BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Menopause Sudah alamiah bahwa setiap makhluk di dunia ini mengalami proses
penuaan. Pada manusia proses penuaan itu sebenarnya terjadi sejak manusia dilahirkan dan berlangsung terus sampai akhir hayat. Berbeda dengan kaum pria, proses penuaan pada wanita berlangsung lebih “dramatis”, terutama karena adanya proses reproduksi dalam kehidupannya.10 Menopause menurut WHO (2005) berarti berhentinya siklus menstruasi untuk selamanya bagi wanita yang sebelumnya mengalami menstruasi setiap bulan, yang disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami atresia terus meningkat, sampai tidak tersedia lagi folikel, serta dalam 12 bulan terakhir mengalami amenorea, dan bukan disebabkan oleh keadaan patologis. Kini wanita Indonesia rata-rata memasuki masa menopause pada usia 50 tahun. Tetapi sebagian ada yang mengalami pada usia lebih awal atau lebih lanjut. Umur waktu terjadinya menopause dipengaruhi oleh keturunan, kesehatan umum, dan pola kehidupan.11 Usia menopause rata-rata berada pasa usia 51 tahun, setelah itu wanita akan menghabiskan sepertiga dari umurnya. Namun, dikedepan hari banyak wanita yang memilih untuk bisa menunda proses ini dikarenakan karir dan berbagai alasan lainnya, sehingga mereka membalikkan kenyataan mengenai proses penuaan reproduksi dan ovarium (ovarian aging), konsekuensi nya akan terjadi dampak perubahan pada berbagai sitem fisiologis tubuh dikarenakan perubahan hormonal ini, yang meliputi: densitas tulang, kardiovaskular, tingkah laku, dan kanker.10
Universitas Sumatera Utara
Sutanto (2005) mendefinisikan menopause proses alami dari penuaan, yaitu ketika wanita tidak lagi haid selama 1 tahun. Penyebab terhentinya haid karena ovarium tidak lagi memproduksi hormon estrogen dan progesteron. Webster’s Ninth New Collegiate Dictionary mendefinisikan menopause sebagai periode berhentinya haid secara alamiah yang biasanya terjadi antara usia 45 dan 50 tahun. Menopause adalah perdarahan terakhir dari uterus yang masih dipengaruhi oleh hormon dari otak dan sel telur.12 Menopause terjadi karena produksi sel telur habis sama sekali dan biasanya terjadi pada usia 45-50 tahun. Diagnosis dibuat setelah terdapat amenorrea (tidak haid) sekurang-kurangnya 1 tahun. Shimp & Smith (2000) mendefinisikan menopause sebagai akhir periode menstruasi, tetapi seorang wanita tidak diperhitungkan postmenopause sampai wanita tersebut telah 1 tahun mengalami amenorrhea. Berhentinya haid dapat didahului oleh siklus yang lebih panjang dengan perdarahan yang berkurang. Umumnya batas terendah terjadinya menopause adalah umur 44 tahun. Operasi atau radiasi dapat menyebabkan menopause yang umumnya menimbulkan keluhan lebih banyak dibanding menopause secara alami.13 Produksi hormon wanita (estrogen) makin lama makin berkurang sehingga haidpun menjadi tidak teratur dan akhirnya berhenti. Setelah usia 40 tahun seorang wanita memasuki fase klimakterium, yang berasal dari kata climacter yang berarti tahun-tahun peralihan.
Klimakterium atau usia mapan, berlangsung dari saat
premenopause (kira-kira umur 40 tahun) yaitu pada masa dimana ovarium berangsur-angsur menurun fungsinya dan berakhir sekitar usia 55 tahun. Pada usia sekitar 49 tahun terjadi menopause (mati haid). 14
Universitas Sumatera Utara
Menopause merupakan salah satu fase dari kehidupan normal seorang wanita. Pada masa menopause kapasitas reproduksi seorang wanita berhenti. Ovarium tidak lagi berfungsi, produksi hormon steroid dan peptida berangsur-angsur hilang dan terjadi sejumlah perubahan fisiologik. Sebagian disebabkan oleh berhentinya fungsi ovarium dan sebagian lagi disebabkan oleh proses penuaan. Banyak wanita yang mengalami gejala dan keluhan akibat perubahan tersebut di atas. Gejala dan keluhan tersebut biasanya berangsur-angsur menghilang. Walaupun tidak menyebabkan kematian, namun menimbulkan rasa tidak nyaman dan kadang-kadang menyebabkan gangguan dalam pekerjaan sehari-hari. 15,16,17 Keluhan-keluhan yang biasa dialami pada masa ini antara lain mudah tersinggung, depresi, kelelahan, kurang bersemangat, sulit tidur, hot flush, berkeringat, rasa dingin, dan sakit kepala. Ketika seseorang memasuki masa menopause, terjadi ketidaknyamanan fisik seperti rasa kaku dan linu yang dapat terjadi secara tiba-tiba di sekujur tubuh. Rasa kaku ini terkadang disertai rasa panas atau dingin, pening, kelelahan, resah, kesal, cepat marah, dan berdebar-debar. Setelah menopause, wanita akan mengalami masa Senile. Pada masa ini tercapai keseimbangan hormonal yang baru sehingga tidak ada lagi gangguan vegetatif maupun psikis.12
2.1.1. Gejala-Gejala Menopause Bentuk dari gejala-gejala merupakan dasar diagnosis. Gejala-gejala yang ada sangat bervariasi diantara wanita-wanita. Oleh karena itu diperlukan pendekatan secara individual dalam penilaian dan pengobatan.4,5 A. Ketidakstabilan vasomotor
Universitas Sumatera Utara
- Hot flushes - Keringat malam - Gangguan tidur B. Gangguan psikologis/kognitive - Depresi - Irritabilitas - Perubahan mood - Kurang konsentrasi, pelupa. C. Gangguan seksual - Kejadian gangguan seksual pada wanita perimenopause bervariasi dan meningkat dengan bertambahnya umur. - Gejala-gejala berupa; berkurangnya lubrikasi vagina, menurunnya libido, dispareuni dan vaginismus. D. Gejala-gejala somatik - Sakit kepala - Pembesaran mammae dan nyeri - Palpitasi - Pusing E. Sindroma urogenital
Universitas Sumatera Utara
Secara embrional uretra dan vagina sama-sama berasal dari sinus urogenital dan duktus Muller. Selain itu pula, di uretra dan vagina banyak dijumpai reseptor estrogen, sehingga kedua organ tersebut mudah mengalami gangguan begitu kadar estrogen
serum mulai berkurang. Gangguan–gangguan tersebut dapat
berupa berkurangnya aliran darah, turgor dan jaringan kolagen. Kekurangan estrogen juga dapat menyebabkan mitosis sel dan pemasukan asam amino ke dalam sel berkurang. Pada vulva terjadi atropi sel, epitel vulva menipis. Dijumpai fluor dan perdarahan subepitelial (kolpitis senilis), vagina menjadi kering, mudah terjadi iritasi dan infeksi.
F. Osteoporosis G. Kelainan kardiovaskular
2.1.2. Penuaan (Aging) dan Menopause Sejak lahir bayi wanita memiliki sekitar 770.000 sel telur yang belum berkembang. Pada fase pubertas, yaitu usia 8-12 tahun, mulai timbul aktivitas ringan dari fungsi endokrin reproduksi. Pada usia 12-13 tahun umumnya seorang wanita akan mendapatkan menarche (haid pertama kalinya) yang dikenal sebagai masa pubertas. Pada saat itu organ reproduksi wanita mulai berfungsi optimal secara bertahap. Ovarium mulai mengeluarkan sel-sel telur yang siap untuk dibuahi yang disebut dengan fase reproduksi atau periode fertil yang berlangsung hingga usia sekitar 45 tahun. Periode fertil ketika telur dibuahi, akan terjadi kehamilan.11 Fase terakhir setelah masa reproduksi berakhir disebut klimakterium, yaitu masa peralihan yang dilalui seorang wanita dari periode reproduktif ke periode non-
Universitas Sumatera Utara
produktif. Periode ini berlangsung antara 5-10 tahun atau 5 tahun sebelum menopause dan 5 tahun setelah menopause. Masa klimakterium terdiri atas tiga tahap, yaitu premenopause, perimenopause, dan postmenopause. Premenopause adalah masa sebelum berlangsungnya perimenopause. Tahap ini terjadi sejak fungsi reproduksi mulai menurun sampai timbul keluhan atau tanda-tanda menopause. Perimenopause merupakan periode dengan keluhan memuncak. Terjadi sekitar 1-2 tahun sebelum dan 1-2 tahun sesudah menopause. Postmenopause adalah masa setelah perimenopause sampai senilis. Secara umum, fase klimakterium disebut sebagai menopause.18 Menopause biasanya terjadi pada umur akhir 40-an atau awal 50-an. Menurut WHO, menopause adalah berhentinya menstruasi secara permanen disebabkan oleh hilangnya aktifitas folikel ovarium dimana estrogen disekresikan oleh folikel primordial ovarium. Meskipun ovarium dari wanita eumenorrheic mengandung ratarata 1.000 folikel, pada saat masa transisi (perimenopause) jumlah folikel ini akan berkurang sekitar 10 kali lipat, dan hampir tidak ada folikel yang ditemukan dalam ovarium pascamenopause. Mekanisme penurunan folikel dan menopause tidak diketahui.11 Penuaan sistem reproduksi (ovarian aging) telah diketahui pada beberapa spesies vertebrata akan membawa kepada keadaan menopause. Selain penurunan jumlah folikel, proses penuaan juga berperan pada keadaan menopause, dimana ini ditandai dengan terjadinya penurunan fungsi oleh Hipotalamus Pituitari Gonad-Axis yang menimbulkan ketidakteraturan siklus estrus. Pada tikus percobaan mengalami penurunan fungsi ovarium pada usia antara 6-18 bulan yang ditandai dengan kadar estrogen yang rendah. Penurunan sistem reproduksi berhubungan dengan gejala akut menopause meliputi gangguan vasomotor yang mengakibatkan hot flashes dan
Universitas Sumatera Utara
berkeringat di malam hari, kekeringan vagina, depresi dan perubahan mood, serta gejala kronis termasuk progresif serta atrofi otot dan tulang yang berhubungan dengan meningkatnya kerentanan terhadap osteoporosis, peningkatan jumlah lipid (obesitas) dan sejumlah penyakit-penyakit metabolik, seperti dislipidemia, penyakit kardiovaskuler, hipertensi dan resistensi insulin. Sehinga hal ini menimbulkan pertanyaan apakah menopause merupakan konsekuensi dari proses penuaan atau defisiensi endokrin, bahkan keduanya. 19
2.2.
Menopause Rating Scale ( MRS ) Skala Penilaian Menopause (MRS) merupakan skala kualitas hidup yang
dikembangkan pada awal tahun 90-an untuk menilai tingkat keparahan keluhan menopause sebagai respon terhadap kurangnya skala yang terstandarisasi untuk mengukur keparahan gejala penuaan serta efeknya terhadap kalitas hidup.6,20,21,22 Sebenarnya, versi MRS yang pertama seharusnya diisi oleh dokter yang menangani kasus yang bersangkutan, namun beberapan kritik dari ahli metodologi akhirnya memunculkan skala baru yang dapat dengan mudah diisi sendiri oleh wanita yang bersangkutan, bukan oleh dokternya. Pembenaran penggunaan MRS dimulai beberapa tahun yang lalu dengan tujuan untuk membentuk suatu alat untuk mengukur gambaran kualitas hidup, yang secara mudah dapat diisi. Tujuan pembuatan MRS adalah (1) untuk memungkinkan perbandingan gejala penuaan antara diantara kelompok wanita dengan kondisi yang berbeda, (2) untuk membandingkan keparahan penyakit yang dialami dalam selang waktu tertentu, dan (3) untuk mengukur perubahan yang terjadi sebelum dan sesudah diberikan pengobatan. Skala MRS telah dibakukan secara resmi berdasarkan peraturan psikometrik dan diterbitkan pertama kali di Jerman. Sewaktu alat ini sedang
Universitas Sumatera Utara
dibakukan, tiga dimensi yang terpisah ternyata teridentifikasi, yang menjelaskan 59% variansi total yang dijumpai (analisis faktor): psikologis, somato vegetatif, dan sub skala urogenital. Skala MRS terdiri dari 11 item (gejala atau keluhan). Masingmasing gejala yang terkandung didalam skala tersebut dapat diberikan nilai 0 (tidak ada keluhan) sampai 4 (gejala berat) tergantung pada tingkat keluhan yang diperoleh setelah wanita yang bersangkutan mengisi skala tersebut (dengan cara mencentang kotak yang telah disediakan). Cara penilaian pada dasarnya sederhana,
contohnya:
skornya
akan
semakin
meningkat
seiring
dengan
meningkatnya tingkat keparahan subjektivitas gejala yang diperoleh dari setiap item (skor 0 : tidak ada keluhan, skor 4: gejala yang sangat berat]). Responden dengan sendirinya akan menunjukkan persepsinya sendiri dengan mencentang 1 dari kemungkinan 5 kotak “keparahan” yang tersedia untuk setiap item.6,20,21,22 Saat ini, skala MRS diterima secara Internasional. Skala ini pertamaka kali dialihbahasakan ke bahasa Inggris, yang diikuti dengan terjemahan ke dalam bahasa yang lain. Rekomendasi metodologi Internasional yang terbaru juga dimasukkan. Saat ini skala ini tersedia dalam beberapa bahasa: bahasa Brasil, Inggris, Perancis, Jerman, Indonesia, Italia, Mexico/Argentina, Spanyol, Swedia, dan Turki.6
Universitas Sumatera Utara
Penilaian Menopause Rating Scale
Gambar 1. Menopause Rating Scale 6
Universitas Sumatera Utara
Skor untuk tingkat / derajat keparahan keluhan berdasarkan subskala adalah sebagai berikut:22 •
Skor Total - Tidak ada, sedikit : 0-4
2.3.
- Ringan
: 5-8
- Sedang
: 9-16
- Berat
: 17+
Reactive Oxygen Spesies (ROS) Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang mempunyai satu atau lebih
elektron yang tidak berpasangan di orbit luarnya sehingga relatif tidak stabil. Untuk mendapatkan kestabilannya, molekul yang bersifat reaktif tersebut mencari pasangan elektronnya, sehingga disebut juga sebagai reactive oxygen species (ROS). Mekanismenya dapat dengan donasi, meski umumnya dengan “mencuri” dari sel tubuh lain. Terdapat 2 jenis ROS, yakni: (1) molekul oksigen dengan elektron yang tidak mempunyai pasangan dan, (2) molekul oksigen tunggal. Molekul yang termasuk ke dalam radikal bebas tipe 1 diantaranya ialah anion superoksida (+O2-), radikal hidroksil (OH-), dan radikal peroksil lipid (LOO). +O2merupakan molekul reaktif yang pertama terbentuk saat metabolisme lipid dan protein, untuk selanjutnya dapat dikonversi menjadi hidrogen peroksida (H2O2) atau dimetabolisme oleh sistem enzim. H2O2 merupakan oksidan yang relatif lemah, namun mampu menginisiasi reaksi oksidatif dan membentuk spesies radikal bebas. Perubahan bentuk H2O2 menjadi OH terjadi melalui reaksi yang dikatalisasi oleh
Universitas Sumatera Utara
metal transisi (Fe2+ atau Cu+). ROS dapat mengakibatkan disfusi sel akibat pengambilan elektron dari komponen lipid, protein, dan DNA. Saat sel tubuh kehilangan elektronnya, maka sel tersebut juga akan menjadi radikal bebas yang akan memulai rangkaian proses serupa berikutnya.13 Stres oksidatif adalah ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan yang dipicu oleh dua kondisi umum yakni kurangnya antioksidan dan kelebihan produksi radikal bebas. Berbagai enzim pada sel dan proses metabolik yang terkontrol, akan menjaga agar kerusakan oksidatif ditingkat sel tetap minimal. Pada saat produksi ROS meningkat, maka kontrol protektif tidak akan mencukupi sehinggu memicu kerusakan oksidatif. Kondisi ini akan memberi dampak berupa kerusakan oksidatif mulai dari tingkat sel, jaringan hingga ke organ tubuh, menyebabkan terjadinya percepatan proses penuaan dan munculnya beragam penyakit. Penuaan dapat diartikan sebagai penumpukan kerusakan, maupun penurunan fungsi biologis dan kemampuan organisme untuk beradaptasi terhadap stres metabolik.23 ROS (Reactive Oxygen Spesies) sebagai elektron yang tidak berpasangan, dan merupakan metabolisme dari mitokondria. Mitokondria memproduksi superoxide yang merupakan radikal bebas, superoxide sebagai radikal bebas diproduksi pada dua titik rantai transport elektron, yang pertama pada komplek I (NADPH Dehydrogenase) dan komplek III (Ubiquinone-cytochrome c reductase). Dalam metabolisme yang tidak normal, kompleks III merupakan sumber dari produksi ROS, metabolisme yang tidak normal dapat berupa proses penuaan. Pada komplek III ini terbentuk suatu radikal bebas yaitu semiquinone anion spesies (.Q-) yang merupakan suatu hasil sampingan dari regenerasi coenzyme q. Pembentukan ROS kemudian nya akan mempengaruhi proses metabolik. Pada keadaan dengan
Universitas Sumatera Utara
terpapar oksidan, maka akan terbentuk glyoxal dan methylglioxal, keduanya akan menghasilkan glycation end product (AGE) yang berkontribusi pada proses penuaan secara fenotipe.23
Gambar 2. Komplek III yang memproduksi ROS 23
Secara evidence base, pada penelitian in vitro, mitokondria mengubah 1-2% dari molekul oxygen yang digunakan sebagai pembentukan ATP menjadi superoxide anion. Berapapun jumlah dari superoxide anion yang menjadi ROS, tetap akan berefek buruk, sehingga menyebabkan tubuh memproduksi antioksidan untuk membatasi pengeluaran oksidan ini. Suatu postulat diungkapkan dalam mengurangi produksi oksidan oleh mitokondria adalah dengan meningkatkan metabolisme uncoupling. Ketika pemakaian oksigen dari metabolisme uncoupling untuk membentuk ATP maka akan terbentuk panas. Bagaimanapun juga, konsumsi oksigen tanpa terbentuknya ATP akan menurunkan kadar molekular oksigen bebas dalam pembentukan superoxide anion.24 Efek buruk dari ROS sebagian besar akan dinetralisir oleh sistem antioksidan yang meliputi suatu enzim yang memakan superoxide dismutase (SOD), katalase dan gluthatione peroxidase. SOD akan mempercepat perubahan superoxide menjadi hydrogen peroxidase, dan katalase serta glutahtione peroxidase mengubah
Universitas Sumatera Utara
hydrogen peroxidase menjadi air. Selain enzim, terdapat beberapa molekul kecil yang berperan dalam memakan ROS, seperti ascorbate, piruvat, flavonoid, karotenoid, dan gluthation yang muncul dalam kosentrasi milimolar dalam sel.23,24 Keseimbangan antara produksi ROS dan mekanisme pertahanan dari antioksidan mencerminkan derajat stres oksidatif. Efek samping dari Stres ini akan memodifikasi selular protein, lemak dan DNA. Kebanyakan studi, Stres oksidatif akan memodifikasi protein sehingga terbentuk derivat carbonyl, yang nantinya menjadi penanda dalam derajat stres oksidatif.23 Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa sel-sel yang tua dan organisme berakumulasi meningkatkan kadar oksidan yang merusak nukleus DNA. Mungkin karena kedekatannya dengan sumber utama pembentukan oksidan, atau karena sistem perbaikan DNA yang terbatas, mitokondria DNA umumnya dianggap lebih sensitif dibandingkan nukleus DNA dalam kerusakan oksidatif. Terdapat dua penelitian yang mengungkapkan bahwa stres oksidatif menimbulkan kerusakan pada mitokondria DNA. Peningkatan kerusakan mitokondria akan menyebabkan kerusakan fungsi dan integritas mitokondria, sehingga menyebabkan produksi ROS yang berlebih dan ini merupakan suatu siklus atau lingkaran dalam terjadinya kerusakan DNA.24
2.3.1 Stres Oksidatif pada Menopause dan Penuaan (aging) Stres oksidatif, yang didefinisikan sebagai ketidakseimbangan antara oksidan dan antioksidan, yang memainkan peran penting dalam proses penuaan normal. Stres oksidatif juga terlibat dalam patogenesis sejumlah proses penyakit, termasuk yang berkaitan dengan usia degeneratif proses seperti penyakit jantung, aterosklerotik, sirosis hati non-alkohol, dan berbagai patologi yang mengenai sistem
Universitas Sumatera Utara
reproduksi wanita. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa gangguan vasomotor, osteoporosis dan penyakit kardiovaskular secara signifikan berkorelasi dengan hilangnya estrogen secara progresif dan efek pelindungnya, dikombinasikan dengan kekurangan pertahanan antioksidan yang mengarah ke ketidakseimbangan redoks yang nyata.25 Vural et al. membandingkan serum TNF-a, IL-4, IL-10, dan IL-12 pada saat fase folikular pada pada wanita premenopause, usia 19-38 tahun, dengan postmenopause, usia 37-54 tahun. Konsentrasi serum yang lebih tinggi dari TNF-a, IL-4, IL-10, dan IL-12 terlihat pada postmenopause dibandingkan dengan premenopause. Kadar TNF-a dan sitokin inflamasi telah diketahui tinggi pada keadaan stres oksidatif. Oleh karena itu, dapat dispekulasikan bahwa stres oksidatif meningkat pada pascamenopause. Penelitian ini juga menunjukkan hubungan antara kompensasi TNF-a dan IL-4. Peningkatan kadar IL-4, dengan efek antiinflamasinya, dapat digunakan untuk melawan efek keadaan pro-inflamasi yang disebabkan oleh peningkatan kadar TNF-a.26 Signorelli et al. juga melaporkan temuan yang menunjukkan kadar stres oksidatif yang tinggi pada menopause. Kadar serum darah digunakan untuk menilai malondialdehyde (MDA), 4-hydroxynenal (4-HNE), LDL teroksidasi, dan glutation peroksidase (GSH-Px) yang dibandingkan pada dua kelompok: wanita usia subur, antara
usia
30-35
dan
pascamenopause,
antara
usia
45-55.
Kelompok
postmenopause menunjukkan peningkatan yang signifikan pada biomarker prooksidan: MDA, 4-HNE, dan LDL teroksidasi, sedangkan kadar antioksidan GSH-Px secara
signifikan
menurun
bila
dibandingkan
dengan
subyek
kontrol
premenopause.7
Universitas Sumatera Utara
Estrogen terlibat dalam sejumlah proses fisiologis dalam jaringan pada sistem kardiovaskular.
Hal
ini
dikenal
sebagai
perlindungan
terhadap
penyakit
kardiovaskular dengan cara efek yang dimediasi oleh endotel dan non-endotel dan efek menguntungkan pada homeostasis lipoprotein, glukosa, dan insulin, perubahan komposisi matriks ekstraseluler, destabilisasi plak aterosklerosis dan fasilitasi pembentukan pembuluh darah kolateral. Defisiensi estrogen pada postmenopause dihubungkan dengan kadar asam lemak bebas yang tinggi, yang berkontribusi pada patogenesis dari sindrom metabolik dan resistensi insulin. Menopause dengan komplikasi diabetes yang tidak terkontrol dikaitkan dengan peningkatan risiko aterosklerosis dan penyakit kardiovaskular. Risiko penyakit kardiovaskular muncul pada wanita postmenopause nondiabetes dengan adanya faktor risiko yang seperti kadar lipid dan glukosa dalam plasma yang tinggi. Aterogenesis dianggap sebagai inflamasi, proses fibroproliferatif. Insiden aterosklerosis meningkat pada menopause, sebagai pengaruh estrogen sebagai antioksidan yang hilang, yang menyebabkan peningkatan oksidasi kolesterol LDL. Moreau et al. menunjukkan peningkatan kadar plasma LDL teroksidasi pada wanita menopause dibandingkan dengan perempuan premenopause. Pemberian antioksidan vitamin C ditujukan untuk membalikkan efek ini, dengan penurunan konsentrasi LDL teroksidasi yang mengarah kepada perbaikan dalam parameter kesehatan vaskular seperti aliran darah dan konduktansi vaskular.27 Teori radikal bebas dewasa ini lebih banyak dianut dan dipercaya sebagai mekanisme proses penuaan. Radikal bebas adalah sekelompok elemen dalam tubuh yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan sehingga tidak stabil dan reaktif hebat. Sebelum memiliki pasangan, radikal bebas akan terus menerus menghantam sel-sel tubuh guna mendapatkan pasangannya termasuk menyerang
Universitas Sumatera Utara
sel-sel tubuh yang normal. Teori ini mengemukakan bahwa terbentuknya gugus radikal bebas (hydroxyl, superoxide, hydrogen peroxide, dan sebagainya) adalah akibat terjadinya otooksidasi dari molekul intraselular karena pengaruh sinar UV. Radikal bebas ini akan merusak enzim superoksida-dismutase (SOD) yang berfungsi mempertahankan fungsi sel sehingga fungsi sel menurun dan menjadi rusak.24
2.3.2. Pemeriksaan laboratorium pada Stres oksidatif Untuk menilai keseimbangan antara kerusakan oksidatif dan antioksidan tubuh, penting untuk melakukan pemeriksaan laboratorium dalam penilaian ini. Regulasi jumlah radikal bebas secara normal dalam sistem biologis tubuh dilakukan oleh enzim-enzim antioksidan endogenous seperti enzim SOD, GPx, dan CAT. Pengukuran radikal bebas di dalam tubuh sangat sulit dilakukan karena radikal bebas bereaksi sangat cepat sehingga seringkali dilakukan pengukuran tidak langsung melalui produk turunannya seperti MDA dan 4-hidroksinonenal.Kedua senyawa tersebut sering digunakan untuk pengukuran reaksi radikal bebas lipid.28 Kita dapat menilai kapasitas dari antioksidan tubuh, enzim yang merusak radikal bebas, marker yang mengevaluasi kerusakan oleh karena produksi radikal bebas. Berikut pemeriksaan yang dapat dilakukan:28 1. Sampel darah, dalam hal ini dapat diperiksa kapasitas dari antioxidandan enzim yang berfungsi memproteksi yang meliputi: Glutathione darah, total kapasitas antioksidan, enzim superoxidase dismutase, glutahtione peroxidase. Sementara, sampel darah yang menggambarkan kerusakan dari tubuh, pemeriksaan lipid peroxidase dan malondialdehida.
Universitas Sumatera Utara
2. Sampel urin, dalam hal ini dapat diperiksa kerusakan oleh karena radikal bebas, meliputi: lipid peroxidase (kerusakan oxidatif pada membran sel) dan 8-hydroxydeoxyGuanosine (kerusakan oxidatif pada DNA).
2.4.
Enzim Glutathion Peroksidase Glutathione peroksidase (GPx)
merupakan salah satu dari 25 famili
selenoprotein. GPx berfungsi sebagai antioksidan dengan mengurangi peroksida, seperti H2O2.29 Selain itu juga Glutathion peroksidase dapat mengkatalis reduksi dari
berbagai
hidroperoksidase
menggunakan
glutation
sebagai
substrat
pereduksi.30 Empat macam spesies glutathion peroksidase telah diidentifikasi pada mamalia
yaitu,
enzim
selular
yang
klasik,
enzim
metabolisme
fosfolipid
hidroperoksidase, enzim saluran pencernaan dan enzim plasma ekstraseluler. Struktur primer mereka sangat tidak berkaitan dan dikode oleh gen yang berbeda serta mempunyai sifat-sifat enzim yang berbeda. Perbedaan struktur yang diamati menunjukkan perbedaan dalam subtrat dan spesifitasnya.30 Glutation peroksidase merupakan bagian penting dari sistem pertahanan antioksidan. Lima isoform yang diketahui, oleh karena itu disebut seperti keluarga enzim dari enzim tunggal yang terdapat hampir disetiap sel hewan. Ada beberapa faktor membatalkan aktivitas enzim ini. Beberapa di antaranya bersifat internal, faktor individu, menghasilkan variasi yang signifikan dalam aktivitas enzim di organ yang berbeda, usia dan jenis kelamin. Regulasi endokrin juga dapat mengontrol aktivitas enzim.29
Universitas Sumatera Utara
Glutathione peroksidase (GPx) adalah protein dengan bentuk tetramer. Mempunyai berat molekul sebesar 85.000 D. Enzim ini mengandung 4 atom selenium yang terikat sebagai selenocysteine.29 Glutathion adalah substansi kunci yang ditemukan dalam setiap sel dalam tubuh kita dan dapat dianggap sebagai obat universal yang berlangsung secara normal dan substansi tanpa efek samping. Ia merupakan antioksidan sel yang terpenting, menetralisir radikal bebas yang dapat merusak atau menghancurkan sel. Tubuh memproduksi radikal bebas selama metabolisme. Dalam kondisi berbagai stress seperti toksisitas kimia atau infeksi tubuh menghasilkan lebih banyak radikal bebas. Jika persediaan glutathion sedikit radikal bebas ini dapat mempengaruhi sel. Terpapar radiasi sinar matahari atau sumber lain juga menimbulkan radikal bebas yang sangat meningkat sehingga tubuh perlu untuk dinetralisir.29 Enzim glutation peroksidase membantu mencegah kerusakan sel yang disebabkan oleh radikal bebas dengan cara mengkatalisa berbagai hidroperoksida. Glutation peroksidase mereduksi H 2 O 2
menjadi H 2 O
dan glutation disulfide
(GSSG) dengan bantuan glutation tereduksi (GSH). Reaksi enzim tersebut seperti di bawah ini. H2O2
+ 2GSH
GPX
GSSG + 2H 2 O
Selenium yang mengandung enzim glutation peroksidase terdiri dari lima isoenzim yang berbeda, yaitu: 31 a) GPx1, glutathione peroxidase Seluler (cGSHPx, misalnya sel darah merah GSHPx) b) GPx2, gastrointestinal glutathione peroxidase (giGSHPx) c) GPx3,ekstraseluler glutathione peroxidase (eGSHPx, misalnya plasma GSHPx) d) GPx4, fosfolipid hidroperoksida glutation peroksidase (phGSHPx)
Universitas Sumatera Utara
e) GPx5, sekresi GSHSPx Epididymis-spesifik
2.5.
Hubungan Stress Oksidatif dan Anti Oksidan terhadap Menopause Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sánchez. MA, et al, didapatkan
data
bahwa kadar lipoperoksidase lebih tinggi pada wanita postmenopause
dibandingkan dengan premenopause. (0,357+ 0,05 vs 0,331 + 0,05 чmol/L, P< 0,001. Dijumpai bahwa menopause memiliki risiko terhadap keberadaan stress oksidatif ( OR 2,62, CI95% 1,35-5,11 p<0,01). Dan dijumpai nilai korelasi positif antara keluhan berdasarkan skala menopause dengan peningkatan stress oksidatif ( Lipoperoksidase r=0,327 p= 0,001).32 Penelitian oleh Shrivastava,et al 2004 dijumpai bahwa nilai anti oksidan (Glutathion peroksidase) lebih rendah pada wanita post menopause dibandingkan dengan premenopause dan terdapat hubungan yang bermakna secara signifikan (3,59 + 1,37 vs 8,9 + 0,47, p < 0,01).9
2.6.
Penurunan fungsi oleh hipotalamus Pituitari Gonad Axis ketidak teraturan siklus haid
Kerangka Teori
Ketidakseimbangan Oksidan dan anti Oksidan
Stress Oksidatif Jumlah folikel ovarium sangat berkurang bahkan tidak ada
ROS
MENOPAUSE Peningkatan Akumulasi ROS
Ovarium tidak merespon hormon Hipofisis
Penurunan Enzim Glutathion Peroksidase FSH meningkat, LH meningkat, Universitas Sumatera Utara Estrogen dan Progesteron
PROSES PENUAAN / AGING
EFEK JANGKA PENDEK
EFEK JANGKA PANJANG
Gejala somatik
Penyakit kardiovaskuler
Gejala psikologis
Osteoporosis
Gejala urogenital masalah seksual
dan
Keganasan
Universitas Sumatera Utara