BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Nilai Budaya Theodorson dalam Pelly (1994) mengemukakan bahwa nilai merupakan sesuatu yang abstrak, yang dijadikan pedoman serta prinsip – prinsip umum dalam bertindak dan bertingkah laku. Keterikatan orang atau kelompok terhadap nilai menurut Theodorson relatif sangat kuat dan bahkan bersifat emosional. Oleh sebab itu, nilai dapat dilihat sebagai tujuan kehidupan manusia itu sendiri. Masalah nilai budaya dan kaitannya dalam pembangunan wilayah berkaitan dengan hampir seluruh aspek kehidupan manusia dan masyarakat. Dengan demikian, jelas sekali bahwa penelitian ini tidak mungkin membicarakan ruang lingkup yang demikian luasnya, hal ini disebabkan oleh karena keterbatasan waktu dan kemampuan penulis untuk melakukan hal itu. Dengan demikian, pembatasan – pembatasan dalam penelitian ini perlu dilakukan agar supaya manfaatnya jelas. Adapun nilai – nilai yang akan dibicarakan dalam penelitian ini adalah nilai – nilai budaya yang menjadi pegangan bagi kehidupan bersama pada masyarakat di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun. Untuk menghindari kesimpangsiuran pemahaman, maka ada baiknya terlebih dahulu dijelaskan apa yang dimaksud dengan nilai – nilai budaya itu.
Supsiloani: Analisa Nilai Budaya Masyarakat Dan Kaitannya Dalam Pembangunan Wilayah Di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun, 2008. USU e-Repository © 2008
Menurut Koentjaraningrat (1987:85) nilai budaya terdiri dari konsepsi – konsepsi yang hidup dalam alam fikiran sebahagian besar warga masyarakat mengenai hal – hal yang mereka anggap amat mulia. Sistem nilai yang ada dalam suatu masyarakat dijadikan orientasi dan rujukan dalam bertindak. Oleh karena itu, nilai budaya yang dimiliki seseorang mempengaruhinya dalam menentukan alternatif, cara – cara, alat – alat, dan tujuan – tujuan pembuatan yang tersedia. Clyde Kluckhohn dalam Pelly (1994) mendefinisikan nilai budaya sebagai ….konsepsi umum yang terorganisasi, yang mempengaruhi perilaku yang berhubungan dengan alam, kedudukan manusia dalam alam, hubungan orang dengan orang dan tentang hal – hal yang diingini dan tidak diingini yang mungkin bertalian dengan hubungan orang dengan lingkungan dan sesama manusia. Sementara itu Sumaatmadja dalam Marpaung (2000) mengatakan bahwa pada perkembangan, pengembangan, penerapan budaya dalam kehidupan, berkembang pula nilai – nilai yang melekat di masyarakat yang mengatur keserasian, keselarasan, serta keseimbangan. Nilai tersebut dikonsepsikan sebagai nilai budaya. Selanjutnya, bertitik tolak dari pendapat diatas, maka dapat dikatakan bahwa setiap individu dalam melaksanakan aktifitas vsosialnya selalu berdasarkan serta berpedoman kepada nilai – nilai atau system nilai yang ada dan hidup dalam masyarakat itu sendiri. Artinya nilai – nilai itu sangat banyak mempengaruhi tindakan dan perilaku manusia, baik secara individual, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan tentang baik buruk, benar salah, patut atau tidak patut.
Supsiloani: Analisa Nilai Budaya Masyarakat Dan Kaitannya Dalam Pembangunan Wilayah Di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun, 2008. USU e-Repository © 2008
Suatu nilai apabila sudah membudaya didalam diri seseorang, maka nilai itu akan dijadikan sebagai pedoman atau petunjuk di dalam bertingkahlaku. Hal ini dapat dilihat dalam kehidupan sehari – hari, misalnya budaya gotong royong, budaya malas, dan lain – lain. Jadi, secara universal, nilai itu merupakan pendorong bagi seseorang dalam mencapai tujuan tertentu. Sementara itu secara umum ahli – ahli social berasumsi bahwa orientasi nilai budaya merupakan suatu indicator bagi pemahaman tentang kemampuan sumber daya dan kualitas manusia. Dalam konsep manusia seutuhnya yang mencakup dimensi lahiriah dan rohaniah, orientasi nilai merupakan salah satu factor yang ikut membentuk kondisi dan potensi rohaniah manusia.
2.2. Peran Kebudayaan Dalam Pemenuhan Kebutuhan Hidup Manusia Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat. Suparlan (1988) mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan pengetahuan yang dipunyai oleh manusia sebagai makhluk sosial, yang lainnya adalah perangkat – perangkat, model – model pengetahuan yang secara selektif dapat dipergunakan untuk memahami dan menginterpretasi lingkungan yang dihadapi dan untuk mendorong dan menciptakan tindakan – tindakan yang diperlukannya. Lebih
lanjut
Suparlan
menjelaskan,
kebudayaan
dan
pembangunan
mempunyai kaitan yang fungsional. Dalam hal ini kebudayaan harus diartikan sebagai suatu kumpulan pedoman atau pegangan yang kegunaannya operasional
Supsiloani: Analisa Nilai Budaya Masyarakat Dan Kaitannya Dalam Pembangunan Wilayah Di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun, 2008. USU e-Repository © 2008
dalam hal manusia mengadaptasi diri dengan dan menghadapi lingkungan – lingkungan tertentu (fisik / alami, sosial dan kebudayaan). Kebudayaan bermanfaat bagi masyarakat agar mereka itu dapat tetap melangsungkan kehidupannya yaitu memenuhi kebutuhan – kebutuhannya dan untuk dapat hidup secara lebih baik lagi. Karena itu kebudayaan seringkali juga dinamakan sebagai blueprint atau disain menyeluruh dari kehidupan. Beraneka ragamnya kebutuhan – kebutuhan manusia yang harus dipenuhinya baik secara terpisah – pisah maupun secara bersama – sama sebagai suatu satuan kegiatan telah menyebabkan terwujudnya beraneka ragam model pengetahuan yang menjadi pedoman hidup yang masing – masing berguna atau relevan untuk usaha masing – masing kebutuhan manusia. Sehingga dalam hal pengkajian mengenai peranan kebudayaan dalam kaitannya dengan usaha – usaha pemenuhan kebutuhan – kebutuhan manusia, kebudayaan dilihat sebagai terdiri atas unsur – unsur yang masing – masing berdiri sendiri tetapi yang satu sama lainnya saling berkaitan. Unsur – unsur kebudayaan tersebut menurut Sujarwa dalam Koentjaraningrat (1981:186) adalah sebagai berikut: 1. Bahasa dan komunikasi 2. Ilmu pengetahuan 3. Teknologi 4. Ekonomi 5. Organisasi Sosial
Supsiloani: Analisa Nilai Budaya Masyarakat Dan Kaitannya Dalam Pembangunan Wilayah Di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun, 2008. USU e-Repository © 2008
6. Agama 7. Kesenian Dalam rangka pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan kehidupan material manusia (baik secara kualitas dan kuantitas), unsur – unsur kebudayaan yang penting adalah teknologi dan ekonomi. Namun demikian, dalam tindakan – tindakan pemenuhan kebutuhan – kebutuhannya manusia selalu melibatkan keseluruhan unsur – unsur kebudayaan (secara langsung ataupun tidak langsung), aspek – aspek biologi dan emosi manusia yang bersangkutan, dan juga kualitas, kuantitas serta macam sumber daya / energi yang tersedia dan ada dalam lingkungan. Dalam tindakan – tindakan pemenuhan kebutuhan tersebut, salah satu aspek penting yang sering dilupakan oleh kebanyakan orang adalah aspek yang terwujud sebagai tradisi – tradisi atau kebiasaan yang berlaku pada masyarakat setempat atau pranata sosial / struktur sosial. Pentingnya peranan aspek sosial itu disebabkan oleh hakekat kemanusiaan dari manusia itu sendiri, yaitu sebagai makhluk sosial, yang dalam hal mana hampir sebahagian besar dari kegiatan – kegiatan pemenuhan kebutuhan – kebutuhannya itu dicapai melalui dan dalam kehidupan sosial.
2.3. Orientasi Nilai Budaya Manusia Kluckhohn dalam Pelly (1994) mengemukakan bahwa nilai budaya merupakan sebuah konsep beruanglingkup luas yang hidup dalam alam fikiran
Supsiloani: Analisa Nilai Budaya Masyarakat Dan Kaitannya Dalam Pembangunan Wilayah Di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun, 2008. USU e-Repository © 2008
sebahagian besar warga suatu masyarakat, mengenai apa yang paling berharga dalam hidup. Rangkaian konsep itu satu sama lain saling berkaitan dan merupakan sebuah sistem nilai – nilai budaya. Secara fungsional sistem nilai ini mendorong individu untuk berperilaku seperti apa yang ditentukan. Mereka percaya, bahwa hanya dengan berperilaku seperti itu mereka akan berhasil (Kahl, dalam Pelly:1994). Sistem nilai itu menjadi pedoman yang melekat erat secara emosional pada diri seseorang atau sekumpulan orang, malah merupakan tujuan hidup yang diperjuangkan. Oleh karena itu, merubah sistem nilai manusia tidaklah mudah, dibutuhkan waktu. Sebab, nilai – nilai tersebut merupakan wujud ideal dari lingkungan sosialnya. Dapat pula dikatakan bahwa sistem nilai budaya suatu masyarakat merupakan wujud konsepsional dari kebudayaan mereka, yang seolah – olah berada diluar dan di atas para individu warga masyarakat itu. Ada lima masalah pokok kehidupan manusia dalam setiap kebudayaan yang dapat ditemukan secara universal. Menurut Kluckhohn dalam Pelly (1994) kelima masalah pokok tersebut adalah: (1) masalah hakekat hidup, (2) hakekat kerja atau karya manusia, (3) hakekat kedudukan manusia dalam ruang dan waktu, (4) hakekat hubungan manusia dengan alam sekitar, dan (5) hakekat dari hubungan manusia dengan manusia sesamanya. Berbagai kebudayaan mengkonsepsikan masalah universal ini dengan berbagai variasi yang berbeda – beda. Seperti masalah pertama, yaitu mengenai
Supsiloani: Analisa Nilai Budaya Masyarakat Dan Kaitannya Dalam Pembangunan Wilayah Di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun, 2008. USU e-Repository © 2008
hakekat hidup manusia. Dalam banyak kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama Budha misalnya, menganggap hidup itu buruk dan menyedihkan. Oleh karena itu pola kehidupan masyarakatnya berusaha untuk memadamkan hidup itu guna mendapatkan nirwana, dan mengenyampingkan segala tindakan yang dapat menambah rangkaian hidup kembali (samsara) (Koentjaraningrat, 1986:10). Pandangan seperti ini sangat mempengaruhi wawasan dan makna kehidupan itu secara keseluruhan. Sebaliknya banyak kebudayaan yang berpendapat bahwa hidup itu baik. Tentu konsep – konsep kebudayaan yang berbeda ini berpengaruh pula pada sikap dan wawasan mereka. Masalah kedua mengenai hakekat kerja atau karya dalam kehidupan. Ada kebudayaan yang memandang bahwa kerja itu sebagai usaha untuk kelangsungan hidup (survive) semata. Kelompok ini kurang tertarik kepada kerja keras. Akan tetapi ada juga yang menganggap kerja untuk mendapatkan status, jabatan dan kehormatan. Namun, ada yang berpendapat bahwa kerja untuk mempertinggi prestasi. Mereka ini berorientasi kepada prestasi bukan kepada status. Masalah ketiga mengenai orientasi manusia terhadap waktu. Ada budaya yang memandang penting masa lampau, tetapi ada yang melihat masa kini sebagai focus usaha dalam perjuangannya. Sebaliknya ada yang jauh melihat kedepan. Pandangan yang berbeda dalam dimensi waktu ini sangat mempengaruhi perencanaan hidup masyarakatnya.
Supsiloani: Analisa Nilai Budaya Masyarakat Dan Kaitannya Dalam Pembangunan Wilayah Di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun, 2008. USU e-Repository © 2008
Masalah keempat berkaitan dengan kedudukan fungsional manusia terhadap alam. Ada yang percaya bahwa alam itu dahsyat dan mengenai kehidupan manusia. Sebaliknya ada yang menganggap alam sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa untuk dikuasai manusia. Akan tetapi, ada juga kebudayaan ingin mencari harmoni dan keselarasan dengan alam. Cara pandang ini akan berpengaruh terhadap pola aktivitas masyarakatnya. Masalah kelima menyangkut hubungan antar manusia. Dalam banyak kebudayaan
hubungan
ini
tampak
dalam
bentuk
orientasi
berfikir,
cara
bermusyawarah, mengambil keputusan dan bertindak. Kebudayaan yang menekankan hubungan horizontal (koleteral) antar individu, cenderung untuk mementingkan hak azasi, kemerdekaan dan kemandirian seperti terlihat dalam masyarakat – masyarakat eligaterian. Sebaliknya kebudayaan yang menekankan hubungan vertical cenderung untuk mengembangkan orientasi keatas (kepada senioritas, penguasa atau pemimpin). Orientasi ini banyak terdapat dalam masyarakat paternalistic (kebapaan). Tentu saja pandangan ini sangat mempengaruhi proses dinamika dan mobilitas social masyarakatnya. Inti permasalahan disini seperti yang dikemukakan oleh Manan dalam Pelly (1994) adalah siapa yang harus mengambil keputusan. Sebaiknya dalam system hubungan vertical keputusan dibuat oleh atasan (senior) untuk semua orang. Tetapi dalam masyarakat yang mementingkan kemandirian individual, maka keputusan dibuat dan diarahkan kepada masing – masing individu.
Supsiloani: Analisa Nilai Budaya Masyarakat Dan Kaitannya Dalam Pembangunan Wilayah Di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun, 2008. USU e-Repository © 2008
Pola orientasi nilai budaya yang hitam putih tersebut di atas merupakan pola yang ideal untuk masing – masing pihak. Dalam kenyataannya terdapat nuansa atau variasi antara kedua pola yang ekstrim itu yang dapat disebut sebagai pola transisional. Kerangka Kluckhohn mengenai lima masalah dasar dalam hidup yang menentukan orientasi nilai budaya manusia dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Skema Kluckhohn: Lima Masalah Dasar Yang Menentukan Orientasi Nilai Budaya Manusia Masalah Dasar Orietasi Nilai Budaya Dalam Hidup Konservatif Transisi Progresif Hakekat Hidup
Hidup itu buruk
Hakekat Kerja/karya
Kelangsungan hidup
Hidup itu baik
Hidup itu sukar tetapi harus diperjuangkan Kedudukan dan Mempertinggi kehormatan/prestise prestise
Hubungan Manusia Orientasi ke masa Orientasi ke masa Orientasi ke masa Dengan Waktu lalu kini depan Hubungan Manusia Tunduk Dengan Alam alam
kepada Selaras alam
Hubungan Manusia Vertikal Dengan Sesamanya *) Dimodifikasi dari Pelly (1994:104)
dengan Menguasai alam
Horizontal/kolekial
Individual/mandiri
Meskipun cara mengkonsepsikan lima masalah pokok dalam kehidupan manusia yang universal itu sebagaimana yang tersebut diatas berbeda – beda untuk tiap masyarakat dan kebudayaan, namun dalam tiap lingkungan masyarakat dan kebudayaan tersebut lima hal tersebut di atas selalu ada.
Supsiloani: Analisa Nilai Budaya Masyarakat Dan Kaitannya Dalam Pembangunan Wilayah Di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun, 2008. USU e-Repository © 2008
Sementara itu Koentjaraningrat telah menerapkan kerangka Kluckhohn di atas untuk menganalisis masalah nilai budaya bangsa Indonesia, dan menunjukkan titik – titik kelemahan dari kebudayaan Indonesia yang menghambat pembangunan nasional. Kelemahan utama antara lain mentalitas meremehkan mutu, mentalitas suka menerabas, sifat tidak percaya kepada diri sendiri, sifat tidak berdisiplin murni, mentalitas suka mengabaikan tanggungjawab. Kerangka Kluckhohn itu juga telah dipergunakan dalam penelitian dengan kuesioner untuk mengetahui secara objektif cara berfikir dan bertindak suku – suku di Indonesia umumnya yang menguntungkan dan merugikan pembangunan. Selain itu juga, penelitian variasi orientasi nilai budaya tersebut dimaksudkan disamping untuk mendapatkan gambaran sistem nilai budaya kelompok – kelompok etnik di Indonesia, tetapi juga untuk menelusuri sejauhmana kelompok masyarakat itu memiliki system orientasi nilai budaya yang sesuai dan menopang pelaksanaan pembangunan nasional. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, muncul pertanyaan sebagaimana yang telah disebutkan dalam permasalahan penelitian ini yaitu bagaimana orientasi nilai budaya masyarakat mengenai lima masalah pokok dalam kehidupan manusia itu di wilayah kecamatan Raya? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka penulis mencoba untuk menerapkan kerangka Kluckhohn itu di dalam penelitian ini.
Supsiloani: Analisa Nilai Budaya Masyarakat Dan Kaitannya Dalam Pembangunan Wilayah Di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun, 2008. USU e-Repository © 2008
2.4. Pembangunan Wilayah Tujuan sesuatu pembangunan adalah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dalam artian masyarakat secara bersama – sama dapat mengenyam hasil nyata daripada pembangunan itu. Dalam upaya mencapai tujuan yang terkandung di dalam pembangunan, sumber – sumber daya yang ada di dalam masyarakat perlu dimobilisasi sampai pada tingkat yang optimum melalui mekanisme legitimasi yang ada. Selain itu mobilisasi tersebut harus sesuai dengan arah perkembangan sosio kultural masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena pembangunan merupakan upaya meningkatkan kualitas kehidupan, maka hendaknya ada sinkronisasi antara nilai – nilai yang diintrodusir dari model pembangunan dengan nilai – nilai yang menjadi landasan kehidupan sosial masyarakat setempat. Pembangunan wilayah (regional development) pada hakekatnya adalah pelaksanaan pembangunan nasional di satu wilayah yang disesuaikan dengan kemampuan fisik dan sosial wilayah tersebut, serta tetap menghormati peraturan perundangan yang berlaku, Sandy dalam Marpaung (2000). Budiharsono dalam Sinaga (2006) menyatakan pengembangan wilayah atau pembangunan wilayah setidak-tidaknya perlu ditopang oleh 6 pilar/aspek, yaitu (1). aspek biogeofisik; (2). aspek ekonomi; (3). aspek sosial budaya; (4). aspek kelembagaan; (5). aspek lokasi dan (6). aspek lingkungan. Aspek biogeofisik meliputi
Supsiloani: Analisa Nilai Budaya Masyarakat Dan Kaitannya Dalam Pembangunan Wilayah Di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun, 2008. USU e-Repository © 2008
kandungan sumber daya hayati, sumber daya nirhayati, jasa-jasa maupun sarana dan prasarana yang ada di wilayah tersebut. Sedangkan aspek ekonomi meliputi kegiatan ekonomi yang terjadi disekitar wilayah.
Aspek sosial meliputi budaya, politik dan hankam yang merupakan
pembinaan kualitas sumber daya manusia, posisi tawar (dalam bidang politik), budaya masyarakat serta pertahanan dan keamanan. Aspek lokasi menunjukkan keterkaitan antara wilayah yang satu dengan wilayah lainnya yang berhubungan dengan sarana produksi, pengelolaan maupun pemasaran. Aspek lingkungan meliputi kajian mengenai bagaimana proses produksi mengambil input apakah merusak atau tidak. Aspek kelembagaan meliputi kelembagaan masyarakat yang ada dalam pengelolaan suatu wilayah apakah kondusif atau tidak. Kelembagaan juga meliputi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah maupun lembaga-lembaga sosial ekonomi yang ada diwilayah tersebut. Analisis pembangunan wilayah yang dilakukan didalam penelitian ini adalah melihat aspek sosial yang meliputi aspek budaya, yaitu menyangkut kepada nilai – nilai budaya masyarakat kecamatan Raya kabupaten Simalungun. Pembangunan pada dasarnya adalah pembangunan manusia, dan selayaknya pada tingkat yang paling dini memperhitungkan potensi manusianya, baik potensi yang tampak, terlebih lagi potensi yang latent. Upaya memahami potensi manusia
Supsiloani: Analisa Nilai Budaya Masyarakat Dan Kaitannya Dalam Pembangunan Wilayah Di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun, 2008. USU e-Repository © 2008
sedemikian itu, antara lain dapat dilakukan dengan memahami manusia itu terutama didalam dirinya sebagai insan budaya. Melalui pendekatan kebudayaan, konsep utama yang mesti dilihat adalah seluruh tatanan budaya yang menjadi pembina pola yang pada tahapannya yang tertinggi dihayati sebagai suatu sistem kognitif berupa suatu kerangka pengetahuan dan keyakinan yang memberi pedoman bagi orientasi setiap orang yang hidup dalam kebudayaan itu. Kebudayaan juga adalah pengetahuan kolektif yang akan menentukan persepsi dan defenisi yang diberikan oleh penganut kebudayaan tersebut terhadap realitas. Pendekatan kebudayaan didalam pembangunan akan memahami pembangunan tersebut didalam realitasnya sesuai dengan apa yang dipersepsi dan didefinisikan
oleh
masyarakat
terhadapnya.
Tetapi
sebaliknya,
pendekatan
kebudayaan akan membantu usaha – usaha pembangunan tersebut memahami masyarakat yang menjadi objek pembangunan itu sendiri. Dan didalam upaya pemahaman tersebut, pada akhirnya dapat ditingkatkan bahwa masyarakat itu adalah subjek pembangunan. Dengan demikian, upaya pembangunan yang partisipatif emansipatoris dapat dibangkitkan di dalam upaya pembangunan itu. Pengembangan wilayah atau pembangunan wilayah adalah menyangkut kegiatan – kegiatan memanfaatkan sumber daya wilayah, penataan ruang, perubahan sosial dan pertumbuhan ekonomi. Dihubungkan dengan wilayah Republik Indonesia yang begitu luas, dan dengan masyarakat yang cukup banyak ragamnya, dibutuhkan suatu cara yang bisa menunjukkan ciri keragaman itu dengan lebih tepat.
Supsiloani: Analisa Nilai Budaya Masyarakat Dan Kaitannya Dalam Pembangunan Wilayah Di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun, 2008. USU e-Repository © 2008
Berkaitan dengan hal tersebut agar suatu pembangunan lebih berhasil guna, operasional perencanaan Pemerintah perlu didukung partisipasi aktif dari masyarakat yang diatur dengan suatu lembaga yang bertugas menata semua kegiatan – kegiatan, sehingga dapat bergerak secara dinamis dalam mencapai sasaran pembangunan wilayah. Sejalan dengan hal tersebut di atas, pembangunan nasional pada dasarnya bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual. Dari pendefinisian ini dapat dikatakan bahwa keberhasilan pembangunan itu diharapkan harus dinikmati oleh semua warga negara baik yang tinggal di daerah perkotaan maupun di perdesaan. Hal ini disebabkan oleh karena masih banyaknya jumlah penduduk yang tinggal di daerah perdesaan serta ditopang besarnya potensi desa yang belum tergali, maka untuk mencapai kemakmuran masyarakat seperti yang dituangkan dalam Undang – Undang Dasar 1945, diharapkan setiap pembangunan yang dilakukan Pemerintah maupun sektor swasta harus dapat dinikmati sampai ke tingkat lapisan masyarakat yang tinggal di daerah perdesaan. Lewis
dalam
Todaro
(1995)
mengemukakan
bahwa
dalam
suatu
perekonomian terbelakang, 80% hingga 90% angkatan kerjanya terkumpul di daerah perdesaan yang menekuni pertanian. Tingginya persentase angkatan kerja di sektor pertanian sementara semua pekerja di daerah perdesaan menghasilkan output yang sama sehingga tingkat upah riil di daerah itu ditentukan oleh produktivitas tenaga kerja rata – rata, bukannya produktivitas tenaga marginal.
Supsiloani: Analisa Nilai Budaya Masyarakat Dan Kaitannya Dalam Pembangunan Wilayah Di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun, 2008. USU e-Repository © 2008
Selain masalah rendahnya tingkat produktivitas dimaksud bahwa masalah pendistribusian pendapatan anggota masyarakat menunjukkan ketimpangan yang cukup besar antara golongan kaya dengan yang miskin. Oleh sebab itu pembangunan ekonomi adalah merupakan upaya dalam rangka pengurangan atau pemberantasan kemiskinan, ketidakmerataan dan pengangguran dalam hubungannya dengan perekonomian yang sedang tumbuh. Dari
pernyataan
tersebut
menunjukkan
bahwa
dalam
mengevaluasi
keberhasilan pembangunan suatu wilayah tidak hanya menitikberatkan terhadap peningkatan hasil yang sudah diperoleh, tetapi juga harus dikaji, bagaimana pendistribusian hasil pembangunan itu dapat dinikmati masyarakat secara bersama – sama. Dengan demikian pembangunan itu harus difahami sebagai suatu proses berdimensi jamak yang mengadakan perubahan besar dalam struktur sosial, sikap masyarakat dan kelembagaan nasional, seperti halnya percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakmerataan dan pemberantasan kemiskinan. Sehingga dalam hal ini sasaran pembangunan pada semua masyarakat minimal dapat dikelompokkan atas: a. Meningkatkan ketersediaan dan memperluas distribusi barang – barang kebutuhan pokok seperti pangan, kesehatan dan perlindungan b. Meningkatkan taraf hidup yaitu selain meningkatkan pendapatan, memperluas kesempatan kerja, pendidikan yang lebih baik dan juga perhatian yang lebih besar terhadap nilai – nilai budaya dan kemanusiaan yang keseluruhannya
Supsiloani: Analisa Nilai Budaya Masyarakat Dan Kaitannya Dalam Pembangunan Wilayah Di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun, 2008. USU e-Repository © 2008
akan memperbaiki bukan hanya kesejahteraan material tetapi juga menghasilkan rasa percaya diri c. Memperluas pilihan ekonomi dan sosial yang tersedia bagi setiap warga masyarakat
2.5. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Kluckhohn dan Strodbeck pada tahun 1961 terhadap masyarakat American Southwest. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa konsepsi masyarakat Navaho Indians mengenai lima masalah pokok dalam kehidupan manusia adalah: (1). Hakekat hidup manusia dengan orientasi baik dan buruk, (2). Hakekat hubungan manusia dengan alam sekitar dengan orientasi harmony dengan alam, (3). Hakekat kedudukan manusia dalam ruang waktu dengan orientasi ke masa kini, (4). Hakekat karya manusia dengan orientasi untuk meningkatkan mutu karya, (5). Hakekat hubungan manusia dengan sesamanya dengan orientasi kolateral atau ketergantungan pada sesamanya. Penelitian yang dilakukan oleh LIPI pada tahun 1984 tentang orientasi nilai budaya tiga komunitas etnik di Kota Medan, yaitu Jawa, Batak, dan Minang Kabau. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketiga kelompok etnik ini (dengan beberapa perbedaan variasi) ternyata berada pada posisi transisional. Dengan demikian maka ketiga kelompok tersebut belum dapat dikatakan memiliki pola orientasi budaya yang modern (progressif) setidaknya dalam konsep transisional modern Kluckhohn. Ini
Supsiloani: Analisa Nilai Budaya Masyarakat Dan Kaitannya Dalam Pembangunan Wilayah Di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun, 2008. USU e-Repository © 2008
berarti bahwa ketiga kelompok masyarakat itu belum siap untuk mendukung pembangunan yang berskala besar dan modern. Penelitian yang dilakukan oleh Wayan Griya dari Universitas Udayana Bali pada tahun 1991 tentang pola orientasi nilai budaya masyarakat Bali dalam pembangunan. Penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa pola orientasi nilai budaya masyarakat Bali dewasa ini tergambar dalam wujud dominannya lima jenis orientasi nilai, yaitu orientasi karya untuk karya, orientasi ke masa depan, orientasi kuasa terhadap alam, orientasi menilai tinggi kemampuan dan prestasi individu yang secara orientasi bahwa hidup ini berubah. Penelitian yang dilakukan oleh Parlindungan Marpaung pada tahun 2000 tentang perubahan nilai sosial budaya dan pengaruhnya terhadap pembangunan wilayah di Kecamatan Pangururan Kabupaten Tapanuli Utara. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan sosial di Kecamatan Pangururan ternyata tidak menyebabkan
perubahan
nilai
budaya
yang
bersifat
struktural
melainkan
menyebabkan pergeseran nilai yang berdasarkan tradisi menjadi sistem baru tanpa menimbulkan pola (format) baru. Dengan kata lain, orientasi nilai sosial budaya masyarakat di Kecamatan Pangururan masih tetap bertumpu pada pola dan nilai – nilai filosofi yang diderivasi dari nilai budaya nenek moyang mereka yang dikenal dengan nama dalihan natolu. Selanjutnya penelitian ini memberi kesimpulan bahwa dari populasi dimana sampel ditarik, nilai budaya dan hasil pembangunan itu
Supsiloani: Analisa Nilai Budaya Masyarakat Dan Kaitannya Dalam Pembangunan Wilayah Di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun, 2008. USU e-Repository © 2008
berhubungan, dan menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nilai budaya terhadap pembangunan (hubungan sedang).
2.6. Kerangka Pemikiran Adapun berdasarkan masalah dan tujuan dari penelitian ini, maka dapat digambarkan kerangka pemikiran yang menjelaskan analisis nilai budaya masyarakat dan kaitannya dalam pembangunan wilayah di Kecamatan Raya.
Supsiloani: Analisa Nilai Budaya Masyarakat Dan Kaitannya Dalam Pembangunan Wilayah Di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun, 2008. USU e-Repository © 2008
Manusia
Naluri untuk hidup bersama dengan manusia lain(gregariosness)
Berinteraksi
Orientasi Nilai Budaya
Hakekat Hidup
Hakekat Karya
Hakekat Waktu
Hakekat Hubungan Dengan Alam
Hakekat Hubungan Dengan Sesama
Pembangunan Wilayah Kecamatan Raya Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Supsiloani: Analisa Nilai Budaya Masyarakat Dan Kaitannya Dalam Pembangunan Wilayah Di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun, 2008. USU e-Repository © 2008