Bab II Tinjauan Pustaka
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Umum Seluruh rekayasa konstruksi pada dasarnya bertumpu pada tanah dan didukung oleh pondasi sebagai struktur bawah. Pondasi merupakan struktur yang berfungsi untuk mentransfer beban bangunan ke tanah keras atau tanah yang memiliki daya dukung ≥ 250 kg/cm2 . Pondasi juga dirancang untuk menstabilkan gaya – gaya perlawanan yang disebabkan oleh tanah seperti gaya vertikal, gaya lateral dan beban uplift. Adapun beberapa faktor – faktor yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pondasi, yaitu: a.
Fungsi bangunan
b.
Beban yang harus dipikul oleh pondasi
c.
Kondisi tanah dasar Kondisi tanah dasar yang dimaksud adalah pengaruh karakteristik, indeks dan engineering properties tanah terhadap pondasi.
Berdasarkan faktor – faktor diatas pondasi terbagi menjadi dua, yaitu: 1.
Pondasi Dangkal ( Shallow Foundation ) Pondasi dangkal pada umumnya diletakkan pada kedalaman ≤ 3 meter dari permukaan tanah dan memiliki nilai Df/B ≤ 4. Dimana Df adalah total kedalaman pondasi terhitung dari dasar pondasi sampai permukaan tanah, dan B adalah lebar dasar pondasi.
II - 1
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab II Tinjauan Pustaka
2.
Pondasi Dalam ( Deep Foundation ) Pondasi dalam digunakan pada kedalaman > 3 meter dari permukaan tanah dan memiliki nilai Df/B > 10. Pondasi dalam tidak hanya digunakan pada gedung bertingkat yang memiliki beban besar, namun juga digunakan pada kondisi tanah tertentu dimana pondasi dangkal tidak mendukung untuk menompang bangunan.
Tiang Bor atau Bored Pile adalah salah satu pondasi dalam dimana metode pelaksanaannya dilakukan dengan cara mengebor tanah terlebih dahulu. Kemudian tulangan yang telah dirakit dimasukkan kedalam tanah dan setelah itu dilakukan pengecoran. Apabila tanah pada lokasi tiang bor cukup stabil dan keras, maka alat bor dapat membentuk lubang bor yang stabil pula. Namun apabila tanah pada lokasi tiang bor mengandung air yang cukup banyak, maka pipa selubung diperlukan guna menahan dinding lubang. Pipa selubung dapat ditarik ketika akan dilakukan pengecoran. Pada tanah dasar yang berupa batuan lunak, lebar dasar tiang dapat diperbesar untuk menambah tahanan pada ujung tiang.
Gambar 2.1 Metode Pelaksanaan Tiang Bor II - 2 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab II Tinjauan Pustaka
2.2. Teori dan Metode Analisa 2.2.1
Daya Dukung Tiang
Kapasitas daya dukung ultimate tiang terdiri dari tahanan ujung tiang (Qp) dan tahanan pada kulit tiang (Qs). Hal ini dipengaruhi oleh kondisi tanah dasar dan karakteristik tanah disekitar tiang. Seperti yang digambarkan oleh Braja M Das dibawah ini:
Gambar 2.2 Daya Dukung Tiang Sehingga kapasitas daya dukung ultimate tiang dapat dituliskan kedalam bentuk persamaan sebagai berikut: 𝑄𝑢 = 𝑄𝑝 + 𝑄𝑠 ..........................................................................................
(2.1)
Keterangan : Qu = Tahanan Ultimate Tiang Qp = Tahanan Ujung Tiang Qs = Tahanan Kulit Tiang
II - 3 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab II Tinjauan Pustaka
2.2.2
Kapasitas Daya Dukung Ultimate Tiang berdasarkan Loading Test a. Pengertian Loading Test Uji pembebanan tiang atau biasa disebut pile loading test adalah suatu metode yang digunakan dalam pemeriksaan terhadap sejumlah beban yang dapat didukung oleh struktur pondasi. Pile loading test diperlukan untuk membuktikan seberapa besar respon tahanan ujung tiang dan tahanan kulit tiang pada saat pembebanan serta akurasi desain kapasitas daya dukung ultimate tiang di lapangan. Ada dua jenis pile loading test yaitu: 1. Static Load Test terdiri dari compression, tension dan lateral. 2. Dynamic Load Test terdiri dari pile driving analysis. Pile loading test dilakukan dengan dua alternatif, yaitu: 1. Test on failure (unused pile), pengujian dilakukan hingga tiang mengalami keruntuhan. 2. Test on a working pile (used pile), pengujian dilakukan sampai beban mencapai 200% design capacity. Tiang yang akan diuji dipilih berdasarkan lokasi tiang yang terdekat dengan penyelidikan tanah. Hasil dari pengujian beban ini berupa indikas i dari daya dukung batas dan penurunan yang terjadi. Percobaan pembebanan pondasi tiang dilaksanakan berdasarkan Standar Pembebanan American Standard for Testing Material (ASTM D1143-81). Metode pembebanan
vertikal
biasanya dilakukan dengan metode
pembebanan sistem Kentledge dimana metode ini menggunakan beban di atas pondasi tiang yang disusun sedemikian rupa dengan beban yang lebih besar dari beban yang telah direncanakan. II - 4 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab II Tinjauan Pustaka
Gambar 2.3 Pile Loading Test dengan Beban Kentledge Beban test diberikan dari hydraulic jack, dimana besar beban ini dapat dikontrol pada manometer (pressure gauge) yang dipasang pada pompa (hydraulic pump). Pompa ini berfungsi memberikan tekanan kepada hydraulic jack. Hydraulik jack ditumpukan pada 2 buah plat dengan tebal 10 cm yang diletakkan di atas kepala pondasi tiang (di bawah hydraulic jack) dan di kepala hydraulic jack (di bawah main beam). Plat tebal 10 cm ini berguna untuk menghindari terjadinya konsentrasi tegangan yang akan terjadi akibat beban yang diberikan oleh hydraulic jack. Penurunan (settlement) pondasi tiang yang diuji diukur dengan 4 dial gauge yang dipasang secara diagonal dan jarum dial gauge dihubungka n dengan magnetic stand yang diletakkan di atas plat 50 mm atau 100 mm dari kepala tiang. Jarum dial gauge ditumpukan pada reference beam yang dibuat dari profil baja L 50x50x5 mm yang dipasang ke tanah secara kaku dan bebas getaran. Pengujian penurunan atau settlement dilakukan dengan menggunakan main beam dan sub beam dari platform.
II - 5 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab II Tinjauan Pustaka
b. Standar Loading Test Beban yang diujikan adalah sebesar 200% dari beban perencanaan dan dilaksanakan dengan pertambahan 25% dari beban perencanaan, kecuali jika terjadi keruntuhan sebelum beban tersebut tercapai. Pertambahan beban dilakukan jika: 1. Kecepatan penurunan yang terjadi tidak lebih besar dari 0.01 inci/ja m atau setara dengan 0.25 mm/jam tetapi tidak lebih lama dari 2 jam. 2. Setelah 12 jam didiamkan dan tidak terjadi keruntuhan ataupun penurunan lebih besar dari 0.01 inci pada 1 jam terakhir, maka total beban yang telah diberikan dapat diangkat kembali (unloading). 3. Jika penurunan yang terjadi lebih besar daripada 0.01 inci maka beban dibiarkan selama 24 jam. Diantara tiga waktu yang dimaksudkan telah tercapai, maka penguranga n beban dilakukan dengan tahap pengurangan sebesar 50% dari beban perencanaan atau 25% dari beban total pengujian untuk setiap 1 jam. Jika tiang mengalami keruntuhan maka pemompaan hydraulic jack dilanjutkan hingga penurunan yang terjadi adalah sama dengan 15% dari diameter tiang. c. Siklus Loading Test Secara umum kenaikan pemberian beban pada siklus pembebanan ini adalah sama dengan yang telah diuraikan pada standar loading test. Setelah beban yang diberikan sama dengan 50%, 100%, dan 150% dari beban desain, biarkan masing- masing beban tersebut untuk 1 jam dan angkat kembali beban dengan pengurangan yang sama besarnya dengan
II - 6 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab II Tinjauan Pustaka
pada saat kenaikan pemberian beban. Biarkan beban selama 20 menit untuk tiap tahap pengurangan beban. Siklus pembebanan pada loading test: Siklus 1: 0% 25% 50% 25% 0% Siklus 2: 0% 50% 75% 100% 75% 50% 0% Siklus 3: 0% 50% 100% 125% 150% 125% 100% 50% 0% Siklus 4: 0% 50% 100% 150% 175% 200% 150% 100% 50% 0% 2.2.2.1.
Kapasitas Daya Dukung Ultimate Tiang dengan Metode Davisson
Metode Davisson (1972) dikenal sebagai metode batas offset yang dikenal secara luas. Metoda ini telah diusulkan oleh Davisson sebagai beban yang sesuai dengan pergerakan dimana melebihi
tekanan elastis (yang
diasumsikan sebagai kolom yang berdiri bebas) dengan suatu nilai 0,15 inchi dan suatu faktor sepadan dengan ukuran diameter tiang yang dibagi oleh 120. Kegagalan beban didefinisikan sebagai beban yang mendorong untuk membentuk sebuah deformasi yang sama pada penyajian akhir dari tekanan tiang elastis dan sebuah deformasi yang sejajar dari pencermina n tekanan tiang elastis untuk prosentase diameter tiang. Hubungan ini dituliskan sebagai berikut: 𝑥 = 0,15 +
𝐷 120
...........................................................................
𝑆𝑓 = ∆ + 0,15 +
𝐷 120
...................................................................
(2.2) (2.3)
Garis tekanan elastis pada tiang dapat diperoleh dari persamaan deformasi elastis dari suatu tiang seperti persamaan dibawah ini : II - 7 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab II Tinjauan Pustaka
∆𝐿 =
𝑃𝐿 𝐴𝐸
.....................................................................................
(2.4)
Keterangan: Sf = penurunan pada kondisi kegagalan D = diameter tiang P = beban yang diterapkan L = panjang tiang E = modulus elastisitas dari tiang A = luas dari tiang
Sehingga hubungan beban dengan penurunan dalam Metode Davisson dapat digambarkan seperti berikut.
Gambar 2.4 Kurva Interpretasi Beban – Penurunan dengan Metode Davisson
II - 8 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab II Tinjauan Pustaka
2.2.2.2.
Kapasitas Daya Dukung Ultimate Tiang dengan Metode Mazurkiewich
Metode ini mengasumsikan bahwa kapasitas tahanan terbesar (ultimate) didapatkan dari perpotongan antara sumbu beban yang tegak lurus searah sumbu penurunan tiang yang kemudian membentuk garis terhadap sudut 45° dan garis perpotongan tersebut dihubungkan sehingga memotong sumbu beban ultimate (Prakash dan Sharma, 1990). Hubungan beban dan penurunan dengan menggunakan Metode Mazurkiewich diperlihatka n pada gambar dibawah ini:
Gambar 2.5 Kurva Interpretasi Beban – Penurunan Metode Mazurkiewich II - 9 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab II Tinjauan Pustaka
2.2.2.3.
Kapasitas Daya Dukung Ultimate Tiang dengan Metode Chin
Metode ini telah dilakukan
dengan penelitian dilaboratorium atau
percobaan dilapangan menggunakan tiang pancang mini dan formula nya memberikan hasil yang baik. Formula Chin didasarkan pada nilai failure load dengan model persamaan hiperbola dari Kodner (1963). Berikut prosedur penentuan daya dukung ultimate dengan metode chin: 1. Menghitung nilai S/P dari data penurunan (S) dan beban (P) 2. Menggambarkan harga S pada sumbu x dan harga S/P pada sumbu y untuk mendapatkan titik – titik hubungan 3. Menghubungkan titik – titik hubungan sehingga mendapatkan garis linier kurva
Gambar 2.6 Kurva Interpretasi Beban – Penurunan dengan Metode Chin II - 10 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab II Tinjauan Pustaka
2.2.3
Kapasitas Daya Dukung Ujung Tiang dengan Data N-SPT
a. Tahanan Ujung pada Tanah Non – Kohesif Apabila Sand, nilai ɸ ≠0 maka: 𝑄𝑝 = 𝑞𝑝 × 𝐴𝑝 .......................................................................................... 𝐿
Dimana 𝑞𝑝 = 0,4 × 𝑃𝑎 × (𝑁1 )60 × ≤ 4 × 𝑃𝑎 × (𝑁1 )60 ............................ 𝐷
(2.5) (2.6)
Keterangan: Ap = Luas Ujung Tiang (m2 ) (N1 )60 = Rata-rata Nilai Koreksi N-SPT (10D above dan 4D below the pile point)
Pa = Tekanan atmosfir (100 kN/m2 atau 2000 lb/ft2 ) b. Tahanan Ujung pada Tanah Kohesif Apabila Clay, nilai ɸ =0 Maka: 𝑄𝑝 = 9𝐶𝑢 × 𝐴𝑝........................................................................................
(2.7)
Dimana 𝐶𝑢 = 0,6(𝑁1 )60 dalam satuan t/m2 ...........................................
(2.8)
Keterangan : Ap = Luas tiang (m2 ) Cu = Nilai kohesi tanah atau Undrained Shear Strength 2.2.4.
Kapasitas Daya Dukung Selimut Tiang dengan Metode Alpha
Dalam perencanaan geoteknik, ada dua kriteria yang harus dipenuhi yaitu kriteria stabilitas (Ultimate Limit State, ULS) dan kriteria deformasi (Serviceability Limit State, SLS). Stabilitas berkaitan dengan kondisi pada saat failure dimana deformasi yang terjadi sudah sangat besar dan kuat geser tanah sudah termobilisasi secara II - 11 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab II Tinjauan Pustaka
penuh. Isu kegagalan atau stabilitas ini harus dihindari dalam desain tetapi perlu diestimasikan kembali untuk memastikan bahwa beban yang terjadi pada tanah tidak melebihi kekuatannya. Yang sering menjadi penentu dalam desain adalah deformasi yang terjadi pada struktur pada saat kondisi beban kerja (working load). Stabilitas dihitung dengan menggunakan pendekatan perilaku tanah pada kondisi ultimite atau dikatakan sudah mencapai plastis. Sedangkan deformasi dihitung dengan menggunakan teori elastisitas yang mengasumsikan tanah dengan nilai modulus atau kekakuan. Pada perencanaan geoteknik, metode modern mengadopsi perilaku stress-strain tanah dari kondisi zero strain hingga mencapai ultimite (runtuh) sehingga kita bisa mengetahui perilaku tanah dari awal hingga gagal. Sehingga kriteria stabilitas fondasi tiang di tinjauan dari perilaku undrained tanah atau total stress analysis. 1.
Metode Alpha
Metode Alpha disebut juga sebagai metode undrained analysis atau metode total stress analysis. Dikatakan demikian karena parameter tanah yang digunakan adalah undrained shear strength tanah (atau sering dinotasikan dengan notasi cu atau su). Definisi dari situasi undrained adalah tekanan air pori tambahan (excess pore water pressure) didalam tanah tidak diijinkan untuk disipasi pada saat loading ataupun unloading.
Asumsi ini cukup logis pada tanah lempung
mengingat
nilai
permeabilitas tanahnya yang sangat kecil (~ 1E-9 m/s) dibandingkan dengan kecepatan pembebanan. Tentu saja untuk jangka panjang, tekanan air pori tambahan akan terdisipasi dan kembali ke kondisi equilibrium yaitu kondisi hidrostatik. Proses disipasi ini dinamakan konsolidasi yang bersamaan dengan penurunan tanah dan kuat geser tanah akan meningkat juga. Situasi pada akhir II - 12 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab II Tinjauan Pustaka
konsolidasi
dinamakan
drained
dimana
parameter
tanahnya
tidak
lagi
dikarakterisasikan dengan cu tapi dengan c’ dan Φ’. Dengan kata lain, metode undrained ini adalah untuk kondisi jangka pendek dan metode drained adalah untuk kondisi jangka panjang. 2.
Asumsi pada Metode Alpha
Dalam perencanaan pondasi, uji beban statis (static loading test) rutin dilakukan. Kondisi tanah lempung pada saat uji beban statis ini menyerupai kondisi undrained dibandingkan
drained. Oleh karena itu,
dengan
apabila ingin
dilakukan
perbandingan hasil hitungan kita dengan hasil uji beban statis hendaknya dilakukan perbandingan yang seimbang. Metode Beta yang asumsinya adalah drained analysis tentu saja akan berbeda dengan metode Alpha. Kapasitas pondasi dengan metode Beta akan berbeda dengan metode Alpha karena secara fundamental asumsi yang digunakan tidak sama. Dari aspek teoritis, metode Beta ini mempunya i rasional scientifik yang lebih kuat dibandingkan dengan metode Alpha. Paremeter undrained shear strength tanah bisa didapatkan dari berbagai cara baik itu dari hasil pengujian di laboratorium seperti uji Unconsolidated Undrained dan Consolidated Undrained maupun dari hasil pengujian in – situ test seperti SPT, CPT, PMT, VST, dsb. Yang perlu diperhatikan adalah apakah parameter cu yang didapat akurat atau tidak. Hasil uji CPT, PMT dan VST pada umumnya memberikan hasil yang lebih akurat dibandingkan dengan SPT. Yang mungkin lebih akurat lagi adalah uji triaxial CU test dengan catatan kondisi initial stress tanah dikembalikan ke kondisi aktualnya di dalam tanah dengan proses konsolidasi di dalam sel mesin triaxial. Consolidation pressure yang digunakan sesuai dengan effective overburden pressure pada II - 13 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab II Tinjauan Pustaka
kedalaman sampel diambil. Dengan demikian, ganguan yang terjadi pada saat pengambilan sampel bisa diminimalisasi meskipun struktur atau fabrik tanah tidak bisa dikembalikan ke kondisi semula. 3.
Analisa Friction Pile dengan Metode Alpha (α)
Perhitungan kapasitas atau tahanan ultimite selimut tiang (fs) dengan metode Alpha menggunakan rumus yang sangat sederhana yaitu faktor adhesi (α) dikalikan dengan kuat geser undrained tanah (cu) yang dapat dilihat pada persamaan dibawah ini: fs = α. cu .................................................................................................
(2.9)
Faktor Alpha, atau dikenal juga dengan sebutan faktor adhesi, ini sifatnya empiris dan tergantung kepada jenis pondasi tiang apakah itu tiang bor atau tiang pancang. Secara implisit, faktor Alpha ini mengandung efek konstruksi yang terjadi pada saat pelaksanaan tiang yang notabene sulit dianalisa secara teoritis terutama untuk tiang bor. Efek – efek konstruksi seperti efek pemancangan yang mengakibatkan tekanan air pori tambahan akibat terdesaknya tanah secara lateral dan kemudian yang diikuti oleh terdisipasinya tekanan air pori tambahan tersebut untuk mencapai kondisi equilibrium lalu diikuti oleh proses pembebanan tiang, semuanya diperhitunga n secara tersembunyi atau implisit melalui faktor Alpha. Untuk pondasi tiang pancang, ada dua jenis korelasi yang populer digunakan yaitu dari Tomlinson (1957, 2008) dan Randolph and Murphy (1985). Korelasi Alpha Tomlinson berdasarkan database dari hasil uji beban statis pada tiang – tiang pancang di on-shore (terutama dari UK), dengan kurva korelasi faktor Alpha dan nilau cu seperti dibawah ini:
II - 14 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab II Tinjauan Pustaka
Gambar 2.7 Kurva Korelasi Alpha dari Thomlison (2008) Sedangkan korelasi Randolph and Murphy (1985) berdasarkan database tiang – tiang offshore. Korelasi Alpha Randolph and Murphy juga direkomendas ika n didalam standard American Petroleum Institute (API) RP2A. Korelasi faktor adhesi dan nilai cu digambarkan pada kurva dibawah ini:
Gambar 2.8 Kurva Korelasi Alpha dari Randolph dan Murphy (1985) Tomlinson (2008) dari hasil perbandingannya dengan uji beban statis 40 tiang pancang pada tanah stiff clay menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dari kedua korelasi tersebut. Korelasi Alpha yang mula – mula direkomendasikan oleh Tomlinson (1957) berbeda dengan publikasi yang sekarang dimana pada sumbu horizontal kurvanya II - 15 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab II Tinjauan Pustaka
menggunakan nilai cu bukan cu/σv’ seperti saat ini dan yang juga digunakan oleh Randolph and Murphy (1985). Hal tersebut dimotivasi oleh berbagai riset yang menunjukkan bahwa nilai cu dipengaruhi oleh OCR tanah. Randolph and Wroth (1982) merekomendasikan bahwa nilai alpha bisa dikorelasikan dengan rasio cu/σv’ yang secara tidak langsung memperhitungkan faktor OCR. Dimana nilai alpha pada korelasi ini umumnya mendekati angka 1 untuk tanah very soft clay dan turun ke angka sekitar 0.5 atau dibawahnya untuk tanah stiff dan very stiff clay. Kurva Alpha diatas memberikan rekomendasi awal untuk perhitungan kapasitas fondasi tiang pancang. Untuk detail desain, nilai Alpha ini bisa dikalibrasi dari hasil uji beban statis pada tiang uji yang dilaksanakan sampai gagal atau ultimite. Untuk Pondasi tiang bor, nilai Alpha yang populer digunakan adalah yang direkomendasikan oleh O’Neill and Reese (1988). Seperti digambarkan pada kurva dibawah ini:
Gambar 2.9 Kurva Korelasi Alpha dari O’Neill dan Reese (1988) Dimana nilai alpha umumnya lebih kecil dibandingkan dengan tiang pancang dan berkisar antara 0.55 – 0.40.
II - 16 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab II Tinjauan Pustaka
Secara matematis, (dimana pa = tekanan atmosfir = 2000 lb/ft) α = 0.55
untuk cu/Pa < 1.5
α = 0.55 - 0.1 (cu/Pa - 1.5)
untuk 1.5 ≤ cu/Pa ≤ 2.5
α = 0.40
untuk cu/Pa ≥ 3.00
a.
Tahanan kulit pada Tanah Non – Kohesif menggunakan Data N – SPT
Qs = Σp × ΔL × fav ..................................................................................
(2.10)
Dimana 𝑓𝑎𝑣 = 0,224 × 𝑃𝑎 × (𝑁60𝑎𝑣 )0,29 dalam satuan t/m2 ..................
(2.11)
Keterangan : P = Keliling Tiang ΔL = Kedalaman Tiang fav = Hambatan Selubung Tiang b.
Tahanan Kulit pada tanah Kohesif menggunakan Data N-SPT
𝑄𝑠 = 𝛴𝑓𝑠 × 𝑙𝑖 × 𝑝 ....................................................................................
(2.12)
Keterangan: Li: panjang tiang tertanam -i Pada penelitian ini nilai α diambil dari grafik O’neill and Resse untuk perhitungan analisa manual sebagai perbandingan dalam menentukan nilai alpha realisasi berdasarkan hasil Loading Test pada Proyek Holland Village.
II - 17 http://digilib.mercubuana.ac.id/z