BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Umum Konstruksi yang direncanakan secara keteknikan dibangun bertumpu pada tanah, harus didukung oleh pondasi, saat ini berkembang menuju konstruksi yang lebih ekonomis dengan perencanaan dan penggunaan bahan berkekuatan tinggi. Penggunaan pondasi tiang pancang sebagai pondasi bangunan apabila tanah yang berada dibawah dasar bangunan tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang cukup untuk memikul berat bangunan dan beban yang bekerja padanya (Sardjono, H. S., 1988). Atau apabila tanah yang mempunyai daya dukung yang cukup untuk memikul berat bangunan dan seluruh beban yang bekerja berada pada lapisan yang sangat dalam dari permukaan tanah kedalaman > 8 m (Bowles, J. E., 1991). Fungsi dan kegunaan dari pondasi tiang pancang adalah untuk memindahkan atau mentransfer beban-beban dari konstruksi di atasnya (super struktur) ke lapisan tanah keras yang letaknya sangat dalam. Dalam pelaksanaan pemancangan pada umumnya dipancangkan tegak lurus dalam tanah, tetapi ada juga dipancangkan miring (battle pile) untuk dapat menahan gaya-gaya horizontal yang bekerja. Sudut kemiringan yang dapat dicapai oleh tiang tergantung dari alat yang dipergunakan serta disesuaikan pula dengan perencanaannya.
Universitas Sumatera Utara
Tiang Pancang umumnya digunakan: 8. Untuk mengangkat beban-beban konstruksi diatas tanah kedalam atau melalui sebuah stratum/lapisan tanah. Didalam hal ini beban vertikal dan beban lateral boleh jadi terlibat. 9. Untuk menentang gaya desakan keatas, gaya guling, seperti untuk telapak ruangan bawah tanah dibawah bidang batas air jenuh atau untuk menopang kaki-kaki menara terhadap guling. 10. Memampatkan endapan-endapan tak berkohesi yang bebas lepas melalui kombinasi perpindahan isi tiang pancang dan getaran dorongan. Tiang pancang ini dapat ditarik keluar kemudian. 11. Mengontrol lendutan/penurunan bila kaki-kaki yang tersebar atau telapak berada pada tanah tepi atau didasari oleh sebuah lapisan yang kemampatannya tinggi. 12. Membuat tanah dibawah pondasi mesin menjadi kaku untuk mengontrol amplitudo getaran dan frekuensi alamiah dari sistem tersebut. 13. Sebagai faktor keamanan tambahan dibawah tumpuan jembatan dan atau pir, khususnya jika erosi merupakan persoalan yang potensial. 14. Dalam konstruksi lepas pantai untuk meneruskan beban-beban diatas permukaan air melaui air dan kedalam tanah yang mendasari air tersebut. Hal seperti ini adalah mengenai tiang pancang yang ditanamkan sebagian dan yang terpengaruh oleh baik beban vertikal (dan tekuk) maupun beban lateral (Bowles, J. E., 1991).
Universitas Sumatera Utara
2.2.
Penyelidikan Tanah (Soil Investigation) Dalam Perencanaan pondasi konstruksi bangunan diperlukan adanya
penelitian untuk mengetahui parameter-parameter tanah yang akan digunakan dalam perhitungan daya dukung tanah pondasi. Daya dukung tanah sangat berpengaruh pada bentuk dan dimensi pondasi serta sistem perbaikan tanah agar diperoleh perencanaan yang optimal dan efisien. Pondasi adalah suatu bagian konstruksi bangunan bawah (sub structure) yang berfungsi untuk meneruskan badan konstruksi atas (upper structure) yang harus kuat dan aman untuk mendukung beban dari konstruksi atas (upper structure) serta berat sendiri pondasi. Untuk dapat memenuhi hal terssebut diatas, dilaksanakan penelitian tanah (soil investigation) di lapangan dan laboratorium untuk memperoleh parameterparameter tanah berupa perlawanan ujung/konus (cone resistance) dan hambatan lekat (skin friction) yang di peroleh dari hasil pengujian sondir, jenis dan sifat tanah dari pengujian pengeboran tanah pondasi serta dari hasil pengujian Laboratorium yang digunakan dalam perhitungan daya dukung pondasi dan cara perbaikan tanah. 2.2.1. Sondering Test/Cone Penetration Test (CPT) Pengujian CPT atau sondir adalah pengujian dengan menggunakan alat sondir type Dutch Cone Penetration yang mempunyai konus seluas 10 cm2, sudut lancip kerucut 60o untuk mengukur perlawanan ujung, dan dilengkapi mantel (sleave) yang berdiameter sama dengan konus dan luas selimut 100 cm2, untuk mengukur lekatan (friction) dari lapisan tanah. Alat ini digunakan dengan cara ditekan ke dalam tanah terus menerus dengan kecepatan maksimum 1 cm/detik,
Universitas Sumatera Utara
sementara itu besarnya perlawanan tanah terhadap kerucut penetrasi (qc) juga terus diukur. Dilihat dari kapasitasnya, alat sondir dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sondir ringan (2 ton) dan sondir berat (10 ton). Sondir ringan digunakan untuk mengukur tekanan konus sampai 150 kg/cm², atau kedalam maksimal 30 m, dipakai untuk penyelidikan tanah yang terdiri dari lapisan lempung, lanau dan pasir halus. Sondir berat dapat mengukur tekanan konus 500 kg/cm² atau kedalaman maksimal 50 m, dipakai untuk penyelidikan tanah di daerah yang terdiri dari lempung padat, lanau padat dan pasir kasar. Keuntungan utama dari penggunaan alat ini adalah tidak perlu diadakan pemboran tanah untuk penyelidikan. Tetapi tidak seperti pada pengujian SPT, dengan alat sondir sampel tanah tidak dapat diperoleh untuk penyelidikan langsung ataupun untuk uji laboratorium. Tujuan dari pengujian sondir ini adalah untuk mengetahui perlawanan penetrasi konus dan hambatan lekat tanah yang merupakan indikator dari kekuatan tanahnya dan juga dapat menentukan dalamnya berbagai lapisan tanah yang berbeda. Dari alat penetrometer yang lazim dipakai, sebagian besar mempunyai selubung geser (bikonus) yang dapat bergerak mengikuti kerucut penetrasi tersebut. Jadi pembacaan harga perlawanan ujung konus dan harga hambatan geser dari tanah dapat dibaca secara terpisah. Ada 2 tipe ujung konus pada sondir mekanis yaitu pada (Gambar 2. 1): 1. Konus biasa, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan biasanya digunakan pada tanah yang berbutir kasar, dimana besar perlawanan lekatnya kecil;
Universitas Sumatera Utara
2. Bikonus, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan hambatan lekatnya dan biasanya digunakan pada tanah yang berbutir halus. Hasil penyelidikan dengan alat sondir ini pada umumnya digambarkan dalam bentuk grafik yang menyatakan hubungan antara kedalaman setiap lapisan tanah dengan besarnya nilai sondir yaitu perlawanan penetrasi konus atau perlawanan tanah terhadap ujung konus yang dinyatakan dalam gaya per satuan luas. Hambatan lekat adalah perlawanan geser tanah terhadap selubung bikonus yang dinyatakan dalam gaya per satuan panjang. Dari hasil sondir diperoleh nilai jumlah perlawanan (JP) dan nilai perlawanan konus (PK), sehingga hambatan lekat (HL) dapat dihitung sebagai berikut : 1. Hambatan Lekat (HL)
HL = ( JP − PK ) x
A ..................................................................................... (2.1) B
2. Jumlah Hambatan Lekat (JHL) JHL = ∑i =0 JHL n
........................................................................... (2.2)
dimana : JP = Jumlah perlawanan, perlawanan ujung konus + selimut (kg/cm²) PK = Perlawanan penetrasi konus, qc (kg/cm²) A
= Interval pembacaan (setiap kedalaman 20 cm)
B
= Faktor alat = luas konus/luas torak = 10 cm
I
= Kedalaman lapisan tanah yang ditinjau (m)
Universitas Sumatera Utara
(a). Konus (b). Bikonus Gambar 2.1 Dimensi Alat Sondir Mekanis (Sardjono, 1991)
Data sondir tersebut digunakan untuk mengidentifikasikan dari profil tanah terhadap kedalaman. Hasil akhir dari pengujian sondir ini dibuat dengan menggambarkan variasi tahanan ujung (qc) dengan gesekan selimut (fs) terhadap kedalamannya. Bila hasil sondir diperlukan untuk mendapatkan daya dukung tiang, maka diperlukan harga kumulatif gesekan (jumlah hambatan lekat), yaitu dengan menjumlahkan harga gesekan selimut terhadap kedalaman, sehingga pada kedalaman yang ditinjau dapat diperoleh gesekan total yang dapat digunakan untuk menghitung gesekan pada kulit tiang. Besaran gesekan kumulatif (total friction) diadaptasikan dengan sebutan jumlah hambatan lekat (JHL). Bila hasil sondir digunakan untuk klasifikasi tanah,
Universitas Sumatera Utara
maka cara pelaporan hasil sondir yang diperlukan adalah menggambarkan tahanan ujung (qc), gesekan selimut (fs) dan ratio gesekan (fR) terhadap kedalaman tanah. 2.2.2. Standard Penetration Test (SPT) Standard Penetration Test (SPT) sering digunakan untuk mendapatkan daya dukung tanah secara langsung di lokasi. Metode SPT merupakan percobaan dinamis yang dilakukan dalam suatu lubang bor dengan memasukkan tabung sampel yang berdiameter dalam 35 mm sedalam 305 mm dengan menggunakan massa pendorong (palu) seberat 63,5 kg yang jatuh bebas dari ketinggian 760 mm. Banyaknya pukulan palu tersebut untuk memasukkan tabung sampel sedalam 305 mm dinyatakan sebagai nilai N. Tujuan dari percobaan SPT ini adalah untuk menentukan kepadatan relatif lapisan tanah dari pengambilan contoh tanah dengan tabung sehingga diketahui jenis tanah dan ketebalan tiap-tiap lapisan kedalaman tanah dan untuk memperoleh data yang kualitatif pada perlawanan penetrasi tanah serta menetapkan kepadatan dari tanah yang tidak berkohesi yang biasa sulit diambil sampelnya. Percobaan SPT ini dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Siapkan peralatan SPT yang dipergunakan seperti : mesin bor, batang bor, split spoon sampler, hammer, dan lain – lain; 2. Letakkan dengan baik penyanggah
tempat bergantungnya beban
penumbuk; 3. Lakukan pengeboran sampai kedalaman testing, lubang dibersihkan dari kotoran hasil pengeboran dari tabung segera dipasangkan pada bagian dasar lubang bor; 4. Berikan tanda pada batang peluncur setiap 15 cm, dengan total 45 cm;
Universitas Sumatera Utara
5. Dengan pertolongan mesin bor, tumbuklah batang bor ini dengan pukulan palu seberat 63,5 kg dan ketinggian jatuh 76 cm hingga kedalaman tersebut, dicatat jumlah pukulan untuk memasukkan penetrasi setiap 15 cm (N value); Contoh :
N1 = 10 pukulan/15 cm N2 = 5 pukulan/15 cm N3 = 8 pukulan/15 cm
Maka total jumlah pukulan adalah jumlah N2 dengan N3 adalah 5 + 8 = 13 pukulan = nilai N. N1 tidak diperhitungkan karena dianggap 15 cm pukulan pertama merupakan sisa kotoran pengeboran yang tertinggal pada dasar lubang bor, sehingga perlu dibersihkan untuk memperkecil efisiensi gangguan; 6. Hasil pengambilan contoh tanah dari tabung tersebut dibawa ke permukaan dan dibuka. Gambarkan contoh jenis - jenis tanah yang meliputi komposisi, struktur, konsistensi, warna dan kemudian masukkan ke dalam botol tanpa dipadatkan atau kedalaman plastik, lalu ke core box; 7. Gambarkan grafik hasil percobaan SPT; Catatan : Pengujian dihentikan bila nilai SPT ≥ 50 untuk 4x interval.
2.3.
Macam-macam Pondasi Pondasi adalah bagian terendah bangunan yang meneruskan beban
bangunan ke tanah atau batuan yang berada dibawahnya. Klasifikasi pondasi dibagi 2 (dua) yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Pondasi dangkal Pondasi dangkal adalah pondasi yang mendukung beban secara langsung seperti: 1. Pondasi telapak yaitu pondasi yang berdiri sendiri dalam mendukung kolom (Gambar 2.2b). 2. Pondasi memanjang yaitu pondasi yang digunakan untuk mendukung sederetan kolom yang berjarak dekat sehingga bila dipakai pondasi telapak sisinya akan
terhimpit satu sama
lainnya (Gambar 2.2a). 3. Pondasi rakit (raft foundation) yaitu pondasi yang digunakan untuk mendukung bangunan yang terletak pada tanah lunak atau digunakan bila susunan kolom-kolom jaraknya sedemikian dekat disemua arahnya, sehingga bila dipakai pondsi telapak, sisi-sisinya berhimpit satu sama lainnya (Gambar 2.2c). b. Pondasi dalam Pondasi dalam adalah pondasi yang meneruskan beban bangunan ke tanah keras atau batu yang terletak jauh dari permukaan, seperti: 1. Pondasi sumuran (pier foundation) yaitu pondasi yang merupakan peralihan antara pondasi dangkal dan pondsi tiang (Gambar 2.2d), digunakan bila tanah dasar yang kuat terletak pada kedalaman yang relatif dalam, dimana pondasi sumuran Df/B > 4 sedangkan pondasi dangkal Df/B≤ 1, kedalaman (Df) dan lebar (B).
Universitas Sumatera Utara
2. Pondasi tiang (pile foundation), digunakan bila tanah pondasi pada kedalaman yang normal tidak mampu mendukung bebannya dan tanah kerasnya terletak pada kedalaman yang sangat
dalam
(Gambar
2.2e).
Pondasi
tiang umumnya
berdiameter lebih kecil dan lebih panjang dibanding dengan pondasi sumuran (Bowles, J. E., 1991).
(a)
(b)
Universitas Sumatera Utara
(c)
(d)
(e) Gambar 2.2
Macam-macam tipe pondasi: (a) Pondasi memanjang, (b) Pondasi telapak , (c) Pondasi rakit, (d) Pondasi sumuran, (e) Pondasi tiang (Hardiyatmo, H. C.,1996)
Universitas Sumatera Utara
2.4.
Penggolongan Pondasi Tiang Pancang Pondasi tiang
pancang
dapat digolongkan
berdasarkan
pemakaian
bahan, cara tiang meneruskan beban dan cara pemasangannya, berikut ini akan dijelaskan satu persatu. 2.4.1 Pondasi tiang pancang menurut pemakaian bahan dan karakteristik strukturnya Tiang pancang dapat dibagi kedalam beberapa kategori (Bowles, J. E., 1991), antara lain: A. Tiang pancang kayu Tiang pancang kayu dibuat dari kayu yang biasanya diberi pengawet dan dipancangkan dengan ujungnya yang kecil sebagai bagian yang runcing. Tapi biasanya apabila ujungnya yang besar atau pangkal dari pohon di pancangkan untuk tujuan maksud tertentu, seperti dalam tanah yang sangat lembek dimana tanah tersebut akan kembali memberikan perlawanan dan dengan ujungnya yang tebal terletak pada lapisan yang keras untuk daya dukung yang lebih besar. Tiang pancang kayu akan tahan lama dan tidak mudah busuk apabila tiang pancang kayu tersebut dalam keadaan selalu terendam penuh dibawah muka air tanah dan tiang pancang kayu akan lebih cepat rusak apabila dalam keadaan kering dan basah selalu berganti-ganti, sedangkan pengawetan dengan pemakaian obat pengawet pada kayu hanya akan menunda dan memperlambat kerusakan dari kayu, dan tidak dapat melindungi kayu dalam jangka waktu yang lama. Oleh karena itu pondasi untuk bangunan-bangunan permanen (tetap) yang didukung oleh tiang pancang kayu, maka puncak dari pada tiang pancang kayu tersebut diatas harus selalu lebih rendah dari pada ketinggian dari pada muka air
Universitas Sumatera Utara
tanah terendah. Pada pemakaian tiang pancang kayu biasanya tidak diizinkan untuk menahan muatan lebih tinggi 25 sampai 30 ton untuk satu tiang. B. Tiang pancang beton Tiang pancang jenis ini terbuat dari beton seperti biasanya. Tiang pancang ini dapat dibagi dalam 3 macam berdasarkan cara pembuatannya (Bowles, J. E., 1991), yaitu: a. Precast Reinforced Concrete Pile Precast Reinforced Concrete Pile adalah tiang pancang beton bertulang yang dicetak dan dicor dalam acuan beton (bekisting) yang setelah cukup keras kemudian diangkat dan dipancangkan. Karena tegangan tarik beton kecil dan praktis dianggap sama dengan nol, sedangkan berat sendiri beton besar, maka tiang pancang ini harus diberikan penulangan yang cukup kuat untuk menahan momen lentur yang akan timbul pada waktu pengangkatan dan pemancangan. Tiang pancang ini dapat memikul beban yang lebih besar dari 50 ton untuk setiap tiang, hal ini tergantung pada jenis beton dan dimensinya. Precast Reinforced Concrete Pile penampangnya dapat berupa lingkaran, segi empat, segi delapan dapat dilihat pada (Gambar 2.3).
Gambar 2.3 Tiang pancang beton precast concrete pile (Bowles, J. E., 1991)
Universitas Sumatera Utara
b. Precast Prestressed Concrete Pile Tiang pancang Precast Prestressed Concrete Pile adalah tiang pancang beton yang dalam pelaksanaan pencetakannya sama seperti pembuatan beton prestess, yaitu dengan menarik besi tulangannya ketika dicor dan dilepaskan setelah beton mengeras seperti dalam (Gambar 2.5). Untuk tiang pancang jenis ini biasanya dibuat oleh pabrik yang khusus membuat tiang pancang, untuk ukuran dan panjangnya dapat dipesan langsung sesuai dengan yang diperlukan.
Gambar 2.4 Tiang pancang Precast Prestressed Concrete Pile (Bowles, J. E., 1991) c. Cast in Place Cast in Place merupakan tiang pancang yang dicor ditempat dengan cara membuat lubang ditanah terlebih dahulu dengan cara melakukan pengeboran. Pada Cast in Place ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu : 1. Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah, kemudian diisi dengan beton dan ditumbuk sambil pipa baja tersebut ditarik keatas.
Universitas Sumatera Utara
2. Dengan pipa baja yang dipancang ke dalam tanah, kemudian diisi dengan beton sedangkan pipa baja tersebut tetap tinggal di dalam tanah.
Gambar 2.5 Tiang pancang Cast in place pile (Sardjono, 1991)
C. Tiang pancang baja Kebanyakan tiang pancang baja ini berbentuk profil H. Karena terbuat dari baja maka kekuatan dari tiang ini sendiri sangat besar sehingga dalam pengangkutan dan pemancangan tidak menimbulkan bahaya patah seperti halnya pada tiang beton precast. Jadi pemakaian tiang pancang baja ini akan sangat bermanfaat apabila kita memerlukan tiang pancang yang panjang dengan tahanan ujung yang besar. Tingkat karat pada tiang pancang baja sangat berbeda-beda terhadap tekstur tanah, panjang tiang yang berada dalam tanah dan keadaan kelembaban tanah.
Universitas Sumatera Utara
a. Pada tanah yang memiliki tekstur tanah yang kasar/kesap, maka karat yang terjadi karena adanya sirkulasi air dalam tanah tersebut hampir mendekati keadaan karat yang terjadi pada udara terbuka; b. Pada tanah liat ( clay ) yang mana kurang mengandung oksigen maka akan menghasilkan tingkat karat yang mendekati keadaan karat yang terjadi karena terendam air; c. Pada lapisan pasir yang dalam letaknya dan terletak dibawah lapisan tanah yang padat akan sedikit sekali mengandung oksigen maka lapisan pasir tersebut juga akan akan menghasilkan karat yang kecil sekali pada tiang pancang baja. Pada umumnya tiang pancang baja akan berkarat di bagian atas yang dekat dengan permukaan tanah. Hal ini disebabkan karena Aerated-Condition ( keadaan udara pada pori-pori tanah ) pada lapisan tanah tersebut dan adanya bahan-bahan organis dari air tanah. Hal ini dapat ditanggulangi dengan memoles tiang baja tersebut dengan ter ( coaltar ) atau dengan sarung beton sekurang-kurangnya 20” ( ± 60 cm ) dari muka air tanah terendah. Karat/korosi yang terjadi karena udara (atmosphere corrosion) pada bagian tiang yang terletak di atas tanah dapat dicegah dengan pengecatan seperti pada konstruksi baja biasa.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6 Tiang pancang baja (Sardjono, 1991) D. Tiang pancang komposit Tiang pancang komposit adalah tiang pancang yang terdiri dari dua bahan yang berbeda yang bekerja bersama-sama sehingga merupakan satu tiang. Kadang-kadang pondasi tiang dibentuk dengan menghubungkan bagian atas dan bagian bawah tiang dengan bahan yang berbeda, misalnya dengan bahan beton di atas muka air tanah dan bahan kayu tanpa perlakuan apapun disebelah bawahnya. Biaya dan kesulitan yang timbul dalam pembuatan sambungan menyebabkan cara ini diabaikan. 1. Water Proofed Steel and Wood Pile. Tiang ini terdiri dari tiang pancang kayu untuk bagian yang di bawah permukaan air tanah sedangkan bagian atas adalah beton. Kita telah mengetahui bahwa kayu akan tahan lama/awet bila terendam air, karena itu bahan kayu disini diletakan di bagian bawah yang mana selalu terletak dibawah air tanah. Kelemahan
tiang ini adalah pada tempat sambungan apabila tiang
pancang ini menerima gaya horizontal yang permanen. Adapun cara pelaksanaanya secara singkat sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
a. Casing dan core (inti) dipancang bersama-sama dalam tanah hingga mencapai kedalaman yang telah ditentukan untuk meletakan tiang pancang kayu tersebut dan ini harus terletak dibawah muka air tanah yang terendah. b. Kemudian core ditarik keatas dan tiang pancang kayu dimasukan dalam casing dan terus dipancang sampai mencapai lapisan tanah keras. c. Secara mencapai lapisan tanah keras pemancangan dihentikan dan core ditarik keluar dari casing. Kemudian beton dicor kedalam casing sampai penuh terus dipadatkan dengan menumbukkan core ke dalam casing. 2. Composite Dropped in – Shell and Wood Pile Tipe tiang ini hampir sama dengan tipe diatas hanya bedanya di sini memakai shell yang terbuat dari bahan logam tipis permukaannya di beri alur spiral. Secara singkat pelaksanaanya sebagai berikut: a. Casing dan core dipancang bersama-sama sampai mencapai kedalaman yang telah ditentukan di bawah muka air tanah. b. Setelah mencapai kedalaman yang dimaksud core ditarik keluar dari casing dan tiang pancang kayu dimasukkan dalam casing terus dipancang sampai mencapai lapisan tanah keras. Pada pemancangan tiang pancang kayu ini harus diperhatikan benar-benar agar kepala tiang tidak rusak atau pecah. c. Setelah mencapai lapisan tanah keras core ditarik keluar lagi dari casing. d. Kemudian shell berbentuk pipa yang diberi alur spiral dimasukkan dalam casing. Pada ujung bagian bawah shell dipasang tulangan
Universitas Sumatera Utara
berbentuk sangkar yang mana tulangan ini dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat masuk pada ujung atas tiang pancang kayu tersebut. e. Beton kemudian dicor kedalam shell. Setelah shell cukup penuh dan padat casing ditarik keluar sambil shell yang telah terisi beton tadi ditahan terisi beton tadi ditahan dengan cara meletakkan core diujung atas shell. 3. Composit Ungased – Concrete and Wood Pile. Dasar pemilihan tiang composit tipe ini adalah:
Lapisan tanah keras dalam sekali letaknya sehingga tidak memungkinkan
untuk menggunakan cast in place concrete pile, sedangkan kalau menggunakan precast concrete pile terlalu panjang, akibatnya akan susah dalam transport dan mahal.
Muka air tanah terendah sangat dalam sehingga bila menggunakan tiang
pancang kayu akan memerlukan galian yang cukup dalam agar tiang pancang kayu tersebut selalu berada dibawah permukaan air tanah terendah. Adapun prinsip pelaksanaan tiang composite ini adalah sebagai berikut: a. Casing baja dan core dipancang bersama-sama dalam tanah sehingga sampai pda kedalaman tertentu ( di bawah m.a.t ) b. Core ditarik keluar dari casing dan tiang pancang kayu dimasukkan casing terus dipancang sampai kelapisan tanah keras. c. Setelah sampai pada lapisa tanah keras core dikeluarkan lagi dari casing dan beton sebagian dicor dalam casing. Kemudian core dimasukkan lagi dalam casing.
Universitas Sumatera Utara
d. Beton ditumbuk dengan core sambil casing ditarik ke atas sampai jarak tertentu sehingga terjadi bentuk beton yang menggelembung seperti bola diatas tiang pancang kayu tersebut. e. Core ditarik lagi keluar dari casing dan casing diisi dengan beton lagi sampai padat setinggi beberapa sentimeter diatas permukaan tanah. Kemudian beton ditekan dengan core kembali sedangkan casing ditarik keatas sampai keluar dari tanah. f. Tiang pancang composit telah selesai Tiang pancang composit seperti ini sering dibuat oleh The Mac Arthur Concrete Pile Corp. 4. Composite Dropped – Shell and Pipe Pile Dasar pemilihan tipe tiang seperti ini adalah: Lapisan tanah keras letaknya terlalu dalam bila digunakan cast in place concrete. Muka air tanah terendah terlalu dalam kalau digunakan tiang composit yang bagian bawahnya terbuat dari kayu. Cara pelaksanaan tiang tipe ini adalah sebagai berikut: a. Casing dan core dipasang bersama-sama sehingga casing seluruhnya masuk dalam tanah. Kemudian core ditarik. b. Tiang pipa baja dengan dilengkapi sepatu pada ujung bawah dimasukkan dalam casing terus dipancang dengan pertolongan core sampai ke tanah keras. c. Setelah sampai pada tanah keras kemudian core ditarik keatas kembli.
Universitas Sumatera Utara
d. Kemudian shell yang beralur pada dindingnya dimasukkan dalam casing hingga bertumpu pada penumpu yang terletak diujung atas tiang pipa baja.bila diperlukan pembesian maka besi tulangan dimasukkan dalam shell dan kemudian beton dicor sampai padat. e. Shell yang telah terisi dengan beton ditahan dengan core sedangkan casing ditarik keluar dari tanah. Lubang disekeliling shell diisi dengan tanah atau pasir. Variasi lain pada tipe tiang ini dapat pula dipakai tiang pemancang baja H sebagai ganti dari tiang pipa. 5. Franki Composite Pile Prinsip tiang hampir sama dengan tiang franki biasa hanya bedanya disini pada bagian atas dipergunakan tiang beton precast biasa atau tiang profil H dari baja. Adapun cara pelaksanaan tiang composit ini adalah sebagai berikut: a. Pipa dengan sumbat beton dicor terlebih dahulu pada ujung bawah pipa baja dipancang dalam tanah dengan drop hammer sampai pada tanah keras. Cara pemasangan ini sama seperti pada tiang franki bias. b. Setelah pemancangan
sampai
pada kedalaman yang telah
direncanakan, pipa diisi lagi dengan beton dan terus ditumbuk dengan drop hammer sambil pipa ditarik lagi ke atas sedikit sehingga terjadi bentuk beton seperti bola. c. Setelah tiang beton precast atau tiang baja H masuk dalam pipa sampai bertumpu pada bola beton pipa ditarik keluar dari tanah. d. Rongga disekitar tiang beton precast atau tiang baja H diisi dengan kerikil atau pasir.
Universitas Sumatera Utara
2.4.2
Pondasi tiang pancang menurut pemasangannya Pondasi tiang pancang menurut cara pemasangannya dibagi dua bagian
besar, yaitu: A. Tiang pancang pracetak Tiang pancang
pracetak adalah tiang
pancang yang dicetak dan dicor
didalam acuan beton (bekisting), kemudian setelah cukup kuat lalu diangkat dan dipancangkan. Tiang pancang pracetak ini menurut cara pemasangannya terdiri dari : 1. Cara penumbukan, dimana tiang pancang tersebut dipancangkan kedalam tanah dengan cara penumbukan oleh alat penumbuk (hammer). 2. Cara penggetaran, dimana tiang pancang tersebut dipancangkan kedalam tanah dengan cara penggetaran oleh alat penggetar (vibrator). 3. Cara penanaman, dimana permukaan tanah dilubangi terlebih dahulu sampai kedalaman tertentu, lalu tiang pancang dimasukkan, kemudian lubang tadi ditimbun lagi dengan tanah. Cara penanaman ini ada beberapa metode yang digunakan: a. Cara pengeboran sebelumnya, yaitu dengan cara mengebor tanah sebelumnya lalu tiang dimasukkan kedalamnya dan ditimbun kembali. b. Cara pengeboran inti, yaitu tiang ditanamkan dengan mengeluarkan tanah dari bagian dalam tiang. c. Cara pemasangan dengan tekanan, yaitu tiang dipancangkan kedalam tanah dengan memberikan tekanan pada tiang.
Universitas Sumatera Utara
d. Cara pemancaran, yaitu tanah pondasi diganggu dengan semburan air yang keluar dari ujung serta keliling tiang, sehingga tidak dapat dipancangkan kedalam tanah. B. Tiang yang dicor ditempat (cast in place pile) Tiang yang dicor ditempat (cast in place pile) ini menurut teknik penggaliannya terdiri dari beberapa macam cara yaitu: 1. Cara penetrasi alas, yaitu pipa baja yang dipancangkan kedalam tanah kemudian pipa baja tersebut dicor dengan beton. 2. Cara penggalian, cara ini dapat dibagi lagi urut peralatan pendukung yang digunakan antara lain : a. Penggalian dengan tenaga manusia, penggalian lubang pondasi tiang pancang dengan tenaga manusia adalah penggalian lubang pondasi yang masih sangat sederhana dan merupakan cara konvensional. Hal ini dapat dilihat dengan cara pembuatan pondasi dalam, yang pada umumnya hanya mampu dilakukan pada kedalaman tertentu. b. Penggalian dengan tenaga mesin, penggalian lubang pondasi tiang pancang dengan tenaga mesin adalah penggalian lubang pondasi dengan bantuan tenaga mesin, yang memiliki kemampuan lebih baik dan lebih canggih. 2.5.
Alat Tiang Pancang Dalam pemasangan tiang kedalam tanah, tiang dipancang dengan alat
pemukul yang dapat berupa pemukul (hammer) mesin uap, pemukul getar atau pemukul yang hanya dijatuhkan. Skema dari berbagai macam alat pemukul diperlihatkan dalam Gambar 2.7a sampai dengan 2.7d. Pada gambar terebut
Universitas Sumatera Utara
diperlihatkan pula alat-alat perlengkapan pada kepala tiang dalam pemancangan. Penutup (pile cap) biasanya diletakkan menutup kepala tiang yang kadang-kadang dibentuk dalam geometri tertutup. A. Pemukul Jatuh (drop hammer) Pemukul jatuh terdiri dari blok pemberat yang dijatuhkan dari atas. Pemberat ditarik dengan tinggi jatuh tertentu kemudian dilepas dan menumbuk tiang. Pemakaian alat tipe ini membuat pelaksanaan pemancangan berjalan lambat, sehingga alat ini hanya dipakai pada volume pekerjaan pemancangan yang kecil B. Pemukul Aksi Tiang (single-acting hammer) Pemukul aksi tunggal berbentung memanjang dengan ram yang bergerak naik oleh udara atau uap yang terkompresi, sedangkan gerakan turun ram disebabkan oleh beratnya sendiri. Energi pemukul aksi tunggal adalah sama dengan berat ram dikalikan tinggi jatuh (Gambar 2.7a).
(a)
(b)
Universitas Sumatera Utara
(c)
(d)
Gambar 2.7 Skema pemukul tiang : (a) Pemukul aksi tunggal (single acting hammer), (b) Pemukul aksi double (double acting hammer), (c) Pemukul diesel (diesel hammer), (d) Pemukul getar (vibratory hammer) (Hardiyatmo, H. C., 2006)
C. Pemukul Aksi Double (double-acting hammer) Pemukul aksi double menggunakan uap atau udara untuk mengangkat ram dan untuk mempercepat gerakan ke bawahnya (Gambar 2.7b). Kecepatan pukulan dan energi output biasanya lebih tinggi dari pada pemukul aksi tunggal. D. Pemukul Diesel (diesel hammer) Pemukul diesel terdiri dari silinder, ram, balok anvil dan sistem injeksi bahan bakar. Pemukul tipe ini umumnya kecil, ringan dan digerakkan dengan menggunakan bahan bakar minyak. Energi pemancangan total yang dihasilkan adalah jumlah benturan dari ram ditambah energi hasil dari ledakan (Gambar 2.7c).
Universitas Sumatera Utara
E. Pemukul Getar (vibratory hammer) Pemukul getar merupakan unit alat pancang yang bergetar pada frekuensi tinggi (Gambar 2.7d).
2.6.
Hidrolik Sistem Hidrolik Sistem adalah suatu metode pemancangan pondasi tiang dengan
menggunakan mekanisme hydraulic jacking foundation system, dimana sistem ini telah mendapatkan hak paten dari United States, United Kingdom, China dan New Zealand. Sistem ini terdiri dari suatu hydraulic ram yang ditempatkan pararel dengan tiang yang akan dipancang, dimana untuk menekan tiang tersebut ditempatkan sebuah mekanisme berupa plat penekan yang berada pada puncak tiang dan juga ditempatkan sebuah mekanisme pemegang (grip) tiang, kemudian tiang ditekan ke dalam tanah. Dengan sistem ini tiang akan tertekan secara kontiniu ke dalam tanah, tanpa suara, tanpa pukulan dan tanpa getaran. Penempatan sistem penekan hydraulic yang senyawa dan menjepit pada dua sisi tiang
menyebabkan didapatkannya posisi titik pancang yang cukup
presisi dan akurat. Ukuran diameter piston mesin hydraulic jack tergantung dengan besar kapasitas daya dukung mesin tersebut. Sebagai pembebanan, ditempatkan balok – balok beton atau plat – plat besi pada dua sisi bantalan alat yang pembebanannya disesuaikan dengan muatan yang dibutuhkan tiang. Keunggulan teknologi hidrolik sistem ini yang ditinjau dari beberapa segi, antara lain adalah: 1. Bebas getaran
Universitas Sumatera Utara
Bila suatu
proyek yang akan
dikerjakan
berdampingan dengan
bangunan, pabrik atau instansi yang sarat akan peralatan instrumentasi yang sedang bekerja, maka teknologi hydraulic jacking system ini akan menyelesaikan masalah wajib bebas getaran terhadap instalasi yang ada tersebut. 2. Bebas pengotoran lokasi kerja dan udara serta bebas dari kebisingan Teknologi pemancangannya bersih dari asap dan partikel debu (jika menggunakan drop hammer) serta bebas dari unsur berlumpur (jika menggunakan bore piles). Karena sistem ini juga tidak bising akibat suara pukulan pancang (seperti pada drop hammer), maka untuk lokasi yang membutuhkan ketenangan seperti rumah sakit, sekolah dan bangunan di tengah kota, teknologi ini tidak akan membuat lingkungan sekitarnya terganggu. hydraulic jacking system ini juga disebut dengan teknologi berwawasan lingkungan (environment friendly). 3. Daya dukung aktual per tiang diketahui Seperti kita ketahui bahwa kondisi tanah asli di bawah pondasi yang akan dibangun umumnya terdiri dari lapisan – lapisan yang berbeda ketebalannya, jenis tanah maupun daya dukungnya. Dengan hydraulic jacking system, daya dukung setiap tiang dapat diketahui dan dimonitor langsung dari manometer yang dipasang pada peralatan hydraulic jacking system sepanjang proses pemancangan berlangsung. 4. Harga yang ekonomis Teknologi hydraulic jacking ini tidak memerlukan pemasangan tulangan ekstra penahan impack pada kepala tiang pancang seperti pada tiang
Universitas Sumatera Utara
pancang umumnya. Disamping itu, dengan sistem pemancangan yang simpel dan cepat menyebabkan biaya operasional yang lebih hemat. 5. Lokasi kerja yang terbatas Dengan tinggi alat yang relatif rendah, hydraulic jacking system ini dapat digunakan pada basement, ground floor atau lokasi kerja yang terbatas, Alat hydraulic jacking system ini dapat dipisahkan menjadi beberapa komponan sehingga memudahkan untuk dapat dibawa masuk atau keluar lokasi kerja. Kekurangan dari teknologi, hydraulic jacking system antara lain adalah : 1. Apabila terdapat batu atau lapisan tanah keras yang tipis pada ujung tiang yang ditekan, maka hal tersebut akan mengakibatkan kesalahan pada saat pemancangan; 2. Sulitnya mobilisasi alat pada daerah lunak ataupun pada daerah berlumpur (biasanya pada areal tanah timbunan); 3. Karena hydraulic jacking ini mempunyai berat sekitar 320 ton dan saat permukaan tanah yang tidak sama daya dukungnya, maka hal tersebut akan dapat mengakibatkan posisi alat pancang menjadi miring bahkan tumbang. Kondisi ini akan sangat berbahaya terhadap keselamatan pekerja; 4. Pergerakan
alat
hydraulic
jacking
ini
sedikit
lambat,
proses
pemindahannya relatif lama untuk pemancangan titik yang berjauhan.
Universitas Sumatera Utara
2.7.
Metode Pelaksanaan Pondasi Tiang Pancang Aspek teknologi sangat berperan dalam suatu proyek konstruksi.
Umumnya, aplikasi teknologi ini banyak diterapkan dalam metode pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Penggunaan metode yang tepat, praktis, cepat dan aman, sangat membantu dalam penyelesaian pekerjaan pada suatu proyek konstruksi. Sehingga target waktu, biaya dan mutu sebagaimana ditetapkan dapat tercapai. Tahapan pekerjaan pondasi tiang pancang adalah sebagai berikut: A. Pekerjaan Persiapan 1. Membubuhi tanda, tiap tiang pancang harus dibubuhi tanda serta tanggal saat tiang tersebut dicor. Titik-titik angkat yang tercantum pada gambar harus dibubuhi tanda dengan jelas pada tiang pancang. Untuk mempermudah perekaan, maka tiang pancang diberi tanda setiap 1 meter. 2. Pengangkatan/pemindahan, tiang pancang harus dipindahkan/diangkat dengan hati-hati sekali guna menghindari retak maupun kerusakan lain yang tidak diinginkan. 3. Rencanakan final set tiang, untuk menentukan pada kedalaman mana pemancangan tiang dapat dihentikan, berdasarkan data tanah dan data jumlah pukulan terakhir (final set). 4. Rencanakan
urutan
pemancangan, dengan pertimbangan kemudahan
manuver alat. Lokasi stock material agar diletakkan dekat dengan lokasi pemancangan. 5. Tentukan titik pancang dengan theodolith dan tandai dengan patok.
Universitas Sumatera Utara
6. Pemancangan dapat dihentikan sementara untuk peyambungan batang berikutnya bila level kepala tiang telah mencapai level muka tanah sedangkan level tanah keras yang diharapkan belum tercapai. Proses penyambungan tiang : a. Tiang diangkat dan kepala tiang dipasang pada helmet seperti yang dilakukan pada batang pertama. b. Ujung bawah tiang didudukkan diatas kepala tiang yang pertama sedemikian sehingga sisi-sisi pelat sambung kedua tiang telah berhimpit dan menempel menjadi satu. c. Penyambungan sambungan las dilapisi dengan anti karat d. Tempat sambungan las dilapisi dengan anti karat. 7. Selesai penyambungan, pemancangan dapat dilanjutkan seperti yang dilakukan pada batang pertama. Penyambungan dapat diulangi sampai mencapai kedalaman tanah keras yang ditentukan. 8. Pemancangan tiang dapat dihentikan bila ujung bawah tiang telah mencapai lapisan tanah keras/final set yang ditentukan. 9. Pemotongan tiang pancang pada cut off level yang telah ditentukan. B. Proses Pemancangan 1. Alat pancang ditempatkan sedemikian rupa sehingga as hammer jatuh pada patok titik pancang yang telah ditentukan. 2. Tiang diangkat pada titik angkat yang telah disediakan pada setiap lubang. 3. Tiang didirikan disamping driving lead dan kepala tiang dipasang pada helmet yang telah dilapisi kayu sebagai pelindung dan pegangan kepala tiang.
Universitas Sumatera Utara
4. Ujung bawah tiang didudukkan secara cermat diatas patok pancang yang telah ditentukan. 5. Penyetelan vertikal tiang dilakukan dengan mengatur panjang backstay sambil diperiksa dengan waterpass sehingga diperoleh posisi yang betul-betul vertikal. Sebelum pemancangan dimulai, bagian bawah tiang diklem dengan center gate pada dasar driving lead agar posisi tiang tidak bergeser selama pemancangan, terutama untuk tiang batang pertama. 6. Pemancangan dimulai dengan mengangkat dan menjatuhkan hammer secara kontinyu ke atas helmet yang terpasang diatas kepala tiang. C. Metode pengangkatan tiang pancang 1. Pengangkatan tiang untuk disusun (dengan dua tumpuan ) Metode pengangkatan dengan dua tumpuan ini biasanya dilaksanakan pada saat penyusunan tiang pancang, baik itu dari pabrik (PT. Wika Beton) ke trailer ataupun dari Trailer ke penyusunan lapangan. Persyaratan umum dari metode ini adalah jarak titik angkat dari kepala tiang adalah 1/5 L. Untuk mendapatkan jarak harus diperhatikan momen maksimum pada bentangan, haruslah sama dengan momen minimum pada titik angkat tiang sehingga dihasilkan momen yang sama. Pada prinsipnya pengangkatan dengan dua tumpuan untuk tiang beton adalah dalam tanda pengangkatan dimana tiang beton pada titik angkat berupa kawat yang terdapat pada tiang beton yang telah ditentukan dan untuk lebih jelas dapat dilihat oleh gambar.
Universitas Sumatera Utara
Kabel baja pengangkat
titik angkat (garis rantai) bantalan kepala tiang permukaan tanah
Kabel baja pengangkat
1/5L
3/5L
1/5L
Gambar 2.8 Pengangkatan Tiang Dengan Dua tumpuan
2. Pengangkatan dengan satu tumpuan Metode pengangkatan ini biasanya digunakan pada saat tiang sudah siap akan dipancang oleh mesin pemancangan sesuai dengan titik pemancangan yang telah ditentukan di lapangan. Adapun persyaratan utama dari metode pengangkatan satu tumpuan ini adalah jarak antara kepala tiang dengan titik angker berjarak L/3. Untuk mendapatkan jarak ini, haruslah diperhatikan bahwa momen maksimum pada
Universitas Sumatera Utara
tempat pengikatan tiang sehingga dihasilkan nilai momen yang sama.
Gambar 2.9 Pengangkatan Tiang Dengan Satu Tumpuan
D. Quality Control 1. Kondisi fisik tiang a. Seluruh permukaan tiang tidak rusak atau retak b. Umur beton telah memenuhi syarat c. Kepala tiang tidak boleh mengalami keretakan selama pemancangan
Universitas Sumatera Utara
2. Toleransi Vertikalisasi tiang diperiksa secara periodik selama proses pemancangan berlangsung. Penyimpangan arah vertikal dibatasi tidak lebih dari 1:75 dan penyimpangan arah horizontal dibatasi tidak lebih dari 75 mm. 3. Penetrasi Tiang sebelum dipancang harus diberi tanda pada setiap setengah meter di sepanjang tiang untuk mendeteksi penetrasi per setengah meter. Dicatat jumlah pukulan untuk penetrasi setiap setengah meter. 4.
Final set Pamancangan baru dapat dihentikan apabila telah dicapai final set sesuai perhitungan.
(a)
(b)
(c)
Gambar 2.10 Urutan pemancangan : (a) Pemancangan tiang, (b) Penyambungan tiang, (c) Calendering/final set
Universitas Sumatera Utara
2.8.
Tiang Dukung Ujung dan Tiang Gesek Ditinjau dari cara mendukung beban, tiang dapat dibagi menjadi 2 (dua)
macam (Hardiyatmo, H. C.,2002), yaitu: 1. Tiang dukung ujung (end bearing pile) adalah tiang yang kapasitas dukungnya ditentukan oleh tahanan ujung tiang. Umumnya tiang dukung ujung berada dalam zone tanah yang lunak yang berada diatas tanah keras. Tiang-tiang dipancang sampai mencapai batuan dasar atau lapisan keras lain yang dapat mendukung beban yang diperkirakan tidak
mengakibatkan
penurunan
berlebihan.
Kapasitas
tiang
sepenuhnya ditentukan dari tahanan dukung lapisan keras yang berada dibawah ujung tiang (Gambar 2.11a). 2. Tiang gesek (friction pile) adalah tiang yang kapasitas dukungnya lebih ditentukan oleh perlawanan gesek antara dinding tiang dan tanah disekitarnya (Gambar 2.11b). Tahanan
gesek dan pengaruh
konsolidasi lapisan tanah dibawahnya diperhitungkan pada hitungan kapasitas tiang.
(a)
(b)
Gambar 2.11 Tiang ditinjau dari cara mendukung bebannya (Hardiyatmo, H. C., 2006)
Universitas Sumatera Utara
2.9.
Kapasitas Daya Dukung
2.9.1. Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang dari Hasil Sondir Diantara perbedaaan
tes dilapangan, sondir atau cone penetration test
(CPT) seringkali sangat dipertimbangkan berperanan dari geoteknik. CPT atau sondir ini tes yang sangat cepat, sederhana, ekonomis dan tes tersebut dapat dipercaya dilapangan dengan pengukuran terus-menerus dari permukaan tanahtanah dasar. CPT atau sondir ini dapat juga mengklasifikasi lapisan tanah dan dapat
memperkirakan kekuatan dan karakteristik dari tanah. Didalam
perencanaan pondasi tiang pancang (pile), data tanah sangat diperlukan dalam merencanakan kapasitas daya dukung (bearing capacity) dari tiang pancang sebelum pembangunan dimulai, guna menentukan kapasitas daya dukung ultimit dari tiang pancang. Untuk menghitung daya dukung tiang pancang berdasarkan data hasil pengujian sondir dapat dilakukan dengan menggunakan metode Aoki dan De Alencar dengan persamaan sebagai berikut : Qu = Qb + Qs = qb.Ab + f.As ............................................................. …(2.1) dimana : Qu = Kapasitas daya dukung aksial ultimit tiang pancang. Qb = Kapasitas tahanan di ujung tiang. Qs
= Kapasitas tahanan kulit.
qb
= Kapasitas daya dukung di ujung tiang persatuan luas.
Ab = Luas di ujung tiang. f
= Satuan tahanan kulit persatuan luas.
As
= Luas kulit tiang pancang.
Universitas Sumatera Utara
Dalam menentukan kapasitas daya dukung aksial ultimit (Qu) dipakai Metode Aoki dan De Alencar. Aoki dan Alencar mengusulkan untuk memperkirakan kapasitas dukung ultimit dari data Sondir. Kapasitas dukung ujung persatuan luas (qb) diperoleh sebagai berikut : qb =
qca (base) ................................................................................ ..…(2.2) Fb
dimana : qca (base)
= Perlawanan konus rata-rata 1,5D diatas ujung tiang, 1,5D dibawah ujung tiang
Fb
=
faktor empirik tergantung pada tipe tanah.
Setelah diperoleh nilai qb maka kita hitung nilai kapasitas dukung ujung tiang (Qb) dengan menggunakan rumus: Qb = qb x Ap …………………………………………………………(2.3)
Kapasitas kulit persatuan luas (f) diprediksi sebagai berikut : F = qc (side)
αs Fs
.............................................................................. … (2.4)
dimana : qc (side)
= Perlawanan konus rata-rata pada masing lapisan sepanjang tiang.
Fs
= Faktor empirik yang tergantung pada tipe tanah.
Fb
= Faktor empirik yang tergantung pada tipe tanah.
Faktor Fb dan Fs diberikan pada Tabel 2.1 dan nilai-nilai faktor empirik αs diberikan pada Tabel 2.1.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Faktor empirik Fb dan Fs (Titi & Farsakh, 1999) Tipe Tiang Pancang
Fb
Fs
Tiang Bor
3,5
7,0
Baja
1,75
3,5
Beton Pratekan
1,75
3,5
Tabel 2.2 Nilai faktor empirik untuk tipe tanah yang berbeda (Titi & Farsak1999) αs Tipe Tanah
Tipe Tanah
αs (%)
Pasir berlanau
2,2
Tipe Tanah
αs (%)
(%) Lempung Pasir
1,4
2,4 berpasir Lempung
Pasir berlanau Pasir kelanauan
2,0
2,8
berpasir
2,8
dengan lempung dengan lanau Pasir kelanauan dengan
Lempung 2,4
Lanau
3,0
lempung
berlanau dengan pasir
Pasir
Lanau Lempung
berlempung
3,0
2,8
berlempung
4,0
3,0 berlanau
dengan lanau
dengan pasir
Pasir
Lanau 3,0
berlempung
3,4
Lempung
6,0
berlempung
Universitas Sumatera Utara
Pada umumnya nilai αs untuk pasir = 1,4 persen, nilai αs untuk lanau = 3,0 persen dan nilai αs untuk lempung = 6,0 persen. Setelah kita peroleh nila f, maka kita dapat hitung kapasitas kulit (Qs) Setelah menggunakan rumus: Qs = f x As dimana: f
= Kapasitas dukung kulit persatuan
As
= Luas kulit tiang pancang ……………………………………(2.5)
Apabila nilai Qb dan Qs telah kita peroleh, maka nilai kapasitas daya dukungaksial ultimit tiang (Qu) dapat kita hitung dengan rumus di bawah ini: Qu = Qb + Qs
…………………………………………………...…(2.6)
dimana: Qu
= Kapasitas daya dukung aksial ultimit tiang
Qb
= Kapasitas tahanan di ujung tiang
Qs
= Kapasitas tahanan kulit
Pada tahap terakhir, kita dapat memperoleh daya dukung ijin tiang (Qa) dengan memperhitungkan faktor keamanan (safety factor) sesuai dengan rumus berikut :
Qa =
Qu SF
………………………………………………….............…(2.7)
dimana : Qa
= Daya dukung ijin tiang
Qu
= Kapasitas daya dukung aksial ultimit tiang
FS
= Faktor keamanan.
Universitas Sumatera Utara
Untuk menghitung daya dukung tiang pancang berdasarkan data hasil pengujian sondir dapat dilakukan dengan menggunakan metode Meyerhoff. Daya dukung ultimite pondasi tiang pancang tunggal dinyatakan dengan rumus: Qult = (qc x Ap)+(JHL x K11)............................................................ …(2.8) dimana : Qult
= Kapasitas daya dukung tiang pancang tunggal.
qc
= Tahanan ujung sondir.
Ap
= Luas penampang tiang.
JHL
= Jumlah hambatan lekat.
K11
= Keliling tiang.
Daya dukung ijin pondasi dinyatakan dengan rumus : Qijin =
q c xAc JHLxK 11 + ................................................................ …(2.9) 3 5
dimana : Qijin
= Kapasitas daya dukung ijin pondasi.
qc
= Tahanan ujung sondir.
Ap
= Luas penampang tiang.
JHL
= Jumlah hambatan lekat.
K11
=
Keliling tiang.
2.9.2. Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang dari Hasil SPT Standard Penetration Test (SPT) adalah sejenis percobaan dinamis dengan memasukkan suatu alat yang dinamakan split spoon kedalam tanah. Dengan percobaan ini akan diperoleh kepadatan relatif (relative density), sudut geser tanah (Ф) berdasarkan nilai jumlah pukulan (N). Hubungan kepadatan relatif, sudut geser tanah dan nilai N dari pasir dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3 Hubungan Dr, Ф dan N dari pasir (Mekanika Tanah & Teknik Pondasi, Sosrodarsono Suyono Ir, 1983) Sudut Geser Dalam Nilai N
Kepadatan Relative (Dr)
Menurut
Menurut
Peck
Meyerhof
0-4
0,0-0,2
Sangat lepas
< 28,5
< 30
4-10
0,2-0,4
Lepas
28,5-30
30-35
10-30
0,4-0,6
Sedang
30-36
35-40
30-50
0,6-0,8
Padat
36-41
40-45
> 50
0,8-1,0
Sangat Padat
< 41
> 45
Hasil uji SPT yang diperoleh dari lapangan perlu dilakukan koreksi. Pada data uji SPT terdapat dua jenis koreksi, yaitu koreksi efisiensi alat (cara pengujian) dan koreksi tegangan overburden efektif (kedalaman). 1. Skempton, 1986, mengembangkan koreksi nilai SPT sebagai berikut : N60 =
Em . CB . CS . CR .................................................................. …(2.10) 0,60
dimana : N60 = Nilai koreksi SPT terhadap cara pengujian. Em = Hammer eficiency (Tabel 2.4). CB = Koreksi diameter bor (Tabel 2.5). CS = Koreksi sampler (Tabel 2.5). CR = Koreksi panjang tali (Tabel 2.5). N
= Harga SPT lapangan.
Universitas Sumatera Utara
2. Koreksi tegangan overburden efektif (kedalaman) sebagai berikut: N’60 = CN . N60 ................................................................................. …(2.11) Pasir halus normal konsolidasi:
2
CN =
σ' 1+ v
................................................................................ …(2.12)
σr
Pasir kasar normal konsolidasi:
3
CN =
2+
σ v'
............................................................................... …(2.13)
σr
Pasir over konsolidasi:
1,7
CN =
0,7 +
σ v'
............................................................................. …(2.14)
σr
dimana : N’60 = Nilai SPT terkoreksi cara pengujian dan regangan overburden. σ'v
= Tegangan overburden efektif.
σr
= Reference stress = 100 kPa.
N60 = Nilai koreksi SPT terhadap cara pengujian Tabel 2.4 SPT hammer efficiencies (Clayton, 1990)
Country
Hammer Release
Hammer
Mechanism
Effeciency, Em
Hammer Type
Argentina
Donut
Cathead
0.45
Brazil
Pin weight
Hand dropped
0.72
Automatic
Trip
0.60
Donut
Hand dropped
0.55
China
Universitas Sumatera Utara
Colombia
Donut
Cathead
0.50
Donut
Cathead
0.50
Tombi trigger Donut Japan
0.78-0.85 Cathead 2 turns +
Donut
0.65-0.67 Special release
UK
Automatic
Trip
0.73
Safety
2 turns on cathead
0.55-0.60
Donut
2 turns on cathead
0.45
Donut
Cathead
0.43
USA
Venezuela
Tabel 2.5 Borehole, Sampler and Rod correction factors (Skempton, 1986) Factor
Equipment Variables
Value
Borehole diameter factor, CB
2.5-4.5 in (65-115 mm)
1.00
6 in (150 mm)
1.05
8 in (200 mm)
1.15
Standard sampler
1.00
Sampler without liner (not
1.20
Sampling methode factor, CS
recommended) Rod lenght factor, CR 10-13 ft (3-4 m)
0.75
Universitas Sumatera Utara
13-20 ft (4-6 m)
0.85
20-30 ft (6-10 m)
0.95
> 30 ft (> 10 m)
1.00
Hubungan antara harga N dengan berat isi yang sebenarnya hampir tidak mempunyai arti karena hanya mempunyai partikel kasar (tabel II.5). Harga berat isi yang dimaksud sangat tergantung pada kadar air. Table 2.6 Hubungan antara N dengan Berat Isi Tanah (Sosrodarsono, 1983) Harga N
<10
10 - 30
30 – 50
>50
12 – 16
14 - 18
16 – 20
18 – 23
<4
4 - 15
16 – 25
>25
16 – 18
>20
Tanah tidak Berat isi kohesif
γ kN/m3 Harga N
Tanah Berat isi kohesif
γ kN/m3
14 – 18
16 - 18
Pada tanah tidak kohesif daya dukung sebanding dengan berat isi tanah, hal ini berarti bahwa tinggi muka air tanah banyak mempengaruhi daya dukung pasir. Tanah dibawah air mempunyai berat isi efektif yang kira-kira setengah berat isi tanah diatas muka air. Tanah dapat dikatakan mempunyai daya dukung yang baik, dapat dinilai dari ketentuan berikut ini : 1. Lapisan kohesif mempunyai nilai SPT, N > 35 2. Lapisan kohesif mempunyai harga kuat tekan (qu) 3 – 4 kg/cm² atau harga SPT, N > 15
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.12 Grafik Variasi harga α berdasarkan kohesi tanah Perkiraan kapasitas daya dukung pondasi tiang pancang pada tanah pasir dan silt didasarkan pada data uji lapangan SPT, ditentukan dengan perumusan sebagai berikut: 1.
Kekuatan ujung tiang (end bearing), (Meyerhof, 1976). Untuk tanah pasir dan kerikil: Qp = 40 . N-SPT . L D . Ap < 400 . N-SPT . Ap ......................... …(2.15) Untuk tahanan geser selimut tiang adalah: Qs = 2 N-SPT . p. L ...................................................................... …(2.16) Daya dukung ujung tiang (end bearing) untuk tanah kohesif plastis : Qp = 9 . Cu . Ap ............................................................................ …(2.17) Cu = N-SPT . 2/3 . 10
Universitas Sumatera Utara
Untuk tahanan geser selimut tiang adalah: Qs = α . cu . p . Li ........................................................................... …(2.18) Dimana : α
2.
= Koefisien adhesi antara tanah dan tiang
Cu
= Kohesi Undrained
p
= keliling tiang
Li
= panjang lapisan tanah
Kekuatan Lekatan (skin friction), (Meyerhof, 1976). Untuk pondasi tiang tipe large displacement (driven pile) : fs =
σr 50
N60 ................................................................................. …(2.19)
Untuk pondasi tiang tipe small displacement (bored pile) : fs =
σ r N .................................................................................. …(2.20) 60 100
dan : Psu = As . fs .................................................................................... …(2.21) dimana : fs
= Tahanan satuan skin friction, kN/m2.
N60 = Nilai SPT N60. As
= Luas selimut tiang.
Pus = Kapasitas daya dukung gesekan (skin friction), kN. Untuk tahanan geser selimut tiang pancang pada tanah non-kohesif : QS = 2 . N-SPT . p . Li .................................................................. …(2.22) dimana: Li
= Panjang lapisan tanah, m.
p
= Keliling tiang, m.
Universitas Sumatera Utara
2.9.3. Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Dari Hasil Bacaan Jack Manometer Kapasitas daya dukung
tiang
pancang
dapat diketahui berdasarkan
bacaan manometer yang tersedia pada alat pancang hydraulic jack. Kapasitas daya dukung tiang dapat dihitung dengan rumus : Q = P x A..............................................................................................(2.23) Keterangan; Q = Daya dukung tiang pada saat pemancangan (Ton) P = Bacaan manometer (Kg/cm2) A = Total luas efektif penampang piston (cm2) Pada setiap mesin mempunyai dua buah piston. Untuk mesin kapasitas 320 Ton : Diameter piston hydraulic jack
(1) = 180 mm = 18 cm (2) = 220 mm = 22 cm
Luas penampang piston
(1) = π.r2 = π. 92 cm = 254,47 cm2
Luas penampang piston
(2) = π.112 cm = 380,132 cm2
Total luas efektif penampang piston
= (2 x 254,47) + (2 x 380,132) = 1269,204 cm2
2.10. Kapasitas Kelompok Tiang Kapasitas kelompok tiang tidak selalu sama dengan jumlah kapasitas tiang tunggal yang berada dalam kelompoknya. Hal ini dapat terjadi jika tiang dipancang dalam lapisan pendukung yang mudah mampat atau dipancang pada lapisan yang tidak mudah mampat, namun di bawahnya terdapat lapisan lunak.
Universitas Sumatera Utara
Stabilitas kelompok tiang-tiang tergantung dari dua hal, yaitu (Hardiyatmo, 2003): 1. Kemampuan tanah di sekitar dan di bawah kelompok tiang untuk mendukung beban total; 2. Pengaruh konsolidasi tanah yang terletak di bawah kelompok tiang. Oleh karena itu, cara pemasangan tiang tunggal, seperti: pemasangan tiang dengan cara dipancang, dibor, atau ditekan, akan berpengaruh kecil kedua hal tersebut di atas. Pada beban struktur tertentu, penurunan kelompok tiang yang sama dengan penurunan tinag tunggal hanya terjadi jika dasar kelompok tiang terletak pada lapisan keras. Jika tiang-tiang dipancang pada
lapisan
yang
mampat (misalnya
lempung kaku), atau kondisi yang lain, dipancang pada lapisan yang tidak mudah mampat (misalnya pasir padat) tetapi lapisan tersebut berada di atas lapisan tanah lunak, maka kapasitas kelompok tiang mungkin lebih rendah dari jumlah kapasitas masing-masing tiang. Demikian pula, penurunan kelompok tiang yang terjadi sangat mungkin lebih besar dari penurunan tiang tunggalnya, pada beban yang sama. Pada tiang tunggal luas zone tertekan pada bagian bawah tiang sangat lebih kecil dari pada luas zone tertekan untuk kelompok tiang. Hal ini yang menyebabkan penurunan kelompok tiang menjadi lebih besar dari pada penurunan tiang tunggal.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.13 Perbandingan Zona Tertekan pada Tiang Tunggal dan Kelompok Tiang. (a)Tiang Tunggal, (b) Kelompok Tiang
2.11 Kapasitas Kelompok dan Efisiensi Tiang dalam Tanah Kohesif Jika kelompok tiang dipancang dalam tanah lempung lunak, pasir tidak padat, atau timbunan, dengan tiang dasar yang bertumpu pada lapisan lempung kaku, maka kelompok tiang tersebut tidak mempunyai resiko akan mengalami keruntuhan geser umum (general shear failure). Kapasits kelompok tiang apung dipengaruhi oleh: 1. Jumlah kapasitas tiang tunggal dalam kelompok tiang bila jarak tiang jauh. 2. Tahanan gesek tiang yang dikembangkan oleh gesekan antara bagian luar kelompok tiang dengan tanah disekelilingnya, jika jarak terlalu dekat. Untuk menghitung kapasitas tiang yang berkaitan dengan
keruntuhan
blok, Terzaghi dan Peck (1948) mengambil asumsi-asumsi sebagai berikut: 1. Pelat penutup tiang (pile cap) sangat kaku. 2. Tanah yang berada di dalam kelompok tiang-tiang berkelakuan seperti blok padat.
Universitas Sumatera Utara
Dengan asumsi-asumsi tersebut, keseluruhan blok dapat dianggap sebgai pondasi-dalam, dengan kapasitas ultimit dinyatakan persamaan (Terzaghi dan Peck, 1948): Qs = 2 D (B + L ) c + 1,3 cb N c BL ………………………………(2.24)
dimana : Qs = Kapasitas ultimit kelompo, nilainya harus tidak melampaui nQs (dengan n = jumlah tiang dalam kelompoknya) (kN) c
= kohesi tanah di sekeliling kelompok tiang (kN/m3)
cb = Kohesi tanah di bawah dasar kelompok tiang (kN/m3) B = lebar kelompok tiang, dihitung dari pinggir tiang-tiang (m) L = panjang tiang kelompok D = kedalaman tiang di bawah permukaan tanah (m) N c = faktor kapasitas dukung
Dalam hitungan kapasitas kelompok tiang maka dipilih dari hal-hal berikut: 1. Jika kapasitas kelompok tiang (Q g ) lebih kecil daripada kapasitas tiang tunggal kali jumlah tiang (nQu ) , maka kapasitas dukung pondasi tiang yang dipakai adalah kapasitas kelompoknya. 2. Sebaliknya, bila dari hitungan kapasitas kelompok tiang (Q g ) lebih besar, maka dipakai kapasitas tiang tunggal kali jumlahnya (nQu ) .
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.14 Kelompok Tiang dalam Tanah Lempung yang Bekerja sebagai Balok Teori dan pengamatan telah menunjukkan, bahwa kapasitas total dari kelompok tiang gesek (friction pile), khususnya tiang dalam tanah lempung, sering lebih kecil dari pada hasil kali kapasitas tiang tunggal dikalikan jumlah tiang dalam kelompoknya. Jadi, disini besarnya kapasitas total menjadi tereduksi yang tergantung dari ukuran, bentuk, kelompok, jarak, dan panjang tiangnya. Menurut Coduto (1983), efisiensi tiang bergantung pada beberapa faktor, antara lain: 1. Jumlah, panjang, diameter, susunan dan jarak tiang. 2. Model transfer beban (tahanan gesek terhadap tahanan dukung ujung); 3. Prosedur pelaksanaan pemasangan tiang; 4. Urutan pemasangan tiang; 5. Macam tanah; 6. Waktu setelah pemasangan tiang; 7. Interaksi antara pelat penutup tiang (pile cup) dengan tanah; 8. Arah dari beban yang bekerja.
Universitas Sumatera Utara
Efesiensi kelompok tiang didefenisikan sebagai berikut: Eg =
Qg nQu
……….………………………………………………..(2.25)
dimana : E g = efesiensi kelompok tiang Qs = beban maksimum kelompok tiang yang mengakibatkan
keruntuhan Qu = beban maksimum tiang tunggal yang mengakibatkan keruntuhan
n = jumlah tiang dalam kelompok Beberapa persamaan efisiensi tiang telah diusulkan untuk menghitung kapasitas kelompok tiang, namun semuanya hanya bersifat pendekatan. Persamaan-persamaan yang diusulkan didasarkan pada susunan tiang dengan mengabaikan panjang tiang, variasi bentuk tiang, variasi sifat tanah dengan kedalaman dan pengaruh muka air tanah. Berikut adalah metode-metode untuk perhitungan efisiensi: 1. Converse-Labarre Formula, sebagai berikut: Eg = 1 − θ dimana :
(n
'
)
− 1 m + (m − 1) n ' …………………….………(2.26) 90 mn '
E g = Efesiensi kelompok tiang
m = Jumlah baris tiang n ' = jumlah tiang dalam satu baris θ = arc tg d/s, dalam derajat
s = jarak pusat ke pusat tiang d
= diameter tiang
Universitas Sumatera Utara
2. Metode Los Angeles Group Eg = 1 −
{ (
)
(
)}
D m n ' − 1 + n ' (m − 1) + 2 ( m − 1) n ' − 1 ……...….(2.27) s.m.n
dimana : E g = Efesiensi kelompok tiang
m = Jumlah baris tiang n ' = jumlah tiang dalam satu baris
s = jarak pusat ke pusat tiang D = diameter tiang
Gambar 2.15 Defenisi Jarak s dalam Hitungan Efisiensi Tiang Kapasitas ultimit kelompok tiang dengan memperhatikan faktor efesiensi tiang dinyatakan oleh persamaan (untuk jarak tiang-tiang kira-kira 2,25d atau lebih). Q g = E g . n . Qu ……………………………………………………….(2.28) dimana : Qg = Beban maksimum kelompok tiang yang mengakibatkan keruntuhan Es = Efesiensi kelompok tiang n = Jumlah tiang dalam kelompok Qu = Beban maksimum tiang tunggal
Universitas Sumatera Utara
2.12 Penurunan Tiang (Pile Settlement) Terdapat dua hal yang perlu diketahui mengenai penurunan, yaitu: a. Besarnya penurunan yang akan terjadi; b. Kecepatan penurunan. Istilah penurunan (settlement) digunakan untuk menunjukkan gerakan titik tertentu pada bangunan terhadap titik referensi yang tetap. Umumnya, penurunan yang tidak seragam lebih membahayakan bangunan dari pada penurunan totalnya. Selain dari kegagalan daya dukung (bearing capacity failure) tanah, setiap proses penggalian selalu dihubungkan dengan perubahan keadaan tegangan di dalam tanah. Perubahan tegangan pasti akan disertai dengan perubahan bentuk, umumnya ini yang menyebabkan penurunan pada pondasi (Hardiyatmo, 1996). Penurunan pondasi yang terletak pada tanah berbutir halus yang jenuh dapat dibagi menjadi 3 (tiga) komponen. Penurunan total adalah jumlah dari ketiga komponen penurunan tersebut, yaitu: S= S1+ S 2 + S 3 .....................................................................................................…(2.29) dengan: S
= Penurunan total
S1
= Penurunan segera
S2
= Penurunan konsolidasi primer
S3
= Penurunan konsolidasi sekunder
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.7 Faktor Pengaruh Im (Lee,1962) dan Ip (Schleicher,1962) Fleksibel
Kaku
Bentuk Pondasi Pusat
Sudut
Rata-rata
Ip
Im
Lingkaran
1.00
0.64
0.85
0.88 3.70
Bujur sangkar
1.12
0.36
0.95
0.82
2.0
1.36
0.68
1.20
1.06 4.12
5.0
1.53
0.77
1.31
1.20 4.38
10.0
2.10
1.05
1.83
1.70 4.82
100.0
2.52
1.26
2.25
2.10 4.93
3.38
1.69
Empat persegi panjang L/B = 1.5
2.96
3.40 5.06
(Teknik Pondasi I,H. C. Hardiyatmo, 2002) Tabel 2.8 Perkiraan Modulus Elastisitas (E) Jenis Tanah
E (kN/m2)
Lempung Sangat Lunak
300 – 300
Lunak
2000 – 4000
Sedang
4500 – 9000
Keras
7000 – 20000
Berpasir
30000 – 42500
Pasir Berlanau
5000 – 20000
Tidak padat
10000 – 25000
Universitas Sumatera Utara
Padat
50000 – 100000
Pasir dan kerikil Padat
80000 – 200000
Tidak padat
50000 – 140000
Lanau
2000 – 20000
Loess
15000 – 60000
Serpih
140000 – 1400000
2.13 Perkiraan Penurunan Tiang Tunggal Menurut Poulus dan Davis (1980) penurunan jangka panjang untuk pondasi tiang tunggal tidak perlu ditinjau karena penurunan tiang akibat konsolidasi dari tanah relatif kecil. Ini dikarenakan pondasi tiang direncanakan terhadap kuat dukung ujung dan kuat dukung friksinya atau penjumlahan dari keduanya (Hardiyatmo, 2002). Perkiraan penurunan tiang tunggal dapat dihitung berdasarkan: a. Untuk tiang apung atau tiang friksi S=
dimana:
Q.I .............................................................................. ...........(2.30) E S .D
I= 1 o . Rk . R h .R µ
b. Untuk tiang dukung ujung (end bearing) S=
Q.I …………………………………………………………………...(2.31 E S .D
) dimana:
I = Io . R k . R b . R µ
dengan:
Universitas Sumatera Utara
S
= Penurunan untuk tiang tunggal.
Q
= Beban yang bekerja
Io
= Faktor pengaruh penurunan untuk tiang yang tidak mudah mampat.
Rk
= Faktor koreksi kemudah mampatan tiang.
Rh
= Faktor koreksi untuk ketebalan lapisan yang terletak pada tanah Keras.
Rμ
= Faktor koreksi angka Poisson μ.
Rb
= Faktor koreksi untuk kekakuan lapisan pendukung.
h
= Kedalaman total lapisan tanah dari ujung tiang ke muka tanah.
D
= Diameter tiang.
Grafik bahwa penurunan tiang berkurang jika panjang tiang bertambah.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.16 Faktor Penurunan Io (Poulos dan Davis)
Gambar 2.17 Koreksi Kedalaman, Rh (Poulos dan Davis)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.18 Koreksi Kompresi, Rk (Poulos dan Davis)
Gambar 2.19 Koreksi Angka Poisson, Rμ (Poulus dan Davis)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.20 Koreksi Kekakuan Lapisan Pendukung, Rb (Poulos dan Davis) Pada gambar di atas, K adalah suatu ukuran kompresibilitas relatif dari tiang dan tanah yang dinyatakan oleh persamaan : K=
E P .R A …………………………………………………………….......(2.32) ES
Dimana : R A =
AP 1 π .d 2 4
dengan: K = Faktor kekakuan tiang Ep = Modulus elastisitas dari bahan tiang ES = Modulus elastisitas tanah disekitar tiang Eb = Modulus elastisitas tanah didasar tiang Perkiraan angka Poisson (µ) dapat dilihat pada Tabel berikut ini. Tabel 2.9 Perkiraan Angka Poisson (µ) Macam Tanah
µ
Lempung jenuh
0,4 - 0,5
Lempung tak jenuh
0,1-0,3
Lempung berpasir
0,2-0,3
Lanau
0,3-0,35
Pasir padat
0,2-0,4
Pasir kasar
0,15
Pasir halus
0,25
Batu (tergantung dari macamnya)
0.1-0.4
Universitas Sumatera Utara
Loess
0.1-0.3
(Bowles, 1968; Hardiyatmo, 1996-2002) Berbagai metode menentukan nilai modulus elastisitas tanah (Es), antara lain dengan percobaan langsung di tempat dengan menggunakan data hasil pengujian krucut statis (sondir) (Bowles, 1977). Persamaan hasil dari pengumpulan data pengujian kerucut statis (sondir) yaitu: ES
= 3q c (untuk pasir)
ES
= 2 sampai 8q c , (untuk lempung)
q c (side) = Perlawanan konus rata-rata pada tiap lapisan sepanjang tiang. Dari analisa yang dilakukan secara detail oleh Meyerhof, untuk modulus elastisitas tanah dibawah ujung tiang (E b ) kira-kira 5 sampai dengan 10 kali harga modulus elastisitas tanah di sepanjang tiang (E S ). Untuk tiang elastis, penurunan segera/elastis (Immediate/Ellastic Settlement). Penurunan yang dihasilkan oleh distorsi massa tanah yang tertekan, dan terjadi pada volume konstan. Termasuk penurunan pada tanahtanah berbutir kasar dan tanah-tanah berbutir halus yang tidak jenuh karena penurunan terjadi segera setelah terjadi penerapan beban. Persamaan penurunan segera atau penurunan elastis dari pondasi yang diasumsikan terletak pada tanah yang homogen elastis dan isotropis pads media semi tak terhingga, dinyatakan dengan: S1 =
(QWP + ξ .QWS ) L …………………………………………..……………(2.33) AP .E P
Universitas Sumatera Utara
Dimana : Qwp
= Kapasitas daya dukung ujung tiang
Qsp
= Kapasitas daya dukung tahanan kulit
ζ
= Koefisien dari skin friction
Ap
= Luas penampang tiang
Ep
= Modulus elastisitas material tiang
L
= Panjang tiang
Nilai tergantung kepada unit tahanan friksi (kulit) alami (the nature of unit friction resistance) pada sepanjang tiang terpancang didalam tanah. Nilai ζ = 0,5 adalah dimana bentuk unit tahanan friksi (kulit) alaminya berbentuk seragam atau simetris, seperti persegi panjang maupun parabolik seragam, umumnya pada tanah lempung dan atau lanau. Nilai ζ = 0,67 adalah jika bentuk unit tahanan friksi (kulit) alami nya berbentuk segitiga, umumnya pada tanah pasir. ζ = 0.5
ζ = 0.5
ζ = 0.67
f
Gambar 2.21 Variasi jenis bentuk unit tahanan friksi (kulit) alami terdistribusi sepanjang tiang tertanam ke dalam tanah (Bowles, 1993) Penurunan bergantung pada karakteristik tanah dan penyebaran tekanan pondasi ke tanah dibawahnya. Penurunan pondasi bangunan dapat diestimasi atau diperkirakan dari hasil pengujian di laboratorium pada contoh tanah tak terganggu (undisturbed) yang diambil dari pengeboran atau dari
Universitas Sumatera Utara
persamaan-persamaan empiris yang dihubungkan dengan hasil pengujian di lapangan.
2.14 Perkiraan Penurunan Tiang kelompok Pada hitungan pondasi tiang kapasitas ijin tiang sering lebih didasarkan pada persyaratan penurunan. Penurunan tiang terutama bergantung pada nilai banding tahanan ujung dengan beban tiang. Jika beban yang didukung pertiang lebih kecil atau sama dengan tahanan ujung tiang, penurunan yang terjadi mungkin sangat kecil. Sebaliknya, bila beban per tiang melebihi tahanan ujung tiang, maka penurunan yang terjadi akan besar. Hubungan penurunan antara tiang tunggal dan kelompok tiang sebagai berikut: Sg S
=
(4 B + 3)2 ................................................................................(2.34) ( B + 4 )2
dimana : S g = Penurunan kelompok tiang (m) B
= Lebar kelompok tiang (m)
S
= Penurunan tiang tunggal pada intensitas beban yang sama (m)
2.15 Penurunan Diizinkan Penurunan yang diizinkan dari suatu bangunan bergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut meliputi jenis, tinggi, kekakuan, dan fungsi bangunan, serta besar dan kecepatan penurunan serta distribusinya. Jika penurunan berjalan lambat, semakin besar kemungkinan struktur untuk menyesuaikan diri terhadap penurunan yang terjadi tanpa adanya kerusakan
Universitas Sumatera Utara
strukturnya oleh pengaruh rangkak (creep). Karena itu, dengan alasan tersebut, kriteria penurunan pondasi pada tanah pasir dan pada tanah lempung berbeda. Karena penurunan maksimum dapat diprediksi dengan ketepatan yang memadai, umumnya dapat diadakan hubungan antara penurunan diizinkan dengan penurunan maksimum. Dimana syarat perbandingan penurunan yang aman yaitu: Stotal ≤ Sizin Sizin = 10 % . D……………………………………………………….…...(2.35) dimana: D = Diameter tiang
Gambar 2.22 Tipe Penurunan Karena penurunan maksimum dapat diprediksi dengan ketepatan yang memadai (namun tidak untuk penurunan tidak seragam), umumnya dapat diadakan hubungan antara penurunan izin dengan penurunan maksimum. Skempton dan MacDonal (1955)
menyarankan
batas-batas penurunan
maksimum seperti yang disajikan pada tabel berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.10 Batas Penurunan Maksimum (Skempton dan Macdonald, 1955)
Jenis Pondasi Batas Penurunan Maksimum (mm) Pondasi terpisah pada tanah lempung
65
Pondasi terpisah pada tanah pasir
40
Pondasi rakit pada tanah lempung
65-100
Pondasi rakit pada tanah pasir
40-65
Sumber : Hardiyatmo, H. C, 2002, Teknik Pondasi I, Penerbit PT. Beta Offset, Yogyakarta. 2.16
Faktor Keamanan (Safety Factor) Untuk memperoleh kapasitas ijin tiang diperoleh melalui kapasitas
ultimit dibagi dengan faktor aman tertentu. Faktor aman perlu diberikan dengan maksud: a. Memberi
keamanan
atas ketidak pastian
metode
hitungan
yang
digunakan; b. Memberi keamanan terhadap variasi kuat geser dan kompresibilitas tanah. c. Meyakinkan bahwa bahan tiang cukup aman dalam mendukung beban yang bekerja; d. Meyakinkan bahwa penurunan total yang terjadi pada tiang tunggal atau kelompok masih tetap dalam batas-batas toleransi; e. Meyakinkan bahwa penurunan tidak seragam diantara tiang-tiang masih dalam batas toleransi. Sehubungan dengan alasan butir (d), dari hasil banyak pengujian beban tiang, baik tiang pancang maupun tiang bor yang berdiameter kecil
Universitas Sumatera Utara
sampai sedang (600 mm), penurunan akibat beban bekerja (working load) yang terjadi lebih kecil dari 10 mm untuk faktor aman yang tidak kurang dari 2,5 (Thomlinson, 1977). Beban yang bekerja (working load) atau kapasitas tiang ijin (Qa ) dengan memperhatikan keamanan terhadap keruntuhan adalah nilai kapasitas ultimit (Qu ) dibagi dengan faktor aman (SF) yang sesuai. Variasi faktor aman yang telah banyak digunakan untuk perancangan pondasi tiang pancang, sebagai berikut: Qa =
Qu ......................................................................................................... (2.36) 2,5
Tabel 2.11 Faktor Aman Yang Disarankan (Reese & O'Neill, 1989) Klasifikasi Kontrol
Faktor keamanan ( F ) Kontrol Kontrol
Kontrol
struktur Monumental
B 2,3ik
3 l
J 3,5 l k
4 tj l k
Permanen
2
2,5
2,8
3,4
Sementara
1.4
2
2,3
2,8
Universitas Sumatera Utara