BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Agama Dalam Kehidupan Bermasyarakat
Seorang sosiolog asal jerman, Max Weber ( 1864-1920 ) pernah mengungkapkan bahwa agama cukup berjasa dalam melahirkan perubahan sosial yang paling spektakuler dalam sejarah peradaban manusia. Agama dianggap mampu memberikan dorongan terhadap masyarakat untuk melakukan “revolusi”. Tesis ini tentunya bagaikan “mimpi indah” bagi umat beragama. Namun yang perlu direnungkan kembali, tesis Weber mengenai agama sebagai motor perubahan sosial “dilahirkan” diatas seratus tahun yang lalu. Weber bukanlah sosok “masa kini”. Karenanya, kita perlu membuktikan kembali kebenaran tesis Weber tersebut. Karena nampaknya saat ini kondisinya justru berbalik, yakni agama lah yang mesti mengejar “kebaruan” dalam pola interaksi sosial yang terbangun. Tarik ulur mengenai pola interaksi yang dibangun antara agama dan perubahan sosial (sosial change) tersebut pada akhirnya membentuk polarisasi pandangan. Pertama, pandangan yang memposisikan agama sebagai wacana yang harus mengikuti arus kondisi interaksi manusia. Dengan pemahaman semacam ini berarti agama ditempatkan sebagai entitas otonom yang “terbebas” dari interaksi sosial disekelilingnya. Kedua, berangkat dari segudang ‘kegelisahan’ akibat pola interaksi yang dibangun manusia saat ini yang ditengarai semakin menjauhkan diri dari kontrol agama, sehingga yang harus dilakukan adalah dengan kembali kepada teks-teks agama.
Universitas Sumatera Utara
Dua polarisasi pandangan tersebut jelas meniscayakan interpretasi yang berbeda terhadap agama. Di satu sisi, penafsiran terhadap agama harus mengikuti dan berdialektika dengan mesra terhadap penggeseran struktur sosial, ekonomi dan budaya manusia. Bukan sebaliknya, agama dijadikan sebagai “aliran instruksi” dalam menyikapi setiap interaksi manusia yang terjadi disuatu masa dan tempat. Sementara yang lain ingin menempatkan agama sebagai “coordinator” dan menjadi semacam “inkusisi” atas setiap problem kemanusiaan yang muncul. Segala problem telah dijawab didalam al-Qu’ran sebagai pedoman umat islam. Hal ini karena seringnya umat islam mengalami kegagapan yang cukup luar biasa dalam menyongsong era baru ini. Akibatnya. Terjadi krisis terhadap agama yang tercerabut nilai-nilai universalitasnya dari realitas kemanusiaan masyarakat modern. Agama dikembalikan dalam konsepsinya sebagai serentetan ibadah ritual yang hampa tanpa makna. Agama adalah untuk Tuhan, bukan manusia. Pada hal, Islam tidak hanya tegak dalam posisinya sebagai agama akan tetapi sebagai bangunan dari sebuah peradaban yang cukup besar yang menyentuh empat dimensi kehidupan manusia, yakni ubudiyah (berkaitan dengan soal ibadah), ahwal al syakhsiyah (keluarga), muamalah (masyarakat) dan siyasah (Negara). Nabi Muhammad SAW sendiri yang mendapatkan “titah dari Tuhan” ditugaskan untuk membawa dimensi tersebut dalam menciptakan rahmat bagi seluruh semesta alam. Sehingga sosok Nabi, tidak hanya sebagai seorang pemimpin agama akan tetapi juga sebagai “aktivis” perubahan sosial dan Pendobrak ketidakadilan.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Interaksi sosial Interaksi antara berbagai segi kehidupan yang sering kita alami dalam kehidupan sehari-hari itu akan membentuk suatu pola hubungan yang saling mempengaruhi sehingga akan membentuk suatu sistem sosial dalam masyarakat. Faktor-faktor dalam interaksi sosial meliputi faktor sugesti, motivasi. Imitasi, identifikasi dan simpati. Faktor sugesti berlangsung apabila seseorang memberi pandangan atau sikap dari dirinya yang kemudian diterima pihak lain, sedangkan identifikasi merupakan kecenderungan seseorang untuk menjadi sama dengan yang lain dan bisa berlangsung secara sadar ataupun tidak sadar. Berbeda dengan identifikasi proses simpati merupakan proses dimana seseorang merasa tertarik dengan orang lain dan dalam hal ini perasaan memegang peranan yang sangat penting walau dorongan utamanya adalah untuk memahami orang laindan bekerjasama dengannya. Proses interaksi sosial biasanya didasari berbagai faktor ( waridah, 2001 : 18-20 ), adapun faktor-faktor yang mendasari terbentuknya interaksi sosial adalah : 1. Sugesti Sugesti adalah rangsangan, pengaruh atau stimulus yang diberikan oleh individu kepada individu yang lain, sehingga yang menerimanya menuruti atau melaksanakan apa yang disugestikan tanpa berfikir lagi secara kritis dan rasional. Sugesti dapat diberikan oleh individu kepada kelompok, kelompok kepada kelompok, atau kelompok kepada seorang individu. Wujud sugesti dapat berupa berbagai bentuk sikap atau tindakan seperti prilaku, pendapat, saran dan pertanyaan.
Universitas Sumatera Utara
2. Motivasi Motivasi merupakan dorongan, pengaruh rangsangan, atau stimulus yang diberikan oleh seorang individu kepada individu lain, sehingga orang yang diberikan sugesti menuruti atau melaksanakan apa yang dimotivasikan secara kritis, rasional dan penuh rasa tanggung jawab. Motivasi dapat diberikan dari individu kepada kelompok, kelompok kepada kelompok, atau kelompok kepada individu. Wujud motivasi dapat berupa sikap atau prilaku, pendapat, saran, dan pernyataan. 3. Imitasi Imitasi adalah proses sosial atau tindakan seseorang untuk meniru orang lain baik sikap, penampilan maupun gaya hidup. Proses imitasi dapat mengarah kepada hal-hal yang positif atau negatif. Apabila mengarah kepada hal-hal yang positif dan dampaknya akan positif. 4. Identifikasi Identifikasi adalah upaya yang dilakukan oleh individu oleh individu untuk menjadi sama (identik) dengan individu yang ditirunya. Oleh sebab itu proses identifikasi erat kaitannya dengan imitasi. Pola meniru sudah begitu erat sehingga si peniru sudah mengidentifiaksikan dirinya menjadi sama dengan yang ditirunya. 5. Simpati Simpati merupakan proses kejiwaan yang merasa tertarik kepada seseorang atau sekelompok orang karena sikap, penampilan, wibawa atau perbuatannya. Perasaan simpati dapat juga disampaikan pada seseorang,
Universitas Sumatera Utara
sekelompok orang, atau suatu lembaga formal pada saat-saat khusus, misalnya pada peringatan ulang tahun kemerdekaan RI, pada saat kenaikan kelas, dll. 6. Empati Empati sebenarnya mirip dengan perasaan simpati tetapi tidak sematamata perasaan kejiwaan saja. Empati dibarengi perasaan organisme tubuh yang sangat dalam. Secara sosiologis, manusia terediri dari berbagai etnis-etnis dan budaya yang saling berbeda dan mengaitkan dirinya satu dengan yang lainnya. Satu bahasa teridiri dari suku-suku ayng beraneka ragam, masyarakat nya teridiri keluarga-keluarga yang berrlainan. Jika keragaman dari sistem kehidupan manusia terpulang kepada naungan suatu kesatuan, maka manusia sebagai salah satu mahluk dari berbagai mahluk yang ada kembali kemabli pada satu naungan, satu rangkuman, yaitu bukti kesatuan Tuhan Yang Maha Esa. Manusia membutuhkan orang lain dalam kehidupan sosial. Manusia mempunyai naluri untuk melakukan interaksi dengan orang lain. Dalam hidup manusia atau antara manusia dengan kelompok terjadi hubungan demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Melalui itu manusia ingin menyampaikan maksud, tujuan dan keinginannya dan keinginan yang dimaksud diwujudkan melalui hubungan timbal balik yang disebut dengan Interaksi. Interaksi bisa terjadi apabila individu melakukan tindakan dan perilaku yang dapat menimbulkan reaksi dari individu-individu yang lain. Manusia membutuhkan orang lain dalam kehidupan sosial. Manusia mempunyai naluri untuk melakukan interaksi dengan orang lain. Interaksi sosial tidak terbatas oleh tempat dan waktu, dapat terjadi dimana dan kapan saja karena sangat penting dalam
Universitas Sumatera Utara
pergaulan hidup dan berguna mengantisipasi masalah-masalah yang timbul dalam masyarakat baik secara pribadi atau kelompok. Menurut Astrid. S. Susanto interaksi sosial diartikan sebagai hubungan antar manusia yang menghasilkan suatu proses pengaruh mempengaruhi yang menghasilkan hubungan tetap dan pada akhirnya memungkinkan pembentukan struktur sosial ( Murdiatmoko, 2003 : 53). Interaksi Sosial adalah hubungan timbal balik yang dinamis antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok. Adanya interaksi sosial merupakan naluri manusia sejak lahir untuk bersosialisasi dan bergaul dengan sesama dimana dalam interaksi itu individu ada kontak dan hubungan yang merupakan sentuhan fisik yang biasanya disertai dengan adanya suatu komunikasi baik secara langsung ( tatap muka), secara tidak langsung, atau dengan menggunakan media. Adapun yang menjadi ciri-ciri interaksi sosial adalah sebagai berikut : 1. Adanya perilaku dengan jumlah lebih dari satu orang. 2. Adanya komunikasi antar pelaku. 3. Adanya dimensi waktu ( masa lampau, masa kini dan masa mendatang ) yang menetukan sifat aksi yang sedang berlangsung ( Waridah, 2001 : 18 ) 4. Adanya tujuan dan maksud yang jelas yang ingin dicapai, terlepas dari sama atau tidaknya tujuan dengan yang diperkirakan oleh si pelaku. Dalam proses interaksi sosial, manusia secara simbolik mengkomunikasikan arti terhadap orang lain yang terlibat. Orang lain menafsirkan symbol komunikasi itu mengorientasikan tindakan balasan mereka berdasarkan penafsiran mereka. Dengan kata lain, dalam interaksi sosial, para aktor terlibat dalm proses saling mempengaruhi.
Universitas Sumatera Utara
Talcott parsons (Waridah, 2001 : 10 ) mengatakan bahwa interaksi sosial dapat membangun kedekatan jarak dan ini akan membuahkan tingkat keintiman antara pelaku sosial. Dengan keadaan demikian ini berakibat pada sikap saling terbuka untuk saling memahami, saling menghayati antara satu dengan yang lain. Munculnya pemahaman ini karena munculnya empaty antara guru dengan muridnya. Parsons juga berpendapat bahwa tindakan dan interaksi sosial dipengaruhi oleh dua macam orientasi sebagai berikut : a. Orientasi Motivasional, yaitu motivasi yang bersifat pribadi, yakni menunjukkan pada keinginan individu yang bertindak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. b. Orientasi nilai-nilai yang bersifat sosial yakni orientasi yang menunjukkan pada standar-standar normatif, misalnya wujud agama dan tradisi setempat, ( Waridah, 2001 : 10 ). Interaksi merupakan sarana atau alat dalam kehidupan sosial, juga dapat dikatakan sebagai hubungan yang dinamis antar individu dengan individu, antar individu dengan kelompok dan antar kelompok dengan kelompok dan interaksi itu dapat telihat dalam bentuk kerjasama, persaingan dan pertikaian atau konflik. Menurut Gillin dan Gillin ( Soekanto, 1996 : 67) bentuk-bentuk interaksi sosial itu dapat digolongkan sebagai berikut : a. Kerjasama ( cooperation) Orang cenderung menyukai pekerjaan yang dilakukan secara bersama-sama dengan demikian pekerjaan tersebut dapat diselesaikan dengan cepat dan rapi sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Universitas Sumatera Utara
b. Persaingan ( Competition) Interaksi sosial tidak hanya berupa hubungan yang harmonis, interaksi sosial dapat berupa persaingan yang tidak menutup kemungkinan terjadinya suatu konflik. c. Pertentangan ( Conflict) Dalam interaksi individu yang satu dengan yang lainnya akan saling mengetahui sifat masing-masing karena mereka akan saling menunjukkan keaslian mereka dalam suatu kerjasama, persaingan dan konflik. Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi bila tidak ada komunikasi dan kontak sosial ( Pudjiastuti, 2006 : 23 ) : a. Komunikasi yaitu proses salig memberi tafsiran kepala atau dari perilaku pihak lain mewujudkan perilaku sebagai reaksi terhadap maksud yang ingin di sampaikan oleh pihak yang lain dibagi dua yaitu : 1. Komunikasi positif : apabila masing-masing pihak saling memahami maksud dah tujuan pihak yang lain. 2. Komunikasi negatif : apabila masing-masing pihak tidak saling memahami maksud dan tujuan masing-masing. b. Kontak sosial yaitu individu atau kelompok dalam bentuk isyarat yang memiliki makna bagi sipelaku dan sipenerima membalas denga reaksi. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak manusia tidak dapat hidup sendirian, ia selalu berkomunikasi dengan yang lain dan bermasyarakat. Interaksi sosial tidak terbatas oleh waktu dan tempat, dapat terjadi kapan saja. Interaksi sangat penting dalam aktivitasaktivitas sosial, oleh karena itu ia merupakan hubungan yang dinamis yang menyagkut
Universitas Sumatera Utara
hubungan-hubungan individu dengan individu maupun individu dengan kelompok dan interaksi itu didahului oleh suatu kontak yang dengan adanya komunikasi baik langsung maupun tidak langsung. Hal-hal yang yang turut mempengaruhi interaksi dalam suatu lingkungan maupun kehidupan sosial, antara lain : •
Kedekatan : Kita membentuk kelomppok bermain dengan orang lain yang berada disekitar kita, dimana kelompok bermain itu tersusun antara individu-individu yang saling berinteraksi semakin dekat semakin mungkin saling melihat, bebicara dan bersosialisasi. Kedekatan fisik meningkatkan peluang berinteraksi dan bentuk kegiatan bersama yang memungkinkan terbentuknya kelompok sosial.
•
Kesamaan : Sudah menjadi kebiasaan orang lebih suka berhubungan dengan orang yang memiliki kesamaan dengan dirinya yaitu kesamaan minat, kepercayaan, nilai, usia, ataupun karakter yang lainnya yang memungkinkan terjadinya interaksi.
2.3.
Interaksi Sosial dari Segi Keagamaan Agama tidak akan mungkin terpisahkan dari kehidupan masyarakat, karena agama
itu sendiri ternyata di perlukan dalam kehidupan bermasyarakat dan di lingkungan sekolah karena sekolah yang bersifat heterogen terdiri dari agama yang berbeda-beda dan keyakinan. Fungsi agama dalam dalam kehidupan bermasyarakat akan memeberikan pengaruh dalam menyatukan masyaraklat, sebaliknya agama juga dapat menjadi pemecah, jika konsensus melemah dan mengendur.
Universitas Sumatera Utara
Agama dalam kehidupan adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut. Agama diyakini menjalankan beberapa fungsi dalam masyarakat antara lain : 1. Fungsi Edukatif Fungsi edukatif merupakan salah satu tujuan utama agama, melalui pembimbing, ketua, dan kepemimpinanya agama senantiasa memberikan pengajaran dan bimbingan pada umatnya agar selalu bersikap dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pengaajarannya, agama selalu medorong agar setiap individu selalu patuh dan taat serta mempraktekkan ajaran dan perintah sesuai dengan agamanya. Melalui kehidupan agamanya, seseorang diajarkan agar dapat tumbuh dewasa dan mengembangkan kepribadian yang baik sejalan dengan aturan dan nilai-nilai keagamaanya. Pengajaran juga dilakukan dengan melalui lembaga keagamaan baik yang bersifat formal seperti sekolah dan universitas maupun yang non formal seperti perkumpulan dan persekutuan. Atas peran edukatif ini, agama semakin dipandang sebagai suatu keharusan dalam tindakannya untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat dalam bentuk pengajaran dan bimbingan.
2. Fungsi penyelamatan Keselamatan dan keamanan hidup merupakan dambaan dan harapan semua makhluk hidup di dunia. Setiap orang selalu berusaha keras untuk mencari dan memperoleh keselamatan. Hal ini dilakukan dalam berbagai cara sesuai dengan keyakinan dan kecocokan masing-masing orang. Agama yang merupakan pegangan dan pedoman hidup manusia diyakini merupakan jaminan yang paling utama dalam memperoleh keselamatan. Melalui ajaran agama diajarkan dan disebutkan cara dan aturan yang harus dipatuhi, diataati, dan dijalankan agar dapat memperoleh keselamatan. Apabila seseorang mematuhi dan yakin terhadap
Universitas Sumatera Utara
agama maka akan diberi keselamatan dan senantiasa mendapatkan perlindungan dari agama agar terhidar dari segala bentuk ancaman kehidupan seperti bencana, kecelakaan, dan lain-lain. Fungsi penyelamatan juga mencakup kehidupan manusia setelah berakhir didunia dan harus memasuki dunia akhirat. Dengan menjalankan nilai-nilai keagamaan maka orang tersebut akan mendapatkan
“tempat
yang
bahagia”
setelah
meninggal.
Agar
dapat
memperolehnya, agama mengajarkan kepada umatnya agar selalu berbuat baik sesuai dengan perintah dan nilai-nilai agama sehingga perbuatan baik tersebut akan membawanya ke “tempat yang bahagia” sesuai dengan perbuatannya selama di bumi. Agama juga dipercaya dapat memberikan keselamatan kepada manusia melalui pengampunan dan penyucian atas dosa-dosa yang telah diperbuatnya. Dengan pertobatan dan kepercayaan terhadap unsur keagamaan maka akan diberi jaminan keselamatan dan pengampunan bagi mereka yang berniat tulus dan sungguh-sungguh bertobat.
3. Fungsi pemupuk persaudaraan Agama bersifat universal dan penganutnya terdapat dimana-mana dibelahan dunia manapun dan penganutnya berasal dari latar belakang sosial yang berbeda, suku, ras, warna kulit, gender, derajat sosial, pekerjaan, dan kasta yang berbeda-beda. Oleh karena itu, agama dapat dikatakan berfungsi memupuk rasa persaudaraan diantara sesama manusia dalam menjalin hubungan horizontal yang erat. Dalam kehidupan beragama setiap umat dengan latar belakang dan kebudayaan yang berbeda dapat bersatu dan bersama-sama menjalankan nilainilai keagamaan secara bertahap dan konsisten. Meskipun mempunyai banyak perbedaan prinsip dan tingkat pengetahuan, dalam keagamaan hal itu bukan merupakan penghambat agar umatnya dapat berinteraksi dan melaksanakan ajaran keagamaan dalam kehidupan sehari-hari. Banyak pertikaian dan perselisihan antar manusia dapat diselesaikan dengan adanya campur tangan dari agama sehingga pihak yang berselisih memahami manfaat dari pembelajaran agama dan dapat menghindari pertikaian.
Universitas Sumatera Utara
4. Fungsi transformatif Ajaran agama dapat merubah kehidupan kepribadian seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru yang diterimanya berdasarkan ajaran agama yang dianutnya itu kadangkala mampu mangubah kesetiaanya kepada adab atau norma kehidupan yang dianutnya sebelum itu. 5. Berfungsi sebagai kontrol sosial Ajaran agama oleh penganutnya dianggap sebagai norma, sehingga dalam hal ini agama dapat berfungsi sebagai pengawasan sosial secara individu maupun kelompok, karena : a. Agama secara instansi merupakan norma bagi para pengikutnya. b. Agama secara dogmatis (ajaran) mempunyai fungsi kritis yang bersifat profetis (kenabian). Sikap toleransi sangatlah penting pada masing-masing umat beragama maka kerukunan beragama dapat terwujud. Toleransi dalam kehidupan bergama dapat diartiakan bahwa pemeluk suatu agama dengan pemeluk agama yang lain akan saling menghargai dan tidak akan memaksakan orang lain untuk memeluk agama yang mereka anut. Seperti halnya kerukunan antar umat beragama disuatu sekolah yang terdapat berbagai macam pemeluk agama yang berbeda-beda didalamnya, terutama para siswanya yang harus beradaptasi atau menyesuaikan dirinya terhadap teman-temannya yang berbeda keyakinan. Hal ini dapat dilihat di SMA Swasta Raksana Yayasan Raksana Medan. Disini tidak hanya terdapat siswa yang beragama Kristen saja, namun banyak agama lain seperti Islam, Budha, Hindu. Mereka berbaur untuk mendapatkan pendidikan formal dari bangku sekolah dan semua ini hendaknya dapat menjauhkan sikap pertentangan dan tetap mengembangkan sikap saling hormat menghormati antar umat beragama dan membina kerukunan hidup secara damai dimana tata kehidupan umat
Universitas Sumatera Utara
beragama mempunyai sifat dan ciri yang berbeda satu sama lain, oleh karena itu disanalah pengkal dari pembinaan kerukunan agar dapat diarahkan menjadi satu dalam hal pengembangan pedidikan. Pergaulan sehari-hari yang dilakukan seseorang dengan orang lain ada kalanya setaraf usianya, ilmu pengetahuannya, pengalaman dan sebagainya, dan ada kalanya kawan sepergaulan lebih rendah atau lebih tinggi dibidang tertentu. Didalam pergaulan sehari-hari tentunya terjadi interaksi sosial antara individu yang satu dengan individu yang lain atau individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok, dan didalam interaksi itu tentunya tidak terlepas adanya saling mempengaruhi. Hal ini dapat kita lihat dilingkungan sekolah non muslim, terjadinya interaksi sosial keagamaan antara siswasiswi yang berbeda agama, dapat menciptakan kerukunan antar umat beragama, hal tersebut dapat terwujud apabila terjadinya kerjasama yang baik dan bersaing secara sehat dengan tidak saling merugikan, maka seluruh umat beragama yang berada dilingkungan sekolah tersebut, satu dengan yang lainnya harus hormat-menghormati, hargamenghargai dan bertoleransi, terutama bagi siswa-siswinya. Interaksi sosial keagamaan juga dapat menimbulkan konflik apabila didalam pergaulan antara siswa-siswi disekolah non muslim tersebut tidak saling menghargai, menghormati dan tidak adanya sikap toleransi antar pemeluk agama yang berbeda. Kerukunan hidup beragama perlu dimantapkan melalui lembaga pendidikan mulai tingkat SD hingga SLTA, karena merupakan sarana utama dalam memberikan pemahaman tentang keberagaman sejak dini pada siswa. Dalam membina kerukunan antar umat beragama yang menjadi pijakan dan pegangan adalah prinsip-prinsip yang terkandung dalam Bhineka Tunggal Ika yang
Universitas Sumatera Utara
mengandung suatu pengertian yang berbeda-beda namun tetap dalam satu kesatuan. Landasan untuk membina kerukunan antar umat beragama dan penganutkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa di Indonesia khususnya hal ini terlah diketahui bersama, landasan faktual maksudnya adalah landasan yang berdasarkan fakta, satu tanah air dan satu pemerintahan, sedangkan landasan yang bersifat filosofis adalah Pancasila, karena dalam sejarahnya telah banyak membuktikan bahwa Pancasila mampu memoersatukan bangsa untuk landasan konstitusional ialah UUD’45 serta ketetapan MPR sebagai landasan operasional. Sebagai bangsa Indonesia seharusnya mempunyai kepribadian yang dapat menunjang kerukunan dalam
keputusan menteri agama No.77 Tahun 1978 tentang
bantuan luar negeri kepada lembaga Keagamaan di Indonesia yaitu: a. Maka kehidupan Beragama perlu dibina dan diarahkan guna memantapkan kerukunan hidup intern umat beragama, kerukunan hidup antar umat beragama, serta kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah. b. Bahwa bantuan luar negeri kepada lembaga keagamaan di Indonesia dalam rangka mengembangkan kehidupan beragama perlu diatur dan diarahkan agar terhindar pengaruh negative yang dapat menggangu persatuan bangsa, (Prawiranegara, 1982:144-145) Dari ungkapan diatas bahwa ciri kepribadian Indonesia ini dapat disadari sebagai salah satu landasan untuk membina kerukunan, yang antara lain beruraikan hidup rukun, toleran, suku dan keselarasan. Dalam membina kerukunan hidup beragama pada hakekatnya merupakan bagian dari pembinaan kesatuan dan persatuan bangsa, pengembangan sikap toleran tersebut
Universitas Sumatera Utara
terbukti jelas pada beberapa landasan yuridis formal yang ada seperti undang-undang keputusan menteri dan ketetapan-ketetapan seperti undang-undang, keputusan menteri serta ketentuan-ketentuan lainnya (dalam proyek pembinaan kerukunan hidup beragama, Depertemen Agama RI, 1981:2. Oleh karena itu perlu ditanamkan kesadaran dan keanekaragaman suku, bahasa dan adat istiadat untuk menumbuhkan toleransi yang aktif antar umat beragama atas dasar azas setuju dalam perbedaan agama, sebagai perwujudan dari lambang Bhineka Tunggal Ika. Pembinaan tersebut adalah untuk memenuhi tujuan yang dimaksud dalam ketetapan majelis permusyawaratan rakyat no. IV/MPR/1978 tentang garis-garis besar haluan Negara yaitu, mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur, materiil dan sprituil berdasarkan pancasila dan wadah Negara kesatuan Republik Indonesia yang merdeka berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana prikehidupan bangsa yang aman, tentram, tertib dan dinamis serta dalam lingkungan dunia yang merdeka, bersahabat tertib dan damai” Sedangkan pada ungkapan lain terdapat pada pedoman dasar kerukunan hidup beragama : ( dalam proyek pembinaan kerukunan hidup umat beragama, Depertemen Agama RI, 1980:13): “Membimbing prikehidupan umat beragama sesuai dan selaras dengan Pancasila dan UUD 45, agar setiap pemeluk agama, baik sebagai orang perorangan, sebagai warga masyarakat, sebagai warga Negara, disamping mentaati dan melaksanakan ajaran agamanya, secara simultan melaksanakan penghayatan dan pengalaman Pancasila. Dengan demikian akan terciptalah
Universitas Sumatera Utara
masyarakat pancasila yang beragama dan sekaligus masyarakat yang beragama yang pancasialis” Dari
ungkapan diatas
dapat
dimengerti
bahwa
dalam
membina
dan
mengembangkan kehidupa n beragama, tidak hanya saling menghormati dan menghargai, membina dan mengembangkan serta dapat member bimbingan dan pengarahan agar kehidupa n berbangsa lebih berkembang, bergairah sesuai dengan kebijakan pemerintah dalam membina kehidupan berbangsa, bernegara yang berdasarkan Pancasila. Bila kita melihat Interaksi Sosial Antara Etnis Pendatang dan Etnis Setempat di Pinggiran Kota Medan dengan studi Analisis Dinamika Kerukunan Hidup Umat Beragama”, mencoba menggambarkan bahwa proses interaksi sosial di pinggiran kota yang penduduknya amat heterogen banyak dipengaruhi oleh etnis, agama, dan tempat tinggal. Pranata-pranata tradisional dipandang cukup fungsional dalam membangun jaringan integrasi antara komunitas-komunitas yang heterogen itu. Dengan fungasinya pranata-pranata tradisional tersebut melahirkan banyak pola-pola hubungan antar etnis, yang pada intinya menggambarkan adanya integrasi yang kuat antara satu komunitas dengan komunitas lainnya. Nilai-nilai kebudayaan yang mengedepankan pentingnya harmonitas yang didukung oleh corak pemahaman agama yang toleran merepakan faktor kunci terciptanya integrasi sosial antar etnis. Karena itu, hegemoni kultur dominan yang mengarah pada konflik mayoritas-minoritas akan dapat teratasi dengan menguatnya kesadaran sosial terhadap nilai budaya kerukunan. Masa depan integrasi sosial pada pemukiman yang terdiri atas etnis lokal dan etnis pendatang sangat tergantung pada sikap-sikap sosial masing-masing komunitas etnis. Bila komunitas etnis pendatang memiliki kesediaan
Universitas Sumatera Utara
untuk beradaptasi secara intensif serta lebih mengedepankan perubahan secara evolutif, maka integrasi sosial akan dapat dipertahankan dengan baik. Dari beberapa pernyataan tersebut menyinggung mengenai interaksi sosial, pola hubungan yang terjadi dalam pergaulan sehari-hari dikehidupan bermasyarakat bisa menciptakan kerukunan antar umat beragama. Sama halnya dalam penelitian yang akan saya lakukan ini, tetapi dalam penelitiann ini memfokuskan bentuk interaksi sosial keagamaan, dan proses penyesuaian diri antara siswa-siswi yang berbeda agama disekolah SMA Swasta Raksana Medan serta bentuk-bentuk kerukunan antar umat beragama disekolah tersebut.
2.4.
Pola Adaptasi ( adjustment ) Didalam suatu lingkungan pendidikan, dalam bersosialisasi kedekatan dan
kesamaan sangatlah penting dengan lingkungan disekitarnya. Sekolah mempunyai peranan penting yang berpengaruh dalm pembentukan moral, sosial dan intelektual siswa suasana disekolah baik sosial maupun psikologis menentukan proses dan penyesuaian diri ( adjustment ) yaitu adaptasi. Konsep adaptasi maupun adjustment merupakan proses dalm penyesuaian diri terhadap lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Kata Adaptasi berasal dari ilmu biologi dan dalam ilmu sosial diberi nama adjustment. Baik adaptasi maupun adjustment kita terjemahkan dengan ” proses penyesuaian diri ” terhadap lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Kapplah dan Manners ( Kurniawan, 2001 : 28 ) menjelaskan adapatasi dalam dua tatanan, yaitu : 1. sehubungan dengan cara dan sistem budaya beradapatasi dengan tian terhadap lingkungannya.
Universitas Sumatera Utara
2. perhatian terhadap institusi-institusi dalam suatu budaya beradaptasi atau saling menyesuaikan diri. Dalam proses pemenuhan kebutuhan hidupnya manusia melakukan adaptasi terhadap lingkungan dimana ia tinggal dengan menggunakan suatu bentuk dari hasil adpatasinya ( kurniawan 2001 : 29 ).Untuk mencapai keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungan dibutuhkan proses adaptasi atau penyesusain diri. Respon penyesuaian, baik atau buruk secara sederhana dapat dipandang sebagai upaya indvidu untuk mereduksi atau menjauhi keteegangan dan memelihara kondisi keseimbangn yang wajar. Penyesuaian diri adalah suatu proses kearah hubungan yang harmonis antara tuntutan internal maupun eksternal. Dalam proses adaptasi ada dua komponen yang penting yang menunjang proses tersebut yaitu perilaku adaptasi dan tindakan strategis, dimana perilaku adaptasi ini berhubungan dengan tindakan-tindakan individu maupun kelompok dalam upaya menyesuaikan sarana-sarana yang ada denga lingkungan sekitarnya sedangkan pada sisi lain tindakan strategis berhubungan dengan pengalamanpengalaman tingkat keberhasilan suatu kegiatan tertentu yang nantinya dijadikan alternatif pilihan dalam pencapaian tujuan ( Ruhimat, 2006 : 82). Apabila interaksi sosial dihubungkan dengan kehidupan antar umat beragama di lingkungan sekolah yaitu interaksi sosial yang antara siswa-siswi yang berbeda agama seperti dilingkungan SMU Raksana Yayasan Perguruan Raksana Medan sekolah agar terwujud kerukunan, maka seluruh umat beragama yang berada dilingkungan sekolah tersebut harus lah saling menghargai, saling menghormati satu sama lain dan perbedaan agama, perbedaan suku, kelas, adat dan istiadat itu tidak menjadi penghambat mereka
Universitas Sumatera Utara
untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas kehidupan beragama baik didalam maupun diluar sekolah serta berintegrasi dalam melaksanakan program-program pembangunan khusunya dalam segi pendidikan.
2.5.
Defenisi Konsep Untuk menggambarkan secara tepat fenomena yang hendak diteliti,
penggunaan konsep sangat penting. Konsep adalah istilah yang menggambarkan suatu suatu gejala atau menyatakan suatu ide gagasan ( Iqbal Hasan 2002 : 17 ). Untuk menjelaskan maksud dan konsep-konsep yang terdapat dalam proposal penelitian ini, maka dibuat batasan-batasan konsep yang dipakai sebagai berikut : 1. Sekolah adalah bangunan atau lembaga untuk tempat belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran yang bersifat formal. 2. Interaksi Sosial adalah hubungan timbal balik yang dinamis antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok yang menyangkut hubungan sosial yang terjadi antara siswasiswi yang berebeda agama. 3. Pendidikan formal merupakan pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya. Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi 4. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang dilakukan secara sadar dan bertanggung jawab.
Universitas Sumatera Utara
5. Sosialisasi adalah satu konsep umum yang bisa dimaknakan sebagai sebuah proses di mana kita belajar melalui interaksi dengan orang lain, tentang cara berpikir, merasakan, dan bertindak.
Universitas Sumatera Utara