BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.
Tinjauan Teoritis 1. Konvergensi International Financial Reporting Standard (IFRS) IFRS merupakan standar akuntansi internasional yang diterbitkan oleh International Accounting Standar Board (IASB). Standar Akuntansi Internasional disusun oleh empat organisasi utama dunia yaitu Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB), Komisi Masyarakat Eropa (EC), Organisasi Internasional Pasar Modal (IOSOC), dan Federasi Akuntansi Internasional (IFAC). International Accounting Standar Board (IASB) yang dahulu bernama International Accounting Standar Committee (IASC), merupakan lembaga independen untuk menyusun standar akuntansi. Organisasi ini memiliki tujuan mengembangkan dan mendorong penggunaan standar akuntansi global yang berkualitas tinggi, dapat dipahami dan dapat diperbandingkan (Choi et al., 1999).
Natawidnyana (2008) menyatakan bahwa “sebagian besar standar yang menjadi bagian dari IFRS sebelumnya merupakan International Accounting Standars (IAS). IAS diterbitkan antara tahun 1973 sampai dengan 2001 oleh IASC. Pada bulan April 2001, IASB mengadopsi seluruh IAS dan melanjutkan pengembangan standar yang dilakukan.” Menurut
Dewan
Standar
Akuntansi
Keuangan
(DSAK),
tingkat
pengadopsian IFRS dapat dibedakan menjadi 5 tingkat: 1. Full Adoption Suatu negara mengadopsi seluruh produk IFRS dan menerjemahkan IFRS word by word ke dalam bahasa yang negara tersebut gunakan. 2. Adopted Mengadopsi seluruh IFRS namun disesuaikan dengan kondisi di negara tersebut. 3. Piecemeal Suatu negara hanya mengadopsi sebagian besar nomor IFRS yaitu nomor standar tertentu dan memilih paragraf tertentu saja. 4. Referenced Sebagai referensi, standar yang diterapkan hanya mengacu pada IFRS tertentu dengan bahasa dan paragraf yang disusun sendiri oleh badan pembuat standar. 5. Not adopted at all
Suatu negara sama sekali tidak mengadopsi IFRS.
Pada tahun 2009, Indonesia belum mewajibkan perusahaan-perusahaan listed di BEI menggunakan IFRS, melainkan masih mengacu kepada standar akuntansi keuangan nasional atau PSAK. Namun pada tahun 2010 bagi perusahaan yang memenuhi syarat, adopsi IFRS sangat dianjurkan. Sedangkan pada tahun 2012, Dewan Pengurus Nasional IAI bersama-sama dengan Dewan Konsultatif SAK dan DSAK merencanakan akan menerapkan standar akuntansi yang mendekati konvergensi penuh kepada IFRS. Dari data di atas kebutuhan Indonesia untuk turut serta melakukan program konvergensi tampaknya sudah menjadi keharusan jika kita tidak ingin tertinggal. Sehingga, dalam perkembangan penyusunan standar akuntansi di Indonesia oleh DSAK tidak dapat terlepas dari perkembangan penyusunan standar akuntansi internasional yang dilakukan oleh IASB. Standar akuntansi keuangan nasional saat ini sedang dalam proses secara bertahap menuju konvergensi secara penuh dengan IFRS yang dikeluarkan oleh IASB. Menurut Immanuella (2009) tujuan IFRS adalah memastikan bahwa laporan keuangan intern perusahaan untuk periode-periode yang dimaksudkan dalam laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi yang terdiri dari: 1.
Transparansi bagi para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang periode yang disajikan
2.
Menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS
3.
Dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna.
Disisi lain tujuan konvergensi IFRS adalah agar laporan keuangan berdasarkan PSAK tidak memerlukan rekonsiliasi dengan laporan keuangan berdasarkan IFRS dan kalaupun ada diupayakan hanya relatif sedikit sehingga pada akhirnya laporan auditor menyebut kesesuaian dengan IFRS, dengan demikian diharapkan meningkatnya kegiatan investasi secara global, memperkecil biaya modal (cost of capital) serta lebih meningkatkan transparansi perusahaan dalam penyusunan laporan keuangan. Dengan konvergensi IFRS, PSAK akan bersifat principle-based dan memerlukan professional judgment, senantiasa peningkatan kompetensi harus pula dibarengi dengan peningkatan integritas. Peta arah (roadmap) program konvergensi IFRS yang dilakukan melalui tiga tahapan. Pertama tahap adopsi (2008 - 2011) yang meliputi Adopsi seluruh IFRS ke PSAK, persiapan infrastruktur yang diperlukan, evaluasi dan kelola dampak adopsi terhadap PSAK yang berlaku. Kedua tahap persiapan akhir (2011) yaitu penyelesaian infrastruktur yang diperlukan. Ketiga yaitu tahap implementasi (2012) yaitu penerapan pertama kali PSAK yang sudah mengadopsi seluruh IFRS dan evaluasi dampak penerapan PSAK secara komprehensif. Maka secara umum, manfaat dari Konvergensi IFRS ini adalah : 1.
Memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan penggunaan Stándar Akuntansi Keuangan yang dikenal secara internasional (enhance comparability).
2.
Meningkatkan arus investasi global melalui transparansi .
3.
Menurunkan Biaya modal dengan membuka peluang fund raising melalui pasar modal.
4.
Menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan.
5.
Meningkatkan kualitas laporan keuangan, antara lain dengan mengurangi kesempatan untuk melakukan earning management.
2.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 16
(Revisi 2007) Konvergen
IFRS/IAS No. 16 a.
Pengertian Aset Tetap Aset tetap menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 16 (revisi 2007)
paragraf 6 adalah ’’sebagai aset berwujud yang dimiliki untuk
digunakan dalam produksi atau penyediaan barang dan jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif dan diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode.” Imam Santoso (2009 : 3) mengemukakan “aset tetap merupakan aset yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun terlebih dahulu, yang digunakan dalam menunjang kegiatan atau operasi utama perusahaan, dimiliki tidak dimaksud untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat jangka panjang (lebih dari satu tahun)”. Soemarso (2005 : 20) mendefinisikan “Aset tetap adalah aset berwujud (tangible fixed assets) yang masa manfaatnya lebih dari satu tahun, digunakan dalam kegiatan perusahaan, dimiliki tidak untuk dijual kembali dalam kegiatan normal perusahaan serta nilainya cukup besar”. Dari aset tetap apabila mempunyai karakteristik sebagai berikut: 1. Aset berwujud dalam bentuk siap pakai. 2. Digunakan secara aktif dalam operasi perusahaan. 3. Bukan dimaksudkan untuk dijual. 4. Mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun (permanen). 5. Pengeluaran untuk aset tersebut material.
b.
Klasifikasi / Penggolongan Aset Tetap Menurut Harahap (2002:20) Aset tetap dapat dikelompokkan dalam berbagai sudut, antara lain : 1) sudut substansi aset tetap dibagi menjadi tangible assets (aset berwujud seperti lahan, mesin, gedung, dan peralatan) dan intangible assets (aset tidak berwujud seperti HGU, HGB, goodwiil-Patents, Copy right, Hak cipta, Franchise, dan lain-lain. 2) Sudut disusutkan atau tidak terbagi atas Depreciated Plants Assets (yaitu aset tetap yang disusutkan seperti bangunan, peralatan, mesin, inventaris, jalan, dan lain-lain), dan Undepreciated Plants Assets (yaitu aset tetap yang tidak dapat disusutkan seperti tanah). 3) Berdasarkan jenis aset tetap dibagi menjadi : a) Lahan adalah sebidang tanah terhampar baik yang merupakan tempat bangunan maupun yang masih kosong. Dalam akuntansi apabila ada lahan yang didirikan bangunan diatasnya harus dipisahkan pencatatannya dari lahan itu sendiri. Khusus bangunan yang dianggap sebagai bagian dari lahan tersebut atau yang dapat meningkatkan nilai gunanya seperti jalan dapat digabungkan dalam nilai lahan. b) Bangunan Gedung adalah bangunan yang berdiri diatas bumi ini baik diatas lahan/air. Pencatatannya harus terpisah dari lahan yang menjadi lokasi gedung tersebut. c) Mesin, termasuk peralatan-peralatan yang menjadi bagian dari mesin yang bersangkutan. d) Kendaraan, semua jenis kendaraan seperti alat pengangkutan, truck, grader, traktor, kendaraan roda dua, dan lain-lain.
e) Perabot, dalam jenis ini termasuk perabot kantor, perabot laboraturium, perabot pabrik yang merupakan isi dari suatu bangunan. f) Inventaris / Peralatan, merupakan alat-alat besar yang digunakan dalam perusahaan, seperti inventaris kantor, inventaris pabrik, g) inventaris laboraturium, inventaris gudang, dan lain-lain.
c.
Perolehan Aset Tetap Jusuf (2005:155) mengutarakan: “Agar sejalan dengan prinsip akuntansi yang lazim, aset tetap harus dicatat sebesar harga perolehannya. Harga peolehan meliputi semua pengeluaran yang diperluakn untuk mendapatkan aset, dan pengeluaran-pengeluaran lain agar aset siap untuk digunakan. Sebagai contoh, harga beli mesin, biaya pengangkutan mesin yang dibayar pembeli, dan biaya pemasangan mesin juga merupakan bagian dari harga perolehan mesin pabrik yang dibeli perusahaan”.
Didalam PSAK No. 16 (Revisi 2007) paragraf 06 mendefinisikan perolehan aset tetap sebagai “Jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar dari imbalan lain yang diserahkan untuk memperoleh suatu aset pada saat perolehan atau kontruksi atau, jika dapat diterapkan, jumlah yang diatribusikan ke aset pada saat pertama kali diakui sesuai dengan persyaratan tertentu dalam PSAK lain”. Aset tetap dapat diperoleh melalui beberapa cara, diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Pembelian tunai Harga perolehan aset tetap yang dibeli dengan tunai meliputi semua pengeluaran atau pembayaran yang terjadi untuk mendapatkan aset tetap tersebut sampai pada kondisi siap pakai untuk digunakan. Pembelian aset tetap secara tunai dicatat sebesar uang yang dikeluarkan untuk pembelian tersebut
ditambah biaya-biaya lain sehubungan dengan pembelian aset tersebut termasuk biaya pengangkutan, biaya pemasangan aset tetap dan biaya-biaya lain. 2. Pembelian secara Kredit Pembelian secara kredit mengakibatkan adanya penangguhan pembayaran. Hutang biasanya dibuktikan dengan wesel, surat berharga, hutang hipotek. Hutang ini dibayar dengan beberapa kali angsuran ditambah dengan pembayaran bunganya. Hal ini berarti pembelian secara kredit membutuhkan pembayaran lebih besar daripada membeli tunai. 3. Pembelian dengan Surat Berharga Aset tetap yang diperoleh dengan mengeluarkan surat-surat berharga berupa saham atau obligasi dicatat sebesar harga pasar atau obligasi pada saat perolehan aset tersebut. Selisih antara harga pasar saham/obligasi tersebut dengan nominalnya dicatat sebagai agio atau disagio saham/obligasi. Jika surat berharga dan aset tetap tidak memiliki nilai pasar, maka perolehan dapat diterapkan oleh pimpinan perusahan atau dewan komisaris. 4. Diterima dari Sumbangan Perusahaan dapat memperoleh aset tetap dari sumbangan atau bantuan pemerintah
atau
badan-badan
lain.
Transaksi
ini
disebut
dengan
“nonresiprocal transfer” atau transfer yang tidak memerlukan umpan balik. Aset ini harus dicatat sebesar harga pasar yang wajar atau berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh pihak atau perusahaan penilai independent dan dikredit sebagai modal donasi. 5.
Dibangun sendiri
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perusahaan dalam memenuhi kebutuhan aset tetap dengan membangunnya sendiri antara lain : a. Menekan biaya b.Keinginan untuk mendapatkan mutu yang lebih baik c. Memanfaatkan fasilitas yang menganggur d.Aset tetap yang dibuutuhkan tidak dijual dipasaran. Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan suatu aset tetap perusahaan yaitu biaya langsung dan tidak langsung. Biaya langsung termasuk bahan baku, upah langsung dan dibebankan langsung ke aset tetap perusahaan. Lain halnya dengan biaya tidak langsung, maka biaya ini ada yang dibayar keluar perusahaan dan ada yang dibayar kedalam perusahaan yaitu manajer perusahaan. Biaya tidak langsung ini dapat dibebabankan menjadi biaya (cost) aset tetap apabila dibayar keluar perusahaan sedangkan yang dibayar kedalam perusahaan tidak dapat dibebankan menjadi biaya (cost) aset tetap. 6.
Pertukaran atau Tukar tambah Di dalam PSAK 16 tahun 1994
sebelumnya membedakan pelakuan
pencatatan atas pertukaran aset tetap yang sejenis/serupa (Par.21) serta pertukaran aset tetap tidak sejenis/serupa (Par.20), sedangkan PSAK 16 (Revisi 2007) tidak membedakannya.
Menurut PSAK 16 (Revisi 2007)
Par.24 menyatakan bahwa untuk pertukaran aset tetap, biaya perolehan diukur pada nilai wajar kecuali (a) transaksi pertukaran tidak memiliki substansi komersial; atau (b) nilai wajar dari aset yang diterima dan diserahkan tidak dapat diukur secara handal.
d.
Pengukuran Aset Tetap Adapun mengenai pengukuran aset tetap dapat dibagi ke dalam dua bagian, yaitu :
1.
Pengukuran Awal Ketika Aset Tetap Tersebut diperoleh Aset tetap yang memenuhi kualifikasi untuk dikategorikan sebagai aset tetap pada awalnya diukur sebesar biaya perolehan. Biaya perolehan Aset Tetap adalah jumlah biaya yang yang dikeluarkan oleh entitas dan diperlukan untuk menyiapkan asset tetap tersebut agar dapat digunakan sebagaimana mestinya sebagai asset tetap. Biaya perolehan aset tetap menurut PSAK 16 Revisi Tahun 2007 adalah : a) Biaya Perolehan, termasuk bea impor dan pajak pembelian yang tidak boleh dikreditkan setelah dikurangi dengan diskon pembelian dan potongan lain. b) Biaya-biaya yang diatribusikan secara langsung untuk membawa aset ke lokasi dan kondisi yang diinginkan dan maksud manajemen. Contoh biaya yang dapat diatribusikan secara langsung adalah : 1) biaya persiapan tempat 2) biaya penanganan dan penyerahan awal 3) biaya perakitan dan instalasi 4) biaya pengujian aset apakah dapat beroperasi dengan baik, setelah dikurangi hasil penjualan dari produk yang dihasilkan atas pengujian tersebut. 5) Komisi professional seperti arsitek dan insyiur c) Estimasi biaya pembongkaran dan pemindahan aset tetap dan restorasi lokasi aset. Pada umumnya nilai perolehan suatu aset tetap sama dengan jumlah biaya (bisa berupa kas maupun non-kas) untuk memperoleh aset tersebut. Selain itu, aset tetap dapat diperoleh dari pertukaran aset non moneter. Prinsip utama pada
pengukuran aset tetap yang diperoleh dari pertukaran aset tetap ini adalah dengan menggunakan nilai wajarnya, dalam hal ini nilai wajar aset tetap yang dipertukarkan tidak diketahui, nilai buku aset tersebut dapat digunakan. 2
Pengukuran Setelah Pengakuan Awal Pengukuran aset tetap selain dilakukan pada awal perolehan juga dilakukan pada
periode setelah aset tetap tersebut diperoleh. Di dalam PSAK 16 (Revisi 2007) terdapat perubahan yang signifikan mengenai perlakuan akuntansi aset tetap terutama tentang pengukuran nilai aset tetap setelah perolehan. PSAK 16 (Revisi 2007) mengakui adanya dua metode dalam perlakuan akuntansi aset tetap tersebut. Kedua metode itu adalah: a). Metode Biaya Historis ( PSAK Tahun 1994 dan PSAK Revisi 2007 Dengan metode ini setelah aset tetap diakui sebagai aset tetap, aset etap tersebut dicatat pada harga perolehan dikurangi dengan akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai asset. b) Metode Revaluasian (PSAK Revisi 2007) Dengan metode ini setelah aset tetap diakui sebagai aset tetap, suatu aset tetap yang nilai wajarnya dapat diukur secara andal harus dicatat pada jumlah revaluasian, yaitu nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi. Revaluasi atas aset tetap harus dilakukan dengan keteraturan yang cukup reguler untuk memastikan bahwa jumlah tercatat tidak berbeda secara material dari jumlah yang ditentukan dengan menggunakan nilai wajar pada tanggal neraca.
e.
Pengeluaran atas Aset Tetap Setelah aset tetap diperoleh, terdapat pengeluaran-pengeluaran untuk aset tersebut selama masa penggunaanya. Istilah pengeluaran (expenditure) mengacu kepada suatu pembayaran atau suatu kewajiban untuk melakukan pembayaran pada masa mendatang atas suatu aset. Menurut Skousen,et.al (2004 : 455) “Keputusan mengenai apakah suatu pengeluaran tertentu digolongkan sebagai pengeluaran modal atau pengeluaran pendapatan (capital or revenue expenditure) memerlukan pertimbangan akuntan. Jika pengeluaran tersebut diharapkan akan memberi sumbangan terhadap upaya mendatangkan pendapatan lebih dari satu tahun fiskal, maka pengeluaran tersebut disebut pengeluaran modal (belanja barang modal), dan harga perolehannya dicatat sebagai aset. Jika manfaat mendatang yang diharapkan dari pengeluaran itu sangat tidak pasti, maka pengeluaran tersebut disebut pengeluaran pendapatan dan langsung dicatat sebagai beban.
f.
Telaah ulang (review) Nilai Residu, Umur Manfaat dan Metode Penyusutan Aset Tetap Di dalam PSAK 16 (revisi 2007) Par.54 mengatur bahwa “nilai residu dan umur
manfaat setiap aset tetap harus di-review minimum setiap akhir tahun buku dan apabila ternyata review berbeda dengan estimasi sebelumnya maka perbedaan tersebut harus diperlakukan sebagai perubahan estimasi akuntansi sesuai dengan PSAK No. 25 Tentang Laba Rugi Bersih untuk Periode Berjalan, Koreksi Kesalahan Mendasar, dan Perubahan Kebijakan Akuntansi.” Kemudian pada Par.64 menjelaskan bahwa “metode penyusutan yang digunakan untuk aset tetap haruus di-review minimum setiap akhir tahun buku dan apabila, terjadi perubahan yang signifikan dalam ekspektasi pola konsumsi manfaat ekonomi masa
depan dari aset tersebut, maka metode penyusutan harus diubah untuk mencerminkan perubahan pola tersebut. Perubahan metode penyusutan harus diperlakukan sebagaai perubahan estimasi akuntansi sesuai dengan PSAK No.25.” Menurut Imam Santoso (2009 : 52) Ada beberapa metode penyusutan yang berbeda untuk mengalokasikan harga perolehan aktva yang disusutkan. Dalam menetapkan metode apa yang akan digunakan, memerlukan pertimbangan-pertimbangan yang sehat dan secara konseptual harus dipilih sesuai dengan pola pakai aset yang bersangkutan. Adapun Metode-metode penyusutan yang dapat digunakan adalah sebagai berikut : 1. Metode faktor waktu (time factor methods): 1.1 Metode garis lurus (straight-line method) 1.2 Metode Pembebanan yang menurun (decreasing charge method). 1.2.1 Metode jumlah angka tahun (sum of the year digits method). 1.2.2 Metode saldo menurun (decreasing balance method) 2. Metode faktor aktivitas (activity methods) 2.1 Metode jasa jam (service hours method) 2.2 Metode jumlah unit produksi (productive output method) 3. Metode kelompok atau komposit (group rate and composite rate methods) 3.1 Metode kelompok (group depreciation method) 3.2 Metode komposit (composite depreciation method) 4. Metode khusus (special depreciation methods) 4.1 Metode persediaan (inventory method) 4.2
Metode penilaian (appraisal method)
4.3 Metode penghentian atau penggantian (retirement and replacement method)
g.
Penghentian dan Pelepasan Aset Tetap Ikatan Akuntan Indonesia (2007 : 16,21) menyatakan “Jumlah tercatat aset tetap dihentikan pengakuannya pada saat dilepaskan atau tidak ada manfaat ekonomis masa depan yang diharapkan dari penggunaan dan pelepasannya”. Pelepasan aset tetap dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu: (1) Pembuangan aset tetap Dalam hal ini perkiraan aset tetap dan akumulasi penyusutan harus dihapuskan dengan mengkredit perkiraan aset tetap yang bersangkutan sebesar harga perolehan dengan mendebit perkiraan akumulasi penyusutan sampai saat pelepasannya. Apabila terdapat nilai sisa, maka dicatat sebagai rugi atas pelepasan aset tetap. (2) Penjualan Aset tetap Perusahaan kerap kali melepas aset tetapnya dengan menjual aset tetap tersebut. Dengan membandingkan nilai buku aset tetap (biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan) dengan harga jualnya (nilai realisasi bersih bilamana terdapat beban penjualan), perusahaan bisa saja mendapat keuntungan atau menanggung kerugian. Apabila harga jual lebih besar dari nilai buku aset tetap maka perusahaan memperoleh keuntungan, sebaliknya apabila harga jual dibawah nilai buku maka perusahaan menderita kerugian. (3) Pertukaran Aset Tetap Prosedur untuk pertukaran aset tetap sama seperti perolehan aset tetap dengan pertukaran yang telah diuraikan sebelumnya.
h.
Penyajian Aset Tetap dalam Laporan Keuangan Dalam laporan keuangan, penyajian aset tetap akan terlihat dalam neraca. Neraca merupakan suatu daftar yang menggambarkan komposisi harta, kewajiban,
dan modal pada suatu periode tertentu. Aset tetap yang disajikan berdasarkan nilai perolehan aset tersebut dikurangi dengan akumulasi penyusutannya. Setiap jenis aset tetap seperti tanah, bangunan, inventaris kantor, dan lain sebagainya harus dinyatakan dalam neraca secara terpisah atau terinci dalam catatan atas laporan keuangan.
B.
Tinjauan Penelitian Terdahulu Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu
No.
1.
Nama
Judul
Rumusan
Peneliti
Penelitian
Masalah
Hasil Penelitian
Anita
Penerapan
Apakah kebijakan
PT. Asia Abdi Sumatera Sei
Tanjaya
PSAK No. 16
akuntansi aset
Rampah belum sepenuhnya
(2007)
Tentang Aset
tetap dan
menerapkan PSAK No. 16
Tetap dan
penyusutan aset
dan 17, dimana diantaranya
PSAK No. 17
tetap yang
perusahaan belum
Tentang
diterapkan
menerapkan kebijakan
Penyusutan
perusahaan telah
penggolongan pengeluaran
Aset Tetap pada
sesuai dengan
modal dan pendapatan, tidak
PT. Asia Abdi
PSAK No. 16
melakukan telaah umur
Sumatera Sei
dan 17
manfaat aset dan penyajian
Rampah
aset tetap di neraca belum memadai.
2.
Hafisah
Penerapan
Apakah prosedur
PT. PLN (persero) Ranting
(2007)
PSAK No. 16
akuntansi yang
Kabanjahe telah
Tentang Aset
diterapkan
menggolongkan aset
Tetap dan
perusahaan
tetapnya secara baik, harga
PSAK No. 17
mengenai aset
perolehan aset tetap dicatat
Tentang
tetap dan
sesuai faktur, perusahaan
Penyusutan
penyusutannya
memakai metode garis lurus
Aset Tetap pada
telah sesuai
untuk menyusutkan aset
PT. PLN
dengan PSAK
tetapnya.
(Persero)
No. 16 dan 17.
Ranting Kabanjahe 3.
Marjan
The Impact of
Menjelaskan
Pengungkapan laporan
Petriski
International
dampak adopsi
keuangan lebih tinggi, lebih
(2006)
Accounting
IFRS pada
credible, dan comparable,
Standard on
Laporan
sehingga lebih memudahkan
Firms
Keuangan
proses pengaambilan
Perusahaan dan
keputusan . Manajemen
pada manajemen
perusahaan menjadi lebih
perusahaan.
accountable dan biaya yang dikeluarkan lebih rendah.
C.
Kerangka Konseptual Kerangka Konseptual merupakan sintesis atau ekstrapolasi dari kejadian teori yang mencerminkan keterkaitan antara variabel yang diteliti dan merupakan tempat penulis memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel ataupun masalah yang ada dalam penelitian.
Berdasarkan landasan teori diatas, maka penulis menggambarkan kerangka konseptual sebagai berikut :
Penerapan Akuntansi Aset Tetap
Akuntansi Aset Tetap Menurut PSAK No. 16 yang telah konvergen dengan IFRS/ IAS No. 16
Akuntansi aset Tetap Pada PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) Langsa Provinsi Aceh
Hasil dan Analisis Penelitian
Kesimpulan dan Saran
Gambar 1.1 Kerangka Konseptual PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) Langsa-Provinsi Aceh merupakan Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang perkebunan, dimana komoditi utamanya ialah kelapa sawit dan karet. Perusahaan memiliki sejumlah aset yang digunakan dalam rangka mendukung kegiatan operasional perusahaan. Dalam penggunaan aset tetap PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) Langsa-Provinsi Aceh berpedoman pada kebijakan akuntansi aset tetap yang berlaku, dalam hal ini
adalah PSAK No. 16 (2007). Mulai dari penggolongan, perolehan, pengukuran, penyusutan, penghentian, pelepasan, serta penyajian aset tetap di neraca. Kemudian penerapan akuntansi aset tetap pada PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) Langsa- Provinsi Aceh ini dibandingkan dengan penerapan PSAK No. 16 yang telah konvergen dengan International Financial Reportinging Standard (IFRS). Untuk menjawab rumusan masalah yang merupakan tujuan penelitian, yakni apakah penerapan akuntansi aset tetap pada PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) LangsaProvinsi Aceh telah sesuai dengan PSAK No. 16 yang telah konvergen dengan IFRS. Hasil analisis ini kemudian dirangkum sehingga menghasilkan suatu laporan keuangan yang baik dan akurat sesuai dengan ketentuan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku. Sehingga dapat diketahui apakah PTPN I (Persero) Langsa-Provinsi Aceh telah sesuai menjalankan penerapan akuntansi aset tetapnya berdasarkan PSAK No. 16 (2007). Agar diperoleh laporan keuangan yang wajar, sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku serta dapat dipertanggungjawabkan.