BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengetahuan 2.1.1. Definisi Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui panca indra, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, indra perasa dan peraba. Sebagian besar manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007). Dalam Encyclopedia of philosophy dijelaskan dahwa defenisi pengetahuan adalah kepercayaan yang benar ( knowledge is justified true bilief ). Menurut Drs. Sidi Ghazalba, pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu disebut hasil dari kenal, sadar, insyaf, mengerti dan pandai (Bahtiar, 2004). Dalam kamus filsapat dijelaskan bahwa pengetahuan (knowledge) adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri (Bahtiar 2004). 2.1.2. Tingkat Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan mempunyai 6 tingkatan yaitu sebagai berikut:
11
12
1) Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai meningkat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah meningkat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan-bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu “tahu adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah”. 2) Memehami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi termasuk secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau meteri harus dapat menjelaskan, menyebutkan conton, menyimpulkan, memamarkan dan sebagianya terhadap objek yang dipelajari. 3) Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menunjukan materi yang telah dipelajaripada situasi atau kondisi rill (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau pengunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. 4) Analisa (Analisis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitanya satu sama lain.
13
5) Sintesis (syinthesis) Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Denagn kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada. 6) Evaluasi (Evaluation) Evaluai ini berkaitan dengan kemempuan untuk melakukan justufikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. 2.1.3. Jenis-jenis Pengetahuan Menurut salam, yang dikutip oleh Bahtiar (2004) bahwa pengetahuan yang dimiliki manusia ada empat yaitu : 1. Pengetahuan biasa yaitu, pengetahuan yang dalam filsafat dikatakan dengan comman sence dan sering diartikan dengan good sence, karena seseorang memiliki sesuatu dimana ia menerima secara baik. 2. Pengetahuan ilmu yaitu ilmu sebagai terjemahan dari science. Dalam pengetrian yang sempit diartikan untuk menunjukkan ilmu pengetahuan alam yang sifatnya kwantitatif dan objektif. 3. Pengetahuan filsapat yaitu pengetahuan filsafat adalah yang diperoleh dari pemikiran yang bersifat kontemplatif dan spekualitif. Pengetahuan filsafat lebih nenekankan vada universitas dan kedalaman kajian tentang sesuatu.
14
4. Pengetahuan agama yaitu pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran Tuhan lewat para utusan-nya. Pengetahuan agama yang bersiapat mutlak yang diyakini oleh para pemeluk agama. Pengetahuan mengandung beberapa hal yang pokok yaitu ajaran tentang cara berhubungan dengan tuhan, yang sering juga disebut dengan vertical dan cara berhubngan dengan sesame manusia, yang sering juga disebut dengan hubngan horizontal. 2.1.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan yaitu : a. Umur Umur adalah lamanya hidup dalam dihitung sejak dilahirkannya hingga saat ini.Umur merupakan periode penyesuaian terhadap pola–pola kehidupan baru dan harapan – harapan baru. Merupakan usia reduktif, masa bermasalah, masa ketegangan emosi, masa keterasingan social komitmen, masa ketergantungan, masa perubahan nilai, masa penyesuaian dengan hidup baru, masa kreatif, masa dewasa, ditandai oleh adanya perubahan–perubahan jasmani dan mental. Kemahiran dan keterampilan professional yang dapat menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian. b. Pendidikan Pendidikan adalah usaha sadar dan terpercaya untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, kepribadian, kecerdasan,
15
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. c. Pekerjaan Pekerjaan merupakan suatu kegiatan atau aktifitas seseorang untuk memperoleh penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidupnya sehari – hari, jenis pekerjaan berkaitan dengan tingkat pengetahuan, pada umunya orang yang bekerja perkantoran
akan
memperoleh
kemudahan
untuk
mengakses
informasi
dibandingkan dengan orang bekerja sebagai petani, buruh maupun nelayan kemudian memperoleh informasi akan meningkatkan pengetahuan orang tersebut terhadap objek tertentu (Notoatmodjo, 2007).
2.2. Konsep Dukungan Keluarga 2.2.1. Pengertian dukungan keluarga Dukungan keluarga didefinisikan oleh Gottlieb (1983) dalam Zainudin (2002) yaitu informasi verbal, sasaran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek didalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau pengaruh pada tingkah laku penerimaannya. Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan sosial, secara emosional merasa lega diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya. Menurut Sarason (1983) dalam Zainudin (2002). Dukungan keluarga adalah keberatan, kesedihan, kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan, menghargai dan menyayangi kita, pandangan
16
yang samajuga dikemukakan oleh Cobb (2002) mendefinisikan dukungan keluarga sebagai adanya kenyamanan, perhatian, penghargaan atau menolong orang dengan sikap menerima kondinya, dukungan keluarga tersebut diperoleh dari individu maupun kelompok. 2.2.2. Fungsi Pokok Keluarga Fungsi keluarga biasanya didefinisikan sebagai hasil atau konsekuensi dari struktur keluarga. Adapun fungsi keluarga tersebut adalah (Fridman,1999 : 24) : 1. Fungsi afektif (fungsi pemeliharaan kepribadian) : untuk pemenuhan kebutuhan psikososial, saling mengasuh dan memberikan cinta kasih, serta saling menerima dan mendukung. 2. Fungsi sosialisasi dan fungsi penempatan sosial : proses perkembangan dan perubahan individu keluarga, tempat anggota keluarga berinteraksi sosial dan belajar berperan di lingkungan. 3. Fungsi reproduktif : untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia. 4. Fungsi ekonomis : untuk memenuhi kebutuhan keluarga,seperti sandang, pangan, dan papan. 5. Fungsi perawatan kesehatan : untuk merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan
17
2.2.3. Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas dibidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan. Friedman (1981) membagi 5 tugas keluarga dalam bidang kesehatan yang harus dilakukan, yaitu: 1. Mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian dan tanggung jawab keluarga, maka apabila menyadari adanya perubahan perlu segera dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi dan seberapa besar perubahannya. 2. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi keluarga. Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga maka segera melakukan tindakan yang tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan teratasi. Jika keluarga mempunyai keterbatasan seyoganya meminta bantuan orang lain dilingkungan sekitar keluarga. 3. Memberikan keperawatan anggotanya yang sakit atau yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya terlalu muda. Perawatan ini dapat dilakukan dirumah apabila keluarga memiliki kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan pertama atau kepelayanan kesehatan untuk memperoleh tindakan lanjutan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi.
18
4. Mempertahankan suasana dirumah yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga. 5. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga kesehatan (pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada). 2.2.4. Bentuk Dukungan Keluarga a.
Dukungan Emosional (Emosional Support) Keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Meliputi ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap anggota keluarga yang menderita kusta (misalnya: umpan balik, penegasan) (Marlyn, 1998).
b.
Dukungan Penghargaan (Apprasial Assistance) Keluarga bertindak sebagai
sebuah bimbingan umpan balik,
membimbing dan menengahi pemecahan masalah dan sebagai sumber dan validator identitas anggota. Terjadi lewat ungkapan hormat (penghargan) positif untuk penderita kusta, persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu dan perbandingan positif penderita kusta dengan penderita lainnya seperti orangorang yang kurang mampu atau lebih buruk keadaannya (menambah harga diri) (Marlyn, 1998). c.
Dukungan Materi (Tangibile Assistance) Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit, mencakup bantuan langsung seperti dalam bentuk uang, peralatan, waktu,
19
modifikasi lingkungan maupun menolong dengan pekerjaan waktu mengalami stress (Marlyn, 1998) d.
Dukungan Informasi (informasi support) Keluarga berfungsi sebagai sebuah koletor dan disse
minator
(penyebar) informasi tentang dunia, mencakup memberi nasehat, petunjukpetunjuk, saran atau umpan balik. Bentuk dukungan keluarga yang diberikan oleh keluarga adalah dorongan semangat, pemberian nasehat atau mengawasi tentang pola makan sehari-hari dan pengobatan. Dukungan keluarga juga merupakan perasaan individu yang mendapat perhatian, disenangi, dihargai dan termasuk bagian dari masyarakat (Utami, 2003). 2.2.5. Faktor-Faktor Berkaitan dengan Kunjungan Balita ke Posyandu Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan saikt dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan (Notatmodjo, 2007) Berdasarkan teori Lewrence Green dalam Notoatmodjo menjelaskan bahwa perilaku dipengaruhi atau dilatar belakangi oleh 3 faktor pokok yaitu faktor-faktor predisposisi (Predisposing factors) diantaranya adalah pengetahuan, faktor-faktor yang mendukung (enabling factors) dan faktor-faktor yang memperkuat/mendorong (reinforcing factors). Berdasarkan teori tersebut maka akan dijabarkan beberapa faktor yang berhubungan dengan kunjungan balita ke posyandu meliputi faktor usia, pendidikan dan dukungan keluarga sebagai berikut:
20
1. Umur balita Umur atau usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Semisal, umur manusia dikatakan lima belas tahun diukur sejak dia lahir hingga waktu umur itu dihitung. Dalam kamus besar bahasa Indonesia dijelaskan bahwa umur adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan).
Notoatmodjo (2007: 20)
menjelaskan bahwa umur adalah variabel yang selalu diperhatikan didalam penyelidikan-penyelidikan epidemiologi. Angka-angka kesakitan maupun kematian didalam hampir semua keadaan menunjukkan hubungan dengan umur. Dengan cara ini orang dapat membacanya dengan mudah dan melihat pola kesakitan atau kematian menurut golongan umur. Persoalan yang dihadapi adalah apakah umur yang dilaporkan tepat, apakah panjangnya interval didalam pengelompokan cukup untuk tidak menyembunyikan peranan umur pada pola kesakitan atau kematian dan apakah pengelompokan umur dapat dibandingkan dengan pengelompokan umur pada penelitian orang lain. Menurut Poerdji dalam (2002) menyatakan bahwa umur 12 hingga 35 bulan merupakan umur yang paling berpengaruh terhadap kunjungan karena pada umur ini merupakan pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Hal lain yang menyebabkan ibu balita tidak lagi hadir di posyandu khususnya balita diatas usia 36 bulan, karena ibu balita merasa bahwa anaknya sudah mendapatkan imunisasi lengkap dan perkembangan sosial anak
21
semakin bertambah. Berdasarkan penelitian Balitbang Depkes RI (2002) dengan analisis menggunakan data sekunder Survei Sosial Ekonomi Nasional 2001, dengan jumlah sampel 27021 balita berusia 0 hingga 59 bulan dengan hasil analisis menunjukkan secara bivariate dan multivariate bahwa faktor umur balita berhubungan dengan kunjungan baoita ke posyandu. Faktor yang paling berpengaruh terhadap kunjungan balita ke posyandu adalah faktor umur, umur 12 hingga 35 bulan merupakan umur yang paling berpengaruh terhadap kunjungan. 2. Pendidikan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002), ”Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik”. Teori pendidikan mengatakan bahwa pendidikan adalah suatu kegiatan atau usaha untuk meningkatkan kepribadian, sehingga proses perubahan perilaku menuju kepada kedewasaan dan penyempurnaan kehidupan manusia (Notoatmodjo, 2002). Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan
22
hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan. Menurut Undang-undang RI tahun 2003 nomor 20 pasal 14 menyebutkan bahwa jenjang pendidikan terbagi atas tiga tingkatan yaitu: pendidikan dasar sembilan tahun yang terdiri dari sekolah dasar dan sekolah lanjutan tingkat pertama, pendidikan menengah yaitu sekolah lanjutan tingkat atas dan pendidikan tinggi yaitu diploma dan pendidikan strata satu keatas.Semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan semakin tinggi pula tingkat kecakapan emosionalnya, serta semakin berkembang kedewasaan. Di sini jelas bahwa faktor pendidikan besar pengaruhnya terhadap perkembangan emosional dan intilektual dalam bersosisalisasi dengan lingkungan. Menurut Suharjo dalam Hidayati (2008) rendahnya tingkat pendidikan erat kaitannya dengan perilaku ibu dalam memanfaatkan sarana kesehatan (Posyandu). Tingkat pendidikan ibu yang rendah mempengaruhi penerimaan informasi sehingga pengetahuan tentang Posyandu terbatas. Tingkat pendidikan ibu yang rendah merupakan penghambat dalam pembangunan kesehatan, hal ini disebabkan oleh sikap dan perilaku yang mendorong kesehatan masih rendah. Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, mortalitas dan morbiditas akan semakin menurun. Sehingga semakin tinggi tingkat pendidikan ibu maka kesadaran untuk berkunjung ke Posyandu semakin aktif. Tingkat pendidikan juga berkaitan dengan pengetahuan yang juga
23
merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku ibu balita membawa balitanya ke Posyandu. Pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang akan membentuk suatu sikap dan menimbulkan suatu perilaku dalam kehidupan sehari- hari. Tingginya tingkat pengetahuan tentang Posyandu yang dimiliki oleh kader kesehatan dapat membentuk sikap positif terhadap program Posyandu khususnya perilaku ibu balita membawa balitanya yang dianggap masih buruk. Tanpa adanya pengetahuan maka para ibu balita sulit dalam melakukan kunjungan ke Posyandu (Notoatmodjo, 2007). 3. Dukungan keluarga Dukungan keluarga menurut Satiadarma dalam Ambari (2010) merupakan bantuan/sokongan yang diterima salah satu anggota keluarga dari anggota keluarga lainnya dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi yang terdapat di dalam sebuah keluarga. Pendapat diatas diperkuat oleh pernyataan dari Commission on the Family) bahwa dukungan keluarga dapat memperkuat setiap individu, menciptakan kekuatan keluarga, memperbesar penghargaan terhadap diri sendiri, mempunyai potensi sebagai strategi pencegahan yang utama bagi seluruh keluarga dalam upaya menjaga kesehatan keluarganya (Ambari, 2010). Struktur keluarga dapat mempunyai pengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan suatu keluarga (Notoatmodjo, 2007). Dukungan keluarga sangat berperan dalam memelihara dan mempertahankan status gizi balita yang optimal. Keluarga merupakan sistem dasar dimana perilaku sehat dan perawatan kesehatan
24
diatur, dilaksanakan, dan diamankan, keluarga memberikan perawatan kesehatan yang bersifat preventif dan secara bersama-sama merawat anggota keluarga. Keluarga mempunyai tanggung jawab utama untuk memulai dan mengkoordinasikan pelayanan yang diberikan oleh para professional perawatan kesehatan (Azzahry, 2011).
2.3. Posyandu 2.3.1. Definisi Posyandu Posyandu merupakan Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi (Kemenkes RI, 2011). Posyandu adalah suatu forum komunikasi, alih tekhnologi dan pelayanan kesehatan masyarakat oleh dan untuk masyarakat yang mempunyai nilai strategis dalam mengembangkan sumber daya manusia sejak dini (Runjati, 2011). Posyandu adalah satu bentuk upaya kesehatan yang bersumber daya masyarakat yang merupakan wujud nyata peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan. Pengembangan posyandu merupakan strategi tepat untuk melakukan pembinaan kelangsungan hidup dan perkembangan anak (Depkes RI, 2006).
25
2.3.2
Tujuan Posyandu Sejalan dengan perkembangan paradigma pembangunan, telah ditetapkan arah
kebijakan pembangunan kesehatan, yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2010-2014 Bidang Kesehatan. Kondisi pembangunan kesehatan diharapkan telah mampudmewujudkan kesejahteraan masyarakat yang ditunjukkan dengan membaiknya berbagai indikator pembangunan Sumber Daya Manusia dengan tetap lebih mengutamakan pada upaya preventif, promotif serta pemberdayaan keluarga dan masyarakat dalam bidang kesehatan. Salah satu bentuk upaya pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan adalah menumbuh kembangkan Posyandu. Maka tujuan posyandu disusun sebagai berikut : 1. Tujuan Umum Menunjang percepatan angka kematian Ibu (AKI), angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian anak balita (AKABA) di Indonesia melalui upaya pemberdayaan masyarakat (Kemenkes RI, 2011) 2. Tujuan Khusus Meningkatkan peran masyarakat dalam penyelengaraan upaya pelayanan kesehatan dasar terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI, AKB dan AKABA. Meningkatnya peran lintas sektor dalam penyelengaraan posyandu terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI, AKB dan AKABA. Meningkatnya cakupan dan jangkauan kemampuan pelayanan kesehatan dasar
26
terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI, AKB dan AKABA (Kemenkes RI, 2011). 2.3.3. Manfaat Posyandu 1. Bagi Masyarakat a. Memperoleh kemudahan bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi dan pelayanan kesehatan dasar terutama berkaitan dengan penurunan AKI, AKB dan AKABA b. Memperoleh layanan secara professional terutama pemecahan masalah kesehatan terutama terkait kesehatan ibu dan anak c. Efisiensi dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dasar terpadu dan pelayanan dasar sosial setor lain terkait (Kemenkes RI, 2011). Posyandu memiliki banyak manfaat untuk masyarakat, diantaranya : a. Mendukung perbaikan perilaku, keadaan gizi dan kesehatan keluarga sehingga: 1. Keluarga menimbang balitanya setiap bulan agar terpantau pertumbuhannya. 2. Bayi 6-11 bulan memperoleh 1 kapsul vitamin A warna biru (100.000 SI) 3. Anak 12-59 bulan memperoleh kapsul vitamin A warna merah (200.000 SI) setiap enam bulan (Februari dan Agustus) 4. Bayi umur 0-11 bulan memperoleh imunisas memperoleh imunisasi Hepatitis B 4 kali, BCG 1 kali, Polio 4 Kali, DPT 3 kali dan campak 1 kali 5. Bayi diberi ASI saja sejak lahir sampai umur 6 bulan (ASI Eksklusif ) 6. Bayi mulai umur 6 bulan diberikan makanan pendamping ASI.
27
7. Pemberian ASI dilanjutkan sampai umur dua tahun atau lebih 8. Bayi/ anak yang diare segera berikan : ASI lebih sering dan biasa, makanan seperti biasa, larutan oralit dan minum air lebih banyak 9. Ibu hamil minum 1 tablet tambah darah setiap hari 10. Ibu hamil mau meriksakan diri secara teratur dan mau melahirkan ditolong oleh tenaga kesehatan 11. Ibu hamil dan wanita usia subur (WUS) mendapat imunisasi tetanus toxoid (TT) setelah melalui penapisan TT 12. Setelah melahirkan ibu segera melaksanakan IMD 13. Ibu hamil minum 2 kapsul vitamin A warna merah (200.000 SI) 14. Ibu hamil, ibu nifas dan menyusui makan hidangan bergizi lebih banyak saat sebelum hamil 15. Keluarga menggunakan garam beryodium setiap kali memasak 16. Keluarga mengkonsumsi pangan/makanan beragam, bergizi dan seimbang 17. Keluarga memanfaatkan pekarangan sebagai warung hidup, meningkatkan gizi keluarga Dengan melaksakan perilaku diatas maka diharapkan : 1. Balita naik berat badannya setiap bulan 2. Balita tidak menderita kekurangan gizi 3. Bayi terlindung dari penyakit berbahaya yang dapat dicegah dengan imunisasi
28
4. Ibu hamil tidak menderita kurang darah 5. Bayi lahir tidak menderita GAKY 6. Balita dan ibu nifas tidak menderita kurang vitamin A 7. WUS tidak menderita kurang energi kronis 8. Masyarakat semakin menyadari pentingnya gizi dan kesehatan 9. Menurunkan jumlah kematian ibu dan balita b. Mendukung perilaku hidup bersih dan sehat c. Mendukung pencegahan penyakit yang berbasis lingkungan dan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi d. Mendukung pelayanan keluarga berencana sehingga PUS menjadi peserta KB dan dapat memilih alat kontrasepsi jangka pendek atau jangka panjang yang cocok dan tepat penggunaanya. e. Mendukung pemberdayaan keluarga dan masyarakat dalam penganekaragaman pangan melalui pemanfataan pekarangan untuk memotivasi kelompok dasa wisma berperan aktif (Kemenkes RI, 2011). 2. Bagi Kader, Pengurus Posyandu dan Tokoh Masyarakat a. Mendapatkan informasi terlebih dahulu tentang upaya kesehatan yang terkait dengan penurunan AKI, AKB dan AKABA. b. Dapat
mewujudkan
aktualisasi
dirinya
dalam
membantu
masyarakat
menyelesaikan masalah kesehatan terkait dengan penurunan AKI, AKB dan AKABA (Kemenkes RI, 2011).
29
3. Bagi Puskesmas a. Optimalisasi fungsi puskesmas sebagai penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, pusat pelayanan kesehatan perseorangan primer dan pusat pelayanan kesehatan kesehatan masyarakat primer. b. Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah kesehatan sesuai kondisi setempat. c. Mendekatkan akses pelayanan kesehatan dasar pada masyarakat. 4. Bagi Sektor Lain a. Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah kesehatan dan sosial dasar lainnya, terutama terkait dengan penurunan AKI, AKB dan AKABA sesuai kondisi setempat. b. Meningkatkan efisiensi melalui pemberian pelayanan secara terpadu sesuai tugas pokok dan fungsi (tupoksi) masing-masing sektor. 2.3.4. Sasaran Pelaksanaan Posyandu Sasarannya antara lain adalah seluruh masyarakat/keluarga utamanya adalah bayi baru lahir, balita, ibu hami, ibu menyusui, Pasangan Usia Subur (PUS) (Kemenkes RI, 2011). 2.3.5. Persyaratan Pendirian Posyandu Menurut Runjati (2011) untuk mendirikan Posyandu mempunyai persyaratan antara lain yaitu :
30
1. Penduduk RW tersebut paling sedikit terdapat 100 orang balita. 2. Terdiri dari 120 kepala keluarga. 3. Disesuaikan dengan kemampuan petugas (bidan desa). 4. Jarak antara kelompok rumah, jumlah KK dalam satu tempat atau kelompok tidak terlalu jauh. 2.3.6. Lokasi/Letak Posyandu Menurut Runjati (2011) mempunyai kriteria sebagai berikut yaitu : 1. Berada di tempat yang mudah didatangi oleh masyarakat. 2. Ditentukan oleh masyarakat itu sendiri. 3. Dapat merupakan lokal tersendiri. 4. Bila tidak memungkinkan dapat dilaksanakan dirumah penduduk, balai rakyat, pos RT/RW atau pos lainnya. 2.3.7. Kegiatan Utama Posyandu Kegiatan di posyandu seperti yang dijelaskan oleh Kemenkes RI (2011) meliputi kegiatan pemantauan tumbuh kembang balita, pelayanan kesehatan ibu dan anak seperti : imunisasi untuk pencegahan penyakit, penanggulangan diare, pelayanan KB, penyuluhan dan konseling, rujukan konseling bila diperlukan. Kegiatan posyandu dilaksanakan oleh kader yang difasilitasi petugas dengan kegiatan:
31
a. Persiapan Pelaksanaan Posyandu 1. Menyebarluaskan hari buka posyandu melalui pertemuan warga setempat (majelis taklim, kebaktian, pertemuan keagamaan lainnya, arisan dan lain lain) Kader dapat mengajak sasaran untuk datang ke posyandu dengan bantuan tokoh masyarakat atau tokoh agama setempat. Fasilitas umum seperti sarana ibadah dapat dijadikan sarana untuk menyebarluaskan informasi hari buka posyandu 2. Mempersiapkan tempat pelaksanaan posyandu 3. Mempersiapkan sarana posyandu Kebutuhan sarana berupa KMS/Buku KIA, alat timbang (dacin dan sarung). Pita LILA, obat gizi (kapsul vitamin A, tablet tambah darah, oralit), alat bantu penyuluhan, buku pencatatan dan pelaporan lainnya. 4. Melakukan pembagian tugas antar kader Pembagian tugas dilakukan sesuai dengan langkah kegiatan yang dilakukan seperti pendaftaran, pencatatan, penyuluhan dan pelayanan yang dapat dilakukan oleh kader. 5. Kader berkoordinasi dengan petugas kesehatan dan petugas lainnya Kader berkoordinasi dengan petugas kesehatan lainnya terkait dengan sasaran, tindak lanjut, dari kegiatan posyandu dan rencana kegiatan berikutnya. 6. Mempersiapkan bahan PMT penyuluhan
32
b. Pelaksanaan Posyandu 1. Pendaftraran a. Pendaftaran balita b. Pendafataran ibu hamil c. Pendaftaran PUS 2. Penimbangan a. Mempersiapkan dacin b. Menimbang balita c. Pengukuran LILA pada ibu hamil dan WUS 3. Pencatatan a. Balita Pada penimbangan pertama, mengisi kolom identitas yang tersedia pada KMS/buku KIA, mencantumkan bulan lahir dan bulan penimbangan anak, hasil penimbangan di catat dan buat garis pertumbuhanan anak, catat kejadian yang dialami anak daalam KMS dan menyalin semua data dalam SIP b. Ibu hamil hasil penimbangan berat badan dan pengukuran LILA ibu hamil dicatat dalam buku KIA dan register ibu hamil (SIP) c. PUS/WUS Hasil pengukuran LILA pada WUS dicatat pada register PUS/WUS
33
4. Penyuluhan a. Penyuluhan pada balita Penyuluhan pada balita didasarkan pada umur, hasil penimbangan dan kondisi anak. Balita yang berat badannya tidak naik 2 kali berturut-turut atau BGM segera dirujuk ke petugas kesehatan b. Penyuluhan pada ibu hamil c. Penyuluhan pada ibu Nifas d. Penyuluhan pada PUS 5. Pelayanan kesehatan dan KB c. Kegiatan Diluar Hari Buka Posyandu 1. Kunjungan rumah pada balita yang tidak hadir pada hari posyandu, yang mengalami gizi kurang dan gizi buruk 2. Menggerakkan masyarakat ikut serta dalam kegiatan posyandu termasuk penggalangan dana 3. Memfasilitasi masyarakat memanfaatkan pekarangan untuk meningkatkan gizi keluarga 4. Membantu petugas dalam pendataan, penyuluhan dan peragaan keterampilan dalam upaya peningkatan peran serta masyarakat.
34
2.3.8. Sistem Lima Meja Posyandu mempunyai sistem lima meja yaitu : 1. Meja I Pada meja I dilakukan pencatatan atau pendaftaran. 2. Meja II Pada meja II dilakukan penimbangan balita dan ibu hamil. 3. Meja III Pada meja III dilakukan penerangan dan pendidikan 4. Meja IV Pada meja IV peningkatan tentang gizi / ASI 5. Meja V Pelayanan kesehatan (pemeriksaan hamil, imunisasi balita, anak dan ibu hamil, program keluarga berencana dan pemberian tablet besi dan vit.A) (Runjati, 2011). 2.3.9. Perkembangan Posyandu Makin
banyaknya
posyandu
mendorong
terjadinya
variasi
tingkat
perkembangan yang beragam. Ada sebagian posyandu yang telah mencapai tingkat perkembangan yang sangat maju, disisi lain masih banyak posyandu yang tinggal papan nama saja. Menurut Runjati (2011) kategorisasi atau stratifikasi posyandu baik dari pengorganisasian maupun pencapaian dapat dikelompokkan menjadi 4 yaitu :
35
1. Posyandu Pratama adalah posyandu yang belum mantap yang frekuensi penimbangan kurang dari 8 kali pertahun, kader aktifnya kurang dari 5 orang, pencapaian cakupan kurang dari 50%, tidak ada program tambahan, serta belum ada dana sehat. 2. Posyandu Madya adalah posyandu dengan kegiatan yang lebih teratur, pelaksanaan kegitan lebih dari 8 kali pertahun dan jumlah kader rata-rata 5 orang atau lebih, pencapaian 5 cakupan program kurang dari 50%, belum ada program tambahan, serta belum ada dana sehat. 3. Posyandu purnama adalah posyandu dengan frekuensi penimbangan 8 kali pertahun dan jumlah kader tugas 5 orang atau lebih, pencapaian 5 cakupan program lebih dari 50%, sudah ada program tambahan, serta sudah ada dana sehat kurang dari 50% kepala keluarga. 4. Posyandu mandiri adalah posyandu dengan frekuensi penimbangan lebih darai 8 kali pertahun dan jumlah kader tugas 5 orang atau lebih, pencapaian 5 cakupan program lebih dari 50%, sudah ada program tambahan, serta sudah ada dana sehat lebih dari 50% kepala keluarga. Dari konsep diatas, dapat disimpulkan beberapa indikator sebagai penentu jenjang antar strata Posyandu adalah : 1. Jumlah buka Posyandu pertahun. 2. Jumlah kader yang bertugas. 3. Cakupan kegiatan.
36
4. Program tambahan. 5. Dana sehat/JPKM. Posyandu akan mencapai strata Posyandu Mandiri sangat tergantung kepada kemampuan, keterampilan diiringi rasa memiliki serta tanggungjawab kader PKK, LKMD sebagai pengelola dan masyarakat sebagai pemakai dari pendukung Posyandu. 2.3.10. Keaktifan Ibu Balita Dalam Kegiatan Posyandu Posyandu erat sekali kaitannya dengan peran serta aktif masyarakat (partisipasi ibu balita). Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi ibu balita dalam kegiatan posyandu diantaranya adalah usia ibu, faktor pendidikan, faktor pengetahuan, faktor jumlah keluarga, faktor penghasilan, serta sikap (Wahyuni, 1994). Kegiatan posyandu dikatakan meningkat jika peran aktif ibu balita atau peran serta masyarakat semakin tinggi yang terwujud dalam cakupan program kesehatan seperti imunisasi, pemantauan tumbuh kembang balita, pemeriksaan ibu hamil, dan KB yang meningkat. Keaktifan ibu pada setiap kegiatan posyandu tentu akan berpengaruh pada keadaan status gizi anak balitanya. Karena salah satu tujuan posyandu adalah memantau peningkatan status gizi masyarakat terutama anak balita dan ibu hamil. Agar tercapai itu semua maka ibu yang memiliki anak balita hendaknya aktif dalam kegiatan posyandu agar status gizi balitanya terpantau (Kristiani, 2006).
37
2.4. Kunjungan Balita 2.4.1. Pengertian Kunjungan adalah hal atau perbuatan berkunjung ke suatu tempat. Kunjungan balita ke posyandu adalah datangnya balita ke posyandu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan misalnya penimbangan, imunisasi, penyuluhan gizi , dan lain sebagainya. Kunjungan balita ke posyandu yang paling baik adalah teratur setiap bulan atau 12 kali pertahun. Untuk ini kunjungan balita diberi batasan 8 kali pertahun. Posyandu yang frekuensi penimbangan atau kunjungan balitanya kurang dari 8 kali pertahun di anggap masih rawan. Sedangkan bila freukuensi penimbangan sudah 8 kali atau lebih dalam kurun waktu satu tahun dianggap sudah cukup baik, tetapi frekuensi penimbangan tergantung dari jenis posyandunya (Dinkes Prov. Aceh 2009). 2.4.2. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kunjungan Balita ke Posyandu Adapun faktor-faktor yang berhubungan dengan kunjungan balita ke posyandu meenurut Sri Poerdji (2006) yaitu : a. Umur Balita Umur balita merupakan permulaan kehidupan untuk seseorang dan pada masa ini perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas,kesadaran social, emosioanal dan intelegensi berjalansangat cepat. Menurut Sri Poerdji menyatakan bahwa umur 12 hungga 35 bulan merupakan umur yang berpengaruh terhadap kunjungan
38
karena pada umur ini merupakan pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Hal lain yang menyebabkan ibu balita tidak lagi hadir ke posyandu khususnya balita diatas usia 36 bulan, karena ibu balita merasa bahwa anaknya sudah mendapatkan imunisasi lengkap dan perkembangan social anak semakin bertambah. b. Jumlah Anak Jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi kehadiran ibu yang mempunyai anak balita untuk hadir atau berpartisipasi dalam posyandu. Hal tersebut sesuai dengan yang dinyatakan oleh Hurlock (2006) bahwa semakin besar keluarga maka semakin besar pula permasalahan yang akan muncul dirumah terutama untuk mengurus kesehatan anak mereka. Dalam kaitannya dengan kehadirannya di posyandu seorang Ibu akan sulit mengatur waktu untuk hadir di posyandu karena waktunya akan habis untuk memberi perhatian dan kasih sayang dalam mengurus anak-anaknya di rumah. c. Status Pekerjaan Ibu Bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi Ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga dan waktu untuk mengasuh anak akan berkurang, sehingga Ibu balita yang harus bekerja diluar rumah waktunya untuk berpartisipasi dalam posyandu mungkin sangat kurang atau bahkan tidak ada waktu sama sekali untuk ikut berpartisipasi di posyandu. Sedangkan pada Ibu rumah tangga memungkinkan mempunyai waktu lebih
39
banyak untuk beristirahat dan meluangkan waktu untuk membawa anaknya ke posyandu. Peran Ibu yang bekerja dan yang tidak bekerja sangat berpengaruh terhadap perawatan keluarga. Hal ini dapat dilihat dari waktu yang diberikan Ibu untuk mengasuh dan membawa anaknya berkunjung ke posyandu masih kurang karena waktunya akan habis untuk menyelesaikan semua pekerjaannya. Aspek lain yang berhubungan dengan alokasi waktu adalah jenis pekerjaan Ibu dan tempat Ibu bekerja serta jumlah waktu yang dipergunakan untuk keluarga di rumah ( Husnaini, 1989). d. Jarak Tempat Tingggal Jarak antara tempat tinggal dengan Posyandu sangat mempengaruhi Ibu untuk hadir atau berpartisipasi dalam kegiatan Postandu. Hal tersebut sesuai dengan yang dinyatakan oleh Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2003) bahwa factor lingkungan fisik/ letak geografis berpengaruh terhadap perilaku seseorang/ masyarakat terhadap kesehatan. Ibu balita tidak dating ke posyandu di sebabkan karena rumah balita tersebut jauh dengan Posyandu sehingga Ibu balita tersebut tidak datang untuk mengikuti kegiatan dalam Posyandu.
40
2.5. Kerangka Konsep Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut : Variabel Indevenden
Variabel Devenden
Pengetahuan
Keaktifan ke posyandu Dukungan Keluarga
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Pengetahuan dan Dukungan Keluarga dengan Keaktifan kunjungan balita ke posyandu
2.6. Hipotesis Penelitian 1. Ada hubungan pengetahuan keluarga dengan keaktifan kunjungan balita ke posyandu Kluet Selatan Kabupaten Aceh Selatan. 2. Ada hubungan dukungan keluarga dengan keaktifan kunjungan balita ke posyandu Kluet Selatan Kabupaten Aceh Selatan.