32
BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG KRIMINOLOGI, KEJAHATAN, PENCURIAN,UPAYA PENANGGULANGAN DAN BAGASI PENUMPANG PESAWAT
A.
Kriminologi dan Kejahatan Nama kriminologi ditemukan oleh P.Topinard (1830-1911) seorang ahli antropologi Perancis. Secara harfiah kriminologi berasal dari kata “crimen” yang berarti kejahatan atau penjahat dan “logos” yang berarti ilmu pengetahuan, maka kriminologi dapat berarti ilmu tentang kejahatan dan penjahat. Definisi tentang kriminologi banyak dikemukakan oleh para sarjana, masing-masing definisi dipengaruhi oleh luas lingkupnya bahan yang dicakup dalam kriminologi. Beberapa sarjana terkemuka memberikan definisi kriminologi sebagai berikut:1 Edwin H. Sutherland: criminology is the body of knowledge regarding delinquency and crime as social phenomena (kriminologi adalah kumpulan pengetahuan yang membahas kenakalan remaja dan kejahatan sebagai gejala sosial).
1
Alam A.S,Pengantar Kriminologi, Pustaka Refleksi Books, Makassar,2010,Hal 1-2
33
J. Constant: kriminologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk
menentukan
faktor-faktor
yang
menjadi
sebab-musabab
terjadinya kejahatan dan penjahat. WME. Noach: kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki gejala-gejala kejahatan dan tingkah laku yang tidak senonoh, sebabmusabab serta akibat-akibatnya. Bonger: kriminologi ialah suatu ilmu yang mempelajari gejala kejahatan seluas-luasnya.
Pengertian seluas-luasnya mengandung arti seluruh kejahatan dan hal-hal yang berhubungan dengan kejahatan. Hal yang berhubungan dengan kejahatan ialah sebab timbul dan melenyapnya kejahatan, akibat yang ditimbulkan, reaksi masyarakat dan pribadi penjahat (umur, keturunan, pendidikan dan cita-cita). Dalam pengertian ini dapat dimasukkan sistem hukuman, penegak hukum serta pencegahan (undang-undang). Segala aspek tadi dipelajari oleh suatu ilmu tertentu, umpama jika timbul suatu kejahatan, reaksi masyarakat dipelajari psikologi dan sosiologi, masalah keturunan dipelajari biologi, demikian pula masalah penjara dipelajari penologi dan sebagainya. Keseluruhan ilmu yang membahas hal yang bersangkut-paut dengan kejahatan yang satu sama lain yang tadinya merupakan data yang terpisah digabung menjadi suatu kebulatan yang sistemis disebut
34
kriminologi. Inilah sebabnya orang mengatakan kriminologi merupakan gabungan ilmu yang membahas kejahatan. Thorsten Sellin menyatakan bahwa criminology a king without a country (seorang raja tanpa daerah kekuasaan) 2. Manfaat dipelajarinya kriminologi ialah kriminologi memberikan sumbangannya dalam penyusunan perundang-undangan baru (Proses Kriminalisasi), menjelaskan sebab-sebab terjadinya kejahatan (Etilogi Kriminal) yang pada akhirnya menciptakan upaya-upaya pencegahan terjadinya kejahatan. Seperti dikatakan sebelumnya bahwa kriminologi membahas masalah kejahatan. Timbul pertanyaan sejauh manakah suatu tindakan dapat disebut kejahatan? Secara formil kejahatan dirumuskan sebagai suatu perbuatan yang oleh negara diberi pidana. Pemberian pidana dimaksudkan untuk mengembalikan keseimbangan yang terganggu akibat perbuatan itu. Keseimbangan yang terganggu itu ialah ketertiban masyarakat terganggu, masyarakat resah akibatnya. Penggangguan ini dianggap masyarakat anti sosial, tindakan itu tidak sesuai dengan tuntutan masyarakat. Karena masyarakat bersifat dinamis, maka tindakanpun harus dinamis sesuai dengan irama masyarakat. Jadi ada kemungkinan suatu tindakan sesuai dengan tuntutan masyarakat tetapi pada suatu waktu
2
.Simandjuntak, Bandung.1980,Hal 9
B
dan
Chaidir
Ali,
Cakrawala
Baru
Kriminologi,
Tarsito,
35
tindakan tersebut mungkin tidak sesuai lagi dengan tuntutan masyarakat karena perubahan masyarakat tadi, demikian pula sebaliknya. Ketidak sesuaian ini dipengaruhi faktor waktu dan tempat. Dengan kata lain pengertian kejahatan dapat berubah sesuai dengan faktor waktu dan tempat. Pada suatu waktu sesuatu tindakan disebut jahat, sedangkan pada waktu yang lain tidak lagi merupakan kejahatan, dan sebaliknya. Juga bisa terjadi di suatu tempat sesuatu tindakan disebut jahat, sedang di tempat lain bukan merupakan kejahatan. Dengan kata lain masyarakat menilai dari segi hukum bahwa sesuatu tindakan merupakan kejahatan sedang dari segi sosiologi (pergaulan) bukan kejahatan. Inilah kejahatan dalam makna yuridis. Sebaliknya bisa terjadi sesuatu tindakan dilihat dari segi sosiologis merupakan kejahatan sedang dari segi juridis bukan kejahatan, ini disebut kejahatan sosiologis (kejahatan kriminologis).3 Bonger mendefinisikan kriminologi sebagai ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya (kriminologi teoritis atau murni)4, berdasarkan kesimpulan praktis kriminologis teoritis adalah ilmu pengetahuan yang berdasarkan pengalaman yang seperti ilmu pengetahuan lainnya yang sejenis, memperhatikan gejala-gejala dan mencoba menyelidiki sebab-sebab dari gejala tersebut. Kejahatan adalah pokok penyelidikan dalam kriminologi, artinya kejahatan yang dilakukan dan orang-orang yang melakukannya; segi yuridis dari persoalan tersebut yaitu perumusan dari pada berbagai 3 4
Ibid hal 10 Yesmil anwar dan adang, kriminologi,refika adi tama, bandung, 2010,hal.xvii
36
kejahatan itu, tidak menarik perhatiannya atau hanya tidak langsung. Seperti dalam ilmu pengetahuan lainnya, yang terpenting dalam kriminologi adalah mengumpulkan bahan-bahan. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh para penyidik sama dengan dalam ilmu pengetahuan lain (kejujuran, tidak berat sebelah, teliti dan lain-lain seperti dalam semua hal yang berhubungan dengan homosapien). Juga disini hendaknya kita menaruh perhatian dan simpati kepada manusia yang mau mengabdikan pengetahuannya untuk kepentingan umat manusia. Pengklasifikasian terhadap perbuatan manusia yang dianggap sebagai kejahatan didasarkan atas sifat dari perbuatan yang merugikan masyarakat, Paul Moekdikdo merumuskan sebagai berikut:5 “Kejahatan adalah pelanggaran hukum yang ditafsirkan atau patut ditafsirkan sebagai perbuatan yang sangat merugikan, menjengkelkan dan tidak boleh dibiarkan atau harus ditolak.”
Ada beberapa rumusan dan definisi dari berbagai ahli kriminologi Garafalo misalnya yang merumuskan kejahatan sebagai pelanggaran perasaan-perasaan kasih, Thomas melihat kejahatan sebagai suatu tindakan yang bertentangan dengan solidaritas kelompok tempat pelaku menjadi anggota,
Redeliffe
Brown merumuskan
kejahatan
sebagai suatu
pelanggaran tata cara yang menimbulkan sanksi pidana sedangkan Bonger menganggap kejahatan sebagai suatu perbuatan anti sosial yang sadar dan memperoleh reaksi dari negara berupa sanksi. 5
Soedjono, R, Penanggulangan Kejahatan, Alumni, Bandung, 1975, hal 5
37
Bahwa kejahatan diukur berdasarkan pengujian yang diakibatkan terhadap masyarakat. Berbicara tentang rumusan dan definisi kejahatan, penulis akan mengemukakan beberapa pendapat dari para ahli kriminologi dan hukum pidana diantaranya sebagai berikut:6 1. Thorsten Sellin berpendapat bahwa hukum pidana tidak dapat memenuhi tuntutan ilmuan dan suatu dasar yang lebih baik bagi perkembangan kategori-kategori ilmiah adalah dengan mempelajari norma-norma kelakuan (ConductNorm), karena konsep norma-norma berlaku yang mencakup setiap kelompok atau lembaga seperti negara serta tidak merupakan ciptaan kelompok-kelompok normatif manapun, serta juga tidak terkurung oleh batasan-batasan politik dan tidak selalu harus terkandung di dalam hukum. 2. Sue Titus Reit, bagi suatu rumusan hukum tentang kejahatan maka halhal yang perlu diperhatikan antara lain adalah bahwa kejahatan adalah suatu tindakan sengaja atau omissi. Dalam pengertian ini seseorang tidak dapat dihukum hanya karena pikirannya, melainkan harus ada tindakan atau kealpaan dalam bertindak. Kegagalan untuk bertindak dapat juga merupakan kejahatan, jika terdapat suatu kewajiban untuk bertindak dalam kasus tertentu. Disamping itu pula harus ada niat jahat. 3. Merupakan pelanggaran hukum pidana: a. Yang dilakukan tanpa adanya suatu pembelaan atau pembenaran yang diakui secara hukum. 6
Simandjuntak, B dan Chaidir Ali, Cakrawala Baru Kriminologi, Tarsito, Bandung .1980,Hal 5
38
b. Yang diberi sanksi oleh negara sebagai suatu kejahatan atau pelanggaran. 4. Sutherland menekankan bahwa ciri pokok dari kejahatan adalah perilaku yang dilarang oleh negara karena perbuatan yang merugikan negara dan terhadap perbuatan itu negara beraksi dengan hukuman sebagai upaya pemungkas. 5. Herman Manheim menganggap bahwa perumusan kejahatan adalah sebagai perbuatan yang dapat dipidana lebih tepat, walaupun kurang informatif, namun ia mengungkapkan sejumlah kelemahan yakni pengertian hukum terlalu luas.
Berdasarkan pendapat di atas, jelas bahwa pemberian suatu batasan sangat memerlukan suatu pengetahuan yang mendalam dan dapat pula menunjang pokok masalah yang akan dibahas. Namun hal ini tidaklah berarti bahwa tidak boleh memberi batasan sebab suatu batasan dianggap dapat dijadikan sebagai landasan atau tolak pangkal dari pembahasan selanjutnya. Dari beberapa pendapat di atas nampak betapa sulitnya memberikan batasan yang dianggap tepat mengenai pengertian kejahatan, sampai saat ini belum ada suatu definisi yang dapat diterima secara umum oleh para kriminolog. Pandangan kejahatan dari segi yuridis menghendaki batasan dalam arti sempit, yakni kejahatan yang telah dirumuskan dalam undang-undang juga meliputi pengertian kejahatan dalam arti sosiologis.
39
Untuk lebih jelasnya penulis akan menguraikan kedua pengertian kejahatan tersebut sebagai berikut:7 1.
Pengertian Kejahatan Secara Yuridis Kata kejahatan menurut pengertian sehari-hari adalah setiap
tingkah laku atau perbuatan yang jahat misalnya pencurian, pembunuhan, penganiayaan dan masih banyak lagi. Jika membaca rumusan kejahatan di dalam Pasal 362 KUHP jelaslah bahwa yang dimaksud atau disebutkan dalam KUHP misalnya pencurian adalah perbuatan yang memenuhi perumusan ketentuan yang disebutkan dalam Pasal 362 KUHP seperti yang telah dirumuskan oleh R. Soesilo adalah sebagai berikut:8 “Barang siapa mengambil suatu barang, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud memilikinya secara melawan hukum, diancam karena pencurian dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.”
Jelaslah bahwa yang dipersalahkan mencuri adalah mereka yang melakukan perbuatan kejahatan dan memenuhi unsur Pasal 362 KUHP. Secara yuridis formil, kejahatan adalah semua tingkah laku yang melanggar ketentuan pidana. 2.
Pengertian Kejahatan Secara Sosiologis Pengertian kejahatan secara yuridis berbeda dengan pengertian kejahatan secara sosiologis, kalau kejahatan dalam pengertian secara yuridis hanya terbatas pada perbuatan-perbuatan yang bertentangan 7
Alam A.S,Pengantar Kriminologi, Pustaka Refleksi Books, Makassar,2010,Hal 2 R,Soesilo Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta komentar-komentarnya, Politea, Bogor.1995, Hal 249 8
40
dengan moral kemanusiaan merugikan masyarakat (antisosial) yang telah dirumuskan dan ditentukan dalam perundang-undangan pidana. Akan tetapi pengertian kejahatan secara sosiologis, selain mencakup pengertian yang masuk dalam pengertian yuridis juga meliputi kejahatan atau segala tingkah laku manusia, walaupun tidak atau belum ditentukan dalam bentuk undang-undang pada hakekatnya oleh warga masyarakat dirasakan atau ditafsirkan sebagai tingkah laku secara ekonomis dan psikologis, menyerang atau merugikan masyarakat dan melukai perasaan susila dalam kehidupan bersama. Dalam mempersoalkan sifat dan hakikat atau perihal tingkah laku inmoril atau antisosial tersebut di atas, nampak adanya sudut pandang. Subyektif apabila dilihat dari sudut orangnya, adalah perbuatan yang merugikan masyarakat pada umumnya. B.
Pengertian Kejahatan Pencurian dan Unsurnya Kata Pencurian berasal dari kata dasar yang mendapat awalan medan akhiran-an. Menurut Poerwardarminta:9 “Pencuri berasal dari kata dasar curi yang berarti sembunyi-sembunyi atau diam-diam dan pencuri adalah orang yang melakukan kejahatan pencurian. Dengan demikian pengertian pencurian adalah orang yang mengambil milik orang lain secara sembunyi-sembunyi atau diam-diam dengan jalan yang tidak sah.” Pengertian pencurian dalam rumusan Pasal 362 KUHP adalah sebagai berikut: 9
Hal 217
Poerwadarminta, WJS, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.1987
41
“Barang siapa mengambil suatu barang, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud memilikinya secara melawan hukum, diancam karena pencurian dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.” Pencurian termasuk kejahatan terhadap harta benda yang diatur dalam Pasal 362 sampai dengan Pasal 367 KUHP. Adapun jenis-jenis pencurian yang diatur dalam KUHP adalah sebagai berikut: 1. Pasal 362 KUHP adalah delik pencurian dalam bentuk pokok 2. Pasal 363 KUHP adalah delik pencurian berkualitas atau dengan pemberatan. 3. Pasal 364 KUHP adalah delik pencurian ringan. 4. Pasal 365 KUHP adalah delik pencurian dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. 5. Pasal 367 KUHP adalah delik pencurian dalam kalangan keluarga. Pasal 362 KUHP merupakan pokok delik pencurian, sebab semua unsur dari delik pencurian tersebut di atas dirumuskan secara tegas dan jelas, sedangkan pada pasal-pasal KUHP lainnya tidak disebutkan lagi unsur tindak pidana atau delik pencurian akan tetapi cukup disebutkan lagi nama kejahatan pencurian tersebut disertai dengan unsur pemberatan dan keringanan. Delik pencurian adalah delik yang paling umum, tercantum di dalam semua KUHP di dunia, disebut delik netral karena terjadi dan diatur oleh semua negara termasuk Indonesia.
42
Jenis tindak pidana pencurian merupakan jenis tindak pidana yang terjadi hampir di setiap daerah di Indonesia, oleh karenanya menjadi sangat logis apabila jenis tindak pidana ini menempati urutan teratas di antara tindak pidana terhadap harta kekayaan yang lain. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya terdakwa/tertuduh dalam tindak pidana pencurian yang diajukan ke sidang pengadilan. Unsur-unsur tindak pidana pencurian yang dirumuskan dalam Pasal 362 KUHP adalah sebagai berikut: 1. Perbuatan mengambil; 2. Yang diambil harus sesuatu barang; 3. Barang itu harus seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain; 4. Pengambilan itu harus dilakukan dengan maksud untuk dimiliki; 5. Secara melawan hukum; Ad. 1. Perbuatan Mengambil Unsur yang pertama yaitu unsur mengambil untuk dikuasai maksudnya waktu mencuri barang itu, barang tersebut belum berada dalam kekuasaannya, apabila waktu mengambil barang dan barang sudah berada dalam kekuasaannya dan disalah gunakan untuk kepentingan pribadi maka kasus tersebut bukanlah ke dalam pencurian tetapi penggelapan. Pengambilan (pencurian) itu sudah dapat dikatakan selesai apabila barang tersebut sudah pindah tempat. Bila orang baru memegang saja
43
barang itu dan belum berpindah tempat maka orang itu belum dikatakan mencuri, akan tetapi ia baru mencoba mencuri. Unsur mengambil ini mempunyai banyak penafsiran sesuai dengan perkembangan
masyarakat.
Mengambil
semula
diartikan
dengan
memindahkan barang dari tempatnya semula ke tempat yang lain, hal ini berarti membawa barang tersebut di bawah kekuasaan nyata atau barang tersebut berada di luar kekuasaan pemiliknya. Menurut Koster Henker :10 Dengan mengambil saja belum merupakan pencurian, karena harus seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dan pengambilan tersebut harus dengan maksud untuk memilikinya bertentangan dengan hak pemilik. Pengertian mengambil dalam bahasa Indonesia lebih tepat jika dibandingkan dengan pengertian menurut hukum atau Pasal 362 KUHP. Mengambil dalam pengertian bahasa Indonesia atau bahasa sehari-hari adalah tindakan atau perbuatan aktif memindahkan barang dari suatu tempat ke tempat lain, dari suatu penguasaan ke penguasaan yang lain mengambil barang tersebut, sedangkan pengertian mengambil menurut rumusan hukum mencakup pengertian luas, yakni baik yang termasuk dalam pengertian sehari-hari atau bahasa Indonesia juga termasuk mengambil yang dilakukan dengan jalur memindahkan, misalnya: 1. 10
Seseorang mengalihkan aliran listrik.
Andi, Hamzah , Delik-Delik Tertentu (Speciale Delicten) di dalam KUHP, Sinar Grafika, Jakarta.2010.
44
2.
Seseorang mengendarai sepeda motor orang lain dan tidak mengembalikannya. Menurut Sianturi yang dimaksud dengan pengambilan dalam
penerapan Pasal 362 KUHP:11 “Memindahkan kekuasaan nyata terhadap suatu barang ke dalam penguasaan nyata sendiri dari penguasaan nyata orang lain. Pada pengertian ini tersirat pada terjadinya penghapusan atau peniadaan penguasaan nyata orang lain tersebut, namun dalam rangka penerapan. Pasal ini tidak diisyaratkan untuk dibuktikan.”
Sianturi
juga
mengatakan
bahwa
mengenai
cara
mengambil/pengambilan atau memindahkan kekuasaan tersebut, sebagai garis besarnya dapat dibagi menjadi tiga yaitu: 1) Memindahkan suatu barang dari tempatnya semula ke tempat lain, dengan berpindahnya barang tersebut sekaligus juga berpindah kekuasaan nyata terhadap barang tersebut; 2) Menyalurkan barang itu melalui suatu alat penyalur, dalam hal ini karena sifat barang itu sedemikian rupa tidak selalu dapat dipisahkan dari yang dipisahkan; 3) Pelaku hanya sekedar memegang atau menunggui suatu barang saja, tetapi juga dengan ucapan atau gerakan mengisyaratkan bahwa barang tersebut kepunyaannya atau setidak-tidaknya orang menyangka demikian, dalam hal ini barang tersebut sama sekali tidak dipindahkan;
11
Sianturi, R, Tindak Pidana KUHP Berikut Uraiannya, Alumni, Jakarta.1983 hal 592
45
Pada cara pengambilan ketiga tersebut di atas, si pelaku harus menyadari atau menyangka bahwa barang tersebut adalah milik orang lain sebagian atau seluruhnya, misalnya di sebuah pasar si A berdiri di dekat jualan si B, karena suatu keperluan si B meninggalkan jualannya. Setelah kepergian si B, si C datang dan membeli sesuatu barang dari si A karena menyangka si A adalah pemiliknya. Akan tetapi menurut Andi Hamzah jika orang mencuri dengan maksud untuk memberikan kepada orang lain maka tetap merupakan delik pencurian. Karena pada delik pencurian, pada saat pengambilan barang yang dicuri itulah terjadinya delik, dikarenakan pada saat itulah barang berada di bawah kekuasaan si pembuat.12 Ad.2. Sesuatu Barang Unsur yang kedua sesuatu barang, pengertian tentang sesuatu barang yang dapat menjadi obyek pencurian, yaitu: “Sesuatu barang adalah segala sesuatu yang berwujud termasuk pula binatang (manusia tidak masuk). Misalnya uang, baju, kalung dan sebagainya, dalam pengertian barang termasuk pula daya listrik dan gas. Meskipun barang tersebut tidak berwujud, akan tetapi dialirkan ke kawat atau pipa oleh karena itu mengambil beberapa helai rambut wanita (untuk kenang-kenangan) tidak dengan izin wanita tersebut adalah juga termasuk pencurian meskipun beberapa helai rambut tidak ada harganya.”
12
.Ibid hal101-102
46
Menurut ketentuan Pasal 499 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang dimaksud dengan barang adalah tiap benda dan tiap hak yang dapat menjadi objek dari hak milik.13 Jadi di dalam undang-undang tidak ada penggarisan batasan tentang barang yang menjadi objek pencurian, dalam hal ini baik barang bergerak, tidak bergerak/berwujud sebenarnya dapat menjadi objek pencurian. Sianturi memberikan pengertian sesuatu barang yang dapat menjadi objek pencurian yaitu:14 “Yang dimaksud dengan sesuatu barang dengan delik pencurian pada dasarnya adalah setiap benda bergerak yang mempunyai nilai ekonomis. Menurut Sianturi, pengertian ini memang wajar, karena jika tidak ada nilai ekonomisnya sulit diterima dengan akal bahwa seseorang akan membentuk kehendaknya mengambil sesuatu itu sedang diketahuinya bahwa yang akan diambilnya tidak mempunyai nilai ekonomis. Untuk itu dia ketahui pula bahwa tindakan itu bersifat melawan hukum. Pengertian ini diperkuat pula oleh Pasal 364 KUHP yang menentukan nilai ekonomisnya maksimum dua ratus lima puluh rupiah.”
Dari kedua pendapat di atas diketahui bahwa untuk menentukan sesuatu barang yang dapat menjadi objek pencurian terlebih dahulu harus dilihat apakah barang itu berguna atau tidak. Dalam hal ini barang itu tidak selalu diisyaratkan mempunyai nilai ekonomis, akan tetapi cukup bila barang itu mempunyai manfaat atau dihargai oleh pemiliknya.
13
.Solahuddin,Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Visimedia, Jakarta.2008.hal 334 14
Acara
Pidana &Perdata,
Sianturi, R, Tindak Pidana KUHP Berikut Uraiannya, Alumni, Jakarta.1983.hal 593
47
Ad.3. Sebagian atau Seluruhnya Milik Orang Lain
Unsur yang ketiga sebagian atau seluruhnya milik orang lain, pengertiannya adalah barang tersebut tidak perlu kepunyaan orang lain sepenuhnya, akan tetapi cukup bila barang tersebut sebagian kepunyaan orang lain dan sebagian lagi milik pelaku sendiri. Misalnya, A dan B bersama-sama atau secara patungan membeli sebuah sepeda motor, maka sepeda motor tersebut milik bersama A dan B. Akan tetapi jika A mengambil sepeda motor tersebut tanpa sepengetahuan si B, dalam kasus ini masuk pengertian unsur delik pencurian. Melihat uraian di atas, maka syarat untuk dipenuhinya unsur dalam Pasal 362 KUHP tersebut adalah barang tersebut haruslah barang milik orang lain sebagian atau seluruhnya. Hal ini berarti atas barang tersebut sekurang-kurangnya dimiliki 1 orang, 2 orang atau lebih. Ad.4. Dengan Maksud Memiliki
Unsur yang keempat yaitu dengan maksud hendak memiliki. Unsur ini merupakan unsur batin atau subyektif dari si pelaku. Unsur memiliki adalah tujuan dari si pelaku yang tertanam dalam dirinya atau niatnya. Oleh karena itu perbuatan mengambil barang orang lain tanpa maksud untuk memiliki tidaklah dapat dipidana berdasarkan Pasal 362 KUHP. Memiliki berarti merampas sesuatu barang dari kekuasaan pemiliknya, agar barang tersebut ditempatkan dalam kekuasaannya dengan
48
bertindak sebagaimana halnya dengan pemiliknya. Pengertian hendak memiliki menurut Noyon-Lengenmeyer adalah:15
“Menjelaskan suatu perbuatan tertentu, suatu niat untuk memanfaatkan suatu barang menurut kehendak sendiri.” Selanjutnya menurut pedoman dan penggarisan Yurisprudensi Indonesia (melalui Pustaka Mahkamah Agung RI), pengertian memiliki ialah menguasai sesuatu barang yang bertentangan dengan sifat, hak atas barang tersebut. Sehubungan dengan itu pula Wirjono Prodjodikoro mengemukakan pendapatnya bahwa:16 “Pengertian memiliki adalah berbuat sesuatu dengan sesuatu barang seolah-olah pemilik barang itu dengan perbuatan-perbuatan tertentu itu si pelaku melanggar hukum.” Dari beberapa pendapat di atas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa pelaku atau pembuat harus sadar dan mengetahui bahwa barangbarang yang diambilnya adalah milik orang lain. Dengan kata lain hendak memiliki adalah terwujud dalam kehendak dengan tujuan utama dari si pelaku adalah memiliki barang tersebut secara melawan hukum.
Ad.5. Melawan Hukum
Unsur yang terakhir adalah unsur melawan hukum, pengertian melawan hukum sering digunakan dalam undang-undang dengan istilah
15
Wirjono, Prodjodikoro, Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, PT. Rafika Adiatma, Bandung.2010.Hal 17 16
.Ibid. hal 17
49
perbuatan yang bertentangan dengan hak atau melawan hak. Sesuai dengan penjelasan di dalam KUHP, melawan hak diartikan bahwa setiap perbuatan yang pada dasarnya bertentangan dengan suatu undang-undang atau ketentuan hukum yang berlaku. Sehubungan dengan unsur melawan hukum, Andi Zainal Abidin Farid mengemukakan bahwa:17 “Niat adalah sengaja tingkat pertama, niat disini karena dihubungkan dengan sifat melawan hukumnya dan tidak diantarai dengan kata-kata maka termaksud melawan hukum objektif, bila si pembuat tidak mengetahui bahwa barang tersebut kepunyaan orang lain, maka tidaklah termasuk pencurian.”
Sifat melawan hukumnya perbuatan tidak dinyatakan dalam hal-hal lahir, tetapi digantungkan pada niat orang yang mengambil barang itu. Kalau niat hatinya baik, misalnya barang itu diambil untuk diberikan kepada pemiliknya, maka perbuatan itu tidak dilarang karena bukan pencurian. Sebaliknya jika niat hatinya itu jelek yaitu barang akan dimiliki sendiri dengan mengacuhkan pemiliknya. Menurut hukum perbuatan itu dilarang, masuk ke dalam rumusan pencurian, sifat melawan hukumnya dari sifat batinnya seseorang.” Untuk menentukan ukuran apakah suatu perbuatan itu melawan hukum atau tidak, ada dua pendapat yang bias dijadikan pedoman yaitu:18
17 18
Abidin, A. Zainal, Hukum Pidana , Sinar Grafika, Jakarta.2007.hal.126 http://sifatmelawan.blogspot.co.id, diakses 26 april 2016, pukul 10.00.wib
50
1. Pendapat yang berpendirian ajaran formil bahwa pengertian melawan hukum adalah apabila suatu perbuatan telah mencocoki rumusan undang-undang yang menggariskan bahwa suatu perbuatan yang melanggar undang-undang dalam hal ini perbuatan melawan hukum. 2. Pendapat yang berpendirian ajaran materil bahwa perbuatan yang mencocoki rumusan undang-undang belum tentu bersifat melawan hukum, sebab hukum bukan saja terdiri dari undang-undang, tetapi secara materil perbuatan itu tidak bertentangan dengan kehendak masyarakat, maka perbuatan itu tidaklah melawan hukum. Menurut Wirjono Prodjodikoro diantara unsur memiliki barang dengan unsur melawan hukum sebenarnya ada kontradiksi. Yang dikemukakannya sebagai berikut:19 “Sebenarnya antara unsur memiliki barang dengan unsur melawan hukum ada kontradiksi, sebab memiliki barang-barang berarti menjadikan dirinya sebagai pemilik. Dan untuk menjadi pemilik suatu barang harus menurut hukum. Setiap pemilik barang adalah pemilik menurut hukum, maka sebenarnya tidak mungkin orang memiliki barang orang lain dengan melanggar hukum, karena kalau hukum dilanggar tidak mungkin orang tersebut menjadi pemilik barang.”
Dari berbagai uraian di atas, telah nampak perbedaan dikalangan para ahli hukum mengenai pengertian unsur-unsur yang terkandung dalam KUHP. Akan tetapi pada dasarnya mereka mempunyai maksud yang sama yaitu ke arah penentuan terjadinya delik pencurian.
19
Opcit hal 17
51
Dengan mengetahui delik pencurian dan unsur-unsur Pasal 362 KUHP, maka dengan sendirinya telah diketahui unsur-unsur pokok dari berbagai jenis kejahatan pencurian di dalam KUHP. Sebagaimana yang akan penulis uraikan di bawah ini tentang kejahatan pencurian yang tercakup mulai dari pasal 362 sampai dengan pasal 367 KUHP sebagai berikut: a. Pencurian Dalam Bentuk Pokok Pencurian biasa ini perumusannya diatur dalam Pasal 362 KUHP yang menyatakan: “Barang siapa mengambil sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah.” Berdasarkan rumusan Pasal 362 KUHP di atas, maka unsur-unsur tindak pidana pencurian (biasa) dapat dibedakan secara objektif dan subjektif. Yaitu sebagai berikut: a. Unsur objektif, yang meliputi unsur-unsur: 1. Mengambil 2. Suatu barang 3. Yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain b. Unsur subjektif, yang meliputi unsur-unsur: 1. Dengan maksud 2. Untuk memiliki barang/benda tersebut untuk dirinya sendiri 3. Secara melawan hukum
52
Agar seseorang dapat dinyatakan terbukti telah melakukan tindak pidana pencurian, orang tersebut harus terbukti telah memenuhi semua unsur dari tindak pidana pencurian yang terdapat di dalam rumusan Pasal 362 KUHP. b. Pencurian Dengan Pemberatan Istilah “pencurian dengan pemberatan” biasanya secara doktrinal disebut sebagai “pencurian yang dikualifikasikan”. Pencurian yang dikualifikasikan ini merujuk pada suatu pencurian yang dilakukan dengan cara-cara tertentu atau dalam keadaan tertentu, sehingga bersifat lebih berat dan karenanya diancam dengan pidana yang lebih berat pula dari pencurian biasa. Pencurian dengan pemberatan atau pencurian yang dikualifikasikan diatur dalam Pasal 363 dan 365 KUHP. Oleh karena pencurian yang dikualifikasikan tersebut merupakan pencurian yang dilakukan dengan cara-cara tertentu dan dalam keadaan tertentu yang bersifat memberatkan, maka pembuktian terhadap unsur-unsur tindak pidana pencurian dengan pemberatan harus diawali dengan membuktikan pencurian dalam bentuk pokok. Unsur-unsur tindak pidana pencurian dengan pemberatan dapat dipaparkan sebagai berikut: 1. Pencurian dengan pemberatan yang diatur dalam Pasal 363 KUHP. Pencurian yang diatur dalam Pasal 363 KUHP dirumuskan sebagai berikut:
53
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun: a) Ke-1 pencurian ternak. b) Ke-2 pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan atau bahaya perang . c) Ke-3 pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, dilakukan oleh orang yang ada di situ yang tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak. d) Ke-4 pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama. e) Ke-5 pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang diambilnya, dilakukan dengan membongkar, merusak atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan (seragam) palsu. (2) Jika pencurian yang diterangkan dalam ke-3 disertai dengan salah satu tersebut ke-4 dan ke-5, maka dikenakan pidana paling lama Sembilan tahun. 2. Pencurian dengan pemberatan yang diatur dalam Pasal 365KUHP. Pencurian dengan pemberatan kedua adalah pencurian yang diatur dalam Pasal 365 KUHP. Jenis pencurian ini lazim disebut dengan istilah “pencurian dengan kekerasan” atau popular dengan istilah “curas”.
54
Adapun yang menjadi unsur-unsur dalam Pasal 365 KUHP ini adalah sebagai berikut: (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan,
terhadap
orang,
dengan
maksud
untuk
mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicurinya. (2) Diancam dengan pidana paling lama dua belas tahun: a)
Ke-1 jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau perkarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum, atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan.
b) Ke-2 jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama. c)
Ke-3 jika masuknya ke tempat melakukan kejahatan dengan membongkar, merusak, atau memanjat atau memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.
d) Ke-4 jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat. (3) Jika perbuatan mengakibatkan mati, maka dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun . (4) Diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau mati dan dilakukan oleh dua orang atau
55
lebih secara bersama-sama dengan disertai oleh salah satu hal yang diterangkan dalam ayat (2) ke-1 dan ke-3.
C.
Teori-Teori Sebab Kejahatan Teori-teori sebab kejahatan menurut A.S Alam dikelompokkan menjadi sebagai berikut:20 1. Anomie (ketiadaan norma) atau strain (ketegangan); 2. Cultural Deviance(penyimpangan budaya); 3. Social Control (kontrol sosial).
Teori anomie dan penyimpangan budaya memusatkan perhatian pada kekuatan-kekuatan sosial (social force) yang menyebabkan orang melakukan aktivitas kriminal. Teori ini berasumsi bahwa kelas sosial dan tingkah laku kriminal saling berhubungan. Pada penganut teori anomie beranggapan bahwa seluruh anggota masyarakat mengikuti seperangkat nilai-nilai budaya, yaitu nilai-nilai budaya kelas menengah yakni adanya anggapan bahwa nilai budaya terpenting adalah keberhasilan dalam ekonomi. Karena orang-orang kelas bawah tidak mempunyai sarana-sarana yang sah (legitimate means) untuk mencapai tujuan tersebut seperti gaji tinggi, bidang usaha yang maju dan lain-lain, mereka menjadi frustasi dan beralih menggunakan sarana-sarana yang tidak sah (illegitimate means).
20
Hal 45
Alam, A.S, Pengantar Kriminologi, Pustaka Refleksi Books,Makassar.2010.
56
Sangat berbeda dengan teori itu, teori penyimpangan budaya mengklaim bahwa orang-orang dari kelas bawah memiliki seperangkat nilai-nilai yang berbeda, yang cenderung konflik dengan nilai-nilai kelas menengah. Sebagai konsekuensinya, manakalah orang-orang kelas bawah mengikuti sistem nilai mereka sendiri, mereka mungkin telah melanggar normanorma konvensional dengan cara mencuri, merampok dan sebagainya, sementara itu pengertian teori kontrol sosial merujuk kepada pembahasan delinquency dan kejahatan yang dikaitkan dengan variable-variabel yang bersifat sosiologis, antara lain struktur keluarga, pendidikan dan kelompok domain. Faktor-faktor yang berperan dalam timbulnya kejahatan, Walter Lunden berpendapat bahwa gejala yang dihadapi negara-negara yang sedang berkembang adalah sebagai berikut:21
a.
Gelombang urbanisasi remaja dari desa ke kota-kota jumlahnya cukup besar dan sukar dicegah;
b.
Terjadi konflik antara norma adat pedesaan tradisional dengan norma-norma baru yang tumbuh dalam proses dan pergeseran sosial yang cepat, terutama di kota-kota besar;
c.
Memudarkan pola-pola kepribadian individu yang terkait kuat pada pola kontrol sosial tradisionalnya, sehingga anggota masyarakat terutama remajanya menghadapi ‘samarpola’ (ketidaktaatan pada pola) untuk menentukan prilakunya.
21
Ibid hal 46
57
D.
Upaya Penanggulangan Kejahatan Upaya penanggulangan kejahatan terus dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat. Berbagai program dan kegiatan telah dilakukan sambil terus-menerus mencari cara yang paling tepat dan efektif untuk mengatasi masalah tersebut. Upaya yang dilakukan harus bertumpu pada upaya merubah sikap manusia disamping terus merubah pula lingkungan dimana manusia tersebut hidup dan bermasyarakat dengan manusia lainnya. Hal ini disebabkan karena kultur dan respon dari masyarakat pada dasarnya adalah adaptasi dari lingkungannya. Menurut A.S Alam penanggulangan kejahatan empirik terdiri atas tiga bagian pokok, yaitu:22 1. Pre-Emtif Yang dimaksud dengan upaya Pre-Emtif di sini adalah upaya-upaya awal yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk mencegah terjadinya tindak pidana. Usaha-usaha yang dilakukan dalam penanggulangan kejahatan secara pre-emtif adalah menanamkan nilai-nilai/normanorma yang baik sehingga norma-norma tersebut terinternalisasi dalam diri
seseorang.
Meskipun
ada
kesempatan
untuk
melakukan
pelanggaran/kejahatan tapi tidak ada niatnya untuk melakukan hal tersebut maka tidak akan terjadi kejahatan. Jadi dalam usaha pre-emtif, faktor niat menjadi hilang meskipun ada kesempatan. Cara pencegahan
22
ibid hal 78-80
58
ini berasal dari teori NKK, yaitu : niat + kesempatan terjadilah kejahatan. Contohnya, di tengah malam pada saat lampu merah lalu lintas menyala maka pengemudi itu akan berhenti dan mematuhi aturan lalu lintas tersebut meskipun pada waktu itu tidak ada polisi yang berjaga. Hal ini selalu terjadi di banyak negara seperti Singapura, Sydney dan kota besar lainnya di dunia. Jadi dalam upaya pre-emtif faktor niat tidak terjadi. 2. Preventif Upaya-upaya preventif ini adalah merupakan tindak lanjut dari upaya pre-emtif yang masih dalam tataran pencegahan sebelum terjadinya kejahatan.
Dalam
upaya
preventif
yang
ditekankan
adalah
menghilangkan kesempatan untuk dilakukannya kejahatan. Contoh ada orang ingin mencuri motor tapi kesempatan itu dihilangkan karena motor-motor yang ada ditempatkan di tempat penitipan motor, dengan demikian kesempatan menjadi hilang dan tidak terjadi kejahatan. Jadi dalam upaya preventif kesempatan ditutup. 3. Represif Upaya ini dilakukan pada saat telah terjadi tindak pidana/kejahatan yang tindakannya berupa penegakan hukum (law enforcement) dengan menjatuhkan hukuman.
59
E. Bagasi Penumpang Pesawat 1. Pengertian Bagasi Pengertian
bagasi
secara singkat
adalah barang yang dibawa oleh
penumpang dalam perjalanan/penerbangan. Sedangkan pengertian bagasi secara luas dalah barang bawaan, barang-barang pribadi milik penumpang, harta benda dll, baik bagasi yang tercatat, yang tidak tercatat maupun bagasi kabin yang diperbolehkan oleh perusahaan penerbangan untuk diangkut didalam pesawat yang digunakan untuk keperluan pribadi penumpang selama melakukan perjalanan. Dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan Pasal 1 angka (1) dan (2) menyatakan bahwa: “Bagasi Tercatat adalah barang penumpang yang diserahkan oleh penumpang kepada pengangkut untuk diangkut dengan pesawat udara yang sama. Bagasi Kabin adalah barang yang dibawa oleh penumpang dan berada dalam pengawasan penumpang sendiri.” 2. Klasifikasi Bagasi Penumpang Pesawat Bagasi di bagi menjadi 3 bagian, yaitu : 1. Checked baggage Bagasi yang terdaftar dan dimuat di tempat khusus barang dalam pesawat.Sebelum barang dimasukkan ke dalam pesawat,barang tersebut harus di timbang terlebih dahulu. Apabila terjadi kelebihan berat yang
60
telah di tentukan oleh perusahaan penerbangan maka akan di kenakan biaya bagasi lebih. 2. Unchecked baggage Barang bawaan yang dibawa sendiri oleh penumpang ke dalam kabin pesawat. Menurut International Air Transport Association (IATA)
unchecked
baggage dibagi lagi menjadi 2 macam,yaitu : 1. Free carry item Barang bawaan yang diperbolehkan dibawa oleh penumpang ke dalam kabin pesawat tanpa harus di timbang terlebih dahulu.Misalnya, kamera, teropong dll. 2. -Cabin baggage Barang bawaan dengan jumlah yang terbatas yang diperbolehkan dibawa oleh penumpang ke dalam kabin penumpang. Misalnya, laptop atau note book dll. 3. Unaccompanied baggage/luggage Barang bawaan penumpang yang dikirim atau diangkut sebagai kargo.
61