DAMPAK KONVERGENSI INTERNATIONAL FINANCIAL REPORTING STANDARD (IFRS) TERHADAP PRAKTIK AKUNTANSI DAN DUNIA PENDIDIKAN DI INDONESIA RATIH HANDAYANI UNIVERSITAS AL-AZHAR INDONESIA The growing acceptance of International Financial Reporting Standards (IFRS) as a basis for U.S. financial reporting represents a fundamental change for the U.S. accounting profession. The number of countries that require or allow the use of IFRS for the preparation of financial statements by publicly held companies has continued to increase. Clearly, the new standard will radically change the various methods of financial reporting. Furthermore, the accountancy and controller professions will obviously be profoundly affected by the new developments. The accountants’ world is evolving towards fair value and thus market value. It is expected that historical cost as an accounting principle will become less important in the future. The critical question to be asked is whether full compliance with accounting principles generally accepted in the presentation of a ‘true and fair view’ of the company’s financial position and its results of operation. Clearly, the new accounting standards show atendency towards ‘fair value accounting’. Whilst fair value accounting may lead to more relevant financial reporting, it may also lead to significant fluctuations in financial results over time. In this paper we also descript how the effect of the new standard (IFRS) on accounting practice and educational institutions.
PENDAHULUAN
nal tampak sekali menjadi lebih berhati-hati terutama ketika bursa pasar modal Amerika mengalami krisis. Krisis tersebut ternyata sangat berdampak sekali terhadap terhadap negara-negara yang terlibat dalam perdagangan internasional dan secara perlahan-lahan mengubah pola pikir Amerika untuk mengkonversi standarnya yang semula tetap ingin mempertahankan US GAAP menuju standar internasional guna mencari solusi antisipatif dalam jangka panjang. Hubungan antara organisasi dengan bisnis sangat ditunjang dengan keberadaan akuntansi. Hal ini mengharuskan informasi keuangan juga dapat menghasilkan informasi yang dapat memenuhi kebutuhan organisasi dan bisnis secara internasional. Akan tetapi bisnis internasional tidak dapat berjalan
menjadi fenomena global saat ini I FRS karena semakin banyak negara-negara di
dunia mengadopsi standar akuntansi internasional ini. Indonesia sendiri, sebagai salah satu Negara anggota G-20 juga tunduk terhadap kesepakatan G-20 untuk melakukan konvergensi IFRS. Perdebatan yang terjadi pada saat IFRS akan diadopsi adalah apakah konsep fair value yang diusung oleh IFRS benar-benar memberikan penyajian yang sebenarnya (true) dan wajar (fair) baik bagi pihak yang menyediakan laporan keuangan maupun pihak yang menggunakan laporan keuangan tersebut. Perusahaan-perusahaan yang mempunyai keterkaitan langsung dengan pasar internasio-
14
2011
mulus seperti kelihatannya karena setiap negara mengadopsi sistem akuntansi yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya dan tidak mungkin hal tersebut dapat diselesaikan dengan mudah. Adanya benturan karena perbedaan sistem akuntansi antar negara tersebut pada akhirnya menghambat bisnis internasional. Sehingga pada akhirnya diperlukan adanya sebuah harmonisasi standar akuntansi internasional untuk menyelaraskan perbedaan-perbedaan dalam menerapkan sistem akuntansi yang berbeda, percepatan perubahan transparasi informasi keuangan, meningkatkan komparabilitas (daya banding) informasi keuangan dari berbagai negara serta menghemat biaya terutama bagi penyaji dan pemakai laporan keuangan. Hal inilah yang mendorong penerapan International Financial Reporting Standard (IFRS) di seluruh dunia, meskipun masih terdapat pro dan kontra terhadap penerapan standar tersebut. Adapun permasalahan yang akan diangkat dalam tulisan ini ada dua yaitu pertama, bagaimana implikasi dari penerapan IFRS terhadap praktek yang berjalan terutama bagi negara Indonesia dan kedua, bagaimana implikasi dari penerapan IFRS bagi dunia pendidikan terutama sumber daya manusianya. Standar Akuntansi dan Harmonisasi Harmonisasi merupakan proses untuk meningkatkan komparabilitas (kesesuaian) praktik akuntansi dengan menentukan batasanbatasan seberapa besar praktik-praktik tersebut dapat beragam. Secara sederhana pengertian harmonisasi standar akuntansi dapat diartikan bahwa suatu negara tidak mengikuti sepenuhnya standar yang berlaku secara internasional. Negara tersebut hanya membuat agar standar akuntansi yang mereka miliki tidak bertentangan dengan standar akuntansi internasional. Harmonisasi fleksibel dan terbuka sehingga sangat mungkin ada perbedaan antara standar yang dianut oleh negara tersebut dengan standar internasional. Hanya saja diupayakan perbedaan dalam standar tersebut bukan perbedaan
Ratih Handayani
yang bersifat bertentangan. Selama perbedaan tersebut tidak berlawanan standar tersebut tetap dipakai oleh negara yang bersangkutan. Konvergensi dalam standar akuntansi dan dalam konteks standar internasional berarti nantinya ditujukan hanya akan ada satu standar. Satu standar itulah yang kemudian berlaku menggantikan standar yang tadinya dibuat dan dipakai oleh negara itu sendiri. Sebelum ada konvergensi standar biasanya terdapat perbedaan antara standar yang dibuat dan dipakai di negara tersebut dengan standar internasional. Konvergensi standar akan menghapus perbedaan tersebut perlahan-lahan dan bertahap sehingga nantinya tidak akan ada lagi perbedaan antara standar negara tersebut dengan standar yang berlaku secara internasional. Dampak Konvergensi Terhadap Dunia Bisnis Rencana Indonesia untuk beralih kiblat akuntansi pelaporan keuangan IFRS yang dikembangkan IASB masih terkendala aturanaturan antar lembaga regulator. Saat ini para regulator tersebut sedang sibuk berkoordinasi untuk membuat peraturan-peraturan mereka selaras dengan IFRS, koordinasi ini misalnya sedang kental terjadi di Bapepam LK. Skema peta konvergensi standar akuntansi di Indonesia menuju IFRS dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu pertama, pada akhir tahun 2010 diharapkan seluruh IFRS sudah diadopsi dalam PSAK, kedua, tahun 2011 adalah tahun penyiapan seluruh infrastruktur pendukung untuk implementasi PSAK yang sudah mengadopsi seluruh IFRS, dan ketiga, tahun 2012 merupakan tahun implementasi ketika PSAK yang berbasis IFRS wajib diterapkan oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki akuntabilitas publik meskipun tidak semua sektor bisa menerapkan IFRS saat ini mengingat ada tingkat kesulitan di masingmasing jenis usaha dalam menerapkan standar internasional tersebut. Konvergensi PSAK menuju IFRS tersebut mempunyai dampak positif dan negatif terhadap dunia bisnis, di antaranya yaitu : (1) Akses ke pendanaan internasional akan lebih terbuka karena laporan keuangan
15
Media Bisnis
akan lebih mudah dikomunikasikan ke investor global, (2) Relevansi laporan keuangan akan meningkat karena lebih banyak menggunakan nilai wajar, (3) Kinerja keuangan akan lebih berfluktuatif apabila harga-harga fluktuatif, (4) Income Smoothing menjadi semakin sulit dengan menggunakan balance sheet approach dan fair value approach, (5) Principle-based standar menyebabkan keterbandingan laporan keuangan sedikit menurun yakni bila penggunaan professional judgment ditumpangi dengan kepentingan untuk mengatur laba (earning management), dan (6) Penggunaan off balancesheet semakin terbatas. Dasar dari penerapan IFRS sebenarnya adalah masuknya siapapun yang mengadopsi IFRS dalam globalisasi liberalisasi financial market dan harmonisasi standar akuntansi dalam mendorong tersebarnya pada praktik secara umum. Merujuk pemikiran Burchell et al. (1980) seperti diungkapkan kembali oleh Graham dan Neu (2003) bahwa akuntansi termasuk di dalamnya IFRS sebagai implementasi riilnya digunakan atau untuk melayani dua kepentingan, kompleksitas internal organisasi dan praktik sosial lebih luas. Mekanisme seperti itu berdampak pada penyebaran perubahan akuntansi, berupa teknologi akuntansi, hubungannya dengan kepentingan organisasi menjadi organisasi supranasional ataupun transnasional (MNC’s). Penyesuaian teknologi akuntansi dalam praktik organisasi supranasional melayani tujuan yang sama dengan organisasi konvensional, tetapi berbeda mekanismenya yaitu melakukan aktivitas yang dinamakan “aliran lintas batas melampaui ruang dan waktu” (cross-border flows beyond time and space), seperti aliran modal, produk, informasi, kebijakan dan orang. Akuntansi untuk aliran lintas batas melampaui ruang dan waktu menciptakan bentuk sesuai perbedaan sosial yang melampaui simbol dan mitos. Perbedaan sosial berkaitan dengan asimetri kekayaan (wealth) dan kekuasaan (power) yang eksis di berbagai wilayah secara internasional. Hasil teknologi akuntansinya dalam organisasi supranasional membantu
16
September
menciptakan dan menyeimbangkan kondisi ketidakstabilan antara pusat dan pinggiran, antara non-majority world dan majority world. Graham dan Neu (2003) melihat bahwa teknologi dan praktik akuntansi yang dijalankan MNC’s ternyata bukan hanya melakukan tata kelola aliran lintas batas melampaui ruang dan waktu saja, tetapi mereka menyodorkan “praktik standarisasi” lintas batas. Lebih jauh, desakan standarisasi ternyata bermuatan ekonomi politik untuk kepentingan MNC’s mempergunakan berbagai institusinya. Harmonisasi akuntansi sebagai bagian dari neoliberalisme merupakan implementasi kekuasaan untuk melanggengkan kepentingan hegemoni korporasi melalui manufactured consent untuk kepentingan MNC’s di Amerika Serikat (Merino et al. 2005). Manufactured consent adalah cara paling efektif mengarahkan kekuasaan dan justifikasi ideologis melalui deregulasi untuk mendistribusikan wealth, security, secara global, pada kondisi penguatan pasar yang bebas dari intervensi regulasi. Teknisnya, MNC’s mendesain deregulasi lewat harmonisasi akuntansi, sedangkan akuntan dan analis finansial dijadikan sebagai “professional gatekeeper” untuk injeksi kepentingan MNC’s lewat lobi politik dan kelonggaran deregulasi audit demi profit. Langkah berikutnya, “hegemoni” dan pengendalian para MNC’s di Amerika Serikat dalam pengembangan standar akuntansi internasional lewat IASB (International Accounting Standard Boards). Dampaknya, IAS (International Accounting Standards) tidak dapat diadopsi tanpa persetujuan lembaga standar akuntansi Amerika Serikat (Financial Accounting Standard Boards). Salah satu kepentingan IFRS dapat dilihat dari dampaknya setelah diterapkan adalah untuk kepentingan kepastian aliran atau arus kas perusahaan “bermain monopoli” di berbagai flows of things. Ujung-ujungnya adalah dijalankannya “permainan monopoli” dengan laporan arus kas sebagai alat bantu pemetaan kekuatan keuangan perusahaan untuk mengantisipasi “dadu mesin” dari bursa saham yang
2011
disebut Electronically Operated Global Casino (Casino Global Elektronik), atau dalam bahasa Castells disebut sebagai Automaton (Capra 2003, 120). Automaton menurut Castells adalah ciptaan inti ekonomi hasil proses globalisasi keuangan yang secara tegas mengatur kehidupan manusia. Bukan robot-robot yang menghilangkan lapangan kerja atau komputer-komputer pemerintah, tetapi mesin-mesin globalisasi berbentuk transaksi keuangan elektroniklah yang mengambil alih dunia manusia. Logika automaton bukanlah aturan-aturan pasar tradisional, dinamika aliran keuangan yang digerakkannya saat ini di luar kendali-kendali pemerintahan negara, perusahaan-perusahaan dan lembaga-lembaga keuangan. Akan tetapi pada keluwesan dan ketepatan teknologi informasi dan komunikasi baru, regulasi ekonomi global yang efektif secara teknis menjadi masuk akal. Secara historis ekonomi kapitalisme sebagai akar dari neoliberalisme telah menunjukkan “kinerja krisis”-nya yang tak dapat dipungkiri. Krisis tahun 2007-2008 dan bahkan diprediksikan akan memuncak tahun 2009 ini sebenarnya dapat disebut sebagai bentuk siklik dan cenderung mengarah pada akumulasi keruntuhan ekonomi kapitalisme. Siklik dan kecenderungan akumulasi ini terlihat sejak tahun 1923, kemudian berulang pada tahun 1930, 1940, 1970, 1980, 1990, dan 1998-2001. Krisis keuangan tahun 2000-2001 di Amerika Serikat puncaknya ketika terjadi skandal korporasi terburuk 70 tahun terakhir seperti Enron, Arthur Anderson, WorldCom, Cisco Systems, Lucent Tech dan lainnya. Terkait dengan isu perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak harus memahami proses konvergensi IFRS guna memetakan perbedaan peraturan pajak dengan PSAK berbasis IFRS. Namun sayangnya selama UU Perpajakan belum diubah, sulit sekali mengakomodir perubahan PSAK kecuali tidak diatur dalam UU Perpajakan maka dapat diusahakan agar peraturan perpajakan dapat disesuaikan dengan perubahan PSAK.
Ratih Handayani
Dampak Konvergensi Terhadap Dunia Pendidikan Perubahan paradigma standar yang semula mengacu pada US GAAP ke IFRS juga secara mendasar membawa pengaruh pada dunia pendidikan, yaitu antara lain : (1) Perubahan paradigma yang semula berdasarkan ruled based (semua praktek akuntansi terdapat aturan atau perlakuan akuntansinya) yang diadopsi dari US GAAP menjadi paradigma principal based (praktek akuntansi dilihat secara substansinya dan berdasarkan judgement pihak yang menyiapkan laporan keuangan) yang diadopsi dari IFRS. Contoh dari ruled based adalah ketika suatu non current asset akan diklasifikasikan menjadi capital lease maka terdapat empat hal yg harus dipenuhi salah satunya adalah bahwa umur perjanjian lease adalah minimum 75% dari umur ekonomis dari aktiva yang dilease. Sedangkan dengan kasus yang serupa maka untuk diklasifikasikan sebagai capital lease atau operating lease maka tidak terdapat aturan yang berlaku tapi diserahkan kepada judgement pihak yang menyediakan laporan keuangan, (2) Pendekatan yang digunakan menggunakan pengukuran menggunakan fair value accounting yang menekankan pengukuran berdasarkan nilai pasar yang berlaku saat ini ketimbang menggunakan historical cost accounting. Historical cost accounting menekankan pada pengukuran berdasarkan harga perolehan yang tidak dapat mencerminkan perubahan nilai pada asset non moneter yang dimiliki oleh perusahaan karena historical cost accounting mengasumsikan kondisi ekonomi yang selalu stabil, sedangkan kenyataan yang terjadi adalah kondisi ekonomi tidak pernah stabil dan dampak inflasi antara satu negara dengan negara yang lain berbeda. Fair value accounting adalah pendekatan yang menilai asset berdasarkan nilai yang berlaku saat ini, dimana perusahaan yang menyiapkan laporan keuangan harus melakukan revaluasi terhadap asset non moneter yang dimilikinya sehingga investor atau pengguna laporan keuangan akan dapat melihat perubahan nilai yang
17
Media Bisnis
berlaku saat ini, (3) Perubahan paradigma ini juga menuntut adanya perubahan dalam penggunaan buku-buku ajar yang dipergunakan di perguruan tinggi sehingga institusi yang bersangkutan harus menyediakan dananya untuk merubah semua buku ajar yang akan dipergunakan. Dengan adanya perubahan buku ajar maka, sumber dayanya pun harus dibekali dengan cara dosen diberi pelatihan atau mengikuti pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan konvergensi standar baru tersebut, dan (5) Konvergi IFRS dan adopsi standar auditing internasional akan membuat para akuntan dan auditor dapat bergerak secara lebih global karena bahasa yang digunakan sudah sama diseluruh dunia. Konvergensi IFRS juga banyak memberikan tantangan dan peluang bagi profesi akuntan dan profesi auditor diseluruh dunia. KESIMPULAN Pergeseran paradigma menuju standar internasional yang berlaku bagi semua negara meningkatkan penggunaan fair value sebagai suatu standar pengukuran dalam pelaporan
September
keuangan perusahaan dan meninggalkan historical cost accounting yang memiliki banyak kelemahan. Hal ini berdampak besar pada dunia usaha dan dunia pendidikan yang membutuhkan perhatian khusus agar pada tahun 2012 kita dapat mengadopsi secara penuh standar tersebut. Kemunculan standar ini pun di satu sisi memunculkan paham kapitalisme berkembang pesat, karena tentunya perubahan standar tersebut akan membutuhkan salah satunya ketersediaan software akuntansi dan disisi lain dunia pendidikan turut pula mendukung perubahan paradigma tersebut. Kelemahan yang timbul dari perubahan paradigma tersebut adalah kemampuan daya banding laporan keuangan menjadi berkurang karena judgement yang dibuat oleh satu penyedia laporan keuangan dapat berbeda dengan pihak lainnya sehingga pada akhirnya pergeseran paradigma baru ini tidak sepenuhnya memecahkan persoalan yang ada pada praktek akuntansi tetapi lebih memudahkan pengguna laporan keuangan untuk menggunakan informasi akuntansi yang komunikatif.
REFERENSI Godfrey, Jane, Allan Hodgson, Ann Tarca, Jane Hamilton, Scott Holmes. 2011. Accounting Theory, 7 th Edition. John Wiley & Sons Australia, Ltd. Ikatan Akuntan Indonesia. 2011. Indonesia Siap Terapkan IFRS Undang-Undang Akuntan Publik. Langendijk, Henk, Dirk Swagerman, Willem Verhook. 2003. Is fair Value Fair ? Financial Reporting in an International Perspective. John Wiley & Sons Australia, Ltd Zyla, Mark L. 2010. Fair Value Measurements, Practical Guidance and Implementation. John Wiley & Sons Australia, Ltd Zack, Gerald M. 2009. Fair Value Accounting Fraud. New Global Risks and Detection Techniques. John Wiley & Sons Australia, Ltd www.ey.com
18