik dalam memonitor manajemen dibandingkan direktur tersebut dari pihak direksi (Mohamad-Nor
&Hussin,
2010).Kehadiran
komisaris
independen
membutuhkan kualitas yang lebih tinggi atas laporan keuangan dan audit berkualitas baik (Apadore & Noor, 2013).Fama & Jensen (1983) dalam Shukeri & Islam (2012), menyebutkan bahwa anggota dewan yang berasal dari luar memiliki insentif untuk melaksanakan tugas-tugas mereka serta tidak melakukan tindakan kolusi dengan para manajer untuk menipu pemegang saham. Karena memiliki sifat tidak memihak (impartiality) yang sangat tinggi, para komisaris independen dipercaya menjadi CEO demi melindungi kepentingan pemegang saham (Duchin et al., 2010 dalam Mohamad Nor&
47 Universitas Sumatera Utara
Husin, 2010). Studi menunjukkan bahwa masuknya direktur independen atau di luar dewan direksi akan meningkatkan pengungkapan kualitas (Forker, 1992; Chen & Jaggi, 2000; Sengupta, 2004; Ajinkya et al., 2005; Cheng & Courtenay, 2006; Cerbioni & Parbonetti, 2007; Huafang & Jianguo, 2007; Patelli & Prencipe, 2007; Petra, 2007 dalam Mohamad-Nor et al., 2010).Komisaris independen yang memiliki keahlian pada bidang keuangan lebih transparan dalam pengungkapan kinerja perusahaan. Keberadaan dewan komisaris independen akan membuat auditor untuk melaporkan laporan keuangan lebih tepat waktu, sehingga informasi dalam laporan keuangan lebih berkualitas, juga dapat terhindar dari ARL yang lama. Oleh karena itu, hipotesis yang diajukan penelitian ini mengenai pengaruh komisaris independen terhadap ARL adalah sebagai berikut. Perusahaan tentunya menginginkan auditor memberikan opini wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan.Selain daripada opini tersebut, biasanya kurang diinginkan manajemen klien dan tidak begitu bermanfaat bagi pengguna laporan keuangan (Willingham & Charmichael, 1997 dalam Bangun et al., 2012).Manajemen perusahaan berusaha menghindari opini wajar dengan pengecualian karena bisa mempengaruhi harga pasar saham perusahaan dan kompensasi yang diperoleh manajer (Chow & Rice, 1982) dalam (Bangun et al. 2012).Pada umumnya perusahaan yang berkembang menjadi perusahaan besar memilih untuk mengganti auditornya dengan auditor yang punya nama. Rasionalisasi dari tindakan mengganti KAP dengan memilih KAP yang lebih punya nama disebabkan karena perusahaan yang berkembang menjadi
48 Universitas Sumatera Utara
perusahaan besar akan mendapat keuntungan dengan menggunakan auditor yang memiliki reputasi yang baik dan hal itu umumnya hanya dimiliki oleh KAP yang yang tergolong besar (Bangun et al., 2012). Perusahaan yang melakukan auditor switching akan mengalami ARL, dimana ketika perusahaan tidak melakukan pergantian auditor maka auditor sebelumnya hanya akan melanjutkan penugasan karena sudah memahami industri dan bisnis klien, serta pengendalian internal sehingga proses audit yang dilaksanakan akan semakin cepat dan sebaliknya (Lee & Jahng, 2008). Penelitian pengaruh tenure audit terhadap ARL telah banyak dilakukan. Salah satunya adalah yang diteliti dan dibuktikan oleh Lee et al. (2009). Penelitian ini membagi tenure audit ke dalam dua kategori, yaitu tenure pendek, apabila tenure auditor kurang dari atau sama dengan 3 tahun, dan tenure panjang, apabila tenure auditor selama lebih dari atau sama dengan 9 tahun. Statistik deskriptif menunjukkan bahwa rata-rata ARL adalah sebesar 59.36 hari, sedangkan rata-rata tenure auditor perusahaan adalah selama 10 tahun. Hasil uji hipotesis menunjukkan tenure audit dan pelayanan non-audit memiliki asosiasi negatif terhadap ARL. Berdasarkan bukti empiris atas penelitian ini, menunjukkan bahwa koefisien tenure pendek bersifat signifikan dan positif secara statistik selama 4 tahun dalam 6 tahun penelitian.Sedangkan koefisien pada tenure panjang bernilai negatif secara statistik selama 5 tahun dalam 6 tahun penelitian. Penelitian lain yang dilakukan Dao & Pham (2014) menunjukkan rata-rata ARL adalah 62 haridengan standar deviasi 13.93 hari. Penelitian ini menggunakan sampel 7,291 perusahaan dari tahun 2008-2010.
49 Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian menemukan bukti masa perikatan audit perusahaan yang pendek, berhubungan erat dengan ARL yang panjang. Semakin panjang tenure audit mengakibatkan auditor akan semakin banyak memiliki pengalaman dan pengetahuan mengenai karakteristik klien serta operasional bisnis kliennya. Namun di sisi lain, masa perikatan audit perusahaan yang cukup lama akan membuat auditor kekurangan sifat objektifitas dan keahlian skeptisme, yang akan
membuat
menurunnya
kualitas
audit
(Carcello
&
Naggy,
2004).Berdasarkan argumen tersebut, maka dapat dihipotesiskan sebagai berikut. Hipotesis 1 : Konvergensi IFRS, Probabilitas Kebangkrutan, Komisaris Independen, Auditor Switching, Tenure Audit berpengaruh baik secara parsial dan simultan terhadap ARL 2.10.2 Pengaruh Moderasi Komite Audit terhadap Hubungan Konvergensi IFRS, Probabilitas Kebangkrutan, Komisaris Independen, Auditor Switching dan Tenure Audit Terhadap ARL Penelitian-penelitian terdahulu (Puasa et al.,2014; Mohamad-Noret al., 2010; Apadore & Noor, 2013; dan Shukeri & Islam, 2012) menyatakan potensi masalah dalam proses pelaporan keuangan adalah mungkin menjadi tidak tertutupi dan terpecahkan dengan komite audit yang besar. Hal ini timbul jika ukuran komite yang besar meningkatkan sumber-sumber tersedia kepada komite audit dan memperbaiki kualitas kekeliruan. Ukuran komite audit harus cukup optimal untuk bekerja secara efisien supaya hasil akhirnya menjadi laporan asli yang penting dan menghasilkan laporan tepat waktu (Mohamad-Nor et al., 2009). Fungsi pokok dari komite audit adalah membantu dewan komisaris dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja perusahaan (Marihot & Doddy, 2007)
50 Universitas Sumatera Utara
dalam (Rahadianto, 2012). Dengan adanya komite audit dapat mengurangi sifat opportunistic
manajemen
yang
melakukan
manajemen
laba
(earnings
management) dengan cara mengawasi laporan keuangan dan melakukan pengawasan pada audit internal (Nuratama, 2011). Menurut Kent & Stewart (2008) dalam Prawinandi(2013) yang melakukan penelitian di Australia menunjukkan
bahwa
keberadaan
komite
audit
mempengaruhi
kualitas
pengungkapan dalam laporan keuangan yang disusun berdasarkan IFRS, yang mana di dalamnya termasuk mandatory disclosure. Keberadaan komite audit diduga mempengaruhi konvergensi IFRS terhadap ARL. Proses penyesuaian standar laporan keuangan ke IFRS menyebabkan lamanya proses audit terhadap laporan keuangan. Pengungkapan dalam laporan keuangan berdasarkan IFRS, akan membuat semakin lamanya proses penyusunan laporan keuangan. Di lain sisi, bila komite audit menjalankan perannya secara baik maka temuan dalam laporan keuangan menjadi semakin sedikit sehingga dapat mempersingkat pelaksaan audit, begitu juga sebaliknya.Oleh karena itu, penelitian ini mengajukan hipotesis atas pengaruh moderasi komite audit terhadap hubungan konvergensi IFRS dengan ARL sebagai berikut. Mekanisme internal corporate governance perusahan merupakan hal yang menjadi perhatian utama pada setiap perusahaan.Perusahaan yang memiliki mekanisme corporate governance yang baik dapat menciptakan pengendalian internal dan sistem informasi yang memadai sehingga mampumenyediakan informasi laporan keuangan yang lebih berkualitas dan tepat waktu.Mekanisme internal corporate governance yang menjadi fokus pada penelitian kali ini adalah
51 Universitas Sumatera Utara
komite audit.Shukeri & Nelson (2011) menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara ketepatan waktu laporan keuangan dan komite audit. Penelitian berikutnya oleh Mohamad-Nor et al. (2010) menemukan hubungan yang negatif dan signifikan antara ketepatan waktu laporan keuangan dan komite audit, yang artinya semakin banyaknya anggota komite audit akan menyebabkan ketepatan waktu laporan keuangan yang lebih pendek. Komite audit yang yang memiliki anggota dengan kompetensi dibidang akuntansi dan keuangan diharapkan akan lebih efektif. Hal ini disebabkan karena anggota yang memiliki keahlian dibidang akuntansi dan keuangan akan lebih mudah dalam mendeteksi adanya manipulasi yang dilakukan manajemen. McMullen & Raghunandan (1996) membuktikan bahwa komite audit dengan kompetensi yang baik dapat mengurangi jumlah perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan dan kehadiran seorang ahli akuntansi ataupun keuangan dalam komite audit akan meminimalisir tingkat kesalahan pelaporan keuangan. Ketika anggota komite audit menemukan adanya perusahaan yang terindikasi kesulitan keuangan, maka auditor akan melakukan penundaan terhadap pelaporan keuangan, karena auditor memerlukan waktu yang lebih lama dalam proses audit dan juga auditor memerlukan data tambahan yang diperlukan untuk dapat menghasilkan opini yang sesuai dengan kondisi perusahaan tersebut (Setyahadi, 2012).Berdasarkan hal ini maka dapat dihipotesiskan sebagai berikut. Pengawasan dan nasihat yang dilakukan oleh dewan komisaris harus bertujuan untuk kepentingan perusahaan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perusahaan. Dalam menjalankan fungsinya melakukan pengawasan dewan komisaris
52 Universitas Sumatera Utara
membentuk komite audit sebagai perpanjangan tangan yang memiliki fungsi khusus berkaitan dengan informasi keuangan. Dalam komposisi dewan komisaris, terdapat komisaris independen.Komisaris independen meminta auditor untuk melaporkan keuangan lebih tepat waktu sehingga informasi laporan keuangan menjadi lebih berkualitas, sehingga dapat menghindari ARL yang lama.Laporan keuangan merupakan informasi yang disajikan manajemen yang kemudian dinilai oleh auditor eksternal. Dengan demikian dapat dikatakan komite audit berfungsi sebagai penghubung antara perusahaan dengan auditor eksternal.Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan komite audit memiliki perhatian khusus dalam menentukan eksternal auditor untuk melakukan pekerjaan audit. Komite audit akan melakukan seleksi dan memilih auditor eksternal yang berintegritas tinggi serta melakukan monitoring terhadap pekerjaan auditor eksternal dan auditor internal. Atas dasar inilah maka dapat dihipotesiskan sebagai berikut. Auditor switching merupakan pergantian KAP yang dilakukan oleh perusahaan.Pergantian tersebut dapat disebabkan oleh faktor yang berasal daari klien dan auditor. Mardiyah (2002) dalam Wijayani & Januarti (2011) terdapat dua faktor yang mempengaruhi perusahaan berganti KAP yaitu faktor klien (client-related factors), yaitu: kesulitan keuangan, manajemen yang gagal, perubahan ownership, dan IPO dan faktor auditor (auditor-related factors), yaitu fee audit dan kualitas audit. Komite audit memiliki tugas yang erat kaitannya dengan penelaahan terhadap risiko yang dihadapi perusahaan, dan juga ketaatan terhadap peraturan. Seperti yang dikatakan pada hipotesis sebelumnya, komite audit memiliki perhatian khusus dalam menentukan auditor eksternal untuk
53 Universitas Sumatera Utara
melakukan pekerjaan audit. Komite audit akan melakukan seleksi dan memilih auditor eksternal yang berintegritas tinggi serta melakukan monitoring terhadap pekerjaan auditor eksternal. Apabila komite audit tidak puas terhadap kinerja auditor eksternal, maka pihak komite audit atas seizin dewan komisaris bisa melakukan pergantian KAP dan merekomendasikan calon auditor independen yang akan mengaudit laporan keuangan perusahaan. Perusahaan yang melakukan auditor switching akan mengalami ARL, dimana ketika perusahaan tidak melakukan pergantian auditor maka auditor sebelumnya hanya akan melanjutkan penugasan karena sudah memahami industri dan bisnis klien, serta pengendalian internal sehingga proses audit yang dilaksanakan akan semakin cepat (Lee & Jahng, 2008). Berdasarkan hal ini maka dapat dihipotesiskan sebagai berikut. Penelitian Geiger & Raghunandan (2002) mengungkapkan bahwa kegagalan audit lebih tinggi terjadi pada tahun-tahun awal masa audit. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Carcello & Naggy (2004) yang menemukan potensi penyimpangan pelaporan keuangan lebih besar terjadi pada tenure Kantor Akuntan Publik (KAP) yang relatif pendek, yakni kurang dari 3 tahun. Semakin panjang tenure audit mengakibatkan auditor akan semakin banyak memiliki pengalaman dan pengetahuan mengenai karakteristik klien serta operasional bisnis kliennya. Namun di sisi lain, masa perikatan audit perusahaan yang cukup lama akan membuat auditor kekurangan sifat objektifitas dan keahlian skeptisme, yang akan membuat menurunnya kualitas audit (Carcello & Naggy, 2004). Komite audit memiliki fungsi mengevaluasi kinerja Kantor Akuntan Publik (KAP). Keberadaan komite audit yang merupakan implementasi dari GCG nantinya akan
54 Universitas Sumatera Utara
bertugas melakukan pengawasan pada pihak manajemen dan auditor eksternal untuk memastikan bahwa laporan keuangan telah disajikan secara wajar dan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Pembentukan komite audit diharapkan mampu memonitor hubungan auditor eksternal dengan pihak manajemen perusahaan, sehingga independensi auditor tetap terjaga. Namun, adanya tenure audit, akan membuat perusahaan mengalami ARL, dimana ketika perusahaan tidak melakukan pergantian auditor maka auditor sebelumnya hanya akan melanjutkan penugasan karena sudah memahami industri dan bisnis klien, serta pengendalian internal sehingga proses audit yang dilaksanakan akan semakin cepat dan sebaliknya (Lee & Jahng, 2008).Oleh karena itu, penelitian ini mengajukan hipotesis atas pengaruh moderasi komite audit terhadap hubungan Konvergensi IFRS, Probabilitas Kebangkrutan, Komisaris Independen, Auditor Switching dan Tenure Audit dengan ARL sebagai berikut. Hipotesis 2 : Komite Audit Memoderasi Hubungan Konvergensi IFRS, Probabilitas Kebangkrutan, Komisaris Independen, Auditor Switching dan Tenure Audit terhadap ARL.
55 Universitas Sumatera Utara