TINJAUAN PUSTAKA
Tanah Gambut Gambut diartikan sebagai material atau bahan organik yang tertimbun secara alami dalam keadaan basah berlebihan, bersifat tidak mampat dan tidak atau hanya sedikit mengalami perombakan. Dalam pengertian ini tidak berarti bahwa setiap timbunan bahan organik yang basah adalah gambut. Sebagaian petani menyebut tanah gambut dengan istilah tanah hitam, karena warnanya hitam dan berbeda dengan jenis tanah lainnya. Tanah gambut yang telah mengalami perombakan secara sempurna sehingga tumbuhan aslinya tidak dikenali lagi dan kandungan mineralnya tinggi disebut tanah bergambut (Noor, 2001) Tingkat kesuburan gambut ditentukan oleh kandungan bahan mineral dan basa-basa, bahan substratum/dasar gambut dan ketebalan lapisan gambut. Gambut di Sumatera relatif lebih subur dibandingkan dengan gambut di Kalimantan. Berdasarkan lingkungan pembentukannya, gambut dibedakan atas: (a) Gambut ombrogen yaitu gambut yang terbentuk pada lingkungan yang hanya dipengaruhi oleh air hujan dan (b) Gambut topogen yaitu gambut yang terbentuk di lingkungan yang mendapat pengayaan air pasang. Dengan demikian gambut topogen akan lebih kaya mineral dan lebih subur dibandingkan dengan gambut ombrogen
(Agus dan
Subiksa, 2008) Tingkat keasaman gambut mempunyai kisaran sangat lebar. Umumnya, tanah gambut tropik, terutama gambut ombrogen (oligotropik), mempunyai kisaran pH 3,0 – 4,5, kecuali yang mendapat penyusupan air laut atau payau. Kemasaman tanah
Universitas Sumatera Utara
gambut cenderung makin tinggi jika gambut makin tebal. Gambut dangkal mempunyai pH antara 4,0 – 5,1, sedangkan gambut dalam pH nya antara 3,1- 3,9 dimana sumber keasaman yang berperan pada tanah gambut adalah pirit dan asamasam organik (Noor, 2001). Secara alamiah tanah gambut memiliki tingkat kesuburan rendah, karena kandungan unsur haranya rendah dan mengandung beragam asam asam organik yang sebagian bersifat racun bagi tanaman. Namun demikian asam-asam tersebut merupakan bagian aktif dari tanah, yang menentukan kemampuan gambut untuk menahan unsur hara. Karakteristik dari asam-asam organik ini akan menentukan sifat kimia gambut. Untuk mengurangi pengaruh buruk asam-asam organik yang beracun, dapat dilakukan dengan menambahkan bahan-bahan yang banyak mengandung kation polivalen seperti Fe, Al, Cu, dan Zn. Kation-kation tersebut membentuk ikatan koordinasi dengan ligan organik membentuk senyawa kompleks/khelat.(Hartatik et al, 2011) Tanah gambut umumnya memiliki kapasitas tukar kation (KTK) tinggi dan kejenuhan basa (KB) rendah. Kapasitas tukar kation tanah gambut lebih tinggi dibandingkan dengan tanah mineral dan semakin tinggi dengan meningkatnya kandungan bahan organik. Nilai KTK memegang peranan penting dalam pengelolaan tanah dan dapat menjadi penciri kesuburan tanah. Kapasitas tukar kation pada tanah umumnya tergantung pada jumlah muatan negatif yang berada pada kompleks jerapan ( Agus dan Subiksa, 2008)
Universitas Sumatera Utara
Pasir Vulkan Abu vulkan sebagai bahan amelioran di lahan gambut Kalimantan Barat telah dicobakan dengan dosis yang cukup tinggi dan dikaji pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai (Setiadi, 1995). Proses mineralisasi kandungan hara dan pelapukan abu vulkan akhir-akhir ini memperoleh perhatian di Jepang, diantaranya Shindo (1992), Takamatsu, Boratynski dan Satake (1992) serta Yamada (1997). Kandungan hara yang terdapat pada abu volkan mempunyai harapan baik untuk dijadikan sumber hara pada lahan gambut. Deposit abu vulkan sangat besar sebab Indonesia memiliki banyak gunung api yang aktif. Penggunaan abu vulkan sebagai bahan amelioran pada tanah gambut dapat berpengaruh positif terhadap lingkungan karena abu vulkan yang dideposisikan akan berkurang sehingga dapat mengurangi beban tanggul penahan lahar serta longsor lahar dingin (Setiadi, 1995) Abu vulkan yang berukuran dari debu sampai pasir, banyak mengandung gelas vulkanik, sedikit feldspar, dan mineral-mineral kelam (mineral Fe dan Mg) serta sejumlah kuarsa. Di beberapa tempat ditemukan pula abu vulkanik yang tidak mengandung gelas tapi kaya akan fragmen batuan. Kebanyakan abu vulkan bersifat andesitic terutama pada gunung-gunung api sekitar pasifik. Abu vulkan yang berasal dari gunung api di Indonesia umumnya bersifat andesitik sampai basaltic (Hardjowigeno, 1993). Dari hasil data analisis kimia tanah untuk bahan vulkan yang digunakan dalam penelitian ini, menunjukan bahwa: pH (H2O) (5,59), pH (KCl) (5,44),
Universitas Sumatera Utara
P-tersedia (5,33 ppm), Retensi P ( 24,19%), P-Total (0,045%), K (0,041 cmol/kg), Ca (0,21 cmol/kg), Mg (0,046 cmol/kg), Na (0,053 cmol/kg), Al (0,68 cmol/kg), KTK (6,3 me/100gram), dan kandungan C-organik (0,057%) (Ridwandi et al, 2013). Hikmatullah (2010) menambahkan dari hasil peneltiannya bahwa kadar Alo pada dari semua pedon tanah vulkan cukup tinggi mencapai 2.47-5.43 %, sedangkan kadar Feo mencapai 0.80-2.03 %. Zeolit Struktur zeolit terdiri dari tiga dimensi tetrahedral silikat yang disebut tektosilikat dalam struktur ini sebagian Si4+ digantikan Al3+ sehingga menghasilkan muatan listrik negatif kristal tersebut bertambah. Kelebihan muatan negatif ini biasanya diimbangi oleh kation-kation logam K+, Na+ dan Ca+ yang menduduki dalam struktur kristal mineral zeolit yang bersangkutan sehingga zeolit dapat bermuatan netral (Harjanto, 1987). Zeolit merupakan aluminosilikat kristalin berpori mikro terhidrasi yang mengandung pori yang saling berhubungan dengan ukuran 3 sampai 10 Ǻ. Zeolit tersusun oleh silikon, oksigen dan alumunium dalam suatu kerangka struktur tiga dimensi dengan pori-porinya mengandung molekul air yang dapat menyerap kation yang saling bertukar (catión exchange). Secra kimia zeolit mempunyai rumus empiris +2
+2
+
: M ,M Al2O3_gSiO2_ZH2O, dimana M biasanya Na atau K, M
+2
adalah Mg, Ca,
atau Fe (Warmada dan Titisari, 2004). Zeolit digunakan sebagai "soil conditioning" yang dapat mengontrol dan menaikkan pH tanah serta kelembaban tanah. Dalam pengalaman petani di Jepang,
Universitas Sumatera Utara
penambahan zeolit pada pupuk tanaman bervariasi dari 15-63% terutama untuk tanaman apel dan gandum. Penambahan zeolit pada pupuk kandang ternyata juga akan meningkatkan proses nitrifikasi. Pada saat ini bidang pertanian merupakan pemakai zeolit terbesar di Indonesia, selain sebagai "slow release fertilizer", zeolit juga digunakan untuk sebagai carrier pestisida/herbisida dan fungisida. Namun ada keraguan penambahan zeolit pada pupuk akan terjadi akumulasi zeolit pada lahan pertanian. Jumlah penambahan zeolit ini akan tergantung pada jenis tanah setempat. Untuk tanah arid dan semi desert penggunaan zeolit sebagai campuran pupuk mungkin perlu dikurangi (Sutakarya et al., 1992) . Air Laut Dalam air laut terdapat berbagai ion anorganik yang secara keseluruhan maupun individual konsenterasinya boleh dikatakan konstan. Walaupun banyak ionion tersebut yang bergerak (pindah) ke dan dari daratan, laut dan atmosfer dalam siklus geokimia. Na+ dan Cl- adalah ion utama, kemudian disusul oleh kation-kation Mg2+, Ca2+, K+, Sr+ serta anion anion SO42-, Br- dam HCO3-, ion-ion tersebut merupakan 99,9% dari jumlah total garam dalam air laut.
(Brotowijaya et al,
1995) Hasil penelitian Saragih (2009) pelindian air laut terhadap gambut menyebabkan DHL gambut meningkat. Hal ini dikarenakan terjadi peningkatan garam-garam terlarut akibat pelindian dengan air laut. Pelindian dengan air laut juga meningkatkan pH tanah yang diakibatkan karena air laut mempercepat ekstraksi pada gambut sehingga asam-asam organik meningkat dan mengasamkan tanah, dan menaikkan basa-basa tukar gambut
Universitas Sumatera Utara
Sudarman, dkk .(2002) menambahkan bahwa air laut dapat berfungsi sebagai amelioran karena air laut mempunyai daya penukar yang besar sehingga Al
3+
dan
Fe2+ yang berada pada kompleks pertukaran dapat digantikan oleh Na+, Ca2+, atau Mg2+ dari air yang ditambahkan. Oleh karena itu air laut dengan konsentrasi tertentu dapat berperan sebagai ion exchange , atau sebagai bahan amelioran. Budidaya Padi di Lahan Gambut Pemanfaatan lahan gambut dalam bidang pertanian terutama untuk budidaya padi sawah memiliki beberapa hambatan secara kimia. Karateristik kimia tanah gambut di Indonesia cukup beragam. Sifat kimia tanah gambut Indonesia yang utama antara lain sifatnya yang sangat masam dengan kisaran pH 3–5, basa-basa dapat ditukarkan yang rendah, serta unsur mikro (Cu, Zn, dan Mo) yang sangat rendah dan diikat cukup kuat oleh bahan organik sehingga tidak tersedia bagi tanaman (Agus dan Subiksa, 2008). Untuk budidaya padi sawah di lahan gambut ada beberapa hal yang harus dilakukan diantaranya varietas padi. Varietas yang dianjurkan untuk ditanam di lahan rawa bisa dibedakan atas varietas unggul lokal dan varietas unggul introduksi. Varietas unggul lokal biasanya memiliki adaptasi yang relatif lebih baik sehingga sangat dianjurkan untuk lahan yang baru dibuka.(Najiyati et al, 2005). Selanjutnya menurut Soewito et al. (1995), selama ini sumbangan varietas unggul terhadap peningkatan produksi padi nasional cukup besar. Di samping itu, varietas unggul pada umumnya berumur pendek (genjah) sehingga sangat penting artinya bagi petani dalam mengatur pola tanam.
Universitas Sumatera Utara
Varietas Dendang memiliki toleransi sedang hingga agak peka terhadap keracunan Fe di Tamanbojo Lampung. Dibanding dengan varietas Batanghari, Punggur dan Indragiri, varietas Dendang memiliki produksi lebih tinggi (2,3 ton/Ha) dan keempatnya dapat beradaptasi pada lahan gambut maupun sulfat masam potensial dan hasilnya cukup tinggi di lahan rawa pasang surut (Suhartini, 2004).
Universitas Sumatera Utara