BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Kajian umum tentang Analisis dan ruang lingkup Kriminologi
2.1.1 Kajian umum tentang Analisis Pengertian analisis adalah sebagai sebuah proses menguraikan sebuah pokok masalah atas berbagai bagianya. Penelahan juga dilakukan pada bagian tersebut dan hubungan antar bagian guna mendapatkan pemahaman yg benar tentang pemahaman masalah secara menyeluruh1. Adapun dalam kata lain pengertian analisis adalah penyelidikan terhadap sesuatu peristiwa2. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan banyak ditentukan atas dasar pengamatan dari objek yang diteliti. Adapun analisa data yang digunakan dalam kajian ini adalah Analisis deskriptif untuk memberikan gambaran umum tentang data yang telah diperoleh sebagai acuan untuk melihat karakteristik data yang diperoleh. Untuk melakukan analisis terhadap data primer yang diambil pada kegiatan kajian ini akan digunakan metode analisis statistik sederhana (simple descriptive statistic) sebagaimana yang dikemukakan oleh Welch & Comer (1998). .Perlakuan dan pengolahan akan dilakukan terhadap distribusi frekuensi, tendensi pemusatan dan penyebaran (Draper & Smith,1981). Teknik ini digunakan karena secara sederhana dapat menggambarkan kecenderungan yang terdapat pada suatu
1 2
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum.2010.hal :256 Kamus lengkap Bahasa Indonesia. akar media.surabaya.2003.hal:45
populasi. Dengan melihat kecenderungan dari data yang terolah, maka kita akan dapat memprediksikan kemungkinan maupun alternatif yang ada dari data3.
2.1.2 Ruang Lingkup Kriminologi Kriminologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kejahatan dan pelakunya, Beberapa aliran dalam kriminologi telah mengungkakap mengapa kejahatan bisa terjadi dan mengapa mereka berbuat atau bertindak jahat, alas an yang di kemukakan mulai dari aloiran kriminologi klasik atau aliran positivis, lambroso mencari sebab-sebab dari fisik manusia sampai pada aliran kritis, atau yang terakhir yang disebut oleh Chambliss dan seidman sebagai aliran kriminologi radikal. Suatu keharusan yang tidak dapat ditawar adalah melakukan analisis mengenai hubungan positif antara kekuasaan dan kejahatan. Suatu tugas yang harus terus di upayakan dan mendapay prioritas dalam suatu agenda kriminologi manapun4. Beberapa pengertian kriminologi menurut para ahli5 : 1. W.A Bonger memberikan defenisi Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya. 2. Sutherlan merumuskan Kriminologi adalah keseluruhan ilmu pengetahuan yang bertalian dengan perbuatan kejahatan sebagai gejala sosial dan mencakup proses-proses perbuatan hukum, pelanggaran hukum dan reaksi atas pelanggaran hukum. 3
4
5
Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum. Kencana prenada media grup:Jakarta.2011.hal:68 Rukmini, Mien,S.H M.s. 2006. Aspek Hukum Pidana Dan Kriminologi. PT.Alumni : Bandung.hal : 97 Topo santosa dan Eva Achjani zulfa.2001.kriminologi.Rajawali pers.jakarta hal 9-12
3. Wood berpendirian bahwa Kriminologi adalah keseluruhan pengetahuan yang diperoleh berdasarkan teori atau pengalaman yang bertalian dengan perbuatan jahat dan penjahat dan,termaksud didalamnya reaksi dari masyarakat terhadap perbuatan jahat dan para penjahat. 4. Noach merumuskan defenisi Kriminologi adalah ilmu pengetahuan tentang perbuatan jahat dan perilaku tercela yang menyangkut orangorang terlibat dalam perilaku jahat dan perbuatan tercela itu. 5. Walter Reckless mendefenisikan Kriminologi adalah pemahaman ketertiban individu dalam tingkah laku delinkuen dan tingkah laku jahat dan pemahaman bekerjanya sistem peradilan pidana. Berbicara tentang ruang linkup kriminologi berarti berbicara mengenai objek studi dalam kriminologi. Bonger membagi kriminologi dalam dua bagian yaitu 6: 1) Kriminologi murni yang terdiri dari : a. Antropologi kriminil, yaitu pengetahuan tentang manusia yang jahat (somatic ) yag memberikan jawaba atas pertanyaan tentang orang jahat da tanda-tanda tubuhnya. b. Sosiologo kriminil, yaitu ilmu pengetahuan tentang kejahatan sebagai suatu gejala masyarakat dan sampai dimana letak sebab-sebab dalam masyarakat. c. Psikologi kriminil, yaitu ilmu pengetahuan tentang penjahat yang dilihat dari sudut jiwanya. 6
Ibid,,
d. Psikopatologi dan Neuropatologi kriminil, yaitu ilmu tentang penjahat yang sakit jiwa atau urat syaraf. e. Penology, yaitu ilmu tentang tumbuh dan berkembangnya hukuman. 2) Kriminologi terapan yang terdiri dari : a. Higiene kriminil, yaitu usaha yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kejahatan b. Politik kriminil, yaitu usaha penanggulangan kejahatan, dimana kejahatan telah terjadi c. Kriminalistik, yaitu ilmu tentang pelaksanaan penyidikan tekhnik kejahatan dan pengusutan kejahatan. Sedangkan menurut Sutherland kriminologi terdiri dari tiga bagian utama yaitu7 : a. Etiologi Kriminal, yaitu usaha secara ilmiah untuk mencari sebab sebab kejahatan b. Penology yaitu, pengetahuan yang mempelajari tentang sejarah lahirnya hukuman, perkembangannya serta arti dari faedahnya c. Sosiologi hukum (pidana) , yaitu analisis ilmiah terhadap kondisikondisi yang mempengaruhi pekembangan hukum pidana. Dari uraian defenisi para ahli diatas dapatlah ditarik suatu persamaan bahwa objek studi kriminologi mencakup tiga hal yaitu, penjahat, kejahatan, dan reaksi masyarakat terhadap penjahat dan kejahatan8.
7
H.M Ridwan dan ediwarman.1994. azas-azas kriminologi. Usu Pres.medan hal:94
1.1
Pengertian Polisi Polisi adalah badan pemerintahan yang bertugas memelihara keamanan
dan ketertiban umum9. Polisi juga diartikan sebagai suatu pranata umum sipil yang mengatur tata tertib (orde) dan hukum. Namun kadangkala pranata ini bersifat militaristis, seperti di Indonesia sebelum Polri dilepas dari ABRI. Polisi dalam lingkungan pengadilan bertugas sebagai penyidik. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang KUHAP untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya (Kansil, 1986: 351)10. Menurut ketentuan dalam UUD 1945 yang berkenaan dengan kepolisian negara adalah pasal 30 ayat (4) yang berbunyi “Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum”11. Istilah
polisi
berasal
dari bahasa
Belanda politie yang
mengambil
dari bahasa Latin politia berasal dari kata Yunani politeia yang berarti warga kota atau pemerintahan kota. Kata ini pada mulanya dipergunakan untuk menyebut “orang yang menjadi warga Negara dari kota Athena“, kemudian pengertian itu berkembang menjadi “kota“ dan dipakai untuk menyebut “semua usaha kota“12.
8
Topo santosa dan Eva Achjani zulfa.2001.kriminologi.Rajawali pers.jakarta hal 13 Kamus lengkap Bahasa Indonesia. akar media_surabaya.2003.hal:433 10 http://id.wikipedia.org/wiki/Polisi 11 Undang-Undang tentang POLRI No 2 Tahun 2002.pasal 30 12 http://id.wikipedia.org/wiki/Polisi 9
Oleh karena pada jaman itu kota merupakan Negara yang berdiri sendiri. Yang disebut juga Polis, maka Politea atau Polis diartikan sebagai semua usaha dan kegiatan Negara, juga termasuk kegiatan keagamaan13. Fungsi polisi antara lain adalah14 : a.
Membuat rasa aman masyarakat
b. Melindungi dan mengayomi masyarakat c.
Mempertahankan keutuhan Negara dan bangsa Indonesia
d. Melayani kebutuhan masyarakat. ( Rachmat Dkk., 2002 : 20 ) Esensi pekerjaan polisi adalah menjalankan kontrok sosial. Dalam struktur negara dan hukum modern sekarang ini, kontrol tersebut menjadi bagian dari kontrok sosial yang dilakukan oleh pemerintah. Sifatnya menjadi birokratis, formal, dan prosedural (Satjipto, 2007: 90)15. Hukum memberi kekuasaan yang luas kepada polisi untuk bertindak sehingga polisi memiliki wewenang untuk mengekang masyarakat apabila ada dugaan kuat telah terjadi tindak pidana16. Menurut UU kepolisian no 2 tahun 2002 dalam pasal 18 dijelaskan bahwa polisi diberi wewenang dalam keadaan tertentu untuk melakukan menurut penilaiannya sendiri atau bisa dikenal sebagai kekuasaan diskresi fungsional yang menemparkan pribadi-pribadi polisi sebagai factor sentral dalam penegakan hukum. Secara lebih rinci pasal 18 UU no 2 tahun 2002 adalah :
13 14 15 16
Ibid.., Suparmin,model polisi pendamai.badan penerbit diponegoro.semarang2012.hal: Ibid.., Ibid..,
1. Untuk kepentingan umum pejabat kepolisian Negara RI dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri. 2. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan perundang-ungangan dan kode etik Polri (Syamsul, 2007 : 12). Polisi mengandung arti sebagai organ dan fungsi, yakni sebagai organ pemerintah dengan tugas mengawasi, jika perlu menggunakan paksaan supaya diperintah menjalankan dan tidak melakukan larangan-larangan perintah menjalankan dan tidak melakukan larangan perintah. Fungsi dijalankan atas kewenangan dan kewajiban untuk mengadakandan bila perlu dengan paksaan yang dilakukan dengan cara memerintah untuk melaksanakan kewajiban umum, memaksa yang diperintah untuk melakukan kewajiban umum, memaksa yang diperintah untuk melakukan kewajiban umum dengan perantara pengadilan dan memaksa yang diperintah untuk melaksanakan kewajiban umum tanpa perantaraan pengadilan17. Menurut Bill Drews dan Gerhard wacke18 dalam mengartikan “polizei recht” dapat dipetakan lingkup kajian hukum kepolisian, meliputi: 1. Hakekat polisi; 2. Dasar-dasar hukum umum yang mengatur kewenangan, kewajiban dan kekuasaan kepolisisan; 3. Dasar-dasar hukum yang mengatur kewenangan secara khusus. 17 18
Sadjijono Memahami Hukum Kepolisian. lakssbang pressindo.yogyakarta. 2010.hal:201 Ibid..,
Aparat Kepolisian memiliki tugas dan wewenang antara lain 19: a. Tugas Kepolisian. Didalam menjalankan tugas pokok memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, Polri memiliki tanggungjawab terciptanya dan terbinanya suatu kondisi yang aman dan tertib dalam kehidupan masyarakat. Menurut pendapat Soebroto Brotodiredjo sebagaimana disitir oleh R. Abdussalam mengemukakan, bahwa keamanan dan ketertiban adalah keadaan bebas dari kerusakan atau kehancuran yang mengancam keselurahan atau perorangan dan memberikan rasa bebas dari kerusakan atau kehancuran yang mengancam keseluruhan atau perorangan dan memberikan rasa bebas dari ketakutan dan kekhawatiran, sehingga ada kepastian dan rasa kepastian dari jaminan segala kepentingan atau suatu keadaan yang bebas dari pelanggaran norma-norma hukum. b. Wewenang Kepolisian 1. Kasatker bedasarkan penilaiannya berwenang mengamankan, menarik senjata api dan mengajukan pembatalan izin pinjam pakai senjata api kepada bawahannya. 2. Bid Propam berdasarkan hasil pemeriksaan, dapat mengamankan senjata api bagi anggota Polri yang melakukan pelanggaran disiplin atau Kode Etik Polri atau pidana.
19
Ibid..,
3. Penandatanganan surat izin pinjam pakai senjata api bagi pangkat Bintara (BA), dan Perwira Petama (Pama) di tingkat Polda adalah Waka Polda. 4. Penandatanganan surat izin pinjam pakai senjata api bagi pangkat pamen di tingkat Polda adalah Kapolda.
2.3
Sumber Hukum Kepolisian Menurut Sudikno Mertokusumo,20 bahwa hakekat sumber hukum, yakni
tempat dimana kitra menemukan atau menggali hukumnya, atau tempat dimana dapat ditemukan hukum, yakni hukum mempunyai kekuatan mengatur dan memiliki sifat memaksa untuk ditaati. Ada yang memaknai sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yaitu apabila dilanggarakan mengakibatnya tibulnya sanksi yang tegas dan nyata. Zevenvergen21 mengartikan sumber hukum adalah sumber terjadinya hukum; sumber yang menimbulkan hukum. Dengan demikian dapat dimaknai, bahwa sumber hukum tertulis adalah sebagai sumber hukum formil dan sumber hukum tidak tertulis adalah sumber hukum materil. Sumber tertulis terdiri dari: 1. Undang-Undang Dasar 1945. 2. Ketetapan MPR. 3. Undang-Undangan. 4. Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang. 20 21
Sudikmo martokusumo. Op. cit., hlm. 26. Zevenvergen. Op. cit., hlm.27.
hukum
5. Peraturan Pemerintah. 6. Keputusan Presiden; dan 7. Peraturan Daerah. Namun demikian ketetapan MPR RI No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan sebagai dimaksud diatas telah dicabut dengan ketetapan MPR RI No. I/MPR/2003 dan keluarnya Undangundang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Perundang-undangan22. 1. Undang-Undang Dasar 1945 Didalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 secara filosofis telah merefleksikan tugas dan wewenang serta tanggungjawab kepolisian, sebagaimana dirumuskan dalam alenia ke-IV pembukaan UUD 1945. Isi dari alenia ke-IV tersebut dapat dipahamimengandung asensi, bahwa Negara bercita-cita untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh bangsa Indonesia23. 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang selanjutnya disingkat Tap MPR menjadi sumber hukum kepolisian secara formil walaupun Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 telah dicabut dengan Ketetapan MPR No. I/MPR/2003 dan dalam pasal 7 Undang-Undang No. 10 tahun 2004 merumuskan Ketetapan MPR tidak masuk dalam jenis dan hierarkhi Peraturan Perundang-undangan di Indonesia, mengingat didalam Ketetapan MPR di tetapkan tentang eksistensi kepolisian, seperti Ketetapan MPR RI No. VI/MPR/2000 tentang Pemisahan
22 23
Sadjijono, Memahami Hukum Kepolisian, Laksbang Pressindo, Yogyakarta. 2010.hal : 114 Ibid..,
Tentara Indonesia, dan Ketetapan MPR RI No. VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia.24
3. Undang-Undang /Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Sumber hukum kepolisian dalam bentuk Undang-Undang tersebar dalam berbagai perundan-undangan, antara lain: Undang-Undang No. 2 tahun 2002 tentang kepolisian Negara Republik Indonesia. Didalam Undang-Undang No. 2 tahun 2002 mengatur dan menjadi dasar pelaksanaan tugas kepolisian Negara Republik Indonesia yang memuat, antara lain pokok-pokok mengenai tujuan, susunan dan kedudukan kepolisian, tugas dan wewenang, keanggotaan, pembinaan profesi kepolisian, eksistensi lembaga kepolisian nasional, dan bantuan, hubungan kerjasama dengan lembaga-lembaga lain. Disisi lain tugas dan kewenangan kepolisian dalam pengakan hukum dalam (penyelidikan dan penyidikan) diatur dalam Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentng kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagai hukum acara dalam penegakan hukum positif.
Sedangkan Perpu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang) sebagai sumber hukum kepolisian sepanjang mengatur dan bersangkut paut dengan tugas dan wewenang kepolisian25. 4. Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang. Peraturan Pemerintah sebagai sumberhukum kepolisian sepanjang mengatru dan bersangkut-paut dengan tugas dan wewenang kepolisian, hubungan tata kerja lembaga, pembinaan profesi, tugas-tugas dan pengaturan tentang teknis 24 25
Ibid.., Ibid..,
kepolisian. Namun demikian secara umum Peraturan Pemerintah menjadi sumber hukum dalam arti formil26. Beberpa Peraturan Pemerintah yang merupakan sumber hukum kepolisian, antara lain27. 1. Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. 2. Peraturan Pemerintah no. 2 tahun 2003 tentang Peraturan disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. 3. Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan teknis Institusional Peradilan Umum Bagi Anggota Kepolisian Republik Indonesia. 4. Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2003 tentang Perubahan atas PP No. 29 Tahun 2001 tentang Peraturan Gaji Angota Kepolisian Negara Republik Indonesia; Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2001 tentang Pengalihan Status Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Keploisian Negara Republik Indonesia Menjadi Pegawai Sipil Untuk Menduduki Jabatan Struktural. 5. Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2003 tentang Penetapan Pensiun Pokok Purnawirawan/Warakawuri Atau duda, Tunjangan Anak YatimPiatu Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
26 27
Ibid.., Ibid..,
6. Peraturan-Peraturan Pemerintah sebagai Peraturan pelaksanaan UndangUndang yang bersifat khusus yang memberikan wewenang kepolisian sebagai penyelidik maupun penyidik, dan lain lain.
5. Peraturan Presiden. Beberapa Peraturan Presiden dalam bentuk Keppres yang merupakan sumber hukum kepolisian, antara lain28: 1)
Keputusan Presiden No. 5 Tahun 2003 tentang Tunjangan Jabatan Struktural Dilingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
2)
Keputusan Presiden No. 70 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia.
3)
Keputusan Presiden No. 89 Tahun 2000 tentang Kedudukan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
4)
Keputusan Presiden No. 67 Tahun 2003 tentang Penyesuaian Gaji Pokok Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia Menurut Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2001 ke Dalam Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2003, dan lain-lain.
6. Peraturan Menteri dan Peraturan Kapolri. Selain Peraturan Menteri, untuksemua Peraturan Kapolri danKeputusan Kapolri merupakansumber hukum kepolisian, sepanjangmasih berlakudan belum dicabut. Berpijak pada Stufen Bouw Theory yang dikemukakan oleh Hans
28
Ibid..,
Kelsen29 dalam bukunnya “General Theory of Law and State” pada teori pertama, bahwa system perundang-undangan suatu Negara tersusun seperti Diatas norma Ketetapan ada norma Peraturan. Diatas norma Peraturan ada Undang-Undang Dasar, dan diatas Undang-Undang Dasar atau pada puncak pyramid ada norma yang disebut Norma Dasar (Grund Norm).
7. Sumber hukum Kepolisian Yang Lain. Selain sumber hukum kepolisian diatas masih ada sumber hukum kepolisian yang lain, yakni Konfensi, Traktat, Yurisprudensi dan Doktrin-doktrin atau ajaran-ajaran. Jenis sumber-sumber hukum tersebut sebagai sumber hukum kepolisian sepanjang mengatur dan bersangkut-paut dengan eksistensi lembaga kepolisian, tugas dan wewenang maupun hubungan kepolisian dengan lembaga lain diluar kepolisian secara formil.
2.4
Senjata Api
2.4.1
Pengertian Senjata Api
Senjata api (bahasa Inggris: firearm) adalah senjata yang melepaskan satu atau lebih proyektif yang didorong dengan kecepatan tinggi oleh gas yang dihasilkan oleh pembakaran ini secara
teknis disebut
menggunakan modern
29
bubuk
deflagrasi.
hitam sebagai
kini menggunakan
Hans kelsen. Op. cit., hlm.38.
suatu propelan.
Proses
pembakaran
Senjata
api dahulu
propelan,
sedangkan
bubuk nirasap,
cordite,
cepat
umumnya senjata api
atau
propelan
lainnya.
Kebanyakan
melingkar untuk
senjata
memberikan
api
efek
modern menggunakan putaran
pada
laras
proyektil untuk
menambah kestabilan lintasan30. Senjata api diartikan sebagai setiap alat, baik yang sudah terpasang ataupun yang belum, yang dapat dioperasikan atau yang tidak lengkap, yang
dirancang
atau diubah, atau yang dapat diubah dengan mudah agar
mengeluarkan proyektil
akibat perkembangan gas-gas yang dihasilkan dari
penyalaan bahan yang mudah terbakar perlengkapan
tambahan
didalam
alat tersebut,
dan termasuk
yang dirancang atau dimaksudkan untuk dipasang
pada alat demikian31. Lebih lanjut dijabarkan dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1976 yang menyatakan 32: Senjata api adalah salah satu alat untuk melaksanakan tugas pokok angkatan bersenjata dibidang pertahanan dan keamanan, sedangkan bagi instansi pemerintah di luar angkatan bersenjata, senjata api merupakan alat khusus yang penggunannya diatur melalui ketentuan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1976, yang menginstruksikan agar para menteri (pimpinan lembaga pemerintah dan non pemerintah) membantu pertahanan dan keamanan agar dapat mencapai sasaran tugasnya. Dengan demikian, secara tegas telah ditetapkan jika Senjata Api hanya diperuntukan bagi angkatan bersenjata dibidang pertahanan dan keamanan dalam hal ini TNI dan Polri, sedangkan bagi instansi pemerintah di luar bidang 30
http://id.wikipodia.org/wiki/senjata_api Ibid.., 32 Ibid.., 31
pertahanan dan keamanan penggunaan Senjata Api diatur dalam Intruksi Presiden dimaksud, dalam arti Senjata Api tidak dapat dipergunakan atau dimanfaatkan secara bebas tanpa alas hak yang dapat dibenarkan oleh peraturan perundangundangan33. Menurut ordonansi Senjata Api tahun 1939 jo UU Darurat No.12 Tahun 1951, senjata api termasuk juga34 : 1.
Bagian-bagian dari senjata api meriam-meriam dan vylamen werpers (penyembur api) termasuk bagiannya
2.
Senjata-senjata
tekanan
udara
dan
tekanan
per
dengan
tanpa
mengindahkan kalibernya 3.
Slachtpistolen (pistol penyembeli/pemotong)
4.
Sein pistolen (pistol isyarat)
5.
Senjata api imitasi seperti alarm pistolen (pistol tanda bahaya), start revolvers (revolver perlombaan), shijndood pistolen (pistol suar), schijndood revolvers (revolver suar) dan benda-benda lainnya yang sejenis itu, yang dapat dipergunakan untuk mengancam atau menakuti, begitu pula bagian-bagiannya Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia pengertian senjata api
itu adalah alat yang dipakai berkelahi atau berperang dan menggunakan mesiu. 2.4.2
Fungsi senjata api
Kepemilikan senjata api selain untuk melaksanakan tugas pokok pengamanan bagi Anggota TNI dan POLRI, bagi kalangan sipil senjata 33 34
Ibid.., Ibid..,
api
diperuntukkan untuk membela
diri. Di atas
kita
telah membahasa
tentang syarat dan ketentuan serta prosedur pengurusan izin kepemilikan senjata api bagi masyarakat sipil35. Namun, perlu kita ketahui, selain peredaran senjata api legal, ternyata peredaran
senjata api illegal juga semakin meresahkan masyarakat. Bahkan
kecamanan dari masyarakat terkait penyalahgunaan senjata api semakin meningkat setiap hari. Masih baru-baru ini, tayangan berita Indonesia menyoroti aksi anggota kepolisian
yang mengacungkan
pistol
kepada
karyawan
sebuah
bar di Sulawesi Utara serta aksi “koboi” yang dilakukan oleh Iswahyudi yang mencoba menakut- nakuti ka ryawan sebuah restaurant di daerah Jakarta Selatan. Selain kasus-kasus di atas, kasus-kasus pembunuhan yang menjadi sorotan publik hampir semuanya terkait dengan penyalahgunaan senjata api. Hingga pertanyaan yang
muncul di benak
kita
adalah, apakah
sesungguhnya tujuan dari pemberian izin kepemilikan senjata api bagi masyarakat sipil? Jika hanya untuk mempertahankan diri perlukah senjata api? Alat untuk mempertahankan diri dan sebagai alat untuk membela diri sering kita dengar terlontar dari para pelaku penyalahgunaan senjata api. Memang tidak
bisa
kita
kinerja penegak hukum
pungkiri akhir-akhir
bahwa kekecewaan
masyarakat
akan
ini tidak mampu memberikan rasa
aman bagi masyarakat untuk menjalani kehidupan
sehari-hari. Sehingga ada
beberapa kelompok masyarakat yang memilih untuk mempertahankan dirinya
35
Ibid..,
dengan caranya sendiri, yaitu dengan membawa senjata sebagai alat perlindungan diri36. Mengingat bahwa senjata api merupakan bukanlah benda yang umum digunakan membuat
ataupun dibawa-bawa oleh masyarakat sipil, regulasi mengenai
Negara
telah
kepemilikan senjata api. Walaupun demikian
penyalahgunaan senjata api tetap tidak dapat dihindarkan. Hal ini bisa saja
dikarenakan
kurang
konsekuennya
pihak-pihak
terkait
dalam
mengeluarkan izin kepemilikan senjata api37. Sekarang masyarakat berpandangan pemberian izin senjata api sama saja dengan
memberikan izin untuk
memegang izin
senjata
api
membunuh. Dalam lebih
besar
artian orang
kemungkinan
yang untuk
membahayakan nyawa orang lain dengan senjata yang dimilikinya. Menurut pendapat saya, pandangan ini memang ada benarnya. Setiap anggota Polri wajib memahami instrumen internasional tentang standar minimal
perlindungan
langsung dan tidak langsung HAM,
warga tentang
negara hubungan
yang
mengatur
anggota
secara
Polri dengan
guna mencegah penyalahgunaan senpi dan tindak kekerasan antara
lain38: 1. Kovenan Internasional tentang Hak Sipil Politik (ICCPR); 2. Kovenan Internasional tentang Hak Sosial Ekonomi, Sosial dan Budaya;
36
Ibid.., Ibid.., 38 Polda metro jaya,Standar Universal Penggunaan Senpi bagi Aparat Penegak hukum,Jakarta.2011 37
3. Konvensi Internasional Tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Rasial Tahun 1965; 4. Konvensi
mengenai
Penghapusan
segala bentuk Diskriminasi
terhadap Perempuan (CEDAW) Tahun 1981. 5. Konvensi Lain
Menentang
Penyiksaan,
Perlakuan
atau Hukuman
yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat (CAT)
Tahun 1984; 6. Konvensi Hak-hak Anak (CRC) Tahun 1990; 7. Konvensi
Perlindungan
Semua
Orang dari Penghilangan
Paksa
Tahun 2006. 8. Resolusi
Perserikatan
Etika Berperilaku
Bangsa-Bangsa
Bagi
Penegak
Nomor
Hukum
34/169 tentang
(Code
of Conduct
for Law Enforcement) 9. Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 43/174 Tahun 1988 tentang Prinsip Perlindungan semua Orang Dalam Segala Bentuk Penahanan atau Pemenjaraan; 10. Resolusi
Majelis Umum
Perserikatan Bangsa-Bangsa
Nomor
37/194 Tahun 1982 tentang Prinsip-prinsip Etika Kedokteran Dalam Melindungi Tahanan; 11. Resolusi
Majelis Umum
45/110 Tahun
1990
tentang
Perserikatan Bangsa-Bangsa Peraturan
Tindakan Non- Penahanan (“Tokyo Rule”);
Standar
Minimum
Nomor untuk
12. Peraturan Tahun
Standar
Minimum
Perserikatan
Bangsa-Bangsa
1985 Untuk Pelaksanaan Peradilan Anak;
13. Deklarasi tentang Prinsip-prinsip Keadilan Bagi Korban Kejahatan dan Penyalahgunaan Kewenangan Tahun 1985; 14. Deklarasi tentang Penghapusan Kekerasan Terhadap Kaum
Perempuan
Tahun 1993; 15. Deklarasi tentang Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun 1993; 16. Deklarasi Pembela Hak Asasi Manusia Tahun 1998; 17. Pencegahan dan Penyelidikan Efektif terhadap Pelaksanaan Hukuman Mati di Luar Proses Hukum, Sewenang-wenang dan Sumir (1989/65, Mei Tahun 1989). 18. Pedoman
Universal Pemulihan
Hak Korban
Pelanggaran HAM
Berat (United Nation Basic Principles and Guidelines on the Right to a Remedy and
Reparation
for
Victims
of
Gross Violations of
International Human Rights Law and Serious Violation
of International
Humanitarian Law) Tahun 2005; dan 19. Prinsip-prinsip Dasar Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Penggunaan Kekuatan dan Senjata Api oleh Aparat Penegak Hukum (United Nation Principles on the Use of Force and Firearms by Law Enforcement) Tahun 1980.
2.5
Azas dan Prinsip Pinjam Pakai Senjata Api Senjata api yang digunakan oleh aparat Polri harus berdasarkan asas-asas
antaralain 39 : 1.
Asas legalitas yaitu setiap tindakan Kepolisian harus didasarkan kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.
Asas tujuan yaitu pemberian izin pinjam pakai senjata api dilaksanakan untuk menunjang profeionalisme tugas Kepolisian serta kepentingan keamanan umum.
3.
Asas kepentingan yaitu pinjam pakai senjata api lebih mengutamakan kepentingan dinas Kepolisian dari pada kepentingan pribadi atau golongan.
4.
Asas penggunaan yaitu adanya keseimbangan dengan kemungkinan akibat dari ancaman yang dihadapi. Prinsip pinjam pakai senjata api40 :
1.
Setiap anggota Polri bertugas dibagian operasional dan bensat atau juru bayar serta mempunyai masa dinas dalam pangkat min. briptu 2 Tahun ( Ba Umum ) dan Briptu 0 Tahun (Reguler) kecuali Driver setingkat Kapolres keatas, memenuhi persyaratan dan sesuai kubutuhan dalam peraturan ini, dapat diberikan pinjam pakai senjata api.
2.
Setiap anggota Polri yang meminjam pakai senjata wajib memelihara, merawat serta mempedomani ketentuan-ketentuan penggunaan senjata api yang berlaku dilingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
39
40
Perkapolri tentang tata cara pemberian izin pinjam pakai senjata api organic POLRI di jajaran polda gorontalo.tahun 2008. pasal 3 Ibid.., pasal 4
3.
Setiap anggota Polri yang meminjam pakai senjata api bertanggung jawab atas penggunaan senjata api sesuai dengan prosedur yang berlaku serta menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Tugas masing-masing untuk Satker Mapolda dalam peraturan ini 41 :
a. menghimpun dan meneliti permohonan pinjam pakai senjata api yang dilakukan oleh setiap personil bawahannya. b. Mengajukan permohonan izin pinjam pakai senjata api, sebagaimana tersebut pasal 14 ayat (1) kepadsa karo pers. c. Wajib mminta dan mendata (meregistrasi) senjata api yang telah memilki izin dari yang berwenang sesuai pasal 7 ayat (3) dan (4) dengan formulir pasal 14 ayat (7). d. Wajib membuat laporan pertanggung jawaban penggunaan senjata api, amunisi serta mengajukan pengganti amunisi kepada karo logistic.
Asas hukum kepolisian merupakan prinsip dasar yang melatarbelakangi hukum kepolisian, yakni hukum yang mengatur hal ichwal tentang kepolisian. Sehingga asas hukum kepolisian sebagai batu uji terhadap kaidah-kaidah hukum positif yang mengatur tentang kepolisian. Maka asas hukum kepolisian juga meliputi asas-asas hukum positif khususnya yang member kewenangan kepolisian untuk menjalankan fungsinya dan eksistensinya dalam suatu Negara42.
41 42
http://id.wikipodia.org/wiki/senjata_api Ibid..,
2.6 Tujuan dan Dasar Hukum Penggunaan Senjata Api Bagi POLRI 2.6.1
Tujuan pengaturan penggunaan senjata api bagi POLRI Kebijakan menurut hukum Administrasi Negara merupakan produk
dari pelaksanaan kewenangan yang berwujud Tindak Administrasi Negara yang dilakukan Pelaksana Administrasi Negara untuk melaksanakan tugasnya dalam menjalankan pemerintahan. Kebijakan merupakan Atribusi atau delegasi, yang merupakan Pelaksana Administrasi membentuk kebijakan berdasarkan kewenangan yang diberikan atau dilimpahkan melalui peraturan perundang-undangan kepadanya43. Kebijakan mengenai senjata api yang dikeluarkan oleh POLRI memikirkan tujuan yang hendak dicapai dari dibuatnya kebijakan tersebut yaitu keamanan. Karena melihat dari tujuannya maka, suatu kebijakan memiliki kaitan untuk mencapai tujuan dari kaidah hukum dalam produk kebijakan. Termasuk juga bagaimana agar kebijakan pemilikan senjata api oleh aparat Polri
dapat memiliki pengaruh positif, artinya melakukan
pertimbangan efektivitas hukum.44 Pertimbangan yang dilakukan oleh pembuat kebijakan yaitu untuk menentukan suatu kondisi yang ingin dicapai atau adanya permasalahan yang hendak diatasi dengan dikeluarkannya kebijakan tersebut kondisi dan
43
44
Nugraha, et al Safri ., Hukum Administrasi Negara,Depok: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia. 2005. Hal: 167 Muladi Dan Barda Nawawi Arif, Teori-Teori Dan Kebijakan Pidana, Alumni. Bandung2005. hal 153
permasalah tersebut merupakan motif atau latar belakang mengapa sebuah kebijakan itu perlu ada dan atau dilahirkan45. Kebijakan kepemilikan senjata api yang memperbolehkan aparat Polri memiliki senjata api tentunya memiliki hubungan dengan keamanan disamping sebagai upaya penanggulangan kejahatan46. Dalam pembuatan suatu kebijakan, selain memikirkan tujuannya juga dipikirkan mengenai kegunaan maupun keadilannya, agar peraturan yang dikeluarkan dapat mencapai hasil yang lebih baik. Hal yang demikian ini merupakan bentuk dari pelaksanaan politik hukum47, dimana peraturan ini di satu sisi dibuat untuk mencapai tujuan kebijakan dan sisi lain mendukung tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Suatu kebijakan baru dapat anggap efektif apabila sikap atau perilaku perilaku pihak pihak yang menjadi sasaran dari kebijakan menuju tujuan yang dikehendaki kebijakan48. Sesungguhnya penggunaan senpi haruslah sangat sensitive dan selektif,
tidak disetiap kondisi penangangan kejahatan Polisi harus
menunjukkan,
menodongkan
Dalam pasal 2 Perkap kekuatan dalam tindakan menghentikan tindakan
bahkan meletuskan senjata api miliknya.
01 Tahun 2009 tentang : tujuan penggunaan kepolisian adalah: mencegah, menghambat, atau
pelaku
kejahatan atau tersangka
berupaya atau sedang melakukan tindakan 45
yang sedang
yang bertentangan dengan
Ibid., Ibid., 47 Soekanto, Soerjono,Efektifitas Hukum dan Peranan Sanksi,Bandung:Remadja Karya CV, 1988.hal:103 48 Ibid., 46
hukum ,mencegah pelaku kejahatan atau tersangka melakukan tindakan
melarikan
diri atau
yang membahayakan anggota Polri atau masyarakat;
melindungi diri atau masyarakat dari ancaman perbuatan atau perbuatan pelaku kejahatan atau tersangka yang dapat menimbulkan luka parah atau mematikan; atau melindungi kehormatan kesusilaan atau harta benda diri sendiri atau masyarakat dari serangan yang melawan hak dan/atau mengancam jiwa manusia49. Nesesitas, yang berarti bahwa penggunaan kekuatan dapat dilakukan bila memang diperlukan dan tidak dapat dihindarkan berdasarkan situasi yang dihadapi; penggunaan senjata api hanya dapat dilakukan sebagai
usaha
terakhir dan dapat digunakan jika diperlukan untuk melindungi diri anggota polisi sendiri, orang sekitar
yang tidak bersalah serta untuk memudahkan
proses penangkapan. Dan jika diperlukan menembak, tembakan harus diarahkan pada bagian tubuh
yang paling sedikit mengakibatkan resiko
kematian. Karena penangkapan ditujukan untuk membawa tersangka diadili di pengadilan50. Proporsionalitas, yang berarti bahwa penggunaan kekuatan harus dilaksanakan secara seimbang antara ancaman yang dihadapi dan tingkat kekuatan atau respon
anggota Polri, sehingga tidak menimbulkan
kerugian/korban/penderitaan yang berlebihan; Preventif, yang berarti bahwa tindakan kepolisian mengutamakan pencegahan; Polri mengatur mekanisme dan standar penggunaan kekuatan 49 50
www.jurnalsrigunting.com. Ibid..,
dalam tindakan kepolisian 1/2009
melalui Peraturan Kapolri (Perkap)
No.
yang membagi 6 tahapan penggunaan kekuatan, yaitu:
1. Kekuatan yang memiliki dampak deterent/pencegahan 2. Perintah lisan 3. Kendali tangan kosong lunak 4. Kendali tangan kosong keras 5. Kendali senjata tumpul atau senjata kimia 6. Kendali dengan menggunakan senjata api Mempertimbangkan
secara
logis
situasi
dan
kondisi
dari
ancaman atau perlawanan pelaku kejahatan terhadap petugas atau bahayanya terhadap masyarakat51. Berdasarkan uraian diatas maka tergambar bahwa terjadinya penyalahgunaan senjata api oleh aparat polri adalah ketidakmampuan Aparat polri dalam mengendalikan diri saat menggunakan senjata api yang seharusnya di gunakan pada saat yang tepat dan pada kondisi yang seharusnya seperti yang telah di jelaskan sebelumnya bahwa kebijakan penggunaan senjata api oleh polri dibuat berdasarkan tujuan untuk melindungi masyarakat dan keamanan penanggulangan kejahatan dan harus sensitive dan selektif karena tidak disetiap kondisi penanganan kejahatan polisi harus menunjukkan, menodongkan atau meletuskan senjata apinya.
51
Ibid..,
2.6.2
Dasar hukum penggunaan senjata api bagi anggota POLRI Berdasarkan pasal 9 Undang-undang No. 8 Tahun 1948 tentang
pendaftaran dan pemberian izin pemakaian senjata api, Polri merupakan satu satunya instansi yang berwenang untuk mengeluarkan ijin pemakaian senjata api. Berkaitan dengan undang-undang tersebut, maka Polri mengeluarkan kebijakan kebijakan dengan penggunaan senjata api baik oleh aparat Polri ataupun Masyarakat sipil52. Pada bidang bidang yang berkaitan dengan keamanan dan ketertiban masyarakat, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (KAPOLRI) memiliki wewenang dalam menentukan kebijakan yang diperlukan. Wewenang ini sesuai dengan tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagaimana yang diatur di dalam pasal 13 No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian. Berdasarkan dari pasal ini maka kebijakan yang dikeluarkan oleh Kapolri akan mendukung fungsi dan tujuan Polri, yaitu terselenggaranya ketertiban dan keamanan masyarakat53. Kepolisian Negara Republik Indonesia menurut undang undang No 2 Tahun 2002 tentang kepolisisan, memiliki tugas pokok yang ditur dalam pasal
13
yaitu, memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,
menegakkkan hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Dalam rangka tugas tersebut maka Kepolisian Negara Republik Indonesia juga diberi kewenang-wenangan
52 53
yang salah
SOP Administrasi Senjata Api Non Organik TNI/Polri Dan Bahan Peledak Komersial tahun 2009 Ibid..,
satunya adalah untuk memberikan ijin dan melakukan pengawasan mengenai senjata api bahan peledak54. Salah satu kebijakannya yang dikeluarkan oleh Kapolri selaku pemimpin tertinggi dari Kepolisian Negara Republik Indonesia ialah kebijakan mengenai senjata api yang tertuang dalam buku petunjuk pengawasan dan pengendalian senjata api Non Organic TNI/POLRI, melalui surat Keputusan Kapolri No.Pol Skep/82/II/2004. Kebijakan ini merupakan respon dari peraturan-undangan terdahulu yag telah mengatur mengenai senjata api. Dalam kebijakan ini terdapat pula pasal yang memperbolehkan kepada masyarakat sipil untuk dapat menguasai senjata api55. Ketentuan ketentuan tentang perijinan dan pendaftaran senjata api dimaksudkan untuk dapat melakukan pengawasan dan pengendalian senjata api, mengetahui dengan benar dan tepat tentang jumlah, keidentikan, dan identitas senjata api yang beredar dimasyarakat , serta membatasi sampai sekecil mungkin peredaran serta jumlah senjata api yang ada atau dimiliki dalam masyarakat demi kepentingan masyarakat itu sendiri56. Orang-Orang kepemilikan kepada
yang
senjata api
pejabat
boleh
untuk
menggunakan tujuan
senjata
bela diri hanya
api,
izin
diberikan
tertentu. Menurut ketentuannya, mereka harus dipilih
secara selektif. Mereka masing-masing adalah pejabat swasta atau perbankan, pejabat
54 55 56 57
pemerintah, TNI/Polri dan purnawirawan57.
Undang-undang Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia UU.NO.22 tahun 2002, pasal 4 Ibid.., Ibid.., Ibid..,
Personel Pelayanan Kepolisian dibidang Intelkam merupakan kelengkapan pemenuhan kewajiban hukum dari masyarakat yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun Pendaftaran dan Pemberian
1948
tentang
Izin Pemakaian Senjata Api dan Undang-
Undang Nomor 20 Prp Tahun 1960 tentang Kewenangan Perijinan yang diberikan
menurut
perundang-undangan mengenai senjata api serta
Undang-Undang Nomor 12 Drt Tahun 1951
tentang Peraturan Hukum
Istimewa Sementara, dan dalam pelaksanaannya
pelaksanaan pelayanan
public terkait dengan perijinan senjata api non organic
TNI/polri dan
bahan peledak komersial di Direktorat Intelkam di awaki personil berpangkat Bintara di bawah kendali dan pengawasan Kepala Seksi Pelayanan Administrasi
(Kasi Yanmin) yang berpangkat Komisaris Polisi58.
Dasar hukum penggunaan senjata api bagi anggota Polri diatur dalam Perkap No. 1 Tahun 2009 dan untuk pengaturan mengenai senjata api, yaitu : Undang – Undang Darurat No.12 Tahun 1951; Undang – Undang No.8 Tahun
1948
dan
Perpu
No.Skep/244/II/1999 dan; Tentang
Pelaksanaan
No.20 SK
Tahun
1960;
SK
Kapolri
Kepala Polri Nomor 82 Tahun
Pengawasan
dan
Pengendalian
Senjata
2004 Non-
Organik59. Peraturan yang mengatur mengenai penggunaan senjata api oleh polisi antara lain diatur dalam Perkapolri No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam 58 59
Ibid.., Ibid..,
Penyelenggaraan
Tugas
Kepolisian
Negara
Republik
Indonesia
(“Perkapolri 8/2009”), serta di dalam Perkapolri No. 1 tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian (“Perkapolri 1/2009”). Berdasarkan Pasal 47 Perkapolri 8/2009 disebutkan bahwa: 1. Penggunaan senjata api hanya boleh digunakan bila benar-benar diperuntukkan untuk melindungi nyawa manusia. 2. Senjata api bagi petugas hanya boleh digunakan untuk: Dalam hal menghadapi keadaan luar biasa; Membela diri dari ancaman kematian dan/atau luka berat; Membela orang lain terhadap ancaman kematian dan/atau luka berat; Mencegah terjadinya kejahatan berat atau yang mengancam jiwa orang; menahan, mencegah atau menghentikan seseorang yang sedang atau akan melakukan tindakan yang sangat membahayakan jiwa; dan menangani situasi yang membahayakan jiwa, dimana langkahlangkah yang lebih lunak tidak cukup. Penggunaan senjata api oleh polisi dilakukan apabila (Pasal 8 ayat [1] Perkapolri 1/2009): a. Tindakan
pelaku
kejahatan
atau
tersangka
dapat
secara
segera
menimbulkan luka parah atau kematian bagi anggota Polri atau masyarakat;
b. Anggota Polri tidak memiliki alternatif lain yang beralasan dan masuk akal untuk menghentikan tindakan/perbuatan pelaku kejahatan atau tersangka tersebut; c. anggota Polri sedang mencegah larinya pelaku kejahatan atau tersangka yang merupakan ancaman segera terhadap jiwa anggota Polri atau masyarakat. Pada prinsipnya, penggunaan senjata api merupakan upaya terakhir untuk menghentikan tindakan pelaku kejahatan atau tersangka (Pasal 8 ayat [2] Perkapolri 1/2009). Jadi, penggunaan senjata api oleh polisi hanya digunakan saat keadaan adanya ancaman terhadap jiwa manusia. Sebelum menggunakan senjata api, polisi harus memberikan peringatan yang jelas dengan cara (Pasal 48 huruf b Perkapolri 8/2009): 1. Menyebutkan dirinya sebagai petugas atau anggota Polri yang sedang bertugas; 2. Memberi peringatan dengan ucapan secara jelas dan tegas kepada sasaran untuk berhenti, angkat tangan, atau meletakkan senjatanya; dan 3. Memberi waktu yang cukup agar peringatan dipatuhi
Sebelum melepaskan tembakan, polisi juga harus memberikan tembakan peringatan ke udara atau ke tanah dengan kehati-hatian tinggi dengan tujuan untuk menurunkan moril pelaku serta memberi peringatan sebelum tembakan diarahkan kepada pelaku (Pasal 15 Perkapolri 1/2009).
Pengecualiannya yaitu dalam keadaan yang sangat mendesak di mana penundaan waktu diperkirakan dapat mengakibatkan kematian atau luka berat bagi petugas atau orang lain di sekitarnya, peringatan tidak perlu dilakukan (Pasal 48 huruf c Perkapolri 8/2009)60. Berdasarkan semua dasar hukum penggunaan senjata api bagi Aparat Polri yang telah dipaparkan di atas berarti jelas bahwa kebijakan atas kepemilikan penggunaan senjata api oleh aparat polri adalah hal yang memiliki tujuan positif untuk aparat penegak hukum dalam melindugi masyarakat karena telah dipertimbangkan dan di tetapkan dalam perundangundangan tentang kepolisian dan Undang-undang tentang senjata api Juga dalam peraturan kepala kepolisisan republik Indonesia ( Perkapolri).
2.7 Prosedur Kepemilikan Dan Penggunaan Senjata Api Bagi Aparat Polri
2.7.1
Prosedur Izin Kepemilikan Senjata Api bagi aparat Polri Berdasarkan
Tahun
1976 senjata
instruksi Presiden Republik
Indonesia No. 9
api adalah salah satu alat untuk melaksanakan
tugas pokok angkatan bersenjata dibidang pertahanan dan keamanan. Bagi TNI/POLRI hanya diperbolehkan menggunakan senjata api jika dalam tugas pengamanan negara misalnya dalam daerah-daerah rawan dan tidak diperbolehkan untuk dimiliki dalam tugas sehari- hari misalnya di bawa pulang kerumah. Bagi Polri diperbolehkan untuk memiliki dan
60
Perkapolri no 1 tahun 2008 tentang Tata Cara Pemberian Izin Pinjam Pakai Senjata Api Organik Polri dijajaran Polda Gorontalo
menggunakan senjata api akan tetapi dalam hal ini tetap dala prosedur sesuai dengan peraturan yang ada. Akan tetapi dalam hal ini seorang polisi tidak serta merta mendapatkan dan memiliki senjata api serta dapat menggunakannya, Angota yang ingin memiliki senjata api harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan61. Adapun syarat-syarat untuk memiliki dan menggunakan senjata api adalah 62: 1. Syarat medis Sehat jasmani, tidak cacat fisik yang dapat mengurangi ketrampilan dan membawa senjata api, penglihatan normal yang ditetapkan oleh dokter
Gambar.1. Contoh surat keterangan Dokter63 61 62
Ibid.., Ibid..,
2. Syarat psikologis Tidak cepat gugup dan panik, tidak emosional (cepat marah), dan tidak phsyichopat yang dibuktikan melalui hasil psikotest.
Gambar.2. Contoh surat hasil pemeriksaan psikologi64
63
Perkapolri no 1 tahun 2008 tentang Tata Cara Pemberian Izin Pinjam Pakai Senjata Api Organik Polri dijajaran Polda Gorontalo.lampiran 4 64 Ibid …, lampiran 3
3. Ketrampilan menembak Minimal kelas III yang diujikan oleh pelatih menembak
Gambar.3. Contoh surat kualifikasi hasil laporan menembak senjata api65 4. Kepangkatan Diberikan kepada anggota golongan pangkat bintara keatas 5. Diberikan kepada anggota Polri yang operasional dan , dan anggota sraf dalam jabatan : Pekas Juru bayar pengemudi pejabat penting 65
Ibid…, lampiran 5
bertugas
secara
6. Senjata api dinas harus selalu dilengkapi dengan :
Surat Kepala
ijin pemakaian Kesatuan
senjata api yang disahkan yang
serendah-rendahnya
Kapolres/Ta/Metro, Kapoltabes.
Peluru/amunisi berjumlah tiga kali bekal pokok.
Tas kantong peluru
Holster
Alat-alat pembersih
Gambar. 4. Contoh surat rekomendasi pinjam pakai senjata api66
66
Ibid..,lampiran 2
oleh oleh
Gambar.5. Contoh surat izin pemegang senjata api67 7. Kelengkapan surat ijin pemakaian senjata api satuan.
Surat perintah tugas yang dikeluarkan leh kepala satuan.
Berita acara penyerahan dan penerimaan senjata api berikut dengan keterangan antara petugas gudang dan kepala satuan
Buku
administrasi lainnya untuk pencatatan keluar masuknya
senjata api/amunisi.
67
Ibid …,lampiran 6
Gambar.6. Contoh berita acara penyerahan Senjata Api68 Berdasarkan uraian diatas bahwa kepemelikan senjata api oleh aparat polri bukan diberikan tanpa syarat atau bebas melainkan harus memiliki izin kepemilikan yang untuk mendapatkan izin tersebut aparat kepolisian harus memenuhi segala persyaratan yang telah di tentukan. 68
Ibid.., lampiran 8
2.7.2
Prosedur Penggunaan Senjata Api Bagi Aparat Polri
Beberapa kententuan yang perlu di pedomani dalam hal seorang petugas Kepolisian harus menggunakan kekuatan dan senjata api memperhatikan beberapa hal sebagai berikut 69: Syarat-syarat Penggunaan senjata api. 1. Dilakukan
sebagai
upaya
untuk
membela
diri atau
melindungi jiwa orang lain dari serangan atau perlawanan yang dilakukan
oleh
seseorang
yang
patut
diduga/diduga keras
melakukan suatu tindak pidana (Vide pasal 48 KUHP dan 49 KUHP) 2. Dilakukan sebagai upaya terakhir dalam hal melaksanakan tugas/perintah untuk menangkap seseorang
yang patut diduga/diduga keras sebagai
pelaku tindak pidana. Tindakan tersebut bertujuan untuk melumpuhkan bukan mematikan (Vide pasal 50 KUHP). 3. Dilakukan
dengan
tidak
berlebihan
norma
hukum
cara-cara (over dan
yang
profesional,
acting)
dan
mengindahkan
tidak
sadis dan
dengan memperhatikan norma agama, kesopanan,
kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia. 4. Dilakukan lingkungan tidak
terjadi
dengan dan
cara-cara
masyarakat
akibat
yang
lebih
yang
memperhatikan keamanan
sekitar tempat kejadian sehingga luas
dan merugikan kepentingan
umum yang lebih luas.
69
Stadar Universal Penggunaan Senpi Bagi Aparat Penegak Hukum tahun 2009
5. Segera
memberikan
melakukan
pertolongan
tindak
pidana
setelah seseorang
tersebut
dilumpuhkan dengan cara
ditembak, seperti halnya membawa tersangka ke rumah untuk diberikan
pertolongan
yang diduga
sakit terdekat
dan pengobatan medis sebagimana
mestinya. 6. Penembakan harus dilakukan dengan menggunakan senjata api Polri, yang diperuntukan
untuk kepentingan Dinas Kepolisian dan
senjata tersebut haruslah senjata api yang Kepolisian yang
standar
disiapkan
memang diperuntukkan
oleh Dinas
untuk melumpuhkan
seseorang bukan membinasakan / membunuh. 7. Memenuhi azas tindakan
lain menurut
jawab (Pasa l5 dan Pasal 7 KUHAP)
hukum
yang bertanggung
dan tindakan tersebut dilakukan
atas penilaiannya sendiri. 8. Setelah petugas
melakukan penembakan terhadap seseorang
diduga keras melakukan tindak pidana, Maka atasan yang
yang
bersangkutan
segera mengambil tindakan sebagal berikut : a. Memerintahkan Anggota Polri yang bersangkutan
untuk
rnembuat laporan sehubungan dengan tindakan penembakan tersebut. b. Membuat Laporan Polisi sehubungan dengan adanya tindakan penembakan tersebut (dalam
bentuk Laporan Polisi Pendapatan).
c. Membuat Berita Acara Pendapatan atau Berita Acara Pemeriksaan di TKP.
d. Memerintahkan Penyidik lain (Penyidik Provost) atau petugas Penyidik lain dari Reserse
untuk membuat Berita Acara
Pemeriksaan terhadap Anggota yang melakukan penembakan tersebut, untuk mencari kebenaran tentang kejadian penembakan tersebut. e. Membuat Berita Acara Pemeriksaan Saksi yang turut menyaksikan terjadinya penembakan tersebut. f. Memintakan Visum Et Repertum
(VER) terhadap tersangka
yang menjadi korban penembakan tersebut dan
Rumah Sakit /
Dokter yang memberikan pertolongan / perawatan. g. Menghubungi keluarga tersangka yang ditembak
tersebut
sedapat mungkin dan sesegera mungkin serta memberitahukan tindakan Kepolisian yang telah dilakukan
serta alasan-alasan
mengapa tindakan Kepolisian tersebut terpaksa dilakukan. h. Segera
melakukan
proses
Penyidikan
terhadap tersangka
untuk mempercepat proses penyerahan perkara yang berhubungan dengan tersangka yang tertembak tersebut. i. Melakukan tindakan lain
yang dipandang perlu sehubungan
dengan peristiwa penembakan tersebut. Resolusi
Sekreteris
Jenderal
PBB
(United
Nation
General
Secretary Resolution) nomor 34/169 tahun 1979 yang pada intinya sebagai berikut70 :
70
Ibid..,
a. Resolusi
ini
ditujukan
kepada
semua
pejabat
hukum
yang
melaksanakan kekuasaan kepolisian khususnya kewenangan untuk menangkap atau menahan. b. Para pejabat penegak hukum dapat menggunakan kekerasan
hanya
apabila sangat perlu sebatas dibutuhkan untuk pelaksanaan tugas mereka. c. Ketentuan
itu
(penggunaan
tindakan
keras)
dimaksudkan
untuk mengatasi segala bentuk perbuatan tidak saja semua tindak kekerasan, meluas d. Dalam
keganasan
dan perbuatan
kepada semua
larangan
melakukan
tindakan
menghormati Manusia
martabat (tindakan
terlarang, melainkan
berdasarkan ketentuan pidana. keras
polisi tetap
dan menjunjung
keras
harus
tinggi Hak Asasi
tidak bersifat sadis
dan
bukan
pembalasan). e. Tindakan keras tersebut dilakukan dengan memperhatikan azas sangat diperlukan dalam pelaksanaan tugas mencegah terjadinya kejahatan (azas ini berkenaan dengan prinsip pelaksanaan kegiatan kepolisian yang mengutamakan tindakan pencegahan). f. Penggunaan
Senjata
api
hanya
dilakukan
Proporsionalitas ( Tepat sasaran, tepat
atas
pertimbangan
waktu, tepat
alasan,
prosedur benar dan dapat dipertanggungjawabkan) dan dilakukan secara
Profesional, tidak
sadis
dan
tidak
berlebihan
(over
Acting) dan dengan memperhatikan nilai-nilai kesopanan dan rasa kemanusiaan. g. Setiap kebijakan harus diambil untuk menghindari penggunaan senjata api khususnya terhadap anak-anak hal ini mengandung pengertian bahwa tindakan keras dengan menggunakan senjata api terhadap anak-anak tidak dibenarkan. h. Senjata api hanya digunakan apabila sipelanggar melawan dengan menggunakan senjata api, atau kalau tidak akan membahayakan hidup orang lain dan apabila tindakan yang kurang
tegas/kuat tidak
cukup Untuk mencegah tindakan pelanggar / pelaku kejahatan. i. Setelah
menggunakan
senjata
api
harus
secepatnya
membuat laporan kepada atasan yang berwenang. j. Melindungi kesehatan dan menyediakan upaya pertolongan terhadap korban
yang terkena
tembakan.
Artinya bahwa setiap orang
yang tertembak harus dengan segera diberikan pertolongan dengan cara dibawa ke Rumah sakit.
Kongres kekerasan
kedelapan dan senjata
PBB
tentang
api oleh para
prinsip dasar pejabat
penggunaan
penegak
hukum
Havana, Cuba, 27 Agustus s/d 7 September 1990) Ketentuan khusus butir 9 berbunyi 71 :
71
Ibid..,
“ ….. Para pejabat hukum tidak akan menggunakan senjata api terhadap membela
seseorang kecuali
dalam
usaha
membela
diri atau
orang lain terhadap ancaman kematian atau luka parah yang
segera terjadi, untuk mencegah dilakukan sesuatu tindak kejahatan yang sangat serius
yang menyangkut
ancaman
besar terhadap
kehidupan, untuk mencegah pelaku tindak kejahatan melarikan diri dan hanya apabila
cara yang
kurang
mencegah terjadinya
kejahatan
pencegahan kejahatan.
Dalam
ekstrim tidak cukup
guna setiap
mencapai
untuk
tujuan-tujuan
hal, penggunaan senjata api
yang mematikan secara sengaja hanya boleh dilakukan apabila keadaan sama sekali tidak dapat dihindarkan untuk melindungan jiwa. “
International Convention Civil and Political Right tentang kode etik perilaku aparat penegak hukum ( Article 2; Code of Conduct for Law Enforcement Officials) dan prinsip prinsip dasar Penggunaan kekuatan dan senjata api ( Article 8; Basic Principle on the use of Force and
Firearms)
senjata api72 .
72
Ibid..,
tentang
keadaan
yang
mengijinkan penggunaan
Keadaan yang mengijinkan penggunaan senjata api 73: a. Senjata api hanya akan digunakan dalam keadaan terpaksa. b. Senjata
api hanya
digunakan
untuk mompertahankan
diri
atau melindungi orang lain dan ancaman kematian atau luka serius yang seketika terjadi. c. Untuk mencegah suatu kejahatan
yang
serius yang
ancaman yang gawat terhadap kehidupan. Dalam hanya apabila langkah-langkah
melibatkan hal
apapun
yang kurang ekstrim / keras tidak
mencukupi. d. Penggunaan kekuatan sengaja
dan senjata api yang mematikan
diperkenankan,
hanya
apabila
sama
secara
sekali tidak
dapat dihindari untuk melindungi kehidupan manusia. Presedur penggunaan senjata api74 : a.
Petugas harus mengidentifikasi dirinya sebagai petugas kepolisian.
b.
Petugas harus memberikan peringatan yang jelas.
c.
Petugas harus memberikan peringatan yang cukup agar peringatan tersebut itu dipatuhi tetapi hal ini tidak diperlukan kalau penundaan (penggunaan senjata api) akan mengakibatkan kematian atau luka serius bagi petugas atau orang-orang lain. Jelas tidak ada artinya atau tidak tepat dalam keadaan itu untuk berbuat demikian.
73 74
Ibid.., Ibid..,
Berdasarkan uraian diatas bahwa penggunaan senjata api oleh aparat polri harus pada kondisi atau keadaan yang tepat yaitu pada saat yang memang semestinya aparat menggunakan senjata api dan juga penggunaan senjata api harus memenuhi persyaratan dan prosedur penggunaan senjata api yaitu tidak harus serta merta melakukan penembakan tetapi harus terlebih dahulu memeberi peringatan kepada target pelaku pidana yang harus dilumpuhkan selain itu juga harus memperhatikan keamanan lingkungan masyarakat sekitar, sehingganya sangat tidak dibenarkan jika aparat polri menggunakan senjata api di situasi dan kondisi yang tidak tepat karena akan menimbulkan keresahan dalam masyarakat.