Bab II Tinjauan Pustaka
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Umum
Tanah mempunyai peranan penting pada pekerjaan konstruksi bangunan, salah satunya adalah sebagai pondasi pendukung di suatu bangunan. Mengingat hampir semua bangunan dibuat diatas tanah maka perlu dibuat pondasi yang mampu memikul beban-beban yang bekerja pada bangunan tersebut. Jika lapisan tanah cukup keras dan mampu untuk memikul beban bangunan, maka pondasi dapat dibangun secara langsung diatas permukaan tanah tersebut. Bila dikhawatirkan tanah tersebut akan rusak atau turun akibat gaya yang bekerja melalui permukaan tanah, maka kadang diperlukan suatu konstruksi seperti tiang bor. Dalam menentukan sifat tanah sebagai dasar untuk memutuskan kedalaman pondasi haruslah berhati-hati, sehingga dengan demikian dapat ditentukan dengan tepat akan dipakai pondasi tiang pancang atau bore pile. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pondasi, agar kegagalan dari fungsi pondasi dapat dihindari , yaitu : 1. Besarnya beban yang diteruskan oleh pondasi kedalam tanah tidak boleh melampaui kekuatan daya dukung tanah, sehingga pondasi tetap stabil. 2. Penurunan yang terjadi pada struktur tidak boleh melampaui batas yang ditentukan sehingga dapat menyebabkan kerusakan dan mengganggu fungsi dari suatu bangunan
II - 1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
3. Faktor keamanan dari desain struktur bagian bawah yang trdiri dari faktor guling, faktor geser, dan daya dukung tidak boleh melebihi angka keamanan ijin. Dan dalam menganalisa atau menentukan pilihan pondasi harus didasarkan oleh pertimbangan-pertimbangan dari segi tenis dan segi ekonomis. Pertimbangan dari segi teknis meliputi : 1. Kuat dalam menahan beban bangunan yang diterimanya. 2. Kuat menahan gaya-gaya yang bekerja, seperti berat sendiri pondasi dan beban struktur yang bekerja. 3. Dapat dilaksanakan dengan kemampuan peralatan dan keahlian yang ada. 4. Memakai bahan-bahan yang sesuai dengan persediaan yang ada di pasaran dan lingkungan sekitar. 5. Tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan bangunan disekitarnya. 6. Memberikan rasa aman dan nyaman terhadap penghuni di lingkungan sekitarnya. 7. Memperhitungkan penurunan (settlement) diatas batas yang diijinkan. Pertimbangan ekonomis meliputi : 1. Biaya pelaksanaan dapat semurah mungkin, akan tetapi tidak mengurangi mutu dari hasil pekerjaan. 2. Waktu pelaksanaan seefisien mungkin, sehingga pengaruhnya trhadap biaya akan lebih murah atau hemat. II - 2
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Untuk tercapainya hasil yang optimal dan dapat dipertanggung jawabkan dari segi teknis dan ekonomis, maka perlu dilakukan beberapa pendekatan seperti : 1. Memanfaatkan secara optimal daya dukung dan karakteristik tanah yang ada. 2. Menyesuaikan jenis konstruksi pondasi yang akan digunakan dengan jenis dan kondisi tanah yang ada 3. Merencanakan konstruksi pondasi yang tidak akan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sekitarnya, baik dalam pelaksanaan maupun setelah selesai.
2.2
Jenis dan Kondisi Tanah Sebagai Pendukung Pondasi
Dalam pengertian teknik secara umum, tanah didefenisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruangruang kosong diantara partikel-partikel padat tersebut. Tanah berguna sebagai bahan bangunan pada berbagai macam pekerjaan teknik sipil, disamping itu juga tanah berfungsi sebagai pendukung pondasi dari bangunan. Tanah juga mempunyai sifat-sifat yang berbeda pada jarak yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa tanah merupakan material yang heterogen dan nonlinier. Dari pengetahuan tantang sifat-sifat tanah ini sangatlah penting untuk kita jadikan dasar dalam merancang suatu pondasi atau bentuk rekayasa geoteknik yang lainnya. II - 3
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Jenis tanah terdiri dari dua macam, diantaranya : 1. Tanah berbutir kasar, sangat dipengaruhi oleh distribusi ukuran butir. 2. Tanah berbutir halus, sangat dipengaruhi oleh kebutuhan air. Tanah berbutir halus ini ialah tanah yang lolos saringan no. 200 atau < 0,075 mm. Secara umum tanah juga dapat diklasifikasikan berdasarkan jenisnya atau kondisi kekasarannya yaitu tanah pasir, tanah lanau, dan tanah lempung. Masing-masing tanah memiliki sifat fisik, diantaranya : 1. Tanah pasir, memiliki sifat fisik berbutir kasar, tidak berkohesi, dapat lepas-lepas dan kasat mata 2. Tanah lempung, memiliki sifat fisik berbutir halus, berkohesi plastis, dan tidak kasat mata Kondisi plastis yang dimaksud adalah kemampuan tanah untuk berdeformasi pada volume tetap tanpa terjadi retakan, perubahan isi, dan terpecah-pecah. Sedangkan kondisi berkohesi adalah sifat kelekatan butiran tanah satu dengan yang lainnya. Pada kondisi tanah lempung lunak pada umumnya sering terjadi konsolidasi dan penurunan (settlement), penurunan yang terjadi bisa merupakan penurunan akibat konsolidasi (consolidation settlement) relatif dalam jangka waktu yang lama dan penurunan segera (immediate settlement) setelah tanah diberi beban, karena jenis lempung lunak tanah ini memiliki sifat plastis yaitu menyusut apabila kering dan menggembang apabila basah.
II - 4
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Berikut ini adalah tabel batasan-batasan ukuran golongan tanah berdasarkan jenis ukuran butir dan kondisi kekasarannya. Tabel 2.1
Tabel Batasan-batasan Ukuran Golongan Tanah
Nama golongan
Ukuran butir Lempung
Lanau
Pasir
Kerikil
Masschusetts Institute of Technology (MIT)
< 0,002
0,002 – 0,06
0,06 – 2
>2
U.S Departement Agriculture (USDA)
< 0,002
0,002 – 0,05
0,05 – 2
>2
< 0,002
0,002 – 0,075
0,075 – 2 2 – 76,2
of
AASHTO Unified Soil clasification System (U.S.Army Corps of Engineers, U.S.Bureau of reclamation)
Halus (yaitu lanau dan lempung) < 0,0075
0,075– 4,75
4,75-76,2
Sumber : Braja M,. Das, 1985 Sifat- sifat tanah ada dua macam, yaitu : 1. Sifat – sifat umum, yang terdiri dari a. Berat isi tanah Cara menentukan berat isi tanah ialah dengan mengukur berat sejumlah tanah yang isinya diketahui. Untuk tanah asli biasanya dipakai sebuah cincin yang dimasukkan kedalam tanah sampai terisi penuh, kemudian atas dan bawahnya dari cincin diratakan lalu tanahnya ditimbang. Apabila ukuran cincin beratnya di ketahui, maka berat isi dari tanah langsung dapat dihitung.
II - 5
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
b. Berat jenis tanah Berat jenis tanah adalah perbandingan antara berat butir tanah dengan berat air suling dengan suhu yang sama dengan suhu tertentu. Untuk mencari berat jenis tanah, dilakukan dengan percobaan piknometer (pycnometer or volumetric flask), yaitu sebuah botol yang isinya diketahui dengan tepat. 2. Sifat – sifat khusus, yang terdiri dari: a. Pada jarak yang berbeda sifat-sifat tanah bisa berbeda b. Tanah adalah material yang heterogen c. Tanah adalah material yang nonlinier d. Tanah adalah material yang tidak konservatif, yaitu mempunyai memori apabila pernah dibebani. Hal ini sangat mempengaruhi engineering properties tanah. Karakteristik tanah juga dipengaruhi kekuatan geser tanah dan kemampuan tanah dalam mengalirkan air (permeabilitas tanah). Karena kemampatan butiran tanah atau air keluar secara teknis sangat kecil, maka proses deformasi tanah akibat beban luar dapat ditinjau sebagai suatu gejala atau akibat dari penyusutan pori. Hal ini disebabkan oleh beban yang bekerja pada struktur tersebut, jika beban yang bekerja kecil maka deformasi yang terjadi tanpa pergeseran pada titik sentuh antara butiran tanah. Deformasi pemampatan tanah yanag terjadi memperlihatkan adanya gejala elastis pada butiran tanah, sehingga jika beban yang bekerja ditiadakan atau beban yang bekerja diubah menjadi nol, maka struktur tanah akan kembali ke bentuk semula. Tetapi dalam pekerjaan di lapangan beban yang bekerja umumnya beban yang cukup besar sehingga akan mengakibatkan terjadi II - 6
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
pergeseran titik kontak antara butiran tanah, hal ini akan mengakibatkan terjadinya deformasi pemampatan tanah. Hal inilah yang mengkibatkan terjadinya kondisi pada tanah yang disebut dengan deformasi plastis, karena jika beban ditiadakan maka kondisi struktur tanah tidak akan kembali ke bentuk semula, tetap akan tarjadi perubahan bentuk akibat terjadi pergeseran titik kontak antar butiran tanah. Daya dukung tanah juga dipengaruhi oleh nilai kuat geser tanah, dimana hal ini dipengaruhi oleh nilai kohesi dan sudut geser tanah. Jika gaya geser yang bekerja pada suatu massa tanah maka secara bersamaan bekerja pula tegangan normal (σ), maka harga tegangan geser (τ) akan bertambah besar akibat deformasi mencapai ambang batas. Jika harga ambang batas itu dihubungkan dengan tegangan normal(σ) yang berbeda-beda maka akan diperoleh suatu garis lurus dimana kohesi(c) sebagai konstanta dan tegangan normal(σ) sebagai variable, dan kemiringan garis ditentukan oleh sudut geser tanah. Sehingga dapat disajikan dalam persamaan sebagai berikut: τ = c + σ tan Ø dimana
(2.1)
τ = Kuat geser tanah (kg/cm2) c = Kohesi tanah (kg/cm2) σ = Tegangan normal yang terjadi pada tanah((kg/cm2) Ø = Sudut geser tanah (derajat atau 0)
Dari persamaan di atas nilai kohesi (c) diperoleh dari besarnya gaya tarik menarik antara butiran tanah, sedangkan daya tahan terhadap pergeseran antar partikel tanah disebut sudut geser tanah (Ø), hal ini dapat ditentukan atau diketahui dari percobaan atas sample tanah di laboratorium.
II - 7
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
2.3.
Pondasi
Pondasi merupakan suatu bagian kontruksi bangunan yang berfungsi sebagai penopang bangunan dan meneruskan beban bangunan atas (upper structure) ke lapisan tanah yang cukup kuat daya dukungnya. Pondasi ada dua macam yaitu pondasi dangkal dan pondasi dalam. 1. Pondasi Dangkal Pondasi dangkal terdiri dari 3 macam yaitu : pondasi telapak, pondasi rakit, dan dinding penahan tanah. 2. Pondasi Dalam Pondasi dalam ada beberapa macam, yaitu pondasi tiang, pondasi sumuran, pondasi koison. Pondasi tiang sendiri ada 2 jenis, yaitu tiang pancang dan tiang bor. Dalam tugas akhir ini penulis hanya membahas pondasi tiang bor.
2.3.1 Pondasi Tiang Bor Secara umum, pondasi tiang bor (bored pile) merupakan pondasi yang dikonstruksi dengan cara mengecor beton segar ke dalam lubang yang telah dibor sebelumnya. Tulangan baja dimasukkan ke dalam lubang bor sebelum pengecoran beton. Pondasi tiang bor merupakan non-displacement pile karena pelaksanaannya tidak menyebabkan perpindahan tanah. Gambar 2.1 memperlihatkan bentuk tipikal tiang bor secara skematis.
II - 8
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Gambar 2.1 Skematis Tiang Bor Ada beberapa jenis pondasi tiang bore dapat dilihat pada gambar 2.2 yaitu :
Gambar 2.2 Jenis-jenis Bored pile (Braja M. Das, 1941) a. Bore pile lurus untuk tanah keras; b. Bored pile yang ujungnya diperbesar berbentuk bel; c. Bored pile yang ujungnya diperbesar berbentuk trapesium; d. Bored pile lurus untuk tanah bebatu-batuan. II - 9
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Pada saat ini ada tiga metode dasar pengeboran (variable-variable tempat proyek mungkin juga memerlukan perpaduan beberapa metode), yaitu: 1. Metode Kering Pada metode kering yang pertama dilakukan adalah sumuran digali (dan dasarnya dibentuk lonceng jika perlu). Kemudian sumuran diisi sebagian dengan beton dan kerangka tulangan dipasang dan setelah itu sumuran telah selesai dikerjakan. Harap diingat bahwa kerangka tulangan tidak boleh dimasukkan sampai mencapai dasar sumuran karena diperlukan pelindung beton minimum, tetapi kerangka tulangan boleh diperpanjang sampai akhir mendekati kedalaman penuh dari pada hanya mencapai kira – kira setengahnya saja. Metode ini membutuhkan tanah tempat proyek yang tak berlekuk (kohesif) dan permukaan air di bawah dasar sumuran atau jika permeabilitasnya cukup rendah, sumuran bisa digali (mungkin juga dipompa) dan dibeton sebelum sumuran terisi air cukup banyak sehingga bisa mempengaruhi kekuatan beton. Rangkaian pembuatannya seperti pada (Gambar 2.3)
II - 10
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Gambar 2.3 Metode kering konstruksi pilar yang dibor
2. Metode Acuan Metode ini diuraikan seperti pada (Gambar 2.3). Pada metode ini, acuan dipakai pada tempat-tempat proyek yang mungkin terjadi lekukan atau deformasi lateral yang belebihan terhadap rongga sumur (sharf cavity). Metode ini juga dipakai sebagai sambungan-perapat (seal) lubang terhadap masuknya air tanah tetapi hal ini membutuhkan lapisan tanah yang tak bisa ditembus (kedap) air di bawah daerah lekukan tempat acuan bisa dipasang (disok). Perlu kita ingat bahwa sebelum casing dimasukkan, suatu adonan spesi encer (slurry) digunakan untuk II - 11
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
mempertahankan lubang. Setelah acuan dipasang, adonan dikeluarkan dan sumur diperdalam hingga pada kedalaman yang diperlukan dalam keadaan kering. Bergantung pada kebutuhan site dan proyek, sumuran di bawah acuan akan dikurangi paling tidak sampai ID acuan kadang-kadang 25 sampai 50 mm kurangnya untuk jarak ruang bor tanah (auger) yang lebih baik. Acuan bisa saja ditinggalkan dalam sumuran atau bisa juga dikeluarkan jika dibiarkan ditempat, maka ruangan melingkar antara OD acuan dan tanah (yang diisi dengan adonan atau lumpur hasil pengeboran) diganti dengan adukan encer (grout) maka adonan akan dipindahkan keatas puncak sehingga rongga tersebut diisi dengan adukan encer.
Gambar 2.4 Metode acuan konstruksi pilar yang dibor
II - 12
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
3. Metode Adonan Metode ini bisa diterapkan pada semua keadaan yang membutuhkan acuan. Hal ini diperlukan jika tidak mungkin mendapatkan penahan air (water seal) yang sesuai dengan acuan untuk menjaga agar air tidak masuk ke dalam rongga sumuran (shaft cavity). Langkah-langkah metode ini diuraikan dalam (Gambar 2.5).
Gambar 2.5 Metode adonan konstruksi pilar yang dibor
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam metode ini adalah:
II - 13
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
a. Jangan membiarkan adonan terlalu lama dalam sumuran sehingga terbentuk lapisan penyaring yang terlalu tebal pada dinding sumuran karena lapisan yang tebal sukar untuk digeserkan oleh beton selama pengisian sumuran; b. Memompa adonan keluar dan partikel-partikel yang lebih besar dalam suspensi dipisahkan dengan memakai adonan ‘conditioned’ yang dikembalikan lagi kedalam sumuran sebelum beton; c. Hati-hati sewaktu menggali lempung melalui adonan, sehingga penarikan kepingan yang besar tidak menyebabkan tekanan atau pengisapan pori negative yang bisa meruntuhkan sebagian dari sumuran. Setelah sumuran selesai digali, tulangan kerangka dimasukkan ke dalam sumuran dan corong pipa-cor (treme) dipasang (urutan ini perlu diperhatikan sehingga corong pipa-cor tidak perlu ditarik sewaktu akan memasang kerangka (cage) dan lalu dipasang kembali yang pasti akan mengakibatkan terputusnya pembentukan lapisan adonan dalam sumuran). Beton dipompa dengan hati-hati sehingga corong pipa-cor selalu terendam dalam beton sehingga hanya ada sedikit daerah permukaan yang terbuka dan yang terkontaminasi oleh adonan. Keuntungan-keuntungan pondasi tiang bor : 1. peralatan pengeboran mudah dipindahkan sehingga waktu pelaksanaan relatif sangat cepat, 2. berdasar contoh tanah selama pengeboran dapat dipelajari kesesuaian kondisi tanah yang dijumpai dengan keadaan tanah dari boring log yang dilakukan pada waktu penyelidikan tanah, 3. diameter dan kedalaman lubang bor mudah divariasikan sehingga jika terjadi perubahan-perubahan dari rencana semula misalnya beban kolom II - 14
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
berubah, kondisi tanah berbeda dengan penyelidikan tanah dapat segera dilakukan penyesuaian-penyesuaian, 4. suara dan getaran yang ditimbulkan dari alat boring relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan alat-alat pancang lain, 5. dapat dipergunakan untuk segala macam kondisi tanah misalnya harus menembus lapisan keras, kerakal, lensa-lensa batuan yang tidak dapat ditembus oleh tiang pancang, 6. tiang bor merupakan ”high bearing capacity piles” karena diameter dapat divariasikan sampai 1,50m, sehingga lebih ekonomis untuk beban-beban kolom yang besar terutama untuk pondasi bangunan tinggi. Dalam arti, tiang bor dapat menggantikan suatu kelompok tiang pancang sehingga pile cap yang diperlukan praktis lebih kecil dan ekonomis, 7. tidak diperlukan sambungan tiang terutama untuk tiang-tiang yang dalam dimana pada tiang pancang mempunyai panjang yang terbatas sehingga harus disambung dan titik sambungan biasanya merupakan titik-titik perlemahan selama pemancangan. Kerugian-kerugian pondasi tiang bor : 1. prosedur pelaksanaan terutama pengecoran adalah kritis terhadap kualitas tiang secara keseluruhan sehingga memerlukan pengawasan dan pencatatan yang lebih ketat dan teliti selama pelaksanaan, 2. teknis-teknis pelaksanaan kadang sangat sensitif terhadap keadaan tanah yang dijumpai sehingga diperlukan personel-personel yang betul-betul berpengalaman, II - 15
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
3. kekurangan pengalaman, pengetahuan dari masalah-masalah pelaksanaan dan metode perencanaan dapat menimbulkan masalah-masalah seperti: keterlambatan pelaksanaan, daya dukung yang tidak dipenuhi dan sebagainya, 4. kondisi lapangan pekerjaan lebih kotor/berlumpur dibandingkan dengan pondasi tiang pancang sehingga dapat menghambat pekerjaan, 5. karena makin besar diameter tiang bor yang direncanakan makin besar pula daya dukungnya sehingga apabila diperlukan loading test, biayanya menjadi lebih mahal, 6. kondisi tanah di kaki tiang seringkali rusak akibat proses pengeboran. Adanya endapan tanah dari runtuhan dinding lubang bor atau sedimentasi lumpur menjadikan daya dukung ujung dari tiang bor tidak dapat diandalkan, 7. pelaksanaan pondasi tiang bor memerlukan waktu yang cukup lama.
2.4
Daya Dukung Aksial Pondasi Tiang Tunggal
Daya dukung tiang secarta umum berupa tahanan selimut dan tahanan ujung. Pada kondisi tanah tertentu dimana lapisan atas merupakan tanah lunak dan pondasi tiang ditancapkan hingga mencapai lapisan tanah keras, tiang ini disebut sebagai tiang tahanan ujung (end bearing piles) dimana sebagian daya dukung diperoleh dari tahanan ujung tiangnya. Pada kasus lain dimana tiang tidak mencapai lapisan tanah keras, maka daya dukung tiang didominasi oleh tahanan selimut. Jenis tiang seperti ini disebut tiang gesekan kulit (skin friction pile). II - 16
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Pada dasarnya kapasitas daya dukung tiang dapat dihitung dengan dengan persamaan dasar yang dikemukakan oleh Tomlinson (1977) berikut : Qu = Qp + Qs – Wp Dimana :
(2.1)
Qu = tahanan ultimit tiang Qp = tahanan ujung tiang (end bearing) Qs = tahanan selimut tiang (skin friction) Wp = berat tiang
Biasanya harga Wp (weight of the pile) ini diabaikan karena sangat kecil pengaruhnya terhadap daya dukung ultimit tiang. Namun dalam beberapa kondisi seperti pondasi tiang pada konstruksi lepas pantai, harga Wp diperhitungkan karena panjang tiang yang cukup besar. Sehingga dari persamaan (2.1) dapat ditulis :
Qu = Qp + Qs
(2.2)
Didalam perhitungan kapasitas daya dukung pondasi tiang bor, persamaan yang dipakai pada umumnya sama dengan rumus untuk menghitung kapasitas daya dukung pondasi tiang pancang. Yang kadang kala membedakan adalah daya dukung selimut (friction) tidak 100% tetapi ada pengurangan. Hal ini diakibatkan oleh adanya pengaruh pengeboran (drilling). Didalam perencanaan daya dukung suatu tiang dapat digunakan data-data dari hasil penyelidikan tanah yaitu data parameter tanah yang didapat dari uji sample di laboratorium, data sondir dan data N-SPT.
II - 17
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
2.4.1 Berdasarkan Data N –SPT Metode Mayerhof (1976) Mayerhof mengajukan metode untuk memperkirakan besarnya nilai tahanan ujung dan selimut berdasarkan data hasil uji SPT. Metode ini menggunakan besarnya nilai N-SPT sebagai parameter. Berikut formula yang diajukan oleh mayerhoft untuk menghitung besarnya : a. Tahanan ujung tiang :
Qp = 40.Nb.Ap
(2.3)
Dimana : Qp
= tahanan ujung ultimit
Nb
= harga N-SPT pada elevasi ujung tiang
Ap
= luas penampang ujung tiang
b. Untuk daya dukung selimut pada tiang bor dengan desakan tanah yang kecil maka formulanya yaitu : Qs = 0,1 . N .As
(2.4)
Jadi formula dari daya dukung tiang bor adalah : Qu = 40 . Nb . Ap + 0,1 . N . As
(2.5)
2.4.2 Berdasarkan Metoda Reese dan Wright a. Daya dukung ujung tiang Daya dukung ultimit pada ujung tiang bor dinyatakan sebagai berikut: Qp = qp . Ap dimana:
(2.6)
Qp = daya dukung ultimit ujung tiang (ton) qp = tahanan ujung per satuan luas (ton/m2) II - 18
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Ap = luas penampang tiang bor (m2)
Pada tanah kohesif besarnya tahanan ujung per satuan luas, qp dapat diambil sebasar 9 kali kuat geser tanah, sedangkan untuk tanah non-kohesif, Reese mengusulkan korelasi antara qp dengan NSPT. b. Daya dukung selimut tiang Perhitungan daya dukung selimut tiang pada tanah homogen dapat dituliskan dalam bentuk:
Qs = fs . L . p
(2.7)
dimana:
Qs = daya dukung ultimit selimut tiang (ton) fs = gesekan selimut tiang per satuan luas (ton/m2) L = panjang tiang (m) p = keliling penampang tiang (m)
Menurut metoda Reese & Wright (1977) gesekan selimut tiang per satuan luas dipengaruhi oleh jenis tanah dan parameter kuat geser tanah dimana pada tanah kohesif fs = α . cu dimana:
(2.8)
α = faktor adhesi cu = kohesi tanah (ton/m2)
Sementara pada tanah non-kohesif, nilai fs dapat diperoleh dari korelasi langsung dengan NSPT. Berdasarkan penelitian Reese, faktor adhesi (α) dapat bernilai 0,55.
II - 19
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
2.4.3 Metoda Reese dan O’Neill (1989) O’Neil dan Reese merekomendasikan tahanan ujung tiang bor pada penurunan 5 % dari diameter dasar tiang pada pasir,sebagai berikut : a. Tahanan ujung ultimit Qb
= Ab. . fb
fb’ = 0,60.σr N60 kPa < 4500 kPa
(2.9)
dengan , Ab
= luas dasar tiang bor
fb
= tahanan ujung neto per satuan luas (kPa)
N60
= nilai N –SPT rata-rata antara ujung bawah tiang bor sampai 2db dibawahnya. Tidak perlu dikoreksi terhadap overburden.
db
= diameter ujung bawah tiang bor (m)
σr
= tegangan referensi = 100 kPa
b. Tahanan gesek ultimit Untuk memperoleh besarnya daya dukung selimut digunakan metode β, dimana factor β ditentukan dengan menggunakan persamaan empiris dari Reese & O’Neill (1989), yaitu: fs = β σv΄ dimana:
(2.10)
fs = daya dukung selimut (kg/cm2) β = 1.5 – 0.135 (z)0.5 dengan batasan 0.25 ≤ β ≤ 1.20 z = kedalaman yang diukur dari permukaan tanah sampai titik tengah lapisan tanah yang ditinjau (cm) σ΄v = tegangan vertical efektif pada kedalaman z (kg/cm2) II - 20
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Sementara untuk tanah yang bersifat kohesif formula yang digunakan adalah: fs = α.Su
(2.11)
dimana: α = factor adhesi sebesar 0.55 Su = kuat geser tak teralir (kg/cm2) Menurut Reese dan O’Neill nilai faktor adhesi (α) dapat dilihat pada tabel 2.2 di bawah ini. Undrained Shear Strength (Su) < 2 tsf
Value of α 0,55
2 – 3 tsf
0,49
3 – 4 tsf
0,42
4 – 5 tsf
0,38
5 – 6 tsf
0,35
6 – 7 tsf
0,33
7 – 8 tsf
0,32
8 – 9 tsf
0,31
> 9 tsf
treat as rock
1 tsf = 95,76052 kN/m3 Tabel 2.2 Faktor Adhesi (α) (Reese & O’Neill, 1988)
2.5
Uji pembebanan statik
Untuk mengetahui daya dukung aksial aktual dari pondasi tiang bor dan juga penurunan yang terjadi, maka dilakukan pengujian beban statik skala penuh dengan sistem kentledge di lapangan. Prosedur uji pembebanan dilakukan berdasarkan American Standard for Testing Materials “Standard Method of Testing Piles Under Axial Compressive Load” ASTM Destignation D. 1143 – 81. II - 21
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Pembebanan dilakukan dengan menggunakan blok-blok beton yang diletakkan di atas rangka baja. Blok-blok beton ini dimaksudkan berfungsi sebagai beban kontra untuk uji aksial. Pemberian beban dilakukan dengan menggunakan hydraulic jack dan pembacaan beban dilakukan dengan memasang manometer. Penurunan kepala tiang bor diukur dengan menggunakan dial gauge. Para peneliti dan praktisi sudah menggunakan banyak metode pengujian beban tiang seperti yang bias kita temui dalam berbagai referensi yang sudah dipublikasikan Secara umum diketahui ada 4(empat) metode pengujian yang diidentifikasi sebagai metode pengujian beban yaitu : 1. Slow Maintained Method) (SM Test)Test Load Metode ini sebagaimana direkomendasikan oleh ASTM D1143-81 (1989), terdiri dari bebarapa langkah sebagai berikut : c. Beban tiang dalam delapan tahapan yang sama (yaitu 25 %, 50%, 75%, 100%, 125%, 150%, 175%, dan 200%) hingga 200% beban rencana. d. Setiap penambahan beban harus mempertahankan laju penurunan harus lebih kecil 0,01 in/jam (0,25 mm/jam). e. Mempertahankan 200% beban selama 24 jam f. Setelah waktu yang dibutuhkan didapat, lepaskan beban dengan pengurangan sebesar 25% dengan jarak waktu 1 jam diantara waktu pengurangan g. Setelah beban diberikan dan dilepas keatas, bebani tiang kembali untuk pengujian beban dengan penambahan 50% dari beban desain, menyediakan waktu 20 menit untuk penambahan beban,
II - 22
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
h. Kemudian tambahkan beban dengan penambahan 10% beban desain. Metode ini dianggap sebagai metode uji standart ASTM dan umumnya digunakan untuk penelitian dilapangan sebelum dilakukan pekerjaan selanjutnya. 2. Quick Maintained Load Test Method (QM Test) Metode ini seperti tang direkomendasikan oleh departemen perhubungan Amerika serikat, pengelola jalan raya dan ASTM 1143-81 (opsional), terdiri dari beberapa langkah berikut : a. Bebani tiang dalam penambahan 20 kali hingga 300% dari beban desain (masing-masing tambahan adalah 15% dari beban desain). b. pertahankan setiap beban selama 5 menit dengan bacaan diambil setiap 2,5 menit c. Tambahkan peningkatan beban hingga jacking kontinue dibutuhkan untuk mempertahankan beban uji atau uji telah dicapai. d. Setelah interval 5 menit, lepaskan atau hilangkan beban penuh dari tiang dalam empat pengurangan dengan jarak diantara pengurangan 5 menit Metode ini lebih cepat dan ekonomis. Waktu uji dengan metode ini adalah 3-5 jam. Metode ini lebih mendekati suatu kondisi. Metode ini tidak dapat digunakn untuk estimasi penurunan karena metode cepat. 3. Constant rate of Penetration Test Method (CRP Test) Metode ini disarankan oleh komisi pile Swedia, Departemen perhubungan Amerika Serikat, dan ASTMD1143-81 (opsional). Juga terdiri dari beberapa langkah utama : II - 23
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
a. Kepala tiang didorong untuk settle pada 0,05 in/menit (1,25 mm/menit). b. Gaya yang dibutuhkan untuk mrncapai penetrasi akan dicatat. c. Uji dilakukan dengan total penetrasi 2-3 in (50-75 mm). Keuntungan utama dari metode ini adalah lebih cepat (2-3) jam dan ekonomis. 4. Swedish Cyclic Test Method (SC Test) Metode ini dianjurkan oleh komisi pile swedia terdiri beberapa langkah berikut : a.
Bebani tiang hingga sepertiga beban desain.
b.
Lepaskan beban hingga seperenam beban desain. Ulangi pembebanan dan pelepasan beban dalam siklus 20 kali.
c.
Peningkatan beban dengan sebesar 50% dengan langkah (a) dan pengulangan seperti langakah (b).
d.
Lanjutkan hingga keruntuhan tercapai.
Metode ini adalah membutuhkan waktu dan siklus perubahan perilaku tiang sehingga tiang berbeda dengan yang aslinya. Ini hanyadirekomendasikan atas proyek khusus dimana beban siklus dianggap sangat penting. Jenis peralatan yang digunakan dalam pengujian pembebanan tersebut di atas adalah : 1. Dongkrak (Hydraulick Jack) a. Merk : Ebenspach Hochdruck b. Model : ZE – 7140 c. Capacity : 1600 ton d. Diameter Ram : 34 inchi e. Unit : 2 (dua). 2. Hydraulick Pressure Gruge /Manometer II - 24
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
a. Merk : Enerpac b. Type/No.Seri : GP – 105 c. Capacity/Div : 10.000/100 psi d. Unit : 1 (satu). 3. Hand Pump a. Merk : Enerpac b. Type/No.Seri : P – 464 c.
Capacity/Div : 10.000 psi
d. Unit : 1 (satu). 4. Dial Gauge / Dial Indicator a. Merk : Mitutoyo b. Type/No.Seri : 3050 E c. Capacity/Div : 0,01 mm - 50 mm d.
Ketelitian : 0,01 mm
e. Unit : 4 (empat). 5. Magnetic Stand a. Merk : Mitutoyo b. Type/No.Seri : 7010 SB c. Unit : 4 (empat).
2.5.1 Prosedur pengujian Dalam penelitian ini, uji beban dilakukan pada 1 (satu) tiang bor yaitu pada tiang
II - 25
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
bor dengan diameter 100 cm dengan mutu beton K-420 . Pada proses pelaksanaan pengujian ada beberapa hal-hal yang perlu menjadi perhatian yaitu tahapantahapan pengujian yang terdiri dari : 1. Besar beban maksimum untuk uji aksial tekan adalah 200 % dari beban rencana dengan langkah-langkah penambahan beban : 0 % , 25% , 50% , 75 % , 125 % ,150 % , 175 % , 200 % . 2. Pertahankan penambahan beban hingga kecepatan penurunan tidak lebih dari 0,25 inch/jam, tetapi tidak lebih dari 2 (dua) jam. 3. Pertahankan beban 200 % hingga 24 jam. 4. Setelah pembebanan pada massa tersebut, lalu beban dikurangi 25% dengan interval waktu 1 (satu) jam untuk setiap pengurangan. 5. Setelah pembebanan selesai hingga pengurangan menjadi 0%, tiang kembali dibeban dengan kenaikan beban 50% dari beban rencana yaitu 50% dari beban rencana yang diizinkan dengan interval waktu 20 menit untuk setiap penambahan beban. 6. Tambahkan beban tiap 10 % dari beban rencana dengan interval waktu 20 menit sampai terjadi keruntuhan. Dalam hal ini ,uji pembebanan vertikal dilaksanakan 4 (empat) cycle yaitu: Cycle I : 0 % , 25 % ,50 % ,25 % ,0 % Cycle II : 0 % , 50 % ,75 % ,100 % , 75 % ,50 %, 0 % Cycle III : 0 % ,50 % ,75%, 100%, 125 % ,150 % ,125 % ,100%, 50 % ,0 % Cycle IV : 0 % ,50 % ,75%,100 %,150 %,175 %,200 %,175 %,150 %,100 %, 75%,50 % , 0 %.
II - 26
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
1. Prosedur pengukuran penurunan tiang Pengukuran pergeseran aksial baca penurunan pada tiap pengujian berada pada posisi kepala tiang, dan pembacaan dilakukan pada lempeng pengujian sebagai berikut: 1. Pembacaan dilakukan sesuai dengan interval waktu terhadap beban dan penurunan yang terjadi. 2. Pada proses pembacaan dapat dipastikan bahwa tiang tidak mengalami keruntuhan, dan dilakukan pembacaan tambahan dan pencatatan dilakukan pada interval tidak lebih dari 10 menit selama 20-30 menit setiap penambahan beban. 3. Setelah beban penuh sesuai dengan rencana, dipastikan bahwa tiang belum mengalami keruntuhan, dan dilakukan pembacaan dengan interval 20 menit pada 2 jam pertama, tidak lebih 1 jam untuk 10 jam berikutnya dan tidak lebih 2 jam untuk 12 jam berikutnya. 4. Jika tidak terjadi keruntuhan tiang, maka dilakukan pembacaan sebelum beban pertama dikurangi. Selama proses pengurangan beban dilakukan, pembacaan dilakukan dan dicatat dengan interval waktu krang dari atau sama dengan 20 menit. 5. Lakukan pembacaan akhir 12 jam sesudah beban dipindahkan. 6. Bobot beban (ton), waktu pembebanan dan besarnya penurunan dimuat dalam tabel jadwal loading test. Beban runtuh/ ultimate suatu tiang didefenisikan sebagai besarnya beban pada saat tiang tersebut runtuh/amblas, atau penurunan terjadi dengan cepat dibawah tekanan beban. Ada yang menganggap bahwa defenisi keruntuhan adalah batas II - 27
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
penurunan dapat berubah-ubah, misalnya pada saat tiang dianggap sudah runtuh ketika bergerak 10 % dari diameter ujung atau penurunan kotor 1,5 inch ( 38 mm) dan penurunan bersih 0,75 inch ( 19 mm) terjadi di bawah beban rencana.
2.5.2 Interpretasi Data Uji Pembebanan (Loading Test) Untuk Daya Dukung dengan Metode Davisson Jika kurva beban penurunan telah diperoleh dari uji beban tiang, maka dapat diestimasi beban ultimit yang menyebabkan runtuhnya tiang. Bila tiang pada lempung lunak penentuan beban ultimit relatif mudah karena kurvanya akan berbentuk seperti kurva A (Gambar 2.9), di mana beban yang menyebabkan keruntuhan tiang adalah pada beban yang konstan namun penurunan yang terjadi berlebihan. Akan tetapi, bila tiang pada pasir, tanah-tanah campuran atau lempung kaku, untuk menentukan titik keruntuhan tiang pada kurva beban penurunan menjadi sulit kurva B (Gambar 2.6). (H. C. Hardiyatmo, 2002)
Gambar 2.6 Kurva beban penurunan untuk tanah tertentu (Hardiyatmo, 2002) II - 28
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Davisson (1983), mengusulkan cara yang telah banyak dipakai pada saat ini. Cara mendefenisikan kapasitas ultimit tiang pada penurunan tiang sebesar (Gambar 2.7) :
Gambar 2.7 Metode Davisson (Hardiyatmo, 2002)
0,012 dr + 0,1d/dr + QD/(AE)......................................................(2.22) Dimana :
d = diameter/lebar tiang dr = lebar referensi = 1 ft =300 mm Q = beban yang bekerja pada tiang D = kedalaman tiang A = luas tampang tiang E = modulus elastis tiang σr = 0,1 Mpa
2.5.3 Interpretasi Data Uji Pembebanan (Loading Test) Untuk Daya Dukung dengan Metode Mazurkiewicz (1972) II - 29
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Metode ini diasumsikan bahwa dengan kapasitas tahanan terbesar (ultimate) akan didapatkan dari beban yang berpotongan, diantaranya beban yang searah sumbu tiang untuk dihubungkan beban dengan titik-titik dari posisi garis terhadap sudut 450 pada beban sumbu yang berbatasan dengan beban (Prakash, S ; dan Sharma, H. 1990). Hal ini dapat diperlihatkan seperti Gambar 2.8.
Gambar 2.8 Grafik hubungan beban dengan penurunan metode Mazurkiewicz
2.6
Faktor Keamanan
Dalam memperoleh kapasitas ujung tiang bor diperlukan sebuah angka sebagai pembagi kapsitas ultimate yang dinamakan dengan faktor keamanan (safety factor) tertentu yang dirancang oleh perencana sesuai dengan kondisi dan lokasi pekerjaan, dengan tujuan antara lain : a. Untuk meyakinkan bahwa tiang bor masih cukup aman dalam mendukung beban yang bekerja. b. Untuk meyakinkan bahwa penurunan total yang terjadi pada tiang bor masih dalam batas-batas toleransi. II - 30
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
c. Untuk meyakinkan bahwa penurunan yang tidak seragam antara masing masing tiang bor masih dalam batas-batas toleransi. Reese dan O’Neill (1989) menyarankan pemilihan faktor aman (SF) untuk pondasi tiang bor (Tabel 2.3) yang mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut: tipe dan kepentingan dari struktur, variabilitas tanah (tanah tidak uniform), ketelitian penyelidikan tanah, tipe dan jumlah uji tanah yang dilakukan, ketersediaan tanah di tempat (Uji beban tiang), pengawasan/kontrol kualitas di lapangan, kemungkinan beban desain aktual yang terjadi selama beban layanan struktur.
Tabel 2.3 Faktor Aman yang disarankan (Reese & O’Neill, 1989)
Klasifikasi Struktur Monumental Permanen Sementara
Faktor Keamanan (Safety Factor) Kontrol Kontrol Kontrol baik Normal Jelek 2.3 3 3.5 2 2.5 2.8 1.4 2 2.4
Kontrol Sangat jelek 4 3.4 2.8
Sumber : Teknik Pondasi 2, Hary Cristady Hardiyatmo
Besarnya beban yang bekerja (working load) atau kapasitas izin tiang bor dengan memperhatikan keamanan terhadap keruntuhan adalah nilai ultimate (Qu) dibagi dengan Faktor Keaman (Safety Factor = F) yang sesuai. Variasi besarnya factor aman yang telah banyak digunakan untuk pondasi tiang bor maupun tiang pancang, sangat tergantung pada jenis tiang dan tanah yang ditentukan berdasarkan data laboratorium, antara lain: 1. Untuk dasar tiang bor yang dibesarkan dengan diameter d < 2 m, maka Qa= Qu/2.5
(2.22)
2. Untuk tiang bor tanpa pembesaran di bawah, maka: Qa= Qu/2
(2.23) II - 31
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
3. Untuk tiang bor dengan diameter lebih dari 2 m, kapasitas tiang bor perlu dievaluasi dengan pertimbangan terhadap penurunan tiang. 2.7
Studi Parameter
Studi parameter ini dimaksudkan untuk mendapatkan dan melengkapi parameter parameter tanah laboratorium yang digunakan dalam rumus-rumus dengan menggunakan korelasi-korelasi data lapangan seperti N-SPT dengan kohesi, NSPT, tekanan efektif dengan sudut geser dalam, jenis tanah dengan daya rembesan, konsistensi tanah dengan angka Poisson, N-SPT dengan modulus elastisitas dan sebagainya. Adapun korelasi-korelasi parameter tanah lapangan dan laboratorium ini akan diuraikan satu demi satu sebagai berikut: 1. Hubungan antara N-SPT dengan kekuatan geser undrained (Cu): a. Menurut Stroud tahun 1974 adalah: Cu = K N
(2.24)
dimana: Cu = kekuatan geser tanah undrained K= konstanta = 3,5 – 6,5 kN/m2 dan nilai rata-rata konstanta = 4,4 kN/m2 N= nilai SPT yang diperoleh dari lapangan b. Menurut Hara et. al. tahun 1971 adalah: Cu = (kN/m2) = 29 N0,75
(2.25)
dimana:Cu = kekuatan geser tanah undrained N = nilai SPT yang diperoleh dari lapangan 2. Hubungan antara overconsolidation ratio (OCR) dengan nilai SPT menurut Mayne dan Kemper tahun 1988 adalah:
II - 32
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
OCR = 0,193( N/ σv’)0,689
(2.26)
dimana:N = nilai SPT yang diperoleh dari lapangan σv' = tegangan vertikal efektif (MN/m2) OCR = overconsolidation ratio 3. Hatanaka dan Uchida tahun 1996 memberikan hubungan yang sederhana antara sudut geser dalam (ø) dengan nilai N yang sudah dikoreksi (Ncor) dan dirumuskan sebagai berikut: φ = √20 Ncor + 20, = φ - √20 Ncor + 23 atau φ = φ - √20 Ncor + 17 (2.33) 4. Peck at al. tahun 1974 memberikan hubungan sudut geser dalam dengan nilai NSPT lapangan. Hubungan Sudut geser dalam (ø) dengan nilai N-SPT ini dapat digunakan untuk tanah-tanah kedalaman kira-kira 12 meter sampai dengan 15 meter dapat dilihat pada Gambar 2.9 berikut ini;
Gambar 2.9 Hubungan sudut geser dalam (ø) dengan N-SPT 5. Hubungan modulus elastisitas (Es) dengan undrained cohesion clays (Cu) untuk Tanah clay: II - 33
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Es = (500 s/d 1500) Cu
(2.27)
dimana: Cu = undrained cohesion of clay soil Dan untuk memperoleh nilai modulus elastisitas (Es ) tanah lempung yang lebih akurat yang digunakan dalam perhitungan, penulis merincikan lagi nilai ( 500 s/d 1500 ) dalam bentuk hubungan yaitu korelasi nilai ( 500 s/d 1500 ), konsistensi tanah dan N- SPT, seperti dapat dilihat pada Gambar 2.10 di bawah ini:
Gambar 2.10 Hubungan nilai ( 500 s/d 1500 ), konsistensi tanah dan N- SPT tanah lempung. 6. Hubungan modulus elastisitas (Es ) dengan nilai N-SPT untuk Pasir (sand) Es = ( 350 s/d 500 ) x log (N) x 98,1 (kN/m2)
(2.28)
Dan untuk memperoleh nilai modulus elastisitas (Es ) tanah pasir yang lebih akurat yang digunakan dalam perhitungan, penulis merincikan lagi nilai (350 s/d 500) dalam bentuk korelasi yaitu hubungan nilai (350 s/d 500), konsistensi tanah dan NSPT, seperti dapat dilihat pada Gambar 2.11 di bawah ini:
Gambar 2.11 Hubungan nilai (350 s/d 500), konsistensi tanah dan N- SPT untuk tanah pasir 7. Hasil hubungan yang diperoleh adalah modulus elastisitas undrained (Es) sedangkan input yang dibutuhkan adalah modulus elastisitas efektif (Es′). Dengan menggunakan rumusan yang menggabungkan kedua modulus elastisitas tersebut, maka diperoleh yaitu: II - 34
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Es′ = 0,80 Es
(2.29)
8. Untuk nilai Poisson’s ratio efektif (ν´) diperoleh d ari hubungan jenis, konsistensi tanah dengan Poisson’s ratio (ν´) seperti dapat dilihat pada Tabel 2.4 di bawah ini: Tabel 2.4 : Hubungan jenis, konsistensi dengan Poisson’s Ratio (ν) Soil type Clay
Sand
(ν´)
Description Soft
0.35-0.40
Medium
0.30-0.35
Stiff
0.20-0.30
Loose
0.15-0.25
Medium
0.25-0.30
Dense
0.25-0.35
(Sumber: Soil Mechanics and Foundations, Muni Budhu, 1976)
Dan untuk memperoleh nilai Poisson’s Ratio efektif (ν´) yang lebih akurat yang digunakan dalam perhitungan, penulis merincikan lagi range nilai Poisson’s Ratio efektif (ν´) diatas dalam bentuk hubungan yaitu hubungan range nilai Poisson’s Ratio efektif (ν´), konsistensi tanah dan N- SPT seperti dapat dilihat pada Gambar 2.12 dan Gambar 2.13 di bawah ini:
Gambar: 2.12 Hubungan range nilai Poisson’s Ratio efektif (ν´), konsistensi tanah II - 35
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Gambar: 2.13 Hubungan range nilai Poisson’s Ratio efektif (ν´), konsistensi tanah dengan N-SPT untuk tanah pasir 9. Untuk nilai kohesi efektif (C´) diasumsikan sama dengan nol dan dari percobaan Triaxial Consolidated Drained (CD) yang lebih dominan adalah sudut geser dalam tanah lempung yaitu 200 - 420 dan untuk mendapatkan nilai yang diperlukan dalam perhitungan, penulis menjabarkan 200 - 420 kedalam lima konsistensi tanah, seperti dapat dilihat pada Gambar 2.14 dibawah ini:
Gambar 2.14 Hubungan sudut geser dalam dengan konsistensi pada tanah lempung
II - 36
http://digilib.mercubuana.ac.id/