BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Modal Kerja 2.1.1 Pengertian Modal Kerja Setiap perusahaan membutuhkan modal kerja untuk menjalankan kegiatan operasional harian perusahaan, misalnya untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai, membayar upah tenaga kerja langsung, membayar hutang dan lain sebagainya. Sejumlah dana yang telah dikeluarkan untuk membelanjai operasi perusahaan tersebut diharapkan akan dapat kembali lagi masuk dalam perusahaan dalam jangka waktu pendek melalui hasil penjualan barang dagangan atau hasil produksinya. Uang yang masuk yang bersumber dari hasil penjualan barang tersebut akan dikeluarkan kembali guna membiayai operasi perusahaan selanjutnya. Dengan demikian, uang atau dana tersebut akan berputar secara terusmenerus setiap periodenya sepanjang hidup perusahaan (Riyanto, 2009:57). Ada beberapa pendapat yang beragam tentang definisi modal kerja. Menurut Kasmir (2010:210) modal kerja didefinisikan sebagai modal yang digunakan untuk membiayai operasional perusahaan sehari-hari, terutama yang memiliki jangka waktu pendek. Modal kerja diartikan seluruh aktiva lancar yang dimiliki suatu perusahaan atau setelah aktiva lancar dikurangi dengan utang lancar. Atau dengan kata lain modal kerja merupakan investasi yang ditanamkan dalam aktiva lancar atau aktiva jangka pendek, seperti kas, bank, surat berharga,
15 Universitas Sumatera Utara
piutang, sediaan, dan aktiva lancar, lainnya. Biasanya modal kerja digunakan untuk beberapa kali dalam suatu periode. Sedangkan Sawir (dalam Sidauruk, 2014) menyebutkan bahwa “Modal kerja adalah keseluruhan aktiva lancar yang dimiliki perusahaan, atau dapat pula dimaksudkan sebagai dana yang harus tersedia untuk membiayai kegiatan operasi perusahaan sehari-hari”. Munawir (2004: 116) menyebutkan “Modal kerja berarti net working capital atau kelebihan aktiva lancar terhadap hutang lancar, sedang untuk modal kerja sebagai aktiva lancar digunakan istilah modal kerja bruto (gross working capital)”. Adapun definisi lain yang dikemukakan oleh Syamsudin (2000:200) yaitu “Modal kerja berhubungan dengan current account (perkiraan aktiva lancar dengan utang lancar) perusahaan”. Menurut Syahyunan (2004:37) ada 3 (tiga) konsep pengertian modal kerja, yaitu : 1. Konsep Kuantitatif Modal kerja menurut konsep kuantitatif didasarkan pada kuantitas dana yang tertanam dalam unsur-unsur aktiva lancar, sekali berputar akan kembali ke dalam bentuk semula dalam waktu yang tidak terlalu lama. Modal kerja dalam pengertian ini sering disebut modal kerja bruto (gross working capital). 2. Konsep Kualitatif Modal kerja menurut konsep kualitatif adalah sebagian dari aktiva lancar yang benar-benar dapat digunakan untuk membiayai operasi perusahaan tanpa
16 Universitas Sumatera Utara
mengganggu likuiditasnya, yaitu merupakan kelebihan aktiva lancar di atas hutang lancarnya. Modal kerja dalam pengertian ini sering disebut modal kerja neto (net working capital). 3. Konsep Fungsional Modal kerja menurut konsep fungsional berdasarkan pada fungsi dari dana dalam menghasilkan pendapatan. Setiap dana yang digunakan dalam periode akuntansi tertentu yang seluruhnya langsung menghasilkan pendapatan pada periode tersebut dan ada sebagian dana lainnya yang digunakan selama periode tersebut namun tidak seluruhnya digunakan dalam menghasilkan pendapatan pada periode tersebut. Sebagian dana tersebut digunakan untuk menghasilkan pendapatan pada periode berikutnya. Dalam konsep ini dikenal modal kerja potensial, yaitu modal kerja yang menghasilkan pendapatan di luar kegiatan utama dari perusahaan yang bersangkutan. Berdasarkan konsep di atas, definisi modal kerja adalah modal kerja neto (net working capital) atau sering disebut modal kerja saja, yang merupakan selisih antara aktiva lancar dan hutang lancar. Dengan demikian modal kerja merupakan sejumlah dana yang diinvestasikan oleh perusahaan dalam bentuk aktiva lancar seperti kas, surat-surat berharga, piutang, dan persediaan dikurangi hutang lancar yang digunakan untuk membiayai kegiatan operasional perusahan sehari-hari.
2.1.2 Fungsi Modal Kerja Modal kerja merupakan salah satu aspek terpenting dari keseluruhan manajemen pembelanjaan perusahaan. Setiap perusahaan membutuhkan modal kerja untuk membiayai kegiatan operasional hariannya, untuk itu diperlukan
17 Universitas Sumatera Utara
penanganan khusus tentang masalah kecukupan modal kerja dalam perusahaan. Tersedianya modal kerja yang cukup dapat menguntungkan perusahaan karena memungkinkan perusahaan melakukan kegiatan operasionalnya secara efisien. Menurut Munawir (2004:116) modal kerja yang cukup dapat memberikan beberapa keuntungan bagi perusahaan, antara lain : a. Melindungi perusahaan terhadap krisis modal kerja karena turunnya nilai aktiva lancar b. Memungkinkan perusahaan untuk dapat membayar semua kewajiban tepat pada waktunya, c. Menjamin dimilikinya credit standing perusahaan yang semakin besar dan memungkinkan perusahaan untuk dapat menghadapi bahaya-bahaya atau kesulitan keuangan yang mungkin terjadi, d. Memungkinkan perusahaan untuk dapat memiliki persediaan dalam jumlah yang cukup untuk dapat melayani konsumennya, e. Memungkinkan perusahaan untuk memberikan syarat kredit yang lebih menguntungkan kepada para langganannya, f. Memungkinkan bagi perusahaan untuk dapat beroperasi dengan lebih efisien karena tidak ada
kesulitan untuk memperoleh barang ataupun jasa yang
dibutuhkan.
18 Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Jenis-jenis Modal Kerja Menurut Riyanto (2009:61) jenis-jenis modal kerja digolongkan menjadi dua, yaitu : 1. Modal Kerja Permanen (Permanent Working Capital) Yaitu modal kerja yang harus tetap ada pada perusahaan untuk dapat menjalankan fungsinya atau dengan kata lain modal kerja yang secara terusmenerus diperlukan untuk kelancaran usaha. Permanent Working Capital ini dibedakan dalam : a. Modal Kerja Primer (Primary Working Capital), yaitu jumlah modal kerja minimum yang harus ada pada perusahaan untuk menjamin kontinuitas usahanya. b. Modal Kerja Normal (Normal Working Capital), yaitu jumlah modal kerja yang diperlukan untuk menyelenggarakan luas produksi yang normal. 2. Modal Kerja Variabel (Variable Working Capital) Modal kerja yang berubah-ubah sesuai dengan perubahan keadaan, dan modal kerja ini dibedakan dalam : a. Modal Kerja Musiman (Seasonal Working Capital), yaitu modal kerja yang jumahnya berubah-ubah disebabkan karena fluktuasi musim. b. Modal Kerja Siklis (Cyclical Working Capital), yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan karena fluktuasi konjungtur. c. Modal Kerja Darurat (Emergency Working Capital), yaitu modal kerja yang besarnya berubah-ubah karena adanya keadaan darurat yang tidak
19 Universitas Sumatera Utara
diketahui sebelumnya (seperti pemogokan buruh, banjir, perubahan keadaan ekonomi yang mendadak). Dari penjelasan tentang jenis modal kerja di atas, jelaslah jika perusahaan menginginkan operasi berjalan secara normal, maka perusahaan harus menyediakan modal kerja yang jenisnya disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan yang berlaku dan juga sesuai dengan situasi yang terjadi.
2.1.4 Komponen Modal Kerja Mengenai komponen modal kerja, menurut Atmaja (2003:365) “Modal kerja atau working capital, sering pula disebut sebagai gross working capital atau modal kerja kotor didefinisikan sebagai item-item pada aktiva lancar, yakni kas (cash), surat berharga (security), piutang (account receivable) dan persediaan (inventory)”. Menurut Brealey et al. (2008: 138) modal kerja secara kolektif terdiri dari asset lancar dan kewajiban lancar. Dimana salah satu aset lancar yang penting adalah piutang. Piutang timbul karena perusahaan biasanya tidak mengharapkan pelanggan membayar pembelian mereka dengan segera (kredit). Semakin besar proporsi penjualan secara kredit akan memperbesar jumlah invesatasi dalam piutang, akan tetapi bersamaan dengan itu juga risiko tidak tertagihnya piutang juga akan meningkat. Aset lancar penting lainnya adalah persediaan, persediaan merupakan elemen utama modal kerja yang selalu dalam keadaaan berputar. Pengelolaan akan pengadaan persediaan dalam perusahaan haruslah efektif, artinya pengadaan persediaan dalam perusahaan jangan sampai berlebih atau kekurangan, karena
20 Universitas Sumatera Utara
persediaan yang berlebih akan menimbulkan berbagai biaya, seperti biaya penyimpanan dan pemeliharaan di gudang yang nantinya akan memperkecil keuntungan perusahaan. Aset lancar lainnya adalah kas dan sekuritas (surat berharga) yang dapat dipasarkan. Kas dan surat berharga merupakan aktiva yang paling likuid bagi perusahaan, oleh karenanya manajer keuangan harus berhati-hati dalam mengelola kas dan surat berharga. Sedangkan kewajiban lancar yang termasuk dalam modal kerja terdiri dari utang usaha dan pinjaman jangka pendek lainnya.
2.1.5 Sumber Modal Kerja Pada dasarnya kebutuhan modal kerja perusahaan terdiri dari dua bagian pokok, yaitu : 1. Bagian yang tetap atau bagian yang permanen yaitu jumlah minimum yang harus tersedia agar perusahaan dapat berjalan dengan lancar tanpa kesulitan keuangan, dan 2. Jumlah modal kerja variabel yang jumlahnya tergantung pada aktivitas musiman dan kebutuhan-kebuutuhan di luar aktivitas yang biasa. Kebutuhan modal kerja permanen seharusnya dibiayai oleh pemilik atau pemegang saham perusahaan. Semakin besar jumlah modal kerja yang dibiayai atau berasal dari investasi pemilik perusahaan akan semakin baik bagi perusahaan karena akan semakin besar kemampuan untuk memperoleh kredit dan semakin besar jaminan kreditor jangka pendek.
21 Universitas Sumatera Utara
Menurut Munawir (2004:210), sumber modal kerja suatu perusahaan dapat berasal dari : a. Hasil operasi perusahaan Jumlah net income yang nampak dalam laporan perhitungan rugi laba ditambah dengan depresiasi dan amortisasi, jumlah ini menunjukkan jumlah modal kerja yang berasal dari hasil operasi perusahaan. b. Keuntungan dari penjualan surat-surat berharga (investasi jangka pendek) Surat berharga yang dimiliki perusahaan untuk jangka pendek (marketable securities atau efek) adalah salah satu elemen aktiva lancar yang yang segera dapat dijual dan akan menimbulkan keuntungan bagi perusahaan. Dengan adanya penjualan surat berharga ini menyebabkan terjadinya perubahan dalam unsure modal kerja yaitu bentuk surat berharga berubah menjadi uang kas. c. Penjualan aktiva lancar Hasil penjualan aktiva tetap investasi jangka panjang dan aktiva tidak lancar lainnya yang tidak diperlukan lagi oleh perusahaan. Perubahan dari aktiva tetap menjadi kas piutang akan menyebabkan bertambahnya modal kerja sebesar hasil penjualan tersebut. d. Penjualan saham atau obligasi Perusahaan dapat mengadakan emisi saham baru atau meminta kepada para pemilik perusahaan untuk menambah modalnya, disamping itu perusahaan dapat juga mengeluarkan obligasi dalam bentuk utang jangka panjang lainnya guna memenuhi kebutuhan modal kerjanya.
22 Universitas Sumatera Utara
2.1.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Modal Kerja Menurut Syahyunan (2004:40) kebutuhan modal kerja dalam perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : 1.
Volume Penjualan Volume
penjualan
merupakan
faktor
yang
sangat
penting
yang
mempengaruhi kebutuhan modal kerja. Apabila penjualan meningkat maka kebutuhan modal kerja pun akan meningkat, demikian pula sebaliknya. 2.
Besar Kecilnya Skala Perusahaan Kebutuhan modal kerja pada perusahaan besar berbeda dengan kebutuhan modal kerja pada perusahaan kecil. Hal tersebut disebabkan karena perusahaan besar mempunyai keuntungan akibat lebih luasnya sumbersumber pembiayaan yang tersedia dibandingkan dengan perusahaan kecil. Pada perusahaan kecil, tidak tertagihnya beberapa piutang dapat sangat mempengaruhi unsur-unsur modal kerja lainnya seperi kas dan persediaan.
3.
Aktivitas Perusahaan Perusahaan yang bergerak di bidang jasa tidak mempunyai persediaan barang dagangan, sedangkan perusahaan yang menjual barang secara tunai tidak memiliki piutang dagang. Hal ini akan mempengaruhi tingkat perputaran dan jumlah modal kerja perusahaan. Demikian pula dengan syarat pembelian dan waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi atau memperoleh barang yang akan dijual.
23 Universitas Sumatera Utara
4.
Perkembangan Teknologi Kemajuan teknologi khususnya yang berhubungan dengan proses produksi akan
mempengaruhi
kebutuhan
modal
kerja.
Otomatisasi
yang
mengakibatkan proses produksi yang lebih cepat membutuhkan persediaan bahan baku yang lebih banyak agar kapasitas maksimum dapat tercapai. Selain itu, akan membuat perusahaan mempunyai persediaan barang jadi dalam jumlah yang lebih banyak pula. 5.
Sikap Perusahaan Terhadap Likuiditas dan Profitabilitas Adanya baiya dari semua dana yang digunakan perusahaan mengakibatkan jumlah modal kerja yang relatif besar mempunyai kecenderungan untuk mengurangi laba perusahaan, tetapi dengan menahan uang kas dan persediaan yang lebih besar akan membuat perusahaan lebih mampu untuk membayar transaksi-transaksi yang dilakukan dan risiko kehilangan pelanggan tidak terjadi karena perusahaan mempunyai persediaan barang yang cukup.
2.2
Efisiensi Modal Kerja
2.2.1 Pengertian Efisiensi Setiap aktivitas atau tindakan akan diukur kinerjanya atas dasar suatu kriteria tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Kriteria yang biasa digunakan untuk mengukur kinerja suatu aktivitas atau tindakan tersebut salah satunya adalah efisiensi. Efisiensi secara umum merupakan suatu ukuran yang dinilai dari segi besarnya penggunaan sumber dan biaya untuk mencapai hasil dari kegiatan yang dijalankan. Efisiensi juga merupakan suatu ukuran keberhasilan yang dengan
24 Universitas Sumatera Utara
membandingkan rencana penggunaan masukan dengan penggunaan yang direalisasikan. Menurut Supriyono (dalam Sidauruk, 2014), yang dimaksud dengan efisiensi adalah rasio keluaran terhadap masukan atau jumlah keluaran per unit masukan. Jadi suatu pusat pertanggungjawaban dikatakan efisien jika : a. Menggunakan masukan (biaya atau sumber-sumber) yang lebih kecil untuk menghasilkan dalam jumlah yang sama. b. Menggunakan masukan (biaya atau sumber-sumber) yang sama untuk menghasilkan keluaran dalam jumlah yang besar. c. Menggunakan masukan (biaya atau sumber-sumber) yang lebih kecil untuk menghasilkan keluaran dalam jumlah yang besar. Sedangkan menurut Mediaty (dalam Sidauruk, 2014), efisiensi yaitu hubungan antara input dan output yang merupakan ukuran apakah penggunaan barang dan jasa yang dibeli atau dipakai oleh organisasi untuk mencapai output tertentu. Berdasarkan uraian-uraian tentang pengertian efisiensi di atas, maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa pengertian efisiensi secara sederhana yaitu ukuran penggunaan input yang optimal dalam
rangka menghasilkan output tanpa
memboroskan material, waktu ataupun energi. Pengukuran efisiensi dilakukan dengan membandingkan antara anggaran biaya yang ditetapkan dengan realisasi biaya yang dipergunakan.
25 Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Efisiensi Modal Kerja Efisiensi penggunaan modal kerja menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan modal kerja yang ada, sehingga dapat meningkatkan kemakmuran
perusahaan.
Penggunaan
modal
kerja
yang
efisien
yaitu
mengupayakan agar modal kerja yang tersedia sesuai dengan kebutuhan operasional perusahaan artinya modal kerja yang tersedia tidaklah kelebihan ataupun kekurangan. Menurut Sidauruk (2014) efisiensi modal kerja adalah pemanfaatan modal kerja dalam aktivitas operasional perusahaan secara optimal. Efisiensi modal kerja juga menunjukkan prestasi manajemen dalam mengelola sumber daya perusahaan, karena semakin efisien penggunaan modal kerja maka hal tersebut menunjukkan bahwa semakin baik kinerja perusahaan. Sedangkan menurut Syamsuddin (2007:200) efisiensi dalam manajemen modal kerja sangat diperlukan untuk menjamin kelangsungan atau keberhasilan jangka panjang dan untuk mencapai tujuan perusahaan secara keseluruhan yang dalam hal ini memperbesar kekayaan bagi para pemilik. Apabila manajer keuangan tidak dapat mengelola modal kerja secara efisien, maka tidak akan ada gunanya untuk mempertimbangkan keberhasilan dalam jangka panjang. Karena keberhasilan jangka pendek adalah prasyarat untuk tercapainya keberhasilan jangka panjang.
2.2.3 Pengukuran Efisiensi Modal Kerja Efisiensi modal kerja suatu perusahaan dapat dilihat dari rasio yang digunakan, yaitu rasio perputaran modal kerja (Working Capital Turmover).
26 Universitas Sumatera Utara
Working Capital Turmover
yaitu rasio antara penjualan dengan net working
capital (aktiva lancar-hutang lancar). Rasio tersebut menunjukkan hubungan antara modal kerja dengan penjualan dan menunjukkan banyaknya penjualan yang dapat diperoleh perusahaan (jumlah rupiah) untuk tiap modal kerja. Dari hubungan antara penjualan dengan modal kerja tersebut dapat diketahui juga apakah perusahaan bekerja dengan modal kerja yang tinggi atau bekerja dengan modal kerja yang rendah. Kasmir (2010:225) merumuskan formula untuk menghitung working capital turnover sebagai berikut : Working Capital Turnover =
Working Capital Turnover =
𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 ℎ
𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 −𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅
atau
𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 ℎ 𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾
Menurut Syamsuddin (2007:48) semakin tinggi perputaran (turnover) dana yang diperoleh maka akan semakin efisien perusahaan di dalam melakukan operasinya sehingga semakin besar peluang perusahaan dalam mendapatkan laba atas dana yang ditanam. Perputaran modal kerja yang tinggi diakibatkan rendahnya modal kerja yang ditanam dalam persediaan dan piutang atau dapat juga menggambarkan tidak tersedianya modal kerja yang cukup dan adanya perputaran persediaan dan piutang yang tinggi. Tidak cukupnya modal kerja mungkin disebabkan banyaknya hutang jangka pendek yang sudah jatuh tempo sebelum persediaan dan piutang dapat diubah menjadi uang kas. Sedangkan perputaran modal kerja yang rendah menunjukkan adanya kelebihan modal kerja yang mungkin disebabkan rendahnya
27 Universitas Sumatera Utara
perputaran persediaan, piutang atau adanya saldo kas yang terlalu besar (Kasmir, 2008:182). Siklus modal kerja atau periode perputaran modal kerja dimulai saat kas diinvestasikan dalam komponen modal kerja sampai saat kembali lagi menjadi kas. Semakin pendek periode perputaran modal kerja, maka kreditur atau pemegang saham akan beranggapan bahwa tingkat keamanan (margin of safety) lebih tinggi dibandingkan dengan periode perputaran modal kerja yang panjang. Artinya kreditur akan lebih berminat pada perusahan-perusahaan yang periode perputaran modal kerjanya relatif lebih pendek, sebab semakin pendek periode perputaran modal kerja maka semakin tinggi tingkat perputarannya.
2.3
Struktur Modal dan Leverage
2.3.1 Struktur Modal Perusahaan dapat didanai dengan hutang dan ekuitas. Komposisi penggunaan hutang dan ekuitas ini tergambar dalam struktur modal. Terdapat beberapa pengertian mengenai struktur modal, diantaranya: Menurut Riyanto (2009:22), “Struktur modal adalah pembelanjaan permanen di mana mencerminkan perimbangan antara hutang jangka pannjang dengan modal sendiri. Dalam neraca, struktur modal tercermin pada hutang jangka panjang dan unsur-unsur modal sendiri, di mana keduanya merupakan dana permanen atau dana jangka panjang”. Menurut Sadalia (2010:131), “Struktur modal menyatakan adanya hubungan campuran antara hutang dan modal sendiri dalam struktur keuangan jangka panjang perusahaan”.
28 Universitas Sumatera Utara
Sedangkan menurut Sartono (2012:225), “Yang dimaksud dengan struktur modal merupakan perimbangan jumlah utang jangka pendek yang bersifat permanen, utang jangka panjang, saham preferen dan saham biasa”. Struktur modal adalah hasil atau akibat dari keputusan pendanaan (financing decision) yang intinya memilih apakah menggunakan utang atau ekuitas untuk mendanai operasi perusahaan. Keputusan pendanaan tersebut akan sangat
menentukan
kemampuan
perusahaan
dalam
melakukan
aktivitas
operasinya dan juga akan berpengaruh terhadap risiko perusahaan itu sendiri. Jika perusahaan meningkatkan leverage (penggunaan hutang), maka perusahaan ini dengan sendirinya akan meningkatkan risiko keuangan perusahaan. Dan sebaliknya, jika perusahaan meningkatkan penggunaan ekuitas, maka perusahaan harus memperhatikan masalah pajak, karena sebagian ahli berpendapat bahwa penggunaan modal (ekuitas) yang berlebihan akan menurunkan tingkat profitabilitas. Untuk itu sebagian manajer tidak sepenuhnya mendanai perusahaannya dengan modal tetapi juga disertai penggunaan dana melalui hutang baik itu hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjang, karena hutang menimbulkan beban bunga yang dapat menghemat pajak. Artinya beban bunga dapat dikurangkan dari pendapatan sehingga laba sebelum pajak menjadi lebih kecil dan akibatnya pajak semakin kecil. Sedangkan jika pendanaan menggunakan ekuitas, maka tidak terdapat beban yang dapat mengurangi pajak perusahaan.
29 Universitas Sumatera Utara
2.3.1.1 Modigliani-Miller (MM) Theory a) Teori MM tanpa pajak Teori struktur modal modern yang pertama adalah teori Modigliani dan Miller (teori MM) yang muncul pada tahun 1958. Mereka berpendapat bahwa nilai perusahaan tidak dipengaruhi oleh struktur modalnya. Namun, studi MM didasarkan pada sejumlah asumsi yang tidak realistis, yaitu (Brigham dan Houston, 2001:31): a. Tidak ada biaya broker atau pialang b. Tidak ada pajak c. Tidak ada biaya kebangkrutan d. Para investor dapat meminjam dengan tingkat suku bunga yang sama dengan perseroan e. Investor mempunyai informasi yang sama seperti manajemen mengenai peluang investasi perusahaan di masa mendatang f. Earning Before Interest and Taxes (EBIT) tidak dipengaruhi oleh penggunaan hutang Dengan asumsi-asumsi tersebut, MM mengajukan dua preposisi yang dikenal sebagai preposisi MM tanpa pajak, antara lain (Sadalia, 113): Preposisi I: Jika tidak ada pajak nilai perusahaan tidak tergantung pada leverage (menggunakan hutang atau tidak). Atau dengan kata lain, nilai dari perusahaan yang berhutang sama dengan nilai dari perusahaan yang tidak berhutang. Implikasi dari preposisi I ini adalah perubahan struktur modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan serta
30 Universitas Sumatera Utara
tidak menjadi masalah bagaimana perusahaan memadukan hutang dan modal untuk membiayai perusahaan. Preposisi II: Penggunaan hutang tidak akan meningkatkan nilai perusahaan, karena keuntungan dari biaya hutang yang lebih kecil (murah) ditutup dengan naiknya biaya modal sendiri. b) Teori MM dengan Pajak Teori MM tanpa pajak dianggap tidak realistis, kemudian pada tahun 1963 MM memasukkan faktor pajak ke dalam teorinya. MM menyimpulkan bahwa penggunaan hutang akan meningkatkan laba dan nilai perusahaan karena biaya bunga hutang adalah biaya yang dapat mengurangi pembayaran pajak. Dalam teori MM dengan pajak ini terdapat dua preposisi yaitu: Preposisi I: nilai dari perusahaan yang berhutang sama dengan nilai dari perusahaan yang tidak berhutang ditambah dengan penghematan pajak karena bunga hutang (perlindungan pajak). Implikasi dari preposisi I ini adalah pembiayaan dengan hutang sangat menguntungkan dan MM menyatakan bahwa struktur modal optimal perusahaan adalah seratus persen hutang. Preposisi II: biaya modal saham akan meningkat dengan semakin meningkatnya hutang,
tetapi penghematan
pajak
akan lebih
besar
dibandingkan dengan penurunan nilai karena kenaikan biaya modal saham. Implikasi dari preposisi II ini adalah penggunaan hutang yang semakin banyak akan meningkatkan biaya modal saham. Menggunakan hutang yang lebih banyak, berarti menggunakan modal yang lebih murah (biaya modal hutang lebih kecil dibandingkan dengan biaya modal saham), sehingga akan
31 Universitas Sumatera Utara
menurunkan biaya modal rata-rata tertimbangnya (meski biaya modal saham meningkat). Teori MM tersebut sangat kontroversial. Implikasi teori tersebut adalah perusahaan sebaiknya menggunakan hutang sebanyak-banyaknya. Dalam praktiknya, tidak ada perusahaan yang mempunyai hutang sebesar itu, karena semakin tinggi tingkat hutang suatu perusahaan, akan semakin tinggi juga kemungkinan kebangkrutannya. Inilah yang melatarbelakangi teori MM mengatakan agar perusahaan menggunakan hutang sebanyak-banyaknya, karena MM mengabaikan biaya kebangkrutan.
2.3.1.2 Trade-off Theory Menurut trade-off theory yang diungkapkan oleh Myers (2001) dalam Syahyunan (2013:228) bahwa perusahaan akan berhutang sampai pada tingkat hutang tertentu, dimana penghematan pajak (tax shields) dari tambahan hutang sama dengan biaya kesulitan keuangan (financial distress). Biaya kesulitan keuangan (financial distress) adalah biaya kebangkrutan (bankruptcy costs) atau reorganization, dan biaya keagenan (agency costs) yang meningkat akibat dari turunnya kredibilitas suatu perusahaan. Trade-off theory dalam menentukan struktur modal yang optimal memasukkan beberapa faktor antara lain pajak, biaya keagenan (agency costs) dan biaya kesulitan keuangan (financial distress) tetapi tetap mempertahankan asumsi efisiensi pasar dan symmetric information sebagai imbangan dan manfaat penggunaan hutang. Tingkat hutang yang optimal tercapai ketika penghematan
32 Universitas Sumatera Utara
pajak (tax shields) mencapai jumlah yang maksimal terhadap biaya kesulitan keuangan (costs of financial distress). Trade-off theory memprediksi hubungan positif antara struktur modal dengan nilai perusahaan. Teori ini menunjukkan bahwa nilai perusahaan dengan hutang akan semakin meningkat dengan meningkatnya pula tingkat hutang. Penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan tetapi hanya pada sampai titik tertentu. Setelah titik tersebut, penggunaan hutang justru menurunkan nilai perusahaan. Pada intinya trade-off theory dalam struktur modal adalah perusahaan harus menyeimbangkan manfaat (pengaruhnya terhadap pajak) dan pengorbanan (berupa suku bunga dan biaya kebangkrutan) yang timbul sebagai akibat penggunaan hutang. Sejauh manfaat lebih besar, tambahan utang masih diperkenankan. Apabila pengorbanan karena penggunaan hutang sudah lebih besar, maka tambahan hutang sudah tidak diperbolehkan.
2.3.1.3 Pecking Order Theory Menurut Myers (2001) dalam Syahyunan (2013:228), pecking order theory menyatakan bahwa perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi justru tingkat hutangnya rendah, dikarenakan perusahaan yang profitabilitasnya tinggi memiliki sumber dana internal yang berlimpah. Dalam pecking order theory ini tidak terdapat struktur modal yang optimal. Secara spesifik perusahaan mempunyai urut-urutan preferensi (hierarki) dalam penggunaan dana. Menurut Smart, Megginson, dan Gitman (2004:458-459), terdapat skenario urutan (hierarki) dalam memilih sumber pendanaan, yaitu :
33 Universitas Sumatera Utara
a. Perusahaan lebih memilih untuk menggunakan sumber dana dari dalam atau pendanaan internal daripada pendanaan eksternal. Dana internal tersebut diperoleh dari laba ditahan yang dihasilkan dari kegiatan operasional perusahaan. b. Jika pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan akan memilih pertama kali mulai dari sekuritas yang paling aman, yaitu utang yang paling rendah risikonya, turun ke utang yang lebih berisiko, sekuritas hybrid seperti obligasi konversi, saham preferen, dan yang terakhir saham biasa. c. Terdapat kebijakan dividen yang konstan, yaitu perusahaan akan menetapkan jumlah pembayaran dividen yang konstan, tidak terpengaruh seberapa besarnya perusahaan tersebut untung atau rugi. d. Untuk mengantisipasi kekurangan persediaan kas karena adanya kebijakan deviden yang konstan dan fluktuasi dari tingkat keuntungan, serta kesempatan investasi, maka perusahaan akan mengambil portofolio investasi yang lancar tersedia.
2.3.2 Pengertian Leverage Istilah
leverage
biasanya
dipergunakan
untuk
menggambarkan
kemampuan perusahaan dalam menggunakan aktiva atau dana yang mempunyai beban tetap untuk memperbesar penghasilan (return) bagi pemilik perusahaan (Syahyunan, 2004:110). Atau dengan kata lain, leverage menggambarkan sejauhmana aktiva perusahaan dibiayai oleh hutang. Konsep leverage menjadi hal yang penting dalam penentuan struktur modal perusahaan, karena konsep leverage
34 Universitas Sumatera Utara
mengindikasikan efisiensi kegiatan bisnis perusahaan serta pembagi risiko usaha antara pemilik perusahaan dan pemberi pinjaman atau kreditur. Menurut Riyanto (2009:32) Rasio leverage digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban finansialnya apabila perusahaan sekiranya saat ini dilikuidasikan. Pengertian leverage dimaksudkan sebagai kemampuan perusahaan untuk membayar semua hutang-hutangnya (baik jangka pendek maupun jangka panjang). Rasio leverage sering disebut juga rasio solvabilitas. Pembiayaan dengan utang atau leverage keuangan menurut Brigham dan Houston (2001:84) memiliki tiga implikasi penting, yaitu: 1. Jika investasi oleh pemegang saham tidak mencukupi, maka perusahaan dapat tetap beroperasi dengan cara berhutang dan dengan begitu para pemegang saham masih tetap memiliki pengendalian atas perusahaan walaupun dengan investasi yang terbatas. 2. Kreditur melihat ekuitas atau dana yang disetor pemilik untuk memberikan marjin pengaman, sehingga jika pemegang saham hanya memberikan sebagian kecil dari total pembiayaan, maka risiko perusahaan sebagian besar ada pada kreditur. 3. Jika perusahaan memperoleh pengembalian yang lebih besar atas investasi yang dibiayai dengan dana pinjaman dibanding pembayaran bunga, maka pengembalian atas modal pemilik akan lebih besar. Dari beberapa penjelasan tersebut, dapat diartikan bahwa semakin tinggi rasio leverage maka semakin tinggi pula risiko kerugian yang dihadapi, tetapi
35 Universitas Sumatera Utara
perusahaan juga akan memiliki kesempatan untuk mendapatkan return yang tinggi pula. Sebaliknya, apabila perusahaan memiliki rasio leverage yang rendah maka perusahaan tentunya memiliki risiko kerugian yang rendah pula, akan tetapi hal tersebut akan mengakibatkan rendahnya perolehan return pada saat perekonomian tinggi.
2.3.3 Pembagian Leverage Dalam manajemen keuangan, umumnya dikenal tiga macam leverage, yaitu leverage operasi (operating leverage), leverage keuangan (financial leverage), dan total leverage. Penggunaan ketiga leverage tersebut dengan tujuan agar keuntungan yang diperoleh lebih besar daripada biaya asset dan sumber dananya. Leverage akan meningkatkan keuntungan bagi pemegang saham, tetapi leverage juga akan meningkatkan kerugian, yaitu ketika perusahaan mendapat keuntungan yang lebih rendah dibandingkan dengan biaya tetapnya maka penggunaan leverage akan menurunkan keuntungan pemegang saham. Operating leverage berkenaan dengan hubungan antara hasil penjualan dengan tingkat pendapatan sebelum pembayaran bunga dan pajak (EBIT). Operating leverage timbul karena perusahaan menggunakan biaya operasi tetap. Biaya operasi tetap dikeluarkan agar volume penjualan dapat menghasilkan penerimaan yang lebih besar dari biaya seluruh operasi yang bersifat tetap dan variabel. Dapat disimpulkan bahwa operating leverage didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan di dalam menggunakan biaya operasi tetap untuk memperbesar pengaruh dari perubahan volume penjualan terhadap EBIT.
36 Universitas Sumatera Utara
Sedangkan financial leverage berkenaan dengan hubungan antara pendapatan sebelum pembayaran bunga dan pajak (EBIT) dengan pendapatan yang tersedia bagi para pemegang saham biasa atau sampai dengan pendapatan per lembar saham. Financial leverage timbul karena adanya kewajiban-kewajiban finansial yang sifatnya tetap yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Kewajibankewajiban finansial yang tetap ini tidaklah berubah dengan adanya perubahan tingkat EBIT dan harus dibayar tanpa melihat sebesar apapun tingkat EBIT yang dicapai perusahaan. Kewajiban finansial yang yang sifatnya tetap yaitu bunga atas hutang dan dividen untuk saham preferen. Jadi financial leverage dapat didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan dalam menggunakan kewajibankewajiban finansial yang sifatnya tetap untuk memperbesar pengaruh perubahan EBIT terhadap pendapatan per lembar saham biasa (EPS). Total leverage dapat didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan dalam menggunakan biaya tetap, baik biaya-biaya tetap operasi maupun biaya-biaya tetap finansial untuk memperbesar pengaruh perubahan volume penjualan terhadap pendapatan per lembar saham biasa (EPS). Oleh karena itu total leverage dipandang sebagai refleksi keseluruhan pengaruh dari struktur biaya-biaya tetap operasi dan biaya tetap finansial perusahaan.
2.3.4 Debt to Assets Ratio Ada beberapa macam rasio leverage, antara lain: debt ratio (debt to assets ratio), debt to equity ratio, long term debt to equity, dan time interest earned ratio. Namum, konsep leverage pada penelitian ini hanya berfokus pada debt to assets rasio (DAR).
37 Universitas Sumatera Utara
Debt to Assets Ratio menunjukkan beberapa bagian dari keseluruhan dana yang dibelanjai (dibiayai) dengan utang, atau beberapa bagian dari aktiva yang digunakan untuk menjamin utang. Menurut Van Horne dan Wachowicz (2005:209) rasio ini menekankan pada peran penting pendanaan hutang bagi perusahaan dengan menunjukkan persentase aktiva perusahaan yang didukung oleh pendanaan hutang. Semakin tinggi rasio ini, maka pendanaan dengan utang semakin banyak sebanding dengan resiko insolvabilitas yang besar, dan perusahaan akan semakin sulit untuk memperoleh tambahan pinjaman karena dikhawatirkan perusahaan tidak mampu menutupi utang-utangnya dengan aktiva yang dimilikinya. Sebaliknya semakin rendah rasio ini maka semakin kecil perusahaan dibiayai dari utang. Pada umumnya kreditur lebih menyukai rasio leverage yang rendah karena semakin rendah rasio ini, maka semakin besar perlindungan terhadap kerugian kreditur dalam peristiwa likuidasi. Akan tetapi, di sisi lain, pemegang saham lebih menginginkan rasio leverage yang lebih besar, karena dengan rasio leverage yang tinggi perusahaan akan dikenakan pajak yang rendah dan hal tersebut akan meningkatkan laba setelah pajak. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus (Kasmir, 2010:122): Debt to Assets Rasio =
𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇 𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷
𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇 𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴
38 Universitas Sumatera Utara
2.4
Umur Perusahaan Apabila dihubungkan dengan tujuan keuangan dalam siklus hidup
perusahaan secara eksplisit bahwa tujuan jangka panjang perusahaan adalah investor dan meningkatkan kinerja perusahaan. Oleh sebab itu, umur perusahaan merupakan hal yang perlu dipertimbangkan investor dalam menanamkan modalnya, selain itu umur perusahaan juga mencerminkan perusahaan tetap survive dan menjadi bukti bahwa perusahaan mampu bersaing atau mampu mengambil kesempatan bisnis yang ada dalam perekonomian. Dalam kondisi normal perusahaan yang telah lama berdiri akan mempunyai publikasi perusahaan yang lebih banyak dibandingkan perusahaan yang masih baru. Dengan begitu, calon investor tidak perlu mengeluarkan biaya lebih untuk memperoleh informasi tentang perusahaan yang melakukan IPO tersebut. Menurut Nugroho (dalam Gunawan, 2014:44) umur perusahaan adalah umur sejak berdirinya perusahaan dan telah mampu menjalankan aktivitas operasionalnya hingga dapat mempertahankan going concern atau eksistensi perusahaan tersebut atau dalam dunia bisnis. Sedangkan menurut Harianto dan Sudomo (dalam Kamaliah dkk, 2009:13) menyatakan bahwa umur perusahaan adalah umur sejak berdirinya hingga perusahaan tersebut masih mampu menjalankan operasinya. Umur perusahaan dapat diukur dari tanggal pendiriannya maupun dari tanggal terdaftarnya di Bursa Efek Indonesia (BEI). Secara teoritis perusahaan yang telah lama berdiri umumnya memiliki profitabilitas yang lebih stabil
39 Universitas Sumatera Utara
dibandingkan dengan perusahaan yang baru berdiri atau yang masih memiliki umur yang singkat. Perusahaan yang telah lama berdiri akan meningkatkan labanya karena adanya pengalaman dari manajemen sebelumnya yang kemudian akan dijadikan proses belajar oleh perusahaan untuk semakin baik dan lebih efisien dalam mengelola bisnisnya. Selain itu, perusahaan yang telah lama berdiri lebih menarik perhatian investor, karena investor berasumsi bahwa perusahaan yang telah lama berdiri lebih mampu menghasilkan laba yang tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang baru berdiri.
2.5
Family Control Family Control mencerminkan ada atau tidaknya kendali (kepemilikan)
keluarga dalam perusahaan dimana hal tersebut sudah menjadi karakteristik yang umum dari suatu perusahaan keluarga. Hasil penelitian dari Claessens et al. (dalam Hariyanto dan Juniarti, 2014:141) menunjukkan bahwa kendali keluarga merupakan jenis paling umum dari kendali atas perusahaan. Indonesia merupakan salah satu negara yang mayoritas perusahaan-perusahaan terbuka dikendalikan oleh keluarga. Menurut hasil penelitian Jakarta Consulting Group menyatakan bahwa sebesar 82% perusahaan di Indonesia mayoritas perusahaan keluarga. Terdapat berbagai definisi mengenai perusahaan yang dikendalikan keluarga. Menurut Anderson & Reeb (dalam Gunawan dan Juniarti, 2014:43) “Perusahaan keluarga adalah perusahaan yang struktur kepemilikannya secara berkesinambungan
terpusat
pada
keluarga,
dimana
perusahaan
tersebut
dikendalikan dan dijalankan oleh pihak keluarga”.
40 Universitas Sumatera Utara
Menurut Maury (dalam Hariyanto dan Juniarti, 2014:142) “Family control adalah ada atau tidaknya kepemilikan saham minimal 10% yang dimiliki oleh keluarga”. Menurut Chrisman et al. (2004) “Perusahaan yang dikendalikan keluarga ditunjukkan dengan adanya keterlibatan keluarga dalam kepemilikan saham serta adanya suksesi antar generasi di antara anggota keluarga”. Perusahaan keluarga memiliki kelebihan dibandingkan dengan perusahaan yang tidak dimiliki oleh keluarga. Menurut Jip dan Juniarti (2014) kelebihan tersebut antara lain : 1.
Perusahaan keluarga melihat perusahaan sebagai asset yang akan diwariskan kepada generasi selanjutnya sehingga berfokus pada kelangsungan hidup perusahaan ke depannya.
2.
Adanya rasa kepemilikan yang kuat terhadap perusahaan juga dapat mendorong tercapainya profitabilitas yang baik.
3.
Perusahaan keluarga dapat menaikkan nilai perusahaan karena pemilik perusahaan biasanya berfokus pada pemikiran jangka panjang akan kelangsungan hidup perusahaan dan dengan demikian akan mereka untyk berinvestasi jangka panjang yang menguntunngkan.
4.
Adanya wewenang yang kuat pemilik perusahaan dalam mengontrol operasi perusahaan membuat pemilik lebih oeduli terhadap naiknya profitabilitas. Di sisi lain, perusahaan keluarga juga memiliki kelemahan, yaitu:
1.
Keluarga di dalam perusahaan cenderung memiliki keinginan untuk memaksimalkan kekayaan keluarga mereka sendiri dibandingkan dengan meningkatkan nilai perusahaan.
41 Universitas Sumatera Utara
2.
Di dalam perusahaan keluarga sering terjadi konflik antar anggota keluarga, misalnya keragaman tujuan pribadi yang membuat tidak adanya kesepakatan dalam pengambilan keputusan dan komitmen bersama dalam hal kepemilikan usaha sehingga dapat menurunkan profitabilitas.
3.
Seringkali di dalam perusahaan keluarga, pemimpin yang sudah tidak kompeten tetap dipertahankan karena dianggap telah berjasa bagi perusahaan, hal tersebut menyebabkan dibatasinya perekrutan manajemen yang lebih kompeten dan profesional sehingga dapat
menghambat tercapainya
profitabilitas. 4.
Sifat konservatif dan cenderung berhati-hati yang sebelumnya menjadi kelebihan dari perusahaan keluarga juga dapat menjadi kekurangan dari perusahaan keluarga karena perusahaan keluarga menjadi tidak berani untuk mengambil risiko, selain itu sifat konservatif tersebut menyebabkan perusahaan keluarga tidak dapat tumbuh. Family control pada penelitian ini diwakilkan dengan kepemilikan saham
keluarga yang lebih besar atau sama dengan 10%. Pemilihan batas 10% dikarenakan kepemilikan dengan batas 10% ke atas telah dapat menunjukkan kontrolnya dan presentase ini sudah cukup besar untuk melakukan pengendalian. Family control didefinisikan dengan menggunkan dummy variabel, yaitu dengan menggolongkan nilai dummy menjadi dua, pertama perusahaan yang memiliki family control diwakilkan dengan nilai dummy 1, dan yang kedua perusahaan yang tidak memiliki family control diwakilkan dengan nilai dummy 0.
42 Universitas Sumatera Utara
2.6
Profitabilitas
2.6.1 Pengertian Profitabilitas Tujuan akhir yang ingin dicapai suatu perusahaan yang utama adalah memperoleh laba atau keuntungan yang maksimal. Dengan laba yang maksimal perusahaan dapat berbuat banyak bagi kesejahteraan pemilik, karyawan, serta meningkatkan mutu produk dan melakukan investasi baru. Oleh karenanya manajemen perusahaan dituntut harus mampu untuk memenuhi target yang telah ditetapkan. Untuk mengukur tingkat keuntungan suatu perusahaan, digunakan rasio profitabilitas atau sering disebut juga rasio rentabilitas. Menurut
Sartono
(2012:122)
“Profitabilitas
adalah
kemampuan
perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri”. Menurut Kasmir (2008:196) “Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan, selain itu rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas dan efisiensi manajemen suatu perusahaan”. Sedangkan
menurut
Harahap
(2013:304)
“Rasio
profitabilitas
menggambarkan kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba melalui semua kemampuan dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang dan sebagainya”. Dari beberapa pengertian profitabilitas menurut para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa profitabilitas adalah ukuran kinerja perusahaan dalam
43 Universitas Sumatera Utara
mengelola sumber daya yang dimiliki secara efektif dan efisien sehingga mampu menghasilkan laba yang tinggi melalui penjualan.
2.6.2 Jenis-jenis Rasio Profitabilitas Berikut ini beberapa jenis rasio profitabilitas menurut Kasmir (2010:115): a. Margin laba (Profit Margin), merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
margin
laba
atas
penjualan.
Caranya
adalah
dengan
membandingkan antara laba bersih setelah pajak (EAT) dengan penjualan bersih. b. Return on Investment (ROI), merupakan hasil pengembalian atas investasi dan lebih dikenal dengan nama Return on Total Assets. ROI atau ROA menunjukkan hasil atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan. ROI atau ROA merupakan ukuran efektivitas manajemen dalam mengelola aktivitasnya. c. Return on Equity (ROE) atau hasil pengembalian ekuitas, merupakan rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri. Rasio ini menunjukkan efisiensi penggunaan modal sendiri. d. Rasio Laba Per Lembar Saham (EPS), merupakan rasio untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam mencapai keuntungan bagi pemegang saham. Rasio yang rendah berarti manajemen belum berhasil untuk memuaskan pemegang saham, sebaliknya dengan rasio yang tinggi, maka kesejahteraan pemegang saham meningkat dengan tingkat pengembalian yang tinggi.
44 Universitas Sumatera Utara
2.6.3 Return on Investment (ROI) Dalam penelitian ini, peneliti membatasi hanya menggunakan satu cara yaitu menggunakan rasio Return on Investment (ROI). Menurut Sartono (2012:123) “Return on Investment atau Return on Assets menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari aktiva yang dipergunakan”. Dengan begitu rasio ini menghubungkan antara keuntungan yang diperoleh dari operasi perusahaan dengan jumlah investasi atau aktiva yang digunakan untuk menghasilkan keuntungan tersebut. ROI dapat dihitung dengan rumus (Syamsuddin, 2007:63) : Return on Investment =
𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇 𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴
x 100%
Adapun kelebihan dan kekurangan menggunakan ROI menurut (Munawir, 2004:91) . Kelebihan menggunakan ROI tersebut antara lain : a. ROI bersifat menyeluruh, pada perusahaan yang sudah menjalankan praktik akuntansi yang baik maka manajemen dengan menggunakan teknik analisa ROI dapat mengukur efisiensi penggunaan modal yang bekerja, efisiensi produksi dan efisiensi bagian penjualan. b. Apabila perusahaan dapat mempunyai data industri sehingga dapat diperoleh rasio industri, maka dengan analisa ROI ini dapat dibandingkan efisiensi penggunaan modal pada perusahaannya dengan perusahaan lain yang sejenis, sehingga dapat diketahui apakah perusahaannya berada di bawah, sama, atau di atas rata-ratanya.
45 Universitas Sumatera Utara
c. Analisa ROI dapat digunakan untuk mengukur efisiensi tindakan-tindakan yang dilakukan oleh divisi/bagian, yaitu dengan mengalokasikan semua biaya dan modal ke dalam bagian yang bersangkutan. d. Analisa ROI juga dapat digunakan untuk mengukur profitabilitas dari masingmasing produk yang dihasilkan oleh perusahaan. e. ROI selain berguna untuk kepentingan kontrol, juga berguna untuk keperluan perencanaan, misalnya ROI dapat digunakan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan kalau perusahaan akan mengadakan ekspansi. Disamping kelebihan dari ROI, adapun kelemahannya yaitu : a. Kesukaran ROI dalam membandingkan rate of return suatu perusahaan denga perusahaan lain yang sejenis mengingat bahwa kadang–kadang praktik akuntansi yang digunakan oleh masing-masing perusahaan tersebut berbedabeda. b. Kelemahan lainnya terletak pada fluktuasi nilai dari uang (daya belinya). Suatu mesin atau perlengkapan tertentu yang dibeli dalam keadaan inflasi nilainya berbeda dengan kalau dibeli pada waktu tidak inflasi, dan hal tersebut berpengaruh dalam menghitung investment turnover dan profit margin. c. Dengan menggunakan analisa rate of return atau ROI saja tidak akan dapat digunakan untuk mengadakan perbandingan antara dua perusahaan atau lebih dengan mendapatkan kesimpulan yang memuaskan.
46 Universitas Sumatera Utara
2.7
Penelitian Terdahulu Untuk mendukung penelitian ini, berikut akan dikemukakan beberapa hasil
penelitian yang berhubungan dengan variabel penelitian. Diantaranya adalah : Tabel 2.1 Rincian Penelitian Terdahulu No 1.
Nama/ Tahun Muhammad Musa Tsagem, Norhani Aripin, dan Rokiah Ishak (2015)
Judul
Variabel Penelitian
Impact of Dependen: Working Gross Capital Operating Management, Profit (GOP) Ownership Structure and Independen: Board Size on 1. Cash the conversion Profitability of cycle (CCC) Small and 2. Account Medium-Sized receivable Entities in period Nigeria (ARP) 3. Inventory holding period (IHP) 4. Account payable period (APP) 5. Corporate cash ratio (CR) 6. Cash conversion efficiency (CCE) 7. Board size 8. Family ownership
Teknik Analisis Data Statistik Deskriptif dan Analisis Regresi Berganda
Hasil Penelitian 1. Corporate cash ratio (CR), leverage, dan sales growth berpengaruh positif signifikan terhadap Gross Operating Profit (GOP). 2. Account receivable period (ARP), Account payable period (APP), Cash conversion efficiency (CCE), board size, firm size, firm age, family ownership dan GDP growth berpengaruh negatif signifikan terhadap Gross Operating Profit (GOP). 3. Cash conversion cycle (CCC) dan Inventory holding period (IHP) berpengaruh positif tidak signifikan terhadap Gross Operating Profit (GOP).
Variabel Kontrol: 1. Firm size 2. Leverage 3. Sales growth 4. Firm age 5. GDP growth
47 Universitas Sumatera Utara
Lanjutan Tabel 2.1 No
Nama/ Tahun
2.
Samuel Manyo Takon dan Fidelis Anake Atseye (2015)
3.
Lasriani Sidauruk (2014)
4.
Linawati Jip dan Juniarti (2014)
Judul
Variabel Penelitian
Effect of Dependen : Working Capital Return on Management on Assets Firm (ROA) Profitability in Selected Independen: Nigerian 1. Cash Quoted conversion Companies cycle (CCC) 2. Liquidity 3. Firm Age 4. Account receivable period (ARP) 5. Firm Size 6. Sales growth 7. Leverage 8. Inventory holding period (IHP) 9. Account payable period (APP) Pengaruh Dependen : Efisiensi Modal Return on Kerja, Investment Likuiditas dan (ROI) Leverage Terhadap Independen : Profitabilitas 1. Working Pada Capital Perusahaan Turnover Industri Barang 2. Current Konsumsi yang Ratio Terdaftar Di 3. Debt Ratio BEI Pengaruh Dependen : Family Control 1. Return on Terhadap Assets Profitabilitas (ROA) dan Nilai 2. Tobin’s Q Perusahaan Pada Sektor Independen : Barang dan 1. Family Konsumsi Control 2. Firm Size
Teknik Hasil Penelitian Analisis Data Analisis 1. Liquidity, Firm Age, Regresi Firm Size, Sales growth, dan Leverage Linier berpengaruh positif Berganda signifikan terhadap Return on Assets (ROA). 2. Cash conversion cycle (CCC), Account receivable period (ARP), Inventory holding period (IHP), Account payable period berpengaruh (APP) negatif signifikan terhadap Return on Assets (ROA).
Analisis Regresi Linier Berganda
Variabel Working Capital Turnover, Current Ratio, dan Debt Ratio berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROI baik secara parsial maupun secara simultan.
Analisis 1. Firm Size berpengaruh Regresi positif signifikan terhadap ROA dan Linier Tobins’ Q. Berganda 2. Family Control berpengaruh negatif signifikan terhadap ROA dan Tobin’s Q. 3. Leverage berpengaruh negatif signifikan
48 Universitas Sumatera Utara
Lanjutan Tabel 2.1 No
Nama/ Tahun
Judul
Variabel Penelitian 3. Sales Growth 4. Leverage
5.
6.
7.
Lidia Hariyanto dan Juniarti (2014)
Lina Warrad (2013)
Julkarnain (2012)
Pengaruh Family Control, Firm Risk, Firm Size dan Firm Age Terhadap Profitabilitas dan Nilai Perusahaan Pada Sektor Keuangan
The Impact of Working Capital Turnover on Jordanian Chemical Industries Profitability
Teknik Analisis Data
Hasil Penelitian
Dependen: Return on Assets (ROA)
terhadap ROA. 4. Leverage berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap Tobin’s Q. 5. Sales Growth berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap ROA dan Tobin’s Q. Analisis 1. Firm Size berpengaruh Regresi negatif signifikan terhadap ROA. Berganda 2. Firm Size berpengaruh positif signifikan terhadap Tobin’s Q. 3. Firm Age berpengaruh negatif signifikan terhadap Tobin’s Q. 4. Firm Age berpengaruh positif tidak signifikan terhadap ROA. 5. Firm Risk berpengaruh positif tidak signifikan terhadap ROA dan Tobin’s Q. 6. Family Control berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap ROA dan Tobin’s Q. Simple Working Capital linier Turnover berpengaruh terhadap regression signifikan Return On Assets (ROA).
Independen: Working Capital Turnover Dependen : Return On Investment (ROI)
Analisis Regresi Linier Berganda
Dependen : 1. Return on Assets (ROA) 2. Tobin’s Q Independen : 1. Family Control 2. Firm Risk 3. Firm Size 4. Firm Age
Pengaruh Modal Kerja, Perputaran Modal Kerja, Perputaran Kas, dan Perputaran Independen: Piutang 1. Modal Terhadap Kerja Profitabilitas 2. Perputaran Pada Modal Perusahaan Kerja Industri Barang 3. Perputaran
1. Modal kerja, perputaran modal kerja, perputaran kas, dan perputaran piutang berpengaruh secara simultan terhadap ROI. 2. Modal kerja dan perputaran kas berpengaruh signifikan terhadap ROI. 3. Perputaran modal kerja dan perputaran piutang
49 Universitas Sumatera Utara
Lanjutan Tabel 2.1 No
8.
Nama/ Tahun
Shahab-uDin Din and Attiya Yasmin Javid (2011)
Judul
dan Konsumsi Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2011 Impact of Family Ownership concentration on the Firm’s Performance: Evidence from Pakistani Capital Market
Variabel Penelitian
Teknik Analisis Data
Kas 4. Perputaran Piutang
Dependen: 1. Return on Assets (ROA) 2. Return on Equity (ROE) 3. Tobin’s Q
tidak berpengaruh signifikan terhadap ROI.
Analisis Regresi Berganda
1. Family Ownership, Dividend, Leverage, Sales growth, Net income, dan Firm size berpengaruh positif signifikan terhadap ROA. 2. Family Ownership, Leverage, Sales growth, Net income, Firm size dan berpengaruh positif signifikan terhadap ROE dan Tobin’s Q. 3. Dividend berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap ROE dan Tobin’s Q.
Metode Deskriptif dan Analisis Regresi Berganda
1. Working Capital Turnover, DER, Current Ratio, dan Firm Size berpengaruh positif (signifikan) terhadap ROA secara parsial dan simultan. 2. Nilai pengaruh variabel Working Capital Turnover, DER, Current Ratio, dan Firm Size sebesar 43,4%. 3. Variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap ROA adalah Firm Size.
Independen: Family Ownership
9.
Afriani Wulan Sari (2010)
Control: 1. Dividend 2. Leverage 3. Sales growth 4. Net income Firm Size Analisis Dependen: Pengaruh Return on Efisiensi Modal Assets Kerja, Leverage, (ROA) Likuiditas dan Firm Size Independen: Terhadap 1. Working Profitabilitas Capital Turnover 2. Debt to Equity Ratio (DER) 3. Current Ratio 4. Firm Size
Hasil Penelitian
Sumber : Penelitian Terdahulu (Data Diolah)
50 Universitas Sumatera Utara
2.8
Kerangka Konseptual Setiap perusahaan selalu berusaha meningkatkan labanya agar perusahaan
tersebut mampu bertahan dari segala tantangan dalam berbisnis. Untuk itu, perusahaan perlu mengetahui tingkat profitabilitasnya sebagai tolak ukur keberhasilan
perusahaan.
Profitabilitas
suatu
perusahaan
menunjukkan
perbandingan antara laba dengan aktiva, atau dengan kata lain kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan (Djarwanto, 2010:148) Modal kerja sendiri merupakan unsur aktiva yang penting dalam perusahaan, baik perusahaan skala besar maupun skala kecil. Modal kerja akan dikeluarkan secara rutin untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan yang tentunya sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Oleh karenanya pengelolaan dan penggunaan modal kerja harus tepat dan efisien. Untuk menguji efisiensi penggunaan dari modal kerja tersebut, dapat diukur dengan rasio perputaran modal kerja (Working Capital Turnover), yaitu rasio antara penjualan dengan modal kerja bersih. Dari hubungan antara penjualan netto dengan modal kerja bersih tersebut dapat diketahui juga apakah perusahaan bekerja dengan modal kerja yang tinggi atau bekerja dengan modal kerja yang rendah (Djarwanto, 2010: 159) . Semakin tinggi Working Capital Turnover maka semakin tinggi kemampuan perusahaan memperoleh laba. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Syamsuddin (2007:48) yang menyatakan bahwa semakin tinggi perputaran (turnover) yang diperoleh, semakin efisien perusahaan di dalam melaksanakan
51 Universitas Sumatera Utara
operasinya sehingga semakin besar peluang perusahaan untuk mendapatkan laba yang tinggi. Leverage perusahaan menggambarkan sejauhmana aktiva perusahaan yang digunakan sebagai modal kerja dibiayai oleh hutang dengan tujuan untuk meningkatkan laba (Subramanyam dan Wild, 2010: 265). Leverage pada penelitian ini diukur dengan debt to assets ratio, dimana semakin tinggi rasio ini maka semakin banyak modal yang berasal dari pinjaman. Leverage memperbesar laba tetapi juga memperbesar kerugian manajerial, sebab kebijakan leverage yang terlalu tinggi akan menyebabkan tingginya beban bunga yang harus ditanggung perusahaan. Oleh karenanya leverage perusahaan berpengaruh terhadap profitabilitas. Pada umumnya, perusahaan yang telah lama berdiri lebih diminati oleh investor. Para investor berasumsi bahwa perusahaan yang telah lama berdiri lebih memiliki pengalaman dalam berbisnis sehingga perusahaan mampu mengelola dana dan modal kerja secara lebih efisien. Ketika perusahaan yang telah lama berdiri mampu mengelola modal kerjanya secara efisien maka hal ini akan berpengaruh pada peningkatan profitabilitas. Hal tersebut seperti yang diungkapkan Arrow dan Javanovic (dalam Hariyanto dan Juniarti, 2014:144) yang mengatakan bahwa seiring waktu, perusahaan belajar untuk semakin baik dan lebih efisien serta memiliki keunggulan kompetitif dalam inti bisnisnya dan kemakmuran organisasi. Sedangkan family control dapat juga berpengaruh pada profitabilitas, dimana ketika kendali dalam sebuah perusahaan mayoritas dipegang oleh anggota
52 Universitas Sumatera Utara
keluarga pada umumnya memiliki performa yang lebih baik daripada kinerja perusahaan yang sistem pengendaliannya dipegang oleh manajemen. Selain itu, perusahaan yang memiliki kendali keluarga yang baik dan jauh dari masalah agensi dapat menaikkan nilai perusahaan yang kemudian akan menarik minat investor untuk berinvestasi ke dalam perusahaan tersebut. Adapun kerangka konseptual yang menjadi dasar penelitian ini adalah sebagai berikut : Working Capital Turnover
Debt to Assets Ratio Return on Investment Umur Perusahaan
Family Control
Sumber : Djarwanto (2010), Hariyanto dan Juniarti (2014), Syamsuddin (2007), Subramanyam dan Wild (2010)
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
2.9
Hipotesis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah
diuraikan sebelumnya, maka hipotesis dari penelitian ini adalah working capital turnover, leverage, umur perusahaan, dan family control berpengaruh terhadap profitabilitas perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
53 Universitas Sumatera Utara